25
BAB IV
TAHAPAN PRA-PRODUKSI, PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI
4.1. Pra-Produksi
Sebelum melakukan proses produksi, penulis melalui pra-produksi terlebih dahulu. Pra-produksi melalui beberapa tahap yang di antaranya adalah riset, pembuatan story line, kemudian pembuatan story board.
4.1.1. Riset
Tahap riset dimulai dengan mengumpulkan sumber sejarah atau
heuristis, pada tanggal 17 September 2016, bertemu dengan Muhammad Edi Kurniawan (Wawan) selaku Ketua Paguyuban Drumblek Salatiga untuk memperoleh informasi umum seputar Drumblek seperti sejarah singkat dan perkembangan Drumblek di Kota Salatiga, sumber sejarah yang diperoleh adalah sumber sejarah lisan dengan hasil mengetahui sejarah singkat, rekomendasi narasumber dan peningkatan jumlah grup Drumblek cukup signifikan dengan bukti nyata eksistensi Drumblek yang semakin digandrungi.
Kemudian pada 16 November 2016, penulis bertemu dengan Lilla Eridianti Kepala Seksi Kebudayaan Dinas Perhubungan Komunikasi Budaya dan Pariwisata Kota Salatiga untuk meminta pendapat tentang Drumblek dan bentuk dukungan pemerintah terhadap Drumblek, sumber sejarah yang diperoleh adalah sumber sejarah lisan dengan hasil Drumblek adalah sebuah kesenian dan pemerintah mendukung adanya Drumblek dengan sering mengikutkan Drumblek dalam lomba atau acara tingkat regional serta memberi bantuan dana kepada grup Drumblek yang dinilai berprestasi.
26 Asli Salatiga”. Sangat disayangkan hanya terdapat dua buku yang memuat informasi sejarah Drumblek.
Atas rekomendasi dari ketua Paguyuban Drumblek Salatiga, pada tanggal 2 Maret 2017, penulis melakukan wawancara langsung terhadap pencetus Drumblek untuk pertama kali yaitu Didik Subiyantoro Masruri untuk mendapatkan informasi mengenai sejarah Drumblek, penulis mendapatkan sumber sejarah lisan bahwa benar peristiwa ini sudah dipikirkan sejak tahun 1986 namun baru muncul pada tahun 1988. Drumblek muncul ketika kreativitas menjadi solusi untuk minimnya biaya, seperti yang sudah diuraikan dalam bab satu. Penulis juga mendapatkan sumber sejarah kebendaan yaitu beberapa bukti foto dokumentasi yang masih tersimpan dalam album lama milik Didik.
Wawancara selanjutnya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2017 untuk menguji autentisitas dan kredibilitas atau tahap kritik sumber dari sumber sejarah lisan yaitu hasil wawancara sebelumnya, sumber sejarah kebendaan berupa foto dan dua buku yang sudah terbit sebelumnya. Sumber sejarah lisan yaitu hasil wawancara dengan Wawan dan Didik dapat dikatakan autentik dan kredibel karena mengandung peristiwa penting yang tidak lain adalah sejarah Drumblek dan tidak ada kontra tentang sejarah Drumblek antara generasi Didik tahun 1988 dengan generasi Wawan tahun 2016.
27 scan). Untuk uji kredibilitas, Didik menyampaikan bahwa foto yang ada adalah asli dan sesuai kejadian pada masa itu tanpa adegan rekayasa.
Selanjutnya buku pertama yang sudah terbit sebelumnya “Drumblek Dari Salatiga Untuk Dunia”. Uji autentisitas mendapatkan hasil bahwa buku ini dibuat di Kota Salatiga pada tahun 2013, dibuat oleh tim Kampoeng Salatiga, diketik komputer yang dicetak pada media kertas berbentuk buku dan merupakan bentuk asli (bukan fotokopi) dengan bukti kesamaan buku yang diperoleh penulis dengan buku yang dimiliki oleh Didik. Uji kredibilitas mendapatkan hasil bahwa isi dari buku sudah sesuai dengan fakta sejarah yang sebenarnya, Didik mengklarifikasi hal tersebut karena dirinya sendiri yang menjadi narasumber dalam buku “Drumblek Dari Salatiga Untuk Dunia”.
Uji autentisitas pada buku kedua “Drumblek Kesenian Asli Salatiga” mendapatkan hasil bahwa buku ini dibuat di Kota Salatiga pada tahun 2014, dibuat oleh Eddy Supangkat, dkk, diketik komputer yang dicetak pada media kertas berbentuk buku dan merupakan bentuk asli (bukan fotokopi). Sedangkan untuk uji kredibilitas mendapatkan hasil bahwa terdapat beberapa konten yang kurang tepat dengan sejarah yang sebenarnya, Didik mengklarifikasi hal tersebut dengan menyatakan bahwa dirinya tidak menjadi narasumber, Didik hanya mengetahui pembuatan buku ini namun belum pernah membacanya.
28 mengisi bagian sumber sejarah kebendaan (foto dokumentasi) yang hilang atau memang tidak terdokumentasikan.
Berdasarkan hasil sumber sejarah yang sudah dikumpulkan, diuji dan dianalisis serta disintesis, penulis mendapatkan informasi-informasi seputar sejarah, keunikan dan perkembangan Drumblek. Dari hasil tersebut penulis menemukan bahwa dibutuhkan sebuah media komunikasi massa untuk menyampaikan informasi tentang sejarah dan keunikan Drumblek kepada masyarakat luas karena masih minimnya media komunikasi massa yang tersedia.
Tahap selanjutnya adalah interpretasi, yaitu menyusun story line dan story board.
4.1.2. Story Line
Melalui riset yang sudah dilakukan sebelumnya, penulis memulai tahap interpretasi yaitu merancang alur cerita dalam buku cerita bergambar tentang sejarah dan keunikan Drumblek sebagai media komunikasi massa sebagai berikut:
Tabel 4.1.
Story Line buku cerita bergambar sejarah dan keunikan Drumblek
No Cerita Visual
1 Didik sebagai pemuda Kampung
Pancuran diminta oleh panitia
karnaval HUT RI untuk
mengoordinasi warga Kampung
Pancuran untuk ikut berpartisipasi
dalam acara HUT RI ke 43. Di sinilah
cikal bakal Drumblek dimulai.
Ilustrasi – Didik sedang berbicara
dengan salah satu Panitia Karnaval.
Salah satu panitia seperti menawarkan
sesuatu, terlihat dari belakang. Ekspresi
muka Didik diilustrasikan tertantang
atau tertarik akan sebuah hal baru dan
mengangkat jempol tangannya sebagai jawaban “oke”. Digambarkan mereka sedang berada di Kampung Pancuran, di
17-29 08-88 untuk menunjukkan bahwa pada
waktu itu menjelang HUT RI ke 43.
2 Didik berdiskusi dengan warga
tempat mereka sering berkumpul.
Ilustrasi – Didik dan beberapa orang
sedang berkumpul di bawah pohon
Randu. Mereka tampak sedang
berdiskusi satu sama lain.
3 Hasil diskusi mereka adalah mereka
terkendala biaya untuk ikut
berpartisipasi. Mereka merasa sedih,
Indonesia sudah merdeka, namun
untuk merayakan hari kemerdekaan
masih terkendala biaya.
Ilustrasi – Beberapa teman Didik datang
membawa sekantong plastik berisi uang
kepada Didik. Ekspresi mereka sedih,
karena terkendala biaya.
4 Didik mengusulkan ide yang
sebenarnya sudah dia pikirkan sejak
tahun 1986, yaitu menggunakan
barang-barang bekas yang ada di
sekitar mereka sebagai alat musik.
Mengembalikan arti musik pada
hakikatnya yaitu nada, suara dan
irama.
Ilustrasi – Dengan ide yang Didik
punya, dia membawa tong kaleng bekas
sambil memukulnya di hadapan warga
yang ketika itu ikut berkumpul. Warga
yang ada di sana menjadi senang karena
mempunyai sebuah harapan.
5 Warga mulai mengumpulkan barang
bekas, tong kaleng bekas, bambu,
drum plastik bekas ke tempat mereka
berkumpul, Randu Alas. Beberapa
orang juga mulai mengubah
barang-barang bekas yang akan digunakan
sebagai alat musik Drumblek.
Ilustrasi – Warga membawa
barang-barang bekas untuk di kumpulkan ke
Randu Alas. Ekspresi mereka senang.
Beberapa orang digambarkan mulai
sibuk mengubah barang-barang bekas
menjadi alat musik Drumblek.
6 Merasa masih kurang, untuk
menambah alat musik, beberapa orang
pergi meminjam drum plastik ke
penjual ikan.
Ilustrasi – Beberapa teman Didik pergi
meminjam drum plastik ke penjual ikan
di sekitar Kampung Pancuran untuk
menambah alat musik Drumblek.
30 7 Latihan pertama dilakukan. Sekitar 50
orang ikut dalam latihan pertama ini.
Mengilustrasikan foto dokumentasi.
Latihan pertama Drumblek di sekitar
Kampung Pancuran.
8 Mereka membutuhkan nama untuk
Drumblek ini. Akhirnya mereka
memutuskan untuk memakai nama
Tinggal Kandas yang merupakan
plesetan dari nama program
pemerintah pada masa itu yaitu
Skenario Tinggal Landas.
Ilustrasi – Satu orang terlihat sedang
menggambar tulisan “Tinggal Kandas”
di selembar kain berukuran besar.
9 Persiapan penampilan pertama.
Anggota Drumblek mulai berkumpul
lengkap dengan kostum dan teklek.
Ilustrasi – Anggota Drumblek mulai
berkumpul dengan sudah memakai
kostum dan menggunakan teklek.
Terdapat satu mayoret, digambarkan
juga salah satu orang yang tampak
grogi.
10 Penampilan pertama Drumblek
Tinggal Kandas pada HUT RI ke 43,
tahun 1988. Dengan keunikannya,
barang bekas, teklek dan kostum
sederhana. Keberhasilan ekspresi budi
daya.
Mengilustrasikan foto dokumentasi.
Penampilan Drumblek pertama kali
tahun 1988.
11 Warga Kota Salatiga begitu antusias
dengan kehadiran Drumblek. Pada
waktu itu Drumblek menjadi sebuah
acara tahunan dengan tampil di
karnaval HUT RI setiap tahunnya.
Mengilustrasikan foto dokumentasi.
Penampilan kedua Drumblek tahun
1989 dan penampilan ketiga Drumblek
tahun 1990.
12 Eksistensi Drumblek di Kota Salatiga
terus berkelanjutan setiap tahunnya.
Sampai pada HUT RI ke 50, tahun
1995, penampilan Drumblek diliput
oleh salah satu stasiun televisi
nasional (RCTI).
Mengilustrasikan dua foto yang
digabungkan menjadi satu peristiwa.
Penampilan Drumblek kedelapan tahun
1995 dan potongan foto dokumentasi
ketika RCTI meliput Drumblek.
13 Beberapa tahun kemudian, Drumblek
mendapat kesempatan tampil pada
Ilustrasi – Didik (terlihat dari belakang)
31 acara Deklarasi HAM ke 60 di Jakarta.
Untuk acara besar tersebut, mereka
bergabung dengan grup Drumblek
lain sehingga terkumpul kurang lebih
300 orang yang akan berangkat ke
Jakarta dengan menggunakan bus dan
truk untuk mengangkat alat.
Deklarasi HAM ke 60. Tampak di
hadapan Didik, teman-temannya sedang
menaikkan alat Drumblek ke truk untuk
dibawa ke Jakarta dan beberapa orang
juga tampak sedang masuk ke dalam
bus.
14 Drumblek gabungan se-Kota Salatiga
berjumlah 300 orang, berkesempatan
tampil pada acara Deklarasi HAM ke
60 di Jakarta tahun 2008.
Ilustrasi – Menggambarkan situasi
Monas dari atas, tampak sekumpulan
orang yaitu grup Drumblek sedang
berada di Monas.
15 Tahun berganti tahun, kini Drumblek
menjadi kesenian untuk menghibur
masyarakat. Tampil lebih modern
dengan kostum yang lebih menarik.
Drumblek pada tahun 2017.
Mengilustrasikan foto dokumentasi.
Penampilan Drumblek BCAD dari Kota
32
4.1.3. Story Board
36
4.1.4. Perancangan Buku Cerita Bergambar
Buku cerita bergambar akan diberi judul dengan penyusunan sebagai berikut:
Buku Cerita Bergambar
Salam Prak Prak Brung
Sejarah dan Keunikan Drumblek #DariSalatigaUntukDunia
Keterangan “Buku Cerita Bergambar” disematkan pada bagian atas sebagai tanda jenis buku. Judul utama diambil dari jargon atau salam khas para pemain Drumblek masa kini yaitu “Salam Prak Prak Brung”, salam yang unik menirukan bunyi yang dihasilkan dari alat Drumblek itu sendiri. Pemilihan judul utama ini dirasa lebih menarik dan menjual karena unik dalam penulisan dan pelafalan kata namun tetap mencerminkan Drumblek dan semangat para pemainnya. Kalimat “Sejarah dan Keunikan Drumblek” ditampilkan untuk memperjelas judul utama. Kemudian terakhir adalah hashtag yang memuat slogan Paguyuban Drumblek Salatiga yaitu “#DariSalatigaUntukDunia”, memberikan kalimat ini untuk mewakili semangat orang-orang pencetus, pengurus, pembina dan peserta Drumblek. Layout atau tata letak pada buku yang akan dibuat oleh penulis akan dijelaskan dalam gambar berikut, kecuali untuk story board 8.
37 Meskipun ilustrasi dalam bentuk kartun, ilustrator akan membuat ilustrasi tetap realis dalam arti tidak meninggalkan elemen, keterangan dan ciri-ciri penting yang terdapat dalam foto dan narasi hasil wawancara dengan Didik. Proses ilustrasi menggunakan aplikasi grafis komputer yaitu Adobe Photoshop CS6 dan CorelDraw X8.
38
4.2. Produksi
Pada proses produksi, penulis dibantu oleh seorang ilustrator Greg Sidharta. Software yang digunakan adalah Adobe Photoshop CS6. Proses produksi melalui beberapa tahap dengan acuan story line dan story board yang telah dibuat sebelumnya.
Tahap pertama adalah penyempurnaan garis-garis setiap elemen dari sketsa gambar pada story board agar lebih terlihat jelas anatomi dan line art cartoon sehingga menjadi ilustrasi yang matang untuk masuk ke proses pewarnaan.
Gambar 4.2. Software Adobe Photoshop CS6.
39 Tahap kedua adalah pewarnaan. Setelah garis-garis setiap elemen disempurnakan, setiap elemen siap diberi warna sesuai dengan citranya.
Gambar 4.4. Proses Penyempurnaan Garis-Garis, Menggunakan Adobe Photoshop CS6.
40 Tahap terakhir dari proses produksi adalah pembuatan sampul buku bagian depan dan belakang. Bagian depan berisi judul dan ilustrasi pendukung, sedangkan bagian belakang berisi narasi sinopsis buku.
Gambar 4.6. Proses Pewarnaan Sudah Selesai Dilakukan dengan Adobe Photoshop CS6.
41
4.3. Pasca Produksi
Tahap selanjutnya dalam pembuatan buku sebelum naik cetak adalah layouting. Dalam tahap ini penulis menggunakan software Corel-Draw X8 untuk mengatur tata letak dari setiap ilustrasi yang telah dibuat. Tujuan dari tahap ini adalah mendapatkan susunan atau runtutan ilustrasi yang tepat dan sesuai story line setelah melalui proses cetak dan jilid.
Layouting disesuaikan dengan pembaca buku cerita bergambar ini yaitu masyarakat Kota Salatiga dan masyarakat pendatang, laki-laki dan perempuan semua umur khususnya pelajar SD (6-12 tahun) yang gemar membaca. Gaya yang
Gambar 4.8. Software CorelDraw X8.
42 dipakai adalah satu ilustrasi landscape menjadi dua halaman portrait. Dengan gaya tersebut dapat mendukung fungsi desain sebagai media komunikasi massa penyalur informasi, sehingga pesan yang akan disampaikan berupa ilustrasi tidak terpisah di halaman selanjutnya.
Untuk memudahkan dalam mengatur susunan atau runtutan ilustrasi dengan halaman buku maka penulis membagi setiap ilustrasi menjadi dua bagian dan memberi tanda huruf A dan B. Misalnya pada ilustrasi 7, akan dibagi menjadi 7A dan 7B, begitu juga dengan ilustrasi selanjutnya. Hal ini dilakukan karena proses cetak dilakukan pada dua sisi kertas dan disusun seperti buku tulis garis-garis pada umumnya sehingga ilustrasi 7A akan bersebelahan dengan 9B dan 7B akan tercetak dengan 9A.
43 Tahap ketiga adalah penataan teks atau narasi pendukung ke dalam setiap bagian ilustrasi yang telah dibuat. Berbeda dengan story board lain, pada story board 8 penempatan teks berada ditengah, seperti contoh pada gambar berikut.
Gambar 4.11. Penataan Teks atau Narasi Pendukung pada Story Board 8.
44 Untuk mengisi sampul bagian belakang, maka perlu ditambahkan sinopsis tentang buku tersebut.
“Apakah kalian tahu Drumblek?
Drumblek adalah seni bermain musik sebagai bentuk ekspresi budi daya. Kesenian ini mulai muncul tahun 1988 diawali oleh warga Kampung Pancuran,
Kota Salatiga
Perjalanan dan semangat Drumblek di Kota Salatiga dari awal sampai sekarang, terus berdentum hingga kamu membuka halaman depan buku ini.
Salam Prak Prak Brung!”
Terakhir, setelah melalui proses layouting baik itu penataan ilustrasi dan penataan teks, tahap selanjutnya adalah proses cetak. Berikut adalah gambar pratinjau dari buku cerita bergambar yang telah dicetak.
4.4. Korelasi
Hubungan teori komunikasi dengan buku cerita bergambar yang akan dibuat dapat dijelaskan mulai dari penulis bertindak sebagai komunikator atau pemberi
45 pesan, sejarah dan keunikan Drumblek adalah pesan yang akan disampaikan, media yang dipakai adalah buku cerita bergambar, masyarakat Kota Salatiga dan masyarakat pendatang adalah komunikan atau penerima pesan dan efek yang diharapkan adalah komunikan yang berarti masyarakat Kota Salatiga dan masyarakat pendatang dapat lebih mengetahui sejarah dan keunikan Drumblek yang berasal dari Kota Salatiga. Unsur-unsur tersebut kemudian disusun dalam satu konsep model komunikasi dari Lasswell.
Sehubungan dengan pesan yang disampaikan bersifat umum, melalui saluran sebuah buku cerita bergambar, dengan komunikan yang heterogen, proses komunikasi satu arah dan dengan harapan menimbulkan keserempakan, maka produk dari tugas akhir ini berhubungan dengan komunikasi massa. Produk dari tugas akhir ini adalah sebuah buku, yang termasuk dalam salah satu bentuk media komunikasi massa, dapat memenuhi fungsi dari media komunikasi massa tersebut yaitu fungsi informasi dengan pesan yang akan disampaikan adalah sejarah dan keunikan Drumblek yang berasal dari Kota Salatiga. Dengan pesan tersebut pula, buku cerita bergambar ini juga dapat memenuhi fungsi transmisi budaya atau pewarisan sosial. Informasi sejarah dan keunikan Drumblek mentransmisikan budaya yang ada pada masa lampau untuk generasi selanjutnya, mewariskan informasi meliputi ide pencetusan Drumblek, aktivitas pembuatan Drumblek pertama kali dan benda hasil kegiatan manusia berupa alat-alat Drumblek.
46 Desain grafis dapat diartikan sebagai ketrampilan seni dan komunikasi. Sebagaimana pula dengan buku cerita bergambar ini akan dikemas, seni dalam pembuatan gambar harus dapat mewakili pesan yang akan disampaikan yaitu sejarah dan keunikan Drumblek. Selain fungsinya untuk menyalurkan pesan, desain grafis dalam buku cerita bergambar ini juga berfungsi sebagai pengilustrasian sumber-sumber sejarah yang hilang dan sekaligus membuat buku cerita bergambar ini lebih menarik perhatian.
Gambar-gambar yang akan ditampilkan pada buku memang bukan hanya sekedar foto-foto yang disusun ulang namun berupa ilustrasi. Ilustrasi selain sebagai reka ulang adegan, juga sebagai penjelasan atas suatu makna secara visual. Minimnya foto-foto dokumentasi yang tersisa dapat dikaitkan dengan peristiwa terbentuknya Drumblek, yang mana pada saat itu tidak ada yang mengira bahwa Drumblek akan menjadi kesenian yang populer sampai masa kini sehingga ada beberapa peristiwa yang tidak terdokumentasi, selain itu perlu diketahui bahwa pada tahun sekitar 1986 kamera adalah barang eksklusif yang hanya dimiliki beberapa orang saja. Jika pun ada, foto-foto dokumentasi yang tersisa sudah termakan usia, ada beberapa bagian yang mulai rusak, maka dibutuhkan ilustrasi untuk menampilkan kembali dalam bentuk yang lebih fresh dan menarik. Untuk melengkapi bagian yang hilang atau memang tidak terdokumentasi, ilustrasi dalam bentuk gambar diperlukan untuk reka ulang adegan hasil dari wawancara dengan Didik dan menjadi jembatan untuk menggabungkan kedua sumber tersebut sehingga didapatkan sebuah keselarasan yang utuh.
47 Segmentasi, targeting dan positioning tentu saja berhubungan dengan perancangan buku cerita bergambar ini. Ketiga hal tersebut memengaruhi gaya ilustrasi sepenuhnya dalam penentuan garis gambar dan warna serta juga layouting. Hubungan bauran pemasaran dengan pembuatan atau produk tugas akhir ini adalah sebagai perkiraan jika suatu saat produk dari tugas akhir ini yaitu buku cerita bergambar tentang sejarah dan keunikan Drumblek akan diproduksi masal atau menjadi barang profit dengan catatan tetap mencantumkan nama penulis dan ilustrator. Dalam bauran pemasaran terdapat empat unsur yaitu yang pertama produk, sudah jelas bahwa produk adalah buku cerita bergambar tentang sejarah dan keunikan Drumblek.
Kedua adalah price atau harga, dengan perkiraan biaya produksi sebesar Rp 30.000 – Rp 35.000 per buku, buku cerita bergambar ini dapat dijual kembali dengan range harga Rp 50.000 (harga tersebut adalah perkiraan untuk biaya produksi partai kecil). Penghasilan atau laba yang didapat akan dibagi untuk penerbit dan penulis dengan perhitungan yang akan disepakati atau dapat disebut sebagai royalti, dengan catatan jika penerbitlah yang membiayai seluruh biaya produksi. Namun jika biaya ditanggung sepenuhnya oleh penulis maka laba akan menjadi hak penulis sepenuhnya.
Ketiga, place atau tempat, buku cerita bergambar ini diperkirakan dapat dijual di toko buku, di pameran buku atau ketika diselenggarakannya sebuah event Drumblek.