• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Skrining Fitokimia Simplisia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kari (Murraya koenigii L)Dengan Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Skrining Fitokimia Simplisia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kari (Murraya koenigii L)Dengan Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, habitat, klasifikasi

tumbuhan, nama asing, nama daerah, manfaat, kandungan kimia.

2.1.1 Morfologi tumbuhan

Daun kari (Murraya koenigii) termasuk dalam golongan famili Rutaceae. Daun kari memiliki tinggi 0,9 hingga 6 meter dan berdiameter 15-40 cm. Daun

kari memiliki aroma yang sangat khas dan rasa sedikit pahit, bentuknya oval

dengan ujung runcing. Tumbuhan ini dapat tumbuh subur dalam iklim tropis,

memiliki bunga kecil berwarna putih kekuningan, buahnya kecil berwarna hijau

berwarna hijau ketika masih muda dan ungu setelah matang. Tumbuhan ini

berkembang biak melalui biji benih dan turunannya tumbuh melalui akarnya

(Azis, dkk., 2014).

2.1.2 Habitat

Daun kari (Murraya koenigii) adalah salah satu species Murraya yang

ditemukan di Aceh. Tumbuhan ini biasanya dibudidayakan sebagai daun aromatik

dan digunakan untuk penyedap alami dalam kari. Berasal dari Tarai wilayah Utara

Pradesh, India, saat ini daun kari banyak ditemukan diseluruh bagian India, daun

ini juga dibudidayakan di India Selatan,Sri Lanka, China, Australia, pulau-pulau

pasifik, hingga Asia Tenggara. Tumbuhan ini menyebar ke Indonesia, Afrika

(2)

2.1.3 Klasifikasi tumbuhan

Menurut MEDA (Herbarium Medanense) Universitas Sumatera Utara

sistematika tumbuhan daun kari adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermathophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Malvales

Famili : Rutaceae

Genus : Murraya

Spesies : Murraya koenigii L

Nama lokal : Daun kari

2.1.4 Nama asing

Nama asing daun kari adalah ma jiao ye (China), curry (English),

garupillai (Malaysia) (Hariana, 2011).

2.1.5 Nama daerah

Daun kari di Indonesia memiliki berbagai macam nama daerah, seperti

temurui (Aceh), sicerek (Maningkabau), ki becetah (Sunda)

2.1.6 Manfaat

Daun kari biasanya digunakan sebagai rempah penyedap masakan. Selain

berperan penting dikuliner, daun kari juga memiliki manfaat didunia pengobatan.

Air rebusan daun kari memiliki manfaat untuk mengatasi anemia, menurunkan

kolesterol, mengobati diare dan mengatasi diabetes karena mempunyai efek

sebagai antioksidan, antidiabetes, antimikroba, anti-inflamasi dan

(3)

2.1.7Kandungan kimia

Daun kari memiliki kandungan saponin, terpenoid/triterpenoid, alkaloid,

glikosida, falvonoid, tanin dan antioksidan seperti tokoferol, b-karoten dan lutein.

Daun kari juga memiliki kandungan mineral Cr, Mg, Mn, Zn dan Cu

(Sudrawanto, dkk., 2015). (Gahlawat, dkk. 2014) mengatakan bahwa daun kari

segar mengandung volatil oil yang kaya akan vitamin A, kalsium, girinimbin, koenin, koenigin, koenidin dan koenimbin.

2.2Uraian Golongan Senyawa Kimia Daun kari

Senyawa kimia yang terdapat pada daun kari meliputi tannin, saponin,

glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid dan alkaloid.

2.2.1Tanin

Tanin terdapat luas pada tumbuhan berpembuluh.Sebagian besar

tumbuhan banyak mengandung tanin rasanya sepat.Salah satu fungsi tanin dalam

tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Robinson, 1995).

Berdasarkan identitas inti fenolit dan cara pembentukannya, tanin dibagi

menjadi tiga yaitu tanin yang terhidrolisis, tanin yang terkondensasi dan tanin

kompleks (Trease dan Evans, 1983).

a. Tanin terhidrolisis (hydrosable tannin)

Tanin jenis ini biasanya berikatan pada karbohidrat dengan membentuk jembatan

oksigen dan dapat dihidrolisis menggunakan asam sulfat atau asam klorida

ataupun dengan enzim.Prekursor pembentukan tanin ini adalah asam fenolit (asam

galat, asam elagit), residu glukosa, serta antara asam fenolit dan glukosa ada

(4)

b. Tanin terkondensasi (condesed tannins)

Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi terkondensasi

menghasilkan asam klorida.Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer

flavanoida yang merupakan senyawa fenol.Prekursor pembentukan tanin ini

adalah flavanoida, catechin, flavonol-3-4-diol.

c. Tanin kompleks (complex tannin)

Tanin kompleks merupakan campuran antara tanin terhidrolisis dan tanin

terkondensasi.Contoh tumbuhan yang mengandung tanin kompleks adalah teh,

kuercus, dan castanea.

2.2.2Saponin

Saponin adalah glikosida triterpenoida dan sterol.Senyawa golongan ini banyak

terdapat pada tumbuhan tinggi, merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan

mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa jika

dikocok dalam air.Aglikon dari saponin sering disebut sebagai sapogenin.

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun dan dapat

diuji berdasarkan kemampuannya membentuk busa. Pembentukan busa yang

mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak

tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin pada tumbuhan

tersebut (Harbone, 1987).

2.2.3Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan bagian

gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang

dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya.Jika bagian

gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya

(5)

Berdasarkan hubungan ikatan antara glikon dan aglikonnya, glikosida dibagi

(Robinson, 1995):

a. O-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.

b. S-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom S. Contoh: Sinigrin.

c. N-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom N. Contoh: Adenosine.

d. C-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.

2.2.4 Triterpenoid/steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualen. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks,

kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau karboksilat (Harbone, 1987).

Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidrofenantren. Dahulu steroid dianggap sebagai senyawa satwa

(digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu), tetapi pada tahun-tahun

terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan

tumbuhan (Harborne, 1987).

Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:

a. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan, misalnya kolesterol.

b. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan, misalnya sitosterol dan

stigmasterol.

(6)

d. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut, misalnya

spongesterol.

2.2.5 Flavonoid

Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol terbesar,

mengandung 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzen yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari 3 atom karbon, tersusun dalam

konfigurasi C6-C3-C6 (Robinson, 1995).

Flavonoid memiliki sifat antioksidan.Senyawa ini berperan sebagai

penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil.Karena bersifat

sebagai reduktor, flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap

radikal bebas (Silalahi, 2006).

Senyawa flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun,

akar, kayu, kulit, bunga, buah dan biji (Markham, 1988).Flavonoid mengandung

senyawa aromatik terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada

spektrum UV dan sinar tampak.Umumnya terdapat dalam bentuk terikat pada gula

yang disebut dengan glikosida sehingga untuk menganalisis flavonoid, lebih baik

ekstrak tumbuhan dihidrolisis terlebih dahulu untuk memecah ikatan gula dengan

aglikon (Harborne, 1987).

2.2.6 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa, mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, dan biasanya bergabungan sebagai bagian sistem siklik. Sifat

alkaloid yang basa menyebabkan senyawa tersebut mengalami dekomposisi akibat

adanya sinar atau adanya oksigen (Indrawati dkk, 2013). Ada tiga pereaksi yang

digunakan dalam pemeriksaan senyawa kimia untuk mendeteksi golongan

(7)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan

asal menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan

kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat

larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000)

Tujuan utama ekstraksi adalah umtuk mendapatkan atau memisahkan

sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (consentrata) dari

zat-zat yang tidak bermanfaat, agar lebih mudah dipergunakan dan disimpan

dibandingkan simplisia asal, dan tujuan pengobatan lebih terjamin (Syamsuni,

2006).

2.3.1 Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan

pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang

dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetik sedangkan

yang dilakukan penambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap

maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator

dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan pada temperatur kamar.

Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penampungan perkolat) terus menerus sampai

(8)

2.3.2 Cara panas

a. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-500C.

b. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 900C selama 15 menit.

c. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 900C selama 30 menit.

d. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya

menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut

akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

e. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,

dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan

terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.

2.4 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan.radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah

(9)

protein, lipida atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penying pada

biomolekul ini.perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas

juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degenerative,

yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak dann penyakit

degenerasi saraf seperti Parkinson (Silalahi, 2006)

Kerusakan sel akan menyebabkan dampak negatif pada struktur dan

fungsinya.Semakin besar ukuran biomolekul yang mengalami kerusakan, semakin

parah akibatnya.Secara biologis senyawa biomolekul memiliki fungsi yang sangat

penting. Oleh sebab itu, adanya kerusakan struktur dan fungsi sel akan sangat

menggangu sistem kerja organ secara umum (Winarsi, 2007).

Tubuh memiliki mekanisme pertahan antioksidan dalam bentuk enzim

antioksidan dan antioksidan untuk menetralisir radikal bebas. Perkembangan

industri yang pesat menyebabkan manusia berkontak dengan berbagai radikal

bebas yang berasal dari lingkungan dan dari kegiatan fisik yang tinggi

menyebabkan sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh tidak memadai

(Silalahi, 2006).

2.5Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam

dampak negatif oksidan dalm tubuh. Antioksidan bekerja dengan mendonorkan

satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas oksidan

tersebut bias dihambat.

Penyebab utama kerusakan oksidatif didalam tubuh adalah senyawa

oksidan, baik yang berbentuk radikal bebas ataupun bentuk senyawa oksigen

(10)

akibat dari rendahnya antioksidan dalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi

reaktivitas senyawa oksidan.

Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh

oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan

buah-buahan yang kaya akan antioksidan dan berbagai jenis dari pada menggunakan

antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih

efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi dikarenakan oleh adanya

komponen lain dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berperan secara

positif (Silalahi, 2006).

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan

enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida

dismutase (SOD), katalse dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis

masih dibagi dalam 2 kelompok lagi:

a. antioksidan larut lemak, seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan

bilirubin.

b. Antioksidan larut air,asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan

protein pengikat heme.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3

kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier.

a. Antioksidan primer meliputi superperoksida dismutase (SOD), katalase dan

glutation perosidase (GSH-Px). Antioksidan primer disebut juga antioksidam

enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat

memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian

radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih

(11)

b. Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-enzimatis.

Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif.

Dalam sistem pertahanan ini, terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat

dengan cara merusak pembentukannya. Antioksidan sekunder meliputi vitamin

E, vitamin C, β-karoten,flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin.

c. Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin

sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler

yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).

2.5.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan

rumus molekul C6H8O6. Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk berwarna

putih atau agak kekuningan. Pengaruh cahaya lambat laun menyebabkan berwarna

gelap, dalam keadaan kering stabil di udara namun dalam larutan cepat

teroksidasi. Vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol,

praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI,

1979). Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Rumus vitamin C

Vitamin C merupakan suatu antioksidan penting yang larut dalam

air.Vitamin C mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan mendonorkan

(12)

pencegahan penyakit jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem

kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri dan berperan dalam regenerasi

vitamin E (Silalahi, 2006).

2.6Spektrofotometer UV-Visibel

Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah

berdasarkan absorpsi cahaya padapanjan gelombang tertentu melalui suatu larutan

yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya. Prinsip keja

dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding

dengan konsentrasi kontaminan dalam larutan (Lestari, 2009).

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya

atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang

diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara

kuantitatif (Triyati, 1985). Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara

200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400-750 nm (Gandjar dan Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri ultra-violet dan sinar tampak (visible) telah

banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya

dipergunakan untuk penetuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam

suatu larutan, gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus

kromofor. Molekul-molekul yang mengandung satu gugus kromofor dapat

mengalami perubahan padapanjang gelombang. Molekul mengandung dua gugus

kromofor atau lebih akan mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang

(13)

tertentu, tetapi intensitas absorpsinya adalah sebanding dengan jumlah kromofor

yang ada (Triyati, 1985).

2.7 Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

Penentuan aktivitas radikal bebas DPPH berdasarkan pengurangan DPPH

radikal dalam metanol yang menyebabkan penurunan absorbansi pada 515 nm.

Warna larutan berubah dari ungu menjadi kuning. Perubahan ini terjadi ketika

DPPH ditangkap oleh antioksidan yang menghilangkan atom H untuk membentuk

stabil DPPH-H.

Metode sederhana yang telah dikembangkan untuk menentukan kapasitas

antioksidan dari makanan memanfaatkan 1,1 –diphenyl-2-picrylhidrazyl. DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm dan memiliki

warna ungu (Prakash, 2001).

Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, yaitu elektron ganjil

pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang

517 nm. Interaksi antioksidan dengan DPPH akan menetralkan karakter radikal

bebas dari DPPH (Molyneux, 2004). Warna ungu larutan DPPH akan berubah

menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom

hidrogen yang dari senyawa antioksidan (Prakash, 2001).

Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah

harga konsentrasi efisien atau Efficient Concentration (EC50) atau Inhibitory Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

(14)

2.7.1 Pelarut

Metode DPPH akan memberikan hasil yang baik menggunakan pelarut

metanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi

antara sampel uji antioksidan dengan radikal bebas DPPH (Molyneux, 2004).

2.7.2 Pengukuran panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Panjang gelombang

maksimum yang digunakan dalam pengukuran sampel uji pada metode

pemerangkapan radikal bebas DPPH sangat bervariasi. Menurut beberapa

literatur, panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm

(Molyneux, 2004).

2.7.3 Waktu pengukuran

Waktu pengukuran atau waktu kerja (operating time) bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat dalam melakukan pengukuran, yakni saat sampel

telah mencapai kesetimbangan sehingga dalam kondisi stabil. Waktu pengukuran

yang digunakan dalam beberapa penelitian sangatlah bervariasi, yaitu 1-240

menit. Waktu pengukuran yang paling banyak direkomendasikan adalah 60 menit.

Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di

Gambar

Gambar 2.1  Rumus vitamin C

Referensi

Dokumen terkait

Harmonisasi karya seni logam ini pada penggambaran objek utama yang menggunakan keseimbangan asimetris, digambarkan mendekati figur aslinya ( representasional ), objek

The most frequently employed snow cover fraction methods applied on Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) data have evolved from spectral unmixing and empirical

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 28 Agustus 2012 pukul 11.59 Wita tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada aplikasi SPSE

Pada hari ini, Kami tanggal dua puluh lima bulan Oktober tahun duaribu dua belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini panitia/kelompok kerja, telah melaksanakan penjelasan

[r]

Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana meningkatkan pemahaman siswa kelas IX SMP Negeri 2 Belik setelah pembelajaran menggunakan teknik membaca retensi dan

Maka dari itu sebaiknya pihak bank (Account Officer ) khususnya,agar lebih selektif lagi dalam menentukan calon debitur yang layak diberikan kredit dan juga dipantau pengelolaan

Hasil penelitian menunjukan niai signifikansi 0,037 ≤ 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik windmill dan windmill jumping terhadap akurasi