• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Menerbeb Etnik Pakpak : Kajian Semiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi Menerbeb Etnik Pakpak : Kajian Semiotik"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Dalam penulisan sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka.

Kajian pustaka adalah langkah penting di mana seteleh seorang peneliti menetapkan

topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan teori

yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan

mengumpulkan teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya

dari kepustakaan yang berhubungan (dalam Nazir 1998:112).

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku, jurnal, hasil-hasil

penelitian (tesis) atau sumber-sumber lainnya (internet) dan lain-lainnya. Sebagai

pendukung yang relevan dengan judul proposal skripsi ini. Buku-buku yang

digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang semiotik, salah satunya

pendapat Pierce. Selain itu digunakan sumber bacaan lainnya.

Adapun sumber bacaan lain yang digunakan dalam memahami dan mendukung

penelitian penulis yaitu :

1. Lister Berutu dan Nurbani Padang (2013) dalam buku yang berjudul Mengenal

Upacara Adat Pada Masyarakat Pakpak di Sumatera Utara. Ditinjau dari sisi

perubahan, sebenarnya setiap upacara yang digambarkan mengalami

perubahan-perubahan dari masa ke masa sesuai kebutuhan dan zaman. Dari teori tersebut,

(2)

dan zaman. Kontribusi hasil penelitian ini untuk skripsi ini adalah pengertian

tradisi menerbeb.

2. Girson Tarigan (2007) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Kematian Cawir

Metua pada Masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat. Hasil penelitian ini

menunjukkan banyaknya makna tersirat dari setiap simbol yang digunakan pada

upacara adat kematian cawir metua pada masyarakat Karo di Kabupaten

Langkat. Kontribusi penelitian ini untuk skripsi ini adalah tentang persamaan

kajian semiotik.

3. Torang Naiborhu (2005) dalam skripsi yang berjudul Genderang Si Sibah

Ensembel Musik dan Simbol Sosial Adat Masyarakat Pakpak Dairi. Peran

masing-masing instrument di dalam ensembel merupakan simbolisasi dari peran

unsur kekerabatan fungsional adat sulang silima dan juga sebagai simbol dari

organisasi sosial adat di dalam komunitas kehidupan masyarakat Pakpak

sehari-hari. Kontribusi penelitian ini adalah pengertian sulang silima.

4. Koko Mulianto Angkat (dalam bloger Tesandera 2011) dengan judul Adat

Istiadat Suku Pakpak. Dalam upacara-upacara tradisional suku Pakpak dikenal

adanya upacara kerja njahat (jenis upacara yang berhubungan duka cita) dan

kerja baik (jenis upacara yang berhubungan dengan suka cita/rasa kegembiraan).

Suku Pakpak juga mengenal adanya upacara-upacara yang berhubungan dengan

alam dan mata pencaharian. Kontribusi dari blog ini adalah pengertian dan

(3)

5. Suriadi Sinamo (2017) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Adat Mate

Ncayur Tua Pada Masyarakat Pakpak. Hasil penelitian ini megkaji fungsi dan

makna yang terkandung disetiap simbol yang ada pada Upacara Adat Mate

Ncayur Tua Pada Masyarakat Pakpak. Kontribusi penelitian ini adalah

pengertian-pengertian setiap simbol yang sama dengan simbol yang terdapat

pada tradisi menerbeb etnik Pakpak.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang

berlaku secara umum dan akan mempermudah seseorang penulis dalam memecahkan

suatu masalah yang dihadapinya. Berdasarkan judul penelitian ini maka teori

semiotik mendeskripsikan makna simbol pada Tradisi Menerbeb Etnik Pakpak.

Semiotik adalah ilmu tentang tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial

dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem,

aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki

arti. Preminger (dalam Sobur: 2006: 96)

Semiotik analitik adalah semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce

mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide,

obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah

beban makna yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu.

Pierce mengemukakan teori segi tiga makna atau triangle meaning yang

terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda

(4)

dan merupakan suatu yang merujuk (merespresentasikan) hal lain di luar tanda itu

sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari

kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang

muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.

Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau

sesuatu yang dirujuk tanda.

Intrepretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang

menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang

ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang

terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebab tanda

ketika tanda itu di gunakan orang saat berkomunikasi. Contoh: Saat seorang gadis

mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya

kepada orang lain yang bisa memakainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula

Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan

fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memakainya sebagai icon wanita

muda cantik dan menggairahkan.

Dalam analisis semiotiknya, Peirce membagi tanda berdasarkan sifat dasar

(ground) atau sesuatu yang di gunakan agar tanda dapat berfungsi. Ia membagi

tanda tersebut menjadi tiga kelompok, yakni qualisign, sinsign, dan legisign.

Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistentis aktual

benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkan legisign adalah norma yang di

(5)

meaning yang terdiri dari tiga elemen utama yakni tanda (sing), object, dan

interpretant.

Menurut Peirce (dalam Hoed, 2011:46) tanda adalah “sesuatu yang mewakili

sesuatu yang lain” ( something that represent something else). Sesuatu itu dapat

berupa pengalaman, pikiran, perasaan gagasan dan lain-lain. Yang dapat menjadi

tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkup kehidupan

di sekitar kita. Berdasarkan objeknya, Peirce (dalam Sobur, 2006:34,35) membagi

tanda atas icon, indeks, dan simbol.

1. Ikon (icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat

bersamaan bentuk alaminya. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan

antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan

peta.

2. Indeks (index) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alami antara

tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda

yang langsung mengacu kepada kenyataan ; contoh yang paling jelas adalah

asap sebagai tanda adanya api.

3. Simbol (symbol) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah

antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau

sinema, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Simbol yang

terdapat pada Tradisi Menerbeb Etnik Pakpak, diantaranya dicipta dan

diciptakan atas dorongan pengaruh lingkungan seperti alam, manusia, binatang,

(6)

Peirce (dalam Hoed, 2011:46) mengemukakan bahwa pemaknaan sesuatu

tanda bertahap-tahap. Tahap pertama, yakni saat tanda dipahami secara prinsip saja ;

kemudian tahap kedua saat tanda dimaknai secara individual, dan kemudian saat

tanda dimaknai secara tetap sebagai suatu konvensi. Konsep ketiga tahap ini penting

untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan kadar pemahaman tanda tidak

sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan tersebut.

Peirce (dalam Hoed, 2011:153) pemaknaan tanda terjadi dalam sebuah proses

semiosis. Model Peirce adalah model triadik yang memiliki tiga tahapan dalam

memahami sebuah proses pemaknaan, yaitu :

a) Representamen (R), yaitu “wujud luar” tanda yang berkaitan dengan indra

manusia secara langsung.

Contoh : asap yang mengepul terlihat dari kejauhan (R) dirujuk pada (atau

mewakili) kebakaran.

b) Objek (O), yakni konsep yang dikenal oleh pemakai tada dalam kognisinya dan

berkaitan dengan (diwakili oleh) representamen tersebut.

Contoh : lukisan yang kita lihat (R) dirujuk pada suatu (atau mewakili) hewan

atau benda yang dikenal dalam pikiran (kognisi) manusia (O).

c) Interpretan (I), penafsiran lanjut oleh pemaknaan tanda, setelah representamen

dikaitkan dengan objek.

Contoh : lukisan yang kita lihat (R) kita rujuk pada (atau mewakili)

(7)

Ketiga contoh merupakan proses semiosis “separuh jalan”,karena menurut

Peirce semiosis tidak terjadi satu kali tetapi berlanjut secara tak terhingga dan secara

teoritis tidak ada akhirnya, karena manusia akan terus berpikir.

Keinginan dan naluri manusia untuk terus berpikir dan menafsirkan sesuatu

menurut pikiran yang terus berkembang akan menghasilkan sebuah pengertian baru

yang tampak berbeda dengan makna sebenarnya dari hal yang dirujuk tersebut,

makna baru tersebut bisa disebut sebagai pemaknaan konotasi. Bartes (dalam Hoed,

2011:171) mengetengahkan konsep konotasi sebagai “pemaknaan kedua” yang

didasari oleh “pandangan budaya”, “pandangan politik” atau “ideologi” pemberi

makna.

Pemaknaan kedua adalah perluasan segi petanda (makna), sedangkan segi

penandanya tidak berubah. Gejala konotas tersebut dapat digambarkan seperti

gambar satu (1). Proses konotasi terjadi apa bila hubungan atau relasi (R) antara

exspression ‘ungkapan’ (E) dengan contenu ‘isi’ (C) ditafsirkan dengan

mengembangkan segi C-nya sehingga timbul R baru yang sering kali tidak sesuai

(8)

Gambar 1 : Konotasi

(Sumber : Bartes dalam Hoed 2011:159)

Pemaknaan konotasi ini juga tidak hanya terjadi satu kali tetapi belanjut, sama

halnya dengan model triadik Peirce yang berkembang sejalan dengan

berkembangnya fikiran manusia.

Simbol menurut pengertian Peirce akan digunakan sebagai objek penelitian

untuk mendeskripsikan makna tanda pada Tradisi Menerbeb Etnik Pakpak dan teori

konotasi Bartes akan digunakan sebagai alat untuk mendeskripsikan simbol yang

terdapat pada Tradisi Menerbeb Etnik Pakpak.

2.3 Pengertian Semiotik

Secara etimologi semiotika (semiotics) berasal dari bahasa yunani “semeion”

yang memiliki arti yakni tanda, tanda merupakan alat komunikasi untuk

menginformasikan suatu maksud, arti maupun makna yang terkandung dalam suatu

objek. Dilihat dari kata asalnya maka semiotik adalah ilmu yang mempelajari

tentang tanda. Ilmu ini menganggap bahwa masyarakat dan kebudayaannya adalah

tanda yang mempunyai arti. Pokok perhatian semiotik adalah tanda. Tanda itu

(9)

sendiri diartikan sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama

tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu harus dapat ditangkap. Kedua, tanda

harus menunjukkan pada sesuatu yang lain. Arti yang bisa menggantikan, mewakili,

dan menyajikan. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda yang ada

dalam kehidupan masyarakat. (Sobur, 2006:87)

Peirce (dalan Zoest, 1978:1) mengatakan semiotik adalah setiap gagasan yang

berupa tanda. Peirce juga menyatakan bahwa semiotik adalah studi tentang tanda.

Semiotik baginya adalah doktrin dari sifat esensial dan fariasi fundamental semiosis.

Preminger dalam (Pradopo, 1995:119) semiotik atau (semiotika) adalah ilmu

tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomenal sosial atau masyarakat dan

kebudayaan itu merupakan tanda. Semiotik itu mempelajari sintem-sistem,

aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti

dalam lapangan kritik sastra.

Dari beberapa pendapat di atas yang menjelaskan tentang pengertian semiotik

penulis mengambil kesimpulan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari

tentang tanda dan mengkaji tentang makna yang terkandung dalam sebuah tanda

dimana tanda ini dianggap sebagai fenomena sosial dan hubungan antara masyarakat

dan kebudayaan. Semiotik juga mempelajari tentang sistem-sistem, aturan-aturan,

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti.

Tanda sangat berperan dalam kehidupan manusia di mana setiap manusia

menggunakan tanda atau lambang untuk berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat

(10)

Pakpak memberi makna secara arbiter seperti yang dikemukakan oleh Pradopo

(2001:71). Mereka menentukan maknanya sesuai apa yang mereka utarakan, baik

cara berangan-angan maupun sebagai aturan-aturan adat. Mereka menyelesaikan

dengan bentuk dan kebiasaan yang mereka alami sehari-hari.

2.4 Pengertian Tradisi

Tradisi adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, kebudayaan atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. (Wikipedia bahasa Indonesia.id.m.wikipedia.org 16:00 WIB)

Upacara adat adalah salah satu tradisi secara etimologi ‘adat’ berasal dari bahasa

Arab yang berarti kebiasaan. Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan

turun temurun dari generasi ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya

dengan pola-pola perilaku masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indaonesia, 1988:5,6).

Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama dan kepercayaan. Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masalalunya melalui upacara. Melalui upacara kita dapat melacak tentang asal usul baik tempat, contoh, suatu benda, kejadian alam dan lain-lain. (Faisal Muchathr.Blogspot.com 14:00 WIB)

2.5 Pengertian Tradisi Menerbeb

Tradisi Menerbeb suatu bentuk kebiasaan yang masih umum dipraktekkan dalam

kehidupan sehari-hari hampir semua warga Pakpak, baik di daerah asal (lebbuh) maupun

di perantauan. Tujuan tradisi ini adalah untuk penghormatan dan permohonan doa restu

(11)

Orang yang dituakan dalam konteks Menerbeb adalah kelompok kerabat yang

lebih senior baik dari segi angkatan maupun usia. Misalnya kakek dan nenek, orangtua

kandung, mertua, saudara laki-laki ayah (Patua, Tonga, dan Papun), saudara perempuan

ayah (namberru dan mamberru), saudara laki-laki ibu (Puhun dan Nampuhun) saudara

perempuan ibu (Nantua dan Nanguda) abang dan kakak perempuan. Dengan demikian

menerbeb umumnya dilakukan secara perorangan atau kelompok kecil kerabat (keluarga

inti) yang status sosialnya lebih rendah kepada perorangan atau kelompok kecil lainnya

yang status kekerabatannya lebih tinggi. Hal ini dijelaskan dalam buku Lister Berutu

dan Nurbani Padang (Mengenal Upacara Adat Masyarakat Suku Pakpak di Sumatera

Gambar

Gambar 1 : Konotasi

Referensi

Dokumen terkait

Tradisi dalam pengertian sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat (Coomans, 1987:

Sulang Silima adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari kula- kula, dengan sebelteksiampun-ampun ‘anak yang paling kecil’, serta anak berru.Sulang silima ini berkaitan

Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,..

mengenai tradisi nengget pada etnik Karo, sebagai bahan refrensi dan acuan bagi. peneliti berikutnya yang memiliki topik yang berkaitan dengan penelitian

karena penulis merasa tertarik untuk mengetahui arti bentuk, fungsi, makna, nilai, simbol yang ada dalam tradisi nengget pada etnik Karo. 1.2

Etnik Karo adalah salah satu dari lima subetnik Batak yang sudah.. memiliki kebudayaan sendiri sejak

pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadibagian dalam kehidupan kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,

Tradisi atau kebiasaan adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya.. dari suatu