• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI MUKUL ETNIK BATAK KARO: KAJIAN SEMIOTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TRADISI MUKUL ETNIK BATAK KARO: KAJIAN SEMIOTIK"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI MUKUL ETNIK BATAK KARO:

KAJIAN SEMIOTIK

SKRIPSI

DISUSUN OLEH

NAMA : SELLY INDRIATI GINTING

NIM : 140703026

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)
(3)

ABSTRAK

Selly Indriati Ginting, 2019. Judul skripsi: Tradisi Mukul Etnik Batak Karo :Kajian Semiotik

Penelitian ini adalah penulis membahas tentang tradisi Mukul Etnik Batak Karo di desa Seberaya Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo yang dikaji dari semiotik. Masalah dalam penelitian ini adalah (1)bentuk symbol dalam mukul, (2)fungsi simbol yang terdapat dalam mukul dan(3)nilai yang terdapat dalam tradisi mukul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk symbol tradis imukul, fungsi simbol tradisi mukul dan nilai yang ada dalam tradisi mukul .Metode yang digunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah metode kualitatif dan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori semiotik yang digagas olehC.S.Pierce.

Hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa tradisi mukul mempunyai hubungan yang sangat berpengaruh dengan kehidupan social etnik Karo,Adapun mukul tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk menilai sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap yang lain maupun dijadikan sebagai bahan dasar untuk menjalani kehidupan yang harmonis. Hal ini terlihat dilapangan dengan makna-makna yang muncul sangat berkaitan dengan tindakan yang sering dilakukan oleh etnik Karo.

Kata Kunci :Simbol Tradisi Mukul.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala pujisyukurpenulis ucapkankepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul Skripsi ini adalah Tradisi Mukul Etnik Batak Karo:

Kajian Semiotik.

Adapun alas an penulis memilih judul skripsi ini ialah karena judul tersebut merupakan salah satu budaya Etnik Karo yang jarang dipahami oleh kaum muda. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan

mempelajarinya, penulis juga berharap skripsi ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti khususnya tentang semiotik.

Untuk memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini ,penulis merinci sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan , diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, dan manfaat penelitian. Bab II merupakan tinjauan pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab III merupakan metode penelitian yang terdiri atas: metode dasar, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, instrument data, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, metode analisis data. Bab IV merupakan isi, yang mecakup (1)Bentuk Simbol yaitu amak dabuhen, manuk sangkep, lau simalem- malem, uis.(2)Fungsi Simbol yaitu amak dabuhen, manuk sangkep,(takal ten- ten, tulan gurung, paha, kabeng, nahe, ate-ate, tinaruh manuk raja mulia, cipera, getah manuk, pinggan pasu, nakan pukul), lau simalem-malem(paula, mumbang, laumeciho, limun) uis karo(bekabuluh, kampuh, uis gara, uis nipes, uis arinteneng) (3)Nilai Tradisi Mukul yaitu nilai keterampilan, nilai kecerdasan, nilai harga diri, nilai sosial, nilai moral, nilai ketuhanan, nilai pengendalian diri, nilai tingkah laku, nilai kehendak/kemauan/cita-cita, nilai kesetiaan. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat menginginkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, April 2019 Penulis,

Selly IndriatiGinting NIM :140703026

(5)

KATA PENARUH

Bujur ras mejuah-juah ibas pemasu-masun Tuhan si enggo mereken kesehaten man penulis guna ndungi skripsi enda. Judul skripsi enda emekap

“Tradisi Mukul Etnik Batak Karo: Kajian Semiotik”.

Guna memudahken pengangkan skripsi enda , emaka i bagi me jadi telu bagin emekap: sipemena emekap pendahuluan , iuraikan latarbelakang masalah, rumusen masalah, tujun masalah, dan manfaat penelitin. Sipeduaken emekap tinjauan pustaka simencakup kepustakaan relevanras teori si i gunaken.

Sipeteluken emekap metode penelitin si terdiri atas: metode dasar, lokasi penelitin, jenis ras sumber data, instrument data, metode pengumpulen data, metode pengolahan data, metode analisis data. Sipeempatken merupaken pembahasen emekap isi ibas rumusen masalah nari. Sipelimaken emekap kesimpulen ras saran.

Penulis ngakui mbue denga kekurangen ras kelemahen si lit ibas skripsi enda, alu meteruk ukur penulis ngarapken kritik ras saran, guna nempurnaken skripsi enda. Pendungi kata penulis ngataken bujur ras mejuah-juah.

Medan, januari 2019 Penulis,

Selly IndriatiGinting NIM :140703026

(6)

Ktpenruh

bujru-rs-mejuwhjuwhaibs-pemsumsnu-tuan-si ae<gomerEknekesEatnemnpenulsigun<rejknesekerp i-siaE<.judlu-naEmekp-t-rdisimukluk-atE-

nkibtk-krokjiyn-semiyotki-

gunmemudhknepamebcaEmkaibgimejdilimbgni aEmekpsipemenlatarbelk<mslhrumusnemslhtul mnfatmslhsipeduwkneaEmekpynijwnepsutksini aibhas-kepsu-

tkansirElevanrstEyorisiaigunkne-

sipeteluknemetodEpenelitnimetodEDsrloksipenelitiy njensirssmubredtpenelitnimEtodepe<mupulnedtmE todEpe<olhandtmEtodEanlissidtsipeameptkneaisisi merupknepmebhsneaibsrumusnemslhnrisipelimkne

-kesmi-pulne-rs-srn-

penulsi<kuwiBuwede<kekur<nesiltiaibsseke rpisiaEDalumeterkurukrupenulsi<rpknekeritk rssrngunnmeprunknesekerpisiaEDpeDu<iktpenu lsi-<tkne-bujru-rs-mejuwhjuwh

mEdn-ap-rli- 2019

penulsi-

slE-liani-d-riyti

nmi- 140703026

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu , penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Dr.Budi Agustono, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Warisman Sinaga,M.Hum,selaku Ketua Prodi Sastra Batak Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.Flansius Tampubolon,M.Hum, selaku Sekretaris Prodi Sastra Batak Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Jekmen Sinulingga,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang dalam kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Dosen penguji skripsi Skripsi, Ibu Asni barus,M.Hum,yang telah menyediakan waktu untuk memberikan masukan terhadap skripsi ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen dan staf Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen-dosen Prodi Sastra Batak yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.

6. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, yaitu Bapak Daniel Ginting dan Ibu Sahuni Br Sembiring,

(8)

orang tua terbaik yang telah membesarkan dan mendidik penulis dan selalu memberikan perhatian, doa dan nasihat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini agar prosesnya pengerjaannya lebih baik.

7. Kepada seluruh keluarga yang selalu memberi semangat dan hiburan kepada penulis dan selalu mendoakan penulis dalam menyelasaikan skripsi ini.

8. Kepada Wenny Oktora Ginting, Revandi Sangapta Ginting, Jekky Apredi Gintingselaku adik kandung penulis yang selalu mengingatkan dan mendukung penulis dalam pengerjaan skripsi ini

9. Terima kasih kepadaRianta,Mona, Torus dan teman-teman seperjuangan stambuk 2014 yang turut memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

10. Terima kasih kepada teman sekaligus sahabat Rodiah Hasibuan,Sari, dan semua anak kost 38 yang selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi banyak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terima kasih.

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... I KATA PENGANTAR ... II UCAPAN TERIMA KASIH ... V DAFTAR ISI... VIII

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Maalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Kepustakaan yang Relevan ... 5

2.2. Teori yang Digunakan... 7

2.2.1. Pengertian Tradisi... 12

2.2.2. Pengertian Mukul ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1. Metode Dasar ... 14

3.2. Lokasi Penelitian... 15

3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 15

3.4. Instrumen Penelitian... 16

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 17

3.6. Metode Pengolahan Data ... 18

3.7. Metode Analisis Data ... 19

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 21

4.1. Bentuk Dan Fungsi Simbol Dalam Tradisi Mukul ... 21

4.1.1. Simbol Status Sosial ... 21

4.1.2. Amak Dabuhen ... 24

4.1.3. Manuk Sangkep ... 28

4.1.4. Lau Simalem-malem ... 50

4.1.5. Uis Karo... 57

4.2. Nilai Simbol Dalam Tradisi Mukul... 63

(10)

BAB V KESIMPULAM DAN SARAN ... 74

5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sumatera Utara adalah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beraneka ragam adat dan budaya. Khususnya budaya etnik Batak yang memiliki lima sub-etnis yaitu : Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Angkola. Kelima sub-etnis tersebut memiliki kebudayaan yang mirip.

Penelitian ini akan dijelaskan makna simbol yang terkandung dalam tradisi Mukul etnik Batak Karo. Penelitian terhadap tradisi Mukul di Kabupaten Karo sangat minim , meskipun selama ini sudah banyak ahli-ahli budaya yang melakukan penelitian di Kabupaten Karo, akan tetapi belum pernah ada yang meneliti secara khusus pada tradisi Mukul di Etnik Batak Karo. Oleh karena itu ,penulis tertarik dan melakukan penelitian makna yang terdapat pada simbol yang ada pada tradisi Mukul.

Penulis akan mengkaji tradisi Mukul Etnik Batak Karo ini dari segi semiotika, karena penulis merasa tertarik untuk mengetahui arti dan makna dari simbol-simbol yang ada pada tradisi Mukul Etnik Batak Karo.

Mengenal Etnik batak karo adalah hal yang sangat menarik, selain mengenal sisi keberagaman kebudayaan di Sumatera Utara, kebudayaan merupakan tradisi turun temurun disetiap suku bangsa di Indonesia ini.

(12)

Tradisi Etnik Batak Karo dilakukan oleh segenap masyarakat yang ditujukan sebagai penghormatan , kebahagiaan , dan ucapan syukur.

Mukul merupakan tahap akhir dalam upacara pernikahan Etnik Batak Karo. Setelah pesta pernikahan selesai dilaksanakan dilanjutkan dengan acara Mukul. Acara ini diadakan di rumah pengantin, jika belum ada maka diadakan di rumah orangtua pengantin laki-laki.

Memberikan makna tertentu pada lembaga, gagasan, atau orang adalah realitas sosial budaya yang sudah ada dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan sehari-hari. Gejala ini disebut gejala sosial budaya (Benny, 2011:175). Dalam hal ini makna yang dikonvensikan dengan simbol tertentu dapat juga ditemukan dalam upacara adat di Indonesia yang memang sebagian besar acaranya menggunakan simbol yang memiliki makna yang berbeda di setiap daerah.

Untuk memahami simbol ini peneliti ingin mengkaji satu budaya yang ada di Sumatera Utara yaitu Etnik Batak Karo yang di dalamnya banyak memiliki simbol yang digunakan sebagai media pendukung terjadinya sebuah komunikasi yang bersifat simbolis , peneliti akan mengkaji salah satu dari tradisi Etnik Batak Karo, yaitu Mukul.

Hal ini dikuatkan oleh pendapat Cassirer dalam (Chaer,2012:29) mengatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (Animal Simbolikum) setiap kegiatan yang dilakukan manusia hampir seluruhnya menggunakan simbol sebagai media pendukung.

(13)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan masalah, sebagai berikut :

1) Simbol apa saja yang ditemukan dalam Tradisi Mukul ?

2) Apa saja fungsi simbol yang ditemukan dalam Tradisi Mukul ? 3) Nilai apa saja yang ditemukan dalam Tradisi Mukul ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dari hasil penelitian ini adalah :

1) Mendeskripsikan simbol yang terdapat dalam Tradisi Mukul.

2) Mendeskripsikan fungsi simbol yang terdapat dalam Tradisi Mukul.

3) Mendeskripsikan nilai simbol yang terdapat dalam Tradisi Mukul.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Untuk menambah pengalaman, dan suatu peluang untuk memaparkan ilmu yang telah dipelajari dalam perkuliahan.

2) Sebagai bakal ilmu bagi penulis untuk menambah wawasan pengetahuan tentang Tradisi Mukul Etnik Batak Karo.

3) Sebagai bahan refrensi dan acuan bagi peneliti barikutnya yang memiliki topik yang menyerupai dan berkaitan dengan penelitian ini.

4) Sebagai motivasi dan menambah wawasan bagi pembaca untuk mengenali simbol-simbol dari setiap upacara yang ada.

5) Sebagai informasi bagi setiap pembaca.

(14)

6) Sebagai bahan inventaris Etnik Batak Karo yang mulai pudar karena perkembangan zaman.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Dalam penulisan sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka.

Kajian pustaka adalah langkah penting di mana seteleh seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan (dalam Nazir 1998:112).

Penulisan skripsi ini berpedoman dari buku-buku, jurnal, hasil-hasil penelitian (tesis) atau sumber-sumber lainnya (internet) dan lain-lainnya.

Sebagai pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang semiotik.

Adapun sumber pustaka yang digunakan dalam memahami dan mendukung penelitian ini :

1. Lister Berutu dan Nurbani Padang (2013) dalam buku yang berjudul Mengenal Upacara Adat Pada Masyarakat Pakpak di Sumatera Utara.

Ditinjau dari sisi perubahan, sebenarnya setiap upacara yang digambarkan mengalami perubahan-perubahan dari masa ke masa sesuai kebutuhan dan zaman. Dari teori tersebut, seharusnya tidak perlu tradisi ditinggalkan tetapi harus disesuaikan sesuai kebutuhan dan zaman. Penulis menggunakan buku ini karena di dalam buku tersebut berisi tentang

(16)

penjelasan tentang perkembangan tradisi dan membantu penulis dalam metode penelitian.

2. Girson Tarigan (2007) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Kematian Cawir Metua pada Masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat. Hasil penelitian ini menunjukkan banyaknya makna tersirat dari setiap simbol yang digunakan pada upacara adat kematian cawir metua pada masyarakat Karo di Kabupaten Langkat. Kontribusi skripsi ini terhadap penelitian ini sangat membantu penulis untuk lebih memahami tanda dan cara kerja semiotik.

3. Roniuli Sinaga (2012) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Adat Sulang-Sulang Pahompu pada masyarakat Simalungun. Hasil penelitian ini mengkaji arti atau makna dari tanda atau simbol-simbol yang ada pada Upacara Adat Sulang-sulang Pahompu Etnik Simalungun. Adapun kontribusi yang penulis kutip dari skripsi ini iyalah penjelasan tentang simbol-simbol semiotik di dalam upacara adat.

4. Benny H.Hoed (2007) yang berjudul Semiotik Dan Dinamika sosial Budaya, dalam buku ini menjelaskan pengertian semiotik dan cakupan- cakupan ilmu semiotik menurut beberapa para ahli. Alasan penulis menggunakan buku ini karena dalam buku tersebut berisi tentang semiotik dan penulis merasa buku itu penting dalam pengerjaan analisis data . 5. Pendeta.DR.E.P.Gintings (1994) yang berjudul Adat Istiadat Karo, Kinata

Berita Si Meriah Bas Masyarakat Karo, yang menjelaskan tentang Adat Istiadat Etnik Karo, Merga, Tutur Siwaluh Rakut Sitelu Ertutur dan lain

(17)

sebagainya. Adapun kontribusi yang penulis kutip dari buku ini ialah penjelasan tentang ertutur pada Etnik Karo dan mambantu dalam menganalisis data.

2.2 Teori Yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seseorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Berdasarkan judul penelitian ini maka teori semiotik mendeskripsikan makna simbol pada Tradisi Mukul Etnik Batak Karo. Semiotik adalah ilmu tentang simbol. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan itu merupakan simbol-simbol. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan simbol-simbol tersebut memiliki arti. Preminger (dalam Sobur:

2006: 96).

Semiotik analitik adalah semiotik yang menganalisis sistem simbol.

Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan simbol dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban makna yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu.

Pierce mengemukakan teori segi tiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni simbol (sign), object, dan interpretant.

Simbo adalah suatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indra manusia dan merupakan suatu yang merujuk (merespresentasikan) hal lain di luar simbol itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol

(18)

(simbolyang muncul dari kesepakatan), Ikon (simbol yang muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).

Sedangkan acuan simbol ini disebut objek. Objek atau acuan simbol adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari simbol atau sesuatu yang dirujuk simbol.

Intrepretant atau pengguna simbol adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan simbol dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah simbol. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebab simbol ketika simbol itu di gunakan orang saat berkomunikasi. Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa memakainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memakainya sebagai Ikon wanita muda cantik dan menggairahkan.

Dalam analisis semiotiknya, Peirce membagisimbol berdasarkan sifat dasar (ground) atau sesuatu yang di gunakan agar simbol dapat berfungsi. Ia membagi simbol tersebut menjadi tiga kelompok, yakni qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada simbol. Sinsign adalah eksistentis aktual benda atau peristiwa yang ada pada simbol. Sedangkan legisign adalah norma yang di kandung oleh petanda. Peirce mengemukakan

(19)

teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama yakni tanda (sing), object, dan interpretant.

Menurut Peirce (dalam Hoed, 2011:46) simbol adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain” ( something that represent something else).

Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan gagasan dan lain-lain.

Yang dapat menjadi tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkup kehidupan di sekitar kita. Berdasarkan objeknya, Peirce (dalam Sobur, 2006:34,35) membagi simbol atas icon, indeks, dan simbol.

1) Ikon (icon) adalah simbol yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alaminya. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara simbol dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan;

misalnya, potret dan peta.

2) Indeks (index) adalah simbol yang menunjukkan adanya hubungan alami antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau simbol yang langsung mengacu kepada kenyataan ; contoh yang paling jelas adalah asap sebagai simbol adanya api.

3) Simbol (symbol) adalah simbol yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau sinema, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.

Peirce (dalam Hoed, 2011:46) mengemukakan bahwa pemaknaan sesuatu simbol bertahap-tahap. Tahap pertama, yakni saat tanda dipahami secara prinsip saja ; kemudian tahap kedua saat tanda dimaknai secara

(20)

individual, dan kemudian saat simbol dimaknai secara tetap sebagai suatu konvensi. Konsep ketiga tahap ini penting untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan kadar pemahaman simbol tidak sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan tersebut.

Peirce (dalam Hoed, 2011:153) pemaknaan simbol terjadi dalam sebuah proses semiosis. Model Peirce adalah model triadik yang memiliki tiga tahapan dalam memahami sebuah proses pemaknaan, yaitu :

1) Representamen (R), yaitu “wujud luar” simbol yang berkaitan dengan indra manusia secara langsung.

Contoh : asap yang mengepul terlihat dari kejauhan (R) dirujuk pada (atau mewakili) kebakaran.

2) Objek (O), yakni konsep yang dikenal oleh pemakai simbol dalam kognisinya dan berkaitan dengan (diwakili oleh) representamen tersebut.

Contoh : lukisan yang kita lihat (R) dirujuk pada suatu (atau mewakili) hewan atau benda yang dikenal dalam pikiran (kognisi) manusia (O).

3) Interpretan (I), penafsiran lanjut oleh pemaknaan simbol, setelah representamen dikaitkan dengan objek.

Contoh : lukisan yang kita lihat (R) kita rujuk pada (atau mewakili) makna/konsep ‘berhenti’ (O).

Ketiga contoh merupakan proses semiosis “separuh jalan”,karena menurut Peirce semiosis tidak terjadi satu kali tetapi berlanjut secara tak terhingga dan secara teoritis tidak ada akhirnya, karena manusia akan terus berpikir.

(21)

Keinginan dan naluri manusia untuk terus berpikir dan menafsirkan sesuatu menurut pikiran yang terus berkembang akan menghasilkan sebuah pengertian baru yang tampak berbeda dengan makna sebenarnya dari hal yang dirujuk tersebut, makna baru tersebut bisa disebut sebagai pemaknaan konotasi. Bartes (dalam Hoed, 2011:171) mengetengahkan konsep konotasi sebagai “pemaknaan kedua” yang didasari oleh “pandangan budaya”,

“pandangan politik” atau “ideologi” pemberi makna.

Pemaknaan kedua adalah perluasan segi petanda (makna), sedangkan segi penandanya tidak berubah. Proses konotasi terjadi apa bila hubungan atau relasi (R) antara exspression ‘ungkapan’ (E) dengan contenu ‘isi’ (C) ditafsirkan dengan mengembangkan segi C-nya sehingga timbul R baru yang sering kali tidak sesuai lagi dengan primernya.

Pemaknaan konotasi ini juga tidak hanya terjadi satu kali tetapi belanjut, sama halnya dengan model triadik Peirce yang berkembang sejalan dengan berkembangnya fikiran manusia.

Simbol menurut pengertian Peirce akan digunakan sebagai objek penelitian untuk mendeskripsikan makna simbol pada Tradisi Mukul Etnik Batak Karo dan teori konotasi Bartes akan digunakan sebagai alat untuk mendeskripsikan simbol yang terdapat pada Tradisi Mukul Etnik Batak Karo.

2.2.1 Pengertian Tradisi

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan terus menerus menjadi bagian dari kehidupan kelompok mayarakat hingga

(22)

sekarang. Tradisi ini sering dilakukan oleh suatu negara ,kebudayaan ,waktu dan agama yang sama.

Menurut Soerjono Soekamto (1990) Tradisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara langgeng (berulang-ulang).

Dengan tradisi system kebudayaan akan menjadi kokoh. Jika tradisi dihilangkan maka suatu kebudayaan akan berakhir saat itujuga.

Menurut Coomans,M (1978:73) tradisi adalah suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang sudah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun dimulai dari nenek moyang ke generasinya.

2.2.2 Pengertian Mukul

Sebagian orang mungkin menganggap pesta pernikahan adalah puncak dari acara pernikahan tersebut. Tetapi bagi Etnik Batak Karo ,sesungguhnya acara yang dilakukan setelah pesta selesai digelarlah acara yang paling penting yaitu Mukul. Sebab melalui acara ini , seseorang yang baru menikah dapat diterima di keluarga barunya(keluarga suami atau istri) sebagai anggota keluarga baru. Selain itu fungsi dari tradisi ini juga mengikat nilai-nilai masyarakat Karo khususnya bagi keluarga yang baru saja melaksakan pesta pernikahan adat.

Acara Mukul ini dilakukan pada malam hari setelah pesta adat selesai.

Acara ini dapat juga disebut acara makan bersama kedua pengantin dan sanak keluarga terdekat. Acara ini dilakukan di rumah kedua pengantin, jika belum ada, maka dilakukan di rumah orang tua pengantin laki-laki. Untuk acara ini

(23)

pihak Kalimbubu Singalo Bere-bere (saudara laki-laki dari pihak ibu dan keluarganya) membawa Manuk Sangkep berikut sebutir telur ayam. Kedua pengantin akan duduk di atas tikar putih dan dikenakan pakaian adat.

Setelah makan selesai, maka dimulailah acara yang sudah disusun.

Acara ini berupa percakapan yang member petuah atau kata nasihat kepada pengantin. Acara yang paling dominan di Mukul ini yaitu ngobah tutur.

Ngobah tutur marupakan acara perkenalan yang dituntun oleh tetua dan anak beru atau kalinmbubu. Kedua pengantin akan berkeliling mendatangi dan berkenalan dengan sanak saudara dan keluarga dekat suaminya atau istrinya dan si perempuan membawa belo pengobah tutur untuk dibagikan kepada keluarga suaminya. Pengantin laki-laki berkeliling membawa rokok dan dibagikan kepada keluarga istrinya walaupun dia tidak merokok.

Hal ini bertujuan agar pengantin baru menikah itu nantinya mengenal keluarga barunya dan juga untuk mengubah posisi hubungan keluarga akibat pernikahan tersebut. Ada kemungkinan mami laki-laki adalah bibi jauh dari perempuan itu. Namun karna pernikahan tersebut maka si perempuan harus mengubah tuturnya menjadi mamai juga. Begitu juga dengan pengantin laki- laki yang mengubah tutur terhadap keluarga istrinya yang merupakan keluarga jauh laki-laki. Hal ini yang diluruskan melalui acara Ngobah Tutur tersebut.

Sehingga kelak tidak ada kesalahpahaman di dalam adat.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu proses untuk menemukan sesuatu secara sistemetis dalam beberapa waktu yang relatif lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan yang berlaku. Cara sistematis yang di tempuh untuk melakukan sebuah penelitian adalah metode penelitian. Metode untuk merumuskan ide dan pikiran yang didasarkan pada pendekatan ilmiah ini berarti bahwa metode penelitian diperlukan dalam mencapai sasaran penelitian, seperti Sudaryanto (1093:25) yang mengatakan bahwa metode penelitian sangat dibutuhkan untuk menuntun seorang peneliti menuju kebenaran dan juga menuntun pada kajian penelitian.

3.1 Metode Dasar

Metode penelitian dasar yang sering disebut basic research atau pure research dilakukan untuk memperifikasi teori yang telah ada atau mengetahui lebih jauh tentang konsep Noor (2011:21). Berdasarkan jenis penelitian yang akan dilakukan maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat setiap simbol yang terdapat dalam Tradisi Mukul Etnik Batak Karo. Karena metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diselidiki (seorang, masyarakat, lembaga budaya dan lain-lain). Menurut Denzin (dalam Noor,

(25)

2011:33) kata kualitatif menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensinya. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan penelitian pada masalah aktual sebagai mana adanya pada saat penelitian berlangsung.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo. Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut, yaitu karena Desa tersebut merupakan salah satu desa budaya di kabupaten karo, letaknya dekat dari perkotaan, informan lengkap , dan desa tersebut masih memegang teguh tradisi dan upacara-upacara adatnya.

3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Arikunto (dalam Naharoh, 2008:52) mengemukakan bahwa sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Secara umum sumber dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yang disingkat dengan 3P, yaitu :

a) Person (orang) adalah tempat penelitian bertanya mengenai variable yang sedang diteliti.

b) Paper (kertas) adalah berupa dokumen, warkat, keterangan, arsip, pedoman, surat keputusan (SK), dan sebagainya.

(26)

c) Place (tempat) adalah sumber data keadaan di tempat berlangsungnya suatu kegiatan yang berhubungan dengan penelitian.

Sehingga dapat dinyatakan bahwa sumber data ini adalah tempat, orang, atau benda yang dapat memberikan data sebagai bahan penyusunan informasi bagi peneliti. Dalam penelitian ini informan akan menjadi sumber data utama atau sumber utama untuk mendeskripsikan simbol yang terdapat pada Tradisi Mukul Etnik Batak Karo dan dilengkapi dengan data-data pendukung berupa buku-buku, artikel sebagai acuan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai human instrument karena peneliti dibesarkan di daerah tersebut intinya tradisi mukul sering peneliti saksikan. Memilih informan sebagai sumber data dan membuat kesimpulan atas semuanya (Sugiono, 2009:

306).

Instrument pembantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a) Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang penting dari informan yang berhubungan dengan objek penelitian.

b) Alat rekam (tape recorder) yang digunakan sebagai media pendukung untuk menyempurnakan catatan yang telah didapatkan dari informan.

c) Kamera yang digunakan sebagai alat untuk mendokumentasikan simbol yang terdapat pada objek penelitian.

(27)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian (Noor, 2011: 138).

Wawancara (interview), pengamatan (observation), dan studi dokumentasi.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

A. Observasi

Observasi adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki.

Bugin (dalam Noor, 2011: 140) ada bermacan obsevasi, yaitu :

a) Observasi partisipatif adalah peneliti terlibat dengan kegitan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Ini juga dibagi menjadi empat yaitu partisipasi pasif, moderat, aktif lengkap.

b) Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observani ini peneliti atau pengamat harus mampu mengenbangkan daya pengamatan dalam mengamati suatu objek.

c) Observasi kelompok yang berstruktur adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap sesuatu atau beberapa objek sekaligus.

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi tidak berstruktur di mana peneliti akan melakukan penelitian dan pengumplan data secara terus terang kepada sumber data tanpa menggunakan gude observasi.

B. Wawancara

(28)

Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi atau dapat diartikan suatu tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab antara peneliti dengan objek yang diteliti. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. (Noor, 2011: 139) wawancara mendalam (in depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tatap muka dengan informan dengan atau tanpa pedoman (guide) wawancara, pewawancara dan informan akan terlibat dalam kehidupan sosial.

C. Dokumentasi

Dokumentasi adalah sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang tersedia yaitu bentuk surat, berupa catatan,transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasati, agenda, foto dan sebagainya. Sifat utama data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada penelti untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di waktu silam (Noor, 2011: 141). Dokumentasi ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan obsevasi. Sumber ini terdiri dari buku dan rekaman yang dijadikan sebagai acuan yang berhubungan dengan penelitian.

3.6 Metode Pengolahan Data

Sutarman (2012:4) Pengelolahan data adalah suatu proses transformasi data input menjadi informasi yang mudah dimengerti atau sesuai dengan yang diinginkan.

(29)

Adapun langkah-langkah pengolahan data yaitu:

1). Distribusi Data

Pengelompokkan data ke dalam beberapa kategori yang menunjukkan banyaknya data, dam membuat data lebih informatife dam lebih mudah dipahami.

2). Klasifikasi Data

Mengklasifikasikan data atau menyusun data.

3). Eliminasi data

Eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,penyingkiran, atau penyisihan data yang dianggap tidak berhubungan dengan objek penelitian.

4). Transkripsi Data

Transkripsi merupakan penyalinan data yang siap dianalisis.

3.7 Metode Analisis Data

(Sudarianto, 1993:15) Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode agih. Metode agih adalah metode analisis. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih dalam penelitan ini adalah simbol yang digunakan dalam Tradisi Mukul Etnik Batak Karo. Tehnik analisis data yang digunakan dalam metode agih ini adalah mendeskripsikan segala sesuatu yang ditemukan dalam objek penelitian. Maksudnya peneliti memaparkan dalam simbol yang digunakan pada Tradisi Mukul Etnik Batak Karo yang ditemukan dilapangan dan menganalisisnya sesuai dengan rumusan masalah penelitian

.

(30)

Langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah:

a) Mendeskripsikan bentuk simbol

Bentuk simbol yang digunakan pada Tradisi Mukul Etnik Batak Karo di deskripsikan dalam bentuk gambar untuk mendukung kejelasan data.

b) Untuk mendeskripsikan fungsi simbol

Fungsi simbol yang telah didapat dari informan akan di kumpulkan sebagai dokumen.

c) Mendeskripsikan nilai simbol

Nilai simbol yang telah yang telah di dapat dari informan akan di kumpulkan sebagai data.

(31)

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

4.1. Bentuk Dan Fungsi Simbol Yang Terdapat Dalam Tradisi Mukul 4.1.1.Simbol Status Sosial

Ada tiga (3) unsur simbol status yang dikaji dalam skripsi ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Kalimbubu

Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi istri.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Tarigan (1998: 34) bahwasanya kalimbubu adalah status sosial pemberi darah, dan Tuhan yang nampak. Dalam konteks upacara mukul maka kalimbubu yang berasala dariibu calon pengantin laki-laki (mama/paman) dan disebut sebagai status sosial. Di dalam tradisi mukul kalimbubu memiliki peran atau fungsi yang sangat besar, karena masyarakat percaya bahwa kalimbubu adalah dibata ni idah yang artinya tuhan yang nampak. Oleh karena itu peran kalimbubu sangatlah dibutuhkan untuk memberi nasehat-nasehat kepada pengantin.

Kalimbubu memiliki beberapa jenis yaitu kalimbubu singalo ulu emas, kalimbubu singalo ciken-ciken, kalimbubu singalo bebere

(32)

2. Senina

Yaitu mereka yang bersaudara karena mempunyai marga dan submerga yang sama.

1). Senina Sipemere

Yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai istri yang bersaudara.

2). Senina Sepengalon

Yaitu mertua keponakan(bebereta) yang memperistri anaknya, sehingga kita dengan mertuaa bebereta keponakan kita(anak laki-laki dari saudara perempuan ) menjadi senina sipengalon dengan kita.

3. Anak Beru

Berarti pihak yang mengambil istri dari suatu keluarga tertentuuntuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena menikahi wanita keluarga tertentu dan secara tidak langsung melalui perantara orang lain.

(33)

1). Anak Beru Tua

Adalah anak beru dalam suatu keluarga turun temurun paling tidak tiga generasi telah mengambil istri dari keluarga tertentu(kalimbubunya).

2). Anak Beru Menteri

Yaitu anak berunya anak beru.asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru menteri mampunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat.

(34)

4.1.2. Simbol Amak Dabuhen

(amak dabuhen.Gbr.1.Selly.2018.)

Berdasarkan data gambar 1, Amak dabuhen ini adalah tikar yang berwarna putih yang terbuat dari anyaman pandan. Tikar ini mempunyai beberapa ukuran tergantung penggunanya dan berbentuk segi empat. Amak dabuhen yang digunakan dalam acara mukul ini adalah tikar yang khusus, karena tikar yang digunakan merupakan pemberian dari kalimbubu singalo bebere.

Biasanya kalimbubu akan memberikan tikar ini pada saat pesta adat berlangsung sebagai luah atau kado mereka terhadap mempelai. Pernyataan ini dapat dibuktikan berdasarkan konteks erdemubayu maka Kalimbubu singalo bebere memberikan luah yakni amak dabuhen seperti gambar 1 .

(35)

Tikar pemberian kalimbubu inilah yang akan digunakan sebagai alas tempat duduk pengantinwaktu prosesi mukul.

Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi istri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Tarigan 1998: 34 bahwasanya kalimbubu adalah status sosial pemberi darah, dan Tuhan yang nampak. Dalam konteks upacara mukul maka kalimbubu yang berasala dariibu calon pengantin laki-laki (mama/paman) dan disebut sebagai status sosial adalah Kalimbubu Singalo Ulu Emas.

Pada tradisi mukul amak dabuhen memiliki tanda pengharapan, kesucian , dan kebersihan. Yang menyediakan amak dabuhen ini adalah pihak pengantin perempuan. Pada tradisi ini amak dabuhen yang digunakan sebanyak 5 (lima).

Dan posisi kedua pengantin duduk secara berdampingan , hal ini dikuatkan oleh gambar 2.

(amak dabuhen.gbr. 2 oleh selly 2018)

(36)

Karena ada 5 (lima) keluarga sangkep nggeluh yaitu singalo bere-bere, singalo perbibin, singalo perninin ,suku pekepar,dan singalo ulu emas.

. Yang menemani pengantin makan yaitu bibi kandung kedua belah pihak.

Adapun tuturan yang disampaikan oleh kalimbubu singalo bebere adalah sebagai berikut:

“enda enggo ibaba kami luah kami man bandu anakku, emekap amak dabuhen. Arapen kami min gelah amak enda me ibahanndu ingan kundul sangkep geluhndu,janah inganndu tayang.”yang artinya “kami membawa tikar ini sebagai kado pernikahan kalian, kami berharap kelak kalian akan menggunakannya sebagai tempat duduk untuk orang yang kita hormati, dan juga untuk tempat duduk sekaligus tempat tidur untuk kalian”.

Berdasarkan tuturan ritual tersebut maka amak dabuhen pada tradisi mukul amak dabuhen memiliki tanda pengharapan, kesucian dan kebersihan.

Fungsi amak dabuhen adalah sebagai berikut:

1) tempat duduk.

2) tempat tidur untuk merenungkan pekerjaan hari esok yang berguna bagi manusia.

Makna yang terdalam dari simbol amak dabuhen ini adalah Lima tikar yang digunakan memiliki arti seperti yang dipercaya orang Karo bahwa “gelah

(37)

ertima roh tendi pengantin ngalo-ngalo sangkep nggeluhna” artinya agar menunggu jiwa pengantin itu terhadap sanak keluarganya.

Tikar ini akan diserahkan oleh kalimbubu dimana pesta adat berlangsung.

Biasanya pesta adat Etnik Karo dilaksanakan di dalam jambur. Dan tikar ini akan diserahkan pada waktu yang sudah ditentukan, yaitu pada saat panggung kalimbubu.

Berdsarkan data diatas maka amak dabuhen yang digunakan dalam acara mukul adalah pemberian luah yang disampaikan oleh kalimbubu singalo bebere kepada pengantin.

Hal ini dikuatkan pernyataan kalimbubu sebagai berikut”enda luah kami anakku, amak dabuhen inganndu tayang, guna ngukuri kusidem bertengna”

berdasarkan tuturan di atas maka fungsi utama tikar adalah 1) tempat duduk, 2) tempat tidur untuk merenungkan pekerjaan hari esok yang berguna bagi manusia.

(38)

4.1.3. Manuk Sangkep

(Manuk Sangkep. Gbr 3. Oleh Selly)

Manuk sangkep adalah ayam susun yang dimasak secara utuh. Ayam yang dipilih dalam tradisi ini yaitu manuk megersing ayam yang berwarna kuning dan gemuk. Dinamai manuk sangkep karena ayam ini dimasak utuh, artinya hanya bulu dan kotoran saja yang dibuang. Sedangkan yang lainnya masih utuh seperti muncung ayam, kuku ayam dan bagian dalam dan lainnya.

Ayam ini dibawa oleh anak beru sebagai luah singalo perninin terhadap pengantin. Dan ayam ini akan dimasak oleh anak beru itu sendiri. Karena yang bertugas untuk memasak manuk sangkep adalah bibinya/ anak beru. Manuk sangkep adalah ayam susun yang dimasak secara utuh hal ini dikuatkan oleh gambar 3.

(39)

Ciri ayam yang dipilih dalam konteks ini bercirikan yaitu manuk megersing ayam yang berwarna kuning dan gemuk. Dinamai manuk sangkep karena ayam ini dimasak utuh, artinya hanya bulu dan kotoran saja yang dibuang.

Sedangkan yang lainnya masih utuh seperti muncung ayam, kuku ayam dan bagian dalam dan lainnya. pengantin yaitu anak beru.

Fungsi manuk sangkep ini adalah:

Di dalam tradisi mukul, manuk sangkep berfungsi untuk makanan pengantin. Pada saat pengantin makan ada kelurga yang menyaksikannya antara lain singalo bere-bere , singalo perninin, singalo ulu emas, singalo perbibin, dan anak beru. Kelima anggota keluarga inilah yang akan menyaksikan pengantin makan di dalam sebuah ruangan

Acara mukul ini dilaksanakan di dalam rumah. Rumah yang sudah disepakati pada saat runggu. Ayam ini akan dibawa langsung oleh anak beru kerumah yang akan dilaksanakannya acara mukul. Ayam ini akan dimasak oleh anak beru itu sendiri pada waktu yang sudah disepakati.

(40)

1) Simbol Nakan Pukul

(Nakan pukul Gbr 4.oleh selly)

Nakan pukul adalah nasi yang dikepal dengan kuat sehingga bersatu satu sama lain. Nakan pukul ini sering di jumpai dalam kehidupan masyarakat Karo.

Berdasarkan gambar 4 Nakan pukul adalah nasi yang dikepal oleh pengantin dengan kuat sehingga bersatu satu sama lain.

Nakan pukul ini memiliki ciri khusus (1) utuh, (2) bulat, (3) bersatu, dan (4) teguh.

Ke empat ciri simbol nakan pukul ini melambangkan pernikahan yang tetap utuh, bersatu, dan kokoh Hal ini berhubungan dengan harapan etnik BK yakni menyimbolkan sikap perkawinan yang tetap utuh, bulat, tetap bersatu, dan kokoh.

(41)

(Nakan Pukul. Gbr 5. Oleh Selly)

Berdasarkan gambar 5 Pengantin laki-laki menyulang pengantin perpempuan dengan nakal pukul. Sambil mengucapkan sumpah seperti tuturan 1.2 di bawah ini:

“bage ersadana nakan pukulen enda, bagem pagi ersadana arihta, pala

mosar kel pagi nakan si kupukul enda, maka mosar ukurku bandu”. Yang artinya pernikahan kita tetap bersatu seperti nasi kepal ini seperti nasi kepal.

Tururan 2. “ Janah enda nakan sikupukulken man bandu kaka, adi mosar pagi ukurku kerna perjabunta, maka nakan sikupukul enda pepagi jadi imbangku

. Yang artinya, “aku juga berjanji akan tetap bersatu denganmu seperti nasi yang kukepal ini, inilah aku terimalah dengan semua

(42)

dikemudian hari aku mendua hati terhadap pernikahan kita maka, nasi yang kukepal ini menjadi lawanku”.

Kedua tuturan di atas berisi sumpah/janji pengantin.

Di lain pihak etnik BK Diharapkan semoga yang memakan nakan pukul ini akan bersatu satu sama lain seperti nasi yang dikepal secara kuat.

Proses pemberian nakan pukul yang pertama sekali diberikan oleh pengantin laki-laki. Setelah itu dilakukan oleh pengantin perempuan. Proses pemberian ini disaksikan oleh bibi kandung pengantin kedua belah pihak,

Fungsi simbol nakan pukul itu yaitu:

Dalam acara mukul, nakan pukul berfungsi sebagai makanan pengantin.

Makna terdalam simbol nakan pukul itu adalah sebagai penguatan, janji, sumpah pernikahan.

Setelah acara mengepal nasi selesai maka kedua pihak bibi menyuruh pengantin memilih makanan yang lain.

(43)

Makanan yang lain yang disebutkan diatas antara lain adalah:

2). Simbol kepala

(kepala ayam Gbr.6.Oleh Selly )

Kepala memiliki bentuk yang bulat kuat dan berisi.

Berdasarkan gambar 6 membuktikan bahwa pengantin mengambil bagian kepala ayam. Masyarakat Karo memiliki harapan bahwa yang memakan kepala ini akan mampu menjadi kepala keluarga yang baik yang bisa memimpin keluarganya. Hal ini didukung dengan adanya tuturan sebagai berikut:

“enda pagi puji-pujin, adi la ia i sembah sembah labo akapna pas, ia me pagi

si bagi kepala e. Janah jelmana ngatur, egia mbera-mbera mehuli kel pagi ia”.

Yang artinya “ keluarga ini harus dipuji nantinya, kalo tidak di sembah-sembah tidak akan suka dia. Merasa dia yang paling benar sama seperti seorang kepala, suka ngatur , dan semoga baik hati dia nantinya”.

(44)

Jadi jika pengantin memakan bagian kepala ayam, maka orang ini akan dianggap mampu memimpin keluarganya dan membawanya kejalan yang lebih baik. . Bila pengantin menghisap mata ayam maka dapat dilihat bahwa dia adalah orang yang teliti. Teliti yang dimaksud adalah mampu melihat sesuatu dengan jelas. Atau mampu menatap segalanya dengan tajam. Semua tindakan atau perbuatan akan diperhatikan olehnya. Apabila pengantin mengisap otak ayam , maka dapat ditafsirkan bahwa dia orang yang memikirkan segala sesuatunya sebelum bertindak, semuanya dipirkirkan sehingga tidak terjadi dampak yang buruk terhadap keluargannya.

Makna terdalam dari simbol kepala ini yaitu bahwa yang memakan kepala akan mengarahkan keluarga ini menjadi keluarga yang layak kedepannya.

Acara makan ini akan disaksikan oleh bibi kandung kedua belah pihak.

(45)

3). Simbol Ten-ten(Dada)

(Ten-ten Manuk.gbr .7. Oleh Selly)

Ten-ten memiliki ciri bentuk sama seperti dada biasanya, hanya saja dada yang dimaksud disini adalah dada ayam. Berdasarkan gambar 7 terlihat bahwa pengantin menyantap bagian dada ayam, dengan harapan bahwa yang memakan bagian ini akan mampu menjadi sandaran buat keluarganya. Hal ini diduung oleh tuturan sebagai berikut:

enda pas kel bagi ten-ten ingan tertande,ngande-ngande, emak ngasup ngalo-mgalo sangkep nggeluh”. Yang artinya “ ini seperti dada, tempat bersandar, keluarga ini akan mampu menerima saudara yang lain,tanpa memandang bulu”.

Jadi jika bagian dada ayam yang dimakan oleh pengantin maka dipercaya bahwa keluarga ini akan menjadi tempat bersandar bagi keluarga yang lain, bahkan keluarga jauh sekalipun, dan bagian ayam yang inilah yang paling bermakna positif(baik) menurut orang karo.

(46)

makna terdalam dari simbol dada ini yaitu diharapkan bahwa pengantin yang memakan bagian ini akan mampu menjadi sandaran.

4). Simbol Tulan Gurung (Tulang punggung)

(Tulan Gurung. Gbr 8. Oleh Selly)

Tulan gurung ini memiliki bentuk seperti tulang punggung pada umumnya, hal ini dapat kita lihat pada gambar 8. Apabila pengantin memakan bagian tulang punggung ayam, maka orang ini kelak akan menjadi tulang punggung keluarga. Hal ini dikuatkan oleh tuturan sebagai berikut:

“ keluarga endam nge pagi si banci jadi tulang punggung keluarganta ras kerina sangkep nggeluhta”. Yang artinya “keluarga ini yang akan menjadi tulang punggung semua keluarga entah itu keluarga dekat maupun jauh”.

Yang dimaksud menjadi tulang punggung disini adalah menerima keberadaan keluarga yang lain di dalam rumahnya atau ada keluarga yang menumpang di rumahnya walaupun dalam waktu yang lama sekalipun, itu tidak

(47)

menjadi masalah bagi keluarga ini. Karena bagian ini memiliki makna yang baik, sehingga keluarga yang menyaksikan acara mukul ini berharap, agar pengantin akan memakan bagian tulang punggung ayam terlebih dahulu.

5). Simbol Paha

s(Paha Manuk. Gbr 9. Oleh Selly)

Memiliki ciri bentuk yang sama dengan paha ayam yang biasanya. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan gambar 9. pengantin memakan bagian paha ayam, maka dengan harapan bahwa dia akan mampu menjadi penahan agar rumah tangga ini akan tetap berdiri seperti mulanya. Hal ini dibuktikan dengantuturan sebagai berikut:

“enteguh kel pagi rumah tangga keluarga enda, amin gia mbue mbue tantangen si ni hadapina”. Yang artinya bahwa keluarga ini akan menjadi keluarga yang kuat akan tantangan, walau banyak tantangan yang dihadapinya,

(48)

keluarga ini akan tetap mampu mengahadapi persoalan yang menerpa rumah tangganya.

Berdasarkan tuturan ritual diatas maka dapat dijelaskan bahwa makna terdalam dari paha merupakan simbol kemandirian, mampu berdiri sendiri dan mampu menopang bagi orang lain.

6). Simbol (Sayap) Kabeng

(kabeng Manuk. Gbr 10. Oleh Selly)

Kabeng memiliki ciri bentuk seperti sayap yang sering kita jumpai , hal ini dapat kita lihat berdasarkan gambar 10. Sayap ini berperan atau berfungsi sebagai makanan untuk pengantin.

Jika pengantin memakan bagian sayap ayam , keluarga akan berharap bahwa keluarga baru ini akan menjadi keluarga yang mampu melindungi anak- anaknya dengan sayap layaknya seekor induk ayam yang melindungi anaknya dengan sayapnya. Hal ini dikuatkan dengan adanya tuturan sebagai berikut:

(49)

“ keluarga enda pagi mesera kel njumpaisa , perbahan mesegu kel ia gawah-gawah. Emaka jarang nge pagi i rumah keluarga enda”. Yang artinya bahwa keluarga ini akan susah untuk dijumpai, mereka akan suka bepergian jauh, dan akan jarang berada dirumahnya.

Makna terdalam dari simbol sayap merupakan simbol yang melindungi, dapat merangkul keluarganya. Ibarat saya bagi indung ayam yang berfungsi untuk melindungi anak-anaknya. Begitu juga terhadap manusia. Sayap juga merupakan simbol yang mampu mengayomi anak-anaknya, dan setia dalam mempertahankan kelangsungan keluarganya.

(50)

7). Simbol Nahe (Kaki)

(Nahe Manuk. Gbr 11. Oleh Selly)

Ciri yang dimiliki simbol ini berbentuk kaki yang memiliki 5 jari yang ada pada ayam.hal tersebut dapat dilihat melalui gambar 11.

Simbol ini berfungsi sebagai makanan untuk pengantin. Dengan harapan bahwa simbol ini akan meampu membawa keluarga ini menjadi keluarga yang teguh.

Hal ini dikuatkan dengan adanya tuturan sebagai berikut:

keluarga enda nge keluarga pas-pasen,geluhna labo simbue sen ndai tapi erkecukupen”. Yang artinya keluarga ini akan hidup dengan pas-pasan, bukan keluarga yang bergelimang harta. Walaupun bekerja dengan sangat keras untuk menjadi orang kaya, akan tetapi tidak bisa kaya. Keluarga ini tidak akan kekurangan maupun bergelimang melainkan berkecukupan saja. Kaki juga

(51)

merupakan simbol kegigihan atau kemandirian. Karena dengan adanya kaki , seseorang mampu berdiri sendiri

8). Simbol Ate-Ate (Bagian Dalam)

(Ate-Ate Manuk. Gbr 12. Oleh Selly)

ciri-ciri dari ata-ate ini dapat kita lihat berdasarkan gambar 12.

Simbol ini berperan sebagai makanan untuk pengantin, dengan harapan jika pengantin memakan bagian dalam ayam , maka keluarga ini akan mampu mengontrol perasannya.

Hal ini dikuatkan oleh tuturan sebagai berikut:

“ keluarga enda nge pagi keluarga si sukah sakit hati, janah perate-ate”.

Yang artinya bahwa keluarga ini akan menjadi keluarga yang sensitif. Yang dimaksud dengan keluarga yang sensitif adalah keluarga yang mudah sakit hati, mudah tersinggung.

(52)

Atau keluarga yang hatinya lemah. Jadi pasangannya akan berusaha untuk tidak menyinggung perasaan pasangannya masing-masing.

9). Simbol Cipera

(Cipera. Gbr 13. Oleh. Selly )

Cipera merupakan makanan khas Karo yang digunakan sebagai lauk dalam acara Mukul. Cipera ini berbahan utama jagung. Hal ini dapat dibuktikan pada gambar 13.

Karena ayam yang dimasak lalu menambahkan tepung jagung. Karena berbahan dasar jagung, masyarakat Karo percaya bahwa jagung melambangkan hidup yang sempurna. Cipera berperan sebagai makanan untuk pengantin di dalam acara mukul

Hal ini didukung oleh tuturan sebagai berikut:

(53)

berkata “ jaung nguda ah pe adi partaken metua ka nge dungna” ini mengartikan bahwa walaupun jagung muda kalo di jemur akan tua juga. Jadi pengantin tersebut di ibaratkan seperti jagung muda.

Makna terdalam dari simbol cipera ini yaitu walaupun pengantin itu masih muda dan masi ke kanak-kanakan jika terus di ajari atau di beri nasihat-nasihat akan menjadi dewasa juga. Menjadi dewasa yang mampu membina sebuah keluarga baru, dan meninggalkan sifat lama.

10). Simbol Tinaruh Manuk Rajamulia

(Tinaruh Manuk Rajamulia. Gbr 14. Oleh. Selly)

Tinaru Manuk Rajamulia adalah sebutir telur ayam yang dimasukkan kedalam piring pinggan pasu tempat makan pengantin. Telur ini berfungsi sebagai makanan pengantin. Telur yang digunakan untuk acara ini bukan telur sembarangan, melainkan telur pilihan , telur yang digunakan harus berbentuk

(54)

lonjong. Karena masyarakat Karo percaya di dalam telur yang lonjong tersebut ada kehidupan. Setelah telurnya selesai di masak , maka telur itu dikupas tanpa rusak sedikitpun, hal ini dapat dibuktikan pada gambar 14.

Telur ini harus berwarna putih bersih dan tidak memiliki cacat. Karenaa telur berwarna putih bersih dan mulus itu memiliki makna kehidupan yang bersih pula bagi kehidupan pengantin.

Simbol ini memiliki ciri : 1) bulat, 2) bersih, dan 3) utuh. Ketiga ciri tersebut melambangkan bahwa keluarga ini akan diharapkan menjadi keluarga yang bulat atau lengkap, bersih dan menjadi keluarga yang utuh.

Hal ini dikuatkan oleh tuturan berikut ini:

“Enda tinaruh manuk nakku, panndu, gelah i plimbarui kegeluhenndu

duana, segelah bersih ukur ras jabundu ibahanna nakku” yang artinya “ makannlah telur ayam ini anakku, sehingga engkau peroleh hidup yang baru, supaya hati dan rumah tanggamu akan bersih sebersih telur ini”.

Makna terdalam dalam simbol ini yaitu , karena bagi masyarakat Karo telur melambangkan kehidupan yang baru

(55)

11). Simbol Getah Manuk

(getah manuk. Gbr 15. Oleh. Selly )

Getah manuk adalah sambal atau cabai yang digunakan untuk makanan yang disajikan kepada kedua pengantin. Biasanya sambal ini disajikan dengan cita rasa pedas. Simbol ini memiliki bentuk seperti yang ada pada gambar 15.

Simbol ini memiliki ciri-ciri pedas dan bentuknya lembek berair.

tujuannya agar pasangan mengetahui apakah pasangannya menyukai pedas atau malah sebaliknya. Akan tetapi bagi keluarga yang menyaksikan akan mengetahui sifat pengantin dari cara mereka memakan darah tersebut. Apabila pengantin menyukai sambal yang pedas tersebut itu berarti dia tidak gampang sakit hati, tetapi seringkali membuat orang lain sakit hati dengan perkataannya. Karena kata- kata yang keluar dari mulutnya sama pedasnya dengan cabe yang dia makan.

Hal ini dikuatkan dengan adanya tuturan sebagai berikut:

(56)

“ o anakku, kuperdiateken perpan pasangenndu getah e,emaka ku persingeti man

bandu, bicara meser pe pagi ndarat ranan pasangenndu e, tapi ukurna labo bage nakku.

Adi ukurna mehuli nge, labo bahi perser rananna e anakku.

Emaka terbeluh kam ngadapisa”. yang artinya”oh anakku, bila kuperhatikan

cara pasanganmu ini memakan sambal, maka kuingatkan kepadamu. Apabila nanti keluar kata-kata yang kurang mengenakkan dari mulutnya, percayalah hatinya tidak seperti itu. Hatinya tetap baik. Jadi jaga keluarga ini”.

Makna terdalam dari simbol ini yaitu untuk mengetahui sifat masing-masing pengantin.

(57)

12). Pinggan pasu

(pinggan pasu. Gbr 16. Oleh. Selly )

Pinggan pasu merupakan piring yang sudah ada sejak dulu dan digunakan untuk upacara tertentu. Pada upacara tradisi mukul , pinggan pasu ini berfungsi sebagai tempat makan atau piring makan pengantin, bentuk pinggan pasu itu sendiri dapat dilihat pada gamabr 16. Karena sudah digunakan sejak zaman nenek moyang orang Karo, piring ini sudah tentu memiliki banyak makna tertentu bagi masyarakat itu sendiri. Begitu juga dalam acara mukul,pinggan pasu memiliki sebuah makna. Menurut kepercayaan masyarakat Karo , jika ada makanan yang kurang sehat atau makanan yang diracuni , jika disajikan di dalam pinggan pasu maka makanan yang kurang sehat akan menjadi sehat, begitu juga dengan

(58)

makanan yang sudah di racuni tidak akan dapat meracuni orang yg makan makanan tersebut.

Oleh karena itu piring ini sangat dijaga bahkan di hormati oleh masyarakatnya. Karena dianggap dapat memurnikan makanan. Karena acara mukul merupakan acara makan bersama keluarga , maka peran pinggan pasu sangat penting di acara tersebut. Pinggan pasu merupakan salah satu yang wajib digunakan dalam tradisi mukul , karena harus pinggan pasu yang digunakan untuk tempat makan pengantin.

Berdasarkan pernyataan diatas maka manuk sangkep merupakan makanan pokok untuk pengantin dalam acara mukul ini. Dan memiliki banyak ciri dan makna yang terkandung di dalamnya.

(59)

4.1.4. Lau Simalem-Malem

Yaitu minuman yang digunakan dalam konteks ini adalah air yang jernih dan memiliki rasa yang khas antara lain sebagai berikut:

1). Simbol paula

(nira. Gbr 17. Oleh. Selly )

Lau simalem-malem ini adalah air nira yang diambil dari pohon enau. Air ini memang digunakan masyarakat untuk diminum, karena selain rasanya yang manis juga membuat kita segar karena airnya yang segar hal ini dapat dilihat pada gambar 17.

(60)

Di dalam acara mukul air ini juga digunakan sebagai minuman, akan tetapi tidak semua keluarga dapat meminumnya.

Di dalam tradisi mukul minuman ini dikhususkan untuk minuman pengantin. Pernyataan ini didukung oleh tuturan sebagai berikut:

menyampaikan “ bagi pertebu lau pola e pagi tebuna jabundu ras kegeluhenndu duana nakku”. Yang artinya sebagaimana manisnya rasa minuman ini, seperti itulah nantinya manisnya perjalanan rumah tangga bersama kehidupanmu anakku. Acara ini biasanya dilaksanakan di dalam rumah yang sudah disepakati pada saat runggu. Minuman ini akan dibawa langsung oleh anak beru kerumah yang akan dilaksanakannya acara mukul. Minuman ini akan disiapkan oleh anak beru itu sendiri pada waktu yang sudah disepakati. Dan biasanya ini akan dilakukan pada malam hari setelah pesta adat selesai digelar.

(61)

2). Simbol mumbang

(mumbang. Gbr 18. Oleh. Selly )

Minuman ini merupakan air dari kelapa muda, hal ini dapat kita lihat pada gambar 18.

Besar harapan keluarga kalau pengantin meminum minuman ini , maka kehidupannya akan manis layaknya seperti rasa minuman ini.

Hal ini dikuatkan oleh tuturan berikut ini:

“bagi perciho lau mumbang enda lah pagi perukurenndu duana , maka

dame rusur kegeluhenndu. Ngarap kami keluargandu kai pe pagi la banci si nodai cihona perukuren kam duana anakku” yang artinya “semoga bersih dan

jernihlah nanti hatimu berdua , seperti jernihnya air kelapa muda ini sehingga kedamaikan akan selalu bersamamu. Kami berharap semoga tidak ada yang dapat menodai bersihnya hatimu berdua anakku”.

(62)

3). Simbol lau meciho(air putih)

(lau meciho. Gbr 19. Oleh. Selly )

Lau Mbentar atau air putih ini adalah jenis minuman yang paling sering digunakan dala acara mukul , karena minuman ini lah paling mudah ditemui.Minuman ini biasa digunakan oleh masyarakat mulai dari keluarga yang tidak mampu, sedang , hingga keluarga yang kaya raya. Karena sebagian orang menganggap bahwa air putuh lah yang harunya diminum setelah makan. Oleh karena itu air putih lah yang paling dominan digunakan pada saat acara mukul dilaksanakan. Hal ini dapat kita lihat pada gambar 19.

Pernyataan ini didukung oleh tuturan berikut ini:

berkata “ jadi lah kam bagi lau mbentar enda nakku, lit rusur itengah- tengah keluarga , janah banci jadi tambar bagi keluarganta. Ngarap kami jadilah kam bagi lau enda meherga i tengah-tengah keluarga , bagi jelma merluken lau”.

(63)

keluarga, dan mampu menjadi obat bagi keluarga. Kami juga berharap jadilah kamu seperti air , barharga di tengah keluarga , seperti manusia membutuhkan air”. Masyarakat menggunakan air putih untuk acara mukul punya maksud tertentu. Karena keluarga berharap agar kehidupan pengantin nantinya akan berharga , seperti layaknya air bagi kehidupa manusia.

4). Simbol Limun

(limun. Gbr 20. Oleh. Selly )

Ini merupakan jenis minuman yang modern, karena masyarakat yang sekarang sudah malas mencari minuman yang dulu diigunakan, maka diambil jalan pintas yaitu limun. Karena limun juga merupaka minuman jernih , berwarna putih dan manis, maka masyarkat menerima keberadaan limun di acara mukul,hal ini dapat dibuktikan pada gambar 20. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak hanya di perkotaan limun digunakan dalam acara mukul , bahkan di pedesaan pun

(64)

sudah ikut menerima minuman limun digunakan dalam acara mukul. . Tidak luput dari rasanya maksud dengan adanya minuman ini adalah menetralisir makanan.

Hal tersebut didukung oleh tuturan sebagai berikut:

yaitu “bagi perciho lau limun enda lah pagi perukurenndu duana , maka dame rusur kegeluhenndu. Ngarap kami keluargandu kai pe pagi la banci si nodai cihona perukuren kam duana anakku” yang artinya “semoga bersih dan

jernihlah nanti hatimu berdua , seperti jernihnya limun ini sehingga kedamaikan akan selalu bersamamu. Kami berharap semoga tidak ada yang dapat menodai bersihnya hatimu berdua anakku”.

Karena masyarakat percaya bahwa minuman ini mampu menetralisirkan makanan. Ada makna lain yang masyarakat percayai mengenai minuman ini yaitu mampu membawa keharmonisan bagi kehidupan pengantin nanti, karena dipercayai bahwa sesuatu yang rasanya manis dapat membawa hidup yang manis pula bagi kehidupan kita.

Berdasarkan pernyataan diatas maka lau simalem-malem yang digunakan atau yang dipakai ada empat(4) jenis yaitu nira, mumbang, lau meciho, limun,dan disediakan oleh pihak anak beru.

(65)

4.1.4. Uis Karo

1). Simbol Beka Buluh

(Beka Buluh. Gbr 21. Oleh Selly)

Beka bulu adalah salah satu uis atau kain yang berasal dari Karo. Beka buluh memiliki cirri yang gembira, tegas , elegan, dan kesabaren bagi putra Karo.

Hampir di semua upacara adat menggunakan uis beka buluh di dalam masyarakat Karo. hal ini dapat kita lihat berdasarkan gambar 21.

Kain beka buluh ini memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai penutup kepala laki-laki yang dinamakan sebagai bulang. Di dalam acara mukul, beka buluh ini berfungsi sebagai bulang-bulang (penutup kepala) untuk pengantin laki-laki.

Kain ini dipakai pria sebagai mahkota di kepalanya karena memiliki makna yaitu pertanda bahwa dialah orang atau pengantin di pesta tersebut

(66)

diselenggarakan. Kain ini dilipat dan dibentuk menjadi mahkota pada saat pesta acara mukul. Beka buluh ini akan digunakan sampai acara mukul selesai.

2). Simbol Kampuh

(Kampuh. Gbr 22. Oleh Selly)

Kampuh adalah sarung yang digunakan setiap manusia. Begitu juga terhadap masyarakat Karo.

Bentuk dari simbol kampuh ini dapat kita lihat berdasarkan pada gambar 22. Hampir seluruh wanita atau orang tua memakai kampuh dalam kehidupannya sehari-hari. Kampuh ini digunakan di dalam setiap upacara adat yang ada di masyarakat Karo. Pada saat acara mukul , kampuh berfungsi sebagai sarung penutup kaki bagi pengantin perempuan, dan kain ini juga dipakai pengantin laki- laki yang diletak di pundaknya. Karena masyarakat Karo percaya bahwa kampuh

Referensi

Dokumen terkait

Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Sumatera Utara. I

Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek.Jakarta: Bumi Aksara.. Sosiologi

Tempat dan tanggal lahir : Salak, 27 februari 1958. Agama :

Tarigan, Girson.2007.Upacara Adat Cawir Metua pada Masyarakat Karo di

Tradisi adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, kebudayaan atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari

dan makna simbol yang terdapat dalam upacara mengket rumah

untuk mendeskripsikan makna tanda pada upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun dan teori Konotasi Bartes akan digunakan sebagai alat untuk mendeskripsika simbol yang

Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1) terdapat 3 tahapan yang dilakukan oleh etnik Karo pada saat melaksanakan upacara adat Erpangir Ku