• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN TATA CARA TRADISI MBENGKET BAGES ETNIK BATAK PAKPAK DAN TRADISI MENGKET RUMAH MBARU ETNIK BATAK KARO : KAJIAN KEARIFAN LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANDINGAN TATA CARA TRADISI MBENGKET BAGES ETNIK BATAK PAKPAK DAN TRADISI MENGKET RUMAH MBARU ETNIK BATAK KARO : KAJIAN KEARIFAN LOKAL"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN TATA CARA TRADISI MBENGKET BAGES ETNIK BATAK PAKPAK DAN TRADISI MENGKET RUMAH MBARU ETNIK BATAK KARO : KAJIAN KEARIFAN LOKAL

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

RIDHO KHAIDIL MAULANA MAHA NIM. 160703050

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

PERBANDINGAN TATA CARA TRADISI MBENGKET BAGES ETNIK BATAK PAKPAK DAN TRADISI MENGKET RUMAH MBARU ETNIK BATAK KARO : KAJIAN KEARIFAN LOKAL

SKRIPSI DISUSUN OLEH :

RIDHO KHAIDIL MAULANA MAHA NIM. 160703050

LEMBAR PENGESAHAN Diketahui :

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Jekmen Sinulinnga, M.Hum Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum NIP.196202621989031005 NIP.196312021990011001

Disetujui :

Program Studi Sastra Batak Ketua,

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum NIP.196207161988031002

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya yang telah diberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi syarat mengikuti ujian skripsi dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini berjudul “Perbandingan Tata Cara Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo : Kajian Kearifan Lokal”.

Penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bab, bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II merupakan tinjauan pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan, pengertian kearifan lokal, tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak, tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, teori yang digunakan, teori konteks wacana, teori komparatif, dan teori kearifan lokal. Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan yang mencakup tahapan- tahapan tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, persamaan dan perbedaan tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

(4)

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Harapan penulis pada penulisan skripsi ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri.

Atas segala bantuan, saya ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini berguna bagi pembacanya.

Medan, 09 Februari 2021 Penulis

Ridho Khaidil Maulana Maha NIM:160703050

(5)

RANA PERJOLO

Puji dekket syukur mo ni dokken penulis mendahi Tuhan Yang Maha Esa kumerna berkat dekket anugrah-Nya si enggo nibereken kesehatan dekket gegoh mendahi penurat isa boi ni sidungi skripsi en lako pemenuhen syarat mengekut ujian skripsi asa dapet gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi en merjudul“Pebandingan Tata Cara Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak dekket Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo : Kajian Kearifan Lokal”.

Penusunan skripsi en lot tellu bab, bab I i mo pendahuluan mencakup latar belakang masalah, rumusen masalah, arah penelitian dekket kegunaen penelitian.

Bab II i mo tinjauan pustaka si mencakup kepustakaan si pas na, arti ni kearifan lokal, tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak, tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, teori si pakke, teori konteks wacana, teori komparatif, dekket teori kearifan lokal. Bab III i mo metode penelitian si mencakup metode dasar, bekkas penelitian, sumber data penelitian, alat penelitian, metode pepulungken data, dekket metode mengkurak data. Bab IV i mo pembahasan si mencakup tahapan-tahapan tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dekket tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, serupa dekket perbedaan tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dekket tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, nilai-nilai kearifan lokal si nidapetna i tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dekket tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo nai. Bab V i mo kesimpulan dekket saran.

(6)

I bettoh penurat molo penusunan skripsi en mbue kalon kurangna i kesempurnaan. I mo, asa i harapken penurat ngo kritik dekket saran simersipat membangun bana pembaca nai. Harapan penurat mi skripsi en asa merlapaten bana pembaca nai dekktet mi penurat.

Kumerna karina pengurupen, penurat mendokken lias ate dekket skripsi en asa merlapaten bana mi pembaca.

Medan, 09 Februari 2021 Penurat

Ridho Khaidil Maulana Maha NIM:160703050

(7)

Rnpre\jolo

Pjidke\kte\s\YkR\monidko\kne\peNlsi\mne

\dATan\y^maaEsKmre\nbre\kt\dke\kte\anG\rhn

\ysia<e\goniberEkne\kesEatn\dke\kte\gegohmne\da ipeNrt\IsboInisiD<is\k\rpi\soanE\lkopemeNan e\s\yrt\me<EkT\Ujian\s\k\rpo\siasdpte\gelr

\sr\jnss\t\rpkL\ts\Il\MbdyUnipre\sits\

SmterUtrmedn\s\k\rpi\siane\mre\JdL\pre\bn

\di<n\ttcrt\rdisim\b<e\kte\bgse\ate\nki\bt k\pk\pk\dke\kte\t\rdisim<e\kte\Rmhm\bRate\n ki\btk\krokjian\kearipn\lokl\

PeNSnn\s\k\rpi\siane\lto\tle\Lbb\bb\s dImopne\dALan\mne\ckP\ltr\belk^mslhRMsne\

mslharhpenelitian\dke\kte\keGnane\penelitian\

bb\DaImotni\jAan\pS\tksimne\ckP\kepS\tk an\sips\nar\tinikearipn\lokl\t\rdisim\b<e

\kte\bgse\ate\nki\btk\pk\pk\t\rdisim<e\kte\

Rmhm\bRate\nki\btk\krotEaorisipk\kEtEaorikn o\tno\tke\s\wcntEaorikmo\prtpi\dke\kte\tEaori kearipn\lokl\bb\tle\LimomEtodEpenelitian\som ne\ckP\mEtodEdsr\bke\ks\penelitian\sM\bre\dt penelitian\alt\penelitian\mEtodEpEPL<ne\dtdke\

kte\mEtodEm<e\Krk\dtbb\ame\pt\Imopme\basn\

simne\ckP\tapn\tapn\t\rdisim\b<e\kte\bgse

\ate\nki\btk\pk\pk\dke\kte\t\rdisim<e\kte\R mhm\bRate\nki\btk\kroseRpdke\kte\pre\bEdan\

t\rdisim\b<e\kte\bgse\atE\nki\btk\pk\pk\dk e\kte\t\rdisim<e\kte\Rmhm\bRatE\nki\btk\kron ilInilIkearipn\lokl\sinidpte\nIt\rdisim\b

<e\kte\bgse\ate\nki\btk\pk\pk\dke\kte\t\rdi sim<e\kte\Rmhm\bRate\nki\btk\kronIbb\limI mokesmi\Pln\dke\kte\srn\

Ibte\tohpeNrt\molopeNSnn\s\k\rpi\siane\

m\BaEklno\Kr^nIkesme\pR\nan\ImoasIarp\k ne\peNrt\<ok\rotki\dke\kte\srn\simre\sipt\m me\b<N\bnpme\bcnIarpn\peNrt\mis\k\rpi\so ane\asmre\lptne\bnpme\bcnIdke\kte\mipeNrt

\

(8)

Kmre\nkrinpe>Rpne\peNrt\mne\dko\kne\li as\atEdke\kte\s\k\rpi\siane\asmre\lptne\bn mipme\bc

mEdn\09 pbE\Rari 2021 pENrt\

rdi\aok\aIdli\mUlnma n\Im\ : 160703050

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis tidak henti-hentinya mengucap puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kesehatan dan karunia untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagi pihak yang telah membantuh dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu di dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr.Budi Agustono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, bapak Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, dan seluruh pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Warisman Sinaga, M.Hum selaku Ketua Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.Flansius Tampubolon, M.Hum selaku Seketaris Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dan juga sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan motivasi, saran, bimbingan, dan meluangkan waktu serta memberikan pikiran dan ide-ide kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak Drs.Jekmen Sinulingga, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, saran dan meluangkan waktu serta memberikan pikiran dan ide-ide kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf administrasi Program studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

(10)

materi perkuliahaan dengan baik, sehingga penulis bias menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sarwan Maha dan Ibunda Rosmawati Manik sebagai rasa hormat dan rasa sayang atas semua pengorbanan, nasehat, motivasi, materi dan doa yang telah diberikan.

7. Kakak saya Yusra Maha, Meida Angelina Bangun, Yanta Maha dan abang ipar saya Wali Berutu, sebagai rasa hormat dan rasa sayang atas semua nasehat, motivasi, dan materi yang telah diberikan sehinnga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

8. Abang saya Zulkifli Maha, Sarwo Edi, dan Pedro Pinem, sebagai rasa hormat dan rasa sayang atas semua nasehat dan doa yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Buat sahabat saya Muliady Manik, Gamaliel Simbolon, Alben Parulian Siregar, dan Alvian Zebua telah berjuang sama-sama dari nol hingga sampai sekarang ini dan telah mendukung satu sama lain dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Teman-teman stambuk 2016 terima kasih buat motivasi dan kebersamaan yang telah diberikan selama perkuliahan.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah tulus dan ikhlas memberikan doa dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 09 Februari 2021 Penulis

Ridho Khaidil Maulana Maha NIM:160703050

(11)

ABSTRAK

Ridho Khaidil Maulana Maha, 2021. Judul Skripsi : Perbandingan tata cara tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo : Kajian Kearifan Lokal.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dari tahapan-tahapan tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terdapat pada kedua tradisi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Dell Hymes yaitu speaking yang bertujuan untuk menganalisis tahapan-tahapan kedua tradisi, teori komparatif yang bertujuan untuk mencari persamaan dan perbedaan kedua tradisi, serta teori kearifan lokal Sibarani yang bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai kearifan lokal kedua tradisi. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua tradisi ini terdapat persamaan dan perbedaan tata cara yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal gotong royong, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, rasa syukur, kesopansantunan, pelestarian dan kreativitas budaya, tanggung jawab, kerja keras, dan disiplin.

Kata kunci : mbengket bages, mengket rumah mbaru, etnik Batak Pakpak, etnik Batak Karo, Kearifan Lokal.

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

RANA PERJOLO ... iii

AKSARA BATAK PAKPAK ... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 7

2.2 Pengertian Kearifan Lokal ... 9

2.2.1 Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak ... 10

2.2.2 Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo ... 11

2.3 Teori yang digunakan ... 12

(13)

2.3.1 Teori Konteks Wacana ... 12

2.3.2 Teori Komparatif ... 14

2.3.3 Teori Kearifan Lokal ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Metode Dasar ... 18

3.2 Lokasi Penelitian ... 19

3.3 Sumber Data Penelitian ... 20

3.4 Instrumen Penelitian ... 20

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.6 Metode Analisis Data ... 22

BAB IV PEMBAHASAN ... 24

4.1 Tahapan-Tahapan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak Dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo... 24

4.1.1 Tahapan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak ... 25

4.1.1.1 Tenggo Raja ... 26

4.1.1.2 Menulak Tukkang ... 28

4.1.1.3 Nuan Si Tellu Bage... 29

(14)

4.1.1.5 Pengamakken Belagen ... 32

4.1.1.6 Mangan Nditak Ginaburen ... 33

4.1.1.7 Mersendihi... 34

4.1.1.8 Cabingken/Merre Oles ... 36

4.1.1.9 Merre Manuk Tuk Dan Ikan Simalum-Malum ... 37

4.1.1.10 Rebbak Mangan ... 38

4.1.1.11 Peddah... 39

4.1.2 Tahapan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo ... 41

4.1.2.1 Arih-Arih/Runggu ... 42

4.1.2.2 Ngarak/Miser-Miser Jabu ... 43

4.1.2.3 Mbuka Kunci ... 44

4.1.2.4 Kimbangken Amak Mentar ... 45

4.1.2.5 Manjekken Dalikan ... 46

4.1.2.6 Ngukati ... 48

4.1.2.7 Rose-osei ... 48

4.1.2.8 Kata Peddah ... 50

4.1.2.9 Man ... 54

(15)

4.1.2.10 Rana Anak Beru ... 56

4.1.2.11 Merre Simulih Sumpit Kalimbubu ... 57

4.2 Persamaan Dan Perbandingan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak Dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo ... 59

4.2.1 Persamaan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak Dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo ... 59

4.2.2 Perbedaan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak Dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo ... 65

4.3 Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak Dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo ... 70

4.3.1 Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak ... 70

4.3.1.1 Kesopansantunan... 70

4.3.1.2 Gotong Royong ... 71

4.3.1.3 Pelestarian Kreativitas Budaya ... 71

4.3.1.4 Rasa Syukur ... 71

4.3.1.5 Kesetiakawanan Sosial ... 72

4.3.1.6 Komitmen ... 72

(16)

4.3.1.8 Kerja Keras... 73

4.3.1.9 Disiplin ... 73

4.3.1.10 Taggung Jawab... 73

4.3.2 Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo ... 74

4.3.2.1 Kesopansantunan... 74

4.3.2.2 Gotong Royong ... 74

4.3.2.3 Pelestarian Kreativitas Budaya ... 75

4.3.2.4 Rasa Syukur ... 75

4.3.2.5 Kesetiakawanan Sosial ... 75

4.3.2.6 Komitmen ... 76

4.3.2.7 Pikiran Positif ... 76

4.3.2.8 Kerja Keras... 76

4.3.2.9 Disiplin ... 77

4.3.2.10 Taggung Jawab... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

(17)

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA………...81

LAMPIRAN………..….. ... 83

Lampiran 1Data Informan………83

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian……….85

Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian……….87

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki jumlah penduduk yang tersebar di berbagai pulau dan tentunya memiliki keanekaragaman budaya, alam, suku, ras, dan agama yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Dari keanekaragaman kebudayaan yang ada di Indonesia, Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki beragam etnis yang kaya akan budaya. Adapun etnis tersebut adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola Mandailing, Nias, Melayu dan masih banyak lagi etnis-etnis yang mendiami wilayah Sumatera Utara. Setiap etnis-etnis yang berada di Sumatera Utara memiliki tradisi, adat istiadat, dan kearifan lokalnya tersendiri yang diwariskan secara turun temurun yang menjadi ciri khas masing-masing etnis.

Manusia tidak pernah lepas dari kebudayaan dan adat istiadat dalam hidupnya. Karena budaya berfungsi sebagai identitas dan ciri khas, setiap kelompok atau golongan masyarakat tertentu memiliki budayanya yang berbeda–beda. Kata kebudayaan diambil dari Bahasa Sansekerta, yakni “buddhayah” yang artinya adalah hal–hal yang memiliki arti budi dan akal manusia. Secara garis besar, maksudnya adalah dengan budi dan akal, manusia dapat melangsungkan kehidupan.

Kebudayaan merupakan hasil dari karya cipta, rasa, dan karsa manusia.

Lingkupnya mencakup banyak aspek kehidupan seperti hukum, keyakinan, seni, adat atau kebiasaan, susila, moral, dan juga keahlian. Kehadirannya mampu

(19)

mempengaruhi pengetahuan seseorang, gagasan, dan ide meskipun budaya berwujud abstrak. Menurut Koentjaraningrat (1980:193), kebudayaan adalah keselurahan sistem gagasan, tindakan berpola, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.

Salah satu budaya yang dilakukan beragam etnis di Sumatera Utara adalah tradisi dalam memasuki rumah baru. Setiap etnis pastinya memiliki gagasan- gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, berbudi luhur dan dipedomani atau disebut juga sebagai kearifan lokal.

Menurut Sibarani (2014:114), kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Sehingga dalam melakukan suatu tradisi, setiap etnis memiliki tata caranya masing-masing.

Walaupun setiap etnik memiliki perbedaan yang menjadi ciri khas budaya masing-masing, dalam beberapa hal dapat kita jumpai beberapa persamaan kebudayaan dari beberapa etnik. Persamaan tersebut seperti; bahasa, aksara, adat istiadat, sistem kekerabatan sosial, mata pencaharian maupun letak wilayah geografis. Hal itu bisa kita jumpai dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo. Etnik Batak Pakpak dan Etnik Batak Karo merupakan dua etnik yang memiliki latar belakang sejarah kebudayaan yang berbeda, tetapi terdapat beberapa kemiripan dalam hal kebudayaan. Tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo merupakan tradisi yang dilakukan ketika memasuki rumah yang baru saja dibangun. Etnik Batak Pakpak dan Etnik Batak Karo menganggap

(20)

Sehingga dalam memasuki rumah yang baru saja dibangun, etnik Batak Pakpak dan etnik Batak Karo melakukan suatu tradisi adat sebagai bentuk ucapan rasa syukur juga berisi doa-doa baik agar rumah tersebut terhindar dari marabahaya dan dimurahkan rezeki.

Penulis yang beretnis Batak Pakpak namun berdomisili di Kabupaten Karo, melihat tradisi mbengket bages dan tradisi mengket rumah mbaru sudah mulai dilupakan, sebab etnik Batak Pakpak dan etnik Batak Karo kurang peduli dalam melestarikan tradisi ini. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang semakin modern, kepercayaan, perekonomian, migrasi, perkawinan antar etnis (amalgamasi), sifat serba praktis, dan kurangnya kesadaran terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung pada tradisi tersebut. Akibatnya pada saat ini sebagian besar etnik Batak Pakpak dan etnik Batak Karo terutama di daerah perkotaan tidak mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan dan manfaat tradisi memasuki rumah baru. Hal ini sangat disayangkan dan penulis merasa prihatin terhadap keadaan ini. Padahal nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat di dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo tersebut berfungsi sebagai acuan untuk menata kehidupan masyarakat dalam mencapai kedamaian dan kesejahteraan yang pada hakikatnya merupakan kebenaran yang diidam-idamkan masyarakat.

Apabila tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo tidak dilestarikan atau diwariskan secara turun temurun, maka etnik Batak Pakpak dan etnik Batak Karo kehilangan ciri khasnya dalam tradisi memasuki rumah baru. Tradisi atau kebiasaan (Latin:

traditio,”diteruskan”) adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan

(21)

menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Menurut Bastomi (1984:14), tradisi adalah dari sebuah kebudayaan, dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Apabila tradisi dihilangkan maka terdapat harapan suatu kebudayaan akan berakhir saat itu juga.

Berangkat dari keresahan inilah yang melatarbelakangi penulis ingin melakukan suatu perbandingan tata cara tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo ; Kajian Kearifan lokal dengan menggunakan teori konteks wacana dengan metode peristiwa tutur Dell Hymes yaitu speaking yang bertujuan untuk menganalisis tahapan tata cara didalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, teori komparatif yang bertujuan untuk mencari perbedaan dan persamaan tata cara tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, serta teori kearifan lokal Sibarani (2014) yang bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah diperlukan agar dalam penelitian lapangan tidak terjadi penyimpangan dalam pengambilan data. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (Saktiaji, 2008:6) bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya sehinga jelas darimana akan dimulai, kemana harus pergi, dan dengan apa.

(22)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :

1. Tahapan apa saja yang terdapat dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo ?

2. Perbedaan dan persamaan apa saja yang terdapat pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo ?

3. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terkandung dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan struktur tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

3. Mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalam tradisi tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Sebagai arsip dan memberikan informasi pembelajaran tentang tata cara tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo kepada masyarakat luas, khususnya etnik Batak Pakpak, etnik Batak Karo, dan juga terhadap mahasiswa Sastra Batak.

3. Memberikan informasi pembelajaran dan pengetahuan mengenai perbedaan dan persamaan serta ciri khas pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo kepada masyarakat luas untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung pada tradisi kedua etnik tersebut.

4. Menambah wawasan penulis dan pembaca dalam melestarikan dan mempelajari tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang bersumber dari pendapat para ahli, pengalaman penelitian, dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari sumber bacaan yang digunakan penulis sebagai kerangka landasan berfikir, bahan panduan dan perbandingan berupa buku, majalah, jurnal dan berita dari situs internet yang relevan dengan judul skripsi ini, untuk mendukung informasi yang penulis butuhkan dalam menyusun karya ilmiah. Adapun buku yang menjadi acuan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah:

1. Sibarani (2014), berjudul “Kearifan Lokal Hakikat, Peran, Dan Metode Tradisi Lisan”. Buku ini menjelaskan tentang tradisi lisan yang ada di etnik di Indonesia yang berisi nilai dan norma budaya. Dalam hal ini tradisi budaya atau tradisi lisan menjadi sumber kearifan lokal. Kearifan lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter bangsa. Karakter bangsa berasal dari kearifan lokal kita sendiri sebagai norma warisan leluhur bangsa. Karakter dalam kearifan lokal dapat diperdayakan dalam menciptakan kedamaian dan menjaga warisan leluhur kita yang sudah ada sejak dahulu. Kontribusi buku ini terhadap skripsi ini adalah membantu penulis dalam menentukan nilai-nilai kearifan lokal yang

(25)

terdapat dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Abdul Chaer dan Leoni Agustina (2010), berjudul “Sosiolinguistik Perkenalan Awal”. Di dalam buku ini terdapat penjelasan tentang peristiwa tutur yang dikatakan oleh Dell Hymes (1972) yang terdiri dari delapan komponen yang diakronimkan, yaitu speaking. Kontribusi buku ini terhadap skripsi ini adalah membantu penulis dalam menganalisis peristiwa tutur yang terjadi didalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

3. Lister Berutu dan Nurbani Padang (2014), berjudul “Mengenal Upacara Adat Masyarakat Suku Pakpak di Sumatera Utara”. Buku ini menjelaskan mengenai berbagai jenis upacara adat yang terdapat pada etnik Batak Pakpak yang disebut kerja-kerja seperti, upacara yang berhubungan dengan daur hidup, upacara yang berhubungan dengan alam dan sistem mata pencaharian hidup, dan upacara adat di sekitar kampung (kuta) dan rumah tangga. Tradisi mbengket bages merupakan bagian dari upacara adat di sekitar kampung (kuta) dan rumah tangga. Kontribusi buku ini terhadap skripsi ini adalah membantu penulis dalam menganalisis tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak.

4. Meida Angelina Br Bangun (2014), dengan judul “Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo : Kajian Hipersemiotika”. Skripsi ini menjelaskan tentang bentuk dan makna yang berubah pada upacara mengket rumah mbaru etnik batak Karo Kabupaten Karo seperti simbol perlengkapan adat, simbol makanan adat, simbol waktu, dan simbol penanda status. Skripsi ini

(26)

berkontribusi tentang cara menganalisis mengenai upacara mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

5. Anita Deniati Sitorus (2014), dengan judul “Upacara Adat Merunjuk Etnik Pakpak : Kajian Kearifan Lokal”. Skripsi ini menjelaskan tentang tahapan- tahapan upacara adat perkawinan pada etnik Batak Pakpak dan mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat merunjuk seperti; kesopanan, komitmen, dan gotong royong. Skripsi ini berkontribusi tentang menganalisis menggunakan teori kearifan lokal.

Dari kepustakaan yang relevan yang disebutkan diatas, penulis menggunakannya sebagai referensi untuk mencari dan menganalisis tahapan-tahapan, persamaan, perbedaan, dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2.2 Pengertian Kearifan Lokal

Secara derivasional, istilah kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Kata “kearifan” (wisdom) berarti

‘kebijaksanaan’, sedangkan kata “lokal” berarti ‘setempat’. Dengan demikian, kearifan lokal atau kearifan setempat (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya.

(27)

Sibarani (2014:180) menyatakan bahwa, kearifan lokal adalah kebijaksanaan dan pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Jika kearifan lokal itu difokuskan pada nilai budaya, maka kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Definisi pertama lebih menekankan pada kebijaksanaan atau kearifan untuk menata kehidupan sosial yang berasal dari nilai budaya yang luhur, sedangkan definisi kedua menekankan nilai budaya luhur yang digunakan untuk kebijaksanaan atau kearifan menata kehidupan sosial.

2.2.1 Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak

Upacara adat dalam istilah etnik Batak Pakpak disebut dengan kerja dan terbagi atas dua bagian besar yaitu kerja baik dan kerja njahat. Kerja baik terdiri atas peristiwa suka cita yakni : kehamilan (merre nakan merasa/nakan pagit), kelahiran (mangan balbal dan mengakeni), masa anak-anak (mergosting), sunat (mertaki), perkawinan (merbayo), memberi makan orang tua (menerbeb), memasuki rumah baru (mbengket bages), dan menanam padi (menanda tahun).

Kerja njahat terdiri atas peristiwa duka cita seperti : kematian (males bulung simbernaik), mengambil tulang (mengokal tulan), dan membakar tulang (menutung tulan).

Memasuki rumah baru (mbengket bages) merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun melalui lisan atau dengan tutur kata, atau melalui suatu contoh yang disertai dengan perbuatan. Mbengket bages adalah tradisi memasuki rumah baru yang dilaksanakan dengan proses adat yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari etnik Batak Pakpak sebagai rasa syukur dan untuk memohon sesuatu kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan cara melakukan upacara dengan pengharapan doanya dapat dikabulkan.

(28)

2.2.2 Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo

Dalam etnik Batak Karo, ada beberapa pesta budaya/pesta adat yang disebut kerja adat. Salah satu di antara pesta budaya yang sifatnya meriah (sukacita) adalah pesta memasuki rumah baru, yang dikenal dengan sebutan mengket rumah mbaru. Mengket rumah mbaru merupakan tradisi yang diwariskan secara turun- temurun melalui lisan atau dengan tutur kata yang masih dijalankan oleh etnik Batak Karo. Tradisi mengket rumah mbaru merupakan salah satu upacara adat suka cita dan meriah bagi etnik Batak Karo. Karena mengket rumah mbaru merupakan bentuk ucapan syukur pemilik rumah kepada sang pencipta semesta karena telah diberikan rezeki kepada pemilik rumah untuk mendirikan rumahnya sendiri.

Setiap etnik Batak Karo, hanya satu kali saja menyelenggarakan mengket rumah mbaru. Walaupun mereka sanggup mendirikan lebih dari satu rumah, namun pesta memasuki rumah baru yang disebut hanya sekali dilaksanakan, sedangkan untuk rumah-rumah yang lainnya, dilaksanakan pesta yang disebut sumalin jabu yang merupakan salah satu bentuk pesta memasuki rumah baru tanpa pelaksanaan tata cara peradatan lengkap ataupun mungkin hanya dalam bentuk syukuran saja.

2.3 Teori Yang Digunakan

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang akan dibahas, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan terjawab.

Teori yang digunakan untuk membimbing dan memberi arahan yang dapat menjadi

(29)

panutan kerja bagi penulis. Berdasarkan judul skripsi ini maka teori yang digunakan adalah teori konteks wacana, teori komparatif, dan teori kearifan lokal.

2.3.1 Teori Konteks Wacana

Teori konteks wacana dengan menggunakan metode peristiwa tutur bertujuan untuk menganalisis tahapan-tahapan pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo. Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Seperti yang terjadi dalam keadaan sehari-hari; proses tawar menawar di pasar, rapat di gedung dewan, acara diskusi di ruang kuliah, sidang di pengadilan dan sebagainya. Namun percakapan di bus kota atau di kereta api yang terjadi antara para penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti tidak dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur.

Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat seperti yang disebutkan di atas. Atau seperti dikatakan oleh Dell Hymes (1972) dalam buku Chaer dan Leonie (2010:48) menyebutkan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim speaking. Kedelapan komponen itu adalah:

S = ( Setting and scene) P = ( Participants)

E = ( Ends : purpose and goal) A = ( Act sequences)

K = ( Key : tone or spirit of act) I = (Instrumentalities)

N = ( Norms of interection and interpretation) G = ( Genres)

1. Setting and scene

(30)

Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Scene pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.

2. Participants

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar.

3. Ends

Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.

Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

4. Act sequence

Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujuran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda.

Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

5. Key

Key mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya.

6. Instrumentalities

Instrumentalities mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek ragam, atau register.

7. Norm of interaction and interpretation

Norm mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya.

8. Genre

Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

(31)

2.3.2 Teori Komparatif

Teori komparatif mengelompokkan masyarakat yang sama besar maupun sistem ekonominya, akan menganalisa bagaimana organisasi masyarakat tersebut di susun. Teori ini juga memperhatikan urutan yang sungguh-sungguh terjadi, bukan urutan-urutan imajiner yang disusun dari masyarakat yang terpisah jauh.

Ruang dan Waktu adalah satu usaha untuk membahas masalah-masalah penting dengan strategis yang bermanfaat (Keesing, 1992:2).

Metode komparatif merupakan penelitian yang membandingkan masyarakat yang satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk mengetahui perbedaan dan persamaan di samping untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kondisi masyarakat tersebut (Abdulsyani, 1994:19).

Hal ini juga didukung oleh Soekanto (2000:49) bahwa penelitian dengan komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan dan persamaan serta sebab-sebabnya yang bertujuan untuk mendapatkan petunjuk mengenai perilaku masyarakat baik pada masa silam dan masa sekarang.

Konsep perbandingan dalam penelitian ini yaitu membandingkan, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti.

2.3.3 Teori Kearifan Lokal

Manusia memiliki dua ruang interaksi yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial. Kedua ruang interaksi itu menghasilkan nilai dan norma budaya yang luhur dalam menata kehidupan masyarakat. Nilai dan norma budaya tersebut

(32)

setempat pada komunitasnya dan yang berbeda dengan nilai budaya pada komunitas lainnya.

Soebadio (Sibarani, 2014:124) mengatakan bahwa kearifan lokal atau local genius adalah juga cultural identity ‘identitas budaya’ atau kepribadian budaya yang menyebabkan suku bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kemampuan sendiri. Artinya kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman dan belum tentu dialalami oleh masyarakat lain.

Menurut Balitbangsos Depsos RI (2005:5-15), kearifan lokal itu merupakan kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang tercemin dalam sikap, perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif di dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun nonmaterial) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Dari definisi di atas, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian- nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.

Kearifan lokal tercakup berbagai mekanisme dan cara untuk bersikap, berperilaku, dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tata sosial. Pada dasarnya, ada 5 (lima) dimensi kultural tentang kearifan lokal, yaitu pengetahuan lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, budaya lokal, dan proses sosial lokal.

Pengetahuan lokal bertautan dengan data dan informasi tentang karakter keunikan lokal serta pengetahuan dan pengalaman masyarakat untuk menghadapi masalah

(33)

dan kebutuhan serta solusinya. Budaya lokal bertautan dengan unsur-unsur kebudayaan yang telah terpolakan dan sekaligus sebagai tradisi lokal. Keterampilan lokal bertautan dengan keahlian dan kemapuan masyarakat setempat untuk menetapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh. Sumber lokal bertautan dengan ketersediaan akses, potensi dan sumber lokal yang unik. Proses sosial lokal bertautan dengan bagaimanakah masyarakat tertentu menjalankan fungsi-fungsinya, sistem tindakan sosial yang dilakukan, tata hubungan sosial diantara mereka, alat yang digunakan, serta kontrol sosial yang dilakukan.

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sibarani (2012:137).

Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Kearifan lokal akan tetap bertahan apabila masyarakat tetap mempertahankan serta melaksanakan pandangan, aturan, nilai,

KESEJAHTERAAN KEDAMAIAN

KEARIFAN LOKAL

 Kerja keras

 Disiplin

 Pendidikan

 Kesehatan

 Gotong royong

 Pengelolaan gender

 Pelestarian dan kreativitas Budaya

 Peduli lingkungan

 Kesopansantunan

 Kejujuran

 Kesetiakawanan sosial

 Kerukunan &

Penyelesaian konflik

 Komitmen

 Pikiran positif

 Rasa syukur

(34)

lokal semakin dilupakan oleh masyarakat, kearifan lokal yang terkandung semakin terlupakan dimana pada banyak kenyataan dimasyarakat banyak yang bahkan tidak lagi mengetahuai apa itu kearifan lokal dan kegunaanya untuk kehidupan mendatang dikarenakan masyarakat lebih memilih kehidupan yang lebih berkembang tanpa mementingkan kebudayaan maupun kearifan lokal.

Kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat banyak mengandung nilai luhur budaya bangsa, yang masih kuat menjadi identitas karakter warga masyarakatnya. Namun disisi lain, nilai kearifan lokal sering kali dinegasikan atau diabaikan, karena tidak sesuai dengan perkembangan zamannya.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh, dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau bagaimana cara melakukan dan membuat sesuatu. Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian merupakan cara yang ilmiah, karena memusatkan perhatian pada kebenaran ilmiah (scientific truth), akan tetapi mempertimbangkan cara-cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah itu, cara itu adalah penelitian ilmiah (scientific research) atau disebut dengan metodologi penelitian (Burhan Bungin, 2001:9).

3.1 Metode Dasar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

Menurut Bungin (2008:8) mengungkapkan penelitian kualitaif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan. Metode ini dilakukan agar dapat mengumpulkan dan menyajikan data secara faktual dan akurat mengenai fakta- fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan. Pertama permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual.

(36)

Kedua, pemilihan pendekatan ini di dasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data. Dari kedua alasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan.

3.2 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat mengenai objek yang akan di teliti penulis memperolehnya dari penelitian lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Karo.

Adapun lokasi penelitian pertama berada di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah karena di daerah ini masih ada masyarakat etnik Batak Pakpak yang melaksanakan tradisi mbengket bages dan terdapat tokoh-tokoh adat yang masih paham mengenai tradisi mbengket bages sebagai informan, sehingga dapat mempermudah penulis dalam mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan objek penelitian penulis.

Adapun lokasi penelitian kedua adalah Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Pertimbangan lokasi penelitian ini dianggap tepat karena desa ini merupakan desa budaya dan daerah ini masih melakukan tradisi mengket rumah mbaru. Di Desa Seberaya penduduknya pun mayoritas masyarakat Etnik Batak Karo, juga masih mudah dijumpai tokoh adat yang akan dijadikan sebagai informan untuk memudahkan penulis dalam melakukan pengumpulan data dan penelitian sesuai dengan objek penelitian.

(37)

3.3 Sumber Data Penelitian

Arikunto dalam Naharoh (2008:52) mengemukakan bahwa sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu :

1. Data Primer

a. Tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak.

b. Tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Data Sekunder

a. Orang (person) adalah tempat penelitian bertanya mengenai variabel yang diteliti.

b. Kertas (paper) adalah sebuah komponen, keterangan arsip, pedoman, surat keputusan (SK), dan lain sebagainya.

c. Tempat (place) adalah sumber data keadaan ditempat berlangsungnya kegiatan yang berhubungan dengan penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah :

1. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang dianggap penting yang diterima dari informan dan berhubungan dengan objek penelitian guna menunjang kelengkapan data dalam menyelesaikan penelitian ini.

(38)

2. Alat perekam (tape recorder) yang digunakan untuk mengindari ketinggalan informasi pada saat wawancara atau mencatat data yang sesuai dengan objek penelitian.

3. Kamera yang digunakan untuk mengambil gambar dari objek penelitian apabila saat melakukan penelitian ada pelaksanaan upacara adat tersebut.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pngumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam pengkajian data baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya. Maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data penelitian lapangan antara lain:

1. Metode observasi

Metode observasi yaitu penulis langsung kelapangan melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Metode observasi digunakan oleh peneliti untuk mengamati tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo. Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Alasan peneliti melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Metode Wawancara

Menurut Bungin (2001:133), metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Metode wawancara (Depth interview) digunakan untuk memproleh gambaran apa makna

(39)

yang terkandung pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, yang berada di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Karo, yang terdiri dari kepala desa, tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat umum.

3. Metode kepustakaan

Metode kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui buku-buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan.

Dalam metode ini penulis mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu.

Adapun langkah-langkah metode analisis data ini adalah sebagai berikut:

1. Merekam atau mendokumentasikan objek penelitian dari lapangan.

2. Menuliskan data dan menganalisis dari lapangan.

3. Data yang diperoleh diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

4. Setelah data diterjemahkan kemudian eliminasi data sesuai dengan objek penelitian yang diperlukan.

(40)

5. Data yang dieliminasi, kemudian didistribusikan sesuai dengan tahapan- tahapan objek penelitian.

6. Setelah didistribusikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang telah ditetapkan.

7. Membuat laporan.

Bagan landasan pola pikir

Perbandingan Tata Cara Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak Dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo

Kearifan Lokal

Teori Komparatif Teori Kearifan Lokal Teori Konteks Wacana

Kesimpulan

(41)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai mbengket bages etnik Batak Pakpak dan mengket rumah mbaru etnik Batak Karo yang bertujuan untuk (1). mendeskripsikan tahapan-tahapan, (2). perbedaan dan persamaan kedua tradisi tersebut, dan (3). nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan tahapan-tahapan dan diuraikan sebagai berikut.

4.1 Tahapan-Tahapan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo

Etnik Batak Pakpak mengenal tiga jenis rumah, yaitu : sapo-sapo ( rumah ladang), sapo ( rumah sederhana ), rumah ( rumah yang sudah termasuk bagus bentuk bangunannya). Mbengket bages/mendomi sapo adalah tradisi memasuki rumah baru. Untuk kategori rumah yang bagus bangunannya harus lengkap adat yang dilaksanakan dibandingkan sapo-sapo dan sapo tidak terlalu lengkap pelaksanaan adatnya.

Dalam etnik Batak Karo terdapat tiga jenis memasuki rumah baru, yaitu : miser-miser jabu, sumalin jabu, dan mengket rumah. Miser-miser jabu hanya melakukan runggu dan ngarak. Sumalin jabu melakukan runggu, ngarak, mbuka kunci dan acara hanya dilakukan di rumah yang baru saja. Mengket rumah bentuk

(42)

acara adatnya lebih lengkap dibandingkan dengan miser-miser jabu dan sumalin jabu.

4.1.1 Tahapan-Tahapan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak

Seminggu sebelum melaksanakan mbengket bages, sukut (pemilik rumah) terlebih dahulu memberikan undangan acara kepada sulang silima yaitu kula-kula (kula-kula bena niari, kula-kula simupus, dan kula-kula pengamati), dengngan sebeltek (dengngan sebeltek mpung, dengngan sebeltek bapa, dan dengngan sebeltek inang), dan anak beru (anak beru takal peggu, anak beru ekor peggu, dan anak beru ndiangkip/turang) bahwa ia akan memasuki rumah baru, agar sulang silima nantinya tahu melakukan apa yang menjadi hak dan kewajiban adatnya (luah) yang harus dibawa. Pada saat memberikan kabar undangan, sukut akan menentukan dan menanyakan kesediaan seseorang yang akan memandu acara (persinabul) didalam acara mbengket bages nanti. Karena syarat sebagai persinabul harus mengetahui adat dan tahapan mbengket bages, berasal dari pihak dengngan sebeltek, kalau tidak ada maka dari pihak anak beru, kalau juga tidak ada maka dari mengapul (tokoh adat). Pihak sukut juga akan mengundang tukang (pande), teman kerja, kerabat dekat, tetangga, kepala desa dan masyarakat sekitar.

Mbengket bages biasanya dilaksanakan pada pagi hari karena ada istilah

“ulang sanga goling mata niari, molo boi pekeke mataniari”, artinya “ jangan sampai matahari terjatuh, kalau bisa pada saat matahari terbangun”. Maka dianjurkan mbengket bages dilaksanakan pada pukul 6 pagi. Namun sehari sebelum acara mbengket bages, akan diadakan musyawarah yang sudah diberitahukan sukut

(43)

pada saat memberikan kabar undangan untuk membicarakan bentuk pelaksanaan acara dan tahapannya. Dari hasil penelitian ini penulis menemukan 11 tahapan pada tradisi mbengket bages yaitu : (1). Tenggo raja, (2). menulak tukkang, (3). nuan si tellu bage, (4). mbuka konci, (5). pengamakken belagen, (6). mangan nditak ginaburen, (7). mersendihi, (8). cabingken/merre oles, (9). merre manuk tuk dan ikan simalum-malum, (10). rebbak mangan, (11). peddah. Dari ke-11 tahapan tersebut akan diurakan sebagai berikut :

4.1.1.1 Tenggo Raja

Sehari sebelum mbengket bages/mendomi sapo, ada acara yang dilakukan yaitu mertuptup/runggu (musyawarah) dirumah baru sukut, biasanya musyawarah ini dimulai pada malam hari. Pihak-pihak yang terlibat di dalam musyawarah ini yaitu persinabul, sukut, dengngan sebeltek, dan anak beru. Kula-kula tidak diwajibkan untuk ikut berpartisipasi dalam acara ini. Namun sekarang ini mertuptup/runggu diistilahkan dengan tenggoraja yang berasal dari tenggo artinya panggil dan raja. Makna panggilan raja adalah tidak bisa ditolak lagi, akan tetapi maknanya sama dengan musyawarah pada etnik Batak Pakpak.

Adapun yang dibicarakan didalam tenggo raja ini yaitu mengingatkan kembali kepada pihak yang hadir tentang hak dan kewajibannya didalam adat, membicarakan bentuk pelaksanaan awal acara sampai akhir acara, menentukan penerima tamu dari pihak anak beru untuk mencatat tamu yang hadir dan mengumpulkan luah, menentukan siapa yang akan memasangkan lambe-lambe dari pihak anak beru disekitar atap rumah baru karena lambe-lambe sebagai tanda memasuki rumah baru dan melambangkan sukacita yang biasa dilakukan ketika musyawarah telah selesai, memperkirakan tamu undangan yang akan hadir agar

(44)

dapat mempersiapkan peralatan, perlengkapan, dan konsumsi yang dibutuhkan dan segera membentuk pembagian tugas yang disebut dengan perkebbas. Dalam perkebbas ini biasanya beberapa masyarakat sekitar dan tetangga juga turut hadir untuk membantu mempersiapkan acara. Semua hal itu dibicarakan agar pelaksanaan mbengket bages dapat berjalan dengan baik dan penuh dengan persiapan. Apabila seluruh pihak sudah hadir, maka perinabul anak membuka pembicaraan di dalam musyawarah tersebut dengan cara santun.

persinabul : Njuah-njuah man banta karina, nggo ma ngo kita pulung kita karina termasuk dengngan sebeltek dekket anak beru isen?.

‘Salam sejahtera untuk kita semua, apakah semua sudah berkumpul termasuk dengngan sebeltek dan anak beru ?’.

Dengngan Sebeltek : Ue, enggo roh.

‘Iya, sudah datang’ .

persinabul : Molo bagi boi arahken ke karina masuk mi sapo en, asa kita merunggu asa si bettoh kade ulanta geneb, ulang sanganan bernginsu sidung runggu nta en, oda ma kita lejja.

‘Kalau begitu arahkanlah semuanyauntuk masuk kedalam ruah, agar kitamulai musyawarah dan tahu membagi tugas untuk mempersiapkan acara ini, jangan sampai terlalu malam kita selesai musyawarah dan tidak terlalu lelah nantinya’.

Anak Beru : Ue, asa idiloi kami masuk karinana mi sapo.

(45)

‘Baiklah, biar kami panggil mereka masuk ke rumah’.

4.1.1.2 Menulak Tukkang

Pada tahap ini acaranya dimulai pada pagi hari berkisar jam 6 pagi di rumah baru sukut. Menulak tukkang yaitu serah terima antara sukut dan pande (tukang). Pada saat pande (tukang) sudah duduk di atas amak mbentar (tikar pandan putih), pihak sukut terlebih dahulu akan memberikan nakan roroh mersendihi, memberikan oles, dan memberikan upah tambahan kepada pande yang bertujuan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada pande karena telah menyelesaikan membangun rumah juga sebagai ucapan maaf apabila ada kekurangan maupun kesalahan ketika melayani pande. Setelah itu pande mengucapakan permintaan maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam membangun rumah sembari meyerahkan kunci rumah tersebut kepada sukut dengan mendoakan agar sukut sehat-sehat dan di datangkan rezeki memasuki rumah baru. Ini dilakukan agar tidak ada lagi kesalahpahaman dan saling memaafkan apabila terdapat kekurangan dari kedua pihak.

Sukut : En mo turang nakan simalum-malum, kerna nggo ke i leja-leja kami lako memahan sapo nta en. Sai sehat-sehat mo ke karinana bagi ma pe kami ki masuki sapo nta en, sai ndauh mo hali dekket habat mendahi kita meradu karinana.

‘Inilah turang kami serahkan nakan simalum-malum, karena sudah banyak tenaga dan pikiran kalian terkuras untuk membangun rumah kita ini. Semoga sehat-sehatlah kalian semua dan begitu pula dengan kami yang memasuki rumah baru ini, semoga dijauhkanlah kita semuanya dari marabahaya”.

(46)

Pande : Yah en mo tuhu, nggo ku pangan nakan si ni bereken ndene. Sai sehat- sehat mo ke tuhu mengiani sapo en mi juma mi rumah, janah pe bage naik mataniari en mo penaik rezeki ndene i sen nai soh mi podi ni ari.

‘Ya begitulah, sudah kuterima makanan yang kalian berikan tadi. Sehat- sehatlah kalian menempati rumah ini walaupun pergi kemana saja, juga seperti matahari terbitlah lancarnya rezeki kalian sampai kemudian hari’.

4.1.1.3 Nuan Si Telu Bage

Pada saat sulang silimadan semua tamu undangan sudah hadir, persinabul mengarahkan semuanya untuk berkumpul didepan rumah untuk melaksanakan acara pertama yaitu nuan si telu bage.Kula-kula simupus akan menanam 3 jenis tanaman di luar rumah dekat dengan sudut belakang kamar sukut. 3 jenis tanaman tersebut yaitu: sangkah sampilit yang bertujuan untuk menangkal hal jahat dan wabah penyakit, silinjuhang yang bermakna harus tetap berjuang dalam suka dan duka, turbangen yang bertujuan sebagai obat untuk rumah itu. Kula-kula simupus memaknai dengan menanam tiga jenis tanaman sebagai penangkal dan pelindung bagi sukut dan rumah tersebut agar kehidupan mereka damai dan sejahtera. Setelah itu kula-kula simupus mengatakan maksud dan tujuan menanam 3 jenis tanaman tersebut kepada sukut dengan tegas dan penuh harap.

Kula-kula simupus : En mo enggo i suan kami si telu bage, i mo sangkah sampilit asa pilit mo pinakit roh mendahi ke, asa sehat-sehat mo ke isen. Bagi ma silinjuhang, asa lalap mo kene boi menghadapi hali engket habat asa murahna mo rezeki ndene. Bagi ma

(47)

engket turbangen en, asa malum mo tuhu perukuren engket perdagingen ndene mengianken sapo ndene en.

‘Ini sudah kamitanamkan 3 jenis tanaman di dekat, rumah kalian, itulah sangkah sampilit agar dijauhkanlah kalian dari penyakit dan sehat selalu. Begitu juga dengan silinjuhang agar tetaplah kalian berjuang di rumah ini walaupun suka maupun duka dan dilancarkan rezeki. Begitu juga dengan turbangen, agar tentram dan nyamanlah jiwa dan raga kalian menempati rumah ini’.

4.1.1.4 Mbuka Konci

Mbuka kunci yaitu pelaksaan pembukaan rumah yang dilakukan oleh kula- kula simupus dan persinabu lmengarahkan sukut agar menyerahkan kunci rumah tersebut kepada kula-kula simupus. Dimana kunci tersebut diletakkan diatas piring yang dilapisi oleh selampis, beras, dan sedikit air yang bermakna kesucian.

Persinabul mempersilahkan kula-kula simupus sebagai orang yang pertama membuka kunci rumah tersebut dengan tujuan agar kula-kula simupus mendoakan rumah tersebut dan berkat doa kula-kula simupus jugalah sehingga sukut dapat membangun rumah baru. Hal ini dikarenakan etnik Batak Pakpak meyakini bahwa doa kula-kula akan terkabul, karena ia diyakini sebagai tuhan yag tampak.

Persinabul : Selanjutna, berreken kene mo sukut konci ni sapo nta en mi kula-kula nta, asa i pasu-pasu kula-kula dekket ki bukaken pintu sapo nta en.

(48)

‘Untuk acara selanjutnya, kami berikan kesempatan kepada sukut untuk memberikan kunci rumah ini kepada kula-kula simupus. Agar beliau yang mendoakan dan membukakan pintu ini nantinya’.

Kula- kula simupus : Konci mo karina si nggara-nggara, konci mo tuhu karina pinakit, konci mo karina hali habat, sai konci mo ukur ndeba jahat.

‘Kuncilah semua yang kurang baik, kuncilah penyakit, kuncilah semua marabahaya, dan kuncilah niat hati yang jahat’.

Kula-kula simupus mengucapkan itu pada saat mengunci dan menutup pintu rumah tersebut sebagai simbol agar semua hal buruk terkunci.

Kula-kula simupus : Terbuka mo rezeki ndene mi jolo en, sai roh mo lalap kemenden mendahi kene.

‘Terbukalah rezeki kalian dan seterusnya, agar selalu dang hal yang baik kepada kalian’.

Kula-kula simupus mengucapkan itu ketika membuka pintu yang tertutup dan terkunci sebagai simbol agar semua hal baik terbuka. Lalu para tamu undangan mengucapkan “i mo tuhu” yang dapat diartikan sebagai “betullah itu” ataupun

“amin”.

4.1.1.5 Pengamakken Belagen

Setelah pintu terbuka pada saat selesai acara mbuka konci, kula-kula simupus langsung membentangkan amak mbentar (tikar pandan putih) atau disebut

(49)

pengamakken belagen. Pengamakken belagen adalah pembentangan tikar pandan putih (amak mbentar ) di dalam rumah baru yang di lakukan oleh kula-kula simupus ketika pintu sudah terbuka, yang mana amak mbentar itu melambangkan kebahagiaan dan kebaikan. Dan mempersilahkan anak berunya (sukut) untuk duduk di amak mbentar yang telah dibentangkannya.

Kula-kula simupus : Kundul mo kene i dates amak si mbentar en asa lalap roh mo kemenden mendahi kene.

‘Duduklah kalian di atas tikar pandan putih ini agar selalu datang kebaikan menghampiri kalian’.

Setelah sukut masuk kedalam rumah dan duduk di amak mbentar itu, protokol mempersilahkan seluruh tamu undangan yang hadir masuk kedalam rumah baru. Selanjutnya kula-kula simupus melanjutkan dengan mengkicik beras pihir, yaitu beras yang ada di dalam kembal selampis. Beras pihir akan di letakkan di atas kepala sukut dan sebagian akan di hempaskan ke area ruangan rumah sebanyak tiga kali sembari mengucap njuah-njuah, karena beras pihir yang diletakkan kula-kula simupus di atas kepala pihak sukut bermakna kesucian dan keteguhan. Hal ini dilakukan agar jiwa dan rumah pihak sukut kembali suci dan hal buruk pergi darinya.

Kula-kula simupus : Pihir mo tendi ndene bage pihir ni beras en asa sehat-sehat mo ke njuah-njuah ke sai murah mo rezeki ndene i ari en soh mi podi ari.

‘Kuat dan suci lah jiwa kalian seperti beras ini supaya sehat dan selamat kalian, dimurahkan juga rezeki kalian dari hari ini sampai seterusnya’.

(50)

4.1.1.6 Mangan Nditak Ginaburen

Nditak ginaburan adalah salah satu makanan ciri khas etnik Batak Pakpak yang terbuat dari beras, kelapa, dan gula merah yang sudah di satukan dan dibentuk seperti bentuk kepalan tangan 5 jari yang melambangkan persatuan dan kemakmuran. Pada saat pagi hari menjelang siang, nditak ginaburan ini dihidangkan sebagai makanan pembuka yang sudah disiapkan oleh anak beru pada saat seluruh tamu/pihak yang hadir sudah berada di dalamrumah.

Pada acara ini sukut akan memberikan sebuah ucapan kepada seluruh tamu yang hadir pada saat mempersilahkan untuk memakan nditak ginaburan, dari makanan khas etnik Batak Pakpak ini sukut berharap dengan memakannya dapat menyatukan seluruh jiwa yang hadir dan keinginan baik yang ada didalam hati dapat tercapai.

Sukut : Mendahi anak beru kami, lias ate mo i dokken kami mendahi kene, karna nggo i pepada ke nditak en. Karna nggo mo i jolonta nditak si panganenta, asa rebak-rebak mo kita kipangan asa mersada mo tendinta bage nditak en,asa gabur mo karina si nuan-nuanta, asa gabur karina si niula berkat i rumah i nai.

‘Untuk anak beru kami, terima kasih kami ucapkan karena sudah menyediakan nditak ini. Berhubung nditak sudah sedia di hadapan kita, maka mari sama-sama kita memakannya, agar bersatu jiwa kita seperti nditak ini, agar subur semua tanaman kita,agar niat baik kita berangkat dari rumah dapat tercapai’.

Lalu seluruh tamu mengucapkan “I mo tuhu”.

(51)

4.1.1.7 Mersendihi

Pada saat hari sudah menjelang siang, selanjutnya sukut akan memberikan nakan mersendihi. Mersendihi yaitu daging kerbau/kambing/babi/ayam yang sudah dipotong-potong dan dimasak namun seluruh organ nya harus tetap utuh. Untuk daging mersendihi ini tergantung dari kesanggupan sukut. Mersendihi ini pada umumnya diletakkan diatas piring dan dialasi selampis dengan sepiring nasidan sukut memberikan mersendihi tersebut ke seluruh kula-kula yang hadir, namun terlebih dahulu kepada kula-kula simupus dan kula-kula bena. Sukut memberikan nakan mersendihi sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada kula-kula simupus karena sudah mendoakan mereka dan rumah sukut. Untuk kula-kula lainnya, sukut tidak memasangkan oles, hanya menyerahkannya saja.

Persinabul : Nggo mo sidung kita ki pangan nditak en, asa tuhu mo mersada tendinta kita karinana. I mo langkah selanjutna asa sukut mereken sendihi mi kula-kula i.

‘Selesai sudah kita bersama-sama makan nditakginaburen, semoga betulah bersatu jiwa kita semuanya. Selanjutnya kami persilahkan sukut agar memberikan mersendihi kepada kula-kula’.

Sukut : Mendahi kula-kula nami, lias ate mbue mo i dokken kami mendahi kene, karena pasu-pasu ndene mo i kula-kula nami asa boi ibahan kami sapo nta en, jadi en mo ibereken kami pangan si mersendihi, en mo kessa terberre kami mendahi kene i.

‘Untuk kula-kula kami, terima kasih kami ucapkan karena berkat doa kula-kula kamilah makanya bisa kami membangun rumah baru ini, ini sudah kami buatkan makanan mersendihi untuk kula-kula

Referensi

Dokumen terkait

E-LKPD berbasis kearifan lokal tradisi batimung yang dikembangkan berdasarkan model ADDIE dimulai dengan tahapan Analyze yang meliputi analisis awal, analisis tugas, dan analisis materi

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan mendeskripsikan biodiversitas yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan Lapet kemudian menghubungkan kajian biodiversitas