• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Teori yang digunakan

2.3.3 Teori Kearifan Lokal

Manusia memiliki dua ruang interaksi yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial. Kedua ruang interaksi itu menghasilkan nilai dan norma budaya yang luhur dalam menata kehidupan masyarakat. Nilai dan norma budaya tersebut

setempat pada komunitasnya dan yang berbeda dengan nilai budaya pada komunitas lainnya.

Soebadio (Sibarani, 2014:124) mengatakan bahwa kearifan lokal atau local genius adalah juga cultural identity ‘identitas budaya’ atau kepribadian budaya yang menyebabkan suku bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kemampuan sendiri. Artinya kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman dan belum tentu dialalami oleh masyarakat lain.

Menurut Balitbangsos Depsos RI (2005:5-15), kearifan lokal itu merupakan kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang tercemin dalam sikap, perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif di dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun nonmaterial) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Dari definisi di atas, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.

Kearifan lokal tercakup berbagai mekanisme dan cara untuk bersikap, berperilaku, dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tata sosial. Pada dasarnya, ada 5 (lima) dimensi kultural tentang kearifan lokal, yaitu pengetahuan lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, budaya lokal, dan proses sosial lokal.

Pengetahuan lokal bertautan dengan data dan informasi tentang karakter keunikan lokal serta pengetahuan dan pengalaman masyarakat untuk menghadapi masalah

dan kebutuhan serta solusinya. Budaya lokal bertautan dengan unsur-unsur kebudayaan yang telah terpolakan dan sekaligus sebagai tradisi lokal. Keterampilan lokal bertautan dengan keahlian dan kemapuan masyarakat setempat untuk menetapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh. Sumber lokal bertautan dengan ketersediaan akses, potensi dan sumber lokal yang unik. Proses sosial lokal bertautan dengan bagaimanakah masyarakat tertentu menjalankan fungsi-fungsinya, sistem tindakan sosial yang dilakukan, tata hubungan sosial diantara mereka, alat yang digunakan, serta kontrol sosial yang dilakukan.

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sibarani (2012:137).

Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Kearifan lokal akan tetap bertahan apabila masyarakat tetap mempertahankan serta melaksanakan pandangan, aturan, nilai,

KESEJAHTERAAN

lokal semakin dilupakan oleh masyarakat, kearifan lokal yang terkandung semakin terlupakan dimana pada banyak kenyataan dimasyarakat banyak yang bahkan tidak lagi mengetahuai apa itu kearifan lokal dan kegunaanya untuk kehidupan mendatang dikarenakan masyarakat lebih memilih kehidupan yang lebih berkembang tanpa mementingkan kebudayaan maupun kearifan lokal.

Kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat banyak mengandung nilai luhur budaya bangsa, yang masih kuat menjadi identitas karakter warga masyarakatnya. Namun disisi lain, nilai kearifan lokal sering kali dinegasikan atau diabaikan, karena tidak sesuai dengan perkembangan zamannya.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh, dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau bagaimana cara melakukan dan membuat sesuatu. Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian merupakan cara yang ilmiah, karena memusatkan perhatian pada kebenaran ilmiah (scientific truth), akan tetapi mempertimbangkan cara-cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah itu, cara itu adalah penelitian ilmiah (scientific research) atau disebut dengan metodologi penelitian (Burhan Bungin, 2001:9).

3.1 Metode Dasar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

Menurut Bungin (2008:8) mengungkapkan penelitian kualitaif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan. Metode ini dilakukan agar dapat mengumpulkan dan menyajikan data secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan. Pertama permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual.

Kedua, pemilihan pendekatan ini di dasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data. Dari kedua alasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan.

3.2 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat mengenai objek yang akan di teliti penulis memperolehnya dari penelitian lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Karo.

Adapun lokasi penelitian pertama berada di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah karena di daerah ini masih ada masyarakat etnik Batak Pakpak yang melaksanakan tradisi mbengket bages dan terdapat tokoh-tokoh adat yang masih paham mengenai tradisi mbengket bages sebagai informan, sehingga dapat mempermudah penulis dalam mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan objek penelitian penulis.

Adapun lokasi penelitian kedua adalah Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Pertimbangan lokasi penelitian ini dianggap tepat karena desa ini merupakan desa budaya dan daerah ini masih melakukan tradisi mengket rumah mbaru. Di Desa Seberaya penduduknya pun mayoritas masyarakat Etnik Batak Karo, juga masih mudah dijumpai tokoh adat yang akan dijadikan sebagai informan untuk memudahkan penulis dalam melakukan pengumpulan data dan penelitian sesuai dengan objek penelitian.

3.3 Sumber Data Penelitian

Arikunto dalam Naharoh (2008:52) mengemukakan bahwa sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu :

1. Data Primer

a. Tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak.

b. Tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Data Sekunder

a. Orang (person) adalah tempat penelitian bertanya mengenai variabel yang diteliti.

b. Kertas (paper) adalah sebuah komponen, keterangan arsip, pedoman, surat keputusan (SK), dan lain sebagainya.

c. Tempat (place) adalah sumber data keadaan ditempat berlangsungnya kegiatan yang berhubungan dengan penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah :

1. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang dianggap penting yang diterima dari informan dan berhubungan dengan objek penelitian guna menunjang kelengkapan data dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Alat perekam (tape recorder) yang digunakan untuk mengindari ketinggalan informasi pada saat wawancara atau mencatat data yang sesuai dengan objek penelitian.

3. Kamera yang digunakan untuk mengambil gambar dari objek penelitian apabila saat melakukan penelitian ada pelaksanaan upacara adat tersebut.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pngumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam pengkajian data baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya. Maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data penelitian lapangan antara lain:

1. Metode observasi

Metode observasi yaitu penulis langsung kelapangan melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Metode observasi digunakan oleh peneliti untuk mengamati tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo. Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Alasan peneliti melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Metode Wawancara

Menurut Bungin (2001:133), metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Metode wawancara (Depth interview) digunakan untuk memproleh gambaran apa makna

yang terkandung pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, yang berada di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Karo, yang terdiri dari kepala desa, tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat umum.

3. Metode kepustakaan

Metode kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui buku-buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan.

Dalam metode ini penulis mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu.

Adapun langkah-langkah metode analisis data ini adalah sebagai berikut:

1. Merekam atau mendokumentasikan objek penelitian dari lapangan.

2. Menuliskan data dan menganalisis dari lapangan.

3. Data yang diperoleh diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

4. Setelah data diterjemahkan kemudian eliminasi data sesuai dengan objek penelitian yang diperlukan.

5. Data yang dieliminasi, kemudian didistribusikan sesuai dengan tahapan-tahapan objek penelitian.

6. Setelah didistribusikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang telah ditetapkan.

7. Membuat laporan.

Bagan landasan pola pikir

Perbandingan Tata Cara Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak Dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo

Kearifan Lokal

Teori Komparatif Teori Kearifan Lokal Teori Konteks Wacana

Kesimpulan

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai mbengket bages etnik Batak Pakpak dan mengket rumah mbaru etnik Batak Karo yang bertujuan untuk (1). mendeskripsikan tahapan-tahapan, (2). perbedaan dan persamaan kedua tradisi tersebut, dan (3). nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan tahapan-tahapan dan diuraikan sebagai berikut.

4.1 Tahapan-Tahapan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak dan Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo

Etnik Batak Pakpak mengenal tiga jenis rumah, yaitu : sapo-sapo ( rumah ladang), sapo ( rumah sederhana ), rumah ( rumah yang sudah termasuk bagus bentuk bangunannya). Mbengket bages/mendomi sapo adalah tradisi memasuki rumah baru. Untuk kategori rumah yang bagus bangunannya harus lengkap adat yang dilaksanakan dibandingkan sapo-sapo dan sapo tidak terlalu lengkap pelaksanaan adatnya.

Dalam etnik Batak Karo terdapat tiga jenis memasuki rumah baru, yaitu : miser-miser jabu, sumalin jabu, dan mengket rumah. Miser-miser jabu hanya melakukan runggu dan ngarak. Sumalin jabu melakukan runggu, ngarak, mbuka kunci dan acara hanya dilakukan di rumah yang baru saja. Mengket rumah bentuk

acara adatnya lebih lengkap dibandingkan dengan miser-miser jabu dan sumalin jabu.

4.1.1 Tahapan-Tahapan Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak

Seminggu sebelum melaksanakan mbengket bages, sukut (pemilik rumah) terlebih dahulu memberikan undangan acara kepada sulang silima yaitu kula-kula (kula-kula bena niari, kula-kula simupus, dan kula-kula pengamati), dengngan sebeltek (dengngan sebeltek mpung, dengngan sebeltek bapa, dan dengngan sebeltek inang), dan anak beru (anak beru takal peggu, anak beru ekor peggu, dan anak beru ndiangkip/turang) bahwa ia akan memasuki rumah baru, agar sulang silima nantinya tahu melakukan apa yang menjadi hak dan kewajiban adatnya (luah) yang harus dibawa. Pada saat memberikan kabar undangan, sukut akan menentukan dan menanyakan kesediaan seseorang yang akan memandu acara (persinabul) didalam acara mbengket bages nanti. Karena syarat sebagai persinabul harus mengetahui adat dan tahapan mbengket bages, berasal dari pihak dengngan sebeltek, kalau tidak ada maka dari pihak anak beru, kalau juga tidak ada maka dari mengapul (tokoh adat). Pihak sukut juga akan mengundang tukang (pande), teman kerja, kerabat dekat, tetangga, kepala desa dan masyarakat sekitar.

Mbengket bages biasanya dilaksanakan pada pagi hari karena ada istilah

“ulang sanga goling mata niari, molo boi pekeke mataniari”, artinya “ jangan sampai matahari terjatuh, kalau bisa pada saat matahari terbangun”. Maka dianjurkan mbengket bages dilaksanakan pada pukul 6 pagi. Namun sehari sebelum acara mbengket bages, akan diadakan musyawarah yang sudah diberitahukan sukut

pada saat memberikan kabar undangan untuk membicarakan bentuk pelaksanaan acara dan tahapannya. Dari hasil penelitian ini penulis menemukan 11 tahapan pada tradisi mbengket bages yaitu : (1). Tenggo raja, (2). menulak tukkang, (3). nuan si tellu bage, (4). mbuka konci, (5). pengamakken belagen, (6). mangan nditak ginaburen, (7). mersendihi, (8). cabingken/merre oles, (9). merre manuk tuk dan ikan simalum-malum, (10). rebbak mangan, (11). peddah. Dari ke-11 tahapan tersebut akan diurakan sebagai berikut :

4.1.1.1 Tenggo Raja

Sehari sebelum mbengket bages/mendomi sapo, ada acara yang dilakukan yaitu mertuptup/runggu (musyawarah) dirumah baru sukut, biasanya musyawarah ini dimulai pada malam hari. Pihak-pihak yang terlibat di dalam musyawarah ini yaitu persinabul, sukut, dengngan sebeltek, dan anak beru. Kula-kula tidak diwajibkan untuk ikut berpartisipasi dalam acara ini. Namun sekarang ini mertuptup/runggu diistilahkan dengan tenggoraja yang berasal dari tenggo artinya panggil dan raja. Makna panggilan raja adalah tidak bisa ditolak lagi, akan tetapi maknanya sama dengan musyawarah pada etnik Batak Pakpak.

Adapun yang dibicarakan didalam tenggo raja ini yaitu mengingatkan kembali kepada pihak yang hadir tentang hak dan kewajibannya didalam adat, membicarakan bentuk pelaksanaan awal acara sampai akhir acara, menentukan penerima tamu dari pihak anak beru untuk mencatat tamu yang hadir dan mengumpulkan luah, menentukan siapa yang akan memasangkan lambe-lambe dari pihak anak beru disekitar atap rumah baru karena lambe-lambe sebagai tanda memasuki rumah baru dan melambangkan sukacita yang biasa dilakukan ketika musyawarah telah selesai, memperkirakan tamu undangan yang akan hadir agar

dapat mempersiapkan peralatan, perlengkapan, dan konsumsi yang dibutuhkan dan segera membentuk pembagian tugas yang disebut dengan perkebbas. Dalam perkebbas ini biasanya beberapa masyarakat sekitar dan tetangga juga turut hadir untuk membantu mempersiapkan acara. Semua hal itu dibicarakan agar pelaksanaan mbengket bages dapat berjalan dengan baik dan penuh dengan persiapan. Apabila seluruh pihak sudah hadir, maka perinabul anak membuka pembicaraan di dalam musyawarah tersebut dengan cara santun.

persinabul : Njuah-njuah man banta karina, nggo ma ngo kita pulung kita karina termasuk dengngan sebeltek dekket anak beru isen?.

‘Salam sejahtera untuk kita semua, apakah semua sudah berkumpul termasuk dengngan sebeltek dan anak beru ?’.

Dengngan Sebeltek : Ue, enggo roh.

‘Iya, sudah datang’ .

persinabul : Molo bagi boi arahken ke karina masuk mi sapo en, asa kita merunggu asa si bettoh kade ulanta geneb, ulang sanganan bernginsu sidung runggu nta en, oda ma kita lejja.

‘Kalau begitu arahkanlah semuanyauntuk masuk kedalam ruah, agar kitamulai musyawarah dan tahu membagi tugas untuk mempersiapkan acara ini, jangan sampai terlalu malam kita selesai musyawarah dan tidak terlalu lelah nantinya’.

Anak Beru : Ue, asa idiloi kami masuk karinana mi sapo.

‘Baiklah, biar kami panggil mereka masuk ke rumah’.

4.1.1.2 Menulak Tukkang

Pada tahap ini acaranya dimulai pada pagi hari berkisar jam 6 pagi di rumah baru sukut. Menulak tukkang yaitu serah terima antara sukut dan pande (tukang). Pada saat pande (tukang) sudah duduk di atas amak mbentar (tikar pandan putih), pihak sukut terlebih dahulu akan memberikan nakan roroh mersendihi, memberikan oles, dan memberikan upah tambahan kepada pande yang bertujuan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada pande karena telah menyelesaikan membangun rumah juga sebagai ucapan maaf apabila ada kekurangan maupun kesalahan ketika melayani pande. Setelah itu pande mengucapakan permintaan maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam membangun rumah sembari meyerahkan kunci rumah tersebut kepada sukut dengan mendoakan agar sukut sehat-sehat dan di datangkan rezeki memasuki rumah baru. Ini dilakukan agar tidak ada lagi kesalahpahaman dan saling memaafkan apabila terdapat kekurangan dari kedua pihak.

Sukut : En mo turang nakan simalum-malum, kerna nggo ke i leja-leja kami lako memahan sapo nta en. Sai sehat-sehat mo ke karinana bagi ma pe kami ki masuki sapo nta en, sai ndauh mo hali dekket habat mendahi kita meradu karinana.

‘Inilah turang kami serahkan nakan simalum-malum, karena sudah banyak tenaga dan pikiran kalian terkuras untuk membangun rumah kita ini. Semoga sehat-sehatlah kalian semua dan begitu pula dengan kami yang memasuki rumah baru ini, semoga dijauhkanlah kita semuanya dari marabahaya”.

Pande : Yah en mo tuhu, nggo ku pangan nakan si ni bereken ndene. Sai sehat-sehat mo ke tuhu mengiani sapo en mi juma mi rumah, janah pe bage naik mataniari en mo penaik rezeki ndene i sen nai soh mi podi ni ari.

‘Ya begitulah, sudah kuterima makanan yang kalian berikan tadi. Sehat-sehatlah kalian menempati rumah ini walaupun pergi kemana saja, juga seperti matahari terbitlah lancarnya rezeki kalian sampai kemudian hari’.

4.1.1.3 Nuan Si Telu Bage

Pada saat sulang silimadan semua tamu undangan sudah hadir, persinabul mengarahkan semuanya untuk berkumpul didepan rumah untuk melaksanakan acara pertama yaitu nuan si telu bage.Kula-kula simupus akan menanam 3 jenis tanaman di luar rumah dekat dengan sudut belakang kamar sukut. 3 jenis tanaman tersebut yaitu: sangkah sampilit yang bertujuan untuk menangkal hal jahat dan wabah penyakit, silinjuhang yang bermakna harus tetap berjuang dalam suka dan duka, turbangen yang bertujuan sebagai obat untuk rumah itu. Kula-kula simupus memaknai dengan menanam tiga jenis tanaman sebagai penangkal dan pelindung bagi sukut dan rumah tersebut agar kehidupan mereka damai dan sejahtera. Setelah itu kula-kula simupus mengatakan maksud dan tujuan menanam 3 jenis tanaman tersebut kepada sukut dengan tegas dan penuh harap.

Kula-kula simupus : En mo enggo i suan kami si telu bage, i mo sangkah sampilit asa pilit mo pinakit roh mendahi ke, asa sehat-sehat mo ke isen. Bagi ma silinjuhang, asa lalap mo kene boi menghadapi hali engket habat asa murahna mo rezeki ndene. Bagi ma

engket turbangen en, asa malum mo tuhu perukuren engket perdagingen ndene mengianken sapo ndene en.

‘Ini sudah kamitanamkan 3 jenis tanaman di dekat, rumah kalian, itulah sangkah sampilit agar dijauhkanlah kalian dari penyakit dan sehat selalu. Begitu juga dengan silinjuhang agar tetaplah kalian berjuang di rumah ini walaupun suka maupun duka dan dilancarkan rezeki. Begitu juga dengan turbangen, agar tentram dan nyamanlah jiwa dan raga kalian menempati rumah ini’.

4.1.1.4 Mbuka Konci

Mbuka kunci yaitu pelaksaan pembukaan rumah yang dilakukan oleh kula-kula simupus dan persinabu lmengarahkan sukut agar menyerahkan kunci rumah tersebut kepada kula-kula simupus. Dimana kunci tersebut diletakkan diatas piring yang dilapisi oleh selampis, beras, dan sedikit air yang bermakna kesucian.

Persinabul mempersilahkan kula-kula simupus sebagai orang yang pertama membuka kunci rumah tersebut dengan tujuan agar kula-kula simupus mendoakan rumah tersebut dan berkat doa kula-kula simupus jugalah sehingga sukut dapat membangun rumah baru. Hal ini dikarenakan etnik Batak Pakpak meyakini bahwa doa kula-kula akan terkabul, karena ia diyakini sebagai tuhan yag tampak.

Persinabul : Selanjutna, berreken kene mo sukut konci ni sapo nta en mi kula-kula nta, asa i pasu-pasu kula-kula dekket ki bukaken pintu sapo nta en.

‘Untuk acara selanjutnya, kami berikan kesempatan kepada sukut untuk memberikan kunci rumah ini kepada kula-kula simupus. Agar beliau yang mendoakan dan membukakan pintu ini nantinya’.

Kula- kula simupus : Konci mo karina si nggara-nggara, konci mo tuhu karina pinakit, konci mo karina hali habat, sai konci mo ukur ndeba jahat.

‘Kuncilah semua yang kurang baik, kuncilah penyakit, kuncilah semua marabahaya, dan kuncilah niat hati yang jahat’.

Kula-kula simupus mengucapkan itu pada saat mengunci dan menutup pintu rumah tersebut sebagai simbol agar semua hal buruk terkunci.

Kula-kula simupus : Terbuka mo rezeki ndene mi jolo en, sai roh mo lalap kemenden mendahi kene.

‘Terbukalah rezeki kalian dan seterusnya, agar selalu dang hal yang baik kepada kalian’.

Kula-kula simupus mengucapkan itu ketika membuka pintu yang tertutup dan terkunci sebagai simbol agar semua hal baik terbuka. Lalu para tamu undangan mengucapkan “i mo tuhu” yang dapat diartikan sebagai “betullah itu” ataupun

“amin”.

4.1.1.5 Pengamakken Belagen

Setelah pintu terbuka pada saat selesai acara mbuka konci, kula-kula simupus langsung membentangkan amak mbentar (tikar pandan putih) atau disebut

pengamakken belagen. Pengamakken belagen adalah pembentangan tikar pandan putih (amak mbentar ) di dalam rumah baru yang di lakukan oleh kula-kula simupus ketika pintu sudah terbuka, yang mana amak mbentar itu melambangkan kebahagiaan dan kebaikan. Dan mempersilahkan anak berunya (sukut) untuk duduk

pengamakken belagen. Pengamakken belagen adalah pembentangan tikar pandan putih (amak mbentar ) di dalam rumah baru yang di lakukan oleh kula-kula simupus ketika pintu sudah terbuka, yang mana amak mbentar itu melambangkan kebahagiaan dan kebaikan. Dan mempersilahkan anak berunya (sukut) untuk duduk

Dokumen terkait