• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Sebagai arsip dan memberikan informasi pembelajaran tentang tata cara tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo kepada masyarakat luas, khususnya etnik Batak Pakpak, etnik Batak Karo, dan juga terhadap mahasiswa Sastra Batak.

3. Memberikan informasi pembelajaran dan pengetahuan mengenai perbedaan dan persamaan serta ciri khas pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo kepada masyarakat luas untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung pada tradisi kedua etnik tersebut.

4. Menambah wawasan penulis dan pembaca dalam melestarikan dan mempelajari tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang bersumber dari pendapat para ahli, pengalaman penelitian, dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari sumber bacaan yang digunakan penulis sebagai kerangka landasan berfikir, bahan panduan dan perbandingan berupa buku, majalah, jurnal dan berita dari situs internet yang relevan dengan judul skripsi ini, untuk mendukung informasi yang penulis butuhkan dalam menyusun karya ilmiah. Adapun buku yang menjadi acuan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah:

1. Sibarani (2014), berjudul “Kearifan Lokal Hakikat, Peran, Dan Metode Tradisi Lisan”. Buku ini menjelaskan tentang tradisi lisan yang ada di etnik di Indonesia yang berisi nilai dan norma budaya. Dalam hal ini tradisi budaya atau tradisi lisan menjadi sumber kearifan lokal. Kearifan lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter bangsa. Karakter bangsa berasal dari kearifan lokal kita sendiri sebagai norma warisan leluhur bangsa. Karakter dalam kearifan lokal dapat diperdayakan dalam menciptakan kedamaian dan menjaga warisan leluhur kita yang sudah ada sejak dahulu. Kontribusi buku ini terhadap skripsi ini adalah membantu penulis dalam menentukan nilai-nilai kearifan lokal yang

terdapat dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Abdul Chaer dan Leoni Agustina (2010), berjudul “Sosiolinguistik Perkenalan Awal”. Di dalam buku ini terdapat penjelasan tentang peristiwa tutur yang dikatakan oleh Dell Hymes (1972) yang terdiri dari delapan komponen yang diakronimkan, yaitu speaking. Kontribusi buku ini terhadap skripsi ini adalah membantu penulis dalam menganalisis peristiwa tutur yang terjadi didalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

3. Lister Berutu dan Nurbani Padang (2014), berjudul “Mengenal Upacara Adat Masyarakat Suku Pakpak di Sumatera Utara”. Buku ini menjelaskan mengenai berbagai jenis upacara adat yang terdapat pada etnik Batak Pakpak yang disebut kerja-kerja seperti, upacara yang berhubungan dengan daur hidup, upacara yang berhubungan dengan alam dan sistem mata pencaharian hidup, dan upacara adat di sekitar kampung (kuta) dan rumah tangga. Tradisi mbengket bages merupakan bagian dari upacara adat di sekitar kampung (kuta) dan rumah tangga. Kontribusi buku ini terhadap skripsi ini adalah membantu penulis dalam menganalisis tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak.

4. Meida Angelina Br Bangun (2014), dengan judul “Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo : Kajian Hipersemiotika”. Skripsi ini menjelaskan tentang bentuk dan makna yang berubah pada upacara mengket rumah mbaru etnik batak Karo Kabupaten Karo seperti simbol perlengkapan adat, simbol makanan adat, simbol waktu, dan simbol penanda status. Skripsi ini

berkontribusi tentang cara menganalisis mengenai upacara mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

5. Anita Deniati Sitorus (2014), dengan judul “Upacara Adat Merunjuk Etnik Pakpak : Kajian Kearifan Lokal”. Skripsi ini menjelaskan tentang tahapan-tahapan upacara adat perkawinan pada etnik Batak Pakpak dan mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat merunjuk seperti; kesopanan, komitmen, dan gotong royong. Skripsi ini berkontribusi tentang menganalisis menggunakan teori kearifan lokal.

Dari kepustakaan yang relevan yang disebutkan diatas, penulis menggunakannya sebagai referensi untuk mencari dan menganalisis tahapan-tahapan, persamaan, perbedaan, dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2.2 Pengertian Kearifan Lokal

Secara derivasional, istilah kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Kata “kearifan” (wisdom) berarti

‘kebijaksanaan’, sedangkan kata “lokal” berarti ‘setempat’. Dengan demikian, kearifan lokal atau kearifan setempat (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya.

Sibarani (2014:180) menyatakan bahwa, kearifan lokal adalah kebijaksanaan dan pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Jika kearifan lokal itu difokuskan pada nilai budaya, maka kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Definisi pertama lebih menekankan pada kebijaksanaan atau kearifan untuk menata kehidupan sosial yang berasal dari nilai budaya yang luhur, sedangkan definisi kedua menekankan nilai budaya luhur yang digunakan untuk kebijaksanaan atau kearifan menata kehidupan sosial.

2.2.1 Tradisi Mbengket Bages Etnik Batak Pakpak

Upacara adat dalam istilah etnik Batak Pakpak disebut dengan kerja dan terbagi atas dua bagian besar yaitu kerja baik dan kerja njahat. Kerja baik terdiri atas peristiwa suka cita yakni : kehamilan (merre nakan merasa/nakan pagit), kelahiran (mangan balbal dan mengakeni), masa anak-anak (mergosting), sunat (mertaki), perkawinan (merbayo), memberi makan orang tua (menerbeb), memasuki rumah baru (mbengket bages), dan menanam padi (menanda tahun).

Kerja njahat terdiri atas peristiwa duka cita seperti : kematian (males bulung simbernaik), mengambil tulang (mengokal tulan), dan membakar tulang (menutung tulan).

Memasuki rumah baru (mbengket bages) merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun melalui lisan atau dengan tutur kata, atau melalui suatu contoh yang disertai dengan perbuatan. Mbengket bages adalah tradisi memasuki rumah baru yang dilaksanakan dengan proses adat yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari etnik Batak Pakpak sebagai rasa syukur dan untuk memohon sesuatu kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan cara melakukan upacara dengan pengharapan doanya dapat dikabulkan.

2.2.2 Tradisi Mengket Rumah Mbaru Etnik Batak Karo

Dalam etnik Batak Karo, ada beberapa pesta budaya/pesta adat yang disebut kerja adat. Salah satu di antara pesta budaya yang sifatnya meriah (sukacita) adalah pesta memasuki rumah baru, yang dikenal dengan sebutan mengket rumah mbaru. Mengket rumah mbaru merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun melalui lisan atau dengan tutur kata yang masih dijalankan oleh etnik Batak Karo. Tradisi mengket rumah mbaru merupakan salah satu upacara adat suka cita dan meriah bagi etnik Batak Karo. Karena mengket rumah mbaru merupakan bentuk ucapan syukur pemilik rumah kepada sang pencipta semesta karena telah diberikan rezeki kepada pemilik rumah untuk mendirikan rumahnya sendiri.

Setiap etnik Batak Karo, hanya satu kali saja menyelenggarakan mengket rumah mbaru. Walaupun mereka sanggup mendirikan lebih dari satu rumah, namun pesta memasuki rumah baru yang disebut hanya sekali dilaksanakan, sedangkan untuk rumah-rumah yang lainnya, dilaksanakan pesta yang disebut sumalin jabu yang merupakan salah satu bentuk pesta memasuki rumah baru tanpa pelaksanaan tata cara peradatan lengkap ataupun mungkin hanya dalam bentuk syukuran saja.

2.3 Teori Yang Digunakan

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang akan dibahas, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan terjawab.

Teori yang digunakan untuk membimbing dan memberi arahan yang dapat menjadi

panutan kerja bagi penulis. Berdasarkan judul skripsi ini maka teori yang digunakan adalah teori konteks wacana, teori komparatif, dan teori kearifan lokal.

2.3.1 Teori Konteks Wacana

Teori konteks wacana dengan menggunakan metode peristiwa tutur bertujuan untuk menganalisis tahapan-tahapan pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo. Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Seperti yang terjadi dalam keadaan sehari-hari; proses tawar menawar di pasar, rapat di gedung dewan, acara diskusi di ruang kuliah, sidang di pengadilan dan sebagainya. Namun percakapan di bus kota atau di kereta api yang terjadi antara para penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti tidak dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur.

Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat seperti yang disebutkan di atas. Atau seperti dikatakan oleh Dell Hymes (1972) dalam buku Chaer dan Leonie (2010:48) menyebutkan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim speaking. Kedelapan komponen itu adalah:

N = ( Norms of interection and interpretation) G = ( Genres)

1. Setting and scene

Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Scene pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.

2. Participants

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar.

3. Ends

Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.

Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

4. Act sequence

Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujuran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda.

Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

5. Key

Key mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya.

6. Instrumentalities

Instrumentalities mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek ragam, atau register.

7. Norm of interaction and interpretation

Norm mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya.

8. Genre

Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.3.2 Teori Komparatif

Teori komparatif mengelompokkan masyarakat yang sama besar maupun sistem ekonominya, akan menganalisa bagaimana organisasi masyarakat tersebut di susun. Teori ini juga memperhatikan urutan yang sungguh-sungguh terjadi, bukan urutan-urutan imajiner yang disusun dari masyarakat yang terpisah jauh.

Ruang dan Waktu adalah satu usaha untuk membahas masalah-masalah penting dengan strategis yang bermanfaat (Keesing, 1992:2).

Metode komparatif merupakan penelitian yang membandingkan masyarakat yang satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk mengetahui perbedaan dan persamaan di samping untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kondisi masyarakat tersebut (Abdulsyani, 1994:19).

Hal ini juga didukung oleh Soekanto (2000:49) bahwa penelitian dengan komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan dan persamaan serta sebab-sebabnya yang bertujuan untuk mendapatkan petunjuk mengenai perilaku masyarakat baik pada masa silam dan masa sekarang.

Konsep perbandingan dalam penelitian ini yaitu membandingkan, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti.

2.3.3 Teori Kearifan Lokal

Manusia memiliki dua ruang interaksi yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial. Kedua ruang interaksi itu menghasilkan nilai dan norma budaya yang luhur dalam menata kehidupan masyarakat. Nilai dan norma budaya tersebut

setempat pada komunitasnya dan yang berbeda dengan nilai budaya pada komunitas lainnya.

Soebadio (Sibarani, 2014:124) mengatakan bahwa kearifan lokal atau local genius adalah juga cultural identity ‘identitas budaya’ atau kepribadian budaya yang menyebabkan suku bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kemampuan sendiri. Artinya kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman dan belum tentu dialalami oleh masyarakat lain.

Menurut Balitbangsos Depsos RI (2005:5-15), kearifan lokal itu merupakan kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang tercemin dalam sikap, perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif di dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun nonmaterial) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Dari definisi di atas, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.

Kearifan lokal tercakup berbagai mekanisme dan cara untuk bersikap, berperilaku, dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tata sosial. Pada dasarnya, ada 5 (lima) dimensi kultural tentang kearifan lokal, yaitu pengetahuan lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, budaya lokal, dan proses sosial lokal.

Pengetahuan lokal bertautan dengan data dan informasi tentang karakter keunikan lokal serta pengetahuan dan pengalaman masyarakat untuk menghadapi masalah

dan kebutuhan serta solusinya. Budaya lokal bertautan dengan unsur-unsur kebudayaan yang telah terpolakan dan sekaligus sebagai tradisi lokal. Keterampilan lokal bertautan dengan keahlian dan kemapuan masyarakat setempat untuk menetapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh. Sumber lokal bertautan dengan ketersediaan akses, potensi dan sumber lokal yang unik. Proses sosial lokal bertautan dengan bagaimanakah masyarakat tertentu menjalankan fungsi-fungsinya, sistem tindakan sosial yang dilakukan, tata hubungan sosial diantara mereka, alat yang digunakan, serta kontrol sosial yang dilakukan.

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sibarani (2012:137).

Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Kearifan lokal akan tetap bertahan apabila masyarakat tetap mempertahankan serta melaksanakan pandangan, aturan, nilai,

KESEJAHTERAAN

lokal semakin dilupakan oleh masyarakat, kearifan lokal yang terkandung semakin terlupakan dimana pada banyak kenyataan dimasyarakat banyak yang bahkan tidak lagi mengetahuai apa itu kearifan lokal dan kegunaanya untuk kehidupan mendatang dikarenakan masyarakat lebih memilih kehidupan yang lebih berkembang tanpa mementingkan kebudayaan maupun kearifan lokal.

Kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat banyak mengandung nilai luhur budaya bangsa, yang masih kuat menjadi identitas karakter warga masyarakatnya. Namun disisi lain, nilai kearifan lokal sering kali dinegasikan atau diabaikan, karena tidak sesuai dengan perkembangan zamannya.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh, dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau bagaimana cara melakukan dan membuat sesuatu. Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian merupakan cara yang ilmiah, karena memusatkan perhatian pada kebenaran ilmiah (scientific truth), akan tetapi mempertimbangkan cara-cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah itu, cara itu adalah penelitian ilmiah (scientific research) atau disebut dengan metodologi penelitian (Burhan Bungin, 2001:9).

3.1 Metode Dasar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

Menurut Bungin (2008:8) mengungkapkan penelitian kualitaif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan. Metode ini dilakukan agar dapat mengumpulkan dan menyajikan data secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan. Pertama permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual.

Kedua, pemilihan pendekatan ini di dasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data. Dari kedua alasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan.

3.2 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat mengenai objek yang akan di teliti penulis memperolehnya dari penelitian lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Karo.

Adapun lokasi penelitian pertama berada di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah karena di daerah ini masih ada masyarakat etnik Batak Pakpak yang melaksanakan tradisi mbengket bages dan terdapat tokoh-tokoh adat yang masih paham mengenai tradisi mbengket bages sebagai informan, sehingga dapat mempermudah penulis dalam mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan objek penelitian penulis.

Adapun lokasi penelitian kedua adalah Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Pertimbangan lokasi penelitian ini dianggap tepat karena desa ini merupakan desa budaya dan daerah ini masih melakukan tradisi mengket rumah mbaru. Di Desa Seberaya penduduknya pun mayoritas masyarakat Etnik Batak Karo, juga masih mudah dijumpai tokoh adat yang akan dijadikan sebagai informan untuk memudahkan penulis dalam melakukan pengumpulan data dan penelitian sesuai dengan objek penelitian.

3.3 Sumber Data Penelitian

Arikunto dalam Naharoh (2008:52) mengemukakan bahwa sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu :

1. Data Primer

a. Tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak.

b. Tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Data Sekunder

a. Orang (person) adalah tempat penelitian bertanya mengenai variabel yang diteliti.

b. Kertas (paper) adalah sebuah komponen, keterangan arsip, pedoman, surat keputusan (SK), dan lain sebagainya.

c. Tempat (place) adalah sumber data keadaan ditempat berlangsungnya kegiatan yang berhubungan dengan penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah :

1. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang dianggap penting yang diterima dari informan dan berhubungan dengan objek penelitian guna menunjang kelengkapan data dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Alat perekam (tape recorder) yang digunakan untuk mengindari ketinggalan informasi pada saat wawancara atau mencatat data yang sesuai dengan objek penelitian.

3. Kamera yang digunakan untuk mengambil gambar dari objek penelitian apabila saat melakukan penelitian ada pelaksanaan upacara adat tersebut.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pngumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam pengkajian data baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya. Maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data penelitian lapangan antara lain:

1. Metode observasi

Metode observasi yaitu penulis langsung kelapangan melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Metode observasi digunakan oleh peneliti untuk mengamati tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo. Wawancara dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Alasan peneliti melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo.

2. Metode Wawancara

Menurut Bungin (2001:133), metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Metode wawancara (Depth interview) digunakan untuk memproleh gambaran apa makna

yang terkandung pada tradisi mbengket bages etnik Batak Pakpak dan tradisi mengket rumah mbaru etnik Batak Karo, yang berada di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Karo, yang terdiri dari kepala desa, tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat umum.

3. Metode kepustakaan

Metode kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui buku-buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan.

Dalam metode ini penulis mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan

Dokumen terkait