• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Chapter III V"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERJANJIAN KREDIT YANG MENGALAMI KREDIT MACET PADA SAAT SURAT KUASA MEMEBANKAN HAK TANGGUNGAN TERSEBUT

JUGA SUDAH LEWAT MASA BERLAKUNYA

A. Pelaksaaan Perjanjian Kredit Dalam Bank. 1. Pengertian Tentang Perjanjian

Pengertian perjanjian menurut Profesor Subekti yaitu: suatu peristiwa dimana

seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut

yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan perikatan antara dua orang yang

membuatnya. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak

yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.100 Definisi mengenai perjanjian terdapat

dalam Pasal 1313 KUHPerdata :

“ Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

100

(2)

Sesuai ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, perjanjian timbul karena:101

1. Persetujuan (Overeenkomst).

Persetujuan atau overeenkomst berarti suatu tindakan atau perbuatan seseorang

atau lebih yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih (Pasal 1313

KUHPerdata). Tindakan atau perbuatan yang menciptakan persetujuan itu berisi

“pernyataan kehendak” (Wils Verklaring) antara para pihak. Dengan demikian

persetujuan tidak lain dari pada “persesuaian kehendak” antar para pihak. Perbuatan yang disebut didalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah perbuatan hukum, hal ini

disebabkan tidak semua perbuatan mempunyai akibat hukum.

2. Undang-Undang.

Perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352 KUHPerdata,

yang berbunyi:

a. Semata-mata dari undang-undang saja (yang timbul oleh hubungan kekeluargaan),

misalnya kewajiban alimentasi yaitu suatu kewajiban untuk menyantuni orang

tuanya (memberi nafkah) sesuai Pasal 298 KUHPerdata;

b. Dari undang-undang sebagai perbuatan manusia. Sesuai dengan ketentuan Pasal

1353 KUHPerdata dapat dibedakan persetujuan yang timbul dari perbuatan

manusia:

(1) Yang sesuai dengan hukum atau perbuatan yang rechtmatige, misalnya dalam

hal seseorang melakukan suatu pembayaran yang tidak diwajibkan (Pasal

101

(3)

1359 KUHPerdata), atau jika seseorang dengan sukarela dan dengan tidak

diminta, mengurus kepentingan-kepentingan orang lain (zaakwarneming

dalam Pasal 1354 KUHPerdata).

(2) Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige daad)

yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Suatu perjanjian dapat disebut sebagai suatu perjanjian yang sah ketika telah

memenuhi syarat-syarat perjanjian. Syarat-syarat tersebut diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata yang berbunyi:102 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat

syarat:

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur

perjanjian, yaitu:103

1. Unsur Esensialia

Unsur ini dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa

prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan

sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis

perjanjian lainnya. Unsur ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan

102

Pasal 1320 BW 103

(4)

rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian, misalnya perjanjian jual beli

yang dibedakan dari perjanjian tukar menukar.

2. Unsur Naturalia

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu,

setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang

mengandung esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban

dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual cacat-cacat tersembunyi.

Ketentuan ini tidak dapat oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki

yang demikian.

3. Unsur Aksidentalia

Unsur ini adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan

ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai

dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan

secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian, maka unsur ini pada

hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilakukan atau

dipenuhi oleh para pihak.

2. Pengertian Tentang Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan

(5)

debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur,

dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.104

Pengertian perihal mengenai perjanjian kredit tidak secara khusus terdapat dalam

KUHPerdata, tetapi dalam melaksankan suatu perjanjian diperlukannya untuk

menyatakan bahwa sahnya perjanjian terrsebut, yang dimana hal tersebut terdapat

dalam Pasal 1320 KUHPerdata: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan

empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk

membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal tertentu, 4.Suatu sebab yang halal.

Menurut Ketentuan Intruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1966

tanggal 3 Oktober 1996 juncto SEB. Unit 1 No.25/539/UPK/Pemb. Tanggal 20

Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.10/EK/IN/2/1967 tanggal

6 Februari 1967, yang menetukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk

apapun bank – bank wajib mempergunakan /membuat akad perjanjian kredit. ST Remy Sjahdeini menyatakan, dengan menyebutkan ketentuan – ketentuan itu bahwa bank wajib mempergunakan/membuat akad perjanjian kredit,maka dunia

perbankan telah menafsirkan bahwa perjanjian kredit bank harus dilaksanakan secara

tertulis.105

104

Legal Banking, Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang https:// legalbanking.wordpress.com/ materi-hukum/perjanjian-kredit-dan-pengakuan-hutang/ diakses tanggal 28 Juli 2015.

105

(6)

Dalam praktek perbankan di Indonesia, bank-bank membuat perjanjian kredit

dengan 2 (dua) bentuk atau cara yaitu , perjanjian kredit berupa akta di bawah tangan.

dan Perjanjian kredit berupa akta notaris. Perjanjian kredit yang dibuat baik dengan

akta di bawah tangan maupun akta notaris, pada umumnya dibuat dengan bentuk

perjanjian baku yaitu dengan cara kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan pihak

nasabah, menandatangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan isi

atau klausul-klausulnya oleh bank dalam suatu formulir tercetak. Dalam hal

perjanjian kredit bank dibuat dengan Akta Notaris, maka bank akan meminta notaris

berpedoman kepada model perjanjian kredit dari bank yang bersangkutan. Notaris

diminta untuk memedomani klausaul-klausul dari model perjanjian kredit bank yang

bersangkutan.106

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara kreditur dengan

debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah

untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.

Dilihat dari pembuatannya, suatu perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi:107

a. Perjanjian kredit di bawah tangan.

Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat

sendiri oleh kreditur kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk

mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan

formulir perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan

106

ibid

107

(7)

ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang

dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka

penandatanganan perjanjian kredit,formulir perjanjian kredit yang isinya sudah

disiapkan bank kemudian diberikan kepada setiap calon-calon debitur untuk diketahui

dan dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut

Perjanjian Kredit Di bawah tangan ini terdiri dari:108

1. Perjanjian Kredit Di bawah tangan biasa;

2. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang dicatatkan di Kantor Notaris

(Waarmerking);

3. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang ditandatangani di hadapan Notaris

namun bukan merupakan akta notarial (legalisasi).

b. Perjanjian Kredit Notariil

Perjanjian ini disiapkan dan dibuat oleh seorang notaris namun dalam praktik

semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan bank kemudian diberikan

kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam

membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam

bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta

notariil atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar

dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal

108

(8)

kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari

satu bank).

Setiap kredit yang telah disetujui wajib dituangkan dalam perjanjian kredit

(akad kredit) secara tertulis. Bentuk, format dan isi perjanjian kredit paling kurang

:109

a. memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi

kepentingan BPR dan debitur.

b. memuat jumlah, jangka waktu, suku bunga, tujuan penggunaan, tatacara

pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.

c. perjanjian kredit minimum dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan salah satunya

disampaikan kepada debitur.

3. Landasan Umum Pemberian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Latin yaitu “credere” (“credo” dan

creditum”) yang kesemuanya berarti kepercayaan. Bahwa dapat dikatakan dalam

hubungan ini, kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan

perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan

109

(9)

bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama

dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.110

Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia terdapat dalam

ketentuan Pasal 1 ayat (11) UUP Indonesia 1992/1998. Undang-undang tersebut

menerapkan :”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajbkan pihak peminjam untuk melunasi utangkanya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”111

Berdasarkan pengertian kredit yang diterapkan oleh undang-undang

sebagaimana tersebut diatas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai

kredit perbankan sepanjang memenuhi usur-unsur sebagai berikut:112

a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang.

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan

uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan

menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah

kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian

(10)

(penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter

of credit (LC).

b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain.

Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari

penyediaan uang atau tagihan yang dadpat dipersamakan dengan penyediaan

uang tersebut. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada

ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan

tentang perjanjian tedapat dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, Buku Ketiga

tentang Perikatan, dan ketentuan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan debitur lazim disebut

perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, akad kredit, dan sebutn lain yang hampir

sejenis. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata)

merupakan Undang-Undang bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH

Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang

bagi pihak yang berjanji.

c. Adanya kewajiban melunasi utang.

Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib

melunasinya sesuai dengan yang diperjanjiakan. Pemberian kredit oleh bank

(11)

pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah

disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan

demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan

secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatau utang yang harus dibayar

kembali oleh debitur.

d. Adanya jangka waktu tertentu.

Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut

ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan debitur. Jangka waktu

yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan

dana pinjaman dan menunjukkan kesempataan dilunasinya kredit.

e. Adanya pemberian bunga kredit.

Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan

adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang

diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan

disetujui bank kepada debitur.

Terhadap kelima unsur-unsur tesebut terdapat dalam pengertian kredit

sebagaimana dapat diketahui bahwa harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk

dapat disebut sebagai kredit di dalam bidang perbankan. Pemberian fasilitas kredit

oleh bank idealnya mendasarkan pada faktor financial, yang mencakup terhadap tiga

pilar, yakni prospek usaha, kinerja, dan kemampuan calon debitur. Sebelum

melakukan perjanjian kredit tersebut harus adanya suatu prinsip kehati-haatian yang

(12)

Prinsip kehati-hatian ini oleh berbagai pihak telah banyak dikemukakan,

sebagai upaya untuk merumuskan peryaratanatau asas-asas yang sehat dalam suatu

pemberian kredit. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit

adalah prinsip 5C yang meliputi: 113

1.Character (Watak/kepribadian)

Character atau watak dari calon peminjam merupakan salah satu

pertimbangan yang terpenting dalam pemberian kredit yaitu sifat-sifat calon debitur

baik perusahaan maupun perorangan yang tercermin dalam kemauan (willingness)

dimana bank harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang bertingkah

laku baik, dalam arti selalu memegang teguh janjinya, selalu berusaha dan bersedia

melunasi hutang-hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan

2.Capacity (Kemampuan)

Yaitu kemampuan mengkombinasikan faktor-faktor sumber daya,

memproduksi barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat dan menghasilkan pendapatan

dalam cakupan kemampuan calon debitur untuk mengkalkulasi/menghitung

penghasilan sebagai gambaran kemampuan debitur untuk melunasi kredit. Faktor

kemampuan ini sangat penting artinya mengingat bahwa kemampuan inilah yang

menentukan besar kecilnya pendapatan atau penghasilan suatu perusahaan dimasa

yang akan datang.

113

Rachmat Firdaus, Teori dan Analisa Kredit Serta Ketentuan-Ketentuan Tentang Beberapa Jenis Kredit,(Bandung: Purna Sarana Lingga Utama, 1985), hal 3.

(13)

3.Capital (Modal)

Yaitu analisa modal untuk dapat menggambarkan struktur capital. Dengan

demikian bank dapat melihat besar kecil rasa tanggung jawab calon debitur. Modal

terdiri dari modal saham, pinjaman bank dan pihak ketiga lainnya. Hal ini dapat

dilihat dari neraca dan bukti-bukti akuntansi lainnya. Asas Capital atau modal ini

menyangkut beberapa banyak dan bagaimana struktur modal yang telah dimiliki oleh

calon peminjam.

4.Condition of Economy (kondisi perekonomian)

Merupakan analisis terhadap suatu keadaan/kondisi yang dapat diantisipasi

dampaknya atas jalannya kegiatan usaha debitur. Oleh sebab-sebab perkembangan

ekonomi moneter, keuangan/perbankan dan berbagai kebijaksanaan nasional. Asas

kondisi dan situasi ekonomi perlu diperhatikan dalam pertimbangan pemberian kredit

terutama dalam hubungannya dengan keadaan usaha calon peminjam, dimana Bank

harus mengetahui keadaan ekonomi pada saat tersebut yang berpengaruh dan

berkaitan langsung dengan usaha calon debitur dan prospeknya dimasa mendatang.

5.Collateral (jaminan atau agunan)

Yaitu analisa terhadap jaminan kredit untuk meyakinkan bank atas

kesanggupan debitur dalam melunasi kreditnya. Jaminan dapat berupa jaminan pokok

dan jaminan yang dibiayai dengan kredit dan jaminan tambahan yang merupakan

(14)

setiap pemberian kredit. Karena itu, bahkan Undang-undang mensyaratkan bahwa

agunan itu mesti ada dalam setiap pemberian kredit.

4. Jaminan Yang Digunakan Dalam Perjanjian Kredit

Sebagaimana objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam suatu

utang-piutang, secara umum kredit perbankan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,

yaitu:114

a. Barang Bergerak

Barang bergerak yang berupa barang berwujud, misalnya adalah sangat

banyak jenisnya walaupun masih dapat dibedakan menjadi beberapa subkelompok,

antara lain berupa barang perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor,

perlengkapan rumah tangga, perlengkapan kantor, alat berat, alat transportasi laut

dan sungai, alat transportasi udara, barang persediaan, barang dagangan, dan

sebagainya.

b. Barang Tidak Bergerak.

Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan benda-benda yang berkaitan

(melekat) dengan tanah, seperti rumah tinggal, gedung kator, gudang, hotel, dan

sebagainya. Barang tidak berwujud dapat berupa tagihan, pitang, dan sejenisnya

(tetapi untuk surat yang mempuya harga mungkin masih perlu penegasan apakah

termasuk sebagai barang berwujud atau barang tidak berwjud misalnya saldo

114

(15)

tabungan dan saldo giro yang seharusnya dibedakan dari bilyet deposito atau

sertifikat deposito).

c. Jaminan Perorangan.

Penanggungan utang dapat berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan

jaminan perusahaan (company/corporate/guaranty). Personal guarantee atau yang disebut juga dengan jaminan pribadi terhadap pemenuhan kewajiban dalam suatu

fasilitas kredit diberikan terhadap seseorang yang mengikatkan dirinya didalam

suatu perjanjian kredit untuk turut serta menjaminkan harta-harta pribadinya

sebagai pelunasan kredit bilamana terjadi suatu peristiwa gagal bayar. Sedangkan

corporate guarantee adalah115 bentuk penjaminan dari suatu institusi (badan

hukum perusahaan) kepada bank atas kredit yang dikucurkan oleh bank kepada

nasabahnya. Tentunya perusahaan yang memberikan jaminan tersebut telah

mengenal dengan baik nasabah yang menerima kredit dari bank, sehingga atas

kegagalan pelunasan kredit nasabah akan menjadi tanggungan perusahaan yang

menjaminnya .

Berdasarkan peraturan perundang-unndangan yang mengatur atau berkaitan

dengan masing-masing barang yang ditetapkan sebagai objek jaminan kredit akan

dapat dinilai berbagai hal tentang barang yang bersangkutan. Tanah yang diajukan

oleh calon peminjam (debitur) sebagai jaminan kredit terlebih dahulu dinilai

115

(16)

berdasarkan ketentuan UUPA. Undang-undang tersebut mengatur antara lain tentang

berbagai hak yang dapat diberikan atas tanah.

Beberapa hak atas tanah yang termasuk sebagai tanah yang sudah terdaftar

sehingga mempunyai sertifikat adalah berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak

Guna Usaha, dan Hak Pakai. Secara umum objek yang dapat diterima sebagai

jaminan kredit di bank adalah :116

a. Tanah : SHM, Letter C, Sertifikat Sarusun, Sertifikat Hak Pakai, SHGB, Peto

Girik,tanah sawah produktif, tanah kosong,tanah kebun produktif .

b. Tanah & Bangunan : SHM, Letter C, Sertifikat Sarusun, Sertifikat Hak Pakai,

Petok D, HPTU/SIPTU, rumah tinggal, ruko, apartemen, toko, pabrik .

c. Kendaraan Bermotor (Roda Dua & Roda Empat) : BPKB (Bukti Pemilik

Kendaraan Bermotor), Mobil ,Sepeda Motor.

d. KIOS/Los/Lapak : SHPTU, Surat Ijin Penggunaan KIOS atau Dokumen

Kepemilikan KIOS Lainnya

e. Deposito : Bilyet Deposito

116

(17)

5. Pelaksanaan Perjanjian Kredit

Sebelum penandatanganan perjanjian kredit dan sebelum suatu kredit dapat

dicairkan debitur biasanya disyaratkan untuk menyerahkan beberapa dokumen – dokumen atau data yang dianggap penting oleh Bank antara lain:117

a. Dokumen-dokumen perusahaan/Identitas Debitur.

b. Asli surat kuasa.

c. Salinan surat izin usaha perdagangan dan/atau surat-surat izin lainnya.

d. Asli bukti-bukti hak kepemilikan atas Jaminan

e. Invoice/Daftar tagihan-tagihan/dokumen lain yang sejenis yang mencantumkan ketentuan bahwa pembayaran melalui rekening Debitur yang ada di Bank.

f. Semua Perjanjian Jaminan telah ditanda tangani dan dalam bentuk dan isi yang disetujui Bank.

Debitur tidak sedang dalam keadaan lalai berdasarkan ketentuan-ketentuan

yang termasuk dalam Perjanjian ini atau berdasarkan sebab lain sesuai pertimbangan

baik bank. Dalam pelaksanaan pemberian kredit bank harus memberikan

batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh debitur (Affirmative Covenant) selama dalam masa

pemberian kredit. Ada beberapa covenant standard yang biasanya wajib dicantumkan

dalam perjanjian kredit antara lain adalah:118

a. Menggunakan fasilitas kredit seperti yang dipersyaratkan;

117

Legal Banking, Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang https://legalbanking.wordpress.com/ materi-hukum/perjanjian-kredit- dan-pengakuan-hutang/, diakses tanggal 16 Oktober 2015.

118

(18)

b. Mengasuransikan seluruh barang-barang yang dijadikan jaminan/agunan fasilitas kredit;

c. Memberikan ijin kepada bank atau petugas-petugas yang diberi kuasa oleh bank untuk: (a) melakukan pemeriksaan (audit) terhadap buku-buku, catatan-catatan

dan administrasi debitur serta memeriksa keadaan barang-barang jaminan, dan

(b) melakukan peninjauan ke dalam proyek, bangunan-bangunan lain dan

kantor-kantor yang digunakan debitur;

d. Memberikan segala informasi/keterangan/data-data (seperti, namun tidak terbatas pada laporan keuangan debitur): (a) segala sesuatu sehubungan dengan keuangan

dan usaha debitur, (b) bilamana terjadi keadaan yang dapat mempengaruhi

keadaan usaha atau keuangan debitur, setiap waktu, baik diminta maupun tidak

diminta oleh bank;

e. Menyerahkan data yang diminta oleh bank dalam rangka pengawasan pemberian kredit yaitu, antara lain namun tidak terbatas pada Laporan keuangan, laporan

inventory, daftar tagihan dan lain-lain.

Hasil dari suatu analisis kredit adalah adanya usulan apakah permohonan

debitur tersebut disetujui atau tidak. Jika permohonn debitur/calon debitur tersebut

disetujui, maka dalam analisis kredit tersebut dituangkan dalam usulan berisis

mengenai pokok-pokok dari fasilitas kredit yang disetujui yang nantinya akan

disampaikan kepada nasabah/debitur/calon debitur dalam bentuk Surat Putusan

(19)

Pada saat pelaksanaan perjanjian kredit, dihadiri oleh pihak banknya yang

menangani bagian perkreditan, pihak yang akan melakukan pinjaman dalam hal ini

adalah debiturnya, beserta Notaris, dan juga saksi-saksi. Notaris membacakan akta

perjanjian kredit yang dibuat berdasarkan SPPK atau yang biasa disebut juga OL

(Offering Letter) yang berisikan mengenai jangka waktu pinjaman debitur,

plafondnya, besar pinjamannya, asuransinya, dan lain sebagainya yang sebelumnya

juga sudah diketahui oleh debitur. Setelah pembacaan akta perjanjian kredit, maka

Notaris akan menanyakan apakah debitur sudah memahami secara keselurahan

mengenai isi dari akta perjanjian kredit tersebut, atau adakah yang perlu ditambah

atau dikurangi. Setelah semuanya selesai dibacakan, maka akan ditandatngani lah

akta perjanjian kredit tersebut.

Berdasarkan dari asas yang digunakan yakni adalah asas keseimbangan

menurut Kranenburg dimana yang dimaksud dengan asas keseimbangan dalam hal ini

adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum

dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang terdapat di dalam KUHPerdata. Dengan

menunjuk dasar bagi keseimbangan dan keserasian dalam perjanjian tertuang didalam

Pasal 1320 KUHPerdata, hanya apabila dalam keadaan in concerto ada keseimbangan

dan keserasian maka tercapailah kesepakatan atau consensus yang sah antara pihak

debitur dengan pihak krediturnya. 119

119

(20)

Asas keseimbangan ini bertujuan untuk memberitahukan bahwa kedudukan

kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik

sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. Tujuan dari asas keseimbangan

adalah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam

menentukan hak dan kewajibannya.120 Asas keseimbangan dilandaskan pada upaya

mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan

pengalihan kekayaan secara absah. Dengan demikian bahwa bentuk ideal dari sebuah

perjanjian adalah adanya bentuk kepantasan dalam menempatkan posisi masing – masing pihak untuk menempatkan dirinya didalam sebuah kontrak. Karena dengan

terciptanya keadaan yang seimbang dimana tidak ada satu pihak pun yang posisisnya

lebih tinggi dan menghasilkan hak serta kewajiban yang seimbang membuat

perjanjian tersebut bisa sejalan.

Sejalan terhadap pengertian tersebut bahwasanya setiap perjanjian didasari

dengan adanya kesepakatan yang kemudian dijalankan sesuai dengan tujuan luhur

yang mengahasilkan tujuan akhir berupa keseimbangan diantara kedua belah pihak

dalam perjanjian untuk mecapai tujuan perjanjian tersebut. Dalam sebuah pengertian

dimana didalam sebuah perjanjian pada dasarnya seseorang tidak ada yang secara

sukarela dalam mengikatkan dirinya kedalam sebuah perjanjian tanpa adanya imbalan

yang akan didapatkannya. Hal tersebut merupakan sebuah pengertian wajar dimana

sebuah perjanjian didasari atas alasan timbal balik diantara kedua belah pihak yang

bersepakat untuk mengikatkan dirinya.

120

(21)

Dalam sebuah perjanjian pastilah dilengkapi oleh dasar kehendak oleh mereka

yang ingin melakukan pengikatan diri didalam perjanjian sebagaimana yang

dimaksudkan. Selain kehendak tentunya ada bentuk kepercayaan dimana menjadi

sesuatu hal yang tidak mungkin seseorang melakukan pengikatan diri tanpa nilai – nilai kepercayaan dan tanpa adanya pernyataan tentang apa yang akan dijadikan objek

didalam perjanjian tersebut. Nilai – nilai tersebut merupakan sebuah kepastian yang merupakan bentuk ketentuan yang menggariskan tentang isi dan muatan yang

menjadi pokok dalam perjanjian tersebut.

B.Perjanjian Kredit Yang Mengalami Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Macet

Istilah kredit macet umumnya muncul setelah pihak debitur macet dan gagal

melakukan pelunasan kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Di dalam Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/267/KEP/DIR jo Surat Edaran Bank

Indonesia No.30/16/UPPB tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva

Produktif ditetapkan secara tegas penggolongan kualitas kredit, yaitu :

a. Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria :

1) Pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat waktu, dan

2) Memiliki mutasi rekening yang aktif, atau

3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral)

(22)

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90

hari, atau

2) Kadang-kadang dapat cerukan, atau

3) Mutasi rekening relatif aktif, atau

4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan, atau

5) Didukung oleh pinjaman baru

c. Kurang lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90

hari, atau

2) Terjadi cerukan, atau

3) Frekuensi rekening relatif rendah, atau

4) Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari, atau

5) Terdapat indikasi masalah keuangan debiur, atau

6) Dokumentasi pinjaman lemah

d. Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90

hari, atau

2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau

3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari, atau

4) Terjadi kapitalisasi bunga, atau

5)Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun

(23)

e. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270

hari, atau

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau

3) Dari segi hukum kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

Namun dalam keadaan tertentu selanjutnya, suatu kredit memenuhi kriteria

lancar (pass), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (substandard),

dan diragukan (doubtful), apabila menurut penilaian keadaan usaha peminjam

diperkirakan tidak mampu untuk mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya, maka kredit tersebut digolongkan pada kualitas yang lebih rendah atas

dasar penilaian yang berpedoman pada indikator tambahan sebagaimana terdapat

pada lampiran 1 (satu) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/267/DIR

tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif.

2. Faktor Penyebab Munculnya Kredit Macet

Penyebab lahirnya kredit macet setidak-tidaknya disebabkan oleh dua hal,

yaitu kondisi internal dan eksternal. Secara internal masih banyak pejabat bank yang

bertindak dengan tidak mematuhi Undang-Undang Perbankan dan management bank.

(24)

kondisi perekonomian bangsa.121 Terjadinya suatu tindakan kredit macet dalam

perjanjian kredit bank tidak terjadi begitu saja, kredit macet bisa ditumbulkan oleh

karena adanya beberapa hal, berikut adalah hal-hal yang menyebabkan timbulanya

kredit macet yang merupakan kesalahan dari pihak bank atau krediturnya:122

1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;

2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan

yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;

3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko

tinggi;

4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;

5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf

bagian kredit;

6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;

7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit

bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur

lama;

Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena

kesalahan pihak debitur antara lain:

121

Tan Kamello, Penyelesaian Kredit Macet Dengan Eksekusi Jaminan, Makalah Dalam Seminar Nasional Perspektif Notaris Sebagai Pejabat Lelang, Diselenggarakan Oleh Sekolah Pasca Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 14 April 2007 hal 4.

122

(25)

1. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya

kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi:

2. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena

kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;

3. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,

atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga

debitur;

4. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;

5. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;

6. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana

alam;

7. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan

mengembalikan kredit).

3. Upaya Untuk Mencegah Terjadinya Kredit Macet

Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam penyelamatan kredit macet dapat

dilihat didalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 23/12/BPPP tanggal 28

Februari 1991 tentang beberapa kebijakan yaitu:123

1. Melalui rescheduling (penjadwalan kembali);

123

(26)

Yaitu suatu upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat

perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali. Jangka waktu

kredit termasuk masa tenggang (grace period), termasuk perubahan jumlah angsuran,

bila perlu dengan penambahan kredit. Dengan penjadwalan kembali pelunasan kredit,

bank memberi kelonggaran kepada debitur untuk membayar hutangnya yang telah

jatuh tempo, dengan jalan menunda tanggal jatuh tempo tersebut.

Apabila pelunasan kredit dilakukan dengan cara mengangsur, dapat juga bank

menyusun jadwal baru angsuran kredit untuk meringankan kewajiban kreditur dalam

melaksanakannya. Jumlah pembayaran kembali tiap angsuran dapat disesuaikan

dengan perkembangan likuiditas keuangan (cash ending balance) debitur. Dengan

demikian diharapkan debitur mampu melunasi kredit yang tertunggak tanpa harus

mengorbankan kelancaran operasi bisnis perusahaan mereka.

Upaya penyelamatan kredit dengan jalan penjadwalan kembali pelunasan

kredit terutama dilakukan apabila debitur tidak dapat melunasi pembayaran kredit

atau angsuran kredit yang telah jatuh tempo, namun dari hasil evaluasi bank

mengetahui bahwa prospek kondisi keuangan debitur dimasa depan tidak

mengkhawatirkan. Dengan perkataan lain likuiditas yang dihadapi debitur sifatnya

hanya sementara. Waktu perpanjangan tanggal jatuh tempo dalam penjadwalan

kembali pelunasan kredit tidak boleh terlalu lama.

Perpanjangan tanggal jatuh tempo pelunasan kredit yang terlalu lama dapat

mengurangi tingkat keseriusan penanganan kredit bermasalah. Debitur merasa bahwa

(27)

merasa tidak perlu tergesa-gesa mencari sumber dana pelunasan. Lebih berbahaya

lagi bila debitur merasa bahwa bank tidak serius mendesak mereka untuk segera

melunasi hutangnya. Ada kemungkinan debitur mempergunakan kelebihan uang yang

mereka peroleh selama masa penjadwalan kembali untuk mendanai keperluan lain

yang tidak ada hubungannya dengan pelunasan kredit.

2.Melalui reconditioning (persyaratan kembali).

Yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat-syarat

perjanjian yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran dan atau

jangka waktu kredit saja. Namun perubahan kredit tersebut tanpa memberikan

tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atasseluruh atau sebagian dari kredit

menjadi equity perusahaan.

3.Penataan Kembali (restructuring).

Yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit

berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau

sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling

dan atau reconditioning. Tujuan utama penataan kembali persyaratan kredit adalah

memperkuat posisi tawar menawar Bank dengan debitur. Dalam rangka penataan

kembali persyaratan kredit itu, isi perjanjian kredit ditinjau kembali dan bila perlu

(28)

dengan upaya penjadwalan kembali pelunasan kredit. Agar tidak terjadi cacat hukum

dalam perjanjian kredit yang diperbaharui.

Restructuring atau biasanya di bank juga di sebut sebagai restrukturisasi,

restrukturisasi kredit adalah124 upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan

perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memunhi

kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:

a. Penurunan suku bunga kredit

b. Perpanjangan jangka waktu kredit

c. Pengurangan tunggakan bunga kredit

d. Pengurangan tunggakan pokok kredit

e. Penambahan fasilitas kredit, dan atau

f. Konveri kredit menjadi penyertaan modal sementara.

4. Suplesi (Penambahan nilai kredit)

Biasanya dilakukan apabila adanya penambahan fasilitas kredit yang

dilakukan oleh pihak debiturnya, hal ini biasanya dianjurkan oleh bagian AO

(Account Officer).

124

(29)

C.Tindakan Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit 1. Konsep dan Bentuk Wanprestasi

Sebelum membahas mengenai bagaimana wanprestasi dalam suatu perjanjian

kredit itu, terlebih dahulu haruslah dipahami mengenai prestasi. Prestasi atau yang

dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam hukum

kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu

kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai

dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang

bersangkutan.125

Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam

setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata

kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam

Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur

baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,

menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini

dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam

perjanjian antara pihak-pihak. 126

125

Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 87.

126

(30)

Pasal 1131: “Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yagn tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.127

Pasal 1132: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersams-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu

dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya

piutang masing-masin, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada

alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”128

Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata, wujud dari suatu prestasi itu terbagi

menjadi tiga, yakni:

a. Memberikan sesuatu

b. Untuk berbuat sesuatu, dan

c. Untuk tidak berbuat sesuatu

Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :129

a. Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak

ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).

b. Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar

dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).

c. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak

bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak

(31)

d. Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan,

menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat

dibatalkan (vernietigbaar).

e. Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari

satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan

(vernietigbaar).

Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi

buruk, yang dapat berupa 4 (empat) macam :130

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat

4. Melakukan sesuatu yang menurutperjanjian tidak boleh dilakukannya

Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai

melaksanakan kewajiban sebagai mana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang

dibuat antara kreditur dan debitur131. Pengertian Wanprestasi adalah tidak memenuhi

sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perikatan.132

Pengertian mengenai wanprestasi, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1238

KUHperdata :

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya

130

R. Subekti, Hukum Perjanjian,(Jakarta: Pembimbing Masa,1963), hal 48 . 131

Abdul R Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 15 132

(32)

sendiri, ialah jika ia menerapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.133

Wanprestasi ialah keadaan dimana salah satu pihak tidak melakukan kewajiban,

terlambat atau tidak sempurna melakukan kewajibannya. Keadaan cidera janji

berbeda dengan keadaan di luar kekuasaan atau kemampuan dari pihak yang tidak

dapat melaksanakan kewajibannya. Kemungkinan dapat atau tidak dapat diatasi

keadaan di luar kuasa/kemampuan harus diberitahukan dengan segera kepada pihak

lainnya dan bahwa telah dicoba untuk mengatasi keadaan tersebut sebatas masuk akal

sehingga tidak dapat digolongkan pada cidera janji. 134

Wanprestasi (breach of contract) adalah pelanggaran atau kegagalan untuk

melaksanakan ketentuan kontrak atau perjanjian yang mengikat secara hukum. Ada

dua jenis wanprestasi, yaitu wanprestasi total (total breach) dan wanprestasi parsial

(partial breach). Pada wanprestasi total, pelaksanaan kontrak sudah tidak mungkin

dilaksanakan, sedangkan pada wanprestasi parsial pelaksanaan kontrak masih

mungkin. Macam-macam bentuk keadaan wanprestasi:135

1. Tidak terpenuhinya prestasi sama sekali.

2. Ada prestasi, tetapi tidak sesuai dengan harapan.

3. Memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya (terlambat) dari waktu yang telah

dijanjikan.

133

Pasal 1238 BW 134

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010) hal. 258-259

135

(33)

4. Melakukan sesuatu yang menurut perikatan/perjanjian tidak boleh dilakukan,

demi tercapainya suatu prestasi.

Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila dia telah diberikan somasi

dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.

2. Sebab-Sebab Timbulnya Wanprestasi Dan Akibat Hukumnya

Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :136

a. Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan

debitur. Debitur tidak bersalah.

Untuk menentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan wanprestasi, ada

tiga keadaan yaitu :

a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,

b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru,

c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat.

Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman

atau sanksi berupa:137

a. Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal

1243 KUHPerdata).

136

Op.Cit, Prestasi dan Wanprestasi.

137

(34)

b. Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan

melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPerdata).

c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak

terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata).

d. Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan

disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata).

e. Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri dan

debitur dinyatakan bersalah.

3. Terjadinya Tindakan Wanprestasi Yang Hanya Berlandaskan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

Kredit macet adalah termasuk suatu tindakan wanprestasi, karena kredit macet

dapat terjadi apabila debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya sesuai jangka

waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Sebagaimana yang sudah ada

ditetapkan dalam SPPK yang dimana didalamnya tertera hal-hal yang akan menjadi

pokok dalam perjanjian kredit untuk dilaksanakan, yang dimana ternyata debitur tidak

dapat memenuhi perjanjian dalam dalam SPPK yang telah disetujuinya sebelumnya,

hinggal timbulah suatu tindakan kredit macet yang dimana adalah termasuk tindakan

wanprestasi.

Terhadap perjanjian kredit yang hanya berlandaskan SKMHT saja sulit untuk

(35)

peningkatan ke APHT hingga tidak adanya suatu hak tanggungan atau sertifikat yang

muncul untuk dapat dilelangkan.

Apabila hanya diikuti dengan SKMHT dan tidak dilanjuti dengan pembuatan

APHT tentunya nanti tidak dapat dilelang, karena jaminan kredit bank hanya

dilakukan berdasarkan SKMHT saja. Bisa dilakukannya tindakan pengeksekusian

apabila diikuti dengan APHT, karena yang dapat dieksekusi atau dilelang ke Balai

Lelang adalah hak tanggunan yang sudah berbentuk sertifikat yang sudah didaftarkan

ke BPN.

Seperti yang dapat diketahui bahwa perjanjian kredit yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT biasanya karena adanya hal-hal tertentu, biasanya masyarakat yang hanya melakukan pinjaman sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), biasanya dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah. Sehingga apabila terjadinya tindakan wanprestasi dalam hal ini tentu bank yang akan dirugikan, masyarakat menengah kebawah tersebut tidak memiliki biaya tentunya untuk meningkatkan ke APHT, yang dimana untuk peningkatan ke APHT untuk dapat keluarnya sertifikat yang dapat digunakan untuk dilelang nanti karena adanya wanprestasi. Biasanya bank akan membantu untuk penyelesaian wanprestasi ini, biasanya dilakukan secara kekeluargaan.138

Secara kekeluargaan ini maksudnya juga bisa melalui bantuan dari pihak bank, kemungkinan pihak bank akan mencari masyarakat lain yang mau membeli rumah atau jaminan kredit yang akan dilelangkan tersebut, secara kekeluargaan melalui perjanjian dibawah tangan, tidak dilakukan melalui Balai Lelang karena tidak adanya sertifikat yang timbul, hanya adanya SKMHT saja.139

Jika debitur wanpretasi sedangkan kreditur hanya memegang dan menyimpan

SKMHT maka upaya yang dapat dilakukan adalah:140

138

Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris Henny Triana Barus,SH 139

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aidil pegawai Bank BRI unit setia budi bagian adminstrasi kredit

140

(36)

a. Kreditur meminta kepada debitur agar segera dibuatkan APHT kemudian

mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Tanah setempat.

b. Perjanjian kredit yang diperbolehkan hanya dibuat SKMHT hanya perjanjian kredit

di bawah 50 (lima puluh) Juta Rupiah. Kredit dengan besaran di atas 50 (lima

puluh) juta harus dan wajib dibuat APHT yang didaftarkan sehingga kreditur

sudah mendapat kepastian dan perlindungan hukum dari APHT yang didaftarkan

karena mempunyai “kekuatan eksekutorial”.

c. Jika debitur wanprestasi maka, berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan tersebut,

maka kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial untuk

menjual benda objek jaminan dengan “pelelangan umum:.

Perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan akan berakhir atau

utangnya akan lunas dengan cara:141

a. Perjanjian utang akan berakhir dengan dilaksanakannya atau di eksekusinya

perjanjian utang piutang itu dengan dilunasinya utang atau dipenuhinya prestasi

secara suka rela oleh debitur. Dalam hal ini tidak terjadi wanprestasi.

b. Apabila terjadi wanpretasi maka kreditur dapat mengadakan parate eksekusi

dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tanpa melibatkan pengadilan.

Utang dilunasi dari hasil penjualan lelang tersebut.

c. Apabila wanprestasi maka kreditur dapat mengajukan sertifikat hak tanggungan ke

pengadilan untuk dieksekusi berdasarkan Pasal 224 RBg yang diikuti dengan

141

(37)

pelelangan umum. Dengan dilunasi utang dari hasil penjualan lelang maka

perjanjian utang piutang berakhir.

d. Apabila debitur cidera janji dan debitur tidak mau memenuhi prestasi maka debitur

digugat oleh kreditur yang kemudian diikuti oleh putusan pengadilan yang

memenangkan kredit. Jika tidak mau memenuhi keputusan pengadilan, maka

dieksekusi secara paksa melalui pelelangan umum.

D. Tindakan Yang Dilakukan Pada Saat Terjadinya Kredit Macet Yang Diikuti Dengan SKMHT Yang Juga Sudah Jatuh Waktu.

Seperti yang telah di sebutkan sebelumnya bahwa suatu kredit macet itu

timbul karena adanya faktor external dan juga internal. Kredit macet juga dapat

timbul sebenarnya bukan kemauan dari si debitur, mungkin juga oleh karena adanya

suatu kondisi tertentu yang menyebabknya hingga terjadinya kredit macet.

Terhadap perjanjian kredit yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT

saja apabila terhadap SKMHT tersebut sudah habis jangka waktunya yakni 1 (satu)

bulan lamanya, dimana ada disebutkan bahwa menurut Pasal 15 ayat (3) UUHT,

SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan

pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan. Sedangkan

menurut ayat (4), SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib

(38)

diberikan.142 Jangka waktu berlaku SKMHT hanya selama 30 (tiga puluh) hari

kalender sejak akta tersebut ditandatangani san segera harus ditingkatkan menjadi

APHT. Sedangkan APHT sendiri juga harus didaftarkan dalam jangak waktu

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak akta tersebut ditandatangani.

Jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk APHT dan 30 (tiga puluh) hari

kalender untuk SKMHT tersebut tidak berlaku bagi kredit-kredit usaha kecil, seperti

Koperasi Unit Desa, Kredit Usaha Tani, atau kredit kepada Koperasi Primer untuk

anggotanya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu

Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin

Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu jo Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

No.26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993, jangka waktu berakhirnya SKMHT yang

diberikan oleh pemilik tanah atau bangunan yang memperoleh fasilitas kredit

dimaksud adalah selama jangka waktu perjanjian pokoknya.143

Berdasarkan dari PMNA/KBPN, terhadap SKMHT yang sudah mati masa

berlakunya dengan diikuti oleh adanya perjanjian kredit yang ternyata mengalami

kredit macet juga, maka dapat kita perhatikan dalam Pasal (3), yakni:

“Ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 berlaku juga untuk batas waktu penggunaan surat kuasa membebankan hipotik yang sudah ada pada waktu diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan sebagaimana

142

ST.Remy Sjahdeni Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggugan),(Bandung : Alumni, 1999),hal 112.

143

(39)

dimaksud Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan sepanjang mengenai surat kuasa yang diberikan dalam rangka menjamin pelunasan jenis-jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan 2 dan batas waktu berlakunya surat kuasa tersebut menurut Peraturan ini lebih panjang dari pada 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan.”

Berdasarkan dari ketentuan tersebut maka SKMHT tersebut dijalankan

kembali dengan syarat membawa fotocopy PK (Perjanjian Kredit) sebelumnya,

identitas-identitas debitur dan disertai dengan SKMHT yang sudah mati masa

berlakunya, semuanya tersebut dibawa ke BPN, setelah semua proses dilakukan,

maka terhadap SKMHT tersebut dapat diajalankan kembali, dan apabila hendak

ditingkatkan ke APHT pun sudah bisa dilakukan. Hal ini dapat dilakukan terhadap

proyek-proyek tertentu, terhadap kredit-kredit usaha kecil saja,144 dimana hal ini

terdapat dalam PMNA/KBPN, sehingga SKMHT berlaku sampai masa berlaku

sampai perjanjain kredit yang bersangkutan berakhir masa berlakunya.

Terhadap kredit-kredit tertentu, jangka waktu SKMHT berlaku sepanjang

masa kredit dimaksud. Jangka waktu diberikan adalah 10 tahun, maka SKMHT akan

berlaku selama 10 tahun tersebut. Jika debitur macet pada tahun ke-5, bank tetap

dapat menindaklanjuti SKMHT dimaksud dengan APHT dan selanjutnya

mendaftarkan APHT tersebur ke kantor pertanahan setempat. Setelah APHT

144

(40)

didaftarkan, apabila diinginkan, bank juga dapa melaksanakan eksekusi atas hak

tanggungan yang berkenaan.145

145

(41)

BAB IV

TINDAKAN YANG DILAKUKAN OLEH KREDITUR KETIKA TERJADINYA KREDIT MACET ATAU WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH DEBITUR DENGAN JAMINAN YANG HANYA

DIIKUTI DENGAN SKMHT

A. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Kredit Yang Berupa Hak Tanggungan 1. Pengertian Parate Executie (Parate Eksekusi)

Apabila debitur cidera janji obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan

umum menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan kreditur pemegang hak tanggungan berhak mengambil seluruh atau

sebagian dari hasilya untuk pelunasan piutangnya yang dijamin dengan hak

tanggungan tersebut, dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur yang lain,

inilah yang disebut eksekusi hak tanggungan.146

Pengertian Parate Eksekusi dan grosse akta parate eksekusi (parate executie)

adalah pelaksanaan dari suatu perikatan dengan langsung tanpa melalui suatu vonnis

pengadilan. Dalam Hukum Acara perdata Indonesia parate eksekusi atau eksekusi

langsung terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik

debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial. Menurut kamus hukum oleh Sudarsono,

parate eksekusi ialah pelaksanaan langsung tanpa melalui proses pengadilan; eksekusi

146

(42)

langsung yang biasa dilakukan dalam masalah gadai sesuai dengan ketentuan yang

tercantum di dalam perjanjian. 147

Parate eksekusi merupakan eksekusi langsung berdasarkan adanya grosse pada

suatu akta pengakuan hutang. Dari sinilah kreditur dapat mengajukan permohonan

eksekusi ke Pengadilan Negeri bila debitur tidak dapat melunasi hutangnya pada

waktu yang ditentukan tanpa melalui proses peridangan. Grosse adalah salinan

pertama dari akta otentik. Salinan pertama tersebut diberikan kepada kreditur. Dalam

buku Pedoman Tugas (Buku II) yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama

dari akta otentik yang diberikan kepada kreditur. Menurut Pasal 258 RBg ada dua

macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan

hutang dan grosse akta hipotik.

Asli akta pengakuan hutang (minut) tersebut disimpan oleh Notaris, sedangkan

salinan pertama akta tersebut diberi kepala/irah-irah yang berbunyi “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dipegang kreditur. Dan salinan yang

diberikan kepada debitur tidak memakai irah-irah seperti yang dipegang oleh kreditur

tersebut. Dalam acara perdata dijelaskan bahwa menurut pasal 258 RBg ada dua

macam grose akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial yaitu grosse akta

pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Dan yang kita bicarakan disini ialah

grosse akta pengakuan hutang. Disamping itu parate eksekusi juga berlaku bagi

pemegang gadai (Pasal 1155 KUHPerdata).

147

(43)

Jika debitur wanprestasi, maka pemegang gadai berhak menjual benda gadai atas

kekuatan sendiri. Hak pemegang gadai untuk menjual barang gadai tanpa title

eksekuturial (tanpa perlu perantara) disebut parate eksekusi. Dengan demikian

pemegang menjual barang gadai seakan menjual barangnya sendiri, dan berhak

mengambil pelunasan piutangnya terlebih dahulu. Tetapi ketentuan Pasal 1155 ini

bersifat mengatur (aanvullend recht) dimana para pihak diberi kebebasan untuk

memperjanjikan lain, misalnya melalui penjualan dimuka umum atau dibawah

tangan. Namun demikian pemegang gadai dilarang memiliki benda gadai (Pasal 1154

KUHPerdata).

2. Jenis-Jenis Eksekusi Jaminan Kredit

Mengenai pengeksusian terhadap obyek jaminan kredit yang berupa hak

tanggungan, pengaturannya terdapat dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT, yang mengatur

bahwa apabila debitur cidera janji, maka obyek hak tanggungan dapat dieksekusi

dengan dua cara yaitu :Eksekusi Atas Kekuasaan Sendiri (Parate Eksekusi) Dan

Kekuatan Eksekutorial Sertifikat HakTanggungan,yakni:

a. Eksekusi Atas Kekuasaan Sendiri (Parate Eksekusi).

Berdasarkan Pasal 6 UUHT bahwa kreditur pemegang hak tanggungan pertama

mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum, dari hasil pelelangan tersebut kreditur mengambil untuk pelunasan

(44)

Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri dinyatakan sebagai janji, namun

undang-undang hak tanggungan juga menentukan sebagai hak yang diberikan

Undang-undang, yaitu jika debitur cidera janji, maka pemegang hak tanggungan

pertama diberi hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri

melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut (Pasal 6 UUHT).

Ketentuan ini bersifat Overlapping dan berlebihan (overboding),yakni disatu sisi

diatur sebagai janji yang dibuat oleh para pihak, namun disisi lain ditentukan sebagai

hak yang diberikan oleh undang-undang. Pembentuk UUHT mencampuradukan

kekuasaan untuk menjual sendiri obyek hak tanggungan, yakni sebagai norma dan

juga sekaligus sebagai janji.148

Menurut Herowati Poesoko, prosedur pelaksanaan parate executie menurut Pasal 6

UUHT menegaskan pelaksanaan parate eksekusi melalui pelelangan umum, maka

rasio hukumnya pejabat tersebut adalah Pejabat Kantor Lelang Negara. Oleh

karenanya prosedur pelaksanaan parate executie tanpa memerlukan fiat Ketua

Pengadilan Negeri. 149

148

Koidin, Problematika Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan, (Yogyakarta: Laks Bang Pressindo, 2005), hal. 19

149

(45)

b.Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan

Pemenuhan piutang kreditur dengan mendasarkan kekuatan eksekutorialnya dari

sertifikat hak tanggungan timbul sebagai akibat hukum adanya irah-irah Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga sertifikat hak

tanggungan mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde).

Eksekusi objek hak tanggungan melalui pengadilan negeri dalam praktek

dijadikan upaya utama oleh pihak kreditur. Kreditur jarang menempuh langkah

penjualan dibawah tangan atau penjualan lelang atas kekuasaan sendiri (parate

eksekusi) jika debitur wanprestasi, kreditur langsungmeminta kepada Pengadilan

Negeri agar dilaksanakan eksekusi berdasarkan sertifikat hak tanggungan yang

mempunyai titel eksekutorial. Eksekusi ini didasarkan pada pasal 224 HIR (Pasal

258RBg).150

Sebelum pelelangan dilaksanakan harus diumumkan sebanyak dua kali

berturut-turut melalui surat kabar dalam tenggang waktu 15 hari (Pasal 200 (7) HIR). Sebelum

saat pengumuman lelang dikeluarkan debitur masih diberi kesempatan untuk

melunasi utang, biaya dan bunga (Pasal 20 ayat 5 UUHT dan penjelasannya). Dalam

praktek meski pelelangan sudah diumumkan namun jika debitur membayar hutang

beserta bunga, maka pelelangan akan dihentikan.

150

(46)

B.Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Jaminan Debitur Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan SKMHT.

1. Pengertian Sita Jaminan

Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda),151 dan istilah Indonesia

beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di

dalamnya ialah:

a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam

keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant).

b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)

berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.

c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang

disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat

pembayaran atas pelunasan utang debitor atau tergugat, dengan jalan menjual

lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut.

d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses

pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap

yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.

151

(47)

Ada banyak jenis sita, namun secara umum dikenal dua jenis:

a. Sita terhadap harta benda milik tergugat (conservatoir beslag)

Sita ini dilakukan terhadap harta benda milik debitor. Kata conservatoir sendiri

berasal dari conserveren yang berarti menyimpan, dan conservatoir beslag

menyimpan hak seseorang. Maksud sita jaminan ini adalah agar terdapat suatu barang

tertentu yang nantinya dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang tergugat.

Perihal sita conservatoir beslag ini diatur dalam pasal 227 (1) HIR, intisari dari

ketentuannya adalah sebagai berikut :152

1. Harus ada sangkaaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan

atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan

barang-barangnya;

2. Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan orang yang terkena sita,

artinya bukan milik penggugat;

3. Permohonan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara

yang bersangkutan;

4. Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;

5.Sita conservatoir dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang

bergerak dan tidak bergerak.

152

(48)

b. Sita terhadap harta benda milik penggugat sendiri

Berbeda dari conservatoir beslag, dikenal juga sita terhadap harta benda

penggugat/pemohon sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain

(termohon/tergugat). Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa

uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon. Sita ini terbagi

menjadi dua bagian, yaitu sita revindicatoir (Pasal 226 HIR / 260 RBg) dan sita

marital (Pasal 823-823j Rv). Revindicatoir berarti mendapatkan, dan kata sita

revindicatoir mengandung pengertian menyita untuk mendapatkan kembali (barang

yang memang miliknya).

Sesuai dengan Pasal 226 HIR / 260 RBg, untuk mengajukan permohonan sita

revindicatoir, pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada

dugaan yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau

melarikan barang yang bersangkutan selama proses persidangan.

Sedangkan pada sita jaminan conservatoir, sesuai Pasal 227 HIR / 261 RBg,

elemen dugaan yang beralasan, merupakan dasar pembenar utama dalam pemberian

sita tersebut. Apabila penggugat tidak memiliki bukti kuat, maka sita jaminan tidak

akan diberikan. Syarat ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak

diadakan penyitaan secara sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan

sia-sia yang tidak mengenai sasaran (vexatoir). Sehingga dalam sita ini, tersita harus

Referensi

Dokumen terkait

PENUTUP 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan perlakuan penambahan gelatin dan lama inkubasi yang berbeda dalam pembuatan yogurt sari buah belimbing

Sukun dapat terjadi sepanjang musim, saat bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik karena baru melalui periode musim kemarau, namun pohon sukun tetap berbuah

Pertama secara tegas Republika menggunakan sumber dari MUI dan Ketua Umum PBNU untuk mengkonstruksi pemberitaan yang menun- jukkan bahwa pemerintah tidak tegas

Untuk kendala yang muncul dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SDIT Menara Fitrah dengan mengacu kepada delapan standar pendidikan nasional secara umum

Indeks Kinerja Ekonomi Kabupaten Induk Tapanuli Utara dan Kabupaten Pemekaran Toba Samosir Tahun 1998-2015. Dari Gambar 4.7 dapat dilihat indeks kinerja ekonomi

Based on the graph composed of two rounds of minimum spanning trees (MST), the proposed method (2-MSTClus) classifies cluster problems into two groups, i.e.. separated cluster

Semua aksesi nilam uji terdapat variasi yang tinggi pada karakter kuantitatif antara lain jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan tebal daun, produksi terna, jumlah

Buku ini disusun dalam rangka revisi buku Pedoman Pelayanan Rumah Sakit kelas B 1, B2, C 1, C2 dan D yang diterbitkan tahun 1986 dan buku Standar Peralatan, Ruang