BAB III
PERJANJIAN KREDIT YANG MENGALAMI KREDIT MACET PADA SAAT SURAT KUASA MEMEBANKAN HAK TANGGUNGAN TERSEBUT
JUGA SUDAH LEWAT MASA BERLAKUNYA
A. Pelaksaaan Perjanjian Kredit Dalam Bank. 1. Pengertian Tentang Perjanjian
Pengertian perjanjian menurut Profesor Subekti yaitu: suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut
yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.100 Definisi mengenai perjanjian terdapat
dalam Pasal 1313 KUHPerdata :
“ Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
100
Sesuai ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, perjanjian timbul karena:101
1. Persetujuan (Overeenkomst).
Persetujuan atau overeenkomst berarti suatu tindakan atau perbuatan seseorang
atau lebih yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih (Pasal 1313
KUHPerdata). Tindakan atau perbuatan yang menciptakan persetujuan itu berisi
“pernyataan kehendak” (Wils Verklaring) antara para pihak. Dengan demikian
persetujuan tidak lain dari pada “persesuaian kehendak” antar para pihak. Perbuatan yang disebut didalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah perbuatan hukum, hal ini
disebabkan tidak semua perbuatan mempunyai akibat hukum.
2. Undang-Undang.
Perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352 KUHPerdata,
yang berbunyi:
a. Semata-mata dari undang-undang saja (yang timbul oleh hubungan kekeluargaan),
misalnya kewajiban alimentasi yaitu suatu kewajiban untuk menyantuni orang
tuanya (memberi nafkah) sesuai Pasal 298 KUHPerdata;
b. Dari undang-undang sebagai perbuatan manusia. Sesuai dengan ketentuan Pasal
1353 KUHPerdata dapat dibedakan persetujuan yang timbul dari perbuatan
manusia:
(1) Yang sesuai dengan hukum atau perbuatan yang rechtmatige, misalnya dalam
hal seseorang melakukan suatu pembayaran yang tidak diwajibkan (Pasal
101
1359 KUHPerdata), atau jika seseorang dengan sukarela dan dengan tidak
diminta, mengurus kepentingan-kepentingan orang lain (zaakwarneming
dalam Pasal 1354 KUHPerdata).
(2) Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige daad)
yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Suatu perjanjian dapat disebut sebagai suatu perjanjian yang sah ketika telah
memenuhi syarat-syarat perjanjian. Syarat-syarat tersebut diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata yang berbunyi:102 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur
perjanjian, yaitu:103
1. Unsur Esensialia
Unsur ini dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa
prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan
sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis
perjanjian lainnya. Unsur ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan
102
Pasal 1320 BW 103
rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian, misalnya perjanjian jual beli
yang dibedakan dari perjanjian tukar menukar.
2. Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu,
setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang
mengandung esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban
dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual cacat-cacat tersembunyi.
Ketentuan ini tidak dapat oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki
yang demikian.
3. Unsur Aksidentalia
Unsur ini adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan
ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai
dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan
secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian, maka unsur ini pada
hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilakukan atau
dipenuhi oleh para pihak.
2. Pengertian Tentang Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan
debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur,
dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.104
Pengertian perihal mengenai perjanjian kredit tidak secara khusus terdapat dalam
KUHPerdata, tetapi dalam melaksankan suatu perjanjian diperlukannya untuk
menyatakan bahwa sahnya perjanjian terrsebut, yang dimana hal tersebut terdapat
dalam Pasal 1320 KUHPerdata: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan
empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk
membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal tertentu, 4.Suatu sebab yang halal.
Menurut Ketentuan Intruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1966
tanggal 3 Oktober 1996 juncto SEB. Unit 1 No.25/539/UPK/Pemb. Tanggal 20
Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.10/EK/IN/2/1967 tanggal
6 Februari 1967, yang menetukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk
apapun bank – bank wajib mempergunakan /membuat akad perjanjian kredit. ST Remy Sjahdeini menyatakan, dengan menyebutkan ketentuan – ketentuan itu bahwa bank wajib mempergunakan/membuat akad perjanjian kredit,maka dunia
perbankan telah menafsirkan bahwa perjanjian kredit bank harus dilaksanakan secara
tertulis.105
104
Legal Banking, Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang https:// legalbanking.wordpress.com/ materi-hukum/perjanjian-kredit-dan-pengakuan-hutang/ diakses tanggal 28 Juli 2015.
105
Dalam praktek perbankan di Indonesia, bank-bank membuat perjanjian kredit
dengan 2 (dua) bentuk atau cara yaitu , perjanjian kredit berupa akta di bawah tangan.
dan Perjanjian kredit berupa akta notaris. Perjanjian kredit yang dibuat baik dengan
akta di bawah tangan maupun akta notaris, pada umumnya dibuat dengan bentuk
perjanjian baku yaitu dengan cara kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan pihak
nasabah, menandatangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan isi
atau klausul-klausulnya oleh bank dalam suatu formulir tercetak. Dalam hal
perjanjian kredit bank dibuat dengan Akta Notaris, maka bank akan meminta notaris
berpedoman kepada model perjanjian kredit dari bank yang bersangkutan. Notaris
diminta untuk memedomani klausaul-klausul dari model perjanjian kredit bank yang
bersangkutan.106
Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara kreditur dengan
debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah
untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.
Dilihat dari pembuatannya, suatu perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi:107
a. Perjanjian kredit di bawah tangan.
Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat
sendiri oleh kreditur kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk
mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan
formulir perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan
106
ibid
107
ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang
dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka
penandatanganan perjanjian kredit,formulir perjanjian kredit yang isinya sudah
disiapkan bank kemudian diberikan kepada setiap calon-calon debitur untuk diketahui
dan dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut
Perjanjian Kredit Di bawah tangan ini terdiri dari:108
1. Perjanjian Kredit Di bawah tangan biasa;
2. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang dicatatkan di Kantor Notaris
(Waarmerking);
3. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang ditandatangani di hadapan Notaris
namun bukan merupakan akta notarial (legalisasi).
b. Perjanjian Kredit Notariil
Perjanjian ini disiapkan dan dibuat oleh seorang notaris namun dalam praktik
semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan bank kemudian diberikan
kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam
membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam
bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta
notariil atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar
dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal
108
kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari
satu bank).
Setiap kredit yang telah disetujui wajib dituangkan dalam perjanjian kredit
(akad kredit) secara tertulis. Bentuk, format dan isi perjanjian kredit paling kurang
:109
a. memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi
kepentingan BPR dan debitur.
b. memuat jumlah, jangka waktu, suku bunga, tujuan penggunaan, tatacara
pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.
c. perjanjian kredit minimum dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan salah satunya
disampaikan kepada debitur.
3. Landasan Umum Pemberian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin yaitu “credere” (“credo” dan
“creditum”) yang kesemuanya berarti kepercayaan. Bahwa dapat dikatakan dalam
hubungan ini, kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan
perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan
109
bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama
dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.110
Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia terdapat dalam
ketentuan Pasal 1 ayat (11) UUP Indonesia 1992/1998. Undang-undang tersebut
menerapkan :”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajbkan pihak peminjam untuk melunasi utangkanya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”111
Berdasarkan pengertian kredit yang diterapkan oleh undang-undang
sebagaimana tersebut diatas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai
kredit perbankan sepanjang memenuhi usur-unsur sebagai berikut:112
a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang.
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan
uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan
menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah
kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian
(penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter
of credit (LC).
b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain.
Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari
penyediaan uang atau tagihan yang dadpat dipersamakan dengan penyediaan
uang tersebut. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada
ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan
tentang perjanjian tedapat dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, Buku Ketiga
tentang Perikatan, dan ketentuan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan debitur lazim disebut
perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, akad kredit, dan sebutn lain yang hampir
sejenis. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata)
merupakan Undang-Undang bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH
Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang
bagi pihak yang berjanji.
c. Adanya kewajiban melunasi utang.
Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib
melunasinya sesuai dengan yang diperjanjiakan. Pemberian kredit oleh bank
pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan
demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan
secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatau utang yang harus dibayar
kembali oleh debitur.
d. Adanya jangka waktu tertentu.
Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut
ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan debitur. Jangka waktu
yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan
dana pinjaman dan menunjukkan kesempataan dilunasinya kredit.
e. Adanya pemberian bunga kredit.
Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan
adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang
diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan
disetujui bank kepada debitur.
Terhadap kelima unsur-unsur tesebut terdapat dalam pengertian kredit
sebagaimana dapat diketahui bahwa harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk
dapat disebut sebagai kredit di dalam bidang perbankan. Pemberian fasilitas kredit
oleh bank idealnya mendasarkan pada faktor financial, yang mencakup terhadap tiga
pilar, yakni prospek usaha, kinerja, dan kemampuan calon debitur. Sebelum
melakukan perjanjian kredit tersebut harus adanya suatu prinsip kehati-haatian yang
Prinsip kehati-hatian ini oleh berbagai pihak telah banyak dikemukakan,
sebagai upaya untuk merumuskan peryaratanatau asas-asas yang sehat dalam suatu
pemberian kredit. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit
adalah prinsip 5C yang meliputi: 113
1.Character (Watak/kepribadian)
Character atau watak dari calon peminjam merupakan salah satu
pertimbangan yang terpenting dalam pemberian kredit yaitu sifat-sifat calon debitur
baik perusahaan maupun perorangan yang tercermin dalam kemauan (willingness)
dimana bank harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang bertingkah
laku baik, dalam arti selalu memegang teguh janjinya, selalu berusaha dan bersedia
melunasi hutang-hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan
2.Capacity (Kemampuan)
Yaitu kemampuan mengkombinasikan faktor-faktor sumber daya,
memproduksi barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat dan menghasilkan pendapatan
dalam cakupan kemampuan calon debitur untuk mengkalkulasi/menghitung
penghasilan sebagai gambaran kemampuan debitur untuk melunasi kredit. Faktor
kemampuan ini sangat penting artinya mengingat bahwa kemampuan inilah yang
menentukan besar kecilnya pendapatan atau penghasilan suatu perusahaan dimasa
yang akan datang.
113
Rachmat Firdaus, Teori dan Analisa Kredit Serta Ketentuan-Ketentuan Tentang Beberapa Jenis Kredit,(Bandung: Purna Sarana Lingga Utama, 1985), hal 3.
3.Capital (Modal)
Yaitu analisa modal untuk dapat menggambarkan struktur capital. Dengan
demikian bank dapat melihat besar kecil rasa tanggung jawab calon debitur. Modal
terdiri dari modal saham, pinjaman bank dan pihak ketiga lainnya. Hal ini dapat
dilihat dari neraca dan bukti-bukti akuntansi lainnya. Asas Capital atau modal ini
menyangkut beberapa banyak dan bagaimana struktur modal yang telah dimiliki oleh
calon peminjam.
4.Condition of Economy (kondisi perekonomian)
Merupakan analisis terhadap suatu keadaan/kondisi yang dapat diantisipasi
dampaknya atas jalannya kegiatan usaha debitur. Oleh sebab-sebab perkembangan
ekonomi moneter, keuangan/perbankan dan berbagai kebijaksanaan nasional. Asas
kondisi dan situasi ekonomi perlu diperhatikan dalam pertimbangan pemberian kredit
terutama dalam hubungannya dengan keadaan usaha calon peminjam, dimana Bank
harus mengetahui keadaan ekonomi pada saat tersebut yang berpengaruh dan
berkaitan langsung dengan usaha calon debitur dan prospeknya dimasa mendatang.
5.Collateral (jaminan atau agunan)
Yaitu analisa terhadap jaminan kredit untuk meyakinkan bank atas
kesanggupan debitur dalam melunasi kreditnya. Jaminan dapat berupa jaminan pokok
dan jaminan yang dibiayai dengan kredit dan jaminan tambahan yang merupakan
setiap pemberian kredit. Karena itu, bahkan Undang-undang mensyaratkan bahwa
agunan itu mesti ada dalam setiap pemberian kredit.
4. Jaminan Yang Digunakan Dalam Perjanjian Kredit
Sebagaimana objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam suatu
utang-piutang, secara umum kredit perbankan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu:114
a. Barang Bergerak
Barang bergerak yang berupa barang berwujud, misalnya adalah sangat
banyak jenisnya walaupun masih dapat dibedakan menjadi beberapa subkelompok,
antara lain berupa barang perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor,
perlengkapan rumah tangga, perlengkapan kantor, alat berat, alat transportasi laut
dan sungai, alat transportasi udara, barang persediaan, barang dagangan, dan
sebagainya.
b. Barang Tidak Bergerak.
Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan benda-benda yang berkaitan
(melekat) dengan tanah, seperti rumah tinggal, gedung kator, gudang, hotel, dan
sebagainya. Barang tidak berwujud dapat berupa tagihan, pitang, dan sejenisnya
(tetapi untuk surat yang mempuya harga mungkin masih perlu penegasan apakah
termasuk sebagai barang berwujud atau barang tidak berwjud misalnya saldo
114
tabungan dan saldo giro yang seharusnya dibedakan dari bilyet deposito atau
sertifikat deposito).
c. Jaminan Perorangan.
Penanggungan utang dapat berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan
jaminan perusahaan (company/corporate/guaranty). Personal guarantee atau yang disebut juga dengan jaminan pribadi terhadap pemenuhan kewajiban dalam suatu
fasilitas kredit diberikan terhadap seseorang yang mengikatkan dirinya didalam
suatu perjanjian kredit untuk turut serta menjaminkan harta-harta pribadinya
sebagai pelunasan kredit bilamana terjadi suatu peristiwa gagal bayar. Sedangkan
corporate guarantee adalah115 bentuk penjaminan dari suatu institusi (badan
hukum perusahaan) kepada bank atas kredit yang dikucurkan oleh bank kepada
nasabahnya. Tentunya perusahaan yang memberikan jaminan tersebut telah
mengenal dengan baik nasabah yang menerima kredit dari bank, sehingga atas
kegagalan pelunasan kredit nasabah akan menjadi tanggungan perusahaan yang
menjaminnya .
Berdasarkan peraturan perundang-unndangan yang mengatur atau berkaitan
dengan masing-masing barang yang ditetapkan sebagai objek jaminan kredit akan
dapat dinilai berbagai hal tentang barang yang bersangkutan. Tanah yang diajukan
oleh calon peminjam (debitur) sebagai jaminan kredit terlebih dahulu dinilai
115
berdasarkan ketentuan UUPA. Undang-undang tersebut mengatur antara lain tentang
berbagai hak yang dapat diberikan atas tanah.
Beberapa hak atas tanah yang termasuk sebagai tanah yang sudah terdaftar
sehingga mempunyai sertifikat adalah berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak
Guna Usaha, dan Hak Pakai. Secara umum objek yang dapat diterima sebagai
jaminan kredit di bank adalah :116
a. Tanah : SHM, Letter C, Sertifikat Sarusun, Sertifikat Hak Pakai, SHGB, Peto
Girik,tanah sawah produktif, tanah kosong,tanah kebun produktif .
b. Tanah & Bangunan : SHM, Letter C, Sertifikat Sarusun, Sertifikat Hak Pakai,
Petok D, HPTU/SIPTU, rumah tinggal, ruko, apartemen, toko, pabrik .
c. Kendaraan Bermotor (Roda Dua & Roda Empat) : BPKB (Bukti Pemilik
Kendaraan Bermotor), Mobil ,Sepeda Motor.
d. KIOS/Los/Lapak : SHPTU, Surat Ijin Penggunaan KIOS atau Dokumen
Kepemilikan KIOS Lainnya
e. Deposito : Bilyet Deposito
116
5. Pelaksanaan Perjanjian Kredit
Sebelum penandatanganan perjanjian kredit dan sebelum suatu kredit dapat
dicairkan debitur biasanya disyaratkan untuk menyerahkan beberapa dokumen – dokumen atau data yang dianggap penting oleh Bank antara lain:117
a. Dokumen-dokumen perusahaan/Identitas Debitur.
b. Asli surat kuasa.
c. Salinan surat izin usaha perdagangan dan/atau surat-surat izin lainnya.
d. Asli bukti-bukti hak kepemilikan atas Jaminan
e. Invoice/Daftar tagihan-tagihan/dokumen lain yang sejenis yang mencantumkan ketentuan bahwa pembayaran melalui rekening Debitur yang ada di Bank.
f. Semua Perjanjian Jaminan telah ditanda tangani dan dalam bentuk dan isi yang disetujui Bank.
Debitur tidak sedang dalam keadaan lalai berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang termasuk dalam Perjanjian ini atau berdasarkan sebab lain sesuai pertimbangan
baik bank. Dalam pelaksanaan pemberian kredit bank harus memberikan
batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh debitur (Affirmative Covenant) selama dalam masa
pemberian kredit. Ada beberapa covenant standard yang biasanya wajib dicantumkan
dalam perjanjian kredit antara lain adalah:118
a. Menggunakan fasilitas kredit seperti yang dipersyaratkan;
117
Legal Banking, Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang https://legalbanking.wordpress.com/ materi-hukum/perjanjian-kredit- dan-pengakuan-hutang/, diakses tanggal 16 Oktober 2015.
118
b. Mengasuransikan seluruh barang-barang yang dijadikan jaminan/agunan fasilitas kredit;
c. Memberikan ijin kepada bank atau petugas-petugas yang diberi kuasa oleh bank untuk: (a) melakukan pemeriksaan (audit) terhadap buku-buku, catatan-catatan
dan administrasi debitur serta memeriksa keadaan barang-barang jaminan, dan
(b) melakukan peninjauan ke dalam proyek, bangunan-bangunan lain dan
kantor-kantor yang digunakan debitur;
d. Memberikan segala informasi/keterangan/data-data (seperti, namun tidak terbatas pada laporan keuangan debitur): (a) segala sesuatu sehubungan dengan keuangan
dan usaha debitur, (b) bilamana terjadi keadaan yang dapat mempengaruhi
keadaan usaha atau keuangan debitur, setiap waktu, baik diminta maupun tidak
diminta oleh bank;
e. Menyerahkan data yang diminta oleh bank dalam rangka pengawasan pemberian kredit yaitu, antara lain namun tidak terbatas pada Laporan keuangan, laporan
inventory, daftar tagihan dan lain-lain.
Hasil dari suatu analisis kredit adalah adanya usulan apakah permohonan
debitur tersebut disetujui atau tidak. Jika permohonn debitur/calon debitur tersebut
disetujui, maka dalam analisis kredit tersebut dituangkan dalam usulan berisis
mengenai pokok-pokok dari fasilitas kredit yang disetujui yang nantinya akan
disampaikan kepada nasabah/debitur/calon debitur dalam bentuk Surat Putusan
Pada saat pelaksanaan perjanjian kredit, dihadiri oleh pihak banknya yang
menangani bagian perkreditan, pihak yang akan melakukan pinjaman dalam hal ini
adalah debiturnya, beserta Notaris, dan juga saksi-saksi. Notaris membacakan akta
perjanjian kredit yang dibuat berdasarkan SPPK atau yang biasa disebut juga OL
(Offering Letter) yang berisikan mengenai jangka waktu pinjaman debitur,
plafondnya, besar pinjamannya, asuransinya, dan lain sebagainya yang sebelumnya
juga sudah diketahui oleh debitur. Setelah pembacaan akta perjanjian kredit, maka
Notaris akan menanyakan apakah debitur sudah memahami secara keselurahan
mengenai isi dari akta perjanjian kredit tersebut, atau adakah yang perlu ditambah
atau dikurangi. Setelah semuanya selesai dibacakan, maka akan ditandatngani lah
akta perjanjian kredit tersebut.
Berdasarkan dari asas yang digunakan yakni adalah asas keseimbangan
menurut Kranenburg dimana yang dimaksud dengan asas keseimbangan dalam hal ini
adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum
dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang terdapat di dalam KUHPerdata. Dengan
menunjuk dasar bagi keseimbangan dan keserasian dalam perjanjian tertuang didalam
Pasal 1320 KUHPerdata, hanya apabila dalam keadaan in concerto ada keseimbangan
dan keserasian maka tercapailah kesepakatan atau consensus yang sah antara pihak
debitur dengan pihak krediturnya. 119
119
Asas keseimbangan ini bertujuan untuk memberitahukan bahwa kedudukan
kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik
sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. Tujuan dari asas keseimbangan
adalah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam
menentukan hak dan kewajibannya.120 Asas keseimbangan dilandaskan pada upaya
mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan
pengalihan kekayaan secara absah. Dengan demikian bahwa bentuk ideal dari sebuah
perjanjian adalah adanya bentuk kepantasan dalam menempatkan posisi masing – masing pihak untuk menempatkan dirinya didalam sebuah kontrak. Karena dengan
terciptanya keadaan yang seimbang dimana tidak ada satu pihak pun yang posisisnya
lebih tinggi dan menghasilkan hak serta kewajiban yang seimbang membuat
perjanjian tersebut bisa sejalan.
Sejalan terhadap pengertian tersebut bahwasanya setiap perjanjian didasari
dengan adanya kesepakatan yang kemudian dijalankan sesuai dengan tujuan luhur
yang mengahasilkan tujuan akhir berupa keseimbangan diantara kedua belah pihak
dalam perjanjian untuk mecapai tujuan perjanjian tersebut. Dalam sebuah pengertian
dimana didalam sebuah perjanjian pada dasarnya seseorang tidak ada yang secara
sukarela dalam mengikatkan dirinya kedalam sebuah perjanjian tanpa adanya imbalan
yang akan didapatkannya. Hal tersebut merupakan sebuah pengertian wajar dimana
sebuah perjanjian didasari atas alasan timbal balik diantara kedua belah pihak yang
bersepakat untuk mengikatkan dirinya.
120
Dalam sebuah perjanjian pastilah dilengkapi oleh dasar kehendak oleh mereka
yang ingin melakukan pengikatan diri didalam perjanjian sebagaimana yang
dimaksudkan. Selain kehendak tentunya ada bentuk kepercayaan dimana menjadi
sesuatu hal yang tidak mungkin seseorang melakukan pengikatan diri tanpa nilai – nilai kepercayaan dan tanpa adanya pernyataan tentang apa yang akan dijadikan objek
didalam perjanjian tersebut. Nilai – nilai tersebut merupakan sebuah kepastian yang merupakan bentuk ketentuan yang menggariskan tentang isi dan muatan yang
menjadi pokok dalam perjanjian tersebut.
B.Perjanjian Kredit Yang Mengalami Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Macet
Istilah kredit macet umumnya muncul setelah pihak debitur macet dan gagal
melakukan pelunasan kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Di dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/267/KEP/DIR jo Surat Edaran Bank
Indonesia No.30/16/UPPB tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva
Produktif ditetapkan secara tegas penggolongan kualitas kredit, yaitu :
a. Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria :
1) Pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat waktu, dan
2) Memiliki mutasi rekening yang aktif, atau
3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral)
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90
hari, atau
2) Kadang-kadang dapat cerukan, atau
3) Mutasi rekening relatif aktif, atau
4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan, atau
5) Didukung oleh pinjaman baru
c. Kurang lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90
hari, atau
2) Terjadi cerukan, atau
3) Frekuensi rekening relatif rendah, atau
4) Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari, atau
5) Terdapat indikasi masalah keuangan debiur, atau
6) Dokumentasi pinjaman lemah
d. Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90
hari, atau
2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau
3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari, atau
4) Terjadi kapitalisasi bunga, atau
5)Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
e. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270
hari, atau
2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau
3) Dari segi hukum kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
Namun dalam keadaan tertentu selanjutnya, suatu kredit memenuhi kriteria
lancar (pass), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (substandard),
dan diragukan (doubtful), apabila menurut penilaian keadaan usaha peminjam
diperkirakan tidak mampu untuk mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya, maka kredit tersebut digolongkan pada kualitas yang lebih rendah atas
dasar penilaian yang berpedoman pada indikator tambahan sebagaimana terdapat
pada lampiran 1 (satu) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/267/DIR
tanggal 27 Februari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif.
2. Faktor Penyebab Munculnya Kredit Macet
Penyebab lahirnya kredit macet setidak-tidaknya disebabkan oleh dua hal,
yaitu kondisi internal dan eksternal. Secara internal masih banyak pejabat bank yang
bertindak dengan tidak mematuhi Undang-Undang Perbankan dan management bank.
kondisi perekonomian bangsa.121 Terjadinya suatu tindakan kredit macet dalam
perjanjian kredit bank tidak terjadi begitu saja, kredit macet bisa ditumbulkan oleh
karena adanya beberapa hal, berikut adalah hal-hal yang menyebabkan timbulanya
kredit macet yang merupakan kesalahan dari pihak bank atau krediturnya:122
1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;
2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan
yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko
tinggi;
4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf
bagian kredit;
6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;
7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit
bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur
lama;
Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena
kesalahan pihak debitur antara lain:
121
Tan Kamello, Penyelesaian Kredit Macet Dengan Eksekusi Jaminan, Makalah Dalam Seminar Nasional Perspektif Notaris Sebagai Pejabat Lelang, Diselenggarakan Oleh Sekolah Pasca Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 14 April 2007 hal 4.
122
1. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya
kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi:
2. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena
kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
3. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,
atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga
debitur;
4. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;
5. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;
6. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana
alam;
7. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan
mengembalikan kredit).
3. Upaya Untuk Mencegah Terjadinya Kredit Macet
Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam penyelamatan kredit macet dapat
dilihat didalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 23/12/BPPP tanggal 28
Februari 1991 tentang beberapa kebijakan yaitu:123
1. Melalui rescheduling (penjadwalan kembali);
123
Yaitu suatu upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat
perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali. Jangka waktu
kredit termasuk masa tenggang (grace period), termasuk perubahan jumlah angsuran,
bila perlu dengan penambahan kredit. Dengan penjadwalan kembali pelunasan kredit,
bank memberi kelonggaran kepada debitur untuk membayar hutangnya yang telah
jatuh tempo, dengan jalan menunda tanggal jatuh tempo tersebut.
Apabila pelunasan kredit dilakukan dengan cara mengangsur, dapat juga bank
menyusun jadwal baru angsuran kredit untuk meringankan kewajiban kreditur dalam
melaksanakannya. Jumlah pembayaran kembali tiap angsuran dapat disesuaikan
dengan perkembangan likuiditas keuangan (cash ending balance) debitur. Dengan
demikian diharapkan debitur mampu melunasi kredit yang tertunggak tanpa harus
mengorbankan kelancaran operasi bisnis perusahaan mereka.
Upaya penyelamatan kredit dengan jalan penjadwalan kembali pelunasan
kredit terutama dilakukan apabila debitur tidak dapat melunasi pembayaran kredit
atau angsuran kredit yang telah jatuh tempo, namun dari hasil evaluasi bank
mengetahui bahwa prospek kondisi keuangan debitur dimasa depan tidak
mengkhawatirkan. Dengan perkataan lain likuiditas yang dihadapi debitur sifatnya
hanya sementara. Waktu perpanjangan tanggal jatuh tempo dalam penjadwalan
kembali pelunasan kredit tidak boleh terlalu lama.
Perpanjangan tanggal jatuh tempo pelunasan kredit yang terlalu lama dapat
mengurangi tingkat keseriusan penanganan kredit bermasalah. Debitur merasa bahwa
merasa tidak perlu tergesa-gesa mencari sumber dana pelunasan. Lebih berbahaya
lagi bila debitur merasa bahwa bank tidak serius mendesak mereka untuk segera
melunasi hutangnya. Ada kemungkinan debitur mempergunakan kelebihan uang yang
mereka peroleh selama masa penjadwalan kembali untuk mendanai keperluan lain
yang tidak ada hubungannya dengan pelunasan kredit.
2.Melalui reconditioning (persyaratan kembali).
Yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat-syarat
perjanjian yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran dan atau
jangka waktu kredit saja. Namun perubahan kredit tersebut tanpa memberikan
tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atasseluruh atau sebagian dari kredit
menjadi equity perusahaan.
3.Penataan Kembali (restructuring).
Yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit
berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau
sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling
dan atau reconditioning. Tujuan utama penataan kembali persyaratan kredit adalah
memperkuat posisi tawar menawar Bank dengan debitur. Dalam rangka penataan
kembali persyaratan kredit itu, isi perjanjian kredit ditinjau kembali dan bila perlu
dengan upaya penjadwalan kembali pelunasan kredit. Agar tidak terjadi cacat hukum
dalam perjanjian kredit yang diperbaharui.
Restructuring atau biasanya di bank juga di sebut sebagai restrukturisasi,
restrukturisasi kredit adalah124 upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan
perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memunhi
kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:
a. Penurunan suku bunga kredit
b. Perpanjangan jangka waktu kredit
c. Pengurangan tunggakan bunga kredit
d. Pengurangan tunggakan pokok kredit
e. Penambahan fasilitas kredit, dan atau
f. Konveri kredit menjadi penyertaan modal sementara.
4. Suplesi (Penambahan nilai kredit)
Biasanya dilakukan apabila adanya penambahan fasilitas kredit yang
dilakukan oleh pihak debiturnya, hal ini biasanya dianjurkan oleh bagian AO
(Account Officer).
124
C.Tindakan Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit 1. Konsep dan Bentuk Wanprestasi
Sebelum membahas mengenai bagaimana wanprestasi dalam suatu perjanjian
kredit itu, terlebih dahulu haruslah dipahami mengenai prestasi. Prestasi atau yang
dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam hukum
kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu
kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai
dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan.125
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam
setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata
kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam
Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur
baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,
menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini
dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam
perjanjian antara pihak-pihak. 126
125
Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 87.
126
Pasal 1131: “Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yagn tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.127
Pasal 1132: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersams-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya
piutang masing-masin, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada
alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”128
Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata, wujud dari suatu prestasi itu terbagi
menjadi tiga, yakni:
a. Memberikan sesuatu
b. Untuk berbuat sesuatu, dan
c. Untuk tidak berbuat sesuatu
Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :129
a. Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak
ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
b. Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar
dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
c. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak
d. Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan,
menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat
dibatalkan (vernietigbaar).
e. Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari
satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan
(vernietigbaar).
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk, yang dapat berupa 4 (empat) macam :130
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang menurutperjanjian tidak boleh dilakukannya
Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagai mana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara kreditur dan debitur131. Pengertian Wanprestasi adalah tidak memenuhi
sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perikatan.132
Pengertian mengenai wanprestasi, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1238
KUHperdata :
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
130
R. Subekti, Hukum Perjanjian,(Jakarta: Pembimbing Masa,1963), hal 48 . 131
Abdul R Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 15 132
sendiri, ialah jika ia menerapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.133
Wanprestasi ialah keadaan dimana salah satu pihak tidak melakukan kewajiban,
terlambat atau tidak sempurna melakukan kewajibannya. Keadaan cidera janji
berbeda dengan keadaan di luar kekuasaan atau kemampuan dari pihak yang tidak
dapat melaksanakan kewajibannya. Kemungkinan dapat atau tidak dapat diatasi
keadaan di luar kuasa/kemampuan harus diberitahukan dengan segera kepada pihak
lainnya dan bahwa telah dicoba untuk mengatasi keadaan tersebut sebatas masuk akal
sehingga tidak dapat digolongkan pada cidera janji. 134
Wanprestasi (breach of contract) adalah pelanggaran atau kegagalan untuk
melaksanakan ketentuan kontrak atau perjanjian yang mengikat secara hukum. Ada
dua jenis wanprestasi, yaitu wanprestasi total (total breach) dan wanprestasi parsial
(partial breach). Pada wanprestasi total, pelaksanaan kontrak sudah tidak mungkin
dilaksanakan, sedangkan pada wanprestasi parsial pelaksanaan kontrak masih
mungkin. Macam-macam bentuk keadaan wanprestasi:135
1. Tidak terpenuhinya prestasi sama sekali.
2. Ada prestasi, tetapi tidak sesuai dengan harapan.
3. Memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya (terlambat) dari waktu yang telah
dijanjikan.
133
Pasal 1238 BW 134
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010) hal. 258-259
135
4. Melakukan sesuatu yang menurut perikatan/perjanjian tidak boleh dilakukan,
demi tercapainya suatu prestasi.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila dia telah diberikan somasi
dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.
2. Sebab-Sebab Timbulnya Wanprestasi Dan Akibat Hukumnya
Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :136
a. Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.
b. Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan
debitur. Debitur tidak bersalah.
Untuk menentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan wanprestasi, ada
tiga keadaan yaitu :
a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,
b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru,
c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat.
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman
atau sanksi berupa:137
a. Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal
1243 KUHPerdata).
136
Op.Cit, Prestasi dan Wanprestasi.
137
b. Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan
melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPerdata).
c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak
terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata).
d. Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan
disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata).
e. Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri dan
debitur dinyatakan bersalah.
3. Terjadinya Tindakan Wanprestasi Yang Hanya Berlandaskan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Kredit macet adalah termasuk suatu tindakan wanprestasi, karena kredit macet
dapat terjadi apabila debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya sesuai jangka
waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Sebagaimana yang sudah ada
ditetapkan dalam SPPK yang dimana didalamnya tertera hal-hal yang akan menjadi
pokok dalam perjanjian kredit untuk dilaksanakan, yang dimana ternyata debitur tidak
dapat memenuhi perjanjian dalam dalam SPPK yang telah disetujuinya sebelumnya,
hinggal timbulah suatu tindakan kredit macet yang dimana adalah termasuk tindakan
wanprestasi.
Terhadap perjanjian kredit yang hanya berlandaskan SKMHT saja sulit untuk
peningkatan ke APHT hingga tidak adanya suatu hak tanggungan atau sertifikat yang
muncul untuk dapat dilelangkan.
Apabila hanya diikuti dengan SKMHT dan tidak dilanjuti dengan pembuatan
APHT tentunya nanti tidak dapat dilelang, karena jaminan kredit bank hanya
dilakukan berdasarkan SKMHT saja. Bisa dilakukannya tindakan pengeksekusian
apabila diikuti dengan APHT, karena yang dapat dieksekusi atau dilelang ke Balai
Lelang adalah hak tanggunan yang sudah berbentuk sertifikat yang sudah didaftarkan
ke BPN.
Seperti yang dapat diketahui bahwa perjanjian kredit yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT biasanya karena adanya hal-hal tertentu, biasanya masyarakat yang hanya melakukan pinjaman sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), biasanya dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah. Sehingga apabila terjadinya tindakan wanprestasi dalam hal ini tentu bank yang akan dirugikan, masyarakat menengah kebawah tersebut tidak memiliki biaya tentunya untuk meningkatkan ke APHT, yang dimana untuk peningkatan ke APHT untuk dapat keluarnya sertifikat yang dapat digunakan untuk dilelang nanti karena adanya wanprestasi. Biasanya bank akan membantu untuk penyelesaian wanprestasi ini, biasanya dilakukan secara kekeluargaan.138
Secara kekeluargaan ini maksudnya juga bisa melalui bantuan dari pihak bank, kemungkinan pihak bank akan mencari masyarakat lain yang mau membeli rumah atau jaminan kredit yang akan dilelangkan tersebut, secara kekeluargaan melalui perjanjian dibawah tangan, tidak dilakukan melalui Balai Lelang karena tidak adanya sertifikat yang timbul, hanya adanya SKMHT saja.139
Jika debitur wanpretasi sedangkan kreditur hanya memegang dan menyimpan
SKMHT maka upaya yang dapat dilakukan adalah:140
138
Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris Henny Triana Barus,SH 139
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aidil pegawai Bank BRI unit setia budi bagian adminstrasi kredit
140
a. Kreditur meminta kepada debitur agar segera dibuatkan APHT kemudian
mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Tanah setempat.
b. Perjanjian kredit yang diperbolehkan hanya dibuat SKMHT hanya perjanjian kredit
di bawah 50 (lima puluh) Juta Rupiah. Kredit dengan besaran di atas 50 (lima
puluh) juta harus dan wajib dibuat APHT yang didaftarkan sehingga kreditur
sudah mendapat kepastian dan perlindungan hukum dari APHT yang didaftarkan
karena mempunyai “kekuatan eksekutorial”.
c. Jika debitur wanprestasi maka, berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan tersebut,
maka kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial untuk
menjual benda objek jaminan dengan “pelelangan umum:.
Perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan akan berakhir atau
utangnya akan lunas dengan cara:141
a. Perjanjian utang akan berakhir dengan dilaksanakannya atau di eksekusinya
perjanjian utang piutang itu dengan dilunasinya utang atau dipenuhinya prestasi
secara suka rela oleh debitur. Dalam hal ini tidak terjadi wanprestasi.
b. Apabila terjadi wanpretasi maka kreditur dapat mengadakan parate eksekusi
dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tanpa melibatkan pengadilan.
Utang dilunasi dari hasil penjualan lelang tersebut.
c. Apabila wanprestasi maka kreditur dapat mengajukan sertifikat hak tanggungan ke
pengadilan untuk dieksekusi berdasarkan Pasal 224 RBg yang diikuti dengan
141
pelelangan umum. Dengan dilunasi utang dari hasil penjualan lelang maka
perjanjian utang piutang berakhir.
d. Apabila debitur cidera janji dan debitur tidak mau memenuhi prestasi maka debitur
digugat oleh kreditur yang kemudian diikuti oleh putusan pengadilan yang
memenangkan kredit. Jika tidak mau memenuhi keputusan pengadilan, maka
dieksekusi secara paksa melalui pelelangan umum.
D. Tindakan Yang Dilakukan Pada Saat Terjadinya Kredit Macet Yang Diikuti Dengan SKMHT Yang Juga Sudah Jatuh Waktu.
Seperti yang telah di sebutkan sebelumnya bahwa suatu kredit macet itu
timbul karena adanya faktor external dan juga internal. Kredit macet juga dapat
timbul sebenarnya bukan kemauan dari si debitur, mungkin juga oleh karena adanya
suatu kondisi tertentu yang menyebabknya hingga terjadinya kredit macet.
Terhadap perjanjian kredit yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT
saja apabila terhadap SKMHT tersebut sudah habis jangka waktunya yakni 1 (satu)
bulan lamanya, dimana ada disebutkan bahwa menurut Pasal 15 ayat (3) UUHT,
SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan
pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan. Sedangkan
menurut ayat (4), SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib
diberikan.142 Jangka waktu berlaku SKMHT hanya selama 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak akta tersebut ditandatangani san segera harus ditingkatkan menjadi
APHT. Sedangkan APHT sendiri juga harus didaftarkan dalam jangak waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak akta tersebut ditandatangani.
Jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk APHT dan 30 (tiga puluh) hari
kalender untuk SKMHT tersebut tidak berlaku bagi kredit-kredit usaha kecil, seperti
Koperasi Unit Desa, Kredit Usaha Tani, atau kredit kepada Koperasi Primer untuk
anggotanya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu
Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin
Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu jo Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993, jangka waktu berakhirnya SKMHT yang
diberikan oleh pemilik tanah atau bangunan yang memperoleh fasilitas kredit
dimaksud adalah selama jangka waktu perjanjian pokoknya.143
Berdasarkan dari PMNA/KBPN, terhadap SKMHT yang sudah mati masa
berlakunya dengan diikuti oleh adanya perjanjian kredit yang ternyata mengalami
kredit macet juga, maka dapat kita perhatikan dalam Pasal (3), yakni:
“Ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 berlaku juga untuk batas waktu penggunaan surat kuasa membebankan hipotik yang sudah ada pada waktu diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan sebagaimana
142
ST.Remy Sjahdeni Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggugan),(Bandung : Alumni, 1999),hal 112.
143
dimaksud Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan sepanjang mengenai surat kuasa yang diberikan dalam rangka menjamin pelunasan jenis-jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan 2 dan batas waktu berlakunya surat kuasa tersebut menurut Peraturan ini lebih panjang dari pada 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan.”
Berdasarkan dari ketentuan tersebut maka SKMHT tersebut dijalankan
kembali dengan syarat membawa fotocopy PK (Perjanjian Kredit) sebelumnya,
identitas-identitas debitur dan disertai dengan SKMHT yang sudah mati masa
berlakunya, semuanya tersebut dibawa ke BPN, setelah semua proses dilakukan,
maka terhadap SKMHT tersebut dapat diajalankan kembali, dan apabila hendak
ditingkatkan ke APHT pun sudah bisa dilakukan. Hal ini dapat dilakukan terhadap
proyek-proyek tertentu, terhadap kredit-kredit usaha kecil saja,144 dimana hal ini
terdapat dalam PMNA/KBPN, sehingga SKMHT berlaku sampai masa berlaku
sampai perjanjain kredit yang bersangkutan berakhir masa berlakunya.
Terhadap kredit-kredit tertentu, jangka waktu SKMHT berlaku sepanjang
masa kredit dimaksud. Jangka waktu diberikan adalah 10 tahun, maka SKMHT akan
berlaku selama 10 tahun tersebut. Jika debitur macet pada tahun ke-5, bank tetap
dapat menindaklanjuti SKMHT dimaksud dengan APHT dan selanjutnya
mendaftarkan APHT tersebur ke kantor pertanahan setempat. Setelah APHT
144
didaftarkan, apabila diinginkan, bank juga dapa melaksanakan eksekusi atas hak
tanggungan yang berkenaan.145
145
BAB IV
TINDAKAN YANG DILAKUKAN OLEH KREDITUR KETIKA TERJADINYA KREDIT MACET ATAU WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH DEBITUR DENGAN JAMINAN YANG HANYA
DIIKUTI DENGAN SKMHT
A. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Kredit Yang Berupa Hak Tanggungan 1. Pengertian Parate Executie (Parate Eksekusi)
Apabila debitur cidera janji obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan
umum menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kreditur pemegang hak tanggungan berhak mengambil seluruh atau
sebagian dari hasilya untuk pelunasan piutangnya yang dijamin dengan hak
tanggungan tersebut, dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur yang lain,
inilah yang disebut eksekusi hak tanggungan.146
Pengertian Parate Eksekusi dan grosse akta parate eksekusi (parate executie)
adalah pelaksanaan dari suatu perikatan dengan langsung tanpa melalui suatu vonnis
pengadilan. Dalam Hukum Acara perdata Indonesia parate eksekusi atau eksekusi
langsung terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik
debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial. Menurut kamus hukum oleh Sudarsono,
parate eksekusi ialah pelaksanaan langsung tanpa melalui proses pengadilan; eksekusi
146
langsung yang biasa dilakukan dalam masalah gadai sesuai dengan ketentuan yang
tercantum di dalam perjanjian. 147
Parate eksekusi merupakan eksekusi langsung berdasarkan adanya grosse pada
suatu akta pengakuan hutang. Dari sinilah kreditur dapat mengajukan permohonan
eksekusi ke Pengadilan Negeri bila debitur tidak dapat melunasi hutangnya pada
waktu yang ditentukan tanpa melalui proses peridangan. Grosse adalah salinan
pertama dari akta otentik. Salinan pertama tersebut diberikan kepada kreditur. Dalam
buku Pedoman Tugas (Buku II) yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama
dari akta otentik yang diberikan kepada kreditur. Menurut Pasal 258 RBg ada dua
macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan
hutang dan grosse akta hipotik.
Asli akta pengakuan hutang (minut) tersebut disimpan oleh Notaris, sedangkan
salinan pertama akta tersebut diberi kepala/irah-irah yang berbunyi “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dipegang kreditur. Dan salinan yang
diberikan kepada debitur tidak memakai irah-irah seperti yang dipegang oleh kreditur
tersebut. Dalam acara perdata dijelaskan bahwa menurut pasal 258 RBg ada dua
macam grose akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial yaitu grosse akta
pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Dan yang kita bicarakan disini ialah
grosse akta pengakuan hutang. Disamping itu parate eksekusi juga berlaku bagi
pemegang gadai (Pasal 1155 KUHPerdata).
147
Jika debitur wanprestasi, maka pemegang gadai berhak menjual benda gadai atas
kekuatan sendiri. Hak pemegang gadai untuk menjual barang gadai tanpa title
eksekuturial (tanpa perlu perantara) disebut parate eksekusi. Dengan demikian
pemegang menjual barang gadai seakan menjual barangnya sendiri, dan berhak
mengambil pelunasan piutangnya terlebih dahulu. Tetapi ketentuan Pasal 1155 ini
bersifat mengatur (aanvullend recht) dimana para pihak diberi kebebasan untuk
memperjanjikan lain, misalnya melalui penjualan dimuka umum atau dibawah
tangan. Namun demikian pemegang gadai dilarang memiliki benda gadai (Pasal 1154
KUHPerdata).
2. Jenis-Jenis Eksekusi Jaminan Kredit
Mengenai pengeksusian terhadap obyek jaminan kredit yang berupa hak
tanggungan, pengaturannya terdapat dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT, yang mengatur
bahwa apabila debitur cidera janji, maka obyek hak tanggungan dapat dieksekusi
dengan dua cara yaitu :Eksekusi Atas Kekuasaan Sendiri (Parate Eksekusi) Dan
Kekuatan Eksekutorial Sertifikat HakTanggungan,yakni:
a. Eksekusi Atas Kekuasaan Sendiri (Parate Eksekusi).
Berdasarkan Pasal 6 UUHT bahwa kreditur pemegang hak tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
pelelangan umum, dari hasil pelelangan tersebut kreditur mengambil untuk pelunasan
Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri dinyatakan sebagai janji, namun
undang-undang hak tanggungan juga menentukan sebagai hak yang diberikan
Undang-undang, yaitu jika debitur cidera janji, maka pemegang hak tanggungan
pertama diberi hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
tersebut (Pasal 6 UUHT).
Ketentuan ini bersifat Overlapping dan berlebihan (overboding),yakni disatu sisi
diatur sebagai janji yang dibuat oleh para pihak, namun disisi lain ditentukan sebagai
hak yang diberikan oleh undang-undang. Pembentuk UUHT mencampuradukan
kekuasaan untuk menjual sendiri obyek hak tanggungan, yakni sebagai norma dan
juga sekaligus sebagai janji.148
Menurut Herowati Poesoko, prosedur pelaksanaan parate executie menurut Pasal 6
UUHT menegaskan pelaksanaan parate eksekusi melalui pelelangan umum, maka
rasio hukumnya pejabat tersebut adalah Pejabat Kantor Lelang Negara. Oleh
karenanya prosedur pelaksanaan parate executie tanpa memerlukan fiat Ketua
Pengadilan Negeri. 149
148
Koidin, Problematika Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan, (Yogyakarta: Laks Bang Pressindo, 2005), hal. 19
149
b.Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan
Pemenuhan piutang kreditur dengan mendasarkan kekuatan eksekutorialnya dari
sertifikat hak tanggungan timbul sebagai akibat hukum adanya irah-irah Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga sertifikat hak
tanggungan mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde).
Eksekusi objek hak tanggungan melalui pengadilan negeri dalam praktek
dijadikan upaya utama oleh pihak kreditur. Kreditur jarang menempuh langkah
penjualan dibawah tangan atau penjualan lelang atas kekuasaan sendiri (parate
eksekusi) jika debitur wanprestasi, kreditur langsungmeminta kepada Pengadilan
Negeri agar dilaksanakan eksekusi berdasarkan sertifikat hak tanggungan yang
mempunyai titel eksekutorial. Eksekusi ini didasarkan pada pasal 224 HIR (Pasal
258RBg).150
Sebelum pelelangan dilaksanakan harus diumumkan sebanyak dua kali
berturut-turut melalui surat kabar dalam tenggang waktu 15 hari (Pasal 200 (7) HIR). Sebelum
saat pengumuman lelang dikeluarkan debitur masih diberi kesempatan untuk
melunasi utang, biaya dan bunga (Pasal 20 ayat 5 UUHT dan penjelasannya). Dalam
praktek meski pelelangan sudah diumumkan namun jika debitur membayar hutang
beserta bunga, maka pelelangan akan dihentikan.
150
B.Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Jaminan Debitur Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan SKMHT.
1. Pengertian Sita Jaminan
Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda),151 dan istilah Indonesia
beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di
dalamnya ialah:
a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam
keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant).
b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)
berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.
c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang
disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat
pembayaran atas pelunasan utang debitor atau tergugat, dengan jalan menjual
lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut.
d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses
pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.
151
Ada banyak jenis sita, namun secara umum dikenal dua jenis:
a. Sita terhadap harta benda milik tergugat (conservatoir beslag)
Sita ini dilakukan terhadap harta benda milik debitor. Kata conservatoir sendiri
berasal dari conserveren yang berarti menyimpan, dan conservatoir beslag
menyimpan hak seseorang. Maksud sita jaminan ini adalah agar terdapat suatu barang
tertentu yang nantinya dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang tergugat.
Perihal sita conservatoir beslag ini diatur dalam pasal 227 (1) HIR, intisari dari
ketentuannya adalah sebagai berikut :152
1. Harus ada sangkaaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan
atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan
barang-barangnya;
2. Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan orang yang terkena sita,
artinya bukan milik penggugat;
3. Permohonan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara
yang bersangkutan;
4. Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;
5.Sita conservatoir dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang
bergerak dan tidak bergerak.
152
b. Sita terhadap harta benda milik penggugat sendiri
Berbeda dari conservatoir beslag, dikenal juga sita terhadap harta benda
penggugat/pemohon sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain
(termohon/tergugat). Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa
uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon. Sita ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu sita revindicatoir (Pasal 226 HIR / 260 RBg) dan sita
marital (Pasal 823-823j Rv). Revindicatoir berarti mendapatkan, dan kata sita
revindicatoir mengandung pengertian menyita untuk mendapatkan kembali (barang
yang memang miliknya).
Sesuai dengan Pasal 226 HIR / 260 RBg, untuk mengajukan permohonan sita
revindicatoir, pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada
dugaan yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau
melarikan barang yang bersangkutan selama proses persidangan.
Sedangkan pada sita jaminan conservatoir, sesuai Pasal 227 HIR / 261 RBg,
elemen dugaan yang beralasan, merupakan dasar pembenar utama dalam pemberian
sita tersebut. Apabila penggugat tidak memiliki bukti kuat, maka sita jaminan tidak
akan diberikan. Syarat ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak
diadakan penyitaan secara sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan
sia-sia yang tidak mengenai sasaran (vexatoir). Sehingga dalam sita ini, tersita harus