BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di
Indonesia, yang mampu menyerap lebih dari sepuluh juta tenaga kerja, menangani
lebih dari empat puluh juta ton gabah menjadi beras giling per tahun.
Penggilingan padi merupakan titik sentral agroindustri padi, karena disinilah
diperoleh produk utama berupa beras dan bahan baku untuk pengolahan lanjutan
produk pangan dan industri (Thahir, 2008)
Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil
pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen atau dapat diolah lebih lanjut
melalui kegiatan produksi. Penanganan pascapanen padi meliputi semua kegiatan
perlakuan dan pengolahan yang meliputi proses pemotongan, perontokan,
pengangkutan, perawatan dan pengeringan, penyimpanan, penggilingan,
penyosohan, pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan (Setyono, 1994).
Untuk memperoleh beras yang putih bersih harus mencapai derajat sosoh 100%
dan memerlukan waktu penumbukan lebih lama. Secara tradisional, beras yang
telah disosoh dengan cara ditumbuk, ditaruh pada tampah dan diinteri. Bekatul
yang terpusat di sentral tampah diambil dengan tangan. Pada mesin penggiling
padi, saat penyosohan, beras bergesekan atau dikikis sehingga bekatul keluar
lewat saringan dan beras tersosoh terus berjalan keluar karena dorongan dari beras
berikutnya (Suprayono danSetyono, 1997).
Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa
penggilingan padi adalah mesin pemecah kulit/sekam, (huller atau husker), mesin
pemisah gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator), mesin penyosoh atau
mesin pemutih (polisher), mesin pengayak bertingkat (sifter), mesin atau alat
bantu pengemasan (timbangan dan penjahit karung). Bila ditinjau dari
kapasitasnya, mesin-mesin penggiling padi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP). Perbedaan yang mendasar
antara keduanya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam proses
penggilingan yang dilakukan. Penggilingan padi yang lengkap kadangkala
dilengkapi dengan pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan
pengumpul dedak sebagai hasil sampingan dari proses penyosohan.
Gabah yang ditumbuk dengan menggunakan alu dan lesung memerlukan lebih
banyak tenaga kerja dan waktu. Butiran beras yang dihasilkan juga kurang baik
karena banyak butiran yang pecah sehingga hanya cocok untuk konsumsi sendiri.
Sebaliknya dengan mesin penggiling, tenaga dan waktu yang diperlukan lebih
sedikit dan hasilnya pun lebih baik (Andoko, 2006).
Di Indonesia, usaha penggilingan gabah dikelompokkan berdasarkan kapasitas
penggilingan yang meliputi penggilingan sederhana (PS), penggilingan kecil
(PK), penggilingan besar atau terpadu (PB). Jenis usaha penggilingan gabah yang
termasuk dalam penggilingan sederhana dan penggilingan kecil merupakan yang
paling banyak ditemui di pedesaan pada umumnya. Secara umum, penggilingan
sederhana dan penggilingan kecil memiliki karakteristik secara umum
menghasilkan beras dengan mutu rendah, skala ekonominya kecil dan jangkauan
Penggilingan gabah kecil memiliki 2 unit mesin yang dipasang secara terpisah,
yaitu pemecah kulit dan pemutih dengan kapasitas produksi riil antara 0,3 – 0,7
ton beras/jam (Departemen Pertanian, 2005).
Menurut Hardjosentono (2000), Terdapat perbedaan antara penggilingan padi
dengan penumbukan padi (cara tradisional) antara lain:
Tabel 3. Perbedaan Antara Penggilingan Padi Dengan Penumbukan Padi Kriteria Penggilingan Penumbukan Padi
- Tenaga penggerak (Power) - Mesin/listrik - Manusia
- Sistem pengupasan - Gesekan antara dua rubber - Ditumbuk dengan
(Pecah kulit) roll dengan arah berbeda alu
- Pemisahan sekam - Hembusan angin - Ditampi dengan
tangan manusia
- Pemisahan bekatul - Sistem saringan - diinteri
- Persentase butir pecah - Rendah - Tinggi
- Mutu beras - Baik, putih, bersih - Kurang putih
Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit gabah.
Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan
digiling. Gabah kering giling berarti gabah yang sudah kering dan siap digiling.
Bila diukur dengan alat pengukur air, maka angka kekeringannya mencapai
14%-14,5% ( Hardjosentono.M, 2000).
Gabah masuk kedalam mesin pemecah kulit sekam /gabah kering giling yang
berfungsi untuk memecahkan dan melepaskan kulit gabah, hasil yang diperoleh
juga brown rice. Gabah yang diumpankan ke dalam mesin pemecah kulit biasanya
tidak seluruhnya terkupas.
Menurut Hardjosentono (2000) ada beberapa model dan tipe mesin penggiling
padi. Besarnya kapasitas penggunaan sangat bervariasi; ada yang kecil, sedang,
dan besar. Dalam penggilingan padi terdapat alat-alat yang digunakan dalam
penggilingan padi, alat-alat itu adalah sebagai berikut:
a. Pocket elevator. Alat ini untuk mengangkut gabah ke atas dan memasukkannya
ke mesin pengupas penyosoh, atau alat lain.
b. Saringan atau ayakan bergetar/bergoyang. Ayakan untuk memisahkan kotoran
dan benda asing, seperti kayu dan paku agar tidak ikut masuk ke mesin pengupas
sehingga kerusakan mesin pengupas dapat dihindari.
c. Mesin pengupas. Dulu, mesin pengupas gabah menggunakan batu pengupas
berbentuk meja bulat, tetapi sekarang jarang digunakan. Sekarang ini banyak
digunakan rubber roll. Rubber roll ini terdiri atas dua buah roll karet yang
perputarannya berlawanan arah.
d. Mesin penyosoh. Untuk mendapatkan beras dengan derajat sosoh seperti yang
dikehendaki dapat dilakukan dengan mengatur berat beban pada bandul penyosoh
beras. Untuk mendapatkan beras yang bermutu baik dengan derajat sosoh
90-100%, biasanya dilakukan penyosohan secara bertahap dengan menggunakan dua
buah mesin penyosoh.
e. Mesin pemoles. Mesin pemoles digunakan untuk membersihkan bekatul yang
masih menempel pada butir-butir beras sehingga diperoleh butir beras yang
f. Mesin grader. Beras sosoh yang bersih masuk ke mesin grader untuk
memisahkan beras yang patah, beras yang pecah, dan beras yang utuh.
Teknik penggilingan gabah yang baik meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Persiapan Bahan Baku
Beras bermutu dihasilkan dari bahan baku gabah bermutu. Gabah harus diketahui
varietasnya, asal gabah, kapan dipanen dan kadar air gabah. Penundaan gabah
kering panen sampai lebih dari 2-3 hari akan menimbulkan kuning pada gabah
dan sebaiknya gabah yang sudah kering dijaga agar tidak kehujanan, karena
apabila kehujanan akan menyebabkan butir patah. Diusahakan agar gabah yang
hendak digiling merupakan gabah kering panen (GKG) yang baru dipanen, agar
penampakan putih cerah dan cita rasa belum berubah. Jika penggilingan terhadap
gabah kering yang telah disimpan lebih dari 4 bulan atau 1 musim, menyebabkan
penampakan beras yang tidak optimal dan berubahnya citarasa.
b. Proses Pemecahan Kulit
Proses ini diawali dengan menyiapkan tumpukan gabah berdekatan dengan lubang
pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dihidupkan, corong sekam
dibuka dan ditutup dengan klep penutup. Proses ini dilakukan 2 kali, kemudian
diayak 1 kali dengan alat ayakan beras pecah kulit, agar dihasilkan beras pecah
kulit. Proses ini dapat berjalan dengan baik, apabila tidak terdapat butir gabah
dalam kumpulan beras pecah kulit. Apabila masih ditemukan juga butir gabah
dalam kumpulan beras pecah kulit, maka harus dilakukan penyetelan ulang
c. Proses Penyosohan Beras
Dalam proses ini digunakan alat penyosoh tipe friksi, yaitu gesekan antar butiran,
sehingga dihasilkan beras dengan penampakan bening. Yang perlu dicermati
untuk memperoleh beras bermutu adalah kecepatan putaran, yaitu 1.100 rpm
dengan menyetel mesin penggerak dan dan katup pengepresan keluarnya beras.
Proses ini berjalan baik, apabila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih
dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%. Terdapat 3 jenis preferensi
konsumen terhadap beras yaitu beras bening, beras putih dan beras mengkilap.
Untuk menghasilkan beras bening digunakan alat penyosoh tipe friksi, beras putih
digunakan alat penyosoh tipe abrasif dan beras putih menggunakan alat penyosoh
sistem pengkabutan.
d. Proses Pengemasan
Beras yang sudah digiling hendaknya tidak langsung dikemas, agar panas akibat
penggilingan hilang. Untuk jenis kemasan sebaiknya memerhatikan berat isinya.
Kemasan lebih dari 10 kg sebaiknya menggunakan karung plastik yang dijahit
tutupnya. Pada kemasan 5 kg dapat menggunakan kantong plastik yang memiliki
ketebalan 0,8 mm. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis kemasan adalah
kekuatan kemasan dan bahan kemasan (sebaiknya tidak korosif, tidak mencemari
produk beras dan kedap udara).
e. Proses Penyimpanan
Yang perlu diperhatikan dari tempat penyimpanan beras adalah kondisi tempat
penyimpanan yang aman dari tikus dan pencuri, bersih, bebas kontaminasi hama,
terdapat sistem pengaturan sirkulasi udara, tidak terdapat kebocoran dan tidak
dapat menghindari kelembapan yang disebabkan oleh kontak langsung dengan
lantai (Departemen Pertanian, 2005).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai
berbagai faktor produksi dalam suatu usaha, baik biaya tetap (FC) maupun biaya
variabel (VC). Biaya tetap adalah biaya dimana jumlah totalnya tetap walaupun
jumlah yang diproduksi berubah-ubah dalam kapasitas normal. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume
produksi (Witjaksono, 2006).
Biaya penyusutan juga diperhitungkan sebagai biaya tetap. Suatu mesin hanya
dapat dipakai selama selang waktu tertentu. Oleh sebab itu kalau di lihat dari
waktu ke waktu selama selang waktu tersebut, nilai mesin telah
berkurang/menyusut, dapat dirumuskan dengan:
� =
P − S �
Dimana:
D = Biaya penyusutan per tahun (Rp/tahun)
P = Harga awal mesin (Rp)
S = Harga Akhir Mesin (Rp)
N = Perkiraan Umur Ekonomis (Tahun).
Perhitungan biaya produksi suatu usaha berguna untuk keberlangsungan usaha
2.2.2 Teori Pendapatan
Pendapatan bersih suatu usaha mengukur imbalan yang diperoleh pengusaha dari
penggunaan faktor-faktor produksi , pengelolaan dan modal milik sendiri atau
modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam suatu usaha. Pendapatansuatu
usaha merupakan selisih penerimaan dengan total biaya usaha, dimana
penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harga jual yang
diterima pengusaha (Soekartawi, 2002).
Modal dapat diartikan secara fisik dan bukan fisik. Dalam artian fisik modal
diartikan sebagai segala hal yang melekat pada faktor produksi yang dimaksud,
seperti mesin-mesin dan peralatan-peralatan produksi, kendaraan serta bangunan.
Modal juga dapat berupa dana untuk membeli segala input variabel untuk
digunakan dalam proses produksi guna menghasilkan output produksi
(Teguh, 2010).
Biaya modal kerja dalam kegiatan usaha/proyek terdiri dari biaya tetap dan biaya
tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya
produksi yang dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan,
bunga bank, asuransi, dan lainnya. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang
dikeluarkan untuk membeli bahan mentah/bahan pembantu, biaya transportasi,
2.2.3 Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam
tentang suatu usaha atau bisnis yang dijalankan, dalam rangka menentukan layak
atau tidak usaha tersebut dijalankan. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan
secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang akan
dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan.
Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak
hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat
dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang
maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar, 2001).
Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan usaha, telah
menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana kegiatan atau kesempatan tersebut
dapat memberikan menfaat bila diusahakan. Kegiatan untuk menilai sejauh mana
manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan satu kegiatan usaha disebut
dengan studi kelayakan ( Ibrahim, 2009).
Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba
finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan
keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila
kegiatan usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial
(Kasmir dan Jakfar, 2003).
Fokus dari suatu analisis adalah menentukan apakah dan sampai berapa jumlah
dengan biaya dan investasi kepada pemilik (owner) proyek tersebut. Discounting
rate (tingkat diskonto) merupakan suatu teknik perhitungan untuk dapat
menurunkan manfaat (benefit) yang diperoleh investor dimasa sekarang ataupun
nilai biaya dan investasi pada masa yang akan datang. Dalam rangka
mengevaluasi proyek tersebut apakah ditolak atau disetujui. Semua pengorbanan
rupiah untuk suatu proyek merupakan biaya pada saat sekarang dan diharapkan
mendapatkan manfaat untuk masa yang akan datang (Musa, 2012).
Menurut Soekartawi dalam Analisis Usaha Tani (2002), umumnya ada beberapa
kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang dapat dipilih sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain:
1. NPV
NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih
antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV (Net
Present Value) menunjukkan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan
cost (biaya). Apabila evaluasi suatu proyek telah dinyatakan “Go” maka nilai
NPV ≥ 0. Bila NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar
sosial opportunity cost of capital, dan apabila NPV < 0, maka proyek tersebut “no
go” atau ditolak. Artinya, ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk
sumber – sumber yang diperlukan proyek.
2. IRR
IRR ialah alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman
dari lembaga internal keuangan yang membiayai proyek tersebut. Pada dasarnya
IRR memperlihatkan bahwa present value (PV) benefit akan sama dengan present
mencoba beberapa nilai dari DF (discount factor) untuk mendapatkan nilai
penjumlahan PV sama dengan nol.
3. B/C ratio
B/C ratio menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan
investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara ini banyak dipakai karena
dengan menghitung B/C ratio, maka akan diketahui secara cepat berapa besarnya
manfaat proyek yang dilaksanakan.
Cara perhitungan IRR berbeda dengan cara perhitungan B/C ratio. Pada
perhitungan B/C, maka nilai diskonto yang dipakai adalah tertentu, tetapi pada
perhitungan IRR yang dicari adalah besaran nilai diskonto tersebut (Soekartawi,
1995).
d. Payback Period (PP)
Payback period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus
penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam
bentuk present value. Analisis payback period dalam studi kelayakan perlu juga
diperhitungkan untuk mengetahui berapa lama proyek/usaha yang dikerjakan baru
dapat mengembalikan investasi.
2.3 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samapaty (2010), yang berjudul
Kajian Kelayakan Pendirian Usaha Penggilingan Gabah Di Desa Konda Maloba,
Kecamatan Lolukalay, Kabupaten Sumba Tengah, hasil penelitian menunjukkan
bahwa analisis kelayakan keuangan menghasilkan keuntungan bagi penggilingan
gabah Duma Lori Rp 97.332.467 per tahun, R/C ratio 1,81, dan Break Event Point
(NPV) Rp 255.639.085 per tahun, Internal Rate Return (IRR) 50%, Net
Benefit/Cost atau Profitabilitas Index (PI) 4,183, dan Payback Periode (PBP) 2
tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2013), yang berjudul
Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi mobile Di Kecamatan Pantai Labu
Dan Kecamatan Pantai Cermin, menunjukkan bahwa berdasarkan modal yang
dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian
rata-rata sebesar Rp.42.633.333 per tahun. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk
setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar
Rp.73.112.267 per tahun. Penerimaan yang diperoleh untuk setiap unit
penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebanyak 16.800 kg per
tahun atau setara dengan Rp.134.400.000 per tahun. Total pendapatan yang
diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian lebih
tinggi dari Upah Minimum Propinsi (UMP) yaitu rata-rata sebesar Rp.52.887.733
per tahun. Rata-rata nilai R/C ratio penggilingan padi mobile adalah 1,7. Usaha
penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan karena nilai
R/C > 1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chaerunisa (2007) yang meneliti
analisis kelayakan pendirian usaha penggilingan gabah di desa Cikarawang,
Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan
pendirian usaha penggilingan gabah di lihat dari aspek pasar dan pemasaran,
aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial..
Berdasarkan analisis finansial diperoleh nilai dari beberapa parameter kelayakan
Rate of Return (IRR) 40,8% ; Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 8,54 ; Payback
Periode (PBP) 0,8 tahun. Dari keseluruhan penilaian kriteria tersebut, terlihat
bahwa pendirian usaha penggilingan gabah layak untuk didirikan. Dan dari
analisis sensitivitas ditunjukkan NPV negatif pada saat harga input operasional
naik 50% dan volume penjualan turun 66%.
2.4 Kerangka Pemikiran
Usaha penggilingan padi merupakan pusat pertemuan antara produksi,
pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah/beras sehingga merupakan mata
rantai yang sangat penting dalam suplai beras. Namun usaha penggilingan padi ini
tidak lah dapat dioperasikan terus setiap hari karena tanaman padi yang bersifat
musiman, sehingga penggilingan padi dapat beroperasi pada saat musim panen di
sekitar wilayah penggilingan padi tersebut.
Biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan usaha penggilingan padi bukanlah
sedikit atau tidak murah, karena penggilingan padi itu sendiri menggunakan alat
yang mahal ditambah lagi dengan biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya
bahan bakar serta oli dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan kegiatan
penggilingan padi. Pengusaha gilingan padi harus memperhitungkan biaya
produksi agar dapat memperoleh informasi berupa keuntungan yang diperoleh.
Dengan diketahuinya penerimaan dan biaya produksi maka akan dapat diketahui
pendapatan bersih yaitu dengan mengurangkan penerimaan dengan biaya produksi
yang dikeluarkan.
Penerimaan pengusaha penggilingan padi didapat dari hasil penggilingan gabah
Pendapatan lain pengusaha penggilingan padi dapat diperoleh dari kulit gabah
(sekam) yang dapat dijual kembali, karena kulit gabah dapat diolah kembali untuk
keperluan tertentu seperti dedak. Dengan demikian usaha penggilingan padi ini
diharapkan mampu memperoleh keuntungan yang besar melihat peluang nya
sebagai tempat bertemunya proses produksi, pascapanen, pengolahan dan
pemasaran yang sangat besar.
Selanjutnya akan dilakukan analisis finansial yang digunakan untuk mengetahui
kelayakan suatu usaha di lihat dari arus kasnya. Adapun kriteria investasi yang
dipakai dalam analisis ini yakni B/C ratio, NPV, dan IRR. Bila kriteria tersebut
terpenuhi maka dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk diusahakan.
Bila usaha dikatakan layak artinya usaha tersebut memberikan keuntungan /
manfaat secara finansial, namun bila dikatakan tidak layak artinya usaha tersebut
tidak memberikan keuntungan / manfaat secara finansial sehingga pengusaha
pemilik dapat melakukan tindakan penyesuaian karena usaha yang dikerjakan
Dimana:
: Hubungan
: Pengaruh
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Usaha Penggilingan Padi
Proses Penggilingan
Penerimaan
Pendapatan Usaha Penggilinan Padi
Analisis Finansial
Layak Tidak Layak
Output (Beras)
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis bahwa
usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian secara finansial layak untuk