Efek Medan Listrik pada Kadar Gula Darah Tikus Diabetes Melitus
Ibrahim bin Sa`id1, Dwi Winarni2, Suhariningsih3
1,2 Departemen Biologi, 3Departemem Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Email : [email protected]
Abstrak
Seseorang dinyatakan menderita diabetes melitus apabila kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa > 126 mg / dl. Dari beberapa penelitian sebelumnya, pembangkit listrik frekuensi rendah yang dihubungkan dengan matras curesonic dapat menghasilkan medan listrik yang dibuktikan dengan perubahan nilai kapasitansi sekitar matras sehingga dapat memberikan efek positif pada hewan percobaan baik secara fisik, seluler, atau fisiologi. Penelitian true experiment dengan desain randomized control-group pretest-postes ini menggunakan tikus wistar jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok; kelompok k-15, k-30, dan k-60 yang masing-masing diterapi dengan frekuensi 15, 30, dan 60 kHz namun tanpa induksi STZ dan nicotinamide, dan 3 kelompok diabetes yaitu d-15, d-30, dan d-60 yang masing-masing diterapi dengan frekuensi 15, 30, dan 60 kHz serta diinduksi STZ dan nicotinamide. Terapi dilakukan dengan menempatkan tikus di atas matras curesonic
yang dibangkitkan dengan beberapa variasi frekuensi (15, 30, dan 60 kHz) selama 1 jam per hari dalam 4 minggu. Hasil rerata kapasitansi adalah 53,39 + 0,18 pF ketika listrik off, 292,14 + 5,87 pF untuk frekuensi 15 kHz, 139,00 + 0,22 pF untuk frekuensi 30 kHz, dan 68,37 + 0,54 pF pada frekuensi 60 kHz. Dari rerata nilai kapasitansi, ada perbedaan signifikan antara nilai kapasitansi saat matras dihubungkan dengan pembangkit medan listrik (seluruh variasi frekuensi) dan saat listrik (off). Sedangkan dari pengamatan kadar gula darah didapatkan nilai p untuk masing-masing pasangan kelompok < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (k-15 dengan 15, k-30 dengan d-30, dan k-60 dengan d-60), dan pada minggu ke-4 kelompok k-15 dengan d-15 dan k-30 dengan d-30 mempunyai nilai p > 0,05. Dari gambar grafik diketahuikadar gula darah tikus yang diterapi dengan frekuensi 15 kHz memiliki kadar gula darah akhir (minggu ke-4) terendah dibandingkan dengan tikus yang diterapi dengan frekuensi 30 dan 60 kHz. Seluruh variasi frekuensi (15, 30, dan 60 kHz) dapat menurunkan kadar gula darah tikus diabetes melitus. Diantara beberapa frekuensi yang digunakan, frekuensi 15 kHz adalah frekuensi yang menunjukkan tingkat keberhasilan tertinggi dalam menurunkan kadar gula darah tikus diabetes mellitus.
Kata kunci : Medan listrik, diabetes mellitus, gula darah.
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM), kini menjadi ancaman serius bagi umat manusia. Pada tahun 2003, WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Pada tahun yang sama,
International Diabetes Foundation (IDF) memperkirakan prevalensi DM dunia adalah 1,9% dan menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke-7 di dunia(Anonim, 2008; Anonim 1, 2008; Anonim, 2006; Reinauer, et al., 2002)..
Sedangkan di Indonesia, diprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Angka ini menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, India, dan China, untuk jumlah penderita DM. Mendukung angka-angka di atas, menurut Badan Pusat Statistik yang berdasar pada pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 terdapat penderita DM sebanyak 12 juta jiwa di daerah urban dan 8,1 juta jiwa di daerah rural (Anonim, 2008; Anonim 1, 2008; Anonim, 2006; Reinauer, et al., 2002).
Menurut Department of Noncommunicable Disease Surveillance WHO, DM adalah suatu penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia kronis disebabkan adanya hambatan sekresi insulin, kelainan fungsi insulin, atau keduanya (Berrens et al., 1999; Riddle dan Genuth, 2007). Hal ini dapat terjadi karena kerusakan sel beta pankreas atau terganggunya fungsi sel beta pankreas, yang disebabkan oleh kematian sel-sel beta (Arulmozhi et al., 2004; Szkudelski, 2001). Ada beberapa klasifikasi DM yang dipublikasi oleh WHO, namun untuk saat ini terdapat 4 macam tipe DM, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain (3), dan DM gestasional. Seseorang dinyatakan menderita DM apabila kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa > 126 mg/dl (Anonim, 2006; Barik et al., 2008).
Matras curesonic adalah alas tidur yang 30% bahannya tersusun dai serat tourmaline, tourmaline
Mendukung keterangan di atas, Octavia (2009) dan Kadir (2009) melaporkan bahwa pembangkit medan listrik frekuensi rendah yang dihubungkan pada matras curesonic dapat menimbulkan medan listrik yang dibuktikan dengan adanya perubahan distribusi muatan listrik udara, yang memberikan positif pada hewan coba baik secara fisik, seluler, maupun fisiologis. (Bonner et al., 2002; Brown et al., 1999; Parson, 2006).
Pembangkit medan listrik pada penelitian ini tidak lain adalah gelombang elektromagnetik (GEM) frekuensi rendah. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walau tidak ada medium. Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur, yaitu panjang gelombang, frekuensi, amplitudo, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi tergantung dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya (Alonso dan Finn, 1992; Hanafi, 2006; Swamardika, 2009). Suatu gelombang ditimbulkan dengan mempercepat suatu partikel bermuatan. Bilamana hal ini terjadi sebagian energi dari partikel bermuatan, diradiasikan sebagai radiasi GEM. Gelombang elektromagnetik terdiri dari komponen medan listrik dan medan magnet, yang saling tegak lurus (Alonso dan Finn, 1992; Hanafi, 2006; Swamardika, 2009).
Berbagai metode telah digunakan sebagai terapi DM diantaranya adalah injeksi insulin dan antidiabetik oral seperti sulfonilurea, dan tiazolidin. Disamping cara atau metode penggunaan yang harus dibawah pengawasan dokter, ada beberapa efek negatif yang dapat muncul dari metode-metode tersebut, diantaranya adalah hipoglikemia, peningkatan berat badan, dan gangguan pada saluran pencernaan (Syiariel, 2008).
Berdasar manfaat-manfaat pembangkit medan listrik frekuensi rendah yang dihubungkan pada matras curesonic, sebagai terapi kesehatan pada penelitian sebelumnya dan makin meningkatnya penderita DM, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek medan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dengan frekuensi 15, 30, dan 60 kHz pada hewan coba tikus (Rattus novergicus) kondisi diabetes melitus.
METODE PENELITIAN
Hewan coba
Penggunaan hewan coba telah lama dimanfaatkan dalam penelitian DM. Kebanyakan
hewan yang sering digunakan sebagai hewan coba adalah mencit (Mus musculus) atau tikus (Rattus novergicus) (Rees dan Alcolado, 2005). Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus novergicus) wistar jantan umur 8-12 minggu dengan berat badan 150-200 gram yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Bahandanalat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pakan tikus berupa pelet PUR 521, air minum tikus berupa air PDAM, sekam, PBS (phosphate buffered saline), aquades steril, larutan normal
saline, buffer sitrat, xylazin, nicotinamide, dan
streptozotocin (STZ). Alat yang digunakan meliputi
low frequency transmitter (sumber gelombang elektromagnetik 15, 30 dan 60 kHz) yang dihubungkan dengan matras curesonic, kapasitansi meter, glukometer (Accu-Check, Roche Diagnostic, USA) menggunakan oxidase-peroxidase reactive strips, timbangan digital, alat suntik (spuit) 1 ml dan 3 ml, jarum sundel, gelas pengaduk, gelas ukur, pipet tetes, mikropipet 50, 100, dan 200 µl, bak plastik dengan ukuran 40 × 20 cm beserta tutupnya berupa anyaman kawat sebagai kandang tikus, botol minum beserta selang sedot.
Prosedur
Tikus jantan ditempatkan dalam bak plastik ukuran 40 × 20 cm, dialasi sekam dan diberi tutup berupa anyaman kawat yang di atasnya terdapat pakan berupa PUR 521 dan minuman air PDAM yang diberikan secara ad-libitum. Pemeliharaan dilakukan di dalam rumah hewan. Rumah hewan dilengkapi ventilasi serta rak tempat pemeliharaan. Selama 1 minggu tikus diaklimasi dengan kondisi kandang sebelum dibagi menjadi beberapa kelompok.
Hewan coba dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu kelompok k-15, k-30, dan k-60 yang masing-masing diterapi dengan frekuensi 15, 30, dan 60 kHz namun tanpa induksi STZ dan nicotinamide, dan 3 kelompok diabetes yaitu d-15, d-30, dan d-60 yang masing-masing diterapi dengan frekuensi 15, 30, dan 60 kHz serta diinduksi STZ dan
nicotinamide. Sebelum tikus dibagi secara acak menjadi kelompok kontrol/normal dan diabetes, seluruh tikus di cek kadar gula darah puasa (kadar glukosa darah tanpa ada asupan kalori selama 12 jam) untuk memastikan bahwa seluruh tikus mempunyai kadar gula darah normal yakni < 126 mg/dl dan dikonfirmasi dengan glucose tolerant test
d-60) dan selama terapi diukur perubahan distribusi muatan listrik udara dengan kapasitansi meter.
Untuk mengkondisikan tikus menjadi DM digunakan STZ dan nicotinamide. STZ mempunyai kemampuan merusak sel beta pankreas sehingga sekresi insulin terganggu. Agar kerusakan sel beta pankreas tidak berujung pada kematian sering digunakan nicotinamide pada beberapa menit sebelum induksi STZ (Abeeleh et al., 2009;Barik et al., 2008; Firdous et al., 2009; Nugroho, 2006; Szkudelski, 2001).
Dosis nicotinamide yang digunakan untuk induksi adalah sebesar 240 mg/kg berat badan yang dilarutkan dalam larutan normal saline yang diinjeksi secara intraperitoneal. Setelah 15 menit dilanjutkan dengan induksi STZ (dosis 100 mg/kg berat badan), yang sebelumnya telah dilarutkan dalam buffer sitrat (pH 4,5). Konfirmasi kondisi DM dilakukan pada hari ke-7 setelah induksi STZ dan
nicotinamide dengan mengukur kadar gula darah puasa (kadar glukosa darah tanpa ada asupan kalori selama 12 jam) > 126 mg/dl. dilanjutkan dengan
glucose tolerance test yakni pengukuran kadar glukosa darah puasa selama 2 jam (menit ke-0, 30, 60, 90, dan 120) yang pada awal pengukuran diberikan D-glukosa 2g/kg berat badan, peroral. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan glukometer (Accu-Check, Roche Diagnostic, USA) menggunakan oxidase-peroxidase reactive strips. Kadar gula darah yang diukur pada tikus adalah kadar gula darah puasa (kadar glukosa darah tanpa ada asupan kalori selama 12 jam). Setiap 1 minggu selama terapi masing – masing tikus diukur kadar gula darah puasa (kadar glukosa darah tanpa ada asupan kalori selama 12 jam). Darah diporoleh dari vena ekor tikus (11µl) yang selanjutnya dianalisa menggunakan menggunakan glukometer ( Accu-Check, Roche Diagnostic, USA). Pada akhir terapi (minggu ke-4) dilakukan glucose tolerant test
setelah pengukuran kadar gula darah puasa.
Untuk mengukur perubahan distribusi muatan listrik udara dilakukan dengan menggunkan alat kapasitansi sensor yaitu kapasitansi meter dengan cara menempelkan 56 titik konstruksi jahitan yang terletak ditengah matras curesonic. Pengukuran dilakukan saat matras dialiri gelombang elektromagnetik (GEM) frekuensi rendah atau saat pembangkit medan listrik (saat listrik on) juga saat matrastidak dialiri GEM frekuensi rendah atau saat pembangkit medan listrik (saat listrik off). Pengukuran pada saat listrik off dilakukan sebelum tikus diterapi, sedangkan pengukuran pada saat listrik on dilakukan saat tikus sedang diterapi.
Analisa statistik
Hasil ditampilkan dalam bentuk grafik atau
mean + standart error of the mean (SEM). Analisa statistik menggunakan program SPSS versi 17. Data kapasitansi dianalisa dengan menggunakan ANOVA
Sama Subyek dilanjutkan dengan uji T berpasangan, sedangkan data kadar gula darah dianalisa dengan menggunakan ANOVA Faktorial dan dilanjutkan dengan LSD post hoc test. Perbedaan antar kelompok dianggap signifikan jika p < 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengukuran kapasitansi pada matras curesonic
saat dialiri (listrik on) atau tidak dialiri (listrik off) GEM frekuensi rendah pembangkit medan listrik 15, 30, dan 60 kHz dilakukan pada 56 titk yang sama, hasil rerata untuk tiap kelompok dapat dilihat pada tabel 1.
TABEL I Rerata Kapasitansi Matras Curesonic
Pembangkit
Medan Listrik
Kapasitansi
Listrik off 53,39 + 0,18 pF
15 kHz 292,14 + 5,87 pF
30 kHz 139,00 + 0,22 pF
60 kHz 68,37 + 0,54 pF
Dari hasil uji ANOVA dilihat ada beda signifikan antara nilai kapasitansi saat listrik off
dibandingkan nilai kapasitansi matras saat dialiri GEM 15, 30, dan 60 kHz. Hal ini terlihat dari nilai p (listrik off dengan 15 kHz, listrik off dengan 30 kHz, dan listrik off dengan 60 kHz) = 0,00 atau p < α (0,05).
Untuk perbedaan kadar gula darah 3 kelompok kontrol/ normal (k-15, k-30, dan k-60 yang masing-masing diterapi dengan frekuensi 15, 30, dan 60 kHz) dan 3 kelompok perlakuan (DM) (d-15, d-30, dan d-60 yang masing-masing diterapi dengan frekuensi 15, 30, dan 60 kHz serta diinduksi dengan STZ dan nicotinamide) yang diambil setiap minggu dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel rerata kadar gula darah per-minggu untuk tiap kelompok dapat disimpulkan terjadi penurunan pada seluruh kelompok DM. Namun pada kelompok kontrol tidak terjadi perubahan yang signifikan. Hasil uji ANAVA Faktorial yang dilanjutkan dengan LSD post hoc test
antara kelompok k-15 dengan d-15 dan k-30 dengan 30, hal ini berbeda pada kelompok k-60 dengan d-60 yang mempunyai nilai p > 0,05 atau masih berbeda signifikan antara kadar gula darah kelompok k-60 dengan d-60. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada akhir masa terapi matras
curesonic kadar gula darah tikus diabetes melitus yang diterapi dengan frekuensi 60 kHz tidak turun secara signifikan. Keterangan ini dapat dilihat pada gambar 1.
TABEL II Rerata Rerata Kadar Gula Darah
Dari gambar grafik juga dapat dilihat pada seluruh kelompok kontrol (k-15, 30, dan 60 kHz) terjadi penurunan kadar gula darah pada minggu ke-4 pada kisaran angka 90-an.
Dari untuk konfirmasi kondisi gula darah tikus pada akhir masa terapi dilakukan glucose tolerant test. Grafik rerata kadar gula darah saat glucosetolerant test dapat dilihat pada gambar 2. Dari grafik pada gambar 2. Ada perbedaan kadar gula glucose tolerant test kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (diabetes melitus), pada masing-masing kelompok kontrol kadar gula darah tikus tidak mengalami penurunan yang signifikan sedangkan pada kelompok diabetes cukup fluktuatif namun masih menunjukkan tren yang menurun meskipun pada menit ke-120 hanya kelompok d-30 yang mencapai angka dibawah 200 mg/dl.
Gambar 1. Grafik Rerata Kadar Gula darah Puasa per-minggu.
Gambar 2. Grafik Rerata Glucose Tolerant Test.
Pembahasan
Untuk mengetahui bahwa pembangkit medan listrik 15, 30, dan 60 kHz (low frequency transmitter) dapat menimbulkan medan listrik disekitar matras curesonic dapat diukur dengan perubahan muatan listrik udara disekitarnya dan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur muatan listrik adalah kapsitansi meter atau lazim disebut sebagai kapasitor. Kapasitor adalah suatu komponen elektronika yang terdiri dari dua buah plat penghantar sejajar yang disekat satu sama lain dengan suatu bahan elektrik, kedua plat tersebut bersifat sebagai konduktor yang diberi muatan sama besar tetapi jenisnya berlawanan yang satu bermuatan positif (+), lainnya bermuatan negatif (-). Kapasitor/ kapasitansi meter mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah dapat menyimpan muatan listrik, dapat menahan arus searah, dan juga dapat melewatkan arus bolak-balik. Banyaknya muatan yang terrdapat pada kapasitansi meter/kapasitor sebanding dengan tegangan yang diberikan oleh sumber (Perangin-angin, 2003).
farad didefinisikan sebagai 1 coulomb per volt. Nilai – nilai kapasitansi yang biasa dipakai untuk tujuan – tujuan praktis bernilai jauh lebih kecil dari 1 farad, tepatnya hingga satuan microfarad (µF), nanofarad
(nF), dan picofarad (pF) (Hayt dan Buck, 2006). Dari hasil pengukuran di 56 titik matras curesonic
saat listrik off dan saat diialiri GEM pembangkit medan listrik 15, 30, dan 60 kHz didapatkan rerata kapasitansi yang paling tinggi adalah pada frekuensi 15 kHz sedangkan frekuensi 30 dan 60 kHz mempunyai kapasitansi lebih rendah. Hal ini dapat dipahami karena sesuai dengan persamaan 1. berikut ;
Dari persamaan diatas tampak bahwa makin tinggi frekuensi makin rendah kapasitansinya. Sedangkan nilai kapasitansi 56 titik pada matras
curesonic saat listrik off menghasilkan nilai kapasitansi sebesar 53,39 + 0,18 pF atau dapat dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan saat dialiri pembangkit medan listrik 15, 30, dan 60 kHz. Hal ini disebabkan kapasitansi meter hanya menyimpan/ mengukur muatan listrik udara yang jika dilihat dari nilai konstanta kapasitansi, udara mempunyai nilai konstanta kapasitansi paling rendah dibanding konstanta kapasitansi bahan – bahan dielektrik yang lain.
Untuk membuat tikus dengan kondisi DM (kadar gula darah > 126 mg/dl) digunakan
Streptozotocin (STZ). Streptozotocin dipilih sebagai diabetogen karena mempunyai jangka waktu yang cukup lama (Firdous et al, 2009). Streptozotocin
merupakan donor NO (nitrit oxide) yang mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel beta pankreas melalui peningkatan aktivitas guanilil siklase dan pembentukan cGMP. Nitrit Oksida dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam sel. Selain itu, STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan sel beta pankreas. Dalam mitokondria, STZ menghambat siklus krebs dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel beta pankreas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa mekanisme STZ diperantarai terutama oleh pembentukan NO dan pembangkitan radikal bebas (Szkudelski, 2001). Selain itu mekanisme STZ sebagai penginduksi DM dilihat dari patofisiologi disebabkan karena tidak terjadinya depolarisasi akibat terganggunya kerja GLUT-2 sehingga menghambat arus ion Ca2+ ke dalam sel (Arulmozhi et al., 2004; Ito et al., 2006; Szkudelski, 2001). Khusus pada sel beta pankreas, terganggunya arus ion Ca dapat mengganggu proses eksositosis 2+
insulin (Szkudelski, 2001; Xu et al., 2007).
Streptozotocin dapat digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan uji (Nugroho, 2006; Szkudelski, 2001). Nicotinamide 240 mg/kg berat badan yang diberikan 15 menit sebelum STZ 100 mg/kg berat badan berfungsi untuk mencegah kerusakan parah dan kematian sel-sel beta pankreas (Hu et al., 1996; Polo et al., 1998).
Penurunan kadar gula darah pada kelompok d-15, d-30, dan d-60 secara umum, dimungkinkan karena medan listrik frekuensi rendah dapat mempengaruhi muatan listrik di jaringan tubuh, perubahan muatan listrik tersebut mempengaruhi arus listrik yang mengalir ke seluruh tubuh. Arus ini dapat menstimulasi kerja sistem syaraf dan otot akibat dari berubahnya beda potensial membran (Brown et al., 1999; Gunawan, 2002; Bonner et al., 2002). Metode ini dapat membantu penderita DM yang fungsi kerja sel beta pankreas terganggu, disebabkan karena tidak terjadinya depolarisasi membran sehingga ion Ca2+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga tidak terjadi pengeluaran insulin (Arulmozhi et al., 2004; Szkudelski, 2001).
Selain menstimulasi kerja syaraf dan otot, penyerapan energi dari medan listrik frekuensi rendah juga bermanfaat dalam pergerakan molekul-molekul dalam tubuh, juga bermanfaat untuk memecah molekul-molekul yang bergerak cepat di dalam tubuh (Bonner et al., 2002). Manfaat tersebut dapat sangat membantu penderita DM yang memiliki viskositas (kekentalan) darah yang tinggi, dan velositas (kecepatan aliran) darah yang rendah. Sedangkan untuk kelompok k-15, k-30, dan k-60 nilai p > α artinya pembangkit medan listrik 15 dan 30 kHz tidak menyebabkan penurunan kadar gula darah secara signifikan, namun dari rerata kedua kelompok kontrol tersebut terlihat penurunan kadar gula darah sampai kisaran 90-an mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa selain terapi ini tidak berbahaya (memberikan efek negatif pada kesehatan) bagi kondisi gula darah normal namun juga dapat mengarahkan kadar gula darah puasa pada kisaran normal sehat yakni kisaran 90 mg/dl (Butler, 1995).
Penurunan kadar gula darah yang tidak mencapai kadar normal yakni < 126 mg/dl dapat dimungkinkan karena dosis tunggal STZ yang cukup tinggi juga masa waktu terapi yang cukup singkat yakni 1 jam perhari selama 48 jam. Sedangkan konfirmasi dengan glucose tolerant test juga terjadi fluktuasi dan tidak seluruh kelompok diabetes yang mencapai kadar gula darah < 200 mg/dl. Hal ini dapat disebabkan karena pola konsumsi yang berbeda pada masing-masing tikus baik dalam kelompok yang sama atau antar kelompok. Sehingga dari kadar gula darah puasa minggu ke-4 dan
penurunan kadar gula darah penderita DM dapat kontinyu dan signifikan.
Dari rerata kadar gula darah dan rerata kapasitansi dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara frekuensi yang digunakan dengan kadar gula darah yang turun, dan penurunan kadar gula darah yang paling signifikan adalah pada kelompok d-15 yang diterapi dengan menggunakan frekuensi 15 kHz. Dan untuk mengetahui frekuensi optimal , selain perlu diadakan penelitian lanjutan dengan frekunsi < 15 kHz juga perlu dianalisa secara khusus efek tourmaline yang terdapat dalam matras
curesonic, pada kadar gula darah penderita diabetes melitus.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada Fortune star
atas bantuan dana penelitian, dan kepada bapak Drs. Muzakki, bapak Drs. Tri Anggono Prijo serta ibu Ir.Welina Ratnayanti K. atas seluruh saran dan masukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abeeleh, M.A., Ismail, Z.B., Alzaben, K.R., Abu-Halaweh, S.A., Al-Essa, M.K., Abuabeeleh, J., Alsmady, M.M., 2009. Induction of Diabetes Mellitus in Rats Using Intraperitoneal Streptozotocin: A Comparison between 2 Strains of Rats,
European Journal of Scientific Research, ISSN 1450-216X.Vol.32.No.3; 398-402. Alonso, M. dan Finn, E, B., 1992. Medan dan
Gelombang, Edisi Kedua, Penerjemah Lea Prasetyo dan Khusnul Hadi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Anonim, 2008. Waspadai Diabetes Mellitus, Kesra, Sinar Harapan, No. 6046. Jumat, 14 Nopember 2008.
Anonim 1, 2008. Enam Persen Penduduk Terkena
DM, Edisi Ultah, Jawa Pos,
http://www.jawapos.co.id. akses tanggal 26 Januari 2010.
Anonim, 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabets Melitus Tipe 2 di Indonesia, Jilid ke-3, PB PERKENI, Jakarta. Arulmozhi, D. K., Veeranjaneyulu, A., Bodhankar,
S. L., 2004. Neonatal Streptozotocin-Induced Rat Model of Type 2 Diabetes Mellitus: A glance, Indian Journal Pharmacol, Vol. 36, Issue 4, 217-221.
Barik, R., Jain, S., Qwatra, D., Joshi, A., Tripathi, G.S., Goyal, R., 2008. Antidiabetic Activity of Aqueous Root Extract of Ichnocarpus frutescens in Strpetozotocin-Nicitinamide Induced Type-II Diabetes in Rats, Indian Journal of Pharmacology, ISSN 0253-7613, Vol. 40, Issue 1; 19-22.
Berrens, M., Kahn, R., Nolan, J., Pramming, S., Rizza, R. A., 1999. Definition, Diagnosis
and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications, Department of Noncommunicable Disease Surveillance, WHO, Swiss.
Bonner, P., Kemp, R., Kheifets, L., Portier, C., Repacholi, M., Sahl, J., Deventer, E. V., Vogel, E., 2002. Establishing A Dialogue On Risks From Electromagnetic Fields, Department of Protection of The Human Environment, WHO, Swiss.
Brown, B. H., Smallwood, R. H., Barber, D. C., Lawford, P. V., Hose, D. R., 1999. Medical Physic and Biomedical Engineering,
Department of Medical Physics and Clinical Engineering, University of Sheffield and Central Sheffield University Hospitals,
Sheffield, UK, Institute of Physics
Publishing, Bristol and Philadelphia.
Butler, L. K., 1995. Regulation of Blood Glucose Levels in Normal and Diabetic Rats, Division of Biological Sciences, University of Texas, Austin, Texas.
Firdous, M., Koneeri, R., Sarvaraidu, C.H., Harish, M., Shubhapriya, K.H., 2009. NIDDM Antidiabetic Activity of Saponins of Momordica Cymb Streptozotocin-Nicotinamide NIDDM Mice, Journal of Clinical and Diagnostic Research, ISSN-0973-709X, Vol. 3, Issue 2; 1460-1465.
Gunawan, Adi, M. S., 2002. Mekanisme
Penghantaran Dalam Neuron (Neurotransmisi), Integral, Vol. 7 No. 1; 38-43.
Hanafi, D., 2006. Gelombang Elektromagnetik, ORARI, Jakarta.
Hayt, W., H. dan Buck, J., A., 2006.
Elektromagnetika, Edisi VII, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hu, Y., Wang, Y., Wang, L., Zhang, H., Zhang, H., Zhao, B., Zhang, A., Li, Y., 1996.
Effects of Nicotinamide On Prevention and Treatment of Streptozotocin-Induced Diabetes Mellitus In Rats. China Medical Journal (Engl), Vol. 109, No.11; 819-22
Ito, I., Hayashi, Y., Kawai, Y., Iwasaki, M., Takada, K., Kamibayashi, T., Yamatodani, A., Mashimo, T., 2006. Diabetes Mellitus Reduces the Antiarrhythmic Effect of Ion Channel Blockers, International Anasthesia Research Society, vol. 103, No. 3; 545-550. Kadir, Sumayyah Binti Abdul., 2009. Pemanfaatan
Infra Merah Serat Tourmaline Pada Kelainan Organ Ginjal Mencit, Skripsi, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Nugroho, A.E., 2006. Review Hewan Percobaan
Riddle, Matthew C., dan Genuth, Saul., 2007. Type 2 Diabetes Mellitus, ACP Medicine Gastrointerology:VI; 1-15.
Octavia, G.S., 2009. Pengaruh Gelombang
Elektromagnetik Frekuensi Rendah Terhadap Kondisi Fisiologis Organ Liver Mencit (Mus musculus), Skripsi, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Swamardika, I. B. A., 2009. Pengaruh Radiasi Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kesehatan Manusia (Suatu Kajian Pustaka), Teknologi Elektro, Vol.8, No.1; 106-109.
Parson, W. W.. 2006. Modern Optical
Spectroscopy, Departement of Biochemistry, University of Washington, Springer Berlin Heidelberg, New York, USA.
Syiariel, G., 2008. Pengaruh Vanadil Sulfat Terhadap Jaringan Otot dan Adipose Mencit (Mus musculus) dengan Diabetes Mellitus, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Perangin-angin, B., 2003. Rancangan Kapasitansi Meter Digital, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatra Utara, USU Digital Library, akses tanggal 10 Mei 2010.
Szkudelski, T., 2001. The Mechanism Of Alloxan And Streptozotocin Action In β Cells Of The Rat Pancreas, Physiology Research, Vol. 50; 536-546.
Polo, V., Saibene, A., Pontiroli, A. E., 1998. Nicotinamide Improves Insulin Secretion and Metabolic Control In Lean Type 2 Diabetic Patients With Secondary Failure To Sulphonylureas. Acta Diabetologica, Vol. 35, No. 1;61-64.
Xu, J., Zhang, L., Chou, A., Allaby, T., langer, G. B., Radziuk, J., Jasmin, B. J., Miki, T., Seino, S., Renaud, J. M., 2007. KATP Channel-Deficient Pancreatic β-Cells are Streptozotocin Resistant Because of Lower GLUT2 Activity. AJP - Endocrinology and Metabolism, Vol. 294; 326-335.
Rees, D.A., dan Alcolado, J. C., 2005. Animal Models of Diabetes Mellitus, Diabetic Medicine, 22 ; 359-370.
Yuliana, E., 2006. Rancang Bangun Alat Ukur Induktansi dan Kapasitansi Meter. Tugas Akhir, D3 Teknik Instrumentasi Kendali, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.