• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS MAGISTER HUBUNGAN ANTARA JENIS FAKTOR RISIKO DENGAN PROGRESIVITAS STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS MAGISTER HUBUNGAN ANTARA JENIS FAKTOR RISIKO DENGAN PROGRESIVITAS STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN OLEH"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS MAGISTER

HUBUNGAN ANTARA JENIS FAKTOR RISIKO DENGAN PROGRESIVITAS STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

OLEH

WINDA RAHMAH DARMAN NIM : 167041049

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

2019

(2)

HUBUNGAN ANTARA JENIS FAKTOR RISIKO DENGAN PROGRESIVITAS STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Magister Kedokteran Klinik Neurologi Pada Program Magister Kedokteran Klinik

Universitas Sumatera Utara

Oleh

WINDA RAHMAH DARMAN NIM 167041049

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

2019

(3)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA JENIS FAKTOR RISIKO DENGAN PROGRESIVITAS STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis magister ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 21 November 2019

Winda Rahmah Darman

(4)
(5)
(6)

iii Diuji pada

Tanggal 21 November 2019

PANITIA TESIS

1. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) 2. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K)

3. dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K)

4. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S (K) (Pembimbing I) 5. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K)

6. Dr. dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S (K) (Penguji II) 7. Dr. dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S (K) (Penguji I) 8. Dr. dr. Cut Aria Arina, Sp.S

9. dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S (K)

10. dr. Alfansuri Kadri, Sp.S (K) (Pembimbing II) 11. dr. Aida Fithrie, Sp.S (K)

12. dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S (Penguji III) 13. dr. Haflin Soraya, M.Ked(Neu), Sp.S

14. dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S (K) 15. dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS (K)

16. dr. R. A. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S

17. dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S

18. dr. Muhammad Yusuf, Sp.S, FINS

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan saya untuk menyelesaikan tesis magister ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua TKP PPDS-I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membimbing, mengoreksi, dan mengarahkan saya sejak penulisan proposal sampai penyelesaian tesis magister ini.

3. Dr. dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S(K), selaku Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang banyak memberikan masukan berharga kepada saya dalam menyelesaikan tesis magister ini.

4. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K), selaku Ketua Program Studi

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta

Pembimbing I yang banyak memberikan masukan berharga kepada

saya dalam menyelesaikan tesis ini.

(8)

v

5. dr. Alfansuri Kadri, Sp.S(K) selaku pembimbing II, yang telah membimbing, mendorong, mengoreksi, dan mengarahkan dengan sepenuh hati mulai dari pembuatan proposal, pembuatan, dan penyelesaian tesis magister ini.

6. Guru-guru saya : Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) (Alm); dr.

Irwansyah, Sp.S (Alm), Prof. Dr.dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), dr.

Darlan Djali Chan, Sp.S; dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K); dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K); Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K); Dr.dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); Dr. dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S(K); Dr.

dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S(K); Dr. dr. Cut Aria Arina, Sp.S; dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S (K); dr. Aida Fithrie, Sp.S(K); dr. Alfansuri Kadri, Sp.S(K); dr. Irina Kemala Nasution, M. Ked(Neu) Sp.S; dr. Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked (Neu), Sp.S; dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S (K); dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS (K); dr.

R.A.Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S, dr. Chairil Amin Batubara, M.

Ked(Neu), Sp.S; dr. Muhammad Yusuf, Sp.S, FINS dan guru-guru lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

7. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes dan Drs. Abdul Jalil A.A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan saya dalam pembuatan tesis magister ini.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan dan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

9. Rekan sejawat PPDS Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan

(9)

vi

dorongan yang membangkitkan semangat saya dalam penyelesaian tesis magister ini.

10. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana saya pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik serta berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu saya dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

11. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus – tulusnya saya ucapkan kepada kedua orangtua saya, Darman Ilyas dan Desmawati yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan senantiasa memberi dukungan moril, tenaga, materil, bimbingan serta nasihat yang berharga serta doa yang tiada putus agar penulis dapat menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik.

12. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus – tulusnya saya ucapkan kepada kedua mertua saya, Nurhasan dan Teti Kusmiati yang senantiasa memberi dukungan moril, tenaga, materil, bimbingan serta nasihat yang berharga serta doa yang tiada putus agar penulis dapat menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik.

13. Teristimewa saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada suamiku tercinta Okky Hudaya yang selalu setia mendampingi dalam suka dan duka, memberi semangat, dorongan, serta doa yang tiada henti dalam penyelesaian tesis magister ini.

14. Kepada anak saya tersayang Keandra Rashya Hudaya yang selalu menjadi pembangkit semangat dan penghibur hati.

15. Kepada seluruh keluarga, rekan, dan sahabat yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu, yang senantiasa membantu, memberi

dorongan, pengertian, dan doa dalam penyelesaian pendidikan

magister ini, saya ucapkan terimakasih.

(10)

vii

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu saya tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita saya. Akhirnya saya mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 21 November 2019

Winda Rahmah Darman

(11)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama lengkap : Winda Rahmah Darman

Tempat / tanggal lahir : Tembagapura / 7 Oktober 1989

Agama : Islam

Nama Ayah : Darman Ilyas

Nama Ibu : Desmawati

Nama Suami : Okky Hudaya

Nama Anak : Keandra Rashya Hudaya

Riwayat Pendidikan

1. TK Yayasan Pendidikan Jayawijaya Tembagapura, tahun 1995 – 1996 2. SD Yayasan Pendidikan Jayawijaya Tembagapura, tamat tahun 2002 3. SMP Yayasan Pendidikan Jayawijaya Tembagapura, tamat tahun

2004

4. SMA Negeri 78 Jakarta, tamat tahun 2007

5. Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, tamat tahun 2014

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2015-2016 : Internship di RSUD Depati Hamzah Pangkal

Pinang, Bangka

(12)

ix ABSTRAK

Latar belakang: Stroke adalah penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang di dunia. Faktor risiko stroke dapat mempengaruhi progresivitas stroke iskemik akut.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara jenis faktor risiko dengan progresivitas pasien stroke iskemik akut di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada pasien stroke iskemik akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pemeriksaan scan kepala non kontras dilakukan untuk mendiagnosis stroke iskemik akut, skor National Institute of Health Stroke Score (NIHSS) pasien masuk dan hari kelima dihitung. Analisis data menggunakan uji chi square dan uji Kruskal Wallis.

Hasil Penelitian: Penelitian ini melibatkan 45 pasien stroke iskemik akut yang terdiri dari 22 orang (48,9%) laki-laki dan 23 orang (51,1%) perempuan, dengan nilai median 59 tahun, dan rentang usia 20-84 tahun.

Terdapat 44 pasien (97,8%) dengan riwayat hipertensi (HT), 17 pasien (37,8%) dengan diabetes melitus (DM), 38 pasien (84,4%) dengan dislipidemia, 6 pasien (13,3%) dengan penyakit jantung dan 35 pasien (77,8%) dengan frekuensi serangan stroke pertama kali. Hasil analisa statistik menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia (p value 0,002), hipertensi (p value 0,036), dislipidemia (p value 0,038), dan penyakit jantung (p value 0,033) dengan progresivitas stroke iskemik akut.

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara beberapa jenis faktor risiko dengan progresivitas stroke iskemik akut.

Kata kunci: Stroke akut, iskemik, faktor risiko stroke, progresivitas stroke

(13)

x ABSTRACT

Background: Stroke is the main cause of mortality and long term disability throughout the world. Stroke risk factors could affect progression in acute ischemic stroke.

Objective: To determine the correlation between stroke risk factors and progression in acute ischemic stroke patients admitted to Haji Adam Malik General Hospital, Medan.

Methods: This study used cross sectional design on acute ischemic stroke patients in Haji Adam Malik General Hospital, Medan. Non-contrast scan of the head was performed to diagnose acute ischemic stroke.

National Institute of Health Stroke Score (NIHSS) was applied in patients on admission, and day fifth hospital stay. Data analysis was performed using Chi Square test and Kruskal Wallis test.

Results: This study involved 45 acute ischemic stroke patients which consisted of 22 males (48.9%) and 23 females (51.1%), with the median age of 59 years old and age range of 20-84 years old. There were 44 patients (97.8%) with history of hypertension (HT), 17 patients (37.8%) with diabetes mellitus (DM), 38 patients (84.4%) with dyslipidemia, 6 patients (13.3%) had heart disease and 35 patients (77.8%) with first time stroke. The result of statistical analysis showed a significant correlation between age (p value 0.002), hypertension (p value 0.036), dyslipidemia (p value 0.038), and heart disease (p value 0.033) with progression in acute ischemic stroke.

Conclusion: There was a correlation between several stroke risk factors with progression in acute ischemic stroke.

Keywords: Acute stroke, ischemic, stroke risk factors, progression in stroke

(14)

xi

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………..… viii

ABSTRAK………..….. ix

ABSTRACT………..……. x

DAFTAR ISI………..……… xi

DAFTAR SINGKATAN………....xv

DAFTAR TABEL….……… xvii

DAFTAR GAMBAR……….xviii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

I.1 Latar Belakang……… 1

I.2 Perumusan Masalah………. 4

I.3 Tujuan Penelitian……… 4

I.3.1 Tujuan Umum……….. 4

I.3.2 Tujuan Khusus……… 5

I.4 Hipotesis……….. 6

I.5 Manfaat Penelitian………. 6

I.5.1 Manfaat Penelitian untuk Penelitian………. 6

I.5.2 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan………. 6

I.5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

II.1 Stroke……… 8

II.1.1 Definisi……….. 8

II.1.2 Epidemiologi……… 9

II.1.3 Faktor Risiko………. 10

II.1.4 Klasifikasi……… 11

II.1.5 Patofisiologi………. 13

II.1.5.1 Patofisiologi Stroke Iskemik………. 13

(15)

xii

II.1.6.2 Pemeriksaan Radiologi……… 16

II.2 Hipertensi………. 17

II.2.1 Definisi……….. 17

II.2.2 Patofisiologi……….. 20

II.2.2.1 Hipertensi Primer……… 20

II.2.2.2 Hipertensi Sekunder……….…… 23

II.2. 3 Diagnosis dan Gambaran Laboratoriu………. 25

II.2.4 Hipertensi terhadap Progresivitas Pasien Stroke Iskemik……….……… 29

II.3 Diabetes Melitus ……… 31

II.3.1 Definisi……… 31

II.3.2 Klasifikasi ……….. 31

II.3.3 Diagnosis ………..……….. 32

II.3.4 Diabetes Melitus terhadap Progresivitas Pasien Stroke Iskemik……….……… 34

II.4 Dislipidemia ………..………. 36

II.4.1 Definisi ………..……….. 36

II.4.2 Kolesterol Total……… 36

II.4.3 Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)………. . 37

II.4.4 Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)…………. 37

II.4.5 Trigliserida………. 38

II.4.6 Rasio Kolesterol Total / High Density Lipoprotein (HDL)……… 38

II.4.7 Dislipidemia Progresivitas Pasien Stroke Iskemik……….……… 39

II.5 Penyakit Jantung ………… ………. 40

II.6 Frekuensi Serangan Stroke ……… 42

II.7 National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) … 42

II.8 Progresivitas Stroke Iskemik ……… 43

(16)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN……… 48

III.1 Tempat dan Waktu……… 48

III.2 Subjek Penelitian……… 48

III.2.1 Populasi Sasaran……… 48

III.2.2 Populasi Terjangkau………. 48

III.2.3 Besar Sampel………. 48

III.2.4 Kriteria Inklusi………. 49

III.2.5 Kriteria Ekslusi……… 49

III.3 Batasan Operasional……… 49

III.4 Rancangan Penelitian………. 56

III.5 Pelaksanaan Penelitian………. 57

III.5.1 Instrumen………. 57

III.5.2 Pengambilan Sampel………. 57

III.5.3 Kerangka Operasional……… 58

III.5.4 Variabel yang Diamati……… 59

III.5.5 Analisa Statistik………. 59

III.5.6 Jadwal Penelitian……… 59

III.5.7 Biaya Penelitian……… 60

III.5.8 Personalia Penelitian……… 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 61

IV.1 Hasil Penelitian……….. 61

IV.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian………. 61

IV.1.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Progresivitas Stroke Iskemik………..63

IV.1.3 Hubungan Usia dengan Progresivitas Stroke Iskemik………..63

IV.1.4 Hubungan Hipertensi dengan Progresivitas Stroke

Iskemik………..65

IV.1.5 Hubungan Diabetes Melitus dengan Progresivitas Stroke

(17)

xiv

Iskemik………..66

IV.1.7 Hubungan Penyakit Jantung dengan Progresivitas Stroke Iskemik………..67

IV.1.8 Hubungan Frekuensi Serangan Stroke dengan Progresivitas Stroke Iskemik……….68

IV.1.9 Hubungan Jumlah Faktor Risiko dengan Progresivitas Stroke Iskemik……….69

IV.2 Pembahasan………...70

IV.3 Keterbatasan Penelitian………75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………76

V.1 Kesimpulan………...76

V.2 Saran……….77

DAFTAR PUSTAKA ………..78

Lampiran

(18)

xv

ABPM : Ambulatory Blood Pressure Monitoring ACE : Angiotensin I Converting Enzyme ADH : Antidiuretik Hormon

AHA : American Heart Asssociation

AIDS : Acquired immune Deficiensy Syndrome ATP : Adenosin Trifosfat

BBB : Blood Brain Barrier

CHEP : Canadian hypertension Education Program CO : Cardiac Output

CT : Computed Tomography DM : Diabetes Melitus

ESHS : European Society of Hypertension Society H. : Haji

HbA1c : Hemoglobin A1c

HDL : High Density Lipoprotein IL : Interleukin

ISH : International Society of Hypertension JNC : Joint National Comitee

K : Kalium

LDL : Low Density Lipoprotein LED : Laju Endap Darah

MRI : Magnetic Resonance Imaging Na : Natrium

NaCl : Natrium Cloride

NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale NO : Nitrit Oksida

PACI : Partial Anterior Circulation Infarct

PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

(19)

xvi

RSUP : Rumah Sakit Umum Pendidikan SSP : Sistem Saraf Pusat

TACI : Total Anterior Circulation Infarct TDD : Tekanan Darah Diastolik

TDS : Tekanan Darah Sistolik TIA : Transient Ischemic Attack TNF-a : Tumor Necrosis Factor - alpha

TOAST : Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment TPR : Total Periperal Resistence

TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral

WHO : World Health Organization

(20)

xvii

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 …………. 18 Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 8 ………… 19 Tabel 3. Hipertensi Sekunder ……… 25 Tabel 4. Klasifikasi Diabetes Melitus Bedasarkan Etiologinya …. 32 Tabel 5. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus ……… 34 Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ……….. 62 Tabel 4.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Progresivitas

Stroke Iskemik……… 63 Tabel 4.3 Hubungan Kelompok Usia dengan Progresivitas

Stroke Iskemik……… 64 Tabel 4.4 Hubungan Hipertensi dengan Progresivitas

Stroke Iskemik……… 65 Tabel 4.5 Hubungan Diabetes Melitus dengan Progresivitas

Stroke Iskemik……… 66 Tabel 4.6 Hubungan Dislipidemia dengan Progresivitas

Stroke Iskemik……… 67 Tabel 4.7 Hubungan Penyakit Jantung dengan Progresivitas

Stroke Iskemik……… 67 Tabel 4.8 Hubungan Frekuensi Serangan Stroke dengan

Progresivitas Stroke Iskemik………. 68

Tabel 4.9 Hubungan Jumlah Faktor Risiko dengan Progresivitas

Stroke Iskemik……… 69

(21)

xviii

(22)

xii

(23)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Perubahan daerah iskemik otak akibat stroke ……. 14

(24)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang merupakan masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan penyebab utama angka mortalitas di seluruh dunia. Secara global, 15 juta orang setiap tahun menderita stroke. Di mana 5 juta meninggal dan 5 juta yang tersisa memiliki kecatatan permanen yang memberikan beban pada keluarga dan masyarakat (Lahano dkk, 2014).

Dari data World Health Organization (WHO) diketahui bahwa sebanyak 30% dari total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung dan stroke. Baru-baru ini di Amerika Serikat, stroke menurun sekitar 60 % dan menjadi urutan keempat penyebab utama kematian dari penyakit jantung, keganasan, dan penyakit saluran pernapasan kronis bagian bawah selama akhir 30 tahun ini (Yikilkan dkk, 2013).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil.

Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara

(10,8 %), diikuti DI Yogyakarta (10,3 %), Bangka Belitung dan DKI Jakarta

masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis

nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 %), DI

(25)

Yogyakarta (16,9 %), Sulawesi Tengah (16,6 %), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Sedangkan di Sumatera Utara prevalensi stroke sebesar 6,0 % (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Dari 562 pasien stroke pada 25 rumah sakit di Sumatera Utara, didapatkan perempuan sebanyak 296 (52,7 %) dan laki-laki 266 (47,3 %). Rerata usia yaitu 59 (20-95) tahun. Sebagian besar pekerjaan pasien yaitu ibu rumah tangga sebanyak 200 (35,6 %) orang. Pada tahun 2000 dari seluruh penderita yang dirawat di bangsal rawat inap di bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, 65,49 % adalah penderita stroke, di mana 46, 09 % di antaranya adalah penderita stroke iskemik (Rambe dkk, 2013).

Telah diketahui bahwa tidak ada tindakan medis khusus yang berperan terhadap kualitas hidup di usia tua sebagai pencegahan dan menurunkan angka kejadian stroke. Beberapa faktor risiko dibagi menjadi dua yaitu, dapat dimodifikasi termasuk hipertensi, dislipidemia, merokok, asam urat, obesitas dan diabetes mellitus, sedangkan yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan stroke sebelumnya (Sorganvi dkk, 2014).

Pada stroke iskemik akut biasa terjadi perkembangan neurologis maupun perburukan selama beberapa jam pertama hingga hari-hari pertama dari serebral infark dan dapat menyebabkan permasalahan klinis.

(Sumer dkk, 2003).

(26)

Perubahan dramatis dapat terjadi di fase awal setelah onset stroke.

Tipe dari fluktuasi defisit neurologis tergantung pada bagian otak yang terlibat dan mekanisme stroke. Perubahan neurologis dapat berupa episode hemiplegi yang terkadang dengan pemulihan inkomplit sebelumnya hingga kejadian stroke berikutnya. Sekitar 40% defisit neurologis masih dapat berkembang hingga sepuluh hari pertama (Donnan dkk, 1997).

Progresivitas stroke iskemik terjadi pada semua pasien yang defisitnya tidak maksimal dan terjadi progresivitas di saat yang bersamaan.

Kata progresivitas biasa digunakan pada perburukan klinis. Progresivitas atau perburukan klinis mengacu kepada fungsi otak pasien (Caplan, 2009).

Riwayat hipertensi dan peningkatan tekanan darah diastolik setelah stroke pertama berkaitan dengan peningkatan risiko stroke kedua.

Mengontrol tekanan darah diastolik secara substansial mengurangi risiko ini (Alter dkk, 1994).

Diabetes menyebabkan peningkatan risiko stroke secara signifikan dan juga dapat meningkatkan mortalitas pada kejadian stroke berikutnya.

Pasien diabetes biasanya sering terjadi infark serebral dan iskemia yang jarang terjadinya reversible. Hal ini menyebabkan masalah unik sehingga menjadi faktor risiko stroke pada populasi pasien diabetes (Air dkk, 2007).

Penelitian epidemiologi menemukan adanya hubungan antara

dislipidemia dan stroke iskemik. Secara garis besar, peningkatan kadar LDL

muncul sebagai peningkatan risiko stroke iskemik (Tziomalus dkk, 2009).

(27)

Kelainan jantung pada stroke iskemik akut sering terjadi dan meliputi perubahan elektrokardiografi, aritmia dan myocardial injury sebagai manifestasi dari peningkatan enzim serum jantung dan abnormalitas pergerakan dinding jantung saat echocardiographic (Read dkk, 2011).

Penyebab dari stroke rekuren adalah multifaktorial dan subtipe stroke dari stroke rekuren biasanya tidak identik. Dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi, diabetes melitus dan penyakit jantung secara signifikan menjadi penyebab stroke rekuren (Hillen dkk, 2003).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sorganvi dkk (2010) dalam penelitian kasus kontrol didapatkan bahwa hipertensi, hiperkolesterolemia, dan diabetes melitus merupakan faktor risiko terbesar penyebab stroke.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian faktor risiko stroke ini untuk membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas di masa depan.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah hubungan antara jenis faktor risiko dengan progresivitas pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan?

I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara jenis faktor risiko dengan

progresivitas pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

(28)

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara jenis faktor risiko dengan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hipertensi pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi diabetes melitus pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dislipidemia pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

5. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penyakit jantung pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

6. Untuk mengetahui distribusi frekuensi serangan stroke pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

7. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

8. Untuk mengetahui hubungan antara usia dan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

9. Untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

10. Untuk mengetahui hubungan antara diabetes melitus dan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

11. Untuk mengetahui hubungan antara dislipidemia dan

progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

(29)

12. Untuk mengetahui hubungan antara penyakit jantung dan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

13. Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi serangan stroke dan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

14. Untuk mengetahui distribusi frekuensi progresivitas pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

15. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah faktor risiko dan progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

16. Untuk mengetahui karakteristik demografi pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

I.4 HIPOTESIS

Terdapat hubungan antara jenis kelamin, usia, hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, penyakit jantung dan frekuensi serangan stroke dengan progresivitas stroke iskemik akut.

I.5 MANFAAT PENELITIAN

I.5.1 Manfaat Penelitian untuk Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan antara jenis faktor risiko dengan progresivitas pasien stroke iskemik akut.

I.5.2 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi secara keilmuan

dan memberikan data klinis tentang gambaran jenis kelamin, usia,

(30)

hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, penyakit jantung dan frekuensi stroke yang dapat mempengaruhi progresivitas stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

I.5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Dengan mengetahui pengaruh hubungan antara jenis faktor risiko

dengan progresivitas pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik

Medan, diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat dalam upaya

preventif terhadap terjadinya progresivitas stroke iskemik akut dan dapat

meningkatkan kualitas hidup penderita stroke iskemik.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 STROKE II.1.1 Definisi

Stroke adalah suatu episode dari disfungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, berlangsung selama ³ 24 jam atau meninggal, tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).

Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis disebabkan infark fokal serebral, spinal, dan infark retinal. Di mana infark sistem saraf pusat (SSP) adalah kematian sel pada otak, medulla spinalis, atau sel retina akibat iskemik, berdasarkan :

• Patologi, pencitraan atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada serebral, medulla spinalis, atau retina pada suatu distribusi vaskular tertentu.

• Atau bukti klinis dari injury fokal iskemik pada serebral, medulla

spinalis atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ³ 24 jam atau

meninggal dan etiologis lainnya telah diekslusikan (Sacco dkk,

2013).

(32)

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang cepat yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak atau sistem ventricular yang tidak disebabkan oleh trauma (Sacco dkk, 2013).

II.1.2 Epidemiologi

Penyakit serebrovaskular menduduki peringkat kedua penyebab kematian di dunia, angka mortalitasnya meningkat setiap tahunnya sekitar 20% (Enders dkk, 2009). Pada tahun 2001 sampai 2011 sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat menderita stroke setiap tahunnya di mana sekitar 610.000 adalah serangan pertama dan 185.000 stroke berulang di mana stroke merupakan satu dari 20 penyebab kematian di Amerika Serikat (Goldstein dkk, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) cabang Medan dari 562 pasien stroke pada 25 Rumah Sakit di Sumatera Utara, didapatkan kejadian stroke tidak berbeda jauh antara perempuan dan laki-laki di mana kejadian pada perempuan sebesar 296 orang (52,7%) dan laki-laki 266 orang (47,3%) dengan rata- rata usia 59 tahun (20-95 tahun). Keluhan utama pasien terbanyak adalah penurunan kesadaran berjumlah 198 kasus (35,3%), diikuti hemiparesis sinistra 134 kasus (23,8%) dan hemiparesis dextra 133 kasus (23,7%).

Faktor risiko terbesar adalah hipertensi berjumlah 497 kasus (88,4%),

diikuti diabetes melitus 155 kasus (27,6%) penyakit jantung 98 kasus

(17,4%) dislipidemia 161 (28,6%) merokok 193 (34,3%). Berdasarkan hasil

(33)

Computed Tomography (CT) scan kepala infark berjumlah 302 kasus (53,7%), hemoragik 152 kasus (27%), infark hemoragik 12 kasus (2,1%), dan 96 (17,1%) tidak menjalani CT scan kepala (Rambe dkk, 2013).

II.1.3 Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Non modifiable risk factors : a. Usia

b. Jenis kelamin c. Keturunan / genetik 2. Modifiable risk factors :

a. Behavioral risk factors 1. Merokok

2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet

3. Alkoholik

4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi

b. Physiological risk factors

1. Penyakit hipertensi

2. Penyakit jantung

3. Diabetes melitus

(34)

4. Infeksi / lues, arthritis, traumatic, Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), lupus

5. Gangguan ginjal 6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi, dan penyakit perdarahan

8. Kelainan anatomi pembuluh darah 9. Dan lain-lain (Sjahrir, 2003)

II.1.4 Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan, dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama.

A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1) Stroke iskemik

a. Transient ischemic attack (TIA) b. Thrombosis serebri

c. Emboli serebri 2) Stroke hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid

B. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu 1) Transient ischemic attack (TIA)

2) Stroke in evolution

(35)

3) Completed stroke

C. Berdasarkan sistem pembuluh darah 1) Sistem karotis

2) Sistem vertebrobasiler

D. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark, yaitu : 1) Partial anterior circulation infarct (PACI) 2) Total anterior circulation infarct (TACI) 3) Lacunar infarct (LACI)

4) Posterior circulation infarct (POCI) (Misbach dan Jannis, 2011).

E. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti Trial of ORG 10172 in acute stroke treatment (TOAST)

1) Ateroskelrosis arteri besar 2) Kardioembolisme

3) Oklusi arteri kecil

4) Stroke akibat dari penyebab lain yang menentukan a. Non-aterosklerosis vaskulopati

§ Non inflamasi

§ Inflamasi non infeksi

§ Infeksi

b. Kelainan hematologi atau koagulasi

5) Stroke akibat dari penyebab lain yang tidak dapat ditentukan

(Sjahrir, 2003).

(36)

II.1.5 Patofisiologi

II.1.5.1 Patofisiologi Stroke Iskemik

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu :

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah otak b. Pengurangan oksigen

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh buruk yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai penelitian menunjukkan adanya perubahan kadar sitokin pada penderita stroke iskemik akut. Sitokin adalah mediator peptide molekuler, merupakan protein dan glikoprotein yang dikeluarkan oleh suatu sel dan mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi, contohnya limfokin dan interleukin [IL-1 beta, IL-6, IL-8, Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-a)] yang merupakan sitokin pro inflamatorik. Adanya IL-8 tersebut merupakan diskriminator terkuat yang membedakan kasus stroke dengan non stroke.

Produksi sitokin yang berlebihan mengakibatkan plugging mikrovaskuler

(37)

serebral dan pelepasan mediator vasokonstriktif endotel sehingga memperberat penurunan aliran darah, juga mengakibatkan eksaserbasi kerusakan blood brain barrier (BBB) dan parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik, dan produksi radikal bebas yang akan menambah neuron yang mati

Tahap 4 : Apoptosis (Sjahrir, 2003)

Perubahan daerah iskemik otak akibat stroke :

- Ischaemic core à degenerasi neuron à infark

- Ischaemic penumbra à fungsionil paralysis neuron yang reversible, oedema dan pucat, metabolism oksigen masiih normal

- Daerah luxury prefussion à merah dan oedem, dilatasi maksimal, hyperemia, oligaemia

- Rekanalisasi à pembentukan kolateral

Gambar 1. Perubahan daerah iskemik otak akibat stroke

Dikutip dari : Sjahrir,H. 2003. Stroke Iskemik. Medan : Yandira Agung. Hal. 19

(38)

II.1.6 Diagnosis Stroke II.1.6.1 Pemeriksaan Klinis

Pengetahuan tentang neuroanatomi dan anatomi pembuluh darah penting untuk diagnosis klinis stroke. Sebelum membedakan kejadian stroke, dokter pertama kali harus bertanya apakah temuan disebabkan oleh proses nonvaskular, seperti tumor otak, gangguan metabolism, infeksi, demielinisasi, keracunan, atau cedera traumatis yang menyerupai stroke.

Data yang berbeda digunakan untuk menjawab dua pertanyaan ini sangat berbeda. Dalam menentukan mekanisme stroke pertanyaan “what?” dan temuan klinis paling bermanfaat :

1. Ekologi : riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit sekarang, dan riwayat penyakit keluarga.

2. Keberadaan dan sifat selama stroke atau transient ischemic attack (TIA).

3. Aktivitas dan onset stroke.

4. Temuan sementara dan progresif (apakah terjadinya stroke tiba-tiba dengan deficit pada kejadian awal stroke? Apakah defisit semakin meningkat, memburuk, atau tetap sama setelah onset? Jika itu memburuk, apakah ini terjadi secara bertahap, remitting, atau progresif? Apakah ada fluktuasi normal atau abnormal?)

5. Gejala seperti sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat

kesadaran dapat menyertai (Caplan, 2009).

(39)

Defisit neurologis mencerminkan lokasi dan ukuran lesi pada pasien dengan stroke iskemik dan perdarahan. Hemiplegia merupakan tanda klasik pada semua penyakit serebrovaskular, apakah di bagian otak atau batang otak, tetapi masih banyak manifestasi lain, termasuk gangguan mental, numbness dan defisit sensoris, afasia, gangguan lapang pandang, diplopia, dizziness, disartria, dan sebagainya (Ropper dkk, 2014).

II.1.6.2 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan foto thoraks yang dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah ada pembesaran ventrikel kiri yang merupapkan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi oksigenasi serebral dan dapat memperburuk prognosis (Misbach dan Jannis, 2011).

Pemeriksaan kedua adalah CT scan dapat menunjukkan gambaran dan lokalisasi bahkan perdarahan kecil, patogenesis infark hemoragik, perdarahan subaraknoid, gumpalan di dalam dan sekitar aneurisma, daerah infark yang mengalami nekrosis dan malformasi arteriovenous.

Magnetic resonance imaging (MRI) juga menunjukkan lesi. Selain itu,

menunjukkan aliran pada pembuluh darah, hemosiderin, dan pigmen besi,

serta perubahan-perubahan yang dihasilkan dari nekrosis iskemik dan

gliosis (Ropper dkk, 2014).

(40)

II.2 HIPERTENSI II.2.1 Definisi

Hipertensi ditegakkan apabila terjadi peningkatan rata-rata dua atau lebih tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu tekanan darah diastolik (TDD) ³ 90 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS) ³ 140 mmHg (Chobanian dkk, 2004). Lebih dari 90% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial / primer), sedangkan 5-10% diketahui penyebabnya (hipertensi sekunder) (Goldszmidt dan Caplan, 2009).

Penelitian yang dilakukan Sastri dkk (2013) pada pasien stroke menurut faktor risiko hipertensi sebesar 82,80% pada pasien rawat inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan periode 1 Januari 2010 – 31 Juni 2012 dengan penderita berusia di atas 50 tahun (81,25%) dan penderita yang berusia di bawah 50 tahun (18,75%). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mochammad Badrudin pada tahun 2009 di RSU Haji Surabaya, yang mana didapatkan kejadian tertinggi stroke terjadi pada usia di atas 50 thaun (69,7%), dan sisanya terjadi pada usia di bawah 50 tahun, dengan puncaknya pada usia 51-60 tahun (Sastri dkk, 2013).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Comitee on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2

(Chobanian dkk, 2004).

(41)

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 Hipertensi derajat 2 ³ 160 ³ 100

Dikutip dari : Chobanian, A. V., Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., Green. L. A., Izzo, J. L. 2hi004. The Seventh Report of the Joint Natonal Comitte on prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Intitute of Health Publication. U. S. pp 1-65.

Pada tahun 2013, The Eight Report of The Joint National Committee

on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

(JNC 8) telah mengeluarkan guideline terbaru mengenai tatalaksana

hipertensi atau tekanan darah tinggi. Di mana secara umum, JNC 8 ini

memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target tekanan darah

dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan, tetapi definisi

hipertensi dan prehipertensi tidak dijelaskan (Tabel 2) (James dkk, 2013).

(42)

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 8

REKOMENDASI KRITERIA

Rekomendasi 1 Populasi umum berusia ³ 60 tahun, memulai pengobatan farmakologi apabila TDS ³ 150 mmHg dan TDD ³ 90 mmHg dan mencapai target terapi apabila TDS < 150 mmHg dan TDD < 90 mmHg. (Grade A).

Rekomendasi 2 Populasi umum berusia < 60 tahun, memulai pengobatan farmakologi apabila TDD ³ 90 mmHg dan mencapai target terapi apabila TDD <

90 mmHg (Usia 30-59 tahun rekomendasi grade A; Usia 18-29 tahun rekomendasi. (Grade E).

Rekomendasi 3 Populasi umum berusia < 60 tahun, memulai pengobatan apabila TDS ³ 140 mmHg dan mencapai target terapi apabila TDS < 150 mmHg. (Grade E).

Rekomendasi 4 Populasi berusia ³ 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease (CKD), memulai pengobatan apabila TDS ³ 140 mmHg atau TDD 90 mmHg dan mencapai target terapi apabila TDD < 90 mmHg. (Grade E).

Rekomendasi 5 Populasi berusia ³ 18 tahun dengan diabetes, memulai pengobatan apabila TDS ³ 140 atau TDD ³ 90 mmHg dan mencapai target terapi apabila TDD < 90 mmHg. (Grade E).

Rekomendasi 6 Pada populasi umum bukan kulit hitam (negro) dengan diabetes, memulai pengobatan antihipertensi dengan diuretik tiazid, Calcium Channel Blocker (CCB), Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB). (Grade B).

Rekomendasi 7 Pada populasi umum kulit hitam (negro) dengan diabetes, memulai pengobatan antihipertensi dengan diuretic tiazid, Calcium Channel Blocker (CCB). (Untuk populasi umum kulit hitam (Gradel B); untuk pasien kulit hitam dengan diabetes (Grade C).

Rekomendasi 8 Pada populasi usia ³ 18 tahun dengan CKD, memulai pengobatan antihipertensi termasuk ACEI atau ARB dapat digunakan untuk meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras maupun status diabetes. (Grade B).

Rekomendasi 9 Obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga secara titrasi. Pada masing-masing tahap kita perlu terus memantau perkembangan tekanan darahnya serta bagaimana terapi dijalankan, termasuk kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari tiga obat atau obat yang direkomendasikan tersebut tidak dapat diberikan, kita bisa menggunakan antihipertensi golongan lain.

(Grade E).

Dikutip dari : James, P. A., Oparil, S., Carter, B. L., Cushman, W. C.,

Himmelfard, C. D., Handler, J. 2013. 2014 Evidence-Based Guideline for

the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel

Member Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8). Journal

Medical Association. Pp 1-14.

(43)

Masih ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensi lain dari World Health Organization (WHO), International Society of Hypertension (ISH), dan European Society of Hypertension Society (BSH), dan Canadian Hyepertension Education Program (CHEP) (Yogiantoro, 2006).

II.2.2. Patofisiologi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu, hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan penyakit lain (Lee dkk, 2011).

II.2.2.1 Hipertensi Primer

Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus berkembang karena belum dapat jawaban yang memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh Cardiac Output (CO) dan Total Peripheral Resistence (TPR) di mana tekanan darah = CO x TPR, sedangkan CO adalah jumlah stroke volume (SV) x Heart Rate (HR). SV ditentukan oleh kontraktilitas jantung, venous return ke jantung (preload), kontraktilitas ventrikel kiri mengalirkan darah ke aorta (afterload) (Lee dkk, 2011).

Banyak faktor patofisiologi telah terlibat dalam kejadian hipertensi,

yaitu peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, mungkin terkait dengan

peningkatan paparan stress psikososial, kelebihan produksi dari natrium

dan vasokonstriktor; asupan tinggi natrium jangka panjang, kurang adekuat

(44)

diet harian kalium dan kalsium, peningkatan sekresi renin dengan peningkatan produksi angiotensin II dan aldosterone, defisiensi vasodilator, seperti prostasiklin, Nitrit Oksida (NO) dan natriuretik peptide, perubahan ekspresi sistem kallikrein – kinin yang mempengaruhi tonus pembuluh darah, kelainan resistensi pembuluh darah, termasuk lesi pembuluh ginjal, diabetes melitus, resistensi insulin, obesitas, perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, tonus pembuluh darah, dan perubahan transportasi ion (Oparil dkk, 2003).

Penelitian perubahan genetik monogenik terbaik mengenai penyebab hipertensi misalnya Liddle Syndrome, di mana gangguan yang jarang terjadi tetapi secara klinis penting di mana aktivasi membran sel kanal natrium menyebabkan hipertensi berat. Aktivasi membran sel kanal natrium telah ditemukan terjadinya mutase pada subunit kanal mengakibatkan retensi natrium di ginjal meningkat (Oparil dkk, 2003).

Ginjal dapat menginduksi volume-based hypertension dengan mempertahankan kelebihan natrium dan air sebagai akibat dari (1) kegagalan untuk mengatur aliran darah di ginjal; (2) gangguan kanal ion (misalnya, penurunan basolateral Na-K-ATPase), yang secara langsung menyebabkan retensi natrium; atau (3) regulasi hormon yang tidak tepat.

Sebagai contoh, Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) adalah pengatur

hormon penting resistensi vascular perifer. Tingkat renin pada pasien

hipertensi (dibandingkan dengan orang-orang normotensi) 25% di bawah

normal, sekitar 60% pasien normal, dan 10 hingga 15% pada hipertensi.

(45)

Karena sekresi renin harus ditekan oleh peningkatan tekanan darah, bahkan tingkat normal tidak sesuai pada penderita hipertensi. Dengan demikian, kelainan peraturan sistem ini mungkin memainkan peran dalam beberapa individu dengan hipertensi (Lee dkk, 2011).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh Angiotensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati.

Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh sel juxtaglomerular) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan penting dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah vasokonstriksi arteriol serta meningkatkan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan rasa haus (Wilson, 2006).

Antidiuretik hormon (ADH) diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang disekresikan ke luar tubuh, sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada

(46)

ginjal. Untuk mengatur cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi Natrium Cloride (NaCl) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Wilson, 2006).

Hormon insulin mungkin memainkan peran dalam terjadinya hipertensi. Banyak orang dengan hipertensi, terutama mereka yang mengalami obesitas atau memiliki diabetes melitus tipe 2, terdapat kegagalan dalam transportasi insulin menjadi glukosa ke jaringan (disebut resistensi insulin). Sebagai hasilnya, kadar glukosa serum naik, merangsang pankreas untuk melepaskan insulin tambahan. Peningkatan kadar insulin dapat berkontribusi untuk hipertensi melalui peningkatan aktivasi simpatik atau stimulasi hipertrofi sel otot polos pembuluh darah, yang meningkatkan tahanan vaskular. Hipertrofi sel otot polos dapat disebabkan oleh efek mitogenik langsung insulin atau melalui peningkatan kepekaan terhadap platelet-derived growth factor (Lee dkk, 2011).

II.2.2.2 Hipertensi Sekunder

Meskipun hipertensi primer mendominasi gambar klinis, penyebab

struktural atau penyebab hormonal hipertensi sekunder dapat ditemukan

dalam persentase kecil dari pasien sekitar 5% kasus hipertensi telah

diketahui penyebabnya. Identifikasi penyebab hipertensi sekunder penting

karena kondisi yang mendasarinya mungkin memerlukan terapi yang

berbeda dari yang diberikan untuk hipertensi primer dan sering dapat

disembuhkan. Selain itu, jika hipertensi sekunder yang tidak terkontrol,

(47)

menyebabkan perubahan kardiovaskular yang pada akhirnya akan terus berkembang menjadi hipertensi primer meskipun penyakit yang mendasarinya sudah teratasi. Meskipun bentuk sekunder harus dipertimbangkan dalam pemeriksaan pasien hipertensi, ada petunjuk bahwa pasien tertentu mungkin memiliki salah satu kondisi yang menyertai.

1) Usia. Jika pasien hipertnesi berkembang sebelum umur 20 atau setelah umur 50, hipertensi sekunder ini lebih mungkin.

2) Beratnya. Hipertensi sekunder sering menyebabkan tekanan darah akan meningkat secara dramatis, sedangkan kebanyakan pasien hipertensi primer biasanya ringan sampai sedang.

3) Onset. Bentuk hipertensi sekunder sering muncul tiba-tiba di pasien yang sebelumnya normotensive, sedangkan pada hipertensi primer bersifat progresif perlahan.

4) Tanda-tanda dan gejala yang terkait. Proses yang menginduksi hipertensi dapat mempunyai beberapa karakteristik lainnya, melalui riwayat dan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh, bruit arteri ginjal dapat didengar pada perut pada pasien dengan stenosis arteri ginjal.

5) Riwayat keluarga. Pasien dengan hipertensi primer sering memiliki

hipertensi pada keturunan tingkat pertama, sedangkan hipertensi

sekunder lebih sering terjadi secara sporadik (Gray dkk, 2005).

(48)

Tabel 3. Hipertensi Sekunder Penyebab Hipertensi Sekunder Penyakit Parenkim Ginjal

Penyakit Renovaskular

Penyakit Endokrin : Aldosteronisme primer, Sindrom Cushing, Hiperplasiadrenal kongenital, Feokromositoma

Koarktasio aorta

Kaitan dengan kehamilan Obat-obatan

Dikutip dari : Gray, H. H., Dawkins, K. D., Morgan, J. M., Simpson, I.

A. 2005. Lecturer Notes : Cardiology, Dalam : Agoes, A., Rachmawati D. A. (eds). Lecturer Notes Kardiologi : Hipertensi. Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Surabaya. Hal 57-69.

II.2.3 Diagnosis dan Gambaran Laboratorium

Evaluasi pasien hipertensi memiliki tiga tujuan : (1) untuk menilai gaya hidup dan mengidentifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lain atau termasuk gangguan yang dapat mempengaruhi prognosis dan panduan pengobatan; (2) untuk mencari penyebab tekanan darah tinggi; dan (3) untuk menilai adanya atau tidak adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular (Chobanian dkk, 2004).

Semua pasien yang dicurigai menderita hipertensi atau pasien yang

sudah pasti hipertensi, harus diambil anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang menyeluruh. Beberapa pasien juga akan memerlukan pemeriksaan

penunjang yang lebih kompleks, misalnya pasien dengan hipertensi

(49)

maligna, hipertensi sekunder, dan pasien dengan keadaan khusus (Gray dkk, 2005).

Anamnesis meliputi :

a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah.

b. Indikasi adanya hipertensi sekunder

1) Keluarga dan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

2) Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hamturi, pemakaian obat-obatan analgesik, dan lain-lain.

3) Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma).

4) Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme).

c. Faktor-faktor risiko

1) Riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien.

2) Riwayat dislipidemia pada pasien atau keluarga pasien.

3) Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarga pasien.

4) Kebiasaan merokok.

5) Pola makan.

6) Obesitas

d. Gejala kerusakan organ

1) Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris.

2) Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, edema tungkai.

(50)

3) Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria.

4) Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten e. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

f. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan

Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah juga untuk evaluasi penyakit penyerta, kerusakan organ target, serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.

Pengukuran tekanan darah :

a. Pengukuran rutin di kamar periksa.

b. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM) c. Pengukuran sendiri oleh pasien

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari : a. Tes darah rutin,

b. Glukosa darah (sebaiknya puasa), c. Profil lipid

d. Asam urat, e. Fungsi ginjal, f. Elektrolit g. Urinalisis,

h. Elektrokardiogram, i. Enzim jantung.

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan

adanya kerusakan organ dapat dilakukan secara rutin, sedang

(51)

pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi :

a. Jantung

1) Pemeriksaan fisik, 2) Foto polos dada, 3) Elektrokardiografi 4) Ekokardiografi.

b. Pembuluh darah

1) Pemeriksaan fisis termasuk perhitungan pulse pressure 2) Ultrasonografi karotis

3) Fungsi endotel (masih penelitian) c. Otak

1) Pemeriksaan neurologis

2) Computed Tomography (CT) scan kepala atau Magnetic Resomamce Imaging (MRI).

d. Mata

1) Funduskopi e. Fungsi ginjal

1) Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya protein uria, microalbuminuria/makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin,

2) Perkiraan laju filtrasi glomerulus (Gray dkk, 2005).

(52)

II.2.4 Hipertensi terhadap Progresivitas Pasien Stroke Iskemik

Riwayat hipertensi dan peningkatan tekanan darah diastolik setelah stroke pertama berkaitan dengan peningkatan risiko stroke kedua.

Mengontrol tekanan darah diastolik secara substansial mengurangi risiko ini (Alter dkk, 1994).

Berdasarkan penelitian dari China National Stroke Registry selama satu tahun menunjukkan bahwa hipertensi secara spesifik berhubungan dengan stroke rekuren pada pasien-pasien dengan penyakit-penyakit pembuluh darah kecil, bukan subtipe lain dari stoke iskemik (Wang dkk, 2013).

Sebuah penelitian oleh Hillies et all, pada kelompok pasien stroke iskemik yang diintervensi dengan antihipertensi intravena menunjukkan peningkatan hasil NIHSS dan fungsi kognitif setelah terapi target tercapai (McManus dkk, 2016).

Hiperetensi yang terjadi pada penderita stroke apabila terjadi peningkatan rata-rata dua atau lebih tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu tekanan darah diastolic (TDD) ³ 90 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS) ³ 140 mmHg pada waktu sebelum atau 4 minggu setelah terjadinya stroke atau jika mereka menerima obat anti hipertensi sebelum terjadinya stroke (Vemmos dkk, 2004)

Sebagian besar pasien di Pakistan dengan stroke memiliki penyakit

komorbiditas seperti hipertensi, diabetes melitus, rokok, dislipidemia, dan

obesitas. Dalam penelitian ini, tekanan darah tinggi adalah faktor risiko

(53)

untuk stroke iskemik yang lebih dari stroke hemoragik. Namun hipertensi lebih sering terlihat dalam penanganan pasien yang mengalami iskemik.

Bagaimanapun hipertensi merupakan faktor risiko tersering pada stroke iskemik tetapi hasilnya tidak mencapai nilai yang signifikan (Lahano dkk, 2014).

Aterosklerosis merupakan penyebab lebih dari separuh kematian di negara-negara maju di Barat. Penyakit ini merupakan penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan intima terjadi akibat penumpukan fibrosa yang secara bertahap akan menyempitkan lumen dan secara bertahap menjadi tempat perdarahan dan pembentukan thrombus (Silbernagl, 2007).

Akibat penimbunan plak adalah penyempitan lumen yang menyebabkan iskemik dan kekakuan dinding pembuluh darah, pembentukan trombus yang menyumbat lumen yang tersisa dan dapat menyebabkan emboli perifer (contohnya stroke) serta perdarahan ke dalam plak (penyempitan oleh hematom) dan dinding pembuluh darah. Karena melemah, dinding pembuluh darah melebar (aneurisma), dan bahkan mengalamii rupture dengan menimbulkan perdarahan, yang berbahaya ke jaringan sekitarnya, misalknya dari aorta atau pembuluh darah otak (perdarahan intraserebral yang hebat) (Silbernagl, 2007).

II.3 DIABETES MELITUS

II.3.1 Definisi

(54)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Suyono dkk, 2011).

Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang dikarakteristikan dengan konsentrasi glukosa darah yang tinggi, peningkatan frekuensi buang air kecil, dan peningkatan rasa haus serta lapar (Zychowska dkk, 2013).

II.3.2 Klasifikasi

Diabetes melitus diklasifikasikan berdasarkan etiologinya menjadi empat jenis yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, tipe spesifik lainnya, dan gestasional diabetes seperti yang terlihat pada tabel 5 di bawah ini. Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes yang dikarakteristikan dengan defisiensi insulin yang berkaitan dengan lesi destruktif pada sel b pankreas, biasanya terjadi pada usia muda, tetapi dapat terjadi pada semua usia. Diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes yang disebabkan oleh kombinasi dari penurunan sekresi insulin dan sensitivitas terhadap insulin.

Tahap awal dari diabetes melitus tipe 2 dikarakteristikan oleh resistensi insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa post-prandial.

Biasanya terjadi pada dewasa, di mana penderita diabetes tipe ini umumnya mengalami obesitas dan kurang beraktivitas (Ryden dkk, 2007).

Tabel 5. Klasifikasi Diabetes Melitus Berdasarkan Etiologinya

JENIS DIABETES ETIOLOGI

(55)

Diabetes tipe 1 Destruksi sel b pankreas sehingga terjadi defisiensi insulin absolut yang dapat disebabkan oleh proses autoimun ataupun idiopatik

Diabetes tipe 2 Disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari resisrensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai gangguan sekresi insulin disertai resistensi insulin

Diabetes tipe spesifik Lainnya

• Defek genetik fungsi sel b pancreas

• Defek genetik kerja insulin

• Penyakit eksokrin pancreas

• Endokrinopati

• Paparan obat atau zat kimia

• Infeksi

• Imunologi yang jarang

• Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus

Gestasional diabetes

Dikutip dari : Suyono S, Waspadji S, Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, Semiardji G, dkk. 2011. Consensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

II.3.3 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan

kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya

glukosauria. Untuk menentukan diagnosis dari diabetes melitus perlu

dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik dengan

bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood),

vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan

angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh

WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler

dengan glukometer (Suyono dkk, 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul penelitian saya adalah Gambaran Pola Makan dan Merokok Pasien Stroke Iskemik Akut yang Dirawat Inap SMF Neurologi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun

Dari hasil statistik dengan uji chi square, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara kelainan jantung dengan kejadian stroke iskemik pada penelitian

Faktor risiko dominan penderita stroke di Indonesia adalah umur yang semakin meningkat, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan gagal jantung.

penelitian yang berjudul FAKTOR RISIKO HIPERTENSI, DISLIPIDEMIA, MEROKOK, ASAM URAT, OBESITAS, DIABETES MELITUS, DAN RIWAYAT STROKE DALAM KELUARGA PADA PENDERITA STROKE. dan

Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara disfagia dengan perbaikan derajat stroke pada pasien stroke iskemik akut (p=0,002, r=0,530) di RSUD

KADAR D-DIMER PLASMA SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK PADA STROKE ISKEMIK AKUT DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN.

pasien stroke fase akut yang meninggal pada hari 0-9 terjadinya. serangan, 12 kematian disebabkan oleh

kiri pasien stroke iskemik akut pada kelompok dislipidemia dan non- dislipidemia, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai rerata MFV dan PI MCA kanan, tICA kanan dan