• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESETARAAN GENDER DALAM RANGKA MEWUJUDKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KESETARAAN GENDER DALAM RANGKA MEWUJUDKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KESETARAAN GENDER DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN KEPADA TENAGA KERJA WANITA

PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERDAGANGAN DI KOTA JAMBI

Oleh: Yetniwati, S.H., M.H., Hj.Netty. S.H., .M.H., Asmaniar, S.H., M.H. Dosen Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi.

ABSTRAK

Di Kota Jambi banyak terdapat pusat perbelanjaan,baik perusahaan berbentuk badan hukum, persekutuan perdata maupun perusahaan perseorangan yang banyak menyerap tenaga kerja wanita dibanding tenaga kerja pria. Adanya isu kecendrungan pengusaha merekrut tenaga kerja wanita karena upah yang diberikan kepada pekerja wanita relatif lebih rendah dibanding pekerja pria.

Dari permasalahan yang ada perlu dikaji bagaimana pelaksanaan kesetaraan gender yang meliputi persamaan upah antara pekerja wanita dan pekerja pria, persamaan hak untuk mendapatkan jabatan dalam perusahaan dan apa yang menjadi kendala-kendala mewujudkan kesetaraan gender dalam rang ka memberikan perlindungan kepada pekerja wanita.

Kata Kunci: Kesetaraan Gender,Perlindungan Kepada Tenagakerja Wanita. I . PENDAHULUAN

Tenaga kerja wanita merupakan satu pekerja berjenis kelamin wanita yang ikut berperan serta dalam pembangunan baik tingkat nasional maupun ditingkat daerah, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa tujuan pembangunan ketenegakerjaan adalah: a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Dari ketentuan pasal 4 diatas dapat kita lihat bahwa pembangunan ketenagakerjaan itu memperhatikan kepentingan pekerja, pengusaha. Disini kita lihat bahwa pengusaha dapat mempekerjakan pekerja sehingga berdaya guna secara optimal, tetapi perlu diperhatikan kepentingan pekerja agar diperlakukan secara manusiawi.

(2)

pekerja itu mempunyai keterbatasan tenaga, dan mempunyai status sosial ekonomi yang lebih rendah dari pada status sosial ekonomi pengusaha yang mempunyai modal bersifat materi.

Pekerja memanfaatkan tenaga dan pikiran dengan tujuan mendapatkan upah atau gaji, guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pengusaha mempekerjakan pekerja untuk menghasilkan barang atau jasa pada perusahaan dan diharapkan memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Untuk menghindari kesenjangan kepentingan pengusaha dengan pekerja diperlukan perlindungan hukum kepada pekerja. Perlindungan hukum merupakan hak bagi pekerja untuk menghindari perlakuan yang semena-mena dari pihak yang mempunyai status sosial ekonomi yang lebih kuat.

Menurut pasal 86 ayat 1 undang-undang no. 13 tahun 2003 menyatakan: “bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. Keselamatan dan kesehatan kerja; b. Moral dan kesusilaan; c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.

Perlindungan hukum sebagaimana termasuk diatas disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan kerja ini sama banyak jumlahnya, baik yang bersifat normatif maupun merupakan hak dasar dari pekerja.

Undang-undang No.13 tahun 2003 pada prinsipnya mengandung asas non diskriminasi, ini terlihat pada pasal 5 dan pasal 6 undang-undang no.13 tahun 2003 yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan, dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

Larangan non diskriminasi yang ada dalam UU No. 13 tahun 2003 berlandaskan pada pasal 27 UUD 45, dimana setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum, dan berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Sebagai landasan operasional dari pasal 27 UUD 45, selain UU No.13 tahun 2003 juga diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah, sebagaimana pada pasal 2 menyatakan:”bahwa pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dari buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.

(3)

antara dari hasil Konvensi ILO No. 100 tahun 1958 yang diratifikasi dengan UU No.80 tahun 1957 tentang persamaan upah pekerja wanita dengan pekerja pria . Kemudian Konvensi ILO No.111 tahun 1958 tentang kesempatan yang sama untuk mendapatkan jabatan yang diratifikasi dengan UU No. 21 tahun 1999.

Pada tanggal 24 Juli tahun 1984 telah diundangkan pula Undang-undang No.7 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women ). Konvensi tersebut memuat hak dan kewajiban berdasarkan persamaan hak wanita dengan pria sehingga terciptanya kesetaraan gender.

Kesetaraan gender menurut Instruksi Presiden No.9 tahun 2000 meliputi persamaan hak untuk berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Dalam melakukan kegiatan ekonomi pekerja wanita dan pria mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, tidak adanya diskriminasi untuk memperoleh jabatan, serta tidak adanya diskriminasi upah untuk jenis pekerjaan yang sama.

Di Kota Jambi tenaga kerja wanita telah banyak dipekerjakan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak disektor perdagangan, perhotelan, kesehatan, perbankan, dan sebagainya.Tenagakerja wanita yang sudah dilaporkan oleh pengusahanya kepada Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jambi pada akhir tahun 2007 tercatat 1471 tenagakarja wanita pada 24 perusahaan.

Menurut Candra sebagai pegawai pengawas di Disnakerdukpil Jambi menyatakan: “masih kurangnya tenagakerja wanita yang terdaftar disebabkan oleh rendahnya tingkat kesadaran pengusaha untuk melaporkan tenaga kerja ke Disnakerdukpil Jambi. Namun sektor perdagangan memang sektor yang paling banyak merekrut tenaga kerja wanita” (wawancara tanggal 24 Oktober 2007).

(4)

kerjanya ke Disnakerdukpil Jambi, baru sebatas perusahaan berbentuk persekutuan, karena pada perusahaan tersebut telah merekrut tenaga kerja diatas 25 orang.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Candra (pegawai pengawas Disnakerdukpil Kota Jambi) tanggal 24 Oktober 2007 “masih banyak terdapat diskriminasi tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin pada perusahaan sektor perdagangan di kota Jambi, seperti diskriminasi upah pria dan wanita, diskriminasi penempatan tenaga kerja, diskriminasi penerimaan tenaga kerja dimana wanita yang sudah berkeluarga tidak diterima pada perusahaannya”.

Dari wawancara tersebut sebagai survey awal penulis, maka penulis merasa sangat tertarik untuk melakukan penelitian pada perusahaan sektor perdagangan, karena menurut penulis tidak adanya kesetaraan gender pada perusahaan sektor perdagangan di kota Jambi, diskriminasi terhadap hak perempuan tersebut akan menghambat langkah tenagakerja wanita untuk maju atau ikut serta berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi baik untuk perekonomian dirinya, perekonomian keluarga, dan perekonomian nasional.

Sesuai apa yang dikatakan oleh Jeremy Bentham bahwa manusia bertindak atau berbuat untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan (Soekanto, 1999 :35). Pekerja wanita berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi adalah untuk mendapatkan penghasilan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup dan kebahagiaannya. Adanya perlakuan yang bersifat diskriminasi terhadap tenaga kerja wanita merupakan perbuatan pengusaha yang dapat mengakibatkan penderitaan bagi pekerja wanita. Oleh sebab itu perlu diujudkan keseteraan gender diantara pekerja wanita dengan pekerja pria di perusahaan.

Beranjak dari permasalahan yang ada di kota Jambi, maka disini penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut,

1. Bagaimanakah pelaksanaan kesetaraan gender dalam hal upah dan penempatan pekerja untuk mewujudkan perlindungan bagi pekerja wanita pada sektor perdagangan di kota Jambi?

2. Faktor apakah yang menjadi kendala dalam penerapan kesetaraan gender pada perusahaan sektor perdagangan di kota Jambi?

(5)

Penelitian ini dilakukan di kota Jambi, dengan pertimbangan bahwa di Kota Jambi merupakan ibu kota Propinsi Jambi yang mengalami pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan lebih cepat. Penelitian ini bersifat deskriptif,dilakukan secara empiris dengan metode pendekatan socio legal research yaitu mengaplikasikan ketentuan-ketentuan yang sudah ada dengan praktek di lapangan.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja wanita dan pria yang bekerja pada perusahaan sektor perdagangan, baik yang berbentuk persekutuan maupun perusahaan perseorangan., oleh sebab itu disini penulis menarik sampel dilakukan secara purpossive sampling yaitu dengan kriteria pekerja yang bekerja pada perusahaan yang berbentuk badan hukum sebanyak 2 perusahaan,perusahaan persekutuan perdata bukan badan hukum sebanyak 2 perusahaan, perusahaan perseorangan sebanyak 2 perusahaan ,mengenai responden ini dapat diteliti pada masing-masing perusahaan 6 orang pekerja wanita dan 6 orang pekerja pria,maka seluruh responden berjumlah 72 orang.

Selain 72 orang pekerja yang diteliti,juga masing-masing pengusaha atau yang mewakilinya pada tiap-tiap perusahaan yang diteliti berjumlah 6 orang wakil pengusaha.Selain data primer juga diperlukan data sekunder yang diperoleh dari informan:1.Pegawai pengawas Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jambi;2.Kepala sub bagian Pemberdayaan Perempuan Pemerintahan Kota Jambi.

Data primer diperoleh dari lapangan dengan menngedarkan kuisioner dan wawancara kepada responden dan informan.disamping itu juga diperolehi data melalui studi perpustakaan.Dari data yang terkumpul kemudian dianalisa secara deskriptif dan ditabulasi yang dituangkan dalam tabel frekuensi, dan diambil kesimpulan secara kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

(6)

Perusahaan yang bergerak disektor perdagangan di kota Jambi ada yang berbentuk badan hukum 3 perusahaan yaitu: PT Matahari Angso Duo, PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk, PT. Abadi Swalayan. Sedangkan perusahaan lainnya berbentuk persekkutuan perdata dan paling banyak berbentuk perusahaan perseorang.

A Pelaksanaan Kestaraan Gender peruasahaan yang diteliti pihak pengusaha menyatakan tidak ada perbedaan upah antara pekerja wanita dengan pekerja pria untuk jenis pekerjaan yang sama, perbedaan upah hanya berdasarkan jenis pekerjaan yang berhirarchi, semakin tinggi hirarchi jabatan semakin tinggi besar upah yang diberikan, begitu juga halnya terhadap jenis pekerjaan yang resiko kerjanya lebih berat,maka besar upah lebih tinggi.

Dari 6 perusahaan yang diteliti ,menunjukan ada beberapa jenis pekerjaan yang bisa di menempatkan pekerja wanita dan pekerja pria sebagai : pramuniaga,security,tata usaha ,order barang, bahwa upah pekerja wanita sama dengan upah pekerja pria .

Dari hasil penellitian ditemukan adanya perbedaan upah antara pekerja keturunan Tionghoa lebih besar dari pekerja keturunan pribumi.Hal ini disebabkan oleh karena pemilik perusahaan adalah keturunan Tionghoa .Pada perusahaan perseorangan masih ditemukan pemberian upah dibawah UMP Jambi sebagaiman tabel berikut :

Tabel 1.

Rentang Upah Responden Pekerja

(7)

Pada tabel 1 diatas tergambar masih ada upah pekerja dibawah Standard upah minimum propinsi Jambi pada tahun 2007 adalah Rp.658 000,-Terjadinya upah dibawah UMP tersebut disebabkan oleh karena perusahaan milik perseorangan yang baru beerdiri ,pekerja dalam masa Percobaan,sehimgga pengusaha belum mampu membayarkan upah sesuai ketentuan yang berlaku.Sedangkan perbedaan upah antara pekerja wanita dengan pekerja pria untuk jenis pekerjaan yang sama tidak ditemukan dalam penelitian ini. Persamana upah ini terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Persamaan Upah Untuk Pekerjaan Yang Sama No. Jenis Jabatan Frekuensi Pria Frekuensi

Wanita PersamaanUpah

1. Ketua Kelompok 8 orang 2 orang Ada

2. Pramuniaga dan

penitipan

3 orang 28 orang Ada

3. Satpam 5 orang 2 orang Ada

Sumber data : hasil penelitian tahun 2007

Dari 72 kuisioner yang diedarkan ditemukan 3 jenis jabatan pekerjaan yang sama menemptankan pekerja pria dan wanita pada pada perusahaan yangasama,dimana pemberian upahnya juga sama.

2. Penempatan Tenaga kerja

(8)

Tabel 3

. Jabatan Pekerjaan Responden

Sumber data: Hasil Penelitian tahun 2007.

Peristilah Ketua-Ketua Kelompok dengan Kepala Counter adalah sama, hanya perbedaan pemakaian itu terjadi. Pada perusahaan bukan badan hukum memakai istilah ketua kelompok, sedangkan pada perusahaan berbentuk badan hukum seperti: PT. Ramayana dan Matahari memakai istilah KC. Atau Kepala Counter. Dalam prakteknya Kepala Counter dan Ketua Kelompok juga bertugas melayani konsumen disamping bertanggung jawab tentang kondisi barang pada masing-masing kelompok atau counternya.

Dari tabel diatas terlihat bahwa posisi jabatan pekerja wanita dominan berada pada level bawah, yaitu 30 orang responden ( 80,3 %) dari pekerja wanita, dan pekerja pria 20 orang ( 55,5 %) dari jumlah responden pekerja pria. Oleh karena pekerja wanita dominan ditempatkan pada level bawah, maka akan berpengaruh terhadap upah dimana upah pekerja wanita berada pada posisi lebih rendah.

(9)

Pada perusahaan yang berbentuk badan hukum telah mempunyai struktur organisasi yang sistimatis, yang oleh penulis dibagi atas 3 kelompok yakni level bawah,level menengah,level atas hal ini dapat dilihat pada skema berikut.

Skema Struktur Organisasi Pekerja

...

...

Keterangan : ASS MAN = Asisten Manager KC =Kepala Counter SPV = Supervisor WKC = Wakil Kepala Counter

(10)

Tabel 4. Jabatan Responden Pada Perusahaan Berbentuk Badan Hukum NO. Jabatan Pekerjaan Frekuensi Pria Frekuensi Wanita 1

Sumber data : hasil penelitian tahun 2007

Pada tabel diatas terpapar bahwa pekerja wanita dominan ditempatkan pada pekerjaan level bawah yaitu pramuniaga,penjaga penitipan barang,satpam.

Menurut Manajer perusahaan berbentuk badan hukum yang diteliti bahwa dalam penempatan tenaga kerja perlu kesesuaian kebutuhan perusahaan dengan orang yang akan ditempatkan. Untuk jenis pekerjaan pramuniaga dan kasir, lebih cocok ditempatkan tenaga kerja wanita, karena jenis pekerjaan ini memerlukan pelayanan langsung dengan konsumen atau pembeli, wanita mempunyai ciri khas seperti: keramahan, kesabaran, teliti, dan penampilan lebih menarik dipandang mata.Untuk jenis pekerjaan pergudangan dan ekspedisi barang lebih cocok ditempatkan pekerja pria karena, pria mempunyai ciri khas: fisiknya kuat untuk mengangkat yang berat.

Sedangkan untuk satpam ada pekerja pria dan ada pekerja wanita. Jenis pekerjaan satpam memerlukan orang yang tegas dan suara yang keras dan juga diperlukan keramahan. Pada satu perusahaan tidak ada satpam wanita,padahal Satpam wanita sangat diperlukan untuk melakukan penggeledahan body wanita, untuk pemeriksaan pekerja wanita akan pulang, juga untuk pemeriksaan konsumen wanita yang dicurigai melakukan pencurian barang perdagangan.

(11)

Pradigma pengusaha ini akan menghambat alumni siswi STM dalam mendapatkan lowongan kerja dibidang teknisi atau dibidang keahliannya.

Untuk pekerja penitipan barang ada pekerja wanita, ada juga pekerja pria, tetapi jumlah pekerja wanita lebih banyak dari pekerja pria untuk tempat penitipan barang. Menurut pihak pengusaha pekerjaan bagian penitipan barang biasanya pekerja baru atau pekerja masih masa percobaan dan pekerja yang agak lambat bekerja tetapi orangnya disiplin bekerja. Untuk pekerja level menengah seperti Kepala Counter (KC) dan Supervisor, cenderung didominasi oleh pekerja pria.

Pada level menengah khusus untuk jabatan Kepala Kasir ditetapkan pekerja wanita hanya pada bagian ini saja posisi pekerja wanita lebih baik .Untuk jabatan penentu kebijakan perusahaan tidak ada ditempati oleh pekerja wanita.Menurut keterangan pengusaha yang diwakili oleh manager, bahwa sulitnya menempatkan pekerja wanita pada jabatan tersebut adalah karena kurangnya skill wanita,dan terkendala dalam hal adanya rapat pada malam hari,rapat secara insidental, sehingga pegusaha tidak mau menempatkan pekerja wanita pada jabatan tersebut. Dibagian adminstrasi ada pekerja wanita, tetapi jumlahnya sedikit yaitu 4 rresponden. Disisni dapat kita lihat penempatan pekerja pria dengan pekerja wanita itu ada yang sama dan ada pula yang berbeda. Menurut pihak manajer sebagai kuasa dari pengusaha menyatakan ciri pekerjaan yang cocok untuk wanita adalah pekerja yang memerlukan kesabaran, ketelitian, keramahan, keindahan, sedangkan pekerjaan yang cocok untuk pria adalah pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik, keberanian, ketegasan, untuk pekerjaan rentang resiko kecelakaan kerja.

Pertimbangan penilaian keahlian pekerja tidak penting untuk pekerja level bawah, tetapi untuk level menengah diperlukan keahlian disamping karakter berdasarkan jenis kelamin. Dominannya pekerja pria untuk level menengah keatas, hal ini disebabkan skill dari pelamar wanita lebih rendah dibandingkan pelamar pria.

Disini terlihatlah bahwa adanya ketidak setaraan gender dalam menempatkan tenaga kerja pada level menengah , sebab penempatan tenaga kerja harus disesuaikan dengan skill (kemampuan pekerja) dan kharacter berdasarkan jenis kelamin.

(12)

Muda, dan level atas minimal pendidikan pelamar S1 (Sarjana). Rendah tingkat pendidikan wanita juga merupakan kendala dalam mewujudkan kesetaraan gender. 2. Penempatan tenaga kerja pada perusahaan tidak badan hukum . Perusahaan tidah badan hukum ini ada yang mempunyai modal persekutuan perdata ataupun modal perseorangan yang diteliti ada 4 perusahaan.

Tabel 5. Jabatan Responden Pada Perusaan Tidak Badan Hukum.

No. Jabatan Pekerjaan Frekuensi Pria Frekuensi Wanita 1.

Pada tabel diatas terpapar bahwa pekerja wanita dominanya bekerja pada level bawah dan sedikit sekali yang bisa mendapatkan jabatan yang lebih tinggi atau level menengah.Menurut keterangan pekerja bagian pramuniaga yang diteliti bahwa sulitnya mendapat kesempatan untuk mencapai jabatan lebih tinggi disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan mereka.

Pada perusahaan tidak badan hukum ini struktur organisasinya sangat sederhana. Pada perusahaan swalayan struktur organisasi terdiri dari pengusaha, personalia, ketua kelompok, pekerja anggota kelompok.

Sistim pengelompokan tersebut adalah berdasarkan kelompok jenis barang perdagangan dan ada pula berdasarkan sifat pekerjaan seperti: kelompok pakaian bayi, kelompok barang pecah belah, kelompok security, kelompok kasir, dan sebagainya.

(13)

Untuk penempatan pada level menengah adalah pekerja yang berasal dari level bawah dimana masa kerjanya sudah cukup lama dan kinerja dinilai bagus, dan mempunyai sifat kejujuran yang tangguh.

Sketsa Struktur Organisasi Pada Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum.

Tingkat pendidikan pekerja didominasi oleh tamatan SLTA. Menurut pendapat 3 pengusaha yang diteliti, untuk perusahaan tidak badan hukum yang bergerak disektor perdagangan tidak penting pendidikan tinggi, cukup mampu melakukan pekerjaan melayani konsumen dan charakter yang diinginkan konsumen, seperti: ramah, luwes, sabar, teliti, indah dilihat mata. Sedangkan untuk pekerja pria diutamakan kekuatan fisik, ketegaran, keramahan, dan kedisiplinan serta kejujuran untuk semua pekerja.

Bagi pekerja dipertokoan dimana barang yang diperdagangkan bersifat sejenis ,tidak ada sistim pengelompokan kerja,masing-masing pekerja dibawah pengawasan lansung pengusaha maka pekerja bertanggung jawab lansung kepada pengusaha.

Bagi pekerja di pertokoan dimana barang yang diperdagangkan sejenis saja, tidak ada sistim pengelompokan, masing-masing pekerja bertanggung jawab langsung kepada pengusaha, persyaratan pekerja yang diterima, tidak perlu pendidikan tinggi, yang penting adalah : disiplin, jujur, ramah, penampilan menarik.

Selain kesetaraan upah, kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan, baik jabatan diperusahaan maupun jabatan dalam pengurus serikat pekerja dapat diteliti bahwa dari 6 perusahaan yang diteliti hanya 4 perusahaan yang mempunyai serikat pekerja, 1 perusahaan tidak punya serikat pekerja karena perusahaannya baru berdiri, dan 1 perusahaan pertokoan belum punya serikat pekerja karena beranggapan perusahaan kecil belum mebutuhkan serikat pekerja .Pada perusahaan yang telah mempunyai serikat pekerja yaitu 4 perusahaan,dimana semua pengurusnya adalah

DIREKTUR/PENGUSAH A

PERSONALIA

KETUA KELOMPOK

(14)

pekerja pria, menurut keterangan pekerja bahwa pengurus serikat pekerja bukan dilpilih pekerja melainkan ditunjuk pihak pengusaha.

B. Kendala – Kendala Untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender

Untuk mewujudkan kesetaraan gender memang tidak semudah dalam teori.Dari hasih penelitian dapat dipaparkan beberapa kendala dalam mewujudkan kesetaraan gender sebagai berikut:

1. Pandangan Stereotip

Pandangan stereotip yaitu pandangan baku ,dimana wanita mempunyai ciiri-ciri sifat ramah,teliti,sabar,lebih mengutamakan perasaan,indah dalam penampilan ,lebih cocok ditempatkan bekerja pada bagian prumuniaga,kasir.Dan pandangan baku kepada pria mempunyai fisik lebih kuat ,tegas,lebih mengutamakan logika dalam mengambil keputusan,lebih cocok ditempatkan pada bagian pergudangan, ekspedisi,ketua kelompok,supervisor atau pimpinan. Dari 6 pengusaha yang diteliti ,semua responden berpegang teguh pada pandangan ini.

2.Marjinalisasi Wanita

Marjinalisasi wanita yaitu pembatasan terhadap pekerjaan wanita, dimana wanita lebih dominan bekerja dalam rumah tangga.Pekerjaan dalam dalam rumah tangga merupakan tugas kodrat wanita. Dari hasil penelitian pada 6 perusahaan, telah melakukan pemutusan hubungan kerja ,dimana pekerja wanita mengundurkan diri dengan alasan: menikah 9 orang , melahirkan 2 0rang,persoalan rumah tangga 1 orang.Disi terlihat bahwa pekerjaan wanita dalam rumah tangga sebagai penghalang baginya untuk pekerja mencari nafkah.

Disini peneliti tidak mewawancarai pekerja yang mengundurkan diri, melainkan data diperoleh dari dokumen dan wawancara dengan pengusaha atau yang mewakili. Menurut penjelasan pihak pengusaha pekerja wanita mengundurkan diri karena alasan menikah adalah karena dilarang oleh suaminya, atau pindah kota mengikuti suami.

(15)

maka pengusaha menyarankan agar ia mengundurkan diri saja. Disini terlihat bahwa alasan pekerja wanita mengundurkan diri karena menikah, hamil, melahirkan adalah sangat merugikan kaum wanita dalam pembangunan.

3. Sub ordinasi antara pria dengan wanita

Sub ordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa satu jenis kelamin dianggap lebih tinggi tingkatannya, dimana pria mempunyai sifat tegas, dianggap mempunyai bakat pemimpin dalam rumah tangganya, juga akan menimbulkan bias ditempat kerja.

Dari hasil penelitian pada 6 perusahaan berbentuk persekutuan perdata dan badan hukum, dimana kaum pria lebih dominan ditempatkan pada jabatan level menengah keatas, seperti: ketua kelompok, kepala counter, supervisor, manajer.

4.Belum Adanya Ketentuan Sanksi Kesenjangan Gender

Meskipun Badan Pengawas Dinas Tenaga Kerja Pependudukan dan Catatan Sipil Kota Jambi telah mengetahui adanya ketidaksetaraan gender dalam penempatan pekerja pada perusahaan sektor perdagangan di kota Jambi tidak dapat berbuat banyak dalam memberikan sanksi kepada pengusaha. Badan Pengawas hanya bisa memberikan pembinaan saja, sebab belum ada ketentuan hukum yang mengatur tentang sanksi hukum ketidak setaraan gender.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan disinkronkan dengan perumusan masalah maka dapat disimpulkan :

1. Bahwa kesetaraan gender dalam sistim pengupahan telah terwujud sebagaimana ketentuan PP No.8 tahun 1981, hanya saja dari hasil penelitian ditemukan rendahnya upah pekerja wanita disebabkan oleh penempatan pekerja wanita yang lebih dominan pada level bawah, dan sedikit sekali pada level menengah.

(16)

Saran

1. Perlu diadakan pembinaan oleh instansi terkait melalui Pangarusutamaan gender 2. Perlu dilakukan pembinaan dan penyuluhan dari Dinas tenaga Kerja tentang

pentingnya kesetaraan gender

3. Perlu ditetapkan pengaturan sanksi hukum jika terjadi ketidak setaraan dalam lapangan hukum ketenagakerjaan

DAFTAR PUSTAKA

Fadhil D.C. 2002. Apa Itu Gender. Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI

Fadhil D.C. 2002. Bagaimana Mengatasi Kesenjangan Gender. Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI

“Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender”. Pusat Kajian Wanita dan Gender, Universitas Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Anggota IKAPI DKI, Jakarta Tahun 2005.

Khairani, 2000. “Pengaturan dan Perlindungan Pekerja Wanita Pada Perusahaan Tekstil Menurut Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia”. Tesis. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Khakim,Abdul. 2007. “Hukum Ketenagkerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003”. Edisi Revisi. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Saadawi, Nawal El. 2001. “Perempuan Dalam Budaya Patriarki”. (terjemahan). Pustaka Pelajar, Kairo.

Soekanto, S. 1983. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum”. PT. Grafindo, Jakarta.

Gambar

Tabel 3. Jabatan Pekerjaan Responden
Tabel 4. Jabatan Responden Pada Perusahaan Berbentuk Badan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan telah berakhinya Masa Sanggah Hasil Lelang, maka sesuai jadwal LPSE Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Biaya atas Dokumen Penawaran yang saudara ajukan

pada saat pembuktian kualifikasi dan Klarifikasi penyedia jasa diharuskan untuk membawa seluruh dokumen asli atau dokumen salinan yang telah dilegalisir dan

[r]

BAGASNUSA KONSULTAN dan berdasarkan tahapan proses Seleksi Sederhana selanjutnya, maka perusahaan Saudara seperti perihal tersebut diatas untuk dapat hadir dalam acara

[r]

[r]

Pokja Pengadaan Jasa Layanan Pengadaan Polda NTB akan melaksanakan [Lelang Sederhana] pascakualifikasi dengan SPSE untuk paket pekerjaan sebagai berikut ;..

- Pihak lain yang bukan Direktur Utama/Pimpinan Perusahaan atau yang namanya tidak disebutkan dalam Akta Pendirian/ Anggaran Dasar, dapat menandatangani Berita Acara