• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA dengan Model Pembelajaran Make A Match pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlogo Seme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA dengan Model Pembelajaran Make A Match pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlogo Seme"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar

Menurut Slameto dalam Hamdani (2010: 20), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Belajar bukan menghafal dan bukan pula menginngat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Dengan demikian seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.

Berdasarkan pengertian secara psikologis, Slameto dan Hamdani (2010:20), mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuaannya, pemahamannya sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuaannya dan lain – lain aspek yang ada pada individu.

Beberapa pendapat tentang definisi belajar adalah sebagai berikut :

a. Menurut Gagne dalam Hamdani (2010:21) belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.

b. Menurut Travers dalam Agus Suprijono (2013:02), belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.

(2)

Berdasarkan pendapat para ahli tentang belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengar, meniru dan sebagainya. Selain itu belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami atau melakukan secara langsung.

2.1.2 Keaktifan Belajar

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui beberapa interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan unsur dasar penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Maka dari itu siswa dalam proses pembelajarannya diajak untuk belajar secara aktif tidak hanya mendengar dan menulis saja tetapi juga melibatkan semua aspek yang termasuk didalamnya emosional maupun mentalnya karena tanpa adanya keaktifan siswa maka pembelajaran tidak bisa berlangsung dengan baik.

Menurut Whipple dalam Hamalik (2003) keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu proses belajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor selama siswa berada dalam kelas.

(3)

Selanjutnya tingkat keaktifan belajar siwa dalam suatu proses pembelajaran juga merupakan suatu tolak ukur dari kualitas pembelajran itu sendiri pembelajaran dikatakan berhasil apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (70%) siswa terlibat secara aktif baik fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran.

Dari beberapa pengertian keaktifan diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar merupakan kegiatan siswa yang bersifat fisik maupun non fisik. Dengan adanya keaktifan siswa maka proses belajar akan lebih bermakana, dimana siswa mendapat kesempatan untuk turut berperan serta dalam kegiatan belajar serta belajar bersama dengan teman lain.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran disekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha yang dilakukan secara sistematis untuk mengarah kepada perubahan yang lebih positif.

Menurut Gagne dalam Purwanto (008:42), hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikatan pada stimulus yang ada dilingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus – stimulus baru yang menentukan hubungan didalam dan diaantara kategori – kategori. Selain itu hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang diajarkan.

Hasil belajar adalah pola – pola perbuatan, nilai – nilai, pengertian – pengertian sikap – sikap, apresiasi dan ketrampilan. Merujuk pada pemikiran Gagne dalam Agus Suprijono (2009), hasil belajar berupa :

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkap pengetahuan dalam bentuk bahasa, bai lisan maupun tertulis.

(4)

c. Srategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa menginternalisasi dan eksternalisasi nilai – nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai – nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Agus Suprijono (2009), hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya hasil pembelajaran yang dikatagorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat sebagai fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan hasil yang dicapai seseorang siswa setelah dia mengikuti proses pembelajaran. Artinya hasil pembelajaran yang dinilai meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik ini dapat dilihat dari hasil ulangan – ulangan siswa.

2.1.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Hamdani (2010), faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

1. Faktor Internal

Adalah faktor dari dalam siswa yaitu kecerdasan yang dimiliki siswa yaitu kemampuan belajar yang disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

2. Faktor Eksternal

(5)

seseorang dalam belajar, faktor keadaan sekolah juga sangat penting apabila lingkunhgan sekolah itu baik maka hal itu dapat mendorong siswa untuk semangat belajar sehingga siswa semangat untuk belajar,selanjutnya yaitu lingkungan masyarakat lingkungan alam sekitar berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak oleh sebab itu dalam kehidupan sehari – hari orang tua juga harus berperan penting mengontrol pergaulan anak dengan tempat ia berada.

2.1.5 Pembelajaran IPA di SD

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Pembelajaran IPA dalam pengembangannya untuk anak usia SD harus disesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan kognitifnya.

Menurut Donosepoetro dalam Trianto (2010: 137) IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).

Menurut Wahyu dalam Trianto (2010: 136), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang disistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

(6)

Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R.E. Kaligis (2008:6) tujuan pengajaran IPA bagi sekolah dasar adalah memahami alam sekitar, memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu (keterampilan proses) dan metode ilmiah, memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, dan memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pembelajaran IPA yang dilaksanakan bagi siswa SD harus memenuhi hakikat IPA. Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah (Patta Bundu,2006:11).

Berdasarkan pengertian – pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa IPA di sekolah dasar itu menekankan pada pengalaman belajar siswa secara langsung untuk mengetahui perkembangan kognitif pada setiap anak.

2.1.6 Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran Make A Match ( Mencari Pasangan ) adalah model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan teknik mencari pasangan. Model pembelajaran Make A Match dikembangkan oleh Lorna Curron (1994). Salah satu keunggulan model pembelajaran ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik yang menyenangkan. Penerapan model ini dimulai dengan teknik siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya siswa yang dapat memasangkan kartunya akan mendapatkan poin. Menurut Rahayu, metode pembelajaran kooperatif Make A Match merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam kelas.

(7)

Agus Suprijono (2009 : 94 ) menyebutkan bahwa hal – hal yang perlu disiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make A Match adalah kartu – kartu. Kartu – kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan – pertanyaan dan kartu – kartu lain berisi jawaban dari pertanyaan – pertanyaan tersebut.

Berdasarkan peryataan yang dikemukakan oleh para ahli mengenai model pembelajaran Make A Match dapat disimpulkan bahwa model Make A Match merupakan model pembelajaran mencari pasangan soal dan jawaban yang dipegang oleh siswa yang berbeda.

Langkah – langkah model pembelajaran Make a Match dalam Mulyatiningsih (2011 : 233) adalah sebagai berikut :

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan satu bagian kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu

3. Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang 4. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban 5. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya ( soal /

jawaban )

6. Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari yang sebelumnya, demikian seterusnya

Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kelebihan berikut ini adalah kelebihan dari model pembelajaran Make A Match. Adapun kelebihan dari model pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut :

1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan

2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa 3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan

belajar secara klasikal

(8)

Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran ini adalah :

1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu – kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi pelajaran

2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran

3. Siswa kurang mampu menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan karena siswa merasa sekedar bermain saja.

4. Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.

2.2 Penelitian Tindakan Kelas

2.2.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Pengertian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif suatu tindakan yang yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan (Hopkins, 1993:44 dalam Rochiati, 2005).

Rapoport (1970, dalam Rochiati, 2005) mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaiaan tujuaan ilmu sosial dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.sedangkan menurut Kemmis (1983, dalam rochiati, 2005) reflektif yang dilakukan secara kemitraaan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari, a)kegiatan praktek sosial atau pendidikan mereka, b)pemahaman mereka mengenai kegiatan – kegiatan praktek pendidikan ini, c)situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.

(9)

2.2.2 Fungsi Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan berfungsi sebagai sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan kerja. Penelitian tindakan kelas memiliki lima fungsi yaitu sebagai alat untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan diaknosis dalam situasi tertentu, sebagai alat pelatihan dalam jabatan sehingga membekali guru dengan ketrampilan, metode dan teknik mengajar yang baru, mempertajam kemampuan analisisnya dan mempertinggi kesadaran atas kelebihan dan kekurangan dirinya, sebagai alat untuk mengenalkan pendekatan tambahan atau inovatif pada pengajaran, sebagai alat untuk menyediakan alternatif atau pilihan yang lebih baik untuk mengantisipasi pendekatan yang lebih subjektif, inpresionistik dalam memecahkan masalah di dalam kelas (muhadi, 2011).

Sedangkan menurut (Saur Tampubolon, 2014) mengemukakan dua fungsi penelitian tindakan kelas pertama sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran dikelas, kedua sebagai sarana untuk pengembangan keilmuan dibidang pendidikan melalui perkuliahan dan bimbingan skripsi.

Berdasarkan beberapa fungsi penelitian tindakan kelas diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi penelitian tindakan kelas yang utama adalah sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan untuk meningkatkan efesiensi pelaksanaan kegiatan pendidikan.

2.2.3 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

(10)

mengkaji secara keseluruhan tindakan yang sudah dilakukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya.

2.3 Penelitian Yang Relevan

Endah Sry Wulandari (2009).dalam penenlitiannya “Pengaruh Model Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Dengan Sub Pokok Bahasan Struktur dan Bagian-Bagian Telinga.Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora”. Dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran model Make A Match dapat meningkatkan keaktifan serta semangat siswa di dalam kelas dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran model Make A Match juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tentang Struktur dan Bagian-Bagian Telinga siswa kelas IV SD Negeri Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Rata –rata hasil belajar pada pelakasanaan siklus 1 sebesar 70 dengan KKM yang ditentukan yaitu 65, dan pada pelaksanaan siklus 2 mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu dengan rata –rata sebesar 85dengan ketuntasan sebesar 95%. Dengan demikian siswa kelas IV SD Negeri Kesepuhan 05mengalami peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran IPA tentang Struktur dan Bagian-Bagian Telinga. Simpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA kelas IV semester 2 di SD Negeri Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.

Penelitian lainya yang berkaitan dengan model pembelajaran Make A Match adalah penelitian yang ditulis oleh Ria Yuni Astuti (2012) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe

Kabupaten Kudus Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012”, menunjukkan

(11)

awal terdapat siswa 5 siswa yang yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa atau sebesar 75% sedangkan pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100% .

2.4 Kerangka Berfikir

Pembelajaran yang digunakan saat ini adalah pembelajaran klasikal dimana guru hanya ceramah saja dalam menyampaikan materi pelajaran sementara siswa hanya mendengarkan dan sibuk mencatat. Pembelajaran berpusat pada guru dan siswa cenderung pasif. Sehingga menyebabkan siswa menjadi cepat bosan karena hanya menjadi pendengar setia apalagi dalam pembelajaran IPA siswa akan menjadi mengantuk dalam mengikuti pelajaran khususnya siswa SD.

Cara belajar yang baik bukan hanya dengan mendengarkan saja,tetapi juga butuh kreativitas dalam belajar. Hal ini akan berpengaruh pada hasil belajar. Interaksi antara guru dengan murid juga masih kurang, yang akan menyebabkan siswa tidak tertarik dengan apa yang dipelajari.Hal itu menyebabkan pembelajaran menjadi tidak efektif karena materi pelajaran dan latihan yang diberikan kepada siswa hanya sedikit. Sehingga hal tersebut membuat prestasi hasil belajar siswa menjadi rendah sehingga perlu diterapkan pengajaran menggunakan model pembelajaran guna upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

(12)

Adapun alur pikir penelitian tindakan kelas digambarkan pada bagan berikut ini.

2.5 Hipotesis Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

a. Program pelatihan strategi/metode pembelajaran. Program ini menempati urutan nomor satu berdasarkan dari pemetaan kebutuhan peningkatan kompetensi guru PAI SD

Based on result of the analysis, it was found that there was insignificant influence between the control treatment and reduced micronutrients of B, Fe, and Zn on the

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil pemecahan masalah matematika siswa SMP kelas VIII ditinjau dari Spiritual Quotient (SQ) tinggi yang

Definisi menurut Tata Sutabri pada buku Analisis Sistem Informasi (2012:117) , Data Flow Diagram adalah sebagai berikut : “Data Flow Diagram ini adalah

konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi

Agitasi pada proses churning harus dilakukan dengan benar agar pembentukan mentega menjadi maksimal selain itu pengocokan atau penumbukan mentega tidak bisa

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika " nilai diskriminannya kurang dari 0 (D < 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner ". b) Determinan, yang

penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah apakah rasio LDR, IPR, NPL, IRR, BOPO, FBIR secara bersama-sama dan parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap