• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROS Wasifah H Yani I Henny U Pengembangan Klaster Bisnis Fulltext

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROS Wasifah H Yani I Henny U Pengembangan Klaster Bisnis Fulltext"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 373

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN

MENENGAH DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT

Wasifah Hanim1, Yani Iriani2 ,Henny Utarsih3 1

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama

2

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Widyatama

3

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama Jl. Cikutra No. 204A Bandung 40124

E-mail: wasifah.hanim@widyatama.ac.id E-mail: henny.utarsih@gmail.com E-mail: yani.iriani@widyatama.ac.id

Abstrak

Salah satu pendekatan untuk mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah yang dianggap berhasil adalah melalui pendekatan klaster/kelompok. Namun demikian dilakukan di beberapa sentra industri di Indonesia. Namun masih banyak klaster di Indonesia dalam kondisi pasif. Dalam pendekatan klaster, dukungan (baik teknis maupun keuangan) disalurkan kepada kelompok Usaha Kecil dan Menengah bukan per individu UKM. Pendekatan kelompok diyakini lebih baik karena UKM secara individual biasanya tidak sanggup menangkap peluang pasar dan Jaringan bisnis yang terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat saling bersinergi.

Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan profil beberapa jenis pengrajin/industri di Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan pendekatan klaster, antara lain industri anyaman bambu, pandan, mendong dan border. Dari keempat industri yang akan dibahas dalam makalah ini hanya industri bordir, industri ini dipilih karena merupakan sektor unggulan di Kabupaten Tasikmalaya yang telah memiliki brand image kuat dan merupakan industri skala kecil yang banyak menyerap tenaga kerja lokal. dan telah tersebar di beberapa Kecamatan.. Selain itu kajian ini mengidentifikasikan pula kekuatan, kendala, peluang, dan ancaman yang terjadi sebagai dasar penyusunan kebijakan, strategi, dan rencana tindak pengembangan kawasan dalam rangka peningkatan daya saing.

Data-data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui forum diskusi stakeholder, kuesioner, dan wawancara dengan pelaku-pelaku terkait, yaitu pemerintah pusat dan daerah, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga bantuan pengembangan bisnis (BDS), asosiasi usaha, serta unit-unit usaha yang ada termasuk tenaga kerja yang bekerja di dalamnya. Observasi langsung ke unit usaha juga dilakukan untuk mengetahui proses produksi dan kondisi usaha tersebut, terutama dalam menjaring informasi mengenai kendala yang dihadapi. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah dokumen-dokumen kebijakan di tigkat pusat dan daerah, data statistik daerah, dan literatur-literatur yang relevan

Kata Kunci: Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Pendekatan Klaster

I. Pendahuluan

(2)

peningkatan perekonomian dan daya saing daerah tersebut. Saat ini, strategi klaster menjadi salah satu alternatif untuk pengembangan daya saing daerah.

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa klaster dinilai cukup efektif karena bersifat lokalitas, mampu mendorong terciptanya inovasi, serta sinergitas diantara pelaku-pelaku terkait. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian mengenai strategi pengembangan kawasan berbasis klaster guna mendukung akselerasi peningkatan daya saing daerah.

Kajian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Tasikmalaya dengan fokus pengembangan industri-industri yang menjadi unggulan di daerah tersebut. Industri atau komoditi yang menjadi studi kasus adalah industri anyaman bambu, pandan, mendong dan bordir. Adapun pemilihan komoditi ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu merupakan industri unggulan di daerah tersebut, telah memiliki brand image kuat dan merupakan industri yang sebagian besar usahanya merupakan skala kecil yang banyak menyerap tenaga kerja lokal. Akan tetapi dalam kualitas dan diversifikasi usahanya yang harus dikembangkan sebagai dasar tuntutan pasar yang terus berkembang, disertai dengan sistem promosi dan penjualan yang tidak bersifat retail namun menggunakan program Teknologi Informasi secara on line, untuk memudahkan konsumen dalam pemesanannya, dalam wilayah lokal, nasional, regional maupun Internasional.

Melalui pendekatan klaster sangat efektif karena memudahkan dalam membuat mapping jenis produk yang dihasilkan dan menunjang dalam marketingnya serta dapat diminimalisir kendala yang mungkin dapat menurunkan kualitas produk dan dapat diantisipasi secara langsung.

Sentra-sentra kerajinan bordir yang tersebar di wilayah Kabupaten Tasikmalaya sesuai kodisi eksisting belum mampu dalam menghasilkan kualitas yang mampu bersaing, sehingga perlu dicarikan solusi dari kendala tersebut. Dalam kemampuan desain produk sesuai skill/SDM yang dimiliki tersebut telah memenuhi persyaratan kualitas baik, namun diantaranya belum dapat memenuhi kebutuhan pasar secara maksimal, serta daya dukung sarana prasarana, hak paten dan adanya kendala dalam pemenuhan bahan baku yang saat ini masih adanya ketergantungan pasokan dari luar daerah.

Melihat dari sudut pandang tersebut dalam analisis pengembangan klaster bisnis UMKM diperlukan pemecahannya untuk secara aktif dalam menyusun agenda yang semua kelemahan menjadi peluang bisnis yang kompetitif, profesional dan mampu bersaing.

II. Kerangka Teoritis 2.1 Konsep Klster Industri

(3)

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 375 Penggagas konsep klaster yang pertamakali adalah Porter (1990), memperkenalkan konsep klaster industri (industrial cluster) dalam bukunya “The Competitive Advantage of Nation” sebagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing negara Amerika Serikat. Porter mendefinisikan klaster sebagai kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi.

“cluster asa geographically proximate group of interconnected companies and associated institutions in a particular field linked by commonalities and complementarities (Porter, 1990)”.

Sedangkan menurut Bernat (1999) klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang berkumpul pada satu lokasi dan saling terhubung membentuk suatu jaringan (networking). Sementara Ketels (2003), mendefinisikan klaster sebagai perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu dan terhubungkan karena saling ketergantungan dalam penyedian produk maupun jasa yang sama/berhubungan. Pengertian klaster menurut UNIDO ( 2004) juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya pada suatu lokasi yang saling berdekatan.

Menurut Rosenfeld (1997), keberhasilan suatu klaster ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (1) spesialisasi, (2) kapasitas penelitian dan pengembangan, (3) pengetahuan dan keterampilan, (4) pengembangan sumber daya manusia, (5) jaringan kerjasama dan modal sosial, (6) kedekatan dengan pemasok, (7) ketersediaan modal, (8) jiwa kewirausahaan, serta (9) kepemimpinan dan visi bersama. Mengutip dari penelitian yang dilakukan oleh Michael Porter, terdapat faktor-faktor yang memicu inovasi dan perkembangan klaster yang kemudian dikenal dengan ”Diamond Porter”, yaitu : (i) Faktor kondisi yang terdiri dari tenaga kerja yang terspesialisasi, infrastruktur, bahan baku, dan modal; (ii) Permintaan yang meliputi karakteristik, segmen, ukuran, dan jumlah permintaan; (iii) Industri pendukung dan terkait yang meliputi industri pemasok dan komplementer; serta (iv) Struktur, strategi, dan persaingan perusahaan. Selain itu, Porter juga menambahkan pemerintah yang juga berperan penting dalam pengambangan klaster.

2.2 Definisi Klaster Industri

Pengembangan klaster industri dapat digunakan untuk mengembangkan industri yang bersifat luas (broad base) dan terfokus pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki daya saing internasional yang tinggi di pasar domestik dan global.Lingkup geografis klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia).

(4)

dijumpai dalam berbagai literatur. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan definisi klaster industri adalah sebagai berikut :

“jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (industri inti/core industries yang

menjadi “fokus perhatian, “industri pemasok/supllier industries, industri

pendukungnya/supporting industries, dan industri terkait/related industries), pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/teknologi (termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa/litbangyasa), institusi yang berperan menjembatani/bridging institutions (misalnya brokerdan konsultan), serta pembeli, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding production chain)Atau secara singkat:

“Klaster industri merupakan kelompok usaha spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata

rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun

non bisnis”

Secara skema, pendekatan klaster industri dapat dilihat pada gambar 1.

Para pelaku (stakeholders) dalam suatu klaster industri biasanya dikelompokkan kepada industri inti, industri pemasok, industri Institusi Pendukung (Supporting Institution) Industri Terkait (Related Industri) Industri Pemasok Pembeli(Buyer) (Supplier Industri) Industri Pendukung (Supporting Industri) Industri Inti (Core Industri) Panduan Pnyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri pendukung, industri terkait, dan pembeli, serta institusi pendukung (”non industri”).Istilah inti, pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku dalam klaster industri tertentu dan tidak ada hubungan dengan tingkat kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja tergantung pada tingkat ekonomis dari hubungan rantai nilai tertentu.

2.3 Keterkaitan Konsep Klaster Industri Dengan Peningkatan Daya Saing Industri

Pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi, utamanya dirancang dan diimplementasikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan ini, beragam kajian konsep dan empiris klaster industri mengungkapkan beragam ”temuan” penting, yang antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kesejahteraan/kemakmuran sangat ditentukan oleh “daya saing.” Karenanya, di antara berbagai tujuan/kepentingan pembangunan yang multi dimensi (dan seringkali berbeda, bahkan “bertentangan”), peningkatan daya saing merupakan salah satu fokus orientasi agenda yang sangat penting.

b. Di antara ukuran yang paling sesuai dari daya saing adalah “produktivitas,” yang merupakan hasil dari pemanfaatan SDM, modal dan SDA, dan tercermin dalam “nilai” produk (barang dan/atau jasa) dan “efisiensi” bagaimana produk tersebut dihasilkan.

c. Sumber terpenting kesejahteraan/kemakmuran (yaitu daya saing) pada dasarnya “diciptakan,” bukan diwariskan. Beragam faktor alamiah (seperti melimpahnya sumber daya alam) tentu sangat penting, namun hal ini bermakna sangat terbatas jika tidak diimbangi dengan kemajuan dalam kemampuan faktor-faktor “buatan” seperti SDM yang semakin berkualitas, infrastruktur, teknologi dan lainnya.

(5)

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 377 industri mencerminkan keadaan perkembangan ekonomi (the state of economy’s development).

e. Inovasi semakin penting dalam menentukan produktivitas dan peningkatannya dalam jangka panjang.

f. Faktor spesifik lokal/daerah seperti pengetahuan, hubungan, dan motivasi, semakin menentukan keunggulan daya saing global.

g. Daerah akan “bersaing” dalam menawarkan lingkungan paling produktif bagi bisnis/industri. Binis/perusahaanlah yang pada dasarnya akan bersaing (di arena persaingan global) dalam arti sebenarnya.

.

III. METODOLOGI

Lokasi kajian dilakukan di beberapa pengrajin seperti pengrajin bambu, pandan, mendong dan bordir di Kabupaten Tasikmalaya. Pengumpulan data meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapangan, wawancara dengan pemgrajin bambu, pandan, mendong dan bordir dan pemasok bahan baku dengan alat bantu kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, disamping itu dengan matriks Internal Strategic Factors Analysis (IFAS), External Strategic Factors Analysis Summary (EFAS), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT). Beberapa metode analisis yang digunakan dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Analisis Deskriptif

Aspek yang dianalisis adalah sejarah pengrajin di Kabupaten Tasikmalaya karakteristik industri, baik industri usaha mandiri maupun kelompok pengrajin, aspek keuangan yang meliputi jumlah produksi, harga jual dan tingkat keuntungan, aspek produksi meliputi ketersediaan bahan baku, teknologi yang dipakai, proses produksi, mutu produk dan tenaga kerja, aspek pemasaran meliputi sistem promosi, pemasaran produk, serta persaingan dan peluang pasar, aspek lingkungan eksternal meliputi sosial dan ekonomi, pemerintah dan kemajuan teknologi.

2. Analisis Tiga Tahap Perumusan Strategi .

Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi keadaan umum pengrajin di Kabupaten Tasikmalaya (usaha mandiri dan kelomok pengrajin) serta mengidentifikasi faktor-faktor internal dan faktor eksternal industri. Hasil analisis tersebut akan dikembangkan menjadi beberapa alternatif strategi berdasarkan skala prioritas untuk memilih strategi yang terbaik. Tiga tahap formulasi strategi menurut David (2004) adalah:

a. Tahap Input

 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Perusahaan

Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk memahami kekuatan dan kelemahan yang dimiliki industri sepatu dari seluruh aspek fungsional manajemen. Analisis lingkungan ekster-nal menghasilkan sejumlah daftar peluang dan ancaman bagi industri. Aspek yang dianalisa pada lingkungan internal antara lain keuangan, sumber daya manusia, produksi dan pemasaran. Analisis lingkungan eksternal mengidentifikasi aspek sosial dan ekonomi, pemerintah dan teknologi.

(6)

Teknik yang digunakan untuk menentukan bobot dari faktor internal dan eksternal adalah teknik Pairwise Comparison (Kinnear and Taylor, 1991). Teknik ini membandingkan setiap peubah horizontal dengan peubah pada kolom vertikal. Penentuan bobot pada setiap peubah yang dibandingkan menggunakan skala 1, 2 dan 3.

 Matriks IFAS dan EFAS

Matriks IFAS dan EFAS yang telah disusun memberikan informasi faktor-faktor yang mempengaruhi atau kurang mempengaruhi industri dalam lingkungan internal maupun eksternal. Pada kolom analisis tiga matriks IFAS dan EFAS diberikan rating. Penentuan rating oleh manajemen atau pakar dari perusahaan dilakukan terhadap peubah-peubah dari hasil analisis situasi usaha. Pada EFAS untuk menunjukkan seberapa efektif strategi usaha saat ini menjawab masing-masing peubah-peubah tersebut digunakan sesuai peringkat dengan menggunakan skala 1, 2, 3 dan 4.

b. Tahap Pemaduan

Tahap pemaduan, yaitu tahapan menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor internal dan eksternal yang telah dihasilkan pada tahap input. Pada tahap ini digunakan alat analisis matriks Internal-External (IE) dan matriks SWOT.

 Matriks IE

Matriks IE menempatkan berbagai divisi dari organisasi dalam diagram skematis yang disebut matriks portofolio. Matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama yaitu:

- Daerah 1 meliputi sel I, II, atau IV termasuk dalam daerah grow and build. Strategi yang sesuai dengan daerah ini adalah strategi intensif, misalnya penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk dan strategi integratif, misalnya integrasi horizontal dan vertikal.

- Daerah II meliputi sel III, V, atau VII. Strategi yang paling sesuai adalah strategi-strategi hold and maintain. Yang termasuk dalam strategi ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.

- Daerah III, meliputi sel VI, VIII, atau IX adalah daerah harvest dan divest.

 Matriks SWOT

Pengembangan strategi pada matriks SWOT dilakukan berdasarkan hasil dari matriks IE.

- Strategi SO, yaitu menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.

- Strategi WO, bertujuan untuk memper-kecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Strategi ST, bertujuan untuk menghin-dari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

- Strategi ST, bertujuan untuk menghin-dari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

Strategi WT, merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman.

(7)

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 379 IV. Analisis Data

4.1 Strategi Pengembangan Klaster Kerajinan Bordir di Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan data temuan baik yang dilakukan dengan wawancara kepada pengrajin maupun dari hasil penyebaran kuesioner diperoleh informasi lingkungan baik internal maupun eksternal, yang kemudian disusun dalam matrik SWOT. Informasi yang telah didapatkan dari hasil identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal Kerajinan pandan, kemudian dirumuskan faktor-faktor kuncinya yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Faktor-faktor tersebut dievaluasi dalam matriks IFAS dan matriks EFAS. Matriks-matriks tersebut digunakan sebagai data masukan untuk menentukan alternatif-alternatif strategi pengembangan usaha.

Setelah dilakukan pengolahan matriks IFAS (tabel 1), diperoleh informasi bahwa faktor kekuatan utama bagi kerajinan bordir adalah jumlah kelompok unit usaha banyak dengan skor 0,716. Kekuatan terkecil bagi kerajinan bordir yaitu dukungan pemerintah untuk mengembangkan komoditi kerajinan cukup tinggi dengan skor 0,023, sedangkan yang menjadi kelemahan utama bagi kerajinan bordir adalah bahan baku tersedia, namun jumlahnya terbatas sebesar 0,440 dan yang menjadi kelemahan terkecil yaitu teknologi produksi yang digunakan pada umumnya masih manual. Selisih nilai antara jumlah skor factor kekuatan dan jumlah skor faktor kelemahan adalah 0,431. Hal ini menunjukkan bahwa kerajinan bordir berada pada posisi positif dalam lingkungan internal pengembangan usaha.

Dalam pengolahan matriks EFAS (table 2), diperoleh hasil, faktor peluang utama untuk kerajinan bordir yaitu kerjasama dalam memasarkan produk cukup terbuka yang skornya 0,848. Peluang terkecil bagi kerajinan bordir yaitu trdapat balai latihan kerja yang berskor 0,019. Sedangkan yang menjadi ancaman utama bagi kerajinan bordir adalah munculnya alat produksi mesin dengan system komputer sebesar 0,382 dan yang menjadi ancaman terkecil yaitu bermnculannya produk serupa dari luar negeri. Selisih nilai antara jumlah skor faktor kekuatan dan jumlah skor faktor kelemahan adalah 0,180. Hal ini menunjukkan bahwa kerajinan bordir berada pada posisi positif dalam lingkungan eksternal pengembangan usaha.

Alternatif strategi dapat dirumuskan dengan merujuk pada model analisis matrik SWOT. Model analisis SWOT dalam memformulasikan strategi didasarkan pada gabungan faktor internal dan eksternal, dengan menggunakan dari matriks EFAS dan IFAS sebelumnya. Diperoleh hasil analisis, seperti padaTabel 3 di bawah ini.

Rencana pengembangan klaster UMKM di Kabupaten Tasikmalaya berada pada strategi SO (Strengths Opportunities) , karena memberikan nilai yang paling tinggi dibanding yang lainnya, seperti tampak pada tabel 3.. Dengan demikian pengembangan klaster bisnis kerajinan bordir di Kabupaten Tasikmalaya, menjadi prioritas pemertintah daerah untuk dillaksanakan. Untuk memberikan gambaran ditunjukkan oleh kurva hasil olahan yang berada pada Kuadran I yang ditunjukkan pada gambar 3.

(8)

peluang dalam pengembangan usaha. Untuk memberikan arahan dalam pengembangan klaster bisini kerajinan bordir, berikut ini disajikan dalam matrik SWOT.

4.2 Analisis Matriks SWOT

Strategi SO (Strengths-Opportunities) adalah strategi yang digunakan untuk mengembangkan klaster bisnis UMKM. Penentuan strategi ini dirumuskan berdasarkan model analisis matrik SWOT, dimana data yang digunakan adalah diperoleh dari matriks EFAS dan IFAS sebelumnya. Hasilnya pada tabel 4

Berikut ini merupakan penjelasan dari hasil matriks SWOT (Tabel 4) yaitu didapatkan alternatif strategi sebagai berikut :

Strategi SO (Strengths-Opportunities)

Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan pada lingkungan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang yang ada pada lingkungan eksternal perusahaan sehingga memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Strategi yang dapat digunakan yaitu : 1. Pembentukan Kelompok Pengrajin

Pembemtukan kelompok pengrajin diperlukan dalam upaya menjamin kelangsungan produksi kelompok unit usaha dalam bentuk kerjasama dalam memasarkan produk.

2. Pembukaan Perwakilan Usaha

Dalam upaya memenuhi permintaan pasar luar negeri terhadap produk kerajinan yang cukup tinggi, ditunjang oleh jumlah kelompok unit usaha yang banyak, maka hendaknya di jajaki pembukaan perwakilan usaha di Negara tujuan pemasaran, hal ini dapat mempermudah pengusaha ketika akan mempromosikan barang di Negara tersebut, disamping sebagai media informasi bagi pengusaha dalam pengembangan kegiatan usahanya.

Perkuatan Keterampilan Usaha

Dalam upaya membantu pembangunan di Kabupaten Tasikmalaya, peranan sector kerajinan bordir cukup signifikan, oleh karena itu inovasi pengrajin dalam membuat produk kerajinan dilakukan dengan memanfaatkan balai latihan kerja.

3. Pembentukan spesialisasi

Untuk menciptakan komoditi bordir yang mempunyai kualitas yang baik, maka harus terjalin interaksi antar perusahaan sejenis, kondisi lingkungan kerja di perusahaan yang baik, juga dengan pembagian kerja pada masing-masing unit pekerjaan.

Perkuatan Permodalan

Untuk membantu pengrajin dalam kegiatan usahanya maka perlu adanya dukungan pemerintah untuk mengembangkan komoditi kerajinan, disamping setiap perusahaan menyediakan dana CSR dalam membantu mengembangkan UMKM.

4. Program Pendampingan

(9)

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 381 tinggi serta dukungan setiap perusahaan menyediakan dana CSR dalm membantu mengembangkan UMKM

VI. Implikasi dan Keterbatasan

Dengan menggunakan analisis SWOT diperoleh variabel internal dan eksternal, yang merupakan dasar untuk menentukan strategi pengelolaan klaster bisnis UMKM. Hasil analisis menujukkan bahwa diperoleh strategi pengembangan untuk mengelola kerajinan bordir di Kabupaten Tasikmalaya. Selanjutnya untuk mempermudah pelaksanaannya, maka strategi tersebut di lanjutkan dengan rencana tindak pengembangan klaster. Adapun rencana tindak meliputi tujuan, sasaran, indikator sasaran, program dan kegiatan, indikator kinerja program, data capaian, unit kerja SKPD penanggung jawab dan lokasi, untuk kerajinan tsb dapat dilihat pada tabel 5.

Daftar Referensi

1. Anonimous. 2003. Grand Strategi Pengembangan Sentra UKM. Kementrian Koperasi dan UKM

RI, Jakarta.

2. Dong-Sung Cho Dan Hwy-Chang Moon, 2003, From Adam Smith to Michael Porter, Evolusi Teori Daya Saing.

3. JICA, 2003, The Study in Strengthening Capacity of SME Cluster in Indonesia, Tidak diterbitkan, KRI International Corp.

4. Kinnear, T.C. and J.R. Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied Approach. Mc Graw Hill, New York.

5. David, F.R. 2004. Konsep Manajemen Strategis. (Terjemahan). Prenhallindo, Jakarta 6. Kuncoro, Mudrajad dan Sumarno, Simon Bambangm, 2003, Indonesia’s Clove

Cigarette Industri : Scp and Cluster Analysis, 5th

7. Philip S. Purnama, 2003, Harapan Dunia Bisnis Indonesia untuk Memiliki Dya Saing Nasional, Diskusi Panel MMA-IPB.

8. Porter (1990), The Competitive Advantage of Nation, New York, Free Press.

9. Porter, Michael E., 1993/1994, Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul, Harvard Busin

10.Rosenfeld, Stuart A, 1997, Bringing Business Clusters Into The Mainstream of Economic Development, Eurepean Planning Studies, Volumes issues.

(10)

Lampiran

(11)

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 383 Gambar 2.. Proses Analisis Pengembangan Klaster Bisnis UMKM

Gambar 3 Matriks SWOT Kerajinan Bordir

Tabel 1. Matriks IFAS Kerajinan Bordir

FAKTOR STRATEGIS INTERNAL

TOTAL NILAI BOBOT KEKUATAN

Jumlah kelompok unit usaha banyak 0,716

Inovasi pengrajin dalam membuat produk kerajinan cukup tinggi

0,466

Interaksi antar perusahaan sejenis cukup tinggi 0,080 Kondisi lingkungan kerja di perusahaan cukup tinggi 0,057 Dukungan pemerintah untuk mengembangkan

komoditi kerajinan cukup tinggi

0,023

TOTAL 1,342

KELEMAHAN

Bahan baku tersedia, namun jumlahnya terbatas 0,440 Kerjasama produksi antar unit usaaha masih rendah 0,034 Teknologi produksi yang digunakan pada umumnya 0,025

S= 1.342

KUADRAN IV KUADRAN I

T= 0.876 O= 1.056

KUADRAN III KUADRAN II

(12)

masih manual

Keahlian tenaga kerja yang ada pada kerajinan belum merata

O,384

Pada umumnya lokasi produksi terbatas 0,028

TOTAL 0,911

Sumber: hasil pengolahan data

Tabel 2 Matriks EFAS Kerajinan Bordir

FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL

TOTAL NILAI BOBOT PELUANG

Kerjasama dalam memasarkan produk cukup terbuka 0,848 Permintaan pasar luar negeri terhadap produk kerajinan

cukup tinggi

0,099

Terdapat balai latihan kerja 0,019

Terdapat pembagian kerja pada masing-masing unit pekerjaan

0,068

Setiap perusahaan menyediakan dana CSR dalam membantu mengembangkan UMKM

0,022

TOTAL 1,056

ANCAMAN

Munculnya alat produksi mesin dengan system computer 0,170

Liberalisasi perdagangan 0,382

Persaingan dalam harga komoditi kerajinan 0,142 Bermunculannya produk serupa dari luar negeri 0,043 Masih sedikitnya pengusaha kerajinan yang mendapatkan

fasilitasi kredit dari perbankan

0,139

TOTAL 0,876

Sumber; hasil pengolahan data

Tabel 3 Total Bobot SWOT Kerajinan Bordir

FAKTOR STRATEGIS

INTERNAL

TOTAL NILAI BOBOT

KEKUATAN 1,342

KELEMAHAN 0,911

FAKTOR STRATEGIS

EKSTERNAL

TOTAL NILAI BOBOT

PELUANG 1,056

ANCAMAN 0,876

(13)

PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 385 Tabel 4 Matrik SWOT Strategi Pengembangan Klaster Bisnis Kerajinan Bordir di

Kabupaten Tasikmalaya

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Strengths (S) 1. Jumlah kelompok unit usaha banyak

2. Inovasi pengrajin dalam membuat produk kerajinan cukup tinggi

3. Interaksi antar perusahaan sejenis cukup tinggi

4. Kondisi lingkungan kerja di perusahaan cukup tinggiv

5. Dukungan pemerintah untuk

mengembangkan komoditi kerajinan cukup tinggi

Opportunities (O) Strategi SO

1. Kerjasama dalam memasarkan produk cukup terbuka

2. Permintaan pasar luar negeri terhadap produk kerajinan cukup tinggi 3. Terdapat balai latihan

kerja

4. Terdapat pembagian kerja pada masing-masing unit pekerjaan 5. Setiap perusahaan

menyediakan dana CSR dalam membantu mengembangkan UMKM

1. Pembentukan kelompok pengrajin (S1, O1) 2. Pembukaan pewakilan usaha (S1, O2) 3. Perkuatan keterampilan usaha (S2, O3) 4. Pembentukan spesiaalisasi (S3, S4, O4) 5. Perkuatan permodalan (S5, O5)

(14)

Tabel 5. Rencana Kegiatan Pada Kerajinan Bordir Di Kabupaten Tasikmalaya

TUJUAN SASARAN PROGRAM DAN

KEGIATAN  Diklat studi kelayakan

Gambar

Gambar 2.
Tabel 2 Matriks EFAS Kerajinan Bordir
Tabel 4 Matrik SWOT Strategi Pengembangan Klaster Bisnis Kerajinan Bordir di Kabupaten Tasikmalaya
Tabel 5. Rencana Kegiatan Pada Kerajinan Bordir Di Kabupaten Tasikmalaya

Referensi

Dokumen terkait

• UICEF memasukan pemantauan BB bayi dan balita dalam program global dengan GOBI (Growth monitoring, Oral Rehydration, Breast Feeding, Immunization) , sebgai pelayanan

Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat pengungkapan RPT pada perusahaan mampu memperlemah hubungan besaran RPT terhadap manajemen laba yang berarti bahwa

Sistem Informasi Manajemen dan Monitoring Usia Pakai Inventaris Laboratorium Pada SMK Negeri 2 Kudus ini menggunakan metode perancangan UML (Unifield Modelling

Dari berbagai pengertian mengenai media pembelajaran yang telah diuraikan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan sumber belajar yang dapat digunakan

4.   Pekerjaan; Mengubah NPP, Jabatan, Status, Kelas Rawat, TMT Kerja, Gaji (apabila perusahaan memiliki sub cabang agar dibuatkan sheet sesuai sub cabangnya) 5.   Asuransi;

Hamka Jalan Limau II, Kebayoran Baru.

Ada beberapa bentuk Corporate Social Responsibility yang diberikan Auto 2000 kepada para konsumen dan lingkungan sekitar, seperti menjaga kualitas, baik dari segi

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu