BAB III
LATAR BELAKANG INJIL LUKAS KONTEKS SOSIO POLITIK
DAN SISTEM PERADILAN PADA ZAMAN YESUS
3.1. Pendahuluan
Setelah melihat beberapa ahli yang meneliti tentang narasi peradilan Yesus dalam bab
sebelumnya maka dalam bab ini penulis mau melakukan penelitian terhadap teks Lukas pasal
23:1-25 dalam konteks sosio-politiknya untuk itu yang pertama adalah:
1. Penulis mau meneliti tentang siapa pengarang, kapan dan di mana Injil Lukas ini ditulis,
kemudian cirri khas dan tujuan penulisan Injil Lukas.
2. Penulis akan meneliti tentang keadaan sosio politik pada zaman itu.
3. Kemudian yang terakhir penulis akan meneliti tentang sistem peradilan yang terjadi pada
zaman itu.
Injil Lukas memiliki karakteristik yang unik apabila disejajarkan dengan ketiga Injil lain
terutama yang termasuk dalam injil sinoptik. Disebut sebagai Injil sinoptik karena Injil Matius,
Markus dan Lukas memiliki sudut pandang yang serupa dalam menceritakan kehidupan Kristus.
Walaupun ketiga Injil ini memiliki kesamaan dalam menceritakan kehidupan Yesus, tetapi
penulis lebih memfokuskan penelitian penulis terhadap Injil Lukas karena, keunikan dan
menggunakan sastra yang baik. Sekalipun mempergunakan bahasa Koine.21 Penulis Injil juga
mengenal bahasa Yunai tinggi serta mempergunakan kaidah sastra dengan baik sehingga
dianggap bahasanya yang paling elok dari seluruh Perjanjian Baru.22 Lebih lanjut dijelaskan
bahwa penulis cakap melukiskan sebuah cerita dengan kata-kata yang memiliki daya tarik
alamiah yang menawan pikiran dan imajinasi.
Dibandingkan dengan Injil yang lain, keunikan kedua dari Injil Lukas ialah bahwa ia ditulis
dari suatu hasil observasi. Berdasarkan pengakuannya sendiri (Lukas 1:3), penulis Injil ini telah
melakukan penyelidikan dengan seksama mengenai kehidupan Yesus, dan dari penyelidikan ini
menghasilkan informasi historikal yang sangat akurat.23 Setelah penulis Injil Lukas
mengumpulkan informasi-informasi yang memadai ia pun “membukukannya dengan teratur”
inilah karakteristik dari injil Lukas.
3.2. Penulis
Para ahli Alkitab mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang penulis injil Lukas.
beberapa ahli seperti Boland, Yusak Setyawan, dan Marxzen pun tidak menyebutkan siapa yang
menulis Injil ini. Perbedaan pendapat ini bisa saja menyulitkan dalam memahami tulisan sang
penulis, tetapi ada baiknya dengan berbagai informasi yang ada ini setidaknya dapat
memperkirakan siapa yang menulis Injil Lukas ini.
Bahasa Yunani Koine merupakan bahasa Yunani sehari-hari pada masa itu. Dewasa ini Koine tidak ada yang menuturkannya lagi, Lihat Boland, Tafsiran Alkitab, 4. Lihat juga Agus Santoso, Bahasa Yunani Perjanjian Baru (Ungaran: Abdiel Press, 2009), 10.
Bandingkan Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002), 653; William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injill Lukas (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2000), 3; Boland, Tafsiran Alkitab Injil Lukas, 4 &13.
Manning berpendapat bahwa Lukas adalah seorang pengikut Yesus yang setia. Lukas sendiri
mengenal Yesus karena hubungannya yang erat dengan Paulus. Lukas juga tampaknya bukan
berasal dari kalangan Yahudi. Dia adalah seorang yang giat berusaha mengajak orang-orang
bukan Yahudi agar menyerahkan hidup mereka kepada Kristus.24
Menurut Setyawan, Lukas adalah nama lazim. Dari Kolose 4:10-14, dia bukan orang
Yahudi. Dia berpendidikan Yunani tinggi, orang Kristen generasi kedua, mahir dalam Perjanjian
Lama, dan juga mempunyai minat dalam tradisi Kristen masa lampau.25
Boland juga mengatakan bahwa, pengarang kitab Injil ketiga tidak dapat dibuktikan
dengan pasti. Tradisi yang menyebutkan Lukas sebagai pengarangnya berkali-kali dikecam.
Tetapi menurut Boland, ada banyak ahli yang berpendapat bahwa kitab Injil yang ketiga ini
memang ada kaitannya dengan Lukas, yaitu Dokter Lukas yang namanya ditemui dalam
beberapa surat Paulus. Dalam Kolose 4:14 tertulis, “Salam kepadamu dari Tabib Lukas, yang
kekasih.” Juga dalam ayat 24 dari suratnya kepada Filemon disebutkan namanya. Dalam 2
Timotius 4:11 ternyata bahwa ia pada waktu itu menumpang bersama-sama Paulus di Roma.26
Menurut Wismoady belum bisa diketahui secara pasti penulis Injil Lukas ini.27
Sedangkan Barclay berpendapat bahwa, Injil Lukas ini ditulis oleh Lukas. di mana jelas
bahwa Injil Lukas adalah hasil penelitian yang cermat. Walaupun Lukas sendiri tidak mengenal
Michael Manning, S.V.D, Injil Lukas Buku Penuntun Studi (Jakarta: Penerbit Obor, 1996), 23.
Yusak. B. Setyawan, Introduction To The New Testament ( Salatiga: Teologi-UKSW, 2005), 54
B. J. Boland, Tafsiran Alkitab Injil Lukas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 3.
atau melihat Yesus. Tetapi dengan cermat ia memeriksa semua fakta dan mempertimbangkan
semua bahan tertulis yang ditemukannya lalu menulis Injilnya.28
Dari pendapat-pendapat tersebut tidak dapat memberikan informasi yang tepat tentang
penulis Injil Lukas, akan tetapi penulis berpendapat bahwa Injil Lukas ini tidak bisa diketahui
dengan pasti siapa penulisnya. Namun melihat gaya bahasa dalam Injil Lukas maka penulisnya
merupakan orang yang berpendidikan tinggi sehingga mengolah kata-kata dengan baik dan bisa
dimengerti. Karena tidak diketahui secara jelas siapa penulisnya, karena penulisan Injil ini
disajikan sebagai tulisan anonym atau tulisan yang tidak mencantumkan nama pengarang
sehingga sulit mengidentifikasi penulisnya secara jelas.
3.3. Tempat dan waktu penulisan
Menurut Groenen daerah tempat tinggal penulis Lukas sukar dipastikan. Sejak akhir abad
kedua M. Ada tradisi yang berkata bahwa Lukas disusun di “Akhaia”, berarti negeri Yunani
bagian selatan. Nilai tradisi itu tidak dapat dibuktikan. Maka hanya dapat dikatakan: Lukas
ditulis di kawasan sekitar Laut Tengah di luar Palestina.29
Sedangkan menurut Manning bahwa tidak bisa diketahui dengan pasti tempat penulisan
Injil Lukas ini. Kemungkinan besar dia tidak menulis di Yerusalem. Ada satu dugaan bahwa dia
menulis kitab itu di wilayah Turki sekarang ini. Dia menulis di tengah dan bagi suatu jemaat
Yahudi.30
Barclay, Penulis dan Warta Perjanjian Baru, 20.
C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru ( Yogyakarta: Kanisius, 1994), 123 & 124.
Menurut Marxsen bahwa karena pengarang Injil ini menulis untuk para pembaca Yunani,
jadi mungkin ia tidak menulisnya di Palestina atau Siria.31
Mengenai tempat penulisan Injil Lukas ini pun belum diketahui pasti, sehingga penulis
sependapat dengan beberapa ahli di atas bahwa Injil Lukas ini ditulis di luar Palestina, karena
penulis sendiri adalah seorang Yunani dan ia tidak mengetahui atau mengenal geografiis
Palestina maupun adat istiadat agama Yahudi.32 sehingga ia menuliskan Injil ini kepada
orang-orang non Yahudi.
Kemudian mengenai waktu penulisan pun tidak mudah ditetapkan karena sumber-sumber
yang adapun tidak memberikan informasi yang pasti tentang waktu penulisan Injil Lukas ini.
tetapi berdasarkan pendapat ahli dan bukti-bukti yang ada maka waktu penulisan Injil Lukas ini
setelah Yerusalem jatuh tahun 70 ZB (Lukas 21:20).
Menurut Groenen, kisah penulis Lukas berhenti (yaitu dalam Kisah Para Rasul) dengan
beradanya Paulus dalam penjara di Roma, sekitar tahun 63 ZB, di masa pemerintahan Kaisar
Nero (tahun 54-68 ZB). Sesudahnya barulah Lukas disusun. Penulis juga menyinggung
kehancuran kota Yerusalem ( 70 ZB), (bdk Lukas 19:43-44; 21:20-24), sebagai suatu peristiwa
yang terjadi di masa lampau.33
Namun bagi Drane sangat tidak mungkin memastikan waktu yang tepat kapan Lukas
menyelesaikan kitab Injilnya. Ada juga beberapa orang yang mengemukakan pendapat bahwa
Marxzen, Pengantar Perjanjian Baru, 94.
Leks, Tafsir Injil Lukas, 24.
Lukas menunjukan pengetahuan tentang jatuhnya Yerusalem ke tangan orang Roma pada tahun
70 ZB (Lukas 21:5-24), dan kalau itu benar maka dapat disimpulkan bahwa kitab ini selesai
ditulis setelah kejadian itu. Namun ada para ahli lain yang tidak sependapat, dan memberikan
waktu yang lebih awal yaitu antara 57-60 ZB.34
Menurut Leks karena Injil Lukas berhubungan erat sekali dengan Kisah Para Rasul, maka
sulit berbicara tentang asal usulnya tanpa memperhatikan Kisah Para Rasul. Zaman tersusunnya
Injil Lukas sering kali dibicarakan ada kaitan erat dengan peristiwa penghancuran kota
Yerusalem. Lukas tahu bahwa Yerusalem telah dihancurkan oleh tentara Titus pada tahun 70
(19:43; 21:20,24). Jadi, ia pasti menyusun Injilnya sesudahnya, antara tahun 80-90.35
Melihat dari beragam macam pendapat para ahli di atas mengenai tempat dan waktu
penulisan ini belum jelas namun melihat dari bukti sejarah maka penyusun mengambil
kesimpulan bahwa Injil Lukas ini ditulis di luar Palestina dan waktu penulisan Injil Lukas ini
dituliskan setelah kehancuran Yerusalem tahun 70 ZB. karena Injil Lukas ini ditulis
menggunakan sumber dari Injil Markus jadi kemungkinan besar Injil Lukas ini ditulis setelah
Injil Markus ditulis.
3.4. Ciri khas dan tujuan penulisan Injil Lukas
Tidak seperti penulis Injil lain, Lukas membuka injilnya dengan pendahuluan (1:1-4) untuk
menjelaskan mengapa ia menulis Injilnya dan melanjutkan tulisannya dengan buku kedua yaitu
John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 213.
Kisah Para Rasul (Kisah Para Rasul 1:1-2) tentang lahir dan mulai berkembangnya Gereja di luar
Palestina.
Injil Lukas adalah Injil yang universal, Injil belaskasih, dan juga merupakan injil yang
secara istimewa mengemukakan pribadi Yesus sebagai sahabat orang yang kesepian orang yang
sendirian, dan juga merupakan sahabat orang-orang yang tak punya sahabat ini adalah karakter
Injil Lukas yang sangat menonjol.
Berbeda dengan Lukas, yaitu di mana Matius dan Markus berpikir dalam konsep
kedatangan kembali Yesus Kristus dalam waktu dekat. Namun Lukas berpikir dalam konsep
tentang Gereja di dunia ini. Matius dan Markus melihat Yesus sebagai akhir sejarah. Tetapi
Lukas melihat Yesus sebagai titik pusat sejarah. Hanya Lukas yang berlangkah lebih jauh dari
kebangkitan, lalu menulis sejarah gereja dalam Kisah Para Rasul.
Ada ide yang amat penting dalam Lukas. kalau dua Injil terdahulu berfikir bahwa akhir
zaman tak lama lagi akan tiba. Lukas berpikir tentang zaman gereja, yang bukannya merupakan
akhir dari waktu, tetapi merupakan masa datangnya Kerajaan Allah. Lukas juga adalah penemu
sejarah gereja. Kalau bagi mereka yang lain Yesus adalah akhir sejarah, bagi Lukas Yesus adalah
awal sejarah keselamatan. Lukas melihat hidup, kematian dan kebangkitan Yesus bukan sebagai
akhir, tetapi sebagai awal sejarah. Bagi Lukas, Yesus Kristus ada dalam Gereja, hidup terus
sebagai penyelamat dunia dan sahabat orang-orang sepi dan sendirian.36
Pada dasarnya para penulis Injil tidak hanya menulis kitab untuk menjelaskan tantang
kehidupan Yesus dan pekerjaan-Nya, tetapi mereka juga ingin menguatkan jemaat dengan
menuliskan Injil mereka. Tujuan dari penulisan Injil Lukas adalah Lukas memberi tahu tentang
tujuan penulisan dalam kata pengantarnya (Lukas 1:1-4). Ia menulis kepada seorang yang
bernama Teofilus, “supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan
kepadamu sungguh benar”. Pada satu pihak jelas Teofilus adalah seorang Kristen. Lukas menulis
injilnya untuk menolong Teofilus dan orang percaya lainnya agar memperoleh pengertian yang
lebih baik tentang iman Kristen.37
Lukas juga menulis Injilnya ini yaitu untuk menjawab masalah yang dihadapi oleh jemaat
pada waktu itu yang sedang menanti kedatangan Kristus namun peristiwa itu belum terjadi juga.
Ketika kota Yerusalem jatuh jemaat menanti kedatangan Kristus untuk memulihkan kehidupan
mereka baik secara jasmani maupun rohani namun kenyataannya peristiwa yang dinanti-nantikan
itu belum juga terjadi. Sehingga Lukas dengan tegas menuliskan dalam Injilnya bahwa waktu
kedatangan Kristus adalah waktu yang berharga. Pada waktu itu orang harus menentukan
pilihan-pilihan dasar atas tanggung jawabnya sendiri yaitu menerima atau menolak Kristus,
Injil-Nya dan Gereja-Injil-Nya. Jemaat pada waktu itu juga tergoda untuk meninggalkan jalan yang telah
dipilihnya dan mencari kemungkinan-kemungkinan lain untuk membangun hidup yang lain
pula.38 Dari persoalan-persoalan seperti ini maka Lukas menulis Injilnya kepada jemaat pada saat
itu.
3.5. Konteks sosio-politik pada zaman Yesus
Pada masa lahirnya Yesus ke bumi, peradaban manusia sedang mengalami kebangkitan
spiritual dan kehidupan religius yang belum pernah dialami pada masa-masa sebelumnya. Ada
Drane, Memahami Perjanjian Baru, 213.
tiga hal pokok yang mempengaruhi kondisi tersebut yaitu: 1) sistem sosio-politik Romawi, 2)
bahasa, kebudayaan dan falsafah Yunani, 3) ajaran religius dan moral Yahudi yang berkembang
pesat. Saat itu, hampir seluruh daerah di Eropa, Asia kecil, Palestina dan Mesir dipersatukan
dalam pemerintahan Romawi, masing-masing daerah dipimpin oleh raja-raja yang setia pada
Romawi.
Ketika Yesus lahir, seluruh wilayah Palestina dipimpin oleh raja Herodes Agung.
Sepeninggalnya Herodes tahun 4 SZB, daerah Palestina dibagi menjadi empat bagian Wilayah
kekuasaan, yang dibagi-bagikan kepada anak-anaknya. Daerah Yudea, Idumea dan Samaria
(non Yahudi) diberikan kepada Herodes Archelaus. Galilea dan Perea diserahkan kepada Herod
Antipas. Pada tahun 6 ZB Raja Augustus menyingkirkan Herodes Archelaus dan menggantikan
dengan seorang aristocrat Romawi bernama Pontius Pilatus. Pilatus memang tidak memimpin
daerah Yudea, Idumea dan Samaria secara langsung, namun didelegesikan kepada
pemimpin-pemimpin local (konsili Sanhedrin).39
Groenen juga berpendapat bahwa selama zaman Perjanjian Baru terbentuk bangsa Yahudi
dan negeri Palestina tetap di bawah naungan Negara Roma. Tetapi di dalam rangka yang tetap
sama itu kedudukan politis bangsa Yahudi berubah-ubah. Sebelum zaman bersama Palestina
sudah di bawah kekuasaan Roma. Akibat pertikaian dan kerusuhan di dalam negeri Yahudi yang
diperintah oleh keturunan para Makabe, Roma serta kekuatan militer turun tangan. Pada tahun 64
SZB. Negeri Palestina diduduki panglima Roma, bernama Pompeius. Selanjutnya Romalah yang
menetukan siapa yang berkuasa di sana.40
http://airkehidupan.theronworks.com.16:31.24/02/2012.
Pada thn 37 SZB. Seorang yang bernama Herodes bin Antipater oleh Roma diakui dan
diangkat menjadi raja seluruh negeri Palestina. Kemudian diberi gelar Herodes Agung pada
tahun 37 SZB dan th 4 ZB. Herodes bukan seorang Yahudi murni, tetapi keturunan orang
Idumea. Nenek moyangnya terpaksa masuk Yahudi. Di satu pihak Herodes Agung seorang
politikus yang cakap dan lihai dan seorang pembangun yang hebat. Watak Herodes ganas dan
galak dan tidak kenal ampun terhadap siapa saja yang dicurigai. Namun demikian ia tetap orang
kepercayaan kaisar Roma.
Setelah Herodes Agung mati kesatuan politis Palestina terpecah. Daerah Yudea, sebentar
diperintah oleh anak Herodes, Arkhilaus, setelah itu langsung diperintah oleh Roma melalui wali
negeri. Sama seperti di masa Herodes Agung wilayah Herodes Agrippa I meliputi seluruh
Palestina.
Pada tahun 66 ZB. Rasa kurang puas yang terutama bersifat sosial meledak menjadi
pemberontak politis melawan Roma. Pemberontak itu berhenti dengan kegagalan total pada
tahun 70 ZB. Yerusalem serta Bait Allah hancur. Seluruh negeri ditempatkan di bawah
pengawasan militer. Di negerinya sendiri, terutama di Yudea, bangsa Yahudi hampir saja tidak
ada lagi. Kehancuran nasional menjadi mutlak akibat pemberontak baru pada tahun 131-135 ZB.
Nama negeri Yudea dihapus dan diganti dengan Palestina. Nama kota Yerusalem diubah menjadi
Aelia Capitolina. Orang Yahudi dilarang tinggal di kota suci mereka. Agama Yahudi pun
dilarang.41
3.6. Sistem peradilan
Wismoady menjelaskan bahwa di dalam hukum Romawi waktu itu tidak terdapat perincian
tentang jenis-jenis kejahatan dan hukuman yang harus dijatuhkan. Dan semua peraturan tentang
proses pengadilan hanya berlaku untuk warga negara Romawi saja. Perkara-perkara yang ada di
luar perincian dan peraturan tersebut harus langsung di bawa kehadapan hakim, dalam hal ini
adalah gubernur Romawi sendiri. Tugas yang pertama dari gubernur dalam hal seperti itu adalah
mendengarkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh para terdakwa. Setelah itu menentukan,
apakah perkara tersebut patut mendapat perhatiannya atau tidak. Dalam hal ini keputusan
gubernur adalah mutlak. Kalau ia menganggap bahwa perkara tersebut tidak perlu mendapat
perhatiannya, maka ia bisa memutuskan bahwa perkara itu tidak ada.42
Wismoady menjelaskan lagi bahwa pada umumnya perkara-perkara yang menyangkut orang
Yahudi tidak pernah di bawa ke hadapan Gubernur, karena orang-orang Yahudi mempunyai
lembaga peradilan sendiri. Penguasa Romawi memberikan keleluasaan kepada orang Yahudi
untuk meyelasaikan perkara mereka melalui lembaga peradilan mereka sendiri. Dengan
demikian maka Sanhedrin, yaitu Majelis Peradilan Yahudi, tetap memiliki wewenang hukum.
Meskipun demikian Sanhedrin tidak dapat mengenakan hukuman mati, kecuali dalam hal yang
sangat istimewa yaitu kalau ada orang non-Yahudi melakukan pelanggaran di Bait Allah.
Memang pernah ada yang mengatakan bahwa Sanhedrin dapat menjatuhkan hukuman mati, dan
putusan itu harus dimintakan pengesahan kepada gubernur sebelum dilaksanakan. Tetapi hal itu
nampaknya merupakan suatu pengertian yang keliru. Yang lebih mungkin adalah, bahwa kalau
Sanhedrin memang perlu hukuman mati, maka seluruh perkara dilimpahkannya kepada
gubernur. Pemerintah Romawi selalu berusaha mempertahankan agar putusan mengenai
hidup-matinya terdakwa tetap di tangan mereka. Dengan cara seperti itu maka kehormatan Sanhedrin
tetap terjaga dan wewenang pemerintah Romawi pun berlaku.43
Menurut Nolan Peristiwa yang paling pasti mengenai Yesus dari Nazareth ialah bahwa ia
diadili, dihukum mati karena dianggap melakukan pengkhianatan dan hukuman itu dilaksanakan
seorang Gubernur Romawi bernama Pontius Pilatus. Beribu-ribu orang Yahudi revolusioner dan
pemberontak dihukum salib oleh penguasa romawi di Palestina pada zaman itu.
Menurut Nolan bahwa ada perbedaan peranan para pemimpin Yahudi dengan peranan
pemerintah Roma. Ada dua macam pengadilan yaitu Pengadilan Yahudi yang disebut Sanhedrin
yang terdiri dari imam-imam kepala, tua-tua, dan ahli kitab. Dan yang kedua adalah pengadilan
Romawi, yang dipimpin oleh Pilatus sebagai wali negara atau gubernur.
Yesus diadili dan dijatuhi hukuman dan hukuman itu dilaksanakan oleh pengadilan
Romawi. Kalau mau dilihat maka pemerintahan Romawi yang bertanggung jawab atas peradilan
Yesus.
Yang menyebabkan Yesus diadili, dijatuhi hukuman, dan dibunuh adalah tuduhan bahwa ia
menyatakan diri sebagai Mesias, raja orang-orang Yahudi. Itulah yang ditanyakan Pilatus
kepadanya dan itu pula yang dituliskan di salib sebagai tuduhan terhadap dia.44
Wahono, Disini Kutemukan,293.
3.7. Penutup
Perjanjian Baru kalau mau dikatakan merupakan suatu kisah yang menarik. Perjanjian Baru
bisa juga disebut sebagai perpustakaan kecil yang terdiri dari surat-surat pribadi, kitab-kitab
sejarah dan teologi. Dalam Perjanjian Baru ini juga ada tiga Injil yang dikenal dengan nama
Sinoptik yaitu Injil Matius, Markus dan Lukas. karena Injil ini hampir sama di dalam kisah
mereka sehingga mereka disebut sebagai Injil Sinoptik. Injil-injil ini ditulis dalam waktu dan
tempat yang berbeda.
Walaupun pengarang, waktu dan penulisan Injil ini berbeda-beda, namun di dalam
menceritakan tentang kisah kehidupan dan sejarah Yesus itu hampir sama. Salah satu contoh
kisah yang sama-sama dibahas oleh ketiga Injil Sinoptik ini adalah kisah tentang Peradilan Yesus
di hadapan Pilatus. Di depan penulis jelaskan bahwa menurut Abineno Injil Lukas paling tua,
tetapi melihat dari bukti-bukti sejarah yang kuat maka, penulis tidak setuju dengan pendapat dari
Abineno ini, karena Injil yang paling tua adalah Markus, karena Lukas menulis Injilnya
menggunakan sumber dari Markus. Walaupun Lukas bukanlah Injil yang tertua tetapi paling baik
menyimpan ”berita-berita yang paling asli” tentang Yesus dan pekerjaan-Nya ialah Injil Lukas.
Injil Lukas lebih banyak membahas tentang peradilan Yesus dihadapan Pilatus yaitu Injil Lukas
menuliskan kisah itu sebanyak dua puluh lima ayat, sehingga dari banyak data yang
dikumpulkan oleh Lukas maka penulis merasa menarik untuk meneliti tentang Keputusan Pilatus
dalam Narasi Peradilan Yesus menurut Injil Lukas pasal 23:1-25 di mana Penulis akan lebih
melihat dari konteks sosio-politik pada zaman Yesus.
Walaupun demikian, latar belakang Injil Lukas ini masih sangat kontroversi diperbincangkan
Seorang ahli Michael Manning mengatakan bahwa, tempat dan waktu penulisan Injil Lukas ini
berkaitan erat dengan peristiwa penghancuran Bait Allah di Yerusalem pada tahun 70-an,