• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

1. Tinjauan Pustaka 1. Sintesis Senyawa Kompleks

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam yang berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi (Elmila dan Martak, 2010), dimana ligan tersebut terdiri atas ion-ion yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya dan tersusun mengelilingi suatu ion logam. Sintesis kompleks dilakukan dengan cara mencampurkan ion logam dalam pelarut tertentu ke dalam ligan dalam pelarut tertentu pada suhu tertentu pula. Senyawa kompleks telah banyak disintesis dengan berbagai macam metode. Kompleks [CoL3] {L=2- allyliminomethyl-phenol} disintesis oleh Khorshidifard et al., (2014) dengan cara mencampurkan larutan 2-allyliminomethyl-phenol dalam metanol dan logam CoCl2.6H2O dalam metanol kemudian distirrer selama 12 jam pada temperatur kamar.

Sintesis kompleks juga dapat dilakukan melalui proses refluks. Znovjyak et al., (2015) telah mensintesis kompleks [Co(L1)2Phen] {L1=sodium-dimethyl phenylsulfonylphosphoramidate} dengan cara mereaksikan logam Co(NO3)2.6H2O dalam pelarut 2-propanol dengan larutan ligan dalam pelarut aseton. Campuran tersebut kemudian direfluks selama 10 menit. Larutan didiamkan lalu terbentuk endapan NaNO3yang kemudian disaring. Filtrat diberi penambahan larutan 1,10- phenanthroline monohydrate dalam propanol yang selanjutnya distirrer dalam temperatur kamar selama 10 menit. Beberapa senyawa kompleks juga dapat disintesis dengan pelarut yang berbeda antara garam logam dan ligannya.

Kompleks Co(4’-Cltpy)Cl2disintesis dengan cara mencampurkan larutan ligan 4’- Cltpy dalam pelarut CH2Cl2 yang diteteskan ke dalam larutan CoCl2.6H2O dalam pelarut metanol. Campuran tersebut kemudian distirrer selama 10 menit pada suhu kamar, sehingga dihasilkan larutan hijau yang kemudian disaring. Filtrat tersebut diuapkan perlahan pada suhu kamar selama 3 hari dan terbentuk lapisan

(2)

commit to user

hijau yang kemudian dicuci dengan metanol dan dikeringkan di udara (Zhanget al., 2015). Dijumpai pula suatu senyawa kompleks yang tidak stoikiometri.

Senyawa kompleks ini memiliki perbedaan antara mol ligan yang terkoordinasi dengan mol ligan yang dicampurkan. Misalnya kompleks [Co(HL2)2(NO3)2] dengan L2 berupa ligan Schiff-base yaitu 4-pyridyl turunan hydrazone (Gambar 1).

Perbandingan mol Co2+dan mol L2 saat dicampurkan adalah 1:1, namun kompleks yang terbentuk adalah [Co(HL2)2(NO3)2] yang menunjukkan bahwa mol Co2+dan mol L2yang terkoordinasi adalah 1:2 (Li et al., 2016).

Gambar 1. Struktur L2(Li et al., 2016)

Mondelli et al., (2013) mensintesis kompleks [Co(sulfapyridine)2].H2O dilakukan dengan cara mencampurkan 0,8 mmol sulfapyridine dalam pelarut air dan menambahakan NaOH 1 M hingga terlarut sempurna dan didapat larutan pada pH 9-10. Kemudian ditambahkan 0,4 mmol logam CoSO4.7H2O yang dilarutkan dalam 20 ml air secara tetes demi tetes.

2. Teori Pe mbentukan Kompleks

Pembentukan kompleks Co2+dijelaskan dengan teori ikatan valensi, teori medan kristal dan teori orbital molekul. Berikut beberapa teori yang diperlukan diantaranya:

a. Teori Ikatan Valensi

Berdasarkan teori ikatan valensi, pembentukan kompleks melibatkan reaksi antara basa lewis (ligan, memiliki pasangan elektron bebas) dan asam lewis (ion logam, memiliki orbital kosong) melalui ikatan kovalen koordinasi. Ion logam Co2+ dapat membentuk kompleks dengan berbagai macam geometri, misalnya kompleks [Co(L3)Cl(H2O)]Cl.H2O {L3=N,N’-bis(pyridin-2-

(3)

ylmethylene)-2,2-dimethylpropane-1,3-diamine} yang bergeometri oktahedral sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2 (Panja, 2014). Kompleks [Co(L3)Cl(H2O)]+ memiliki satu orbital 4s, tiga orbital 4p dan dua orbital 4d mengalami hibridisasi sp3d2 yang bergeometri oktahedral. Pada sisi lain, empat atom N dan satu atom O dari ligan serta satu ion Cl- terkoordinasi pada ion Co2+

.

Empat pasang elektron empat atom N, satu pasang elektron atom O dan satu pasang elektron atom Cl mengisi orbital hibrida sp3d2sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 2. Struktur Kompleks [Co(L3)Cl(H2O)]Cl.H2O (Panja, 2014)

Gambar 3. Ilustrasi Pembentukan Ion Kompleks [Co(L3)Cl(H2O)]-yang Bergeometri Oktahedral

(4)

commit to user

Selain itu, kompleks Co2+ juga dapat membentuk geometri tetrahedral, misalnya kompleks bis(2-(1H-benzimidazol-2-yl)benzenesulfonamidato)- cobalt seperti ditunjukkan oleh Gambar 4 (Ashraf et al., 2015). Kompleks bis(2-(1H-benzimidazol-2-yl)benzenesulfonamidato)-cobalt(II) mempunyai satu orbital 4s dan tiga orbital 4p mengalami hibridisasi sp3 yang bergeometri tetrahedral. Empat pasang elektron empat atom N mengisi orbital hibrida sp3 sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 5.

Gambar 4. Struktur Kompleks bis(2-(1H-benzimidazol-yl)benzenesulfonami- dato)-cobalt(II) (Ashraf et al., 2015)

Gambar 5. Ilustrasi Hibridisasi Kompleks bis(2-(1H-benzimidazol2yl)benzene- sulfonamidato)-Cobalt(II) dengan Geometri Tetrahedral

(5)

Bentuk geometri dan ikatan hibrida beberapa orbital telah diramalkan oleh Pauling seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Bentuk Geometri dan Ikatan Hibrida dari Beberapa Orbital (Sharpe, 2005)

Bilangan Koordinasi Ikatan Hibrida Bentuk Geometri

2 sp linier

3 sp2 trigonal planar

4 sp3 tetrahedral

4 sp2d square planar

5 sp3d trigonal bipiramida

6 sp3d2 oktahedral

b. Teori Medan Kristal

Sejak awal dikembangkan pada tahun 1930, teori medan kristal digunakan untuk mendeskripsikan struktur elektronik kristal ion logam, dimana kristal tersebut dikelilingi oleh ion oksida maupun anion lain yang membentuk medan elektrostatis (Miessler et al., 2004). Menurut teori ini, ikatan logam dengan ligan adalah murni elektrostatik, dimana logam transisi yang berperan sebagai atom pusat dianggap sebagai ion positif dan dikelilingi oleh ligan yang bermuatan negatif atau molekul netral yang memiliki pasangan elektron bebas (Lee, 1994). Sedangkan menurut Sharpe et al., (2005) teori medan kristal adalah model elektrostatik yang memprediksi bahwa orbital d dalam kompleks logam tidak terdegenerasi.

Elektron-elektron pada atom pusat yang paling dipengaruhi oleh med an listrik yang ditimbulkan oleh ligan adalah pada orbital d bukan pada orbital p, karena elektron pada orbital d tersebut yang berperan membentuk ikatan dalam ion kompleks (Huheey et al., 1993).

Orbital d bersifat tidak identik dan terbagi menjadi dua kelompok yaitu e dan t . Kelima orbital tersebut tersplit menjadi sub-orbital d , d ,

(6)

commit to user sumbu z dan dx2

-y2 yang berada di sepanjang sumbu x dan y. Keduanya memiliki orientasi arah tepat pada sumbu. Sedangkan orbital-orbital t2gyaitu dx-y, dy-z dan dx-z berada di antara sumbu x, y dan z. Bentuk orbital d ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 6. Kelompok eg(a) dan Kelompok t2g(b) (Huheey et al., 1993)

1) Pembelahan Orbital d pada Kompleks Oktahedral

Logam pada kompleks oktahedral berada pada pusat oktahedron dan ligan berada di enam sudut oktahedron seperti yang ditunjukkan Gambar 7.

Gambar 7. Arah Sumbu x, y dan z pada Kompleks Oktahedral Orbital dz2 dan dx2

-y2 yang berada tepat pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar dibandingkan orbital dx-y, dy-z, dx-z yang disebabkan tolakan dari ligan. Hal ini dikarenakan kenaikan tingkat energi orbital eg (dz2dan dx2

-y2) menjadi lebih besar daripada kenaikan energi pada orbital t2g, sehingga pada orbital eg akan mengalami kenaikan energi dan

(7)

orbital t2g akan mengalami penurunan energy (Huheey et al., 1993).

Diagram pemisahan tingkat energi orbital d dalam medan oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 8, dimana perbedaan energi antara eg dan t2g

adalah ∆0 atau sebesar 10 Dq. Orbital eg memiliki energi 0,6 ∆0 (6 Dq) di atas tingkat energi rata-rata, sedangkan orbital t2gmemiliki energi 0,4 ∆0 (4 Dq) di bawah tingkat energi rata-rata (Lee, 1991). Kekuatan medan ligan dapat digambarkan oleh ∆0, dimana medan ligan kuat memiliki ∆0 lebih besar daripada medan lemah. Hal ini dapat menjelaskan adanya keadaan low spin dan high spin.

Gambar 8. Diagram Pemisahan Tingkat Energi pada Medan Oktahedral (Sharpe et al., 2005)

2) Pembelahan Orbital d pada Kompleks Tetrahedral

Empat ligan tidak secara langsung mendekati orbital-orbital d dari logam, akan tetapi ligan-ligan ini lebih mendekat pada orbital-orbital yang searah dengan sisi kubus (dx-y, dy-zdan dx-z (orbital t2)) daripada orbital yang searah dengan pusat kubus (dz2 dan dx2-y2 (orbital e)). Orbital t2 akan berada pada tingkat energi yang lebih tinggi, sedangkan orbital e akan stabil pada tingkat energi di bawahnya, sehingga diagram tingkat energi yang

(8)

commit to user

Koordinasi oktahedral sering dianalogikan dengan koordinasi kubus. Atom pusat kompleks tetrahedral terletak di tengah kubus dan empat dari kedelapan sudutnya terisi ligan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Arah Sumbu x, y dan z pada Kompleks Tetrahedral

Diagram tingkat energi yang dihasilkan berkebalikan dengan medan oktahedral sebagaimana ditunjukkan Gambar 10. Kompleks tetrahedral mempunyai energi pemisahan lebih kecil daripada kompleks oktahedral yaitu 4/9 ∆oktahedral(∆0) (Huheey et al., 1993).

Gambar 10. Diagram Pemisahan Tingkat Energi pada Medan Tetrahedral (Huheey et al., 1993)

(9)

c. Teori Orbital Molekul

Adanya energi yang dilepas oleh suatu senyawa kompleks menunjukkan bahwa tidak hanya ikatan ionik yang terdapat dalam senyawa kompleks (Huheey et al., 1993). Berdasarkan hal tersebut, teori orbital molekul menjelaskan adanya ikatan kovalen dalam senyawa ko mpleks.

Orbital molekul terbentuk saat atom pusat dan ligan saling berinteraksi pada pembentukan senyawa kompleks (Lee, 1991). Seperti halnya orbital molekul pada molekul-molekul sederhana, pembentukan ikatan pada senyawa kompleks pun melibatkan dua tipe orbital molekul yaitu orbital bonding (σ) dan antibonding (σ*). Selain itu, terdapat tipe orbital nonbonding yang tidak terlibat langsung dalam ikatan. Orbital bonding memiliki energi lebih rendah daripada orbital antibonding (Sharpe et al., 2005). Pembentukan orbital molekul pada berbagai geometri :

1) Oktahedral

Pembentukan orbital molekul pada kompleks oktahedral melibatkan enam orbital logam (orbital s, px, py,pz, dx2y2 dan dz2) serta enam orbital ligan (Sharpe et al., 2005). Orbital ligan yang memiliki simetri sesuai dengan orbital logam akan saling tumpang tindih (overlap) dan dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Sedangkan tiga orbital d logam t2g(dxy, dxz, dyz) merupakan orbital nonbonding yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan.

Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t1udan orbital molekul antibonding t1u*. Orbital dx2y2 dan dz2 membentuk orbital molekul bonding e1g dan orbital molekul antibonding e1g*. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a1g dan orbital molekul antibonding a1g* (Huheey et al., 1993). Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 11.

(10)

commit to user

Gambar 11. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral (Huheey et al., 1993)

2) Tetrahedral

Lima orbital d pada ion logam terpisah menjadi dua kelompok yaitu orbital e (dx2

y2 dan dz2) dan orbital t2 (dxy, dxz, dyz). Orbital dx2 y2 dan dz2 merupakan orbital nonbonding yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t2 dan orbital molekul antibonding t2*. Orbital dxy, dxz, dyz

membentuk orbital molekul bonding t2 dan orbital molekul antibonding t2*. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a1 dan orbital molekul antibonding a1* (Huheey et al., 1993). Sedangkan pada ligan terdapat empat orbital yang memiliki simetri sama dengan orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks tetrahedral ditunjukkan oleh Gambar 12.

(11)

Gambar 12. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Tetrahedral (Huheey et al., 1993)

3. Kompleks Kobalt

Kobalt merupakan suatu logam transisi yang masuk ke dalam golongan VIII B dan periode ke-4 dalam tabel sistem periodik unsur. Unsur kobalt memiliki nomor atom 27, massa atom 58,9332 g/mol, bersifat sedikit magnetis dan melebur pada suhu 1490 ºC. Kobalt mudah larut dalam asam-asam mineral encer dan memiliki bilangan oksidasi umumnya +2 dan +3, akan tetapi +2 relatif lebih stabil (Cotton and Wilkinson, 1988). Konfigurasi elektron Co adalah [Ar] 3d7 4s2, sedangkan konfigurasi elektron Co2+ adalah [Ar] 3d7 4s0yang ditunjukkan oleh Gambar 13.

Gambar 13. Konfigurasi Elektron Co dan Co2+

(12)

commit to user

Li et al., (2016) telah mensintesis kompleks Co(L4)2(NO3)2 dengan Co(NO3)2·6H2O (29.1 mg, 0.100 mmol) dalam metanol dan ligan L4 (22.6 mg, 0.100 mmol) dalam CH2Cl2-MeOH. L4 merupakan Schiff base ligan yang dibuat dengan mereaksikan isonicotinoyl hydrazide dan pyridine-2-carbaldehyde.

Kompleks tersebut bergeometri oktahedral dengan gugus N dan O terkoordinasi pada ion pusat Co2+seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 14. Struktur Kompleks Co(L4)2(NO3)2(Li et al., 2016)

Illiya et al., (2010) telah mensintesis kompleks [Co(II)-(2- feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O yang bergeometri oktahedral dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1:1. Kompleks ini bersifat paramagnetik dengan harga momen magnetik 5,13 BM. Spektrum IR menunjukkan serapan khas vibrasi logam Co dengan ligan 2-feniletilamin yang muncul pada bilangan gelombang di bawah 500 cm-1. Atom pusat Co2+ berkoordinasi dengan N dan O dari ligan seperti yang ditunjukkan Gambar 15.

Gambar 15. Struktur kompleks [Co(II)-(2-feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O (Illiya et al., 2016)

Kompleks [Co(C6H4(OH)COO)(dbdmp)]ClO4 {dbdmp=N,N-diethyl- N',N'-bis((3,5-dimethyl-1H-pyrazol-1-yl)methyl)ethane-1,2-diamine} bergeometri trigonal bipiramida dengan gugus N dan O dari ligan terkoodinasi pada atom

(13)

pusat Co2+ (Solanki et al., 2015). Kompleks tersebut bersifat paramagnetik dan memiliki harga momen magnet 4,32 BM yang mengindikasikan adanya tiga elektron tak berpasangan pada ion Co2+ spin tinggi. Struktur kompleks ini ditunjukkan oleh Gambar 16.

Gambar 16. Struktur Kompleks [Co(C6H4(OH)COO)(dbdmp)]ClO4 (Solanki et al., 2015)

4. Spektrum Elektronik Kompleks Kobalt

Suatu senyawa kompleks memiliki ciri khas yaitu warna yang bervariasi.

Warna ini disebabkan oleh eksitasi elektron dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi (Huheey et al., 1993). Secara umum spektrum elektronik diamati pada daerah Ultra Violet dan Visible (UV-Vis) yaitu pada rentang antara 200-1000 nm. Spektra akan timbul saat elektron berpromosi dari tingkat energi yang lebih rendah menuju tingkat energi di atasnya (Lee, 1991).

Transisi elektronik yang terjadi pada senyawa kompleks merupakan akibat dari pembelahan tingkat energi pada orbital-orbital d oleh suatu medan ligan.

Pemisahan (splitting) orbital d7pada Co2+ menghasilkan tingkat energi 4P dan 4F ditunjukkan dalam diagram orgel seperti yang ditunjukkan oleh Gambar

(14)

commit to user

untuk mencapai tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron yang terdapat pada satu tingkat energi juga dapat melepaskan sejumlah energi untuk kembali ke tingkat dasar.

Gambar 17. Diagram Orgel Co2+ dalam Medan Tetrahedral (Kiri) dan Medan Oktahedral (Kanan) (Sharpe et al., 2005)

Kompleks Co2+ pada [Co(H2O)6]2+ dengan sistem d7 oktahedral menghasilkan tiga pita transisi yaitu 4T1g(F) Ѝ 4T2g(F) yang terletak di dekat daerah inframerah (v1 = 8100 cm-1), transisi 4T1g(F) Ѝ 4A2g(F) dan 4T1g(F) Ѝ

4T1g(P) terletak di dekat daerah tampak (v2= 20000 cm-1). Pada sistem oktahedral tingkat energi 4A2g(F) hampir sama dengan 4T1g(P) karena kedua letak transisi ini saling berdekatan. Hal ini menyebabkan seringnya dijumpai satu pita serapan pada daerah tampak saja. Transisi oktahedral lebih didominasi oleh transisi

4T1g(F) Ѝ 4T1g(P) dengan energi transisi paling tinggi (Cotton and Wilkinson, 1988). Adapun transisi dan panjang gelombang maksimum serapan yang terjadi disajikan oleh Tabel 2.

(15)

Tabel 2. Transisi dan Panjang Gelombang Maksimum [Co(H2O)6]2+(Lee, 1991) Transisi Simbol Frekuensi (cm-1) Panjang Gelombang (nm)

4T1g(F) Ѝ4T2g(F) v1 8100 cm-1 1250

4T1g(F) Ѝ4A2g(F) v2 16000 cm-1 625

4T1g(F) Ѝ4T1g(P) v3 19400 cm-1 515

Kompleks tetrahedral misalnya [CoCl4]2- memiliki tiga kemungkinan transisi, namun hanya terdapat satu serapan pada daerah tampak yaitu pada 15000 cm-1 dan ditandai sebagai v3 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 18. Transisi dan panjang gelombang maksimum serapan yang terjadi pada kompleks [CoCl4]2- ditunjukkan oleh Tabel 3.

Gambar 18. Spektra Elektronik [CoCl4]2-

Tabel 3. Transisi dan Panjang Gelombang Maksimum [CoCl4]2-(Lee, 1991) Transisi Simbol Frekuensi (cm-1) Panjang Gelombang (nm)

4A2g(F) Ѝ4T2g(F) v1 3000-5000 cm-1 3030,30

4A2g(F) Ѝ4T1g(F) v2 7780 cm-1 1724,14

4T1g(F) Ѝ4T1g(P) v3 16250 cm-1 666,67

(16)

commit to user

5. Spektroskopi Serapan Atom

Spektroskopi serapan atom (SSA) digunakan sebagai salah satu metode analisis untuk menghitung kadar logam dalam kompleks. Prinsip kerja SSA adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Hal ini dilakukan dengan menghisap cuplikan melalui selang kapiler dan menyemprotkan ke dalam nyala api yang memenuhi syarat tertentu sebagai kabut yang halus (aerosol).

Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang terlibat dan kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menyiapkan cuplikan dalam bentuk larutan dan dianalisis dengan menggunakan nyala. Cuplikan ini memerlukan perlakuan pendahuluan untuk memperoleh bentuk larutan dengan prosedur yang disesuaikan pada sifat dan jenis cuplikan yang dianalisis. Ada beberapa cara untuk melarutkan cuplikan, anatara lain : (1) cuplikan langsung dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, (2) cuplikan direaksikan dengan asam, (3) cuplikan dilebur dahulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dengan asam. Secara umum prosedur yang paling banyak digunakan adalah dengan melarutkan sampel menggunakan asam murni seperti H2SO4, HNO3dan HCl karena tidak menambah kadar zat padat pada larutan. Penentuan suatu kadar logam dalam sampel dengan metode SSA dapat dilakukan dengan cara kurva kalibrasi atau penambahan standar (Skoog et al., 1998).

Perhitungan kadar logam menggunakan SSA didasarkan pada hukum Lambert-Beer seperti dalam Persamaan 1:

A = Ȝ.b.C ... (1) Keterangan : A = absorbansi

Ȝ= koefisien absorpsi molar b = tebal kuvet

C = konsentrasi

Secara umum, perhitungan kadar logam secara eksperimen tidak jauh berbeda dengan perhitungan secara teori, sehingga dapat diabaikan seperti pada beberapa kompleks Co2+yang ditunjukkan oleh Tabel 4.

(17)

Tabel 4. Kadar Kobalt dalam Kompleks Co2+

Kompleks % Co Teori % Co Eksperimen

[Co(II)-(2-feniletilamin)2

(H2O)4]Cl2.4H2O (Illiya et al., 2010)

11,42 % 11,29 %

[CoL6(NO3)2] {L=3,4,12,13- tetraphenyl-1,2,5,6,10,11,14,15- octaazacyclooctadecane - 7,9,16,18 – tetraone - 2,4,11,13-tetraene}

(Kumar and Chandra, 2011)

7,44 % 7,52 %

[Co2L1].3H2O{L1=1,2,4,5-tetra-amino benzene with 2-hydroxy benzaldehyde}

(Ayad, 2012)

17,45 % 16,97 %

6. Analisis Termal

Analisis termal merupakan suatu pengukuran sifat fisika dan kimia dari material sebagai fungsi temperatur (Skoog et al., 1998). Teknik dalam analisis termal meliputi Thermogravimetric Analyzer (TGA) dan Differential Thermal Analyzer (DTA). Analisis Thermogravimetric Analyzer (TGA) didasarkan pada perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu, sedangkan analisis Differential Thermal Analyzer (DTA) didasarkan pada perubahan kandungan panas antara sampel dan material pembanding inert (alumina, alumunium, silikon, karbida, gelas) sebagai fungsi temperatur, jika temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepetan sama dan konstan (Skoog et al., 1998).

Peristiwa yang terjadi pada sampel yaitu eksotermis dan endotermis.

Kedua peristiwa ini ditampilkan dalam bentuk termogram diferensial sebagai puncak minimum dan maksimum. Puncak minimum menunjukkan peristiwa endotermis dimana terjadi penyerapan panas oleh sampel. Sedangkan puncak maksimum menunjukkan peristiwa eksotermis dimana terjadi pelepasan panas oleh sampel.

Secara umum TG dan DTA digunakan bersamaan dalam analisis kompleks Co2+ yang disebut TG/DTA kompleks Co2+. TG/DTA ini digunakan

(18)

commit to user

dekomposisi ligan. Kantouri et al., (2012) telah mensintesis kompleks [Co(dpamH)2(3-OCH3-salo)]Cl dan menganalisis sifat termal pada kompleks seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. Termogram tersebut menunjukkan adanya dua puncak endoterm. Puncak endoterm pertama terdapat pada suhu 200

0C dan 2360C yang ditandai dengan penurunan masa. Puncak kedua tedapat pada suhu 545-1400 0C yang merupakan penghilangan bagian-bagian organik sisa dipiridilamin dari residu logam kobalt.

Gambar 19. Termogram DTA (kanan) dan TG (kiri) Kompleks [Co(dpamH)2(3-OCH3-salo)]Cl (Kantouri et al., 2012)

7. Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik merupakan ukuran kekuatan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik (Rivai, 1995). Senyawa yang dapat menghantarkan arus listrik hanyalah senyawa elektrolit yang mengandung ion-ion di dalamnya.

Pengukuran daya hantar listrik digunakan untuk mengetahui sifat senyawa kompleks apakah bersifat netral atau ionik. Anion dalam kompleks dapat berkedudukan sebagai ligan atau counter ion. Dengan membandingkan nilai daya hantar kompleks dengan daya hantar larutan senyawa ionik yang sudah diketahui molarrnya maka dapat diperkirakan jumlah ionnya (kation atau anion).

Berdasarkan perbandingan tersebut kedudukan anion dalam kompleks dapat

(19)

diperkirakan apakah terkoordinasi pada atom pusat sebagai ligan atau hanya sebagai counter ion.

Daya hantar listrik larutan elektrolit pada tiap temperatur tergantung pada ion-ion yang terkandung di dalamnya. Larutan dengan jumlah ion yang banyak akan menghantarkan arus lebih besar daripada larutan dengan jumlah ion sedikit.

Selain jumlah ion, daya hantar listrik juga dipengaruhi oleh ukuran ion, konsentrasi larutan dan viskositas larutan (Szafran et al., 1991).

Daya hantar listrik yang ditimbulkan oleh satu mol zat disebut sebagai daya hantar listrik molar (konduktivitas molar), yang dirumuskan oleh Persamaan (2).

Λm= C

K ... (2) Keterangan :

Λm = daya hantar molar (S.cm2.mol-1)

K = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S.cm-1) C = konsentrasi larutan elektrolit (mol.cm-3)

Jika satuan Λm adalah S.cm2.mol-1 dan satuan konsentrasi adalah mol.L-1 maka Persamaan (3) menjadi :

Λm= C

K

1000 ... (3)

Keterangan :

Λm = daya hantar molar (S.cm2.mol-1)

K = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S.cm-1) C = konsentrasi larutan elektrolit (mol.L-1)

Jika daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah terkoreksi (K*) dalam satuan μ s cm-1 maka daya hantar molar larutan elektronik dapat ditulis seperti Persamaan (4).

Λm = C K

1000 ... (4)

(20)

commit to user Keterangan :

Λm = daya hantar molar (S.cm2.mol-1)

*

K = daya hantar listrik spesifik terkoreksi (μ.S.cm-1)

= K larutan kompleks - Kpelarut C = konsentrasi larutan elektrolit (mol.L-1)

Pengukuran daya hantar listrik memberikan informasi jumlah ion (kation dan anion) yang terdapat dalam kompleks, sehingga pengukuran daya hantar listrik dapat digunakan untuk merumuskan senyawa kompleks yang terbentuk (Szafran et al., 1991). Beberapa contoh senyawa kompleks Co2+ dan harga konduktivitas molarnya ditunjukkan oleh Tabel 5.

Tabel 5. Konduktivitas Molar Beberapa Kompleks Co2+

Kompleks Λm

(S.cm2.mol-1) Perbandingan kation:anion [Co(L5)2(NCS)2]

(L5= 2-{[pyridin-2- ylmethylidene] amino}

benzenethiol) 2ൈ10-3M dalam pelarut metanol

(Ghosh et al., 2015)

6 Nonelektrolit

[CoHL.EtOH] 1ൈ10-3M dalam pelarut DMF

(El-wakiel et al., 2015)

0,5 Non elektrolit

8. Spektroskopi Infra Merah

Atom-atom dalam molekul tidak hanya diam di tempat, melainkan mengalami getaran (vibrasi) relatif satu sama lain. Apabila getaran atom-atom tersebut menghasilkan perubahan momen dwikutub, akan terjadi penyerapan radiasi infra merah pada frekuensi yang sama dengan frekuensi vibrasi alamiah molekul tersebut (Fessenden and Fessenden, 1986).

Pembentukan kompleks dapat ditandai oleh beberapa hal yaitu terjadinya pergeseran serapan panjang gelombang maksimum (λmaks) spektra UV-Vis dan

(21)

terjadinya pergeseran serapan gugus fungsi spektra IR yang disebabkan karena adanya ikatan koordinasi (Sonmez, 2003). Gugus fungsi tertentu yang dapat menyerap sinar infra merah antara lain:

a. Gugus - gugus pada cincin aromatis

Vibrasi gugus C=C cincin aromatis terkonjugasi menunjukkan serapan pada daerah 1650-1600 cm-1. Serapan untuk gugus C-H cincin aromatis berada pada daerah 3100-3000 cm-1(Silverstein, 2005).

b. Oksigen - Hidrogen

Gugus O-H fenol atau alkohol bebas mempunyai serapan kuat pada daerah 3700-3584 cm-1, sedangkan gugus O-H yang berikatan hidrogen menunjukkan serapan pada daerah 3550-3200 cm-1 (Silverstein, 2005).

c. Nitrogen-Hidrogen

Vibrasi ulur gugus N-H primer dengan cuplikan padatan terlihat dua pita serapan yang sedang di daerah dekat 3288 (as) dan 3396 (s) (Min et al., 2013). N-H sekunder menunjukkan serapan lemah di daerah 3330-3060 cm-1. Vibrasi tekuk NH2 dalam keadaan padat terletak di dekat 1655-1620 cm-1 (Silverstein, 2005).

d. Sulfur - Oksigen

Gugus SO2 asimetris menunjukkan serapan pada daerah 1390-1290 cm-

1, sedangkan gugus SO2 simetris pada daerah 1190-1120 cm-1 (Stuart, 2004).

Serapan gugus S=O berada pada daerah 1050-1000 cm-1(Silverstein, 2005).

e. Karbon - Nitrogen

Gugus C-N primer, sekunder dan tersier tak terkonjugasi mempunyai serapan medium pada daerah 1250-1020 cm-1. Untuk gugus C-N terkonjugasi mempunyai serapan kuat pada daerah 1342-1266 cm-1 (Silverstein et al., 2005).

f. Karbon – Sulfur

Gugus C-S ulur mempunyai serapan pada daerah 600–700 cm-1 (Silverstein et al., 2005).

(22)

commit to user

[CoL6(H2O)2][PF6] {L6=cephalexin 2,6-diacetylpyridine bis(hydrazone)} yang mengalami pergeseran serapan gugus -NH ke arah yang lebih kecil yaitu dari 3346 cm-1menjadi 3341 cm-1(Anacona et al., 2015).

9. Sifat Magnetik

Suatu kompleks logam transisi dapat bersifat paramagnetik dan diamagnetik. Sistem ion atau atom yang mempunyai satu atau lebih elektron pada orbitalnya yang tidak berpasangan menimbulkan sifat paramagnetik. Jika senyawa paramagnetik ditempatkan dalam medan magnet luar maka magnet permanen dalam masing-masing atom akan bergerak dan tertarik ke arah yang sama seperti medan magnet luar. Selain bersifat paramagnetik suatu kompleks juga bersifat diamagnetik dengan elektron pada orbitalnya dalam keadaan berpasangan semua.

Sifat ini timbul akibat interaksi medan magnet luar dengan medan magnet induksi dalam orbital elektron yang penuh, medan magnet induksi menolak medan magnet luar. Oleh karena itu, kerentanan diamagnetik bertanda negatif (Canham and Overton, 2010).

Senyawa kompleks dengan orbital d dan f yang belum terisi penuh, dapat diketahui rentang sifat kemagnetannya, yang tergantung pada tingkat oksidasi, konfigurasi elektron dan bilangan koordinasi atom logamnya. Perkalian kerentanan spesifik (Xg) dari suatu senyawa dengan berat molekulnya akan diperoleh harga kerentanan molar (XM) yang dapat dihubungkan dengan momen paramagnetik permanen (μ) suatu molekul dengan Persamaan (5) (Huheey, 1993).

XM= RT N

3

2

2P ... (5)

N adalah bilangan Avogadro, R adalah tetapan gas ideal, T adalah suhu (dalam K) dan μ dalam satuan BM (1 BM = eh/4mπ). Dari Persamaan (5) dapat diketahui besarnya harga μ, yaitu dengan :

μ =

2 2

3 1

»¼º

«¬ª N

RTXM ... (6)

μ = 2,84 (XMT) ½ ... (7)

(23)

Harga μ dapat diubah ke dalam jumlah spin elektron tak berpasangan, dengan menyertakan kontribusi paramagnetik dan diamagnetik. Kontribusi diamagnetik dari suatu senyawa dapat diperoleh dari jumlah kerentanan diamagnetik setiap komponennya. Dengan demikian diperoleh kerentanan molar terkoreksi, seperti ditunjukkan oleh persamaan 8.

XA= XM- Xl... (8) Keterangan :

XA = kerentanan molar terkoreksi XM = kerentanan molar

Xl = faktor koreksi diamagnetik

Harga faktor koreksi diamagnetik dari beberapa ion dan molekul ditunjukkan oleh Tabel 6.

Tabel 6. Faktor Koreksi Diamagnetik Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan Molekul (cgs 10-6) (Huheey et al., 1993)

No Kation/Anion/Atom Netral/Molekul Faktor Koreksi (10-6cgs)

1. Co2+ -13,00

2. O -4,61

3. H -2,93

4. C aromatik -6,24

5. N alifatik -5,57

6. H2O -13,00

Sehingga persamaan (9) dapat ditulis menjadi :

μ = 2,84 (X AT) 1/2 ... (9) Senyawa kompleks dengan spin tinggi mempunyai rumus momen paramagnet permanen (μs) secara teoritis :

μs = 2 [S (S+1)]1/2...(10) Persamaan (10) dikenal dengan formula spin-only, dimana S adalah bilangan kuantum momentum anggular spin, S berhubungan dengan jumlah elektron tak berpasangan (n) = S/2, sehingga didapatkan Persamaan 11 (Lee, 1991).

μs = [n(n+2)] ½... (11) Keterangan :

(24)

commit to user n = jumlah elektron yang tidak berpasangan

Ion Co2+ mempunyai konfigurasi elektron d7 dan bersifat paramagnetik.

Harga momen magnet efektif kompleks Co2+ spin tinggi dengan tiga elektron tidak berpasangan adalah 3,87 BM sedangkan secara eksperimen berkisar antara 4,3-5,2 BM seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 (Lee, 1991). Sedangkan untuk kompleks kobalt spin rendah mempunyai momen magnetik 2,0 – 2,7 BM (Sharpe, 2005).

Tabel 7. Harga Momen Magnet pada Kompleks Spin Tinggi (Lee, 1991)

Ion Jumlah elektron tak berpasangan

Momen magnet secara teori

>

( 1)

@

1/2

2 s s

P

eff

Momen magnet secara eksperimen

Mn2+, Fe3+ 5 5,92 5,7-6,0

Fe2+ 4 4,90 5,0-5,6

Co2+ 3 3,87 4,3-5,2

Ni2+ 2 2,83 2,9-3,9

Cu2+ 1 1,73 1,9-2,1

Beberapa contoh kompleks Co2+ dengan harga momen magnet efektif ditunjukkan oleh Tabel 8.

Tabel 8. Harga Momen Magnet Efektif dan Bentuk Geometri Beberapa Kompleks

No. Senyawa kompleks μeff

(BM) Geometri 1 [CoL7(NO3)2] {L7=(3,4,12,13-tetraphenyl-

1,2,5,6,10,11,14,15-octaazacyclooctadecane- 7,9,16,18-tetraone-2,4,11,13-tetraene}

(Kumar and Chandra, 2011)

4,72 Oktahedral

2 [Co(isn)2(py)2] (isn= deprotonated hydrazone, py= pyridyl) (Roztocki et al., 2016)

4,5 Oktahedral

(25)

10. Dapson

Dapson (4,4’-diaminodiphenylsulfone) merupakan turunan anilin yang termasuk dalam gugus sulfon sintetis (Wozel, 2014) yang memiliki aktivitas antibakteri terutama terhadap Mycobacterium leprae (Grebogi, 2011). Dapson memiliki atom donor N pada gugus NH2, serta O dan S pada gugus SO2 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 20.

Gambar 20. Struktur Molekul Dapson

Lima kompleks Cu(II)-Dapson telah disintesis oleh Tella and Obaleye (2009) dengan menggunakan berbagai counter ion dari garam tembaga (sulfat, nitrat, klorida) dan berbagai macam pelarut. Atom N pada gugus –NH2 dapson terkoordinasi dengan atom pusat Cu(II) sehingga terjadi koordinasi monodentat (Gambar 21).

Gambar 21. Struktur Kompleks [Cu(L8)2Cl2](CH3OH)2 {L8=dapson} (Tella and Obaleye, 2009)

11. Bakteri

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki

(26)

commit to user

berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler (Jawetz et al., 2008).

Berdasarkan klasifikasi komponen pada dinding sel, bakteri dibedakan menjadi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif memiliki satu lapisan dinding sel yang berupa peptidoglikan. Kandungan lipid bakteri gram positif lebih rendah (1-4%). Lembar peptidoglikan bersifat rentan terhadap lisosom sehingga dinding sel pada bakteri gram positif mudah rusak oleh senyawa bakterisidal, salah satu bakteri gram positif adalah Staphylococcus aureus. Sedangkan bakteri gram negatif memiliki tiga lapisan pada dinding sel yaitu lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida. Kandungan lipid bakteri gram negatif cukup tinggi, yaitu 11-22%. Bakteri gram negatif umumnya kurang rentan terhadap lisosom dan kurang resisten terhadap gangguan fisik sehingga tidak mudah dirusak oleh senyawa bakterisidal (Jawetz et al., 2008).

Beberapa bakteri diantaranya merupakan bakteri patogen yang sifatnya lebih berbahaya dan dapat menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik, misalnya Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa (Mpila et al., 2012).

a. Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri anaerob fakultatif gram negatif berbentuk batang, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora seperti ditunjukkan pada Gambar 22. Bakteri ini merupakan penghuni normal usus (Arisman, 2009), namun demikian serotipe tertentu dapat menyebabkan sakit pada manusia (Djoepri, 2006).

Escherichia coli umumnya hidup pada rentang 20-40 oC, optimum pada 37 oC (Dwidjoseputro, 1988). Nilai pH optimum pertumbuhan Escherichia coli adalah 6,0-8,0; dengan pH minimum 4,3-4,4 dan pH maksimum 9,0-10; sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan Escherichia coli 37-41 °C, dengan suhu minimum 3-10 °C dan suhu maksimum 48-50 °C.

(27)

Gambar 22. Bakteri Escherichia coli (Robert, 2009)

Dinding sel bakteri tersusun atas membran luar dan peptidoglikan.

Peptidoglikan yang terkandung dalam dinding sel bakteri memiliki struktur lebih kompleks dibanding gram positif. Peptidoglikan berfungsi mencegah lisis sel di dalam media hipotonis, menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada sel. Membran luar mengandung protein, terutama protein porin yang berperan sebagai jalur pengangkutan dan sekaligus sebagai sawar bagi molekul-molekul yang mampu melewati membran bagian luar. Membran luar menutupi lapisan peptidoglikan. Membran luar terdiri dari fosfolipid (lapisan dalam) dan lipopolisakarida (lapisan luar) (Jawetz et al., 2008).

b. Staphylococcus aureus

Sel bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat atau kokus, diameternya 0,5 sampai 1,5 μm, tidak menghasilkan spora dan pada sel- selnya terdapat dalam kelompok seperti buah anggur atau membentuk tetrad (Supardi dan Sukamto, 1999). Staphylococcus aureus bersifat non-motil, nonspora, anaerob fakultatif, katalase positif dan oksidase negatif seperti ditunjukkan Gambar 23. Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5-46º C dan pada pH 4,2-9,3. Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter mencapai 4 mm.

Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigenik dan merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel.

Peptidoglikan merupakan suatu polimer polisakarida yang mengandung

(28)

commit to user

Gambar 23. Bakteri Staphylococcus aureus (Todar ,2011)

12. Antibakte ri

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).

Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.

Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988).

Menurut Madigan et al., (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, senyawa antibakteri mempunyai tiga macam efek terhadap pertumbuhan bakteri yaitu:

a. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat sintesis protein atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antibakteri pada kultur mikroba yang berada pada fase logaritmik. Setelah

(29)

penambahan zat antibakteri pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap.

b. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis sel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antibakteri pada kultur mikroba yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun.

c. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan antibakteri. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antibakteri pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun.

13. Pengujian Antibakteri

Pengujian antibakteri adalah teknik untuk mengukur seberapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi suatu mikroorganisme. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya :

a. Metode difusi 1) Kirby-Bauer

Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan dan dikenal juga sebagai Kirby-Bauer test. Koloni bakteri dibuat dalam bentuk suspensi dengan menambahkan akuabides steril hingga kekeruhan tertentu sesuai standar konsentrasi bakteri. Kertas cakram yang mengandung konsentrasi tertentu obat atau bahan simplisia ditempatkan di atas permukaan medium padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Media tersebut kemudian diinkubasi 37°C selama 24 jam. Selanjutnya diamati adanya zona inhibisi (zona jernih) di sekitar kertas cakram yang

(30)

commit to user 2) Cara Sumuran

Suspensi bakteri diratakan pada medium agar, kemudian agar tersebut dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan.

Larutan antibiotik yang digunakan diteteskan ke dalam sumuran.

Diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Dibaca hasilnya seperti pada cara Kirby-Bauer (Jawetz et al., 2008).

3) Cara Pour Plate

Setelah dibuat suspensi kuman dengan larutan Perbenihan cair Brain Heart Infusion Broth (BHI) sampai konsentrasi standar, lalu diambil satu mata ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml agar base 1,5% dengan suhu 50oC (Jawetz et al., 2008). Suspensi kuman tersebut dibuat homogen dan dituang pada medium agar Mueller Hinton. Setelah bek u, kemudian dipasang disk antibakteri (diinkubasi 15-20 jam pada suhu 37 oC) dibaca dan disesuaikan dengan standar masing-masing antibakteri (Jawetz et al., 2008).

b. Metode dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir antimikroba dilarutkan dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja.

Uji kepekaan cara dilusi cair dengan menggunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai, namun kini ada cara yang lebih sederhana dan banyak dipakai, yakni menggunakan microdilution plate. Keuntungan uji mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mematikan bakteri (Jawetz et al., 2008).

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).

(31)

1) Metode dilusi cair/broth dilution

Metode ini bertujuan mengukur Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri uji.

Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimum (KHM), selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai Kadar Bunuh Minimal (KBM).

2) Metode dilusi padat

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid).

2. Kerangka Pe mikiran

Senyawa kompleks terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi antara ion logam yang mempunyai orbital kosong dengan ligan yang merupakan pendonor elektron. Co2+ merupakan salah satu logam transisi dengan konfigurasi d7 yang mempunyai orbital kosong sedangkan ion dapson berperan sebagai ligan yang mempunyai beberapa gugus fungsi donor pasangan elektron bebas yaitu gugus -NH2 dan –SO2 yang terikat pada benzena yang mempunyai kemungkinan terkoordinasi pada ion pusat Co2+.

Pada senyawa kompleks Co2+-dapson ada beberapa kemungkinan atom donor N terikat pada atom pusat Co2+, antara lain ikatan atom N primer pada ligan dengan pusat Co2+karena N primer memiliki efek sterik yang lebih kecil sehingga lebih leluasa untuk berkoordinasi dengan Co2+. Pada umumnya Co2+ lebih tertarik untuk berikatan dengan atom N daripada O (Zhu et al., 2014; Solanki et al., 2015; Mechria et al., 2015; Jing et al., 2016; Li et al, 2016). Hal ini dikarenakan

(32)

commit to user

seperti ini sama halnya seperti kompleks [Cu(L8)2Cl2](CH3OH)2, dimana atom N primer pada dapson terkoordinasi pada logam Cu(II) (Tella and Obaleye, 2009).

Kompleks Co2+ pada umumnya membentuk kompleks dengan bilangan koordinasi 6 dengan struktur oktahedral. Kompleks dapson dengan Cu(II) dan Ni(II) (Tyagi dan Kumar, 2014) dan Co(II) (Vijayalakshmi et al, 2015) bersifat paramagnetik, ini berarti dapson merupakan ligan lemah. Kompleks Co2+ yang mempunyai konfigurasi d7 dengan pengaruh medan ligan lemah berada dalam keadaan spin tinggi dengan tiga elektron tidak berpasangan memiliki harga momen efektifnya (μeff) berkisar antara 4,3-5,2 BM (Lee, 1991). Co2+ pada medan oktahedral akan muncul tiga transisi yaitu 4T1g(F)→4T2g(F), 4T1g(F)→4A2g(F) dan 4T1g(F) →4T1g(P), namun biasanya transisi yang muncul hanya dua atau bahkan satu.

Menurut Asemave et al., (2015) serta Tella and Obaleye (2009), suatu ligan yang dikoordinasikan pada ion logam mampu meningkatkan aktivitas antibakteri dibandingkan ligan bebas dan ion logamnya. Oleh karena itu ligan dapson yang dikomplekskan dengan Co2+ diharapkan dapat meningkatkan sifat lipofilik Co2+ sehingga memudahkan kompleks Co2+-dapson menembus dinding sel bakteri. Gugus-gugus fungsi pada protein dan DNA bakteri seperti –SH dan – PO3- dapat terkoordinasi pada atom pusat Co2+ sehingga mengganggu pembentukan dinding sel dan menghambat pertumbuhan bakteri.

3. Hipotesis

1. Kompleks Co2+ dengan dapson dapat disintesis dengan mereaksikan larutan Co(NO3)2.6H2O dan larutan dapson dalam metanol.

2. Kompleks Co2+ dengan dapson bersifat paramagnetik. Gugus fungsi yang terkoordinasi pada ion pusat Co2+ adalah N-H dari gugus dapson dan diperkirakan bergeometri oktahedral.

3. Kompleks Co2+-dapson memiliki efektivitas antibakteri yang lebih tinggi daripada dapson dan Co(NO3)2.6H2O.

Gambar

Gambar 1. Struktur L 2 (Li et al., 2016)
Gambar 2. Struktur Kompleks [Co(L 3 )Cl(H 2 O)]Cl . H 2 O (Panja, 2014)
Gambar 4. Struktur Kompleks bis(2-(1H-benzimidazol-yl)benzenesulfonami- bis(2-(1H-benzimidazol-yl)benzenesulfonami-dato)-cobalt(II) (Ashraf et al., 2015)
Tabel 1. Bentuk Geometri dan Ikatan Hibrida dari Beberapa Orbital  (Sharpe, 2005)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Nilai Z hitung = 0,300 lebih kecil dari Z tabel dengan tingkat signifikansi 0,05 yaitu sebesar 1,96 maka dapat disimpulkan bahwa koefisien mediasi 0,0591 tidak

Transkip observasi Pada hari Sabtu, 12 Maret 2016 pukul 09.00-09.30, siswa kelas V SDN 02 Maguan mengikuti kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sebelum mengajar guru

pada gabah kualitas GKP yaitu Varietas Galur terdapat di Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, sedangkan harga gabah terendah kelompok kualitas GKP yaitu

Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa mampu: (a) memahami pengertian media pembelajaran, (b) memahami tujuan, manfaat dan fungsi media pembelajaran, (c) memahami ciri

3.7. Menjelaskan jenis layanan aplikasi komunikasi online 3.8. Menjelaskan persyaratan penggunaan layanan aplikasi 3.9. Mengidentifikasi jenis materi audio visual.

2) Hasil Pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan oleh 2 tahun setelah tahun 3tahun Dinilai kembali.. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

This research was about an intervention developed for students at the junior high school level, in which the researcher was teaching the concept of angles through paper

Pada dasarnya modal sosial berhubungan erat dengan konsep perencanaan, konteks perencanaan yang dimaksudkan disini yaitu suatu metadisiplin ilmu dengan fokusan utama