• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI DAN APLIKASI ABU BIJI PEPAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISASI DAN APLIKASI ABU BIJI PEPAYA"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI DAN APLIKASI ABU BIJI PEPAYA (Carica Papaya) SEBAGAI KATALIS HETEROGEN DALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK

KELAPA SAWIT (RBD PALM OLEIN)

SKRIPSI

Oleh

HELEN LAURA MARIANCE PURBA 160405004

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)
(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan laporan hasil penelitian dengan judul ‘Karakterisasi dan Aplikasi Abu Biji Pepaya (Carica Papaya) sebagai Katalis Heterogen dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit (Rbd Palm Olein)”. Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Pada penulisan laporan hasil ini, Penulis banyak mendapat masukan dan bantuan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si., IPM selaku Dosen Pembimbing atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan pembuatan skripsi.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Renita Manurung, M.T. dan Ibu Dr. Ir. Iriany M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran demi kesempurnaan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Bambang Trisakti, M.Si. selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Dosen dan Staf Teknik Kimia USU yang telah membantu penulis selama perkuliahan.

6. Kedua orang tua dan adik-adik saya (Esterina, Aldes, Siti) juga keluarga Aara lestari (bang Hari, kak Eci, Aara dan Aarin, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberi dukungan moral dan materiil.

7. Sahabat saya Siska Pardede dan adik Hari Pratama Sura yang selalu berbaik hati dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Partner kerja praktek Astriid, grup TRP (Siska, David, Frans), terimakasih atas kerjasama yang baik selama ini.

9. “Pardolok Family” (Iban Bonke, Hyung Alfian, Siska, Kalok, Astriid, Dian, Era, Ruth, Gaby, Acik, Suwanty, Olip, Suwanty, There, Debby, Desy, Putri, yang selalu menghibur dan memberi semangat kepada penulis.

(6)
(7)

DEDIKASI

Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk:

Kedua orang tua tersayang,

Bapak saya “Ruselman Purba” yang sangat baik hati, trimakasih telah mengajarkan segala yang baik dalam hidup dan selalu berjuang dalam kesulitan apapun.

Mama Saya “Rince Manik” yang selalu sabar meghadapi anaknya, trimakasih sudah selalu menjadi tempat nangis sambil curhat, trimakasih karna selalu berjuang

dan telah menjadi ibu yang baik.

Juga adik “Esterina purba, Aldes Samuelson Purba, Siti Oktavia Purba”, kalian juga adik-adik yang baik semoga kelak bisa menyelesaikan sekolah dengan baik.

Kepada seluruh kelurga besar manik dan keluarga besar purba.

God leads and bless us.

(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Helen Laura Mariance Purba NIM : 160405004

Tempat/Tanggal Lahir : Bangun Selamat, 21 Oktober 1997

Nama Orang Tua : Ruselman Purba dan Rince Manik Alamat Orang Tua : Desa Bahapal Raya, Dusun Bangun Selamat, Kec Raya, Kab Simalungun, Sumatera Utara

Asal Sekolah :

 SD N 091326 Bahapal Raya, 2004-2010

 SMP N 1 RAYA, 2010-2013

 SMA N 1 RAYA 2013-2016 Pengalaman Organisasi/kerja:

1. Dewan Pengurus Organisasi Divisi Tri Darma Perguruan Tinggi pada organisasi Ikatan Mahasiswa Simalungun- Universitas Sumatera Utara (IMA-USU) periode 2019/2020

2. Panitia Penerimaan angota baru IMAS USU bidang seksi acara tahun 2017.

3. Panitia IMAS-USU Peduli Pendidikan Simalungun (IPPS) bidang pembuatan soal try-out tahun 2018.

4. Panitia Pengabdian Masyarakat Desa bidang hubungan masyarakat tahun 2018.

5. Panitia natal teknik kimia tahun 2019 bidang Acara.

6. Anggota Pengurus bidang Sosial dan Rohani Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) USU Periode 2019-2020

7. Kerja Praktek di PT. Socfin Indonesia- Socfindo, pada 04 Agustus-31 Agustus 2020.

(9)

ABSTRAK

Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri dari ester metil asam lemak yang dihasilkan dari proses transesterifikasi antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol dengan bantuan suatu katalis. Katalis heterogen dapat dihasilkan dari beberapa biomassa tertentu, salah satunya adalah biji papaya. Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi abu biji pepaya hasil kalsinasi, mengaplikasikan abu biji pepaya sebagai katalis untuk pembuatan biodiesel dari minyak sawit serta mengevaluasi kualitas biodiesel yang dihasilkan dan membandingkan dengan standar SNI dan Eropah. Serbuk biji pepaya dikalsinasi pada suhu 500, 600, dan 700 °C selama 3 jam, menghasilkan abu biji papaya. Serbuk dan abu biji papaya dianalisis menggunakan SEM-EDX dan FTIR. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa serbuk biji papaya mengandung oksida-oksida logam seperti K2O, CaO. Setelah porses kalsinasi, kandungan oksida-oksida logam dalam abu biji papaya mengalami peningkatan. Abu biji papaya selanjutnya diaplikasikan pada pembuatan biodiesel melalui proses transesterifikasi. Varibel yang diamati pada proses transesterifikasi jumlah katalis yang digunaan (1, 2, 3, dan 4 %), suhu reaksi (55, 60, dan 65 °C), rasio mol minyak terhadap metanol (1 : 9, dan 1 : 12, 1 : 15), dan waktu reaksi (90, 120, 150, dan 180 menit). Percobaan dilakukan hingga didapat titik optimum pada masing-masing variabel. Yield biodiesel tertinggi 98,06 % diperoleh pada penggunaaan katalis hasil kalsinasi 600 °C, jumlah katalis 2 %, suhu reaksi 60 °C, rasio mol 1 : 12 dan waktu reaksi 120 menit. Hasil yang diperoleh menegaskan bahwa abu biji papaya dapat digunakan sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel.

Kata Kunci: Abu Biji Pepaya, Kalsinasi, Katalis Heterogen, Minyak Kelapa Sawit (RBDPO), Transesterifikasi, Yied Biodiesel

(10)

ABSTRACT

Biodiesel is a fuel consisting of fatty acid methyl esters produced from the process of transesterification between vegetable oil or animal fat with alcohol with the help of a catalyst. Heterogeneous catalysts can be produced from certain types of biomass, one of which is papaya seeds. The purpose of this study was to characterize calcined papaya seed ash, apply papaya seed ash as a catalyst for biodiesel production from palm oil and compare the quality of the biodiesel produced with SNI and European standards. Papaya seed powder was calcined at temperatures of 500, 600, and 700

°C for 3 hours, yielding papaya seed ash. Papaya seed powder and ash were analyzed using SEM-EDX and FTIR. The results of this analysis indicate that papaya seed powder contains metal oxides such as K2O, CaO. After the calcination process, the content of metal oxides in papaya seed ash increased. Papaya seed ash was applied to the production of biodiesel through a transesterification process. The variables observed in the transesterification process were the amount of catalyst used (1, 2, 3, and 4 %), reaction temperatures (55, 60, and 65 °C), mole ratio of oil to methanol (1 : 9, and 1 : 12, 1: 15), and reaction times (90, 120, 150, and 180 minutes). The experiment was carried out until the optimum point was obtained for each variable. The highest biodiesel yield of 98.06% was obtained when the catalyst was calcined at 600 °C, the amount of catalyst was 2%, the reaction temperature was 60 °C, the mole ratio was 1 : 12 and the reaction time was 120 minutes. The result obtained indicate that papaya seed ash can be used as a catalyst in the production of biodiesel.

Keywords: Calcination, Heterogeneous Catalyst, Palm Oil (RBDPO), Papaya Seed Ash, Transesterification, Yied Biodiesel.

(11)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PRAKATA ... iv

DEDIKASI ... vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Biodiesel ... 8

2.2 Transesterifikasi ... 9

2.3 Katalis ... 11

2.3.1 Biji Pepaya ... 13

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Transesterifikasi ... 14

2.5 Standard Mutu Biodiesel ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1 Metode Penelitian ... 19

3.2 Bahan Penelitian ... 19

3.3 Peralatan Penelitian ... 19

3.4 Rancangan Penelitian ... 20

(12)

3.4.1 Tahap Pembuatan Katalis Abu Biji pepaya ... 20

3.4.2 Pembuatan biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dengan Proses Transesterifikasi ... 20

3.5 Prosedur Penelitian ... 21

3.5.1 Prosedur Tahap Pembuatan Katalis Abu Biji Pepaya ... 21

3.5.2 Prosedur Transesterifikasi ... 21

3.6 Flowchart Penelitian ... 22

3.6.1 Flowchart Tahap Pembuatan Katalis Abu Biji Pepaya ... 22

3.6.2 Flowchart Proses Transesterifikasi ... 23

3.7 Prosedur Analisis... 24

3.7.1 Analisis Kadar Air Bahan Baku Minyak Kelapa Sawit ... 24

3.7.2 Analisis Gugus Fungsi ... 25

3.7.3 Anaisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) ... 25

3.7.4 Analisis Morfologi dan Unsur pada Katalis ... 25

3.7.5 Analisis Komposisi Kelapa Sawit dan Metil Ester ... 25

3.7.6 Analisis Densitas dan Viskositas Kinematik ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Analisis Bahan Baku... 26

4.1.1 Hasil Analisis Minyak Sawit ... 26

4.1.2 Hasil Analisis SEM-EDX Serbuk dan Abu Biji Pepaya ... 27

4.1.3 Hasil Analisis FTIR Serbuk dan Abu Biji Pepaya... 30

4.2 Analisa Proses Transesterifikasi ... 31

4.2.1 Pengaruh Suhu Kalsinasi Terhadap Yield Biodiesel ... 31

4.2.2 Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield Biodiesel ... 33

4.2.3 Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Yield Biodiesel... 34

4.2.4 Pengaruh Rasio Mol Terhadap Yield Biodiesel ... 35

4.2.5 Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Yield Biodiesel ... 37

4.3 Analisis Sifat Fisika Biodiesel ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Struktur Kimia Proses Transesterifikasi ... 9

Gambar 2.2 Reaksi Berturut-turut Transesterifikasi Trigliserida dan Methanol ... 10

Gambar 2.3 Biji Pepaya ... 14

Gambar 3.1 Flowchart Tahap Pembuatan Katalis Abu Biji Pepaya ... 22

Gambar 3.2 Flowchart tahap Transesterifikasi Minyak Sawit... 24

Gambar 4.1 Hasil Analisis SEM (a) Serbuk Biji Pepaya, dan Hasil Kalsinasi Abu Biji Pepya pada (b) 500 °C, (c) 600 °C, dan (d) 700 °C pada Perbesaran 3000 kali... 29

Gambar 4.2 Hasil Analisis FTIR Serbuk dan Abu Biji Pepaya ... 30

Gambar 4.3 Pengaruh Suhu Kalsinasi Terhadap Yield Biodiesel pada Kondisi Jumlah Katalis 3 %, Suhu Reaksi 60 °C, Rasio Mol Minyak Terhadap Metanol 1 : 12 , dan Waktu Reaksi 120 Menit ... 32

Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 °C, Suhu Reaksi 60 °C, Rasio Mol Minyak Terhadap Metanol 1 : 12, dan Waktu Reaksi 120 Menit ... 33

Gambar 4.5 Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Yield Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 °C, Jumlah Katalis 2 %, Rasio Mol Minyak Terhadap Metanol 1 : 12, dan Waktu Reaksi 120 Menit ... 35

Gambar 4.6 Pengaruh Rasio Mol Terhadap Yield Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 °C, Jumlah Katalis 2 %, Suhu Reaksi 60 °C, dan Waktu Reaksi 120 Menit ... 36

Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Yield Biodiesel pada Kondisi Suhu Kalsinasi 600 °C, Jumlah Katalis 2 %, Suhu Reaksi 60 °C, dan Rasio Mol Minyak Terhadap Metanol 1 : 12 ... 37 Gambar C.1 Reaksi Transesterifikasi dengan Metanol ... C-1 Gambar D.1 Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit ... D-1 Gambar D.2 Hasil Analisis FTIR Abu Biji Pepaya ... D-2 Gambar D.3 Hasil Analisis SEM (a) Serbuk Biji Pepaya (b) Abu Biji Pepaya... D-2 Gambar D.4 Hasil Analisis EDX Serbuk Biji Pepaya... D-3 Gambar D.5 Hasil Analisis EDX Abu iji Pepaya ... D-4

(14)

Gambar E.1 Minyak Sawit ... E-1 Gambar E.2 (a) Serbuk Biji Pepaya Sebelum Kalsinasi dan (b) Abu

Biji Pepaya Hasil Kalsinasi ... E-1 Gambar E.3 (a) Proses Transesterifikasi, (b) Proses Pemisahan Metil

Ester dan Gliserol, (c) Proses Pencucian Metil Ester,

dan (d) Produk Akhir Biodiesel ... E-2

(15)

DAFTAR SINGKATAN

Al Aluminuim

AL Asam Lemak

ALB Asam Lemak Bebas Al2O3 Aluminium Oksida

AOCS American Oil Chemists’ Society

ASTM America Standart Testing and Material

C Karbon

Ca kalsium

CaO Kalsium Oksida

CO Karbon Monksida

C20H14O4 Phenolphtalein CH3OH Metanol C2H5OH Etanol

CN Cetana Number

FAAE Fatty Acid Alkyl Esters FAME Fatty Acid Methyl Ester Fe2O3 Besi(III) Oksida

FFA (Free Fatty Acid)

FTIR (Fourier Transform Infrared) GC Gas Chromatography

H2SO4 Asam Sulfat H2O aquadest

HC Hidrokarbon

K kalium

K2O Kalium Oksida KOH Kalium Hidroksida

KCl Kalium Klorida

MnO Mangan Oksida MgO Magnesium Oksida

(16)

Mg Magnesium

N Nitrogen

Na Natrium

NOX Nitrogen Oksida Na2O Natrium Oksida NaOH Natrium Hidrokisda

OECD Organisation for Economic Co-operation and Development P2O5 Fosforus Pentoksida

RBD (Refined, Bleached, Deodorized) RPM Revolutions per Minute

S Sulfur

SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray)

SiO Silikon Oksida

SNI Standar Nasional Indonesia SrO Stronsium Oksida

SO3 Belerang Trioksida TAG Triacylglycerol UCO Used Cooking Oil ZrO2 Zirkonium Dioksida ZnO Seng Oksida

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Penelitian Terdahulu Tentang Katalis Heterogen

pada Pembuatan Biodiesel ... 4

Tabel 2.1 Standard Mutu Biodiesel (SNI 7182:2015) ... 17

Tabel 3.1 Rancangan percobaan tahap Transesterifikasi ... 20

Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit ... 26

Tabel 4.2 Komposisi Senyawa dalam Serbuk dan Abu Biji Pepaya ... 28

Tabel 4.3 Hasil Analisis Sifat Fisika Biodiesel ... 39

Tabel 4.4 Perbandingan Sifat Fisika Biodiesel yang Diperoleh dari Penelitian Ini dengan SNI 7182:2015, ASTM D 6751/09, dan EN 14214/09 ... 40 Tabel A.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit ... A-1 Tabel A.2 Komposisi Trigliserida Minyak Sawit ... A-1 Tabel A.3 Data Perhitungan Kadar Air Minyak Sawit dan Biodiesel ... A-2 Tabel B.1 Hasil Analisis Densitas Biodiesel ... B-1 Tabel B.2 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel ... B-2 Tabel B.3 Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Yield Biodiesel ... B-3

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sumber energi alternatif menarik perhatian dan menjadi prioritas karena kebutuhan energi semakin meningkat sementara hasil bahan bakar fosil menurun.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan bahan bakar terbarukan, berkelanjutan, ramah lingkungan dan mengurangi produksi gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global (Suchamalawong, dkk., 2019). Salah satu energi alternatif adalah biodiesel (Manique, dkk., 2016).

Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri dari ester metil asam lemak yang dihasilkan dari proses kimia antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol. Biodiesel dapat mengurangi emisi hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida, sulfat, hidrokarbon aromatik polisiklik, hidrokarbon aromatik polisiklik dan partikel padat nitrat sehingga biodiesel adalah bahan bakar yang disukai karena ramah lingkungan (Novita, dkk., 2014). Biodiesel memiliki banyak kelebihan seperti titik nyala tinggi, angka kalori tinggi, viskositas rendah, daya melumasi tinggi, mudah terurai dan ramah lingkungan karena karbon monoksida yang rendah dibanding bakar fosil konvensional (Marinkovic, dkk., 2016).

Sebagai sumber energi yang terbarukan, biodiesel merupakan bahan tidak beracun, biodegradable, rendah polusi dan memiliki kandungan sulfur dan konten aromatik yang rendah dibandingkan bahan bakar fosil (Tang, dkk., 2018). Selain itu, biodiesel memiliki metode produksi sederhana, mudah ditangani, aman untuk disimpan dan dapat mengurangi jumlah emisi. Sementara pembakaran bahan bakar tidak terbarukan akan memancarkan lebih banyak CO, CO2, HC, NOX, dan timah (Vinukumar, 2018).

Biodiesel pada umumnya diproduksi dengan proses transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani dengan bantuan katalis basa (Shan, dkk., 2015).

Metil ester asam lemak (FAME) umumnya diproduksi pada skala industri dengan menggunakan katalis homogen seperti NaOH, KOH dan H2SO4. Namun, proses dengan katalis basa homogen memiliki banyak kekurangan seperti diperlukan

(19)

energi yang besar untuk pemurnian produk dan pemisahan katalis dan juga katalis ini tidak dapat digunakan kembali. Katalis asam homogen memiliki laju reaksi yang lambat dan korosifitas yang tinggi serta beban pengolahan air limbah mengakibatkan penambahan biaya produksi biodiesel (Guldhe, dkk., 2017).

Untuk mengatasi kekurangan dari katalis homogen, katalis heterogen telah mendapat perhatian yang besar dalam sintesis biodiesel (Chakraborty, dkk., 2010). Produksi biodiesel yang dikatalisis oleh katalis heterogen lebih disukai karena pemisahan produk dan katalis lebih mudah, pengurangan dalam penggunaan H2O, dan lebih sedikit mengkontaminasi lingkungan. Selain itu, katalis heterogen juga dapat digunakan kembali dalam reaksi transesterifikasi (Hsiao, dkk., 2020). Katalis heterogen telah menunjukkan potensi yang lebih baik untuk menggantikan katalis homogen pada skala industri (Guldhe, dkk., 2017).

Pada reaksi heterogen, adsorpsi reaktan dan desorpsi produk terjadi pada permukaan katalis padat (Marinkovic, dkk., 2016).

Katalis heterogen yang berasal dari biomassa telah banyak diteliti belakangan ini karena berpotensi menurunkan biaya produksi. Biasanya, biomassa pertama-tama akan diubah menjadi bahan berkarbon untuk digunakan sebagai pendukung katalis untuk penggabungan kelompok aktif fungsional yang diinginkan. Biomassa dengan kalsium tinggi kandungan karbonat juga bisa langsung diubah menjadi kalsium oksida katalis dasar untuk proses transesterifikasi. Pemanfaatan limbah biomassa untuk sintesis katalis tidak hanya akan menekan biaya bahan baku katalis, tetapi juga berfungsi sebagai solusi pembuangan limbah biomassa yang dihasilkan manusia dan kegiatan pertanian.

Setiap tahun, lebih dari 5 miliar metrik ton limbah biomassa akan dihasilkan dari sektor pertanian (Tang, 2018).

Katalis heterogen mudah diperoleh dari bahan alam seperti biji pepaya.

Hal itu karena biji pepaya merupakan material yang kaya akan senyawa- senyawa seperti K, Ca, Mg, Na, Fe, P, S, Zn, Cu dan Pb. Dalam 100 gram biji pepaya megandung Ca 681 mg, Mg 424 mg, P 2,116 mg , Fe 5.80 mg, and Na 23.4 mg.

Kandungan logam tersebut dapat dijadikan sebagai katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel setelah dilakukan kalsinasi biji pepaya menjadi abu biji pepaya (Maisarah dan Fauziah, 2014). Pepaya (Carica papaya) adalah salah satu

(20)

anggota famili Caricaceae. Pepaya merupakan pohon tropis yang tumbuh luas dan memiliki buah yang penting sehingga dibudidayakan di seluruh wilayah tropis dan sub tropis di dunia (Moses dan Olanweraju, 2018). Secara umum biji dari pepaya matang adalah sekitar 16% dari bobot buah segar dan dianggap sebagai produk sampingan. Ketersediaan biji pepaya melimpah sepanjang tahun dan nilai ekonomis biji pepaya yang rendah menjadikan biji pepaya perlu untuk di manfaatkan (Sugiharto, 2020).

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mengaplikasikan katalis abu biji pepaya sebagai katalis heterogen untuk pembuatan biodiesel dari minyak sawit dan reaktan metanol melalui reaksi transesterifikasi. Penelitian terdahulu mengenai pembuatan biodiesel dengan katalis heterogen dan pembuatan biodiesel dari minyak sawit yang melatarbelakangi penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1.1. Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa penggunaan katalis dari biji pepaya belum pernah diteliti. Oleh karena itu, pada penelitiaan ini peneliti akan mengaplikasikan abu biji pepaya sebagai katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak kelapa sawit (RBDPO).

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Pembuatan biodiesel menggunakan katalis heterogen dengan minyak sawit telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian ini ditekankan kepada pemanfaatan abu biji pepaya sebagai katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel dengan proses transesterifikiasi. Selain itu, penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan yield biodiesel terbaik dengan pengaruh variabel suhu kalsinasi, jumlah katalis dan rasio mol.

(21)

Tabel 1.1. Penelitian-Penelitian Terdahulu Tentang Katalis abu biomassa pada pembuatan biodiesel

No. Nama Judul Variabel Hasil

1. Taslim, dkk., 2020

Moringa Leaves (Moringa Oleifera) as Green Catalyst for Biodiesel Production

Suhu kalsinasi= 500 °C Waktu kalsinasi = 3 jam Berat katalis= 2 %

Rasio mol metanol : minyak= 9:1 Waktu reaksi= 90 - 150 menit Suhu reaksi: 55, 60, 65, 70 °C

Yield tertinggi: 98.18%

dengan suhu reaksi 60

°C dan waktu reaksi 150 menit.

2. Gohain, dkk, 2017

Musa balbisiana Colla peel as highly effective renewable heterogeneous base

catalyst for biodiesel production

Suhu kalsinasi = 700 °C Waktu kalsinasi = 4 jam

Rasio mol metanol: minyak = 3: 1; 6:1; 9: 1; 12: 1.

Berat katalis = 0.5–3 wt%

Waktu reaksi= 1-5 jam Suhu Reaksi = 60 °C

Kecepatan pengaduk = 600 rpm

Yield tertinggi: 100 % dengan berat katalis 2

%, suhu 60 °C, rasio mol metanol : minyak 6:1 dan waktu reaksi 3 jam.

3. Aleman-ramirez, dkk., 2021

Preparation of a heterogeneous catalyst from moringa leaves as a sustainable precursor for biodiesel production

Suhu kalsinasi=500 oC Waktu Klsinasi= 2 jam Massa katalis= 3-9 wt %

Rasio mol metanol : minyak= 3:1, 6:1, and 9:1 Suhu reaksi= 65 °C

Waktu reaksi= 60 menit, 120 menit Kecepatan pengadukan= 450 rpm

Yield tertinggi: 86,7 % pada suhu reaksi 65 °C, rasio mol 6:1, lama reaksi 2 jam dan massa katalis 6 %.

(22)

4 Etim, dkk, 2020

Potential of Carica papaya peels as effective biocatalyst in the optimized parametric

transesterification of used vegetable oil

Suhu Kalsinasi= 700 oC Waktu Kalsinasi= 3 jam

Massa katalis= 2,5 ; 3,5 ; 4,5 wt %

Rasio mol metanol : minyak = 9: 1 ; 12: 1 ; 15: 1 Suhu reaksi= 60, 65,70 °C

Waktu reaksi= 60 menit, 120 menit Kecepatan pengadukan= 600 rpm

Yield= 97.5%

Dengan Massa katalis 3,5%

Rasio mol metanol : minyak = 12: 1 Suhu reaksi 60 °C, Waktu reaksi 120 menit

5 Sinaga dkk, 2018

Utilization of cacao peel waste to K2O heterogeneous catalyst in biodiesel synthesis by waste cooking oil: effect of catalyst calcination temperature

Suhu Kalsinasi = 650, 700 and 750oC, Waktu Kalsinasi = 4 jam

Rasio mol metanol : minyak = 9: 1 ; 12: 1 ; 15: 1 Suhu reaksi= 65 °C

Waktu reaksi= 120, 180, 240 menit Kecepatan pengadukan= 500 rpm Massa katalis= 6%

Yield = 92.68 % dengan

Rasio mol metanol : minyak = 12: 1.

Waktu reaksi

=180 menit.

Suhu kalsinasi = 650 oC

(23)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Mengkarakterisasai abu biji pepaya hasil kalsinasi.

2. Mengaplikasikan abu biji pepaya sebagai katalis untuk pembuatan biodiesel dari minyak sawit.

3. Mengevaluasi kualitas biodiesel yang dihasilkan dan membandingkan dengan standard SNI dan Eropa

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Menginformasikan hasil terbaik dari pemanfaatan abu biji pepaya sebagai katalis.

2. Menginformasikan karakterisasi abu biji pepaya hasil kalsinasi.

3. Memberikan nilai tambah untuk biji pepaya.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit, biji pepaya, Metanol dan Aquadest.

Variabel proses pembuatan katalis:

Variabel tetap yaitu waktu kalsinasi = 3 jam (Taslim, 2019b)

Varaibel berubah yaitu suhu kalsinasi = 500, 600, dan 700 oC (Taslim, dkk 2019b)

Variabel Pembuatan biodiesel yaitu:

Variabel tetap: Jumlah putaran = 300 rpm (Taslim, dkk., 2019b) Variabel berubah:

a. Suhu reaksi = 55, 60, dan 65 °C

b. Rasio mol minyak terhadap metanol = 1 : 9; 1 : 12; dan 1: 15

c. Waktu reaksi = 90, 120, dan 150 menit

d. Jumlah katalis = 1, 2, 3, dan 4 %

(24)

Analisis yang akan dilakukan pada katalis dan biodiesel yang dihasilkan meliputi:

1. Analisis permukaan abu biji pepaya serta komposisinya menggunakan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray).

2. Analisis gugus fungsi yang terdapat pada katalis dilakukan dengan FT-IR (Fourier Transform Infrared).

3. Analisis FFA (free fatty acid) minyak sawit sebelum di reaksikan.

4. Analisis kompoisi kimia Minyak Sawit menggunakan GC (Gas Chromatography).

5. Analisis Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dari Biodiesel menggunakan Gas Chromatography (GC).

6. Analisa densitas dan viskositas kinematik minyak sawit dan biodiesel.

7. Analisa kadar air minyak sawit dan biodiesel.

8. Analisa titik nyala biodiesel.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIODIESEL

Biodiesel adalah salah satu alternatif prospektif untuk sumber daya minyak bumi karena sifatnya yang terbarukan dan ramah lingkungan. Biodiesel diproduksi secara komersial melalui transesterifikasi minyak nabati seperti minyak kelapa sawit dan minyak kedelai (Yodsuwan, dkk., 2017). Biodiesel memiliki titik didih yang relatif tinggi sehinga tidak mudah menguap dan lebih mudah untuk ditangani dibanding bahan bakar solar. Salah satu keuntungan biodiesel adalah sifatnya yang dapat melumasi sehingga mesin dapat bertahan lebih lama. Oleh karena itu, penggunaan biodiesel terus berkembang (Gashaw, dkk, 2015).

Produksi biodiesel diperkirakan akan terus berkembang di tahun-tahun mendatang; naik dari 29,7 x 106 m3 pada 2014 serta 39 x 106 m3 pada 2024 dengan peningkatan 27%. Ekspansi ini didukung oleh ekspektasi bahwa harga biodiesel akan tetap dan hampir tidak berubah sampai 2024 karena proyeksi penurunan harga minyak nabati (Veljkovic, dkk., 2018). Minyak terbarukan ini dapat dibuat dari beberapa bahan baku yang mengandung asam lemak seperti lemak hewan, minyak jarak, minyak karanji, minyak jojoba, minyak biji karet, minyak biji kapas, minyak jeruk serta minyak jelantah (Gashaw, dkk, 2015).

Sifat bahan bakar biodiesel memainkan peran penting dalam proses pembakaran, komposisi asam lemak dan viskositas memainkan peran penting dalam kualitas biodiesel. Nilai fatty acid dan viskositas yang terlalu tinggi dapat merusak performa mesin (Laila dan Listiani 2017). Viskositas adalah ukuran gesekan atau hambatan fluida internal minyak untuk mengalir, yang cenderung menentang setiap perubahan dinamis dalam gerakan fluida. Ketika suhu minyak meningkat, viskositasnya menurun dan karena itu ia dapat mengalir dengan lebih mudah.

Semakin rendah viskositas minyak, semakin mudah untuk memompa dan menyemprotkan atom dan menghasilkan tetesan yang lebih halus. Cetane number merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas biodiesel, Ini sebanding dengan waktu penyalaan bahan bakar di mesin. Angka CN bahan bakar

(26)

dapat diterapkan untuk menentukan karakteristik penyalaan bahan bakar biodiesel.

(Sivaramakrishnan dan Ravikumar 2012).

Biodiesel dapat bercampur dengan petro-diesel, kompatibel dengan infrastruktur mesin pengantar bahan bakar, memiliki titik nyala tinggi, dan dapat digunakan pada mesin diesel standar yang tidak memerlukan modifikasi mesin.

Biodiesel juga menawarkan pelumasan yang lebih baik pada mesin diesel rendah sulfur tertentu dan dengan demikian dapat membantu mengurangi keausan komponen mesin. Menjalankan biodiesel pada peralatan mesin diesel dapat bermanfaat dalam hal ramah lingkungan dan ketahanan energi (Pullen dan Saeed, 2015).

Biodiesel diproduksi terutama dari minyak nabati: lobak di Eropa, kedelai di AS dan juga lebih umum dari minyak goreng bekas (UCO), meskipun dapat berasal dari berbagai macam minyak biji-bijian lain, lemak hewani dan bahkan lipid tertentu.

Komponen molekul utama minyak dan lemak adalah Trigliserida, juga dikenal sebagai Triasilgliserol (TAG). Biodiesel secara konvensional dibuat melalui reaksi kimia katalis basa-basa yang dikenal sebagai transesterifikasi, yang mengubah TAG dan alkohol menjadi asam lemak alkil ester (FAAE), membentuk gliserol sebagai produk sampingan (Pullen dan Saeed, 2015).

2.2 TRANSESTERIFIKASI

Proses transesterifikasi adalah metode yang digunakan untuk mengubah minyak nabati dan lemak hewani menjadi ester yang membentuk bahan bakar biodiesel.

Secara umum, transesterifikasi adalah reaksi antara trigliserida (yang terkandung dalam minyak dan lemak) dengan akseptor-akseptor yang dapat berupa asam karboksilat (asidolisis), alkohol (alkoholisis), atau ester lain (interesterifikasi) (Gonzalez, dkk., 2020). Proses transesterifikasi digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. 1 Struktur Kimia Proses Transesterifikasi (Casas, dkk., 2013)

(27)

Gambar 2.2 Reaksi berturut-turut Transesterifikasi trigliserida dan methanol (Casas, dkk., 2013)

Transesterifikasi terdiri dari sejumlah reaksi revesibel berurutan. Trigliserida dikonversi ke digliserida, digliserida ke monogliserida dan gliserol akan membebaskan satu mol ester di setiap tahap. Kesetimbangan terletak pada produksi ester asam lemak dan gliserol (Venkateswarulu, dkk., 2014).

Dalam reaksi transesterifikasi, kandungan Free Fatty Acid (FFA) minyak atau lemak yang digunakan tidak boleh melebihi 1% yang setara dengan 2 mg KOH/g trigliserida. Jika tingkat FFA melebihi ambang batas ini, akan terjadi saponifikasi yang menghalangi pemisahan ester dari gliserin dan mengurangi hasil dan laju pembentukan Fatty Acid Metil Ester (FAME) (Supardan dan Satriani, 2009).

untuk produksi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi, metanol dan etanol adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam produksi biodiesel. Metanol lebih disukai karena kelebihan fisik dan kimianya. Disamping reaksinya dengan trigliserida cepat dan mudah larut dalam. metanol, juga dikenal sebagai 'alkohol kayu', biasanya lebih mudah ditemukan dibandingkan dengan etanol. Selain itu trigliserida dapat bereaksi dengan berbagai jenis alkohol. Tetapi alkohol rantai pendek memberikan konversi yang lebih baik di bawah waktu reaksi yang sama.

Namun, kadar air dalam alkohol sangat penting dalam produksi biodiesel. Karena adanya air selama reaksi transesterifikasi menyebabkan hidrolisis trigliserida menjadi

(28)

asam lemak bebas yang menyebabkan pembentukan sabun, dan rendemen yang buruk (Musa, 2016).

Secara umum, rasio molar tetap dari 6: 1 metanol: minyak adalah yang paling optimal. Peningkatan suhu mendorong transesterifikasi dengan bantuan katalis basa, suhu yang paling efisien adalah mendekati titik didih alkohol. Suhu yang lebih tinggi (mendekati atau di atas titik didih) akan menghasilkan gelembung atau penguapan alkohol yang merugikan reaksi. Metanolisis pada atau di atas 60°C tetapi lebih rendah dari titik didih alkohol, umumnya menyebabkan penyelesaian reaksi lebih cepat daripada pada suhu yang lebih rendah. Waktu reaksi Lebih dari 60 menit umumnya menghasilkan yield yang lebih besar, dan menguntungkan dan reaksi selesai dalam waktu yang lebih singkat (Pullen dan Saeed, 2015).

Secara teknis, biodiesel digambarkan sebagai monoester asam lemak yang berasal dari sumber rantai panjang terbarukan termasuk minyak nabati dan lemak hewani. Biodiesel terdiri dari campuran ester terutama diproduksi melalui reaksi transesterifikasi trigliserida oleh alkohol rantai pendek seperti metanol dan etanol sedangkan produk sampingan utama adalah gliserol. Minyak nabati tidak digunakan secara langsung sebagai bahan bakar dalam mesin diesel, terutama karena viskositas, komposisi Asam Lemak (AL) dan kandungan asam lemak bebas (ALB) yang tinggi.

Untuk mengatasi masalah ini, konversi AL dan ALB ke Fatty Acid Alkyl Esters (FAAE) diteliti secara luas. Transesterifikasi minyak nabati telah dikenal luas dan diterapkan sejak abad ke-19. Reaksi ini adalah metode sederhana dan menonjol yang berlangsung baik dengan bantuan katalis (Amini, dkk., 2016).

2.3 KATALIS

Biodiesel adalah campuran asam lemak metil ester yang dihasilkan dari reaksi kimia minyak mentah dengan alkohol. Reaksi ini dinamakan transesterifikasi atau alkoholisis biasanya dilakukan dengan adanya sejumlah katalis homogen ataupun heterogen. Katalis yang paling umum digunakan adalah katalis homogen seperti kalium dan natrium hidroksida meskipun memiliki beberapa kekurangan. Misalnya, katalis tidak dapat dipulihkan dan digunakan kembali setelah reaksi, harus dinetralkan pada akhir reaksi dengan pencucian air, yang menghasilkan sejumlah

(29)

besar air limbah, dan menuntut tindakan pencegahan untuk penanganan yang aman selama reaksi dan penyimpanan (Miladinovic, dkk., 2020).

Sementara itu, penerapan katalisis asam homogen dalam langkah transesterifikasi menyebabkan korosi peralatan dan menghasilkan volume besar air limbah asam (Panchal, dkk., 2019). Selain itu, untuk bahan baku yang memiliki kelembaban dan asam lemak bebas tinggi, proses transesterifikasi dengan katalis homogen tidak cocok karena kemungkinan akan mengakibatkan reaksi penyabunan (Gashaw, dkk., 2015). Katalisis bahan baku dengan FFA tinggi oleh asam adalah sebuah alternatif, tetapi jauh lebih lambat dari transesterifikasi yang di katalisis oleh basa (Supardan dan Satriani, 2009).

Untuk mengatasi masalah yang demikian, katalis heterogen telah mendapat perhatian luas. Keuntungan katalis heterogen dibandingkan katalis homogen dapat diklasifikasikan sebagai: (a) ekologis - penghapusan bagian pencucian dan sejumlah besar air limbah; pembuangan katalis padat bekas yang lebih mudah; (b) ekonomis - katalis dapat digunakan kembali lebih murah, produksi gliserol dan produk akhir dengan kemurnian tinggi; dan (c) proses lebih sederhana (Vujicic, dkk., 2010).

Katalis heterogen juga memiliki beberapa kekurangan seperti keterbatasan dalam transfer massa. Katalis heterogen seperti KOH/Al2O3 dan alumina/silika memiliki tingkat alkalinitas yang tinggi dan kinerja yang dapat diandalkan untuk produksi biodiesel. Namun demikian, katalis ini memiliki beberapa kelemahan karena mudah larut dalam metanol, relatif sulit disintesis, dan rentan terhadap kelembaban. Untuk katalis asam, rasio molar dari metanol harus lebih besar dari minyak, dan membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama (Margaretha, dkk., 2012).

Aplikasi yang paling penting dalam katalis heterogen adalah kemudahan dalam penggunaanya, juga dikenal sebagai katalis yang stabil dan menguntungan secara ekonomi, kemudahan daur ulang dimana dapat dipisahkan hanya dengan teknik penyarigan (Venkateswarulu, 2014). Beberapa katalis heterogen yang tersedia di alam adalah biji pepaya yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini.

(30)

2.3.1 Biji Pepaya

Katalis heterogen telah muncul sebagai konstituen utama upaya penghijauan.

Dalam konteks keberlanjutan, ekonomis dan ramah lingkungan, penggunaan katalis terbarukan yang dibuat dari biomassa semakin menjadi sasaran. Beberapa limbah biomassa telah diproses untuk membuat katalis asam dan alkali menggunakan karbon aktif sebagai pendukung katalis. Namun, biaya produksi katalis tersebut harus diperhitungkan dalam pembuatan katalis seperti suhu karbonisasi tinggi dan reaksi kimia yang boros selama penggunaan karbon aktif. oleh karena itu, biomassa yang mengandung logam dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk menyiapkan katalis tanpa proses kimiawi. Salah satu biomassa yang dapat dimanfaatkan adalah biji pepaya. Tanaman pepaya telah berkembang secar luas di negara tropis dan subtropis.

Buah pepaya memilki nilai energi yang baik karena mengandung vitamin dan mineral. tamanam pepaya telah lus digunakan untuk sintesis biokimia Pada 2017, total produksi pepaya dunia yaitu 13.016.281 ton. Dengan jumlah pepaya yang begitu banyak diproduksi, jumlah limbah pertanian yang dihasilkan diperkirakan 30- 50% (Gohain, dkk., 2020).

Berat buah pepaya bisa bervariasi dari 200 g sampai 3000 g, dengan kira-kira 15% sampai 20% merupakan biji (berat basah). Biji pepaya tidak dikonsumsi dan akan dibuang menghasilkan limbah dan produk sampingan dalam jumlah besar yang menyebabkan pencemaran organik lingkungan. Dilaporkan bahwa biji pepaya mengandung mineral seperti Ca, K, Fe, Zn, Cu, Mg, Fe, P, dan Pb. Biji pepaya mengandung Ca 681, Mg 424, P 2,116, Fe 5.80, and Na 23.4 mg/100 g (Maisarah, 2014). Adesuyi and Ipinmoroti juga melaporkan bahwa biji pepaya mengandung Na, K, and Ca sekitar 33.6-16.2, 47.7- 17.0, and 2.52-4.14 mg/100 g, berturut-turut. . Biji pepaya juga mengandung Mg, Zn, and Fe berkisar 0.53- 2.81, 1.26-2.88, and 0.39- 1.47 mg/100 g, berturut-turut. Mineral Mn, Cu, Pb, and P juga ditemukan dalam biji pepaya mulai dari 1.11-1.27, 0.05-0.19, 0.00010-0.00013, and 28.5-58.6 mg/100 g, berturut-turut (Adesuyi dan Ipinmoroti, 2011). Biji pepaya ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut:

(31)

Gambar 2.3 Biji Pepaya

Logam yang terkandung dalam biji pepaya tersebut dapat di manfaatkan sebagai sumber katalis dalam pembuatan biodiesel dengan memberi perlakuan kalsinasi terhadapa biji pepaya. Kalsinasi telah banyak digunakan untuk meningkatkan kristalisasi dan aktivitas dari katalis oksida logam (Akinnawo, 2021).

Kalsinasi dengan suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan pori-pori katalis (Hakim, dkk., 2016). Suhu kalsinasi merupakan faktor yang sangat penting untuk katalis. suhu kalsinasi memberikan pengaruh yang berbeda pada keadaan dispersi dan struktur komponen aktif, struktur pori, serta sifat asam dan sifat lainnya untuk setiap jenis katalis yang berbeda. Sementara itu, perubahan struktur dan sifat katalis lainnya akan menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas katalitik sehingga penting untuk mempelajari hubungan antara suhu kalsinasi dan aktivitas katalitik (Chen, dkk., 2020). Perlakuan kalsinasi merupakan bagian integral selama pembuatan dan aktivasi katalis heterogen. Kalsinasi mempengaruhi karakteristik tekstur dan struktural dari katalis awal. Telah diamati bahwa peningkatan suhu kalsinasi menyebabkan peningkatan sifat tekstur. Di sisi lain, dengan meningkatkan suhu kalsinasi dapat menutup permukaan katalis serta mengurangi luas permukaan (Rashid, dkk., 2018). Suhu kalsinasi dapat berkisar antara 400 hingga 1000 °C tergantung pada jenis biomassa yang digunakan untuk pembuatan katalis (Gohain dkk., 2020; Wendi dkk., 2014).

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRANSESTERIFIKASI Faktor terpenting yang mempengaruhi transesterifikasi dan menentukan keberhasilan konversi TAG ke FAME adalah jenis dan konsentrasi katalis, rasio molar alkohol terhadap minyak, suhu reaksi, waktu reaksi, intensitas pencampuran,

(32)

dan kemurnian reaktan, terutama kadar air dan kadar asam lemak bebas yang ada dalam minyak (Pullen dan Saeed, 2015).

a. Suhu Reaksi

Pada suhu reaksi yang lebih tinggi, diharapkan energi kinetik reaktan cukup untuk mempercepat laju perpindahan massa dan mengatasi resistensi difusi di antara tiga fase katalis, metanol, minyak, yang menyebabkan peningkatan hasil metil ester (Lani, dkk, 2017).

Suhu reaksi adalah faktor penting yang akan mempengaruhi hasil biodiesel. Misalnya, suhu reaksi yang lebih tinggi meningkatkan laju reaksi dan mempersingkat waktu reaksi karena pengurangan viskositas minyak. Namun, peningkatan suhu reaksi di luar tingkat optimal menyebabkan penurunan hasil biodiesel, karena suhu reaksi yang lebih tinggi menyebabkan metanol menguap sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Temperatur meningkatkan energi molekul yang bereaksi dan juga meningkatkan kemampuan alkohol yang polar memasuki fasa minyak yang nonpolar sehingga menghasilkan reaksi yang jauh lebih cepat (Gashaw, dkk, 2015). Dalam penelitan Etim, dkk (2020) yaitu pembuatan biodiesel dengan katalis heterogen dari kulit pepaya mendapatkan suhu optimum sebesar 60 oC.

b. Rasio Metanol dengan Minyak

Rasio molar alkohol terhadap trigliserida adalah variabel paling penting yang mempengaruhi hasil biodiesel. Rasio stoikiometri untuk transesterifikasi membutuhkan tiga mol alkohol dan satu mol trigliserida untuk menghasilkan tiga mol biodiesel dan satu mol gliserol. Namun, transesterifikasi adalah reaksi kesetimbangan di mana alkohol dalam jumlah besar diperlukan untuk mendorong reaksi ke arah yang lebih maju. Namun, rasio molar tinggi alkohol terhadap minyak nabati mengganggu pemisahan gliserin karena peningkatan kelarutan. Ketika gliserin tetap dalam larutan, ini membantu untuk mendorong keseimbangan kembali ke kiri, menurunkan hasil ester (Jagadale, dkk., 2015).

Metanol, etanol, propanol, butanol, dan amil alkohol dapat digunakan dalam reaksi transesterifikasi, di antara alkohol-alkohol ini metanol diterapkan lebih sering karena biayanya rendah dan menguntungkan secara fisika dan kimiawi (alkohol rantai pendek dan polar) dibandingkan alkohol lainnya (Gashaw, dkk., 2015). Transesterifikasi biodiesel dengan pemanfaatan katalis heterogen abu

(33)

kulit pepaya mengasilkan rasio molar metanol dengan minyak terbaik 12: 1 (Etim, dkk, 2020).

c. Waktu Reaksi

Tingkat konversi FAME secara signifikan tergantung pada waktu reaksi. FAME tertinggi dihasilkan pada waktu reaksi kurang dari 90 menit, dan kemudian tetap relatif konstan seiring dengan peningkatan waktu reaksi. Waktu reaksi berlebih menyebabkan berkurangnya hasil FAME karena terjadi reaksi balik yang mengakibatkan hilangnya ester serta menyebabkan lebih banyak asam lemak terbentuk (Li, dkk., 2014). Pada transeterifikasi, reaksi awalnya berlangsung agak cepat, kemudian berangsur perlahan dan hampir konstan setelah penambahan waktu lebih lanjut (Jagadale, dkk., 2015). Pada pembuatan biodiesel dengan katalis heterogen abu kulit pepaya dihasilkan waku terbaik adalah 2 jam (Etim, dkk, 2020).

d. Jumlah katalis

Keberadaan katalis meningkatkan konversi trigliserida dan meningkatkan hasil FAME. Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi, peningkatan jumlah katalis heterogen menyebabkan slurry (campuran katalis dan reaktan) terlalu kental sehingga menimbulkan masalah pencampuran dan konsumsi daya yang lebih tinggi untuk hasil pengadukan yang memadai. Di sisi lain, ketika jumlah katalis tidak cukup, hasil produksi maksimum tidak dapat dicapai. Selain itu, pada pemakaian katalis yang berlebihan, produk biodiesel dapat diserap pada permukaan katalis yang tidak digunakan, sehingga mengurangi hasil metil ester (Lani, dkk., 2017).

Berdasarkan penelitian Etim, dkk, (2020) yang menggunakan katalis kulit pepaya menghasilkan jumlah katalis optimum adalah sebesar 3,5 % dengan yield biodiesel mencapai 97,5%.

d. Intensitas Pencampuran

Minyak dan alkohol tidak sepenuhnya larut, sehingga reaksi hanya dapat terjadi di daerah antarmuka antara cairan serta reaksi transesterifikasi adalah proses yang cukup lambat. Jadi, pencampuran sangat penting dalam proses transesterifikasi. Pencampuran yang memadai antara kedua reaktan ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kontak antara keduanya, sehingga reaksi

(34)

transesterifikasi dapat berlangsung dengan baik (Gashaw, dkk,. 2015).

Kecepatan pengadukan sebesar 300 rpm sudah cukup untuk pembuatan biodiesel dengan katalis heterogen (Taslim dkk., 2019b).

2.5 STANDARD MUTU BIODIESEL

Biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Persyaratan-persyaratan tersebut berupa standard mutu biodiesel telah dirangkum dalam table 2.1.

Tabel 2.1 Standard Mutu Biodiesel (SNI 7182:2015) No Parameter

Uji

Satuan

min/maks Persyaratan Metode Uji Alternatif 1 Massa jenis pada 40oC kg/m3 850 -890 ASTM D 1298 atau

ASTM D 4052 2 Viskositas Kinematik

pada 40oC mm2/s (cSt) 2,3 - 6,0 ASTM D 445

3 Angka setana min 51 ASTM D 613 atau

ASTM D 6890 4 Titik nyala (mangkok

tertutup)

oC, min 100 ASTM D 93

5 Titik kabut oC, maks 18 ASTM D 2500

6

Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50oC)

nomor 1 ASTM D 130

7 Residu karbon %-massa,

maks ASTM D 4530 atau

ASTM D 189 - dalam per contoh

asli, atau 0,05

- dalam 10% ampas

distilasi 0,3

8 Air dan sedimen %-vol, maks 0,05 ASTM D 2709 9 Temperatur distilasi

90%

oC, maks 360 ASTM D 1160 10 Abu tersulfatkan %-massa,

maks 0,02 ASTM D 874

11 Belerang mg/kg, maks 100

ASTM D 5453 atau ASTM D 1266 atau ASTM D 4294 atau ASTM D 2622

12 Fosfor mg/kg, maks 10 AOCS Ca 12-55

13 Angka asam mg-KOH/g,

maks 0,5 AOCS Cd 3d-63 atau ASTM D 664

(35)

14 Gliserol bebas %-massa,

maks 0,02 AOCS Ca 14-56 atau ASTM D 6584

15 Gliserol total %-massa,

maks 0,24 AOCS Ca 14-56 atau ASTM D 6584

16 Kadar ester metil %-massa,

min 96,5

17 Angka iodium

%-massa(g- I2/100g), maks

115 AOCS Cd 1-25

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 BAHAN PENELITIAN 1. Minyak kelapa sawit 2. Biji Pepaya

3. Metanol (CH3OH) 4. Etanol (C2H5OH) 5. Aquadest (H2O)

6. Phenolphtalein (C20H14O4) 3.3 PERALATAN PENELITIAN

1. Labu leher tiga 2. Magnetic stirrer 3. Hot plate

4. Refluks kondensor 5. Buret

6. Beaker glass 7. Corong gelas 8. Erlenmeyer 9. Gelas ukur 10. Piknometer 11. Selang

12. Statif dan klem 13. Termometer 14. Water bath

15. Viskosimeter Ostwald

(37)

3.4 RANCANGAN PENELITIAN

3.4.1 Tahap Pembuatan Katalis Abu Biji Pepaya

Tahap persiapan abu biji pepaya dilakukan dengan cara pengeringan, penghancuran, pengayakan dengan ukuran 100 mesh, kemudian dilanjutkan dengan proses kalsinasi pada variasi suhu 500, 600, dan 700 °C selama 3 jam.

3.4.2 Pembuatan biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dengan Proses Transesterifikasi

Yang menjadi variabel tetap dalam pembuatan biodiesel menggunakan minyak Sawit dengan proses transesterifikasi adalah jumlah putaran. Sedangkan variabel berubahnya adalah suhu reaksi, jumlah katalis, dan waktu reaksi rasio metanol : minyak kelapa sawit.

Tabel 3.1 Rancangan percobaan tahap Transesterifikasi

Run

Parameter Suhu

kalsinasi (°C)

Jumlah katalis (%)

Suhu Reaksi (°C)

Rasio mol minyak terhadap metanol

Waktu reaksi (menit)

1 500

3 60 1 : 12 120

2 600

3 700

4 Titik optimum

run 1-3

1

60 1 : 12 120

5 2

6 3

7 4

8 Titik optimum

run 1-3

Titik optimum

run 4-7

55

1 : 12 120

9 60

10 65

11 Titik optimum

run 1-3

Titik optimum

run 4-7

Titik optimum run 8-10

1 : 9

120

12 1 : 12

13 1 : 15

14 Titik optimum

run 1-3

Titik optimum

run 4-7

Titik optimum run 8-10

Titik optimum run 11-13

90

15 120

16 150

17 180

(38)

3.5 PROSEDUR PENELITIAN

3.5.1 Tahap Pembuatan Katalis Abu Biji Pepaya

Prosedur pembuatan katalis abu biji pepaya dilakukan dengan modifikasi dari Taslim dkk. (2019a) sebagai berikut:

1. Biji pepaya dicuci dengan air untuk menghilangkan impuritis dan dijemur selama 1 hari di bawah matahari.

2. Biji pepaya dikeringkan dengan oven pada suhu 105 °C dan ditimbang dengan interval 1 jam hingga massa biji pepaya konstan.

3. Biji pepaya kering dihancurkan dengan menggunakan ball mill.

4. Serbuk biji pepaya diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh.

5. Serbuk biji pepaya yang lolos ayakan 100 mesh dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 500, 600, 700 °C selama 3 jam.

6. Serbuk biji pepaya dan abu hasil kalsinasi dianalisis kadar unsur dan oksida logamnya.

7. katalis abu biji pepaya disimpan dalam wadah tertutup dan siap digunakan.

3.5.2 Prosedur Transesterifikasi

1. Analisis kadar asam lemak bebas minyak kelapa sawit dilakukan.

2. Minyak kelapa sawit dimasukkan sebanyak 50 gram ke dalam labu leher tiga.

3. Minyak kelapa sawit dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu reaksi.

4. Pelarut metanol dengan rasio 9: 1 ; 12:1 ; 15:1 terhadap minyak kelapa sawit dan katalis abu biji papaya dengan variasi massa 1,2,3,4 % selama 30 menit dalam beaker glass kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga.

5. Reaksi dilangsungkan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer sebesar 300 rpm hingga waktu reaksi 90, 120, 150, 180 menit tercapai.

6. Produk transesterifikasi dipisahkan dari katalis dengan disaring dan menggunakan kertas saring.

7. Produk cairan hasil fitrasi dimasukkan ke dalam corong pisah dan dibiarkan selama 18 jam hingga terbentuk 2 lapis.

9. Lapisan bawah berupa gliserol dikeluarkan dari corong pisah.

(39)

Mulai

Biji pepaya dicuci dengan air, lalu dijemur selama 1 hari Biji pepaya dikeringkan dalam oven 105 °C dan ditimbang

dengan interval 1 jam hingga massa konstan Biji pepaya dihancurkan dalam ball mill hingga hancur

Serbuk Biji pepaya diayak dengan ayakan 100 mesh Serbuk yang lolos ayakan 100 mesh dikalsinasi dalam furnace

pada suhu 500, 600, 700 °C selama 3 jam

Analisis kadar oksida logam pada serbuk dan abu Biji pepaya Selesai

10. Lapisan atas (metil ester) yang tertinggal di dalam corong pisah ditambahkan air panas pada suhu 80 °C, dikocok-kocok, kemudian didiamkan hingga 5 menit hingga terbentuk 2 lapisan.

12. Lapisan bawah dikeluarkan dari corong pisah. Lapisan atas dilakukan pencucian ulang hingga air buangan menjadi jernih.

13. Metil ester (biodiesel) yang diperoleh dipanaskan pada suhu 105 °C menggunakan hotplate dan diaduk menggunakan magnetic stirrer untuk menguapkan sisa air di dalam biodiesel.

14. Biodiesel didinginkan hingga mencapai suhu ruangan lalu ditimbang dan dilakukan analisis meliputi: densitas, viskositas, dan kemurnian.

15. Perlakuan dilanjutkan dengan variasi-variasi lainnya.

3.6 FLOWCHART PENELITIAN

3.6.1 Flowchart Pembuatan Katalis Abu Biji Pepaya

Gambar 3.1 Flowchart Tahap Pembuatan Katalis Abu Biji Pepaya

(40)

3.6.2 Flowchart Proses Transesterifikasi

Pelarut metanol dengan rasio 9:1, 12:1, 15:1terhadap minyak kelapa sawit dan katalis abu biji pepaya diaduk

selama 30 menit dalam beaker glass kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga.

Cairan hasil penyaringan dimasukkan kedalam corong pisah dan dibiarkan selama 18 jam hingga membentuk 2 lapisan

lapisan bawah dikeluarkan dari corong pisah

Lapisan atas di dalam corong pemisah dicuci dengan air panas 80 oC, dikocok perlahan dan didiamkan hingga membentuk 2 lapisan Dihomogenkan dengan magnetic stirrer 300 rpm hingga 90, 120, 150, 180

menit

lapisan bawah dibuang, lapisan atas dicuci ulang hingga air pencuci jenih Produk transesterifikasi dipisahkan dari katalis dengan kertas saring.

A

Dimasukkan 50 gram minyak sawit ke dalam labu leher tiga Mulai

Analisis kadar asam lemak bebas minyak kelapa sawit dilakukan

Minyak kelapa sawit dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu reaksi 55, 60, 65 °C

(41)

Gambar 3.2 Flowchart tahap Transesterifikasi Minyak Sawit

3.7 PROSEDUR ANALISIS

3.7. 1 Analisis Kadar Air Bahan Baku Minyak Kelapa Sawit Prosedur untuk analisa kadar air minyak kelapa sawit

1. Minyak kelapa sawit sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam beaker glass dan dihitung bertanya.

2. Minyak kelapa sawit dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 oC dan dibiarkan selama 2 jam.

3. Minyak kelapa sawit yang telah dikerkingkan ditimbang dan pengeringan dilanjutkan hingga berat bahan baku konstan

adar air Bera ba an bak ba a bera ba an bak kerin

Bera ba an bak kerin Selesai

Dikeringkan lapisan atas (metil ester) dengan hotplate pada suhu 105 oC

Metil ester (biodiesel) didinginkan lalu ditimbang dan dilakukan analisis dengan instrumen yaitu: densitas, viskositas, dan kemurnian.

A

Apakah masih ada variasi

lain?

Tidak

Ya

(42)

3.7.2 Analisis Gugus Fungsi

Analisa gugus fungsi katalis dilakukan dengan menggunakan fourrir transform Infrared Spectroscopy (FTIR).

3.7.3 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA)

Analisa kadar FFA bahan baku di lakukan dengan menggunakan standar AOCS Ca 5a-40 (2009).

3.7.4 Analisis Morfologi Dan Komposisi Unsur Pada Katalis

Analisis morfologi dan komposisi dari katalis diakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) serta Enery Dispersive X-Ray (EDX).

3.7.5 Analisis Komposisi Minyak Sawit Dan Metil Ester

Analiss komposisi minyak sawit menggunakan instrumen Gas Chromatography (GCdengan AOCS Official Method Cd 11b-91, sedangkan analisis komposisi biodiesel menggunakan AOCS official Method Ce-1b-89.

3.7.6 Analisis Densitas Dan Viskositas Kinematik

Untuk analisis densitas menggunakan metode tes OECD 109 untuk pengukuran densitas ini menggunakan peralatan utama yaitu poknometer. Perbedaan berat kosong dan penuh dihitung pada suhu 40oC. Sedangkan untuk analisis viskositas menggunakan tes ASTM D-445 untuk pengukuran viskositas ini mnggunakan peralatan utama yaitu viskosimeter Ostwald tube tipe kapiler, visosimeter holder dan bath pemanas. Termometer yang digunakan dengan ketelitian hingga 2oC dan menggunakan stopwatch dengan ketelitian 0,2 detik.

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISA DAN KARAKTERISASI BAHAN 4.1.1 Hasil Analisis Minyak Sawit

Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah minyak sawit yang diperoleh dari metro swalayan, Medan. Komposisi asam lemak minyak sawit dianalisis dengan AOCS Official Method Ce 1b-89. Tabel 4.1 dibawah ini menunjukkan komposisi asam lemak minyak sawit yang digunakan.

Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit No.

Puncak

Retention Time

(menit) Asam Lemak Komposisi (%)

1 13,513 Asam Laurat (C12:0) 0,2319

2 16,526 Asam Miristat (C14:0) 0,8323

3 19,205 Asam Palmitat (C16:0) 37,0699

4 21,536 Asam Palmitoleat (C16:1) 0,1555

5 21,530 Asam Stearat (C18:0) 3,2619

6 21,845 Asam Oleat (C18:1) 47,0248

7 22,392 Asam Linolenat (C18:2) 10,2854

8 23,154 Asam Olinoleat (C18:3) 0,1746

9 23,326 Asam Arakidat (C20:0) 0,2854

10 24,326 Asam Ekisoneat (C20:1) 0,1369

Dari data komposisi asam lemak pada Tabel 4.1 dan perhitungan pada Lampiran A.1 dan A.2, didapat bahwa berat molekul asam lemak bebas minyak sawit adalah 272,10 g/mol dan berat molekul trigliserida minyak sawit adalah 854,37 g/mol. Komponen asam lemak utama penyusun minyak sawit adalah asam oleat pada puncak nomor 6 dengan komposisi 47,0284 %.

Selain mengidentifikasi komposisi asam lemak pada minyak sawit, dilakukan juga analisis kadar Free Fatty Acid (FFA) pada minyak sawit dengan metode analisis AOCS Official Method Ca 5a-40 dan diperoleh kadar FFA minyak sawit adalah 0,57 %. Kadar FFA merupakan salah satu parameter yang penting untuk pemilihan minyak. Kadar FFA yang terlalu tinggi dapat menyebabkan FFA bereaksi dengan basa membentuk sabun, menyebabkan proses pemisahan biodiesel dengan

(44)

gliserol lebih sulit sehingga menurunkan yield biodiesel. Minyak untuk produksi biodiesel disarankan untuk memiliki kadar FFA di bawah 1% massa minyak (Gashaw, dkk., 2015).

Hasil analisa Densitas, viskositas kinematik, dan kadar air minyak sawit secara berturut-turut adalah 918 kg/m3; 24,15 cSt, dan 0,2 %. Minyak nabati tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar karena densitas dan viskositas kinematik yang terlalu tinggi. Bahan bakar diesel memiliki densitas 820-860 kg/m3 dan viskositas kinematik 3,5-5 cSt. Reaksi transesterifikasi perlu dilakukan untuk menurunkan viskositas kinematik minyak bahan baku sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar, yaitu biodiesel dengan menggunakan katalis yang sesuai (Verma dan Sharma, 2016).

Kadar air berlebih dalam minyak bahan baku dapat menghidrolisis minyak menjadi FFA selama proses reaksi, menyebabkan penurunan yield biodiesel. Minyak bahan baku pembuatan biodiesel disarankan untuk memiliki kadar air kurang dari 0,5 % (Gashaw dkk., 2015). Dengan demikian minyak kelapa yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.

4.1.2 Hasil Analisis dan Karakterisasi SEM-EDX Serbuk dan Katalis Abu Biji Pepaya

Pada penelitian ini serbuk biji pepaya dengan ukuran 100 mesh dikalsinasi pada variasi suhu 500, 600, dan 700 °C selama 3 jam untuk mendapatkan katalis abu biji pepaya. Serbuk dan katalis abu biji pepaya dianalisis dengan EDX. Hasil analisis EDX serbuk dan katalis abu biji pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.2. Analisis EDX dilakukan untuk mengidentifikasi komposisi usur (atau senyawa oksida) serbuk biji pepaya dan katalis abu biji pepaya hasil kalsinasi. Dari Tabel 4.2 dapat dilihat terdapat 10 unsur yang terdapat dalam serbuk biji pepaya yaitu C, O, Mg, P, S, Cl, K, Ca, Cu, dan Zn. Hasil analisa menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Maisarah dan Fauziah (2014), yang melaporkan bahwa biji pepaya mengandung mineral logam. Kandungan logam dalam katalis abu biji pepaya (terutama K2O dan CaO) meningkat setelah proses kalsinasi. Pada variasi suhu 500 °C dengan waktu kalsinasi 3 jam, dihasilkan oksida logam tertinggi adalah K2O sebesar 22,5%. Ketika suhu dinaikkan menjadi 600 °C kandungan logam K2O meningat menjadi 39,76%, juga terdapat logam CaO sebesar 20,92%.

(45)

Tabel 4.2 Komposisi Senyawa dalam Serbuk dan Katalis Abu Biji Pepaya

No. Komponen

Komposisi (%) Serbuk Biji

Pepaya

Katalis Abu Biji Pepaya

500 °C 600 °C 700 °C

1 C 92,34 48,07 24,87 19,66

2 Na2O - 0,78 2,45 0,66

3 MgO 0,97 6,63 2,69 11,04

4 P2O5 2,62 7,85 3,37 18,67

5 SO3 1,36 6,49 3,03 3,59

6 Cl 0,16 2,59 1,89 5,18

7 K2O 1,48 22,50 39,76 29,17

8 CaO - 2,71 20,92 10,05

9 CuO 0,57 1,19 0,92 1,21

10 ZnO 0,49 1,20 - 0,77

Peningkatan kandungan mineral dapat disebabkan oleh adanya pembentukan ulang kristal dan kisi karna dekomposisi karbon selama proses kalsinasi. Sementara, senyawa oksida berkurang pada abu hasil kalsinasi pada 700 °C. Logam K2O berkurang dari 39,76% menjadi 29,17% dan logam CaO berkurang dari 20,92%

menjadi 10,05%. Hal ini dapat disebabkan suhu kalsinasi yang terlalu tinggi, sehingga komponen dalam jumlah kecil ikut terdekomposisi. Oleh karena kandungan logam yang tinggi dalam katalis abu biji pepaya maka penggunaannya sebagai katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel sangat beralasan. Ditinjau dari kandungan logam khususnya K2O dan CaO yang lebih tinggi maka suhu kalsinasi terbaik adalah 600 oC.

Morfologi permukaan serbuk dan katalis abu biji pepaya dianalisis menggunakan SEM. Hasil analisis SEM serbuk dan katalis abu biji pepaya ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dari gambar 4.1 dapat diamati perbedaan yang signifikan pada serbuk biji pepaya dan katalis abu biji pepaya. kalsinasi sampel pada suhu yang tinggi membuat perubahan pada permukaan dan bentuk serta ukuran katalis. Permukaan serbuk biji pepaya terlihat halus, mengkilap, memiliki rongga atau ruang kosong, tidak memiliki pori-pori yang jelas, dan sedikit retakan dan lubang yang tidak beraturan. Namun setelah kalsinasi 3 jam pada suhu 500 oC porositas permukaan katalis abu biji pepaya meningkat yang terbukti dengan adanya perforasi besar, sangat berpori, terdapat partikel kecil dan retakan yang banyak pada permukaannya. Abu hasil kalsinasi juga menunjukan bentuk partikel mengarah ke

Gambar

Gambar 2. 1 Struktur Kimia Proses Transesterifikasi  (Casas, dkk., 2013)
Gambar 2.2 Reaksi berturut-turut Transesterifikasi trigliserida dan methanol  (Casas, dkk., 2013)
Gambar 2.3 Biji Pepaya
Tabel 3.1 Rancangan percobaan tahap Transesterifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, mengingat kandungan asam lemak bebas di dalam minyak biji karet yang tinggi, maka proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet lebih efektif dan efisien dilakukan

Pada reaksi transesterifikasi biodiesel minyak biji dengan katalis lempung reaksi bersifat reversible , sehingga pemakaian katalis dalam jumlah berlebih

L3.4 Foto Analisa Kadar Free Fatty Acid Ekstrak Minyak Biji Pepaya. Gambar L3.4 Titrasi Kadar Free Fatty Acid Ekstrak Minyak

Substitusi katalis heterogen terhadap katalis homogen dan menggunakan minyak biji kapuk sebagai bahan baku adalah strategi yang menjanjikan untuk produksi biodiesel

Pada penelitian ini abu ilalang digunakan sebagai katalis basa heterogen untuk memproduksi biodiesel dari minyak jelantah dengan menggunakan metode.. BeRA ( Biodiesel

Dalam pembuatan ekstrak biji pepaya bahan berupa biji pepaya yang digunakan sebanyak 800 gram, dibersihkan dari kotoran yang menempel, dirajang halus lalu

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkarakterisasi isolat dari ekstrak metanol biji pepaya (Carica Papaya L) berwarna putih dengan menggunakan analisis NMR dan GC-MS

Dalam pembuatan ekstrak biji pepaya bahan berupa biji pepaya yang digunakan sebanyak 800 gram, dibersihkan dari kotoran yang menempel, dirajang halus lalu