• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN DIDAKTIS PERBANDINGAN SENILAI DAN BERBALIK NILAI PADA SISWA SMP DITINJAU DARI LEARNING OBSTACLE DAN LEARNING TRAJECTORY.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESAIN DIDAKTIS PERBANDINGAN SENILAI DAN BERBALIK NILAI PADA SISWA SMP DITINJAU DARI LEARNING OBSTACLE DAN LEARNING TRAJECTORY."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Desi Valindra (2015). Desain Didaktis Perbandingan Senilai dan Berbalik

Nilai pada Siswa SMP Ditinjau dari Learning Obstacle dan Learning Trajectory

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun desain didaktis pada materi perbandingan senilai dan berbalik nilai untuk siswa SMP yang ditinjau dari learning obstacle dan learning trajectory. Desain didaktis ini terdiri dari lima desain yang diperoleh dari tiga langkah yang saling berkaitan, yaitu sebelum pembelajaran, ketika pembelajaran berlangsung, dan setelah pembelajaran. Langkah pertama, terjadi proses penyusunan desain didaktis awal yang terdiri dari situasi didaktis, prediksi respon, dan analisis prospektif. Penyusunan desain didaktis awal ini mengacu pada rekomendasi awal yang diperoleh melalui hasil identifikasi learning obstacle siswa yang dilakukan dengan menganalisis jawaban siswa pada soal tes tentang materi perbandingan senilai dan berbalik nilai yang diberikan kepada 65 siswa kelas IX SMP di Bandung, menganalisis hasil wawancara dengan guru dan siswa, serta menganalisis buku pelajaran matematika. Langkah kedua, analisis metapedadidaktik melalui implementasi desain didaktis awal kepada 32 siswa kelas VIII SMP di Bandung (sekolah tempat studi pendahuluan). Ketiga, analisis retrosfektif. Hal ini dilakukan untuk memperoleh rekomendasi akhir untuk merevisi desain didaktis awal menjadi desain didaktis revisi. Berdasarkan hasil penelitian, desain didaktis yang dikembangkan ini dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran materi perbandingan senilai dan berbalik nilai karena dapat mengurangi learning obstacle siswa yang ditemukan.

(2)

ABSTRACT

Desi Valindra (2015). Didactical Design of Learning about Direct and Inverse Proportions at Junior High School in Terms of Learning Obstacle and Learning Trajectory

The aim of this research is to develop didactical design of learning about direct and inverse proportions at junior high school in terms of learning obstacle and learning trajectory. The didactical design consists of five design obtained from three steps that related to one another, thats are before learning process, when learning takes place, and after learning process. First step, a process of preparation of the initial didactical design consisting of a didactical situation, response prediction, and prospective analysis. Preparation of initial didactical design refers to the initial recommendations obtained through the identification of student’s learning obstacle, by analyzing the students' answers on questions about direct and inverse proportions among 65 students of class IX SMP in Bandung, analyzing the results of interviews with teachers and students, as well as analyzing the mathematics textbooks. Second step, the analysis metapedadidactic through the implementation of the initial didactic design among 32 students of class VIII SMP in Bandung (school where preliminary studies done). Third, retrospective analysis. This is done in order to obtain the final recommendations for revised the initial didactical design into the didactical design revision. Based on the research results, developed didactical design can be used as an alternative learning about direct and inverse proportions because it can reduce students' learning obstacle found.

Key words: Didactical Design, Learning Obstacle, Learning Trajectory,

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 12

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 14

A. Desain Didaktis ... 14

B. Learning Trajectory ... 22

C. Materi Perbandingan Senilai dan Berbalik Nilai ... 26

D. Teori Belajar yang Mendukung ... 32

1. Teori Belajar Piaget ... 32

2. Teori Belajar Bruner ... 34

3. Teori Belajar Vigotsky ... 36

E. Penelitian yang Relevan ... 37

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN ... 40

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 40

B. Desain Penelitian ... 42

(4)

D. Sumber Data ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Instrumen Penelitian ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 46

H. Kriteria Keabsahan Data ... 47

I. Jadwal Penelitian ... 49

J. Alur Pelaksanaan Penelitian ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Rekomendasi Awal ... 51

1. Analisis Jawaban dan Wawancara Siswa... 52

2. Analisis Wawancara dengan Guru... 66

3. Analisis Buku Paket Matematika... 67

B. Desain Didaktis Awal ... 71

C. Analisis Implementasi Desain Didaktis Awal ... 84

1. Analisis Implementasi Desain Didaktis LKS 1... 84

2. Analisis Implementasi Desain Didaktis LKS 2... 92

3. Analisis Implementasi Desain Didaktis LKS 3... 103

4. Analisis Implementasi Desain Didaktis LKS 4... 113

5. Analisis Implementasi Desain Didaktis LKS 5... 117

D. Desain Didaktis Revisi ... 126

E. Pembahasan ... 132

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 147

A. Kesimpulan ... 147

B. Rekomendasi ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 152

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 : Ontogenic Obstacle Pertama Siswa ... 4

Gambar 1.2 : Epistemological Obstacle Siswa ... 5

Gambar 1.3 : Ontogenic Obstacle Kedua Siswa ... 6

Gambar 2.1 : Bagan Hubungan pada Teori Situasi Didaktis ... 19

Gambar 2.2 : Segitiga Didaktis Kansanen yang Dimodifikasi ... 19

Gambar 2.3 : Metapedadidaktik Dilihat Berdasarkan ADP, HD, dan HP 21 Gambar 2.4 : Grafik Perbandingan Senilai ... 28

Gambar 2.5 : Grafik Perbandingan Berbalik Nilai... 31

Gambar 3.1 : Alur Pelaksanaan Penelitian... ... 50

Gambar 4.1 : Soal Nomor 1... ... 52

Gambar 4.2 : Soal Nomor 4... ... 53

Gambar 4.3 : Kesalahan Jenis Ketiga Soal Nomor 4... ... 55

Gambar 4.4 : Soal Nomor 2... ... 56

Gambar 4.5 : Soal Nomor 6... ... 59

Gambar 4.6 : Soal Nomor 3... ... 60

Gambar 4.7 : Kesalahan Jenis Ketiga Soal Nomor 3... ... 61

Gambar 4.8 : Soal Nomor 8... ... 62

Gambar 4.9 : Kesalahan Soal Nomor 8... ... 63

Gambar 4.10 : Soal Nomor 5... ... 63

Gambar 4.11 : Kesalahan Soal Nomor 7... ... 65

Gambar 4.12 : Salah Satu Soal pada Kegiatan Pertama LKS 5 ... 82

Gambar 4.13 : Salah Satu Soal pada Kegiatan Kedua LKS 5 ... 82

Gambar 4.14 : Salah Satu Soal pada Kegiatan Ketiga LKS 5... .. 83

Gambar 4.15 : Respon Siswa Kedua Situasi Keenam LKS 1... 91

Gambar 4.16 : Respon Siswa Ketiga Situasi Keenam LKS 1 ... . 92

Gambar 4.17 : Respon Siswa Dua Situasi Kedelapan LKS 2... .. 101

(7)

Gambar 4.19 : Respon Siswa Dua Kegiatan Kedelapan LKS 5 ... 125

Gambar 4.20 : Situasi Kedua Desain Didaktis 1... ... 127

Gambar 4.21 : Intervensi Situasi Keempat Desain Didaktis 1... ... 127

Gambar 4.22 : Situasi Kedelapan Desain Didaktis 2... ... 128

Gambar 4.23 : Soal Kegiatan Pertama Desain Didaktis 5... ... 131

Gambar 4.24 : Soal Kegiatan Kedua Desain Didaktis 5... ... 131

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A. DESAIN DIDAKTIS AWAL

A.1. Desain Didaktis Awal... 153

A.2. Tabel Lesson Design Awal ... 181

A.3 Learning Trajectory Awal ... 231

LAMPIRAN B. DESAIN DIDAKTIS REVISI B.1 Tabel Analisis Retrosfektif ... 232

B.. Desain Didaktis Revisi ... 271

B.3. Tabel Lesson Design Revisi ... 295

B.4 Learning Trajectory Revisi ... 340

LAMPIRAN C. INSTRUMEN TES C.1. Kisi-kisi Soal Instrumen Desain Didaktis ... 341

C.2. Instrumen Penelitian ... 360

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam perkembangan kebutuhan hidup manusia. Salah satu contoh aplikasi matematika adalah penerapan trigonometri pada bidang teknik sipil. Aplikasi trigonometri dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia dapat dilihat dari keahlian insinyur sipil dalam membangun berbagai bentuk bangunan yang salah satunya membutuhkan perhitungan sudut yang sangat akurat, mulai dari bangunan yang tampak sederhana hingga bangunan yang tampak rumit dan detail, seperti jembatan Suramadu (Indonesia), Eiffel Tower (Perancis), dan Tower Bridge (Inggris). Selain itu, matematika juga

merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dilaksanakan pada setiap tingkat pendidikan, mulai dari tingkat pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu, jelaslah bahwa matematika berperan penting dalam hubungannya terhadap kehidupan manusia dan pengetahuan lain.

(10)

communicate mathematically), dan d) siswa mampu belajar bernalar secara

matematis (learn to reason mathematically).

Mullis et al. (2012) pada bagian assessment juga menyampaikan bahwa kompetensi yang diharapkan terdapat dalam diri siswa melalui proses belajar matematika adalah kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan matematika dalam berbagai situasi, serta melibatkan penalaran dan pemecahan masalah. Kemudian, pada bagian framework disebutkan bahwa konteks dalam pengajaran dan pembelajaran matematika menekankan pada pentingnya motivasi siswa untuk belajar, serta membangun sikap penghargaan dan sikap positif terhadap matematika (Mullis et al., 2012).

Berdasarkan beberapa rumusan tujuan, kompetensi, dan kerangka pembelajaran matematika, jelaslah bahwa siswa bukan hanya dituntut dalam hal penguasaan materi, yang dilihat melalui beragam kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika secara algoritma, melainkan juga dalam hal kemampuan siswa dalam memahami masalah dengan baik dan menerapkan pengetahuan matematika dalam berbagai situasi masalah.

Upaya yang dapat diterapkan untuk memenuhi rumusan tujuan, kompetensi, dan kerangka pembelajaran matematika adalah membangun kondisi dan situasi kondusif yang memberi kesempatan siswa untuk memiliki pengalaman belajar dan proses berpikir yang berkaitan, sehingga siswa dapat membangun pemahamannya secara mandiri terhadap pengetahuan. Pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk membangun pemahamannya secara mandiri dapat dilakukan dengan menciptakan pembelajaran yang bermakna dan mencangkup beragam konteks. Dengan demikian, pembelajaran yang dilaksanakan tidak akan menimbulkan potensi kesulitan belajar yang berarti bagi siswa karena siswa dapat memahami dan memanfaatan pengetahuan yang dimilikinya dengan baik.

(11)

materi pembelajaran matematika yang dapat menimbulkan learning obstacle pada diri siswa adalah materi perbandingan.

Hasil kegiatan observasi yang dilakukan oleh Kharimah & Musetyo (2013) pada kelas VII SMP menunjukkan learning obstacle pada materi perbandingan bahwa tedapat 19 siswa atau 59% siswa melakukan kesalahan konseptual, 15 siswa atau 47% siswa melakukan kesalahan prosedural, dan 8 siswa atau 25% siswa melakukan kesalahan kalkulasi. Selanjutnya, pada tahap siklus penelitian kembali ditemukan kesulitan belajar yang dialami siswa selama kegiatan, antara lain: a) siswa masih belum mengerti apa yang dimaksud dengan pecahan senilai. Kesulitan belajar ini dapat dikategorikan sebagai didactical obstacle atau ontogenic obstacle; dan b) siswa kesulitan mengidentifikasi ciri-ciri perbandingan berbalik nilai melalui pengamatan tabel pada kegiatan di lembar kerja siswa. Kesulitan belajar ini dapat dikategorikan sebagai didactical obstacle atau ontogenic obstacle. Hal ini mengindikasikan bahwa materi perbandingan merupakan materi yang masih dirasa sulit oleh siswa. Kesulitan yang dialami siswa dalam materi perbandingan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: a) siswa hanya menghafalkan rumus dan prosedur pengerjaan tanpa melakukan pemahaman konsep; b) metode pembelajaran yang diterapkan adalah metode ceramah dan pemberian soal dengan metode drill; c) tidak terbiasa melakukan diskusi kelas; dan d) tidak terbiasa difasilitasi dengan media pembelajaran.

(12)

dapat disebabkan oleh penyajian materi yang kurang inovatif dan sistematis dalam menyajikan soal-soal materi perbandingan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di kelas IX SMP, ditemukan tiga jenis learning obstacle yang mencangkup dua ontogenic obstacle dan satu epistemological obstacle yang dialami oleh siswa tentang

penerapan materi perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai. Pertama, kesulitan siswa yang tergolong ontogenic obstacle. Siswa tidak memiliki pemahaman terhadap konsep dasar perbandingan, hal ini dapat pula dikatakan bahwa siswa masih terbiasa mengerjakan soal yang secara langsung dapat diselesaikan menggunakan perhitungan. Ontogenic obstacle pertama terlihat pada soal di bawah ini.

Keluarga Trisna mempunyai sebuah taman mini berbentuk persegi panjang yang berukuran panjang 8 meter dan lebar 5 meter. Tentukan perbandingan antara panjang taman dengan kelilingnya!

Soal yang berisi tentang menentukan perbandingan antara panjang taman dengan keliling bisa dikatakan masih termasuk soal yang sederhana, akan tetapi diperoleh temuan bahwa masih adanya siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan dengan menganggap perbandingan sebagai konsep pembagian dan keliru dalam menerapkan konsep perbandingan, seperti gambar 1.1.

Gambar 1.1 Ontogenic obstacle Pertama Siswa

(13)

kesulitan dalam mengerjakan soal dengan konteks yang berbeda, misalnya permasalahan yang disajikan dalam bentuk grafik. Kesulitan siswa jenis ketiga tergolong epistemological obstacle. Ontogenic obstacle pada kesulitan jenis kedua dan epistemological obstacle pada kesulitan jenis ketiga muncul pada soal di bawah ini.

Pak Suwardi memiliki pabrik yang memproduksi roda dengan berbagai ukuran. Setiap roda dilakukan pengujian dengan menghitung banyaknya putaran yang dihasilkan pada jarak yang tetap, seperti gambar grafik di bawah ini.

Perhatikan bahwa jarak yang ditempuh adalah tetap, tetapi ukuran rodanya berubah. Jika ukuran rodanya 51 cm, maka berapa kali roda akan berputar?

Pada soal tentang menghitung banyaknya putaran roda berdasarkan diameter roda, masih ditemukan siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal. Selain itu, juga diperoleh beberapa temuan menarik seperti gambar 1.2 dan gambar 1.3.

(14)

Gambar 1.3 Ontogenic obstacle Kedua Siswa

Berdasarkan gambar 1.2, terlihat bahwa siswa masih belum paham dalam membaca grafik dengan benar akibat pemahaman siswa yang terbatas pada konteks masalah (epistemological obstacle). Selanjutnya, pada gambar 1.3 baris pertama mengindikasikan bahwa siswa belum dapat memahami makna soal, sehingga siswa kesulitan dalam menentukan informasi mana yang seharusnya digunakan dalam penyelesaian masalah (ontogenic obstacle) dan pada baris kedua tampak bahwa masih terdapat siswa yang masih belum memahami permasalahan yang seharusnya dikerjakan dengan perbandingan senilai atau berbalik nilai (ontogenic obstacle).

Uraian bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi perbandingan, perbandingan senilai dan berbalik nilai masih cukup rendah. Oleh karena itu, memungkinkan munculnya learning obstacle, baik berupa ontogenic obstacle, didactical obstacle, dan epistemological obstacle.

(15)

memiliki kesempatan maupun pengalaman dalam menghadapi permasalahan yang berbeda sehingga siswa mudah mengalami kebingungan ketika dihadapkan pada jenis permasalahan yang berbeda. Hal ini nantinya akan memicu munculnya epistemological obstacle. Selain itu, kurangnya ragam bentuk soal dan kebermaknaan materi perbandingan juga mengakibatkan siswa menjadi kurang peka untuk membedakan antara perbandingan senilai dan berbalik nilai, sehingga berpotensi menimbulkan didactical obstacle atau ontogenic obstacle. Selanjutnya, kesulitan siswa dalam menyelesaikan

permasalahan dalam konteks yang berbeda dapat dikarenakan oleh pemahaman siswa yang masih parsial, sehingga siswa tidak mampu mengaitkan permasalahan perbandingan dengan konteks lainnya yang masih berhubungan. Hal ini mengakibatkan timbulnya epistemological obstacle.

Kesulitan belajar yang dialami siswa tidak seimbang dengan adanya tuntutan belajar yang harus dihadapi siswa. Siswa akan sering kali menemukan dan memanfaatkan perbandingan dalam berbagai kegiatan pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perbandingan merupakan salah satu materi matematika yang esensial bagi siswa, sebagaimana yang tercantum dalam National Council of Teachers of Mathematics bahwa

Proportional reasoning is one of the most fundamental topics in middle grades mathematics. Students’ ability to reason proportionally affects their understanding of fractions and measurement in elementary school, and it supports their understanding of functions and algebra in middle school and beyond. Given the importance of ratio and proportion, it is typical to see extensive class time devoted to the topic in upper elementary and middle school grades. (2013, hlm. 1)

Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Mullis et al. (2012) pada subbab Mathematics Curricula in Primary and Lower Secondary Grades bahwa

(16)

meliputi rasio dan proporsi, operasi dengan pecahan dan desimal, dan eksponen.

Perbandingan juga merupakan dasar dalam mengembangkan pemahaman dan kemampuan siswa pada materi matematika lainnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Shield & Dole (2002) bahwa pada kurikulum matematika sekolah menengah, banyak topik pembelajaran yang mensyaratkan keterampilan penalaran proporsional (perbandingan), misalnya pada pembahasan geometri, trigonometri, dan aplikasi persentase. Hal serupa juga disampaikan oleh Lesh, Post, & Behr (dalam Fernandez, Llinares, Modestou, & Gagatsis, 2010) bahwa perbandingan merupakan suatu konsep dasar dalam kurikulum pembelajaran matematika karena berperan penting dalam mengembangkan kemampuan matematika siswa.

Sebagai seorang guru, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi learning obstacle yang terjadi pada siswa adalah dengan memahami pola pikir siswa. Pola hingga alur berpikir siswa dalam memberikan langkah-langkah atau strategi penyelesaian masalah sangatlah beragam. Hal ini sejalan dengan ragamnya proses perkembangan berpikir yang terjadi pada setiap siswa serta pencapaian tingkat berpikir siswa. Oleh karena itu, guru sangat berperan penting dalam memahami pola pikir siswa, sehingga guru dapat membimbing dan memberi solusi secara tepat.

Salah satu cara yang dapat dimanfaatkan dalam memfasilitasi pola pikir siswa adalah memperhatikan urutan dalam menyampaikan materi yang diberi nama dengan learning trajectory. Dengan demikian, proses berpikir siswa akan menjadi terurut dan terstruktur, sehingga siswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya terhadap permasalahan.

(17)

learning activities in which they might engage” (hlm. 4). Dengan demikian, learning trajectory merupakan urutan atau tahapan kegiatan pembelajaran

dalam menyampaikan materi dengan memperhatikan level berpikir siswa yang beragam (mulai dari aksi, formulasi, validasi, dan institusionalisasi).

Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa learning trajectory tidak terfasilitasi dengan baik. Berdasarkan isi pada buku Matematika kelas VIII Edisi Revisi 2014 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ditemukan situasi yang tidak memperlihatkan adanya keterkaitan antar aktivitasnya. Pada contoh dan latihan soal, siswa dihadapkan pada tingkatan soal yang masih sederhana dan langsung dapat diselesaikan, tetapi soal yang disajikan pada uji kompetensi secara umum berupa soal dengan bentuk pertanyaan terbuka. Aktivitas yang disajikan cukup mempersulit siswa karena siswa belum diberikan pengalaman permasalahan yang setingkat sebelumnya. Selain itu, pada buku Kurikulum 2013 yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh penerbit swasta. Penyajian soal yang berbentuk grafik masih terlihat sederhana dan monoton karena tidak ada keterlibatan konsep lain dalam pengaplikasian bentuk grafik dan siswa hanya diminta untuk membaca grafik saja bukan untuk menyelesaikan permasalahan berbentuk grafik.

Berdasarkan penjelasan temuan tentang ketidaksesuaian penerapan learning trajectory pada dua buku pelajaran Matematika terhadap materi

perbandingan senilai dan berbalik nilai, dapat disintesikan bahwa beberapa desain pembelajaran yang diberikan kepada siswa tidak memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi pikirannya dengan melakukan aksi dalam penyelesaian masalah. Perbedaan antara teori dengan kenyatan, pada akhirnya dapat memicu timbulnya resiko kesulitan belajar bagi siswa.

Adanya temuan learning obstacle dan ketidaksesuaian learning trajectory pada beberapa desain tentang materi perbandingan senilai dan

(18)

learning trajectory, diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai

alternatif yang dapat membantu siswa dalam mengatasi maupun mengantisipasi munculnya learning obstacle siswa, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan pun dapat terwujud dengan optimal. Berdasarkan pernyataan yang telah dipaparkan, selanjutnya dilakukan penelitian yang berjudul “Desain Didaktis Perbandingan Senilai dan Berbalik Nilai pada Siswa SMP ditinjau dari Learning Obstacle dan Learning Trajectory.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang, sebagai rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana desain didaktis pada materi perbandingan senilai dan berballik nilai siswa kelas VIII SMP?”. Selanjutnya, rumusan masalah di atas dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian, seperti di bawah ini.

1. Apa saja learning obstacle yang diidentifikasi pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai?

2. Bagaimana alur learning trajectory pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai?

3. Bagaimana desain didaktis awal perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai ditinjau dari hasil identifikasi learning obstacle dan learning trajectory siswa kelas VIII?

4. Bagaimana implementasi desain didaktis awal perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai berdasarkan respon siswa yang muncul? 5. Bagaimana desain didaktis revisi yang dapat dikembangkan pada

perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai berdasarkan implementasi desain didaktis awal?

C. TUJUAN PENELITIAN

(19)

1. Mengidentifikasi learning obstacle pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.

2. Menyusun learning trajectory perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.

3. Mengetahui desain didaktis awal perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai ditinjau dari hasil identifikasi learning obstacle dan learning trajectory siswa kelas VIII.

4. Menganalisis implementasi desain didaktis pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.

5. Memperoleh desain didaktis revisi yang dapat dikembangkan pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai berdasarkan implementasi desain didaktis awal.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Menghasilkan pengetahuan mengenai cara mengembangkan desain didaktis melalui pengembangan teori yang diperoleh dari pengalaman empiris pada materi perbandingan. Desain didaktis ini dikembangkan berdasarkan pola pikir dan kesulitan yang dialami oleh siswa.

2. Manfaat praktis a. Siswa

Penelitian ini dapat membantu siswa dalam meminimalkan kesulitan-kesulitan yang akan dialami siswa pada proses pembelajaran matematika serta dapat melibatkan siswa secara aktif dalam membangun pemahaman khususnya pada pembelajaran materi perbandingan senilai dan berbalik nilai.

b. Guru

(20)

pelaksanaan pembelajaran serta bahan ajar yang dapat menciptakan dan mengembangkan situasi belajar yang lebih optimal, khususnya pada pembelajaran materi perbandingan senilai dan berbalik nilai. c. Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian mendalam dalam menindaklanjuti suatu penelitian untuk ruang lingkup yang lebih luas serta menambah wawasan dalam mengembangkan penelitian desain didaktis.

d. Bagi pembaca

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu tambahan informasi mengenai desain didaktis ditinjau dari learning obstacle dan learning trajectory yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi pada

proses pembelajaran materi perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.

E. DEFINISI OPERASIONAL

1. Learning Obstacle

Learning Obstacles merupakan kesulitan yang terjadi dalam pembelajaran.

Learning obstacle yang dimaksud terdiri dari ontogenic obstacle,

didactical obstacle, dan epistemological obstacle. Pada penelitian ini,

kesulitan ontogenik adalah kesulitan yang berkaitan dengan kemampuan mental belajar siswa dalam memahami bahan ajar. Kesulitan didaktis adalah kesulitan yang timbul sebagai hasil dari pendekatan yang digunakan dalam situasi pembelajaran. Kesulitan epistemologis adalah kesulitan yang disebabkan oleh pengetahuan siswa yang hanya pada suatu konteks yang terbatas akibat pemahaman siswa yang parsial.

2. Learning Trajectory

Learning Trajectory adalah urutan atau tahapan kegiatan pembelajaran

dalam menyampaikan materi dengan memperrhatikan level berpikir siswa yang beragam.

(21)
(22)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang umumnya melakukan penjelasan data menggunakan kata-kata serta berasumsi untuk memahami permasalahan sosial yang terjadi berdasarkan pandangan partisipan yang berbeda namun pada situasi atau kejadian yang sama. Lebih jelasnya, mengenai definisi penelitian kualitatif dijelaskan oleh Creswell (2012) bahwa:

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang –oleh sejumlah indvidu atau sekelompok orang– dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting seperti, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum dan menafsirkan makna data (hlm.4-5).

Adapun, Bogdan dan Biklen (dalam Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa karakteristik pada penelitian kualitatif, di antaranya adalah:

1. Penelitian yang natural atau alami (natural setting) sebagai sumber data langsung dan peneliti merupakan instrumen kunci.

2. Data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata atau gambar dibandingkan dalam bentuk angka.

3. Penelitian berfokus pada proses tidak hanya pada hasil.

4. Penelitian kualitatif cenderung menganalisis data secara induktif.

5. Bagaimana orang memahami segi kehidupannya menjadi perhatian utama para peneliti kualitatif.

(23)

terbuka, dan tidak melakukan rekayasa dengan pengontrolan variabel; b) analisis induktif yang artinya permasalahan-permasalahan yang muncul dari data dibiarkan terbuka untuk dilakukan interpretasi; c) holistik yang artinya fenomena yang terjadi merupakan suatu kesatuan yang terbentuk secara simultan; d) data kualititatif yang artinya melakukan deskripsi secara rinci dan dalam; e) hubungan dan persepsi pribadi yang artinya terdapat hubungan yang akrab antara peneliti dengan partisipan untuk memahami fenomena; f) dinamis yang artinya desain yang dibuat bersifat fleksibel; g) orientasi keunikan yang artinya setiap situasi bersifat khas; dan h) empati netral yang artinya penjelasan yang dipaparkan bersifat subjektif murni dan tidak dibuat-buat.

Melalui paparan tentang definisi penilitian kualitatif, dapat disintesiskan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat natural atau alami dari fenomena sosial yang terjadi sehingga perolehan hasil data disampaikan tanpa ada rekayasa kemudian dijelaskan secara subjektif dan utuh dalam bentuk kata-kata atau gambar secara rinci serta mendalam dengan tidak hanya memperhatikan hasil akhir saja, melainkan juga pada proses yang berlangsung dalam pembelajaran, serta peneliti berperan sebagai instrumen kunci untuk bertindak mengumpulkan data secara langsung ke lapangan sehingga dapat memahami dan menjelaskan kesulitan belajar (learning obstacle) yang dihadapi oleh siswa SMP pada materi perbandingan senilai dan berbalik nilai.

Pendekatan kualitatif pada penelitian ini berupa penyusunan suatu desain didaktis yang mengacu pada hasil temuan kesulitan belajar (learning obstacle) selama berlangsungnya proses pembelajaran yang sesuai dengan

(24)

Metode pada penelitian ini adalah grounded theory (penyusunan teori-dari-bawah) yang terdiri dari tiga unsur dasar, yaitu konsep, kategori dan proposisi (Moleong, 2014). Metode ini digunakan karena kejadian atau peristiwa pada pembelajaran (yang secara rinci terlihat dari transkrip video pembelajaran) dianalisis sebagai „indikator potensial dari fenomena‟ yang dengannya diberikan nama/label secara konseptual. Pengumpulan data, analisis, dan teori harus memiliki hubungan yang erat antara yang satu dengan yang lain, artinya tidak bisa memulai teori sebelum mengikuti alur proses yang ada.

B. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menyusun suatu desain didaktis pembelajaran matematika materi perbandingan senilai dan berbalik nilai. Suryadi (Suryadi & Turmudi, 2011) memaparkan beberapa langkah formal dalam melakukan penelitian desain didaktis yang dirangkai menjadi tiga tahapan aktivitas, antara lain:

1. Analisis situasi didaktis sebelum berlangsungnya pembelajaran berupa Disain Didaktis Hipotetis termasuk ADP.

2. Analisis metapedadidaktik.

3. Analisis retrosfektif, yaitu analisis yang mengaitkan antara hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktik.

Terdapat beberapa tahapan pada penelitian ini, antara lain meliputi: 1. Tahap Pra-Penelitian

a. Studi literatur dengan menelaah materi-materi pembelajaran matematika.

b. Menentukan satu materi matematika yang berperan sebagai bahan penelitian. Pada penelitian ini materi yang dipilih adalah materi perbandingan senilai dan berbalik nilai.

c. Mengidentifikasi materi perbandingan senilai dan berbalik nilai. d. Menyiapkan kelengkapan penelitian yang akan digunakan di tahap

(25)

dengan tujuan untuk melihat learning obstacle siswa yang tampak pada materi perbandingan senilai dan berbalik nilai, merangkai pertanyaan sebagai pedoman wawancara guru dan siswa.

e. Menetapkan lokasi penelitian. 2. Tahap Penelitian

a. Mengujicobakan instrumen tes kepada siswa yang pernah mengalami pengalaman belajar materi perbandingan senilai dan berbalik nilai. b. Mengamati pengerjaan instrumen tes oleh siswa.

c. Mengadakan wawancara kepada beberapa siswa mengenai instrumen tes yang telah diujicobakan.

d. Mengolah dan menjabarkan hasil yang diperoleh dari ujicoba intrumen tes dan wawancara.

e. Menguraikan learning obstacle yang muncul pada siswa berdasarkan ujicoba intrumen tes pada materi perbandingan senilai dan berbalik nilai dan mengaitkannya dengan teori.

f. Menyusun learning trajectory siswa pada perbandingan senilai dan berbalik nilai.

g. Merancang desain didaktis awal berdasarkan rekomendasi learning obstacle dan learning trajectory.

3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

a. Menyusun laporan hasil dari penelitian yang telah dilakukan berdasarkan implementasi desain didaktis yang telah disusun.

b. Merancang desain didaktis revisi berdasarkan rekomendasi implementasi desain didaktis awal.

C. SUBJEK PENELITIAN

(26)

dilakukan terhadap siswa kelas IX SMP yang telah mendapatkan pengalaman belajar pada materi perbandingan senilai dan berbalik nilai sebelumnya.

D. SUMBER DATA

Sumber data pada penelitian ini diperoleh melalui hasil dari instrumen tes yang telah diujicobakan kepada siswa kelas IX SMP Negeri di Bandung yang telah mengikuti tes mengenai materi perbandingan senilai dan berbalik nilai serta hasil wawancara yang telah dilakukan dalam rangka menganalisis learning obstacles yang muncul pada siswa terkait materi perbandingan senilai dan berbalik nilai.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Menurut Sugiyono (2012), pengumpulan data pada penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai setting, sumber, dan cara. Bila dilihat dari settingnya data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan berbagai eksperimen, di rumah dengan

berbagai responden. Bila dilihat dari sumber data, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber skunder. Sumber primer ialah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain ataupun dokumen. Selanjutnya, bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan tes, observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi, dan gabungan (triangulasi). Berdasarkan keterangan tersebut, peneliti akan melakukan teknik pengumpulan data dilihat dari cara antara lain:

a. Pengumpulan data dengan tes

Penggunaan tes dalam penelitian ini bertujuan mendiagnosis learning obstacles siswa dengan melihat kesulitan belajar yang dihadapi

(27)

Tes yang diujicobakan disusun berupa soal uraian, sehingga peneliti dapat melihat kemungkinan kesulitan yang hadir melalui jawaban siswa. b. Pengumpulan data dengan wawancara

Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Setelah tes dilaksanakan, selanjutnya adalah proses pengumpulan data melalui wawancara yang disusun secara garis besar dalam bentuk pedoman wawancara. Wawancara pada penelitian ini menggunakan wawancara pembicaraan informal dan baku terbuka yang dilakukan secara mendalam (Moleong, 2014). Pertanyaan yang disampaikan pada wawancara pembicaraan informal sangat bergantung dengan pewawancara itu sendiri. Oleh karena itu, hubungan antara pewawancara dengan yang terwawancara sebaiknya dalam suasana yang biasa dan wajar serta pembicaraan yang dihadirkan layaknya pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, maksud dari wawancara baku terbuka adalah wawancara yang menerapkan rangkaian pertanyaan baku, artinya mulai dari urutan pertanyaan, kata-kata, hingga cara penyajiannya sama bagi setiap yang terwawancara.

Wawancara ini dilakukan bertujuan untuk menemukan permasalahan dan informasi secara lebih dalam dengan meminta pendapat dan ide dari pihak yang diajak wawancara dengan asumsi bahwa hasil tes yang dilakukan siswa tidak terlalu rinci dalam mengungkapkan kesulitan belajar yang dialami siswa.

c. Pengumpulan data dengan studi dokumentasi

(28)

F. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh data dan merekam fakta yang diperlukan dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian terbagi menjadi dua jenis, yaitu instrumen utama dan instrumen pembantu. Instrumen utama adalah peneliti yang berperan mulai dari menetapkan fokus penelitian, pengumpulan data, analisis data, hingga membuat kesimpulan. Adapun, instrumen pembantu terdiri dari beberapa jenis antara lain.

1. Instrumen Tes

Instrumen tes disusun untuk mengetahui dan menganalisis kesulitan belajar siswa khususnya pada materi perbandingan senilai dan berbalik nilai. Tes dilakukan ketika studi pendahuluan.

2. Wawancara

Wawancara (indepth interview) merupakan suatu cara mengumpulkan data melalui lisan (non-tes). Wawancara pada penelitian ini dilakukan terhadap guru dan siswa. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui penjelasan siswa akan jawaban yang diberikan oleh siswa terhadap tes yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lebih mendalam pemahaman dan alur berpikir siswa.

G. TEKNIK ANALISIS DATA

Maksud dari analisis data adalah mengorganisasi dan mengelola data yang artinya mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, mengkodekan, dan mengkategorikan data yang diperoleh. Analisis data diterapkan dalam suatu proses. Dengan kata lain, pelaksanaan analisis data ini telah dimulai sejak mengumpulkan data yang dilaksanakan secara intensif setelah meninggalkan lapangan penelitian (Moleong, 2014).

Penelitian ini memanfaatkan analisis data dengan Constant Comparative Method (metode perbandingan tetap) sebagaimana yang

(29)

tetap membandingkan satu kategori dengan kategori lain. Berikut ini merupakan proses analisis data yang terdiri dari:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu cara yang dilakukan dengan mengidentifikasi adanya satuan, yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data dengan catatan memiliki makna apabila dihubungkan dengan fokus dan masalah penelitian. Hal ini berarti ditunjukkan dengan memilih data yang diperlukan dan selanjutnya dipisahkan dari data yang tidak perlu.

2. Kategorisasi

Kategorisasi merupakan langkah dalam memilih setiap satuan ke dalam bagian yang memiliki kesamaan yang dilakukan dengan memberikan label. 3. Sintesisasi

Mensintesis artinya mencari keterkaitan dari satu kategori terhadap kategori yang lain yang ditandai dengan diberi nama atau label lagi.

4. Menyusun „Hipotesis Kerja‟

Hipotesis kerja merupakan teori subtantif, yaitu teori yang berasal dan masih berkaitan dengan data sehingga diharapkan terkait dan sekaligus dapat menjawab pertanyaan penelitian. Menyusun „hipotesis kerja‟ dilakukan dengan menyusun pertanyaan yang proporsional.

Langkah awal yang dilakukan pada tahap analisis data adalah dengan mengembangkan deskripsi yang komprehensif dan teliti berdasarkan hasil dari penelitian. Data pada penelitian terkait kesulitan belajar siswa disajikan secara deskriptif sesuai dengan hasil intrumen tes yang diperoleh, sedangkan data penelitian mengenai kajian perbandingan senilai dan berbalik nilai serta disain didaktis disajikan secara kualitatif sesuai informasi yang didapat melalui wawancara dan dokumentasi.

H. KRITERIA KEABSAHAN DATA

(30)

1. Kepercayaan (credibility)

Credibility pada hakikatnya setara dengan istilah validitas internal pada

penelitian nonkualitatif. Menurut Sugiyono (2012), uji kredibilitas terhadap data hasil penelitian kualitatif terdiri dari perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check. Kemudian, Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan berbagai waktu.

2. Keteralihan (transferability)

Transferability tidak berbeda dengan validitas eksternal pada penelitian

nonkualitatif yang menunjukkan derajat ketepatan sehingga dapat diterapkannya suatu hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Transferability sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan konteks antara pengirim dan penerima. Dalam hal penelitian kualitatif, nilai transfer ini berkaitan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian ini dapat diterapkan atau dilaksanakan dalam situasi lain. Namun, nilai transfer ini atau validitas eksternal ini pun tidak dapat dijamin oleh peneliti. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibuat suatu catatan atau laporan yang dapat memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya mengenai hasil penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, Sugiyono (2012) juga menambahkan bahwa bila hasil laporan penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang berlangsung dan semacam apa hasil penelitian dapat diberlakukan, maka laporan penelitian tersebut dikatakan telah memenuhi standar transferabilitas.

3. Kebergantungan (dependability)

Dependability serupa dengan istilah reliabilitas pada penelitian

(31)

pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian. Bagaimana peneliti mulai menentukan masalah/ fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan yang harus ditunjukkan oleh peneliti. Jika peneliti tidak mempunyai atau menunjukkan “jejak aktifitas lapangan”, maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan (Sugiyono, 2012).

4. Kepastian (confirmability)

Confirmability berasal dari konsep ‟objektivitas‟ pada penelitian

nonkualittaif. Penelitian dikatakan obyektif apabila hasil penelitian telah disepakati oleh banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability serupa dengan uji dependability sehingga pengujiannya

dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji confirmability berarti menguji hasil penelitian terkait dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability.

I. JADWAL PENELITIAN

[image:31.595.52.561.542.760.2]

Jadwal penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2014-2015. Uraian jawal penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Tahun 2014-2015

No Kegiatan Okt-Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1 Penyusunan

proposal dan bimbingan

2 Seminar

proposal

3 Penyusunan

istrumen penelitian

4 Penelitian

pendahuluan

5 Analisis dan

(32)

6 Implementasi desain didaktis awal

7 Analisis data

[image:32.595.85.527.226.719.2]

J. ALUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Gambar 3.1 Alur Pelaksanan Penelitian

Menyusun Istrumen Tes

Mengujicobakan Istrumen Tes

Menganalisis Learning Obstacles dari Istrumen Tes

Menyusun Desain Didaktis Awal Merancang Learning Trajectory

Analisis Buku Teks Studi Literatur

Tahap Dua Tahap

Satu

Implementasi Desain Diaktis Awal

Analisis Metapedadidaktik

Refleksi

Menghasilkan ADP

Mengumpulkan Data Respon Siswa

Analisis Retrosfektif

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan seperti di bawah ini.

1. Learning Obstacle yang teridentifikasi pada penelitian mengenai materi perbandingan senilai dan berbalik nilai terdiri dari ontogenic obstacle, didactical obstacle, dan epistemological obstacle. Pada hasil identifikasi

learning obstacle melalui analisis jawaban siswa kelas IX SMP pada studi

pendahuluan yang dilengkapi dengan wawancara siswa, diperoleh bahwa jenis learning obstacle yang paling banyak ditemukan adalah ontogenic obstacle,

barulah kemudian epistemological obstacle dan didactical obstacle. Pada hasil identifikasi learning obstacle melalui analisis hasil wawancara dengan guru, diperoleh bahwa terdapat dua jenis learning obstacle yang dapat muncul oleh siswa, yaitu ontogenic obstacle dan didactical obstacle. Pada hasil identifikasi learning obstacle melalui analisis tiga macam buku pelajaran matematika,

diperoleh bahwa jenis learning obstacle yang paling banyak ditemukan adalah didactical obstacle, kemudian ontogenic obstacle dan epistemological

obstacle. Ontogenic obstacle muncul karena ketidaksiapan mental belajar

(34)

justru mempersulit siswa dalam memahami materi. Epistemological obstacle dapat terjadi akibat keterbatasan pemahaman siswa pada konteks permasalahan. Secara teknik, siswa dapat menyelesaikan permasalahan perbandingan senilai dan berbalik nilai pada soal-soal yang sederhana, namun siswa kurang mampu menerapkan pengetahuan dan memberikan solusi pada kontes permasalahan yang berbeda dari biasanya ataupun lebih kompleks seperti permasalahan dalam bentuk soal cerita.

(35)

3. Desain didaktis awal dikembangkan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi perbandingan senilai dan berbalik nilai. Penyusunan desain didaktis awal ini dilakukan dengan mempertimbangkan rekomendasi awal yang diperoleh, antara lain melalui identifikasi learning obstacle, learning trajectory, teori situasi didaktis, dan teori belajar yang relevan. Identifikasi

learning obstacle mengacu pada karakteristik yang ditemukan dari analisis

jawaban dan wawancara siswa pada studi pendahuluan, wawancara guru, dan buku paket pelajaran matematika. Learning trajectory yang terinspirasi melalui rekomendasi dari analisis buku paket pelajaran matematika dengan memperhatikan urutan dan tujuan pembelajaran, kemudian disusun dengan rangkaian aktivitas yang saling terkait dan memudahkan siswa dalam memahami materi, serta memperhatikan level berpikir siswa yang terlibat. Teori situasi didaktis yang terdiri dari empat tahapan, mulai dari aksi, formulasi, validasi, dan institusionalisasi. Teori belajar yang mendukung untuk menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif dalam pembelajaran yang bermakna. Berdasarkan pertimbangan pada rekomendasi awal, diperoleh lima desain didaktis yang disusun secara komprehensif dan saling berkaitan dalam membangun pengalaman dan proses berpikir siswa untuk memahami pengetahuan tentang perbandingan senilai dan berbali nilai.

(36)

5. Desain didaktis revisi yang dikembangkan pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai berdasarkan rekomendasi melalui analisis implementasi desain didaktis awal berupa analisis retrosfektif yang mengaitkan antara hasil analisis situasi didaktis awal dengan hasil analisis metapedadidaktik (perbandingan antara prediksi respon yang disusun sebelum implementasi desain dengan respon yang muncul saat implementasi desain). Beberapa prediksi respon yang tidak muncul pada implementasi dan dipertimbangkan tidak akan keluar dari pikiran siswa pada desain didaktis revisi, selanjutnya dihapuskan dari tabel situasi desain didaktis revisi. Selain itu, ada pula beberapa situasi yang dihapuskan dari desain didaktis revisi karena tujuan pembelajaran yang sama masih bisa dicapai secara efektif pada situasi yang lainnya. Kemudian, terdapat beberapa situasi yang menjadi antisipasi pada situasi yang lain agar penerapan desain didaktis revisi lebih optimal, sehingga urutan situasi pada desain didaktis revisi diubah, seperti yang terjadi pada desain didaktis pertemuan dua bahwa situasi ketujuh ditukar menjadi situasi keenam dan pertemuan tiga bahwa situasi kedelapan ditukar menjadi situasi ketujuh.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya terkait desain didaktis materi perbandingan senilai dan berbalik nilai, antara lain.

1. Desain didaktis yang digunakan sebaiknya dapat tetap memfasilitasi kemandirian berpikir dan keaktifan siswa dalam pembelajaran, sehingga membantu mengantisipasi learning obstacle siswa.

(37)

3. Sebelum dilakukan implementasi desain didaktis awal, sebaiknya pemahaman siswa untuk materi prasyarat dapat dipastikan terlebih dahulu, sehingga desain didaktis awal yang diimplementasikan dapat berjalan dengan lebih optimal. 4. Implementasi desain didaktis awal sebaiknya dilakukan di sekolah secara

runtun, yang artinya tidak ada jeda yang lama antara satu desain didaktis dengan desain didaktis yang lain agar implementasi desain didaktis dapat dilaksanakan dengan maksimal, sehingga prediksi respon yang diharapkan pun dapat muncul dengan lebih optimal.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Afgani, J. & Sutawidjaja, A. (2011). Materi Pokok Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Bloom, B. S. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (A. Prihantoro, Trans.). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Brousseau, G. (2002). Theory of Didactical Situation Mathematics. New York: Kluwer Academic Publishers.

Brown, S. A. & College, P. (2008). Exploring Epistemological Obstacle to the Development of Mathematics Induction. Proceedings of the 11th Conference for Research on Undergraduate Mathematics Education, hlm. 1–19.

Clements, D. H. & Sarama, J. (2009). Learning Trajectory in Early Mathematics Sequences of Acquisition and teaching. Encyclopedia of Language and Literacy Development, hlm. 1–7. London: Canadian Language and Literacy.

Creswwell, J. W. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Dalyono, M. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Danial, I. (2013, Juni). Kiat Mengatasi Masalah Belajar. Kompasiana. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2013/06/29/kiat-mengatasi-masalah-belajar -569552.html. (online: 13 Agustus 2014).

Daro, P., Mosher, F.A., & Corcoran, T. (2011). Learning Trajectories in Mathematics A Foundation for Standards Curriculum, Assessment, and Instruction (Research Report # RR-63). Philadelphia: CPRE (Consortium for Policy Research in Education).

Dudeja, V. & Madhavi, V. (2014). Jelajah Matematika 2 SMP Kelas VIII. Jakarta: Yudhistira.

(39)

Empson, S. B. (2011). On the Idea of Learning Trajectories: Promises and Pitfalls. The Mathematics Enthusiast Dept of Mathematical Sciences-The University of Montana & Information Age Publishing, 8 (3), hlm. 571–596.

Fernandez C., Llinares, S., Modestou, M., & Gagatsis, A. (2010). Proportional Reasoning: How Task Variables Influence The Development of Students’s Strategies from Primary to Secondary School. Acta Didactica Universitatis Comenianae Mathemathics, 10, hlm. 1–8.

Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill.

Hergenhahn, B. R., & Olson M. H. (2008). Theories of Learning Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana.

Innabi, H. (2003). Aspects of Critical Thinking in Classroom Instruction of Secondary School Mathematics Teachers in Jordan. Proceedings of International Conference, Czech Republic, hlm. 124–125.

Karso, dkk. (2004). Materi Pokok Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka.

__________. (2014). Matematika SMP Kelas VIII Semester 2. Jakarta: Kemendikbud.

Kharimah, U. & Muhsetyo G. (2013). Penggunaan Media Peta Untuk Memahamkan Materi Perbandingan Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Pada Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 2 Jetis Kabupaten Mojokerto. Jurnal Universitas Negeri Malang, hlm. 1–13.

Kurniawati, I. (2011). Penerapan Strategi Heuristik dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pada Penerapan Perbandingan di SMP. Jurnal Universitas Negeri Solo, hlm. 1–10.

Manno, G. (2005). Embodiment and A-Didactical Situation in The Teaching-Learning of The Perpendicular Straigth Lines Concept. (Doctoral Thesis, Faculty of Mathematics and Physics Departement of Didactic Mathematics Comenius University Bratislava).

_________. (2006). Embodiment and A-Didactical Situation in The Teaching-Learning of The Perpendicular Straigth Lines Concept. Proceedings CIEAEM 58-SRNI, Czeh Republic. Quaderni di Ricerca in Didattica (Matematica), 3, hlm. 87–94.

(40)

Mullis, I. V.S., Martin, M. O., Minnich, C. A., Stanco, G. M., Arora, A., Centurino, V. A.S. et al. (2012). TIMSS 2011 Encylopedia: Education Policy and Curriculum in Mathematics and Science. Boston: ISC.

Mutaqin, E. J. (2013). Analisis Learning Trajectory Matematis dalam Konsep Perkalian Bilangan Cacah di Kelas Rendah Sekolah Dasar (Studi Kasus terhadap Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar). (Tesis, Jurusan Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan).

National Council of Teachers of Mathematics. (2004). Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Virginia: NCTM.

______. (2013). Teaching Ratio and Proportion in the Middle Grades. Virginia: NCTM.

Nyikahadzoyi, M. R., Mapuwei, T., & Chinyoka, M. (2013). Some Cognitive Obstacles Faced By ‘A’ Level Mathematics Students in Understanding Inequalties: A Case Study of Bindura Urban High School. International Journal of Academic Research in Progressive Education and Development, 2 (2), hlm. 206–221.

Perbowo, K. S. (2012). Pengembangan Desain Dikdatis Bahan Ajar Pemecahan masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama. (Tesis, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan).

Salavastru, D. (2014). Obstacles and Errors in Appropriate of the Psychological Language. Al.I. Cuza University of Lasi, hlm. 30–47.

Sari, L. A. (2014). Analisis Learning Obstacle Siswa SMP dalam Mempelajari Materi Aljabar. (Tesis, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan).

Setiawan, E. (2010). KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Luar Jaringan (offline). Jakarta: Kemdiknas.

Shield, M. & Dole, S. (2002). Investigating Textbook Presentations of Ratio and Proportion. Proceedings Mathematics in the South Pacific. The 25th Annual Conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia, hlm. 608–615.

(41)

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FPMIPA UPI, hlm 75–89.

Suryadi, D. (2010). Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika di UNP, hlm. 1 – 16.

_________. (2013). Didactical Design Reseacrh (DDR) dalam Pengembangan Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 1, hlm. 3–12.

Suryadi, D. & Turmudi. (2011). Kesetaraan Didactical Design Research (DDR) dengan Matematika Realistik dalam Pengembangan Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNS, hlm. 1 – 12.

Turmudi. (2010). Pembelajaran Matematika Kini dan Kecenderungan Masa Mendatang. Bunga Rampai Pembelajaran MIPA, JICA FPMIPA. Bandung: FPMIPA UPI.

Uno, H. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Wijayanti, M. (2007, Februari). Alternatif Mengatasi Kesulitan Belajar. Gemari, Edition 73/ VIII/2007, hlm. 37. Tersedia: http://www.gemari.or.id/artikel/ 2546.shtml. (online: 13 Agustus 2014).

Wintarti, A., Rahaju, E. B., Sulaiman, R., Yakoko, C., & Kusrini. (2008). Contextual Teaching and Learning Matematika SMP Kelas VII Edisi 4. Jakarta: Depdiknas.

Gambar

Gambar 1.1 Ontogenic obstacle Pertama Siswa
Gambar 1.2 Epistemological obstacle Siswa
Gambar 1.3 Ontogenic obstacle Kedua Siswa
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Tahun 2014-2015
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur besarnya nilai gaya makan dan gaya potong pahat crater wear dan flank wear, menganalisa pengaruh keausan pahat terhadap gaya

4.4.2 Perbandingan Tegangan Percobaan Beban Nol Generator Induksi Dengan Kapasitor Eksitasi 40mF Terhadap Tegangan Percobaan Beban Nol Generator Induksi Dengan Kapasitor

Menganalisa efek dari adanya fenomena transient dan perubahan traksi dalam rolling contact dua buah silinder elastis dengan aplikasi slip..

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. © Keshawa

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas Sarjana

Sahabat MQ/ hasil akhir pemilu legislatif pada bulan april lalu/ menunjukkan bahwa pemenang yang sesungguhnya dalam pemilu tersebut justru golongan putih// Kalangan/ yang

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungisional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di rumah

(3) Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, diharapkan dapat membekali mahasiswa sebagai calon konselor dengan keterampilan-keterampilan strategi ataupun