• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman siswa tentang konsep gaya apung : sebuah studi kasus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemahaman siswa tentang konsep gaya apung : sebuah studi kasus."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP GAYA APUNG: SEBUAH STUDI KASUS

Rahmad Hudan Ramadhan. 2015 “Pemahaman Siswa Tentang Konsep Gaya Apung: Sebuah Studi Kasus”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa tentang konsep gaya apung. Penelitian dilakukan pada bulan mei pada siswa SMA kelas XI IPA sebanyak 1 orang yang dipilih secara acak. Peneliti menggunakan metode wawancara klinis dalam pengambilan data

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman partisipan dapat dikategorikan menjadi: tidak tahu/lupa, kurang lengkap, miskonsepsi, dan memahami.

Pemahaman partisipan berubah sejalan dengan proses wawancara. Memberikan pertanyaan membuat pemahaman partisipan berkembang. Hasil analisis menunjukan adanya peristiwa yang menunjukan contoh konkret teori pengetahuan dan teori belajar kontruktivis Piaget yaitu adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas.

(2)

A CASE STUDY

RahmadHudanRamadhan. 2015. “Students Understand About Bouyancy Concept: A Case Study”. Thesis. Physics Education Study Program. Department of Mathematics and Science Education.Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University of Yogyakarta.

The purpose of this research was to understand students' understanding ofthe concept ofbuoyancy. The study was conductedin May onhigh school studentgrade XIas people were selected at random without knowing the abilities and accomplishments. Research used a clinical interview method in data retrival.

Research shows that the understanding of the participant can be classified into: do not know/forgot, incomplete and understand.

Changes in line with the participants’ understanding of the interview process.Asking questions make an understanding of the participants developed. Results of the analysis showed the presence of event that show a concrete example of the theory of knowledge and constructivist learning theory Piaget namely adaptation thoughts into a reality.

(3)

PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP GAYA APUNG:

SEBUAH STUDI KASUS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Program Studi Pendidikan Fisika SKRIPSI

Disusun Oleh:

Rahmad Hudan Ramadhan NIM: 111424003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP GAYA APUNG:

SEBUAH STUDI KASUS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Program Studi Pendidikan Fisika SKRIPSI

Disusun Oleh:

Rahmad Hudan Ramadhan NIM: 111424003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada

Orang tua dan adik yang ku cintai dan ku banggakan

Saebani

Marwati

Nurul Hitayuwana

Aku persembahkan cinta dan sayangku kepada Orang tua ku, adik ku, seluruh keluargaku

dan orang-orang hebat yang telah mendahuluiku karena telah menjadi motivasi dan

inspirasi dan tiada henti memberikan dukungan do'anya.

“Tanpa keluarga, manusia, sendiri di dunia, gemetar dalam dingin.”

(8)
(9)
(10)

vii

ABSTRAK

PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP GAYA APUNG: SEBUAH STUDI KASUS

Rahmad Hudan Ramadhan. 2015 “Pemahaman Siswa Tentang Konsep Gaya Apung: Sebuah Studi Kasus”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa tentang konsep gaya apung. Penelitian dilakukan pada bulan mei pada siswa SMA kelas XI IPA sebanyak 1 orang yang dipilih secara acak. Peneliti menggunakan metode wawancara klinis dalam pengambilan data

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman partisipan dapat dikategorikan menjadi: tidaktahu/lupa, kurang lengkap, miskonsepsi, dan memahami.

Pemahaman partisipan berubah sejalan dengan proses wawancara. Memberikan pertanyaan membuat pemahaman partisipan berkembang. Hasil analisis menunjukan adanya peristiwa yang menunjukan contoh konkret teori pengetahuan dan teori belajar kontruktivis Piaget yaitu adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas.

(11)

viii

ABSTRACT

STUDENTS’ UNDERSTAND ABOUT BOUYANCY CONCEPT:

A CASE STUDY

RahmadHudanRamadhan. 2015. “Students Understand About Bouyancy Concept: A Case Study”. Thesis. Physics Education Study Program. Department of Mathematics and Science Education.Faculty of Teachers Training and Education.Sanata Dharma University of Yogyakarta.

The purpose of this research was to understand students' understanding ofthe concept ofbuoyancy. The study was conductedin May onhigh school studentgrade XIas peoplewereselected at randomwithout knowing theabilitiesandaccomplishments. Research used a clinical interview method in data retrival.

Research shows that the understanding of the participant can be classified into: do not know/forgot, incomplete and understand.

Changes in line with the participants’ understanding of the interview process.Asking questions make an understanding of the participants developed. Results of the analysis showed the presence of event that show a concrete example of the theory of knowledge and constructivist learning theory Piaget namely adaptation thoughts into a reality.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karuniaNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PemahamanSiswa

Tentang Konsep Gaya Apung: Studi Kasus” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi PendidikanFisika,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini adalah penelitian bersama yang melibatkan 5 orang peneliti

yaitu Maria Febriyanti, Gandha Setyawan, Maria Kartika Astiningsih, Rosalia

Oktavin Setyo Devita Sari beserta penulis dalam sebuah tim dengan topic sama dan

materi yang berbeda-beda. Kebersamaan penelitian ini adalah pengembangan metode

wawancara untuk mengetahui pemahaman siswa tentang konsep tertentu.

Cara kerja tim adalah mempelajari dasar teori bersama namun merumuskan

setiap tulisan sendiri-sendiri. Metode penelitian dikembangkan bersama-sama namun

wawancara dilakukan masing-masing dengan partisipan yang berbeda-beda. Hasil

pembahasan ditulis berdasarkan respon dari partisipan.

Dalam penelitian ini tulisan dirumuskan sendiri tanpa ada penjiplakan kata

dari tiap peneliti. Apabila terdapat tulisan atau frasa kalimat yang sama, hal itu

merupakan hasil diskusi bersama dan bukan sebuah penjiplakan.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, saran

dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph.D selaku Dosen Pembimbing skripsi atas

waktunya untuk membimbing dengan penuh perhatian, serta yang telah banyak

(13)

x

2. Bapak Dr. IgnEdi Santosa, M.S., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika

sekaligus selaku dosen pembimbing akademik, dan segenap dosen JPMIPA yang

telah memberikan pengalaman, pengetahuan, dan bimbingan selama penulis

menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Segenap Staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu segala sesuatu tentang

administrasi selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Siswa-siswi yang telah bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini.

5. Keluarga, ayah, ibu, adik, kakek, dan nenek yang senantiasa mendoakan dan

mendukung dalam setiap proses pendidikan.

6. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2011, terkusus Tika, Maria, Gandha,

dan Vivin yang selalu berbagi pengalaman indah, suka, duka dan pengetahuan

selama empat tahun berproses dalam perkuliahan di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

7. Serta semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu atas dukungan dan semangat yang telah diberikan sehingga sangat

membantu penyelesaian penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan dalam

bidang ilmu pengetahuan pada umumnya.

Yogyakarta, 31 Juli 2015

(14)

xi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...vi

ABSTRAK ...vii

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian... 3

BAB II. LANDASAN TEORI A. Konsep, Konsepsi, dan Prakonsepsi... 4

B.PemahamanKonsepFisika... 4

C. Mengungkap Pemahaman ... 6

D. Miskonsepsi... 8

E. Teori Konstruktivisme ... 8

F. Teori Perubahan Konsep ... 9

(15)

xii

1.Konsep Tekanan dalam Fluida ... 10

2.Gaya Apung ... 12

3. Hukum Archimedes ... 13

4. Teori Hukum Archimedes dan Peristiwa mengapung, melayang, dan tenggelam ... 14

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 17

B. Partisipan Penelitian ... 17

C. Desain Penelitian ... 18

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

E. Pengembangan Kemampuan Bertanya: Ketepatan dan Kemendalaman... 19

F. Instrumen Penelitian... 20

G. Metode Pengumpulan Data ... 20

H. Metode Analisis Data ... 21

BAB IV, DATA DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Penelitian... 24

B. Analisis Data... 26

C. Pembahasan ... 39

D. Kemendalaman Wawancara sebagai proses Belajar ... 40

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 46

B. Keterbatasan Penelitian ... 47

C. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 48

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar1. Gaya apung muncul karena konsekuensi tekanan air... 12

Gambar2.Mengapung... 14

Gambar 3.Melayang ... 15

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Pengetahuan partisipan tentang tokoh Archimedes... 26

Tabel 2.Pemahaman partisipan tentang peristwa mengapung, melayang, dan

tenggelam ... 27

Tabel 3.Pemahaman partisipan tentang hukum Archimedes... 28

Tabel 4. Pemahaman partisipan tentang gaya yang bekerja pada peristiwa

mengapung, melayang, dan tenggelam ... 32

Tabel 5.Pemahaman partisipan tentang konsep gaya apung ... 34

Tabel 6. Perbandingan pengetahuan tentang tokoh Archimedes... 40

Tabel 7. Perbandingan pemahaman tentang peristwa mengapung, melayang dan

tenggelam ... 41

Tabel 8.Perbandingn pemahaman tentang hukum Archimedes ... 41

Tabel 9. Perbandingan pemahaman tentang gaya yang bekerja pada peristiwa

mengapung, melayang, dan tenggelam ... 43

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Data Wawancara ... 51

Lampiran 2.Latihan Wawancara 1 ... 60

Lampiran 3.Latihan Wawancara 2 ... 63

Lampiran 4.Latihan Wawancara 3 ... 66

Lampiran 5.Lembar Pekerjaan Partisipan ... 70

Lampiran 6.Latihan wawancara 1: Lembar Pekerjaan Partisipan A ... 72

Lampiran 7.Latihan wawancara 2: Lembar Pekerjaan Partisipan B ... 73

Lampiran 8.Latihan wawancara 3: Lembar Pekerjaan Partisipan C ... 74

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penting bagi guru untuk mengetahui pemikiran siswa tentang

konsep fisika tertentu. Pemahaman terhadap konsep merupakan salah satu

hal penting dalam pembelajaran, yaitu sebagai syarat utama keberhasilan

siswa pada materi fisika. Siswa harus mengerti konsep terlebih dahulu

karena pemahaman konsep yang tidak benar dapat mengakibatkan

kesulitan dan menghambat dalam memahami materi fisika dengan benar.

Guru terkadang tidak terlalu mengetahui apakah siswa telah

memahami suatu konsep dengan benar dalam sebuah pembelajaran karena

guru lebih fokus untuk memenuhi tujuan pembelajaran secara umum

seperti yang tertulis dalam RPP. Guru terkadang memenuhi tujuan

pembelajaran ini lewat pemberian soal-soal di kelas, sehingga guru tidak

sepenuhnya mengerti bagaimana pemahaman konsep yang dimiliki oleh

tiap siswa.

Pertanyaan-pertanyaan yang relevan dapat digunakan guru untuk

mengungkap pemahaman siswa. Pertanyaan memegang peran sangat

penting karena dapat digunakan untuk mengetahui apa yang siswa

(20)

Teori konstruktivisme merumuskan bahwa siswa membangun

pengetahuannya sendiri secara aktif, sedangkan guru sebagai fasilitator

yang membantu siswa memahami suatu pengetahuan. Guru dapat menjadi

fasilitator bagi siswa dengan memaksimalkan peran pertanyaan untuk

membangun pemikiran siswa.

Berdasarkan pengalaman peneliti ketika belajar di bangku SMA,

banyak konsep fisika yang sering membingungkan. Peneliti menjumpai

seringnya kesalahan yang dialami siswa salah satunya adalah pada konsep

gaya apung. Tidak hanya siswa di SMA, namun terkadang mahasiswa S1

juga masih ada yang bingung dengan konsep gaya apung ini. Sehingga,

konsep gaya apung seseorang menjadi menarik untuk diungkap.

Berdasarkan permasalahan di atas penulis berkeinginan

melaksanakan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengungkap

pemahaman siswa dalam konsep gaya apung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah penelitian adalah

bagaimana pemahaman siswa mengenai konsep gaya apung?

C. Tujuan Penelitan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

(21)

D. Manfaat Penlitian

1. Bagi guru dan calon guru

Guru dapat menyadari betapa pentingnya memberikan pertanyaan

untuk mengidentifikasi pemahaman siswa tentang konsep-konsep

fisika dan apabila terjadi miskonsepsi pada diri siswa, guru dapat

memberikan treatment tertentu.

2. Bagi peneliti

Peneliti dapat berlatih mengungkap pemahaman siswa tentang konsep

(22)

4 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep, Konsepsi, dan Prakonsepsi

Hasil pemikiran seseorang yang bersifat abstrak dan menggambarkan

peristiwa, benda, atau fakta yang dapat mempermudah komunikasi antar

manusia disebut konsep(Pusat Bahasa, 2002 & van den Berg, 1991). Konsep

fisika contohnya adalah konsep gaya, kalor, dan usaha.

Setiap siswa sudah menjumpai peristiwa fisika sehari-hari sejak kecil,

contohnya siswa melihat gerak, merasakan panas, dan mengamati benda

jatuh. Ketika siswa memasuki kelas, mereka telah memiliki konsepsi awal

sendiri dari pengalamannya yang disebutprakonsepsi(Berg 1991:10). Semua

prakonsepsi siswa yang membentuk konsep dapat dihubungkan dengan

konsep lain. Konsepsi adalah tafsiran konsep seseorang yang diperoleh

melalui interaksi dengan lingkungan dan melalui pendidikan formal (Berg,

1991 & Suparno, 2005:5).

B. Pemahaman Konsep Fisika

Hakikat fisika dalam ilmu pengetahuan salah satunya adalah sebagai

produk yaitu semua pengetahuan tentang gejala alam yang telah dikumpulkan

melalui observasi berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori (Suranto,

(23)

a. Fakta

Merupakan kenyataan dan pernyataan dari suatu benda yang

menggambarkan hasil observasi maupun menggunakan alat bantu (Coballa

& Chiappetta, 2010: 112). Contohnya, fakta bahwa batu yang dimasukkan

ke dalam air akan tenggelam, benda terasa lebih ringan di dalam air, pegas

dapat meregang dan kembali ke kondisi semula.

b. Konsep

Merupakan hasil pemikiran seseorang yang bersifat abstrak dan

menggambarkan peristiwa, benda, atau fakta yang dapat mempermudah

komunikasi antar manusia (Pusat Bahasa, 2002 & Berg, 1991). Contohnya,

konsep tentang gaya, usaha dan energi.

c. Hukum

Merupakan fakta-fakta yang menjelaskan dan memprediksi kejadian atau

kasus individu (Carey, Carnap, dan Mayr dalam McComas, 2003).

Contohnya, hukum Newton, hukum Archimedes, dan hukum Pascal.

d. Teori

Merupakan pernyataan yang dibangun dari fakta, hukum dan kesimpulan

untuk menggambarkan fenomena sehingga masuk akal untuk diakui

sebagai hasil dari penelitian manusia yang terkait dengan penciptaan

(Carey, Carnap, dan Mayr dalam McComas, 2003). Contohnya, teori

bigbang, teori kinetik gas, dan teori relativitas.

Syarat keberhasilan siswa terhadap fisika adalah pemahaman konsep dan

(24)

seseorang untuk memahami sesuatu yang telah diketahui, diingat dan

merupakan landasan bagi siswa untuk membangun wawasan (Pusat Bahasa,

2002 & Simanjuntak, 2012).

Wardani (2010) menyatakan beberapa indikator yang menunjukan

pemahaman seseorang akan suatu konsep adalah:

1) dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan

kalimat sendiri secara rinci,

2) dapat mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai

dengan konsepnya),

3) dapat menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,

4) dapat memberi contoh dan non contoh dari konsep,

5) dapat mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup konsep,

6) dapat menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu,

7) dapat mengaplikasikan konsep pemecahan masalah.

C. Mengungkap Pemahaman

Tujuan mengetahui semua pemahaman yang ada di dalam pikiran

seseorang dapat dilakukan dengan tes pemahaman adalah untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki siswa dan membantu siswa dalam

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, hal ini dapat dilakukan dengan

(25)

Mengungkap pemahaman seseorang secara bebas dapat dilakukan dengan

cara wawancara, yaitu wawancara teknik klinis dan teknik kelas. Wawancara

teknik klinis dilakukan oleh peneliti dengan mewawancarai siswa tentang

pemikiran mereka terhadap suatu topik di ruang yang tenang, tanpa penonton,

dan waktu yang tepat. Sebagai contoh, wawancara dilakukan setelah sekolah,

atau jam bebas di tengah pelajaran. Wawancara teknik kelas, dapat dilakukan

peneliti di dalam kelas ketika jam pelajaran berlangsung.

Wawancara dapat berbentuk bebas dan terstruktur. Wawancara bebas

Peneliti bebas bertanya dan siswa bebas menjawab, sedangkan dalam

wawancara terstruktur, pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya sudah

disusun sehingga mempermudah dalam praktek, keuntungan adalah peneliti

dapat secara sistematis bertanya dan mengorek pemikiran siswa (Suparno,

2005).

Peneliti dapat meminta partisipan membuat peta konsep. Peta konsep

dapat digunakan untuk melihat ide awal siswa tentang topik tertentu, untuk

menunjukkan bagaimana siswa melihat hubungan antara ide-ide mereka,

untuk mengetahui seberapa banyak yang diketahui siswa dan melihat sejauh

mana siswa memahami topik tersebut (Taber, 1999).

Peneliti dapat meminta siswa menggambar untuk mewakili pemahaman

mereka tentang konsep tertentu. Menggambar dapat digunakan dalam situasi

klinis, dan dapat juga digunakan di dalam kelas saat proses belajar mengajar

(26)

D. Miskonsepsi

Miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep yang

sebenarnya (Van den Berg, 1991). Contohnya, konsep tentang massa dan

berat yang campur aduk, karena dalam kehidupan sehari-hari mereka

menggunakan hal yang salah tetapi dianggap benar, dan dengan konsep ini

mereka merasa lebih mudah dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Dalam proses mengungkap pemahaman siswa mengenai sebuah konsep

tertentu, terkadang ditemukan kesalahan dari konsep yang sebenarnya.

Beberapa kesalahan itu seringkali diabaikan oleh siswa dan menjadi

berkelanjutan sehingga mengakibatkan adanya miskonsepsi pada konsep

lainnya.

E. Teori Konstruktivisme

Teori belajar kontruktivis menekankan bahwa pengetahuan kita adalah

konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari

suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang

membentuk skema, kategori, konsep dan strukur pengetahuan yang

diperlukan untuk pengetahuan (Bettencourt dalam Suparno, 1997). Proses

pembentukan ini berjalan terus-menerus dengan setiap kali mengadakan

reorganisasi karena adanya suatu pemahaman baru (Piaget dalam Suparno,

1997).

Prinsip-prinsip konstruktivisme (Suparno, 1997) antara lain: 1)

(27)

sosial, 2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali

hanya dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar, 3) murid aktif

mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep

menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep

ilmiah, 4) guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar

proses konstruksi siswa berjalan mulus.

F. Teori Perubahan Konsep

Menurut Piaget dalam Suparno (1997), teori pengetahuan itu adalah teori

adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas. Proses seseorang untuk mencapai

pengertian tersebut, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibration. Asimilasi

adalah proses kognitif yang dengannya seseorang menginterpretasikan

persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang

ada di dalam pikirannya. Akomodasi adalah keadaan dimana pengalaman

yang baru tidak cocok dengan skema yang telah ada sehingga seseorang

membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru.

Sistem pemikiran Piaget menuntut seorang anak untuk aktif terhadap

lingkungannya agar ia dapat berasimilasi dan berakomodasi, sehingga proses

belajar mengakibatkan terjadinya proses perubahan konsep yang terus

menerus (Suparno,1997).

Dalam perkembangan intelek, diperlukan keseimbangan antara asimilasi

dan akomodasi yang disebut dengan equilibrium, yakni peraturan diri secara

(28)

Disequilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan

akomodasi. Equilibration adalah proses dari disequilibrium dan equilibrium.

Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan

strukur dalam (Suparno, 1997).

Piaget kemudian mengklaim bahwa seseorang mencoba untuk memahami

pengalaman baru dengan mengasimilasi ke dalam skema atau struktur

kognitif yang sudah dimiliki. Jika asimilasi tidak bekerja sepenuhnya, ada

ketidakseimbangan antara pengalaman baru dan skema lama yang disebut

dengan keadaan ketidakseimbangan kognitif. Untuk mengatasi

ketidakseimbangan tersebut, mereka mengakomodasi atau menyesuaikan

skema lama sehingga lebih cocok untuk pengalaman baru (Beilin dalam Cook

Juan L & Cook Greg, 1994: 263).

G. Hukum Archimedes

1. Konsep Tekanan dalam Fluida

Fluida berbeda dengan zat padat, yaitu tidak menopang tegangan geser.

Jadi, fluida berubah bentuk untuk mengisi tabung dengan bentuk

bagaimana pun. Bila sebuah benda tercelup dalam fluida seperti air,

fluida mengadakan sebuah gaya yang tegak lurus permukaan benda di

setiap titik pada permukaan. Jika benda cukup kecil sehingga kita dapat

mengabaikan tiap perbedaan kedalaman fluida, gaya per satuan luas yang

diadakan oleh fluida sama di setiap titik pada permukaan benda. Gaya

(29)

P = F/A

Sifat penting lainnya dari fluida yang berada dalam keadaan diam

adalah bahwa gaya yang disebabkan oleh tekanan fluida selalu bekerja

tegak lurus terhadap permukaan yang bersentuhan dengannya. Jika ada

gaya yang sejajar dengan permukaan, maka menurut hukum Newton

ketiga, permukaan akan memberikan gaya kembali pada fluida yang juga

akan memiliki komponen sejajar dengan permukaan. Komponen seperti

ini akan menyebabkan fluida mengalir, berlawanan dengan asumsi kita

bahwa fluida tersebut diam. Dengan demikian gaya yang disebabkan

tekanan selalu tegak lurus terhadap permukaan (Giancoli, 2001)

Tekanan zat cair dengan massa jenis yang serba sama berubah

terhadap kedalaman. Ketika melihat satu titik yang berada di ketinggian h

di bawah permukaan air. Tekanan yang disebabkan zat cair pada

kedalaman h ini disebabkan oleh berat kolom zat cair di atasnya.

Sehingga gaya yang bekerja pada luas daerah tersebut adalah F = mg =

ρgAh, dimana Ah adalah volume kolom, ρ adalah massa jenis zat cair,

dan g adalah percepatan gravitasi (Giancoli, 2001). Tekanan, P, dengan

(30)

2. Gaya Apung

Sebuah benda yang diletakkan di dalam air terasa lebih ringan

dibandingkan dengan beratnya ketika di udara. Karena tekanan

semakin bertambah dengan bertambahnya kedalaman, gaya yang

bekerja pada benda dibagian bawah yang berada di dalam air lebih

besar daripada gaya yang bekerja pada benda dibagian atas.

Akibatnya, ada selisih gaya yang bekerja pada benda, yang

selanjutnya disebut dengangaya apung(Fooster, 2005:104)

Gambar. 1Gaya apung muncul karena konsekuensi tekanan air

Gambar 1 menunjukan sebuah silinder yang dibenamkan ke dalam

fluida yang memiliki massa jenis ρ. Bagian atas silinder berada pada

kedalaman h1, sedangkan bagian bawahnya pada kedalaman h2.

Karena luas penampang bagian atas dan bawah silinder sama besar,

yaitu A, gaya F1ke bawah karena menekan permukaan atas benda, dan

gaya F2ke atas karena fluida menekan dasar permukaan benda. maka

F1=P1A, dimana P1=Patm+ρgh1; sedangkan F2=P2A, dimana

(31)

silinder adalah yang bertindak sebagai gaya apungnya, yang besarnya

adalah:

Fapung = F2- F1

= P2A – P1A

= (Patm+ρgh2)A – (Patm+ρgh1)A

=ρgh2(h2– h1)

Dari gambar dapat diketahui bahwa A(h2 – h1) sama dengan volume

silinder, sehingga

Fapung=ρgV

Ketika membenamkan sebuah benda yang memiliki volume V ke

dalam fluida, maka ada fluida yang dipindahkan tempatnya, sebanyak

volume benda yang dibenamkan. Dengan demikian volume fluida

yang dipindahkan adalah V. sehingga massa fluida yang dipindahkan

adalah m= ρV (Fooster, 2005:105). Dapat dituliskan:

Fapung= mg

3. Hukum Archimedes

Prinsip Archimedes menyatakan: ketika sebuah benda seluruhnya

atau sebagian dimasukan ke dalam zat cair, cairan akan memberikan

gaya apung (Fa) pada benda yang besarnya sama dengan berat cairan

yang dipindahkan benda (w) (Young & Freeman, 2002:429):

(32)

ρf adalah massa jenis fluida; Vbf adalah volume fluida yang

dipindahkan dan g adalah percepatan gravitasi bumi sebesar 9,8 m/s2.

4. Teori hukum Archimedes dan peristiwa mengapung, melayang,

dan tenggelam

Ketika kita menimbang batu di dalam air, berat batu yang terukur

pada timbangan pegas menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ketika

kita menimbang batu di udara. Berat batu yang terukur pada timbangan

lebih kecil karena ada gaya apung yang menekan batu ke atas.

1. Mengapung

Gambar. 2mengapung

Berat benda (w) bernilai sama dengan gaya apung (fa). dalam

keadaan mengapung, sebagian kecil benda akan tenggelam di

dalam air dan sebagian besar lainnya masih berada di udara. Dalam

keadaan ini, volume benda Vb lebih besar di bandingkan volume

fluida yang di pindahkan Vbf. Terjadi apabila benda memiliki

densitas lebih kecil dari pada densitas air.

Fapung= w

(33)

ρfVbf=ρbVb

Karena Vb> Vbf, maka: ρf> ρb

2. Melayang

Gambar. 3Melayang

Peristiwa melayang adalah dimana posisi benda tercelup

seluruhnya namun tidak mencapai dasar fluida. Dalam keadaan ini

Fa=w, dimana volume benda Vb sama dengan volume fluida yang

di pindahkan Vbf. sehingga benda akan melayang apabila massa

jenis benda bernilai sama dengan massa jenis air.

Fapung= w

mfg = mbg

ρfVbf=ρbVb

(34)

3. Tenggelam

Gambar. 4Tenggelam

Peristiwa tenggelam adalah dimana posisi suatu benda tercelup

sepenuhnya sampai di dasar fluida, dimana volume benda Vbsama

dengan volume fluida yang di pindahkan Vbf Dalam keadaan ini

selain gaya apung, terdapat gaya lain yang searah dengan gaya

apung yaitu gaya normal. Gaya tegak lurus bidang yang ada ketika

suatu benda menyentuh zat padat. Maka berlaku:

Fapung+ N = w

mfg + N = mbg

ρfVbf+ N =ρbVb

- N

ρf = ρb- N

Karena Vb= Vbf, maka: ρf < ρb

(35)

17

BAB III

METODOLOGI

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dimana metode yang

digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan kualitatif. Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan suatu

keadaan tertentu. Menurut Moleong (dalam Kuntjojo, 2009: 14) penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan dll dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan

metode ilmiah. Metode ini dipilih untuk memenuhi tujuan penelitian yaitu

untuk mengungkap pemahaman siswa, mengelompokkan konsepsi-konsepsi

siswa, dan mengidentifikasi pemahaman siswa, dilakukan wawancara pada

beberapa partisipan. Sehingga hasil penelitian ini bersifat individual dan tidak

bisa digeneralisasikan pada kelompok lain, sehingga sampel penelitian tidak

terlalu banyak.

B. Partisipan Penelitian

Partisipan dari penelitian ini adalah 1 siswa SMA kelas XI yang sudah

(36)

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain studi kasus. Studi kasus adalah salah

satu desain yang mendetail dari suatu subyek pada keadaan khusus. Bahan

yang diteliti hanya satu atau kecil ruang lingkupnya, sehingga tidak perlu

menggeneralisasi apapun.

Creswell (dalam Kusmarni Yani; 12) menyatakan bahwa studi kasus

menekankan pada kedalaman dan kerincian wawancara mendalam,

penggambaran secara rinci dan pengungkapkan kasus dengan

sungguh-sungguh. Sehingga data penelitian bersifat individual dan sampel penelitian

yang digunakan tidak terlalu banyak.

Partisipan penelitian dalam penelitian ini berjumlah satu orang. Proses

pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan latihan wawancara

terlebih dahulu sebanyak 3 kali. Latihan ini digunakan untuk mengasah

kemampuan bertanya peneliti dan sarana belajar melakukan wawancara

mendalam.

Kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara mendalam dilalui

setelah melewati proses latihan wawancara sebanyak 3 kali. Dalam arti, data

sesungguhnya dapat diperoleh peneliti setelah melewati proses latihan

wawancara ini.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

(37)

E. Pengembangan Kemampuan Bertanya: Ketepatan dan Kemendalaman

Wawancara ini adalah wawancara yang berkembang, bagi peneliti,

penelitian ini adalah bagian dari belajar melakukan wawancara.

Kemendalaman wawancara ini dapat dilihat dari pengalaman partisipan ketika

melakukan wawancara latihan terlebih dahulu. Karena peneliti semakin

menguasai materi dan teknik wawancara dari tahapan wawancara yang telah

dilalui, kemendalaman wawancara yang diinginkan peneliti dapat terpenuhi.

Peneliti melakukan wawancara mendalam pada satu siswa. Dalam

proses mendapatkan wawancara mendalam, peneliti melakukan wawancara

bertahap pada partisipan dari yang paling sederhana sampai pada wawancara

yang paling mendalam berturut-turut adalah siswa A, B, C, dan D. Dimana

partisipan A,B, dan C adalah wawancara sebagai proses pengembangan

kemampuan peneliti dalam wawancara, dan siswa D adalah sebagai data

dalam penelitian ini.

Wawancara sederhana dalam penelitian ini adalah wawancara dimana

kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara masih kurang. Sedangkan,

wawancara mendalam adalah wawancara dimana kemampuan peneliti dalam

melakukan wawancara sudah berkembang, sehingga peneliti dapat

memperoleh data seperti yang diinginkan.

Peneliti menemukan kemendalaman wawancara dari partisipan D dan

kemendalaman wawancara ini tidak mungkin langsung didapatkan ke

(38)

partisipan D ini memang harus melewati tahapan latihan dengan wawancara

pada partisipan A, B dan C terlebih dahulu.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri dengan metode

wawancara pada siswa kelas XI SMA yang dipilih secara acak tanpa

mengetahui prestasi dan kemampuan.

G. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara

klinis. Wawancara digunakan untuk mengungkap pemahaman partisipan

tentang konsep gaya apung. Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

bisa digunakan untuk mengidentifikasi pemahaman partisipan.

Peneliti membuat kisi-kisi pertanyaan secara umum dengan

mengelompokan bagian-bagian materi tertentu yang digunakan untuk

wawancara dan mengungkap pemahaman partisipan. Secara garis besar

partisipan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan kisi-kisi yang

telah dibuat.

Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang

berpedoman dari pemikiran siswa itu sendiri. Dalam arti, peneliti mengajukan

pertanyaan sesuai jawaban siswa nantinya. Untuk mengungkap pemahaman

(39)

Rumusan Wardani (2010) tentang indikator bagaimana seseorang

dikatakan memahami menjadi suatu pendamping peneliti dalam melakukan

wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti pada partisipan

akan selalu dilandasi oleh indikator tersebut.

Untuk mengungkap pemahaman siswa tentang konsep gaya apung,

peneliti tidak secara langsung mengajukan pertanyaan tentang gaya apung.

namun dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang paling umum terlebih

dahulu menuju pertanyaan yang semakin khusus.

Peneliti melakukan latihan wawancarasebanyak 3 kali dengan tujuan

untuk meningkatkan kemampuan bertanya, sehingga dapat diperoleh data

wawancara yang mendalam. Dengan melakukan latihan sebanyak 3 kali ini,

peneliti melakukan wawancara pada 1 partisipam sebagai data penelitian.

Karena setelah melewati tahapan proses belajar wawancara sebanyak tiga kali,

peneliti sudah mendapatkan data penelitian yang diinginkan, yaitu dlam ruang

lingkup gaya apung.

H. Metode Analisis Data

Data hasil wawancara direkam menggunakan recorder, selanjutnya

dianalisis data dilakukan untuk mengidentifikasi pemikiran partisipan tentang

materi hukum Archimedes dengan tahapan sebagai berikut:.

1. Transkrip hasil wawancara

Hasil recording wawancara ditulis menjadi bentuk dialog tertulis

(40)

2. Pengkodingan

Pengelompokan materi pemahaman dilakukan untuk membantu

melihat bagaimana pemahaman partisipan secara menyeluruh. Peneliti

melakukan analisis data dengan membatasi setiap ruang lingkup materi

tiap pemahaman, sehingga setiap batasan materi mempunyai ketercapaian

indikator memahami yang berbeda-beda. Pengelompokan tersebut adalah:

a. Pengetahuan partisipan tentang tokoh Archimedes

b. Pengetahuan partisipan tentang peristiwa mengapung, melayang dan

tenggelam.

c. Pemahaman partisipan tentang hukum Archimedes

d. Pemahaman partisipan tentang gaya-gaya yang bekerja peristiwa

mengapung, melayang, dan tenggelam.

e. Pemahaman partisipan tentang konsep gaya apung.

3. Pengelompokan data kemudian disajikan menggunakan tabel untuk melihat

bagaimana pemikiran setiap partisipan secara umum tentang permasalahan

terkait. Selain itu, tabel digunakan untuk melihat perkembangan

pemahaman partisipan setelah diberikan beberapa pertanyaan yang relevan.

4. Peneliti mengkategorikan pemahaman partisipan menjadi: memahami,

kurang lengkap, miskonsepsi, lupa/tidak tahu. Pengkategorian pemahaman

ini diukur melalui ketercapaian indikator bagaimana seseorang dikatakan

memahami dari rumusan Wardani (2010)

5. Tahap akhir adalah menjabarkan secara rinci identifikasi pemahaman

(41)

6. Membandingkan data penelitian dengan data latihan untuk menunjukan

wawancara mendalam sebagai proses belajar.

(42)

24

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

A. Deskripsi Penelitian

Peneliti menemukan sejumlah informasi pemikiran partisipan yang dapat

dikategorikan sebagai berikut: memahami, kurang lengkap, miskonsepsi, dan

lupa/tidak tahu. Kategori pemahaman diterapkan pada pemahaman awal

partisipan dan pemahaman akhir siswa.

Pengkategorian pemahaman partisipan untuk miskonsepsi, lupa dan tidak

tahu dapat dinilai secara langsung dengan melihat jawaban partisipan.

Partisipan dikatakan miskonsepsi apabila konsepsi siswa tidak sesuai dengan

konsep yang sebenarnya (Van den Berg, 1991) dan meyakini konsep yang

salah; dan lupa/tidak tahu apabila jawaban partisipan terlihat menduga-duga

atau tebak-menebak.

Pengelompokan ketegori pemahaman (memahami dan kurang lengkap)

dilakukan dengan melihat jawaban siswa berdasarkan rumusan Wardani

(2010) tentang indikator yang menunjukan seseorang paham akan sesuatu,

yaitu:

1. Dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi

menggunakan kalimat sendiri

(43)

3. mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai

dengan konsepnya)

4. Dapat menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematis

5. Dapat memberi contoh dan non contoh dari konsep

6. Dapat mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup konsep

7. Dapat menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau

operasi tertentu

8. Dapat mengaplikasikan konsep pemecahan masalah

setiap materi mempunyai ketercapaian indikator pemahaman yang

berbeda-beda sesuai dengan batasan ruang lingkup materi. Sehingga partisipan dapat

dikatakan memahami walaupun tidak menunjukan semua indikator diatas.

Setiap materi mempunyai porsi ketercapaian indikator masing-masing.

Pemahaman partisipan adalah pemahaman akhir. Ketika peneliti

mendapatkan informasi awal tentang pemahaman partisipan, peneliti tidak

dapat secara langsung menyimpulkan bahwa itu adalah pemahaman yang

dimiliki partisipan tentang sesuatu, sehingga peneliti perlu mengajukan

pertanyaan yang bersifat konfirmasi untuk mengungkan pemahaman

partisipan yang sebenarnya.

Dalam proses pengambilan data, pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan

dapat mengubah data. Dalam arti, data pemahaman partisipan dapat berubah

(44)

berubah, sehingga data pemahaman yang diperoleh adalah data pemahaman

akhir.

B. Analisis Data

a. Pengetahuan partisipan tentang tokoh Archimedes

Penilaian kategori pemahaman partisipan dalam materi ini adalah:

 Memahami apabila partisipan dapat menyatakan peran tokoh

Archimedes dalam bidang fisika dengan benar.

Indikator pemahaman no. 1

 Kurang lengkap apabila partisipan dapat menyatakan peran tokoh

Archimedes dalam bidang fisika menunjukan kesesuaian namun

kurang tepat.

Tabel 1. Pengetahuan partisipan tentang tokoh Archimedes

Pemahaman awal Pertanyaan konfirmasi Pemahaman akhir

Mengenal kisah Archimedes

menyelidiki mahkota raja

Indikator pemahaman: 1

(memahami)

-

-Partisipan mengenal tokoh Archimedes berdasarkan suatu kisah yang dibaca pada

buku sewaktu SD. Berikut adalah pernyataan partisipan: “itu mas. Menceritakan

(45)

masalah tentang mahkota raja yang dicampuri oleh perak atau tidak. Saya sudah

kenal ceritanya dari SD dulu mas”.

b. Pemahaman partisipan tentang peristiwa mengapung, melayang dan

tenggelam

Penilaian kategori pemahaman partisipan dalam materi ini adalah:

 Memahami apabila partisipan dapat menyebutkan peristiwa

mengapung, melayang, dan tenggelam; dapat merumuskan besaran

yang mempengaruhi peristiwa ini; dan dapat menyebutkan

syarat-syarat benda mengapung, melayang, dan tenggelam.

Indikator pemahaman no. 1, 2, 3, dan 4

 Kurang lengkap apabila partisipan dapat menyebutkan atau

menyinggung salah satu indikator memahami diatas.

Tabel 2. Pemahaman partisipan tentang periswa mengapung, melayang dan tenggelam

Pemahaman awal Pertanyaan konfirmasi Pemahaman akhir

Peristiwa mengapung, melayang dan

tenggelam di pengaruhi oleh massa jenis

dimana ρb< ρf; ρb =ρf;

ρb =ρf

Indikator pemahaman no. 1, 2, 3, dan 4

(memahami)

(46)

-Partisipan memahami secara utuh pengaruh massa jenis pada peristiwa

Archimedes. Dia merumuskan bahwa besaran yang mempengaruhi dalam

peristiwa mengapung, melayang dan tenggelam adalah massa jenis benda dan

massa jenis zat cair yang dinyatakan dalam: “yang saya ketahui massa jenis

benda dan massa jenis zat cair yang mempengaruhi”. Tentu saja pernyataan ini

sesuai dengan konsep para ahli.

c. Pemahaman partisipan tentang hukum Archimedes

Penilaian kategori pemahaman partisipan dalam materi ini adalah:

 Memahami apabila partisipan dapat menyebutkan dan menjelaskan

Hukum Archimedes.

Indikator pemahaman no. 1, 2, 3, 4, dan 5

 Kurang lengkap apabila partisipan dapat menyebutkan atau

menyinggung salah satu indikator memahami diatas.

Tabel 3. Pemahaman partisipan tentang hukum Archimedes

Pemahaman awal Pertanyaan konfirmasi Pemahaman akhir

(47)

Partisipan D

Partisipan dapat menyebutkan bagaimana Hukum Archimedes, berikut adalah

rumusan partisipan tentang hukum archimedes: “jadi ketika sebuah benda

dicelupkan di dalam air, air akan didesak oleh volume benda yang tercelup.

Sehingga volume air yang tumpah akan sama dengan volume benda yang

tercelup.”. pemahaman partisipan tentang volume air yang tumpah dan volume

benda tercelup mengalami ketidakkonsistensi. Partisipan mengubah

pandangannya tentang adanya pengaruh massa terhadap volume air yang tumpah

menjadi pemahaman yang utuh, yaitu tidak ada pengaruh massa dan hanya

volume benda saja yang mempengaruhi volume air yang tumpah.

Partisipan mengalami perubahan konsep yang semula beranggapan bahwa,

massa benda akan mempengaruhi banyaknya volume air yang tumpah berubah

konsep menjadi massa benda tidak berpengaruh pada volume air yang tumpah.

Melalui percakapan berikut, partisipan mengalami perubahan konsep setelah

diberikan pertanyaan tentang ilustrasi peristiwa benda yang dicelupkan didalam

air: Pertanyaanku, apakah volume air yang tumpah berbeda?

B : ehmmm sepertinya berbeda.

Eh sebentar mas. sama ding mas. Sama. Iya sama.

(48)

B :oh iya mas, brarti yang berpengaruh hanya volume bendanya saja. Massa tidak berpengaruh.

Memberikan ilustrasi pertanyaan mengenai peristiwa bola yang dicelupkan di dala

air, konsep partisipan tentang volume air yang tumpah mengalami perubahan.

Dengan ini, perubahn konsep terjadi setelah partisipan menganalisis dan berfikir

ulang tentang konsep volume air yang tumpah melalui ilustrasi yang diberikan

peneliti. Partisipan merumuskan bahwa: “iya mas. Saya baru sadar, kan yang

dirumuskan Archimedes adalah bahwa volume air yang tumpah sama dengan

volume benda yang mendesak. Disana tidak dijelaskan tentang pengaruh massa,

jadi hanya volume bendanya saja”. Hal ini menujukan kesesaian dengan konsep

para ahli, yang menyatakan bahwa, sebuah benda yang dicelupkan dalam air,

volume air yang diindahkan (tumpah) adalah sebanyak volume benda yang

tercelup.

Partisipan mengalami prubahan konsep yang benar, bahkan dapat

menjelaskannya dengan memberikan contoh dengan jelas. Partisipan dapat

merubah konsepnya setelah peneliti meminta menganalisis ilustrasi tentang

volume air yang tumpah dan volume benda yang tercelup. Adapun ilustrasi yang

diberikan peneliti yaitu: “Misalnya pada peristiwa seperti ini, aku punya balok

kayu yang di salah satu bidangnya saya ikatkan kawat kaku tipis. Dan ada wadah

yang berisi penuh air. Nah ketika kawat saya dorong masuk ke dalah wadah,

balok kayu tercelup di air hanya setengahnya saja. Berarti volume air yang

tumpah seberapa?”. Peneliti memberikan ilustrasi ini disertai dengan

(49)

Partisipan memahami secara utuh konsep volume air yang tumpah dan

volume air yang tercelup. Partisipan mendapatkan keyakinan setelah mengingat

salah satu kejadian sehari-hari yang berkaitan dengan konsep volume air yang

tumpah ini. Selain itu, partisipan dapat menjelaskan konsep ini dan

menghubungkan kejadian sehari-hari dengan konsep Archimedes yang

sesungguhnya. Partisipan menyatakan bahwa: “Saya masih inget ketika minum

teh yang saya kasih es batu. Permukaan air di gelas akan naik ketika saya kasih

es batu. Nah ketika es batu itu saya celupkan lagi dengan sendok ke dalam gelas,

ketinggian permukaan air tetap akan sama ketika es batunya berada di

tengah-tengah gelas ataupun di dasar gelas. Dari teori Archimedes juga cocok, bahwa

banyaknya zat cair yang tumpah sama dengan volume air yang didesak”.Secara

jelas terlihat bahwa partisipan telah melengkapi dan mengatasi miskonsepsinya.

Sehingga dapat dikatakan bahwa penguatan konsep seseorang dapat terjadi ketika

seseorang diberikan pertanyaan yang membawa dia berpikir ulang tentang konsep

tertentu, dan dalam kasus ini penguatan konsep partisipan terjadi setelah peneliti

memberikan pertanyaan yang membawa dia pada memori kejadian sehari-hari

yang berkaitan.

d. Pemahaman partisipan tentang gaya yang bekerja pada peristiwa mengapung,

melayang, dan tenggelam

(50)

 Memahami apabila partisipan dapat menyebutkan, menggambar dan

menjelaskan gaya-gaya yang bekerja pada peristiwa mengapung,

melayang, dan tenggelam.

Indikator pemahaman no. 1, 2, dan 3

 Kurang lengkap apabila partisipan dapat menyebutkan atau

menyinggung salah satu indikator memahami diatas.

Tabel 4. Pemahaman partisipan tentang gaya yang bekerja pada peristiwa Archimedes

Pemahaman awal Pertanyaan konfirmasi Pemahaman akhir

Gaya berat arahnya

Partisipan merumuskan terdapat dua gaya yang bekerja pada peristiwa

Archimedes (mengapung, melayang dan tenggelam) yaitu gaya berat dan gaya

apung. Partisipan dapat menggambar komponen gaya (gaya apung dan gaya berat)

yang bekerja pada peristiwa Archimedes dengan benar.

Dalam merumuskan gaya apung, partisipan lupa bagaimana persamaan

gaya apung dan belum seutuhnya menyadari hubungan keduannya dalam prinsip

Archimedes.

FA

(51)

Dalam merumuskan gaya-gaya yang bekerja pada peristiwa ini,

pemahaman partisipan masih kurang karena, partisipan masih belum menyadari

bahwa terdapat gaya normal yang bekerja pada peristiwa tenggelam.

e. Pemahaman partisipan tentang konsep gaya apung

Penilaian kategori pemahaman partisipan dalam materi ini adalah:

 Memahami apabila partisipan dapat menyebutkan definisi dan

menjelaskan gaya apung pada kejadian tertentu; dapat menunjukan

munculnya gaya apung yang disebabkan karena konsekuensi tekanan

hidrostatis; dapat menerapkan konsep gaya apung dalam persoalan.

Indikator pemahaman no. 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7

 Kurang lengkap apabila partisipan dapat menyebutkan atau

menyinggung salah satu indikator memahami diatas.

Tabel 5. Pemahaman partisipan tentang konsep gaya Apung

Pemahaman awal Pertanyaan konfirmasi Pemahaman akhir

Gaya apung muncul ke atas sebagai gaya apung (FA),

FA=

ρ

fgVf,

Bagaimana dengan besarnya gaya apung?

Besarnya FAsama dengan berat

benda

Meminta penjelasan partisipan

Bela benda yang tercelup di air dia akan mendesak zat cair yang besarnya sama dengan gaya apung.

FA=W,

(52)

Apakah persamaan ini

Gaya apung adalah gaya yang disebabkan oleh tekanan air.

Partisipan lupa akan konsep gaya apung. Partisipan menduga bahwa

resultan tekanan hidrostatis yang arahnya keatas itu yang disebut dengan gaya

apung. Hal ini tidak sesuai dengan konsep para ahli bahwa sesungguhnya tekanan

itu berbeda dengan gaya. Dari pernyataan ini: “jadi pada akhirnya akan tersisa

tekanan air yang arahnya keatas. Mungkin itu yang disebut oleh Archimedes

(53)

Partisipan menyadari perbedaan tekanan dan gaya, dan dapat merumuskan

hubungan keduanya setelah diberikan persoalan yang berkaitan. Peneliti meminta

partisipan menganalisis tekanan air. Partisipan menyadari adanya gaya apung

ketika peneliti memberikan pertanyaan, berikut adalah percakapannya:

(A: peneliti, B: partisipan)

A : nah disana apakah ada gaya?

B : yang ada tekanan mas. Tapi kalau ada tekanan berarti kita dapat menghitung gayanya juga.

A : oh jadi tekanan itu sama dengan gaya?

B : emm bukan ding mas. Itu tekanan kan F dibagi A.

A : nah disana apakah ada gaya?

B : yang ada tekanan mas. Tapi kalau ada tekanan berarti kita dapat menghitung gayanya juga.

Partisipan merumuskan bahwa tekanan keatas yang menyebabkan munculnya

gaya apung dan dapat menganalisis hubungan antara tekanan air dengan gaya.

(A: peneliti, B: partisipan)

A : coba bagaimana?

B : (menjelaskan sambil menulis) seperti ini mas. Jadi nanti akan diperoleh gaya yang besarnya ρghA yang arahnya keatas.

A : oke. Trus itu ρ siapa? h yang mana? Dan A itu milik siapa?

B : karena ini adalah gaya yang dikerjakan air, maka ρ itu miilik fluida. Oh tapi h dan A ini besarnya sama pada benda jadi dapat saya rumuskan sebagai V (volume).

Partisipan mulai dapat melihat hubungan antara gaya apung dan berat fluida yang

dipindahkan. Berikut adalah jawaban partisipan ketika diminta merumuskan

(54)

Partisipan dapat melihat hubungan antara volume benda tercelup, volume

air yang tumpah dan gaya apung. Partisipan menyatakan bahwa: “kan volume air

yang tumpah sama dengan volume benda yang tercelup itu ngaruh ke gaya apung

mas. Volume benda yang tercelup kan sama dengan volume air yang

dipindahkan, jadi itu akan ngaruh ke gaya beratnya. Ato dengan kata lain, gaya

apungnya sama dengan gaya berat benda yang tercelup. Jadi dia awal tadi aku

salah, kalau massa yang berpengaruh tapi berat benda yang tercelup”. Adapun

pernyataan lain yang memperjelas pemahamannya: “kan apa bila benda yang

tercelup di dalam air dia akan mendesak zat cair. Nah, besarnya desakan ini akan

sama dengan gaya apung. Atau dapat dituliskan dengan FA=Wb. Makanya benda

yang tercelup di dalam air akan seperti kehilangan beratnya dan terasa lebih

ringan”.

Partisipan dapat menganalisis dan membuktikan syarat-syarat mengapung,

melayang dan tenggelam. Pada waktu yang sama, partisipan menyadari adanya

gaya normal yang bekerja pada peristiwa tenggelam, ditunjukan pada percakapan

berikut:

(A : peneliti, B : partisipan)

A : Ingatkah kamu pelajaran tentang gaya? Coba perhatikan kejadian ini, ketika ada benda diletakkan diatas meja, benda terlihat diam. Nah, gaya apa saja yang bekerja disana?

B : lha itu mas lupa haha

A : oke, coba kamu tekan lantai ini dengan tanganmu ke arah vertikal kebawah! Kemudian coba tekan lagi dengan gaya lebih besar dan lebih besar lagi!

(55)

A : iya, coba kamu perhatikan. Apa yang kamu rasakan? Dari apa yang kamu rasakan, coba rumuskan dengan bahasa fisika.

B : yang aku rasakan ya aku merasakan lantai. Kalau bedanya ya ketika saya memberikan gaya tekan yang lebih besar, tanganku juga semakin merasakan lantai dan kalau lebih besar lagi gaya yang saya berikan maka tangan saya mulai agak sakit.

A : jadi kesimpulannya?

B : kesimpulannuya ya... emm. (sambil berfikir) *2 menit kemudian

oh itu mas. Aksi-reaksi. Ada gaya normal.

Dengan memberikan pertanyaan dan ilustrasi yang berkaitan, partisipan dapat

mengingat konsep tertentu. Dalam kasus ini, partisipan mengingat konsep gaya

nornal. Ingatan ini menyebabkan partisipan menyadari keganjalan pada

pekerjaannya, sehingga dengan sendirinya partisipan mulai mengoreksi

pekerjaannya. Berikut pernyataannya: “Ada gaya normal. Berarti disini ada yang

normal (sambil membetulkan perhitungannya) berarti nanti pada peristiwa

tenggelam, gaya apungnya akan lebih kecil dari pada gaya berat benda”.

Sehingga secara lengkap, ketiga peristiwa Archimedes tentang mengapung,

melayang dan tenggelam dapat dijelaskan oleh partisipan dengan jelas.

Partisipan memahami gaya apung secara utuh. Partisipan dapat

menyimpulkan lewat pembicaraan dari awal sampai akhir menjadi sebuah konsep

gaya apung yang benar. Konsep gaya apung ini dirumuskan oleh partisipan dari

pengalaman dan informasi yang diperoleh pada saat wawancara berlangsung.

Konsep gaya apung oleh partisipan dirumuskan sebagai berikut: “gaya

archimedes ini adalah gaya apung, gaya yang arahnya ke atas. Gaya yang

(56)

dipindahkan atau berat benda yang tercelup”. Konsep ini sesuai dengan konsep

para ahli tentang hukum Archimedes yang menyatakan bahwa, sebuah benda yang

dicelupkan pada zat cair akan dikerjakan gaya apung yang besarnya sama dengan

berat zat cair yang dipindahkan.

Partisipan sekarang telah mengetahui bagaimana konsep gaya apung ini

dapat menjelaskan persoalan archimedes dalam meyelidiki mahkota raja yang

telah dicampuri emas. Berikut adalah kutipan percakapan yang menunjukan

pemahaman partisipan tentang bagaimana archimedes menyelesaikan persoalan

mahkota:

(A : peneliti, B : partisipan)

A : oke. Kembali lagi ke pertanyaan awal ya?

Bagaimana archimedes menyelidiki bahwa mahkota raja telah dicampuri dengan perak menggunakan konsep gaya apung ini?

B : jadi untuk menyelidikinya, archimedes membandingkan antara mahkota palsu dengan suatu bahan yang terbuat dengan emas murni yang punya massa yang sama dengan massa mahkota palsu itu. Nak untuk menyelidikinya dia menyelupkannya kedalam wadah yang berisi air penuh. Nah apabila jumlah air yang tumpah itu tidak sama maka mahkota itu telah dicampuri dengan sesuatu. Nah konsep ini adalah konsep gaya apung,

A : oke, apung penjelasannya bagaimana?

B : jadi, kita dapat melihat jumlah air yang tumpah yang disebabkan oleh mahkota dan benda. Kalau massanya sama tetapi jumlah air yang tumpah tidak sama, otomatis kita mendapatkan informasi bahwa volume mahkota dan benda berbeda. Nah kalau massanya sama dan volumenya berbeda kan massa jenisnya juga berbeda, sehingga kita dapat simpulkan bahwa mahkota itu tidak sepenuhmya terbuat dari emas.

Partisipan mengalami perkembangan konsep gaya apung yang lebih

(57)

menjelaskan dengan baik konsep gaya apung, namun di saat wawancara

berlangsung dan mendekati akhir wawancara, partisipan dapan memahami konsep

gaya apung dengan baik. Partisipan dapat merumuskan gaya apung untuk

menganalisis peristiwa archimedes dalam menyelidiki mahkota raja yang telah

dicampuri dengan perak. Partisipan sudah dapat melihat konsep untuk

menyelesaikan peristiwa yang ada.

C. Pembahasan

Peneliti menjumpai adanya perubahan konsep dan perkembangan

pengetahuan dari partisipan yang di wawancarai. Hal ini termasuk contoh

konkret teori pengetahuan menurut piaget yaitu teori adaptasi pikiran ke dalam

suatu realitas, dimana proses seseorang untuk mencapai pengertian tersebut,

yaituasimilasi, akomodasi, dan equilibration(Suparno, 1997).

Pertanyaan-pertanyaan konfirmasi yang diberikan menyebabkan partisipan

mengalami disequilibrium yaitu keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan

akomodasi, sehingga pasrtipan membuat pemahaman baru. Sehingga

pemahaman yang diperoleh berubah sejalan dengan proses wawancara.

Teori belajar kontruktivis dapat dilihat pada partisipan dalam memahami

konsep gaya apung. Partisipan di awal wawancara lupa akan konsep dan

persamaan gaya apung. Peneliti memberikan pertanyaan dengan memberikan

contoh peristiwa yang relevan, sehingga prakonsepsi partisipan tentang gaya

(58)

fakta-fakta baru yang dia jumpai sehingga membentuk pengetahuan yang baru

tentang gaya apung menjadi pemahaman yang lengkap.

D. Kemendalaman Wawancara sebagai proses Belajar

Peneliti melakukan wawancara mendalam setelah melewati proses latihan

pada 3 siswa. Wawancara latihan ini disajikan untuk melihat bagaimana

proses peneliti berlatih meningkatkan kemampuan bertanya. Selain itu, proses

peneliti dalam berlatih wawancara mendalam juga berpengaruh terhadap

pemahaman akhir siswa. Berikut adalah tabel perbandingan pemahaman pada

saat peneliti melakukan latihan wawancara pada partisipan A, B, dan C:

Tabel 6. Perbandingan pengetahuan tentang tokoh Archimedes

(59)

Tabel 7. Perbandingan pemahaman tentang peristiwa mengapung, melayang dan tenggelam

Tabel 8. Perbandingan pemahaman tentang hukum Archimedes

Partisipan Pemahaman awal Pertanyaan

konfirmasi

Pemahaman akhir

(60)

-(lupa)

Tabel 9. Perbandingan pemahaman tentang gaya yang bekerja pada peristiwa mengapung,

(61)

Indikator

Tabel 10. Perbandingan pemahaman tentang konsep gaya apung

(62)

pemahaman no. 1

Tabel diatas menunjukan pemahaman partisipan ketika peneliti masih

dalam proses belajar. Data pemahaman ketiga partisipan berbeda-beda,

dimana partisipan C mempunyai kedalaman wawancara yang paling dalam.

Hal ini dapat dilihat melalui jawaban akhir partisipan yang menunjukan bahwa

pemahaman partisipan berkembang lewat proses wawancara.

Di dalam proses latihan wawancara ini, peneliti juga menjumpai contoh

konkret teori pengetahuan Piaget, dimana pemahaman partisipann

berkembang dan berubah lewat proses asimilasi dan akomodasi.

Sejalan dengan meningkatnya kemampuan bertanya peneliti, data

pemahaman yang diperoleh juga semakin dalam.

Ketiga data wawancara latihan lain juga menunjukan bahwa pengetahuan

(63)

benda yang mengapung, melayang, dan tenggelam adalah pemahaman kurang

lengkap dan miskonsepsi. Namun ketika partisipan diberikan pertanyaan

konfirmasi, mereka mulai mengakomodasi pengetahuan awal mereka, dimana

ketika konsepsi awal yang dimiliki siswa sudah tidak cocok lagi dengan

fakta-fakta baru yang dijumpai, partisipan mulai mengkontruksi pemahaman mereka

(64)

46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemahaman partisipan tentang konsep gaya apung dapat dikategorikan sebagai pemahaman yang lupa/tidak tahu, kurang lengkap dan memahami.

2. Pemahaman partisipan berubah sejalan dengan proses wawancara berlangsung. Dengan diberikannya pertanyaan-pertanyaan konfirmasi, pemahaman partisipan berubah dan berkembang lewat proses akomodasi dan asimilasi.

3. Sesuai dengan teori belajar kontruktivisme, pemahaman seseorang tentang suatu konsep merupakan bentukan pikiran diri sendiri. Pemahaman partisipan berkembang sejalan pada saat wawancara berlangsung.

(65)

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah partisipan yang masih kurang, yaitu berjumlah 1 siswa.

C. Saran

Selain berupa kesimpulan yang diperoleh dan dijabarkan diatas, peneliti juga ingin menyampaikan beberapa saran yang diharapkan dapat bersifat membangun. Saran-saran tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru dan calon guru

Guru perlu mengembangkan kemampuan bertanya. Peran pertanyaan dapat menjadikan sebagai salah satu fasilitator belajar siswa. Dari penelitian ini, pembelajaran sebenarnya dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang relevan pada siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang konsep dan materi tertentu.

2. Bagi penelitian selanjutnya

(66)

48

DAFTAR PUSTAKA

Chiappetta. Eugene L.& R Coballa. 2010. Science Instruction In The Middle And Secondary Schools. 7ndEdition. New York: Macmillan Pub. Co

Cook Juan L & Cook Greg. 2005. Child Development Cognitive Development

Piagetian and Sociocultural Views (Chapter 5). Dalam:

http://www.pcarsonhighered.com/samplechapter/0205314112.pdf diunduh tanggal 9 juni 2015

Fooster, Bob. 2005.Fisika Terpadu 2B. Jakarta: Erlangga Giancoli, D.C. 2001.Fisika Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Kuntjojo. 2009.Metodologi Penelitian.Dalam:

http://web.iaincirebon.ac.id/tmtk/wpcontent/uploads/2015/06/metodologi -penelitian.pdf. diunduh tanggal 20 juni 2015

Kusmarni, Yani,STUDI KASUS. Dalam:

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196601131

990012-YANI_KUSMARNI/Laporan_Studi_Kasus.pdf. diunduh juni

2010

McComas, William. F. 2003.A Textbook Case of the Nature of Science: Laws and

Theories in the Science of Biology. Rossier School of Education,

University of Southern California. Los Angeles. Dalam:

(67)

Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka

Simanjuntak, MP. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Fisika Mahasiswa Pendekatan Pembelajaran Pemecahan Masalah Berbasis Video, Jurnal Pendidikan Fisika, vol. 1, 2012, pp. 55-60.

Sri Wardhani. 2010. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar

Matematika di SMP/Mts, (Widyaiswara PPPPTK Matematika

Yogyakarta, 2010), hlm. 23. Dalam:

https://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com/2011/11/instrumen-penilaian-mat-smp.pdf. diunduh pada 19 Maret 2015

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Suparno, P. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.

Jakarta: Grasindo

Suranto. 2009. Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Ketrampilan Proses Pada Konsep Usaha bagi Siswa SMP Negeri 1 Trucuk Klaten. (Skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Sutoyo, A. 2012.Pemahaman Individu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Taber, K. S. 1999. Probing Understanding. November 1999. Cambridge:

Homerton College

Tipler, P.A. 1998.Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga

Van den Berg, E. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana

(68)

50

(69)

51

Transkrip wawancara partisipan

(A = Peneliti; B = Partisipan)

A : pastinya kenal tokoh fisika Archimedes kan?

B : iya kenal. Saya sudah kenal ceritanya dari SD dulu mas.

A : wah, dari mana tahu? Dulu waktu SD sudah diajari tentang materi Archimedes

ya?

B : belum mas. Tapi saya tahu dari baca komik matematika tentang Archimedes di

buku perpustakaan.

A : oh iya. Trus cerita Archimedes apa yang kamu dapat dari baca komik itu?

B : itu mas. Menceritakan tentang si Archimedes itu yang disuruh oleh raja untuk

memecahkan suatu masalah tentang mahkota raja yang dicampuri oleh perak atau

tidak.

A : oh memangnya mahkota raja yang asli bahannya dari apa?

B : itu mas dari emas. Nah karna raja ragu mahkotanya itu asli atau tidak, dia

menyuruh Archimedes untuk menyelidikinya.

A : oh terus bagaimana Archimedes menyelidikinya?

B : nah pertama dia kan bingung. Setelah berfikir keras namun tak kunjung

menemukan jawaban, si Archimedes ini berendam di air sambil cari inspirasi,

kan airnya ada yang keluar tumpah dari bak mandi, dari sana dia sadar bahwa air

yang tumpah akan sama dengan massa dan volume badan dia yang masuk ke air.

A : nah dari situ, bagaimana cara Archimedes mengetahui mahkota raja apakah

dicampuri oleh emas atau tidak?

B : itu mas kan dia dari peristiwa tadi dia menemukan tentang gaya Archimedesnya.

nah gaya Archimedes ini lah yang dia gunakan untuk menyelidiki mahkota sang

raja.

A : oh dengan gaya konsep archimedes ya? kemudian bagaimana dia

Gambar

Gambar4.Tenggelam ...................................................................................................16
Gambar. 1 Gaya apung muncul karena konsekuensi tekanan air
Gambar. 2 mengapung
Gambar. 3 Melayang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menguji pemahaman konsep siswa pada materi hukum Archimedes manakah yang lebih baik antara siswa yang memperoleh pembelajaran model PBL dengan pendekatan saintifik,

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Tingkat pemahaman tertinggi tentang konsep gerak dan gaya hanya mencapai 50% dengan pemahaman bahwa agar sebuah benda yang bergerak

Gandha Setyawan. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata

Fransisca Ratna Dewi. Studi Kasus Tentang Kemampuan Siswa Membangun Sendiri Konsep Gaya Ke Atas Pada Prinsip Archimedes Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Tujuan dari

Dari hasil wawancara, terlihat bahwa siswa menghapal Hukum-hukum tentang pembiasan, tetapi tidak memahami bahwa ketika medium suatu benda kurang rapat maka

Bentuk ide nomor empat, yang berupa semakin benda berada di bawah, semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk mendorong ke atas , selaras dengan bentuk resources berupa

Hitunglah tekanan total yang dialami sebuah benda yang tercelup dalam sumur pada kedalaman 10 m dari permukaan air sumur. Jika percepatan gravitasi di daerah itu adalah sebesar 10 m

F = Gaya N dari kata “Force” m = massa kg dari kata “Mass” ɑ = percepatan m/s2 dari kata “acceleration” Hukum III Newton : menyebutkan bahwa ketika benda pertama mengerjakan gaya ke