PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN
MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY
PLANNING (RCCP) UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN
KONSUMEN PADA PT. JASON KARYA INDUSTRI
SURABAYA
SKIRPSI
DISUSUN OLEH :
TATIT WIDHIAKASA
0632010015
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penyusun mampu
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN METODE ROUHGT CUT CAPACITY PLANINNING (RCCP) DI PT. JASON KARYA INDUSTRI SURABAYA tanpa ada halangan dan rintangan yang berarti.
Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S-1
di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyelesaian laporan ini penulis tidak mungkin dapat bekerja
sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Untuk itu penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. M.Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MT selaku Sekretaris Jurusan Teknik
Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Ir. Joumil Aidil, MT dan Ibu Ir. Endang PW, MMT selaku
Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
ii
6. Dosen penguji atas waktu yang diluangkan kepada kami
7. Staf Tata Usaha atas bantuan dan waktuya kepadaku
8. Bapak Yoni selaku Pembimbing lapangan dan seluruh karyawan
PT. Jason Karya Industri.
9. Keluargaku, khususnya Ayah, Ibu, Adik dan istriku beserta anakku
tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat bantuan
baik secara moril maupun materiil dalam proses penyusunan laporan
ini.
10.Rekan-rekan Angkatan 2006 khususnya paralel A yang telah
mendukung dalam penyusunan laporan.
11.Dan semuanya yang tidak dapat aku sebutkan satu – persatu.
Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca, instansi pemerintah serta lembaga pada umumnya.
Surabaya, 2 Oktober 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……….
DAFTAR ISI ………
DAFTAR GAMBAR ………...
DAFTAR TABEL ………...
DAFTAR LAMPIRAN ………...
ABSTRAKSI ………
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………...
1.2. Rumusan Masalah ………..
1.3. Tujuan Penelitian ………...
1.4. Batasan Masalah ……….
1.5. Asumsi ………...
1.6. Manfaat Penelitian ……….
1.7. Sistematika Penulisan ……….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran Kerja ………...
2.1.1. Pengukuran Dengan Stop Wacth ………..
2.1.2. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja ………...
2.1.3. Langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja ...
2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu Kerja ...
2.1.5. Perhitumgan Waktu Baku ...
2.1.6. Faktor Penyesuaian ………...
2.1.7. Faktor Kelonggaran ………...
2.1.7.1. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi ………
2.1.7.2. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatigue ……...
2.1.7.3. Kelonggaran Untuk Hambatan Tak Terhindari ………….
2.2. Peramalan ………...
2.2.1. Jenis-jenis Peramalan ………
2.2.2. Karakteristik Peramalan Yang Baik ………..
2.2.3. Langkah – langkah Peramalan ………..
2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan ………
2.2.5. Metode Peramalan ……….
2.2.6. Kegunaan Peramalan ……….
2.2.7. Metode Trend dengan Regresi ………..
2.2.8. Metode Regresi Linier ………..
2.2.9. Metode Exponential dan Doubel Exponential Smoothing ………
2.2.10. Kriteria Pemilihan Metode ………..
2.2.11. Analisis Deret Waktu (Time Series) ………...
2.2.12. Uji Verifikasi Pengendalian Peramalan ………..
2.3. Penetapan Kapasitas Produksi ………
2.4. Waktu Produksi Tersedia ………...
2.5. Perencanaan Produksi ………
2.5.1. Jenis- jenis Perencanaan Produksi ………
2.5.2. Perencanaan Produksi Agregat ……….
2.5.3. Jadwal Induk Produksi ………..
2.5.4. Perecanaan Kapasitas Kasar ………..
2.6. Hasil RCCP Dari Penelitian Terdahulu ………..
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ………
3.2. Langkah – langkah Penelitian ………
3.3. Flowchart Pemecahan Masalah ……….
3.4. Keterangan Flowchart ………
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data ……….
4.1.1. Data Jumlah Stasiun Kerja dan Mesin Bagian Produksi ………...
4.1.2. Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ……….
4.1.3. Data Permintaan Produk April 2007 – Maret 2010 ………..
4.2. Pengolahan Data ……….
4.2.1. Hasil Pengukuran Waktu Kerja ……….
4.2.2. Uji Keseragaman Data ………..
4.2.3. Uji Kecukupan Data ………..
4.2.4. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja ………..
4.2.5. Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku ………...
4.3. Peramalan ………...
4.3.1. Mengumpulkan Data Permintaan ………..
4.3.2. Membuat Plot Diagram Permintaan ………..
4.3.3. Penetapan Metode Peramalan ………...
4.3.4. Menghitung Masing-masing Kesalahan Peramalan ………..
4.3.5. Memilih Metode Dengan Nilai Kesalahan Peramalan Terkecil ...
4.3.6. Uji Verifikasi Data Dengan MRC ……….
4.3.7. Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih ……….
4.4. Jadwal Induk Produksi (JIP) ………..
4.5. Matrik Produksi ………..
4.6. Matrik Waktu Baku ………...
4.7. Rough Cut Capacity Planning ( RCCP ) ………
4.7.1. Perhitungan RCCP Pada Proses Pemotongan ………
4.8. Waktu Produksi Tersedia ………...
4.8.1. Proses Pemotongan………..
4.9. Hasil dan Pembahasan ………
4.9.1. Peramalan ………...
4.9.2. Perencanaan Waktu Produksi ……….
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ………....
5.2. Saran ………...
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel Pengukuran Waktu Kerja ………...
Tabel 2.2. Tabel Performance Rating dengan Sistem Westing House …………..
Tabel 2.3. RCCP degan BOL ………
Tabel 2.4. RCCP Dengan Profil Sumber Daya ……….
Tabel 4.1. Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ………
Tabel 4.2. Data Pemintaan PT. Jason Karya Industri ………...
Tabel 4.3. Tabel Pengukuran Waktu Proses Pemotongan ………
Tabel 4.4. Hasil Uji Keseragaman Data ………
Tabel 4.5. Hasil Uji Kecukupan Data ………...
Tabel 4.6. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja ……….
Tabel 4.7. Perhitungan Waktu Normal, Waktu Siklus dan Waktu Baku ………..
Tabel 4.8. Data Pemintaan Produk PT. Jason Karya Industri ………...
Tabel 4.9. Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode Peramalan ………
Tabel 4.10. PErhitungan Moving Range ……….
Tabel 4.11. Data Hasil Peramalan Permintaan Produk ………...
Tabel 4.12. Jadwal Induk Produksi ……….
Tabel 4.13. Matrik Waktu Produksi ………
Tabel 4.14. Matrik Waktu Baku ………..
Tabel 4.15. Hasil RCCP Dalam Satuan Jam ………...
Tabel 4.16. Perbandingan Kapasitas Waktu RCCP Dengan Waktu Tersedia ……
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pola Data Horisontal (Stationary) ……….
Gambar 2.2. Pola Data Musiman (Seasonal) ……….
Gambar 2.3. Pola Data Siklus (Cyclical) ………...
Gambar 2.4. Pola Data Trend ……….
Gambar 2.5. Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart (MRC) ……….
Gambar 2.6. Langkah Penetapan Produksi ………
Gambar 2.7. Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ………
Gambar 2.8. Perencanaan Produksi Agregat ……….
Gambar 2.9. Peranan RCCP dalam Perencanaan dan Pengendalian Produksi …..
Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ………...
Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Proses Pemotongan ………..
Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan PT. Jason Karya Industri ……….
Gambar 4.3. Peta Kendali Moving Range ……….
ABSTRAKSI
Semakin tingginya persaingan di dunia industri akan produk – produk yang dihasilkan, dan banyaknya permintaan konsumen atas suatu produk tersebut, menuntut perusahaan agar selalu berusaha memenuhi permintaan tersebut sampai mencukupi waktu produksi yang yang optimal.
PT. JASON KARYA INDUSTRI adalah perusahaan yang bergerak dalam industri furniture. Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang fabrikasi maka kualitas, kuantitas dan kecepatan unit–unit dalam bagian produksi sangat menentukan, maka perusahaan selalu berusaha agar jumlah permintaan yang di pesan oleh konsumen dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan untuk memberi kepuasan kepada para pelanggan.
Dari data permintaan bulan April 2007 sampai Maret 2010 pada PT. JASON KARYA INDUSTRI terjadi peningkatan permintaan konsumen pada setiap bulannya. Dengan terjadinya peningkatan permintaan tersebut PT. JASON KARYA INDUSTRI selalu berusaha agar jumlah produksi yang dipesan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan sebagai cara untuk memberi kepuasan terhadap pelanggan, sehingga tidak akan ada pengurangan waktu pelayanan kepada konsumen hanya karena keterlambatan penyerahan produk.
Dalam pemenuhan pemintaan konsumen maka diperlukan suatu perencanaan kapasitas menggunakan metode ROUGHT CUT CAPACITY
PLANNING (RCCP) untuk menentukan waktu produksi yang optimal sesuai
dengan hasil permintaan 9 periode mendatang. Untuk peramalan permintaan menggunakan program WIN QSB. Dengan program tersebut digunakan metode peramalan yang terbaik yaitu dengan memilih nilai kesalahan peramalan terkecil. Kemudian untuk data lainnya adalah matrik waktu baku dan matrik produksi berdasarkan jadwal induk produksi, untuk waktu produksi tersedia di gunakan input data yaitu jumlah mesin, jam kerja/bulan, utilisasi dan efisiensi.
Berdasarkan hasil penelitian di PT. JASON KARYA INDUSTRI dengan menggunakan metode ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING (RCCP), dapat disimpulkan bahwa dari sembilan stasiun kerja di PT. Jason Karya Industri (pemotongan, sanding, molding, pengemalan, pengeboran, perakitan awal, pengecatan, touch up dan perakitan akhir) hanya terdapat satu stasiun kerja yang belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu mengadakan penambahan jam kerja (lembur) pada setiap bulannya yaitu pada stasiun kerja proses sanding
dengan penambahan jam lembur untuk bulan November sebesar 0:14’ atau 14 menit dan untuk bulan Desember sebesar 2:2’/bulan atau 2 jam 2 menit. Dengan adanya penambahan waktu lembur tersebut maka perusahaan diharapkan bisa memenuhi permintaan konsumen.
Kata Kunci : Rought Capacity Planinning (RCCP), peramalan, kapasitas produksi tersedia, kapasitas produksi yang dibutuhkan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri
dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin
kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas
produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan
jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat.
PT. Jason Karya Industri merupakan perusahaan furniture yang terkadang
mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan untuk memenuhi
permintaan konsumen, sehingga PT. Jason Karya Industri selalu berusaha agar
jumlah produksi yang dipesan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal ini
dilakukan untuk memberi kepuasan kepada pelanggan agar perusahaan tidak
kehilangan pelanggan, tetapi sering terjadi juga pada saat merencanakan waktu
produksi yang tidak tepat dapat mengakibatkan tinggi atau rendahnya tingkat
persediaan, sehingga dapat mengakibatkan penambahan jam lembur atau tenaga
subkontrak. Dan yang lebih fatal lagi apabila hal tersebut dapat mengurangi
pelayanan kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan produk.
Untuk meningkatkan waktu produksi maka harus melihat kebutuhan pasar
masa datang terhadap suatu produk. Apabila suatu permintaan menunjukkan suatu
peningkatan di masa mendatang maka untuk memenuhi pasar tadi diperlukan
pertimbangan berupa alternatif tertentu untuk memperbesar waktu produksi.
mendatang kurang efektif dan efisien, untuk menyelesaikan permasalahan di
perusahaan tersebut dan memecahkan permasalahan yang ada digunakan metode
(RCCP) dengan membutuhkan data-data waktu produksi yang tersedia, untuk
memenuhi permintaan konsumen. Waktu produksi secara umum diukur dalam
bentuk waktu (jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuan manusia
dengan bantuan mesin yang tersedia pada setiap periode operasi.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan pokok masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini berdasar latar
belakang diatas. Permasalahan yang timbul adalah “Berapa kapasitas waktu
produksi tersedia ditiap-tiap stasiun kerja agar dapat memenuhi permintaan
konsumen?”
1.3. Batasan Masalah
Dalam penulis tugas akhir ini perlu dilakukan pembatasan masalah, agar
dalam pelaksanaan penelitian tertuju pada tujuan penelitian ini. Adapun batasan –
batasan tersebut adalah :
1. Jenis produk yang akan dibahas adalah jenis kursi kantor type 7755-T.
2. Data permintaan produk kursi kantor pada PT. Jason Karya Industri yang
diambil dimulai dari periode April 2007 - Maret 2010.
3. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya
perencanaan kapasitas produksi menggunakan Rough Cut Capacity Planning
(RCCP) berdasarkan Bill of Labor (BOL) dan tidak menghitung laba
perusahaan.
4. Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan menggunakan metode jam henti
(Stop Watch Time Study) dengan cara berulang-ulang .
5. Rencana kapasitas produksi dilakukan untuk bulan April 2010 sampai
Desember 2010.
1.4. Asumsi
Dalam menunjang penyelesaian masalah dalam tugas akhir ini, asumsi
yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Proses produksi tidak mengalami perubahan selama penelitian dilaksanakan.
2. Tidak ada perubahan spesifikasi produk selama penelitian dilakukan.
3. Fasilitas produksi berjalan pada kondisi normal dan lancar.
4. Material dan bahan-bahan penunjang lainnya selalu tersedia.
5. Tidak menghitung persediaan produk.
1.5. Tujuan Penelitian
Untuk memperjelas maksud dari perumusan masalah diatas maka penulis
membuat tujuan penelitian, yaitu :
1. Menentukan kapasitas waktu produksi di tiap – tiap stasiun kerja di PT.
Jason Karya Industri dilihat dari waktu produksi tersedia.
2. Menghitung jam kerja di tiap – tiap stasiun kerja untuk memenuhi kapasitas
produksi sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitihan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih
teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaan.
2. Bagi Peneliti
Adalah sebagai bahan komperatif bagi peneliti sehingga dapat mengadakan
perbandingan antara teori yang diajarkan di bangku kuliah dengan praktek
nyata yang ada di perusahaan.
3. Bagi Universitas
Menambah referensi karya penelitian tentang perencanaan kapasitas produksi
di perpustakaan dan diharapkan bisa bermanfaat bagi mahasiswa yang
melakukan tugas akhir.
1.7. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penyusun tugas akhir ini, saya selaku penulis membuat
suatu susunan penulisan secara sistematik. Tujuan dari penyusunan secara
sistematik ini adalah agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi dari
penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan.
Tugas akhir ini akan dibahas dalam bab – bab sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang dari penelitian ini, perumusan masalah,
asumsi, batasan masalah, manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan tentang teori – teori yang melandasi penbahasan permasalahan
dan tinjaun keputusan lainnya yang turut mendukung permasalahan.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan penjelasan mengenai metode – metode yang digunakan selama
penelitian berlangsung dan dapat dipertanggungjawabkan.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Memuat tentang pengumpulan data dan pengolahannya yang diperoleh
dari penelitian yang akan digunakan sebagai dasar bagi pembahasan
masalah yang sedang dihadapi.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisikan kesimpulan dari pembahasan dan analisa serta saran-saran yang
berupa alternatif pemecahan yang diharapkan membantu kemajuan
perusahaan yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran kerja
Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaiakan secara efisien apabila waktu
penyelesaian berlangsung penting singkat, dengan mengaplikasikan prinsip dan
teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam system kerja, maka akan
diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang
paling efektif dan efisien.
Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan
manusia yag dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran
waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu
baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini
sangat diperlukan terutama sekali untuk :
a. Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja)
b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karayawan atau pekerja.
c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.
d. Perencanaan system pemberian bonus dengan insentif bagi karyawan atau
pekerja yang berprestasi.
e. Induksi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja
yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja akan dapat
menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output
yang dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Teknik pengukuran kerja ini dapat dibagi atau dikelompokkan kedalam
dua bagian, yaitu pengukuran kerja secara langsung dan pengukuran kerja secara
langsung, yaitu pengukurannya dilakukan secara langsung ditempat dimana
pekerjaan yang diukur dijalankan, sedangkan pengukuran tidak langsung
dilaksanakan tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang diukur.
(Wignjosoebroto Sritomo, 1992)
2.1.1. Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stop Wacth)
Tujuan utama dari aktifitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang
harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu
kerja yang dilakukan hendaknya merupakan waktu kerja yang diperoleh dari
kondisi dan metode kerja yang baik. Dengan lain perkataan pengukuran waktu
kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metode kerja dari pekerjaan
yang diukur akan diukur sudah baik. Pengukuran waktu kerja dengan jam henti
diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Tailor sekitar abad 19 yang lalu.
Metode ini baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung secara
berulang-ulang. Dari pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk
menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini dipergunakan sebagai
Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang
objektif karena disini waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan
tidak cuma sekedar diestimasikan secara objektif.
Satu hal yang penting dalam pelaksanaan kerja ini ialah bahwa semua
pihak yang nantinya akan dipengaruhi oleh hasil studi (waktu baku) haruslah
diinformasikan mengenai maksud dan tujuan dari studi, sehingga nantinya bisa
tercapai kerja sama yag sebaik-baiknya didlam pelaksanaan pengukuran secara
garis besar langkah-langkah untuk melakukan pengukuran dengan stop watch
adalah :
1. Definisikan pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur dan diberitahukan
maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang akan dipilih untuk
diamati dan supervisor yang ada.
2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan,
seperti layout planning, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan lain
yang digunakan.
3. Membagi operasi kerja dalam setiap elemen-elemen kerja.
4. Mengamati, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan operator untuk
menyelesaikan elemen-elemen tersebut.
5. Menetapkan jumlah siklus yang diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah
siklus kerja yang akan dilaksanakan ini sudah memenuhi atau tidak. Menguji
keseragaman data yang diambil.
6. Menetapkan performance rating dari operator saat melaksanakan aktifitas
7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan kriteria yang ditujukan
operator, sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja yang normal.
8. Menyelesaikan Allowance waktu longgar untuk memberikan fleksibilitas.
9. Menetapkan waktu kerja baku, yaitu jumlah total antara waktu normal dan
waktu longgar. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)
2.1.2. Cara Pengukuran dan Pencatatan waktu kerja
Ada tiga metode yang umum dipakai untuk mengukur elemen-elemen
kerja yang menggunakan jam henti (Stop Wacth) yaitu pengukuran waktu kerja
secara terus menerus (Continous timing), pengukuran waktu berulang-ulang
(repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative
timing).
1. Pengukuran waktu kerja terus menerus (Continous timing).
Dalam pengukuran ini pengamat kerja akan menekan tombol stop watch
pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop
watch berjalan terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai
berlangsung. Disini pengamat kerja terus menerus mengamati jalannya jarum stop
wcth dan mencatat waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari elemen-elemen kerja
pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen
diperoleh dari pengurangan dari pada saat waktu selesai dilaksanakan.
2. Pengukuran waktu kerja secara berulang-ulang (repetitive timing).
Pengukuran ini kadang-kadang disebut sebagai snop back methods. Pada
metode ini jarum penunjuk stop watch akan dikembalikan (snop back) ke posisi
dicatat waktu kerja yang diukur kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum
penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara
demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat
dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti
yang dijumpai dalam metode (continous timing).
3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.
Pada waktu kerja ini memungkinkan pembaca pembaca secara langsung
untuk masing-masing elemen kerja yang ada. Didalam cara ini akan digunakan
dua atau lebih stop watch akan bekerja secara bergantian. Stop watch ini akan
didekatkan sekaligus pada papan-papan pengamatan dan dihubungkan pada suatu
tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan maka stop watch kedua ketiga akan
berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Metode accumulative memberikan
keuntungan tersendiri didalam hal akan pembacaan akan lebih mudah dan lebih
teliti karena jarum stop watch tidak dalam keadaan bergerak pada saat pembacaan
data. (Wignjosoeboto Sritomo, 1992).
2.1.3. Langkah – Langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja.
Persiapan sebelum pengukuran waktu kerja adalah sangat penting. Karena
hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas pengukuran yang dilaksanakan.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dengan jam henti yaitu :
1. Menetapkan tujuan pengukuran.
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lainnya tujuan melakukan
penting yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran dipergunakan,
berapa tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.
2. Melakukan penelitihan pendahuluan.
Penelitihan pendahuluan diakukan untuk mempelajari sistem dan kondisi
kerja yang ada dengan maksud malakukan perbaikan jika diperlukan agar
diperoleh kerja yang baik.
3. Memilih operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang
yang begitu saja diambil. Operator haruslah mempunyai persyaratan tertentu agar
didapatkan hasil pengukuran yang baik, seperti berkemampuan normal dan dapat
diajak bekerja sama.
4. Melatih operator
Operator harus dilatih terlebih dahulu, terutama pada kondisi dan cara kerja
yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.
5. Mengurangi pekerjaan atas elemen pekerjaan.
Pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan yang merupakan gerakan
bagi orang yang bersangkutan. Elemen inilah yang diukur waktunya (waktu
siklus). Tujuan dilakukan pengamatan atas elemen-elemen yaitu untuk
menjelaskan catatan tentang tata cara yang dilakukan, untuk memungkinkan
melakukan penyesuaian bagi elemen, untuk memudahkan mengamati terjadinya
elemen yang tidak baku dan memungkinkan dikembangkan data waktu standart
6. Menyiapkan alat pengukuran.
Setelah kelima langkah-langkah tesebut diatas dijalankan dengan baik.
Langkah terakhir sebakum malakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat
yang diperlukan yaitu :
a. Jam henti
b. Lembaran-lembaran pengamatan.
c. Pena atau pensil
d. Papan pengamatan
(Sutalaksana 1982).
2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu
Setelah melakukan langkah-langkah persipan tersebut, kemudian
dilaksanakan pengukuran waktu kerja. Pengukuran waktu adalah pekerjaan
mengamati dan mencatat waktu–waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus
dengan menggunakan alat yang telah disiapakan,. Adapun langkah-langkah yang
telah dikerjakan selama pengukuran berlangsung.
1. Pengukuran pendahuluan.
Pengukuran pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali
pegukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang
didapat dari hasil perhitungan waktu pengamatan. Biasanya pengukuran waktu
Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja
Sub
Group Waktu Pengamatan
Rata-rata Sub Group
Jumlah
Sub Group
x
ij1. X11 X12 X13 …. X1n X1
Σ
X1nΣ
X1n 22. X21 X22 X23 …. X2n X2n
Σ
X2nΣ
X2n 23. X31 X32 X33 …. X3n X3n
Σ
X3nΣ
X3n 2. . . . . . . . . . . . . . . . . .
L XL1 XL2 XL3 …. XLn XLn
Σ
XLnΣ
XLn 2
n l j Li 1
X
ij
L l i L l i ij n l jX
L l i L l i ij n l j
X
2 Keterangan :Xij = Waktu pengamatan berturut turut
(I = 1,2,3,….,1 ; = 1,2,3,…,n)
Xij = Rata rata pengamatan berturut-turut
n = Jumlah sub group
L = Ukuran sup group
2. Uji keseragaman data.
Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam, karena ketidak
seragaman data dateng tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang didapat
“mendeteksi” batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas
seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab
sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak
seragam, yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol,
sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak
seragam, yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol.
Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data yang berbeda
didalam batas-batas kontrol tersebut.
a. Menghitung harga rata dari rata-rata sup group dengan
L xij
X
ij
(2.1)
b. Menghitung standart deviasi dari waktu pengamatan
1
Nx
x
ij ij c. Menghitung standar deviasi sebenarnya dari waktu pengamatan.
L
(2.2)
d. Menghitung derajat ketelitian tiap operator.
% 100
x X S
xe. Menghitung tingkat keyakinan (confidence level)
CL = 100% - S%
f. Menghitung batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)
x x K X BKB K X BKA Data yang dihasilkan dapat dikatakan seragam, jika harga rata-rata dari
sub group berada dalam batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah
(BKB). Setelah dua berkumpul maka diteruskan dengan mengidentifikasi data
yang terlalu besar atau data yang terkecil, dan menyimpang dari harga
rata-ratanya yang disebabkan hal-hal tertentu. Data ekstrim ini dikeluarkan dan tidak
diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya.
h. Uji kecukupan data dapat dilakukan setelah seluruh data dari hasil pengukuran
telah seragam. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan rumus :
x
x
x
n
s
k
ij ij ij N 2 2 ' 2 (2.3)N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang harus dilakukan/diperlukan.
N = Jumlah pengamatan yang dilakukan
S = Tingkat ketelitian
K = Koefisien distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan.
Untuk harga K secara tepat dapat dilihat pada Tabel Appendix
Kesimpulan dari perhitungan yang diperoleh yaitu :
a. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan sudah
cukup.
b. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan harus
ditambah lagi sesuai dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang
diharapkan.
2.1.5. Perhitungan Waktu Baku
Perhitungan output standart merupakan langkah berikutnya setelah
dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan
data. Untuk mendapatkan out standart perlu ditempuh langkah-langkah sebagai
beriku :
a. Menghitung waktu siklus rata-rata setiap elemen kegiatan (Ws) :
N
Ws
x
ij (2.4)b. Menghitung waktu normal (Wn) :
Wn = Ws x p (2.5)
Di mana p adalah faktor penyesuaian yang digunakan untuk menormalkan
waktu pengamatan yang diperoleh, jika pekerja dinilai bekerja secara tidak
wajar.
c. Menghitung waktu baku (Wb) :
allowance Wn
Wb
(%) % 100
% 100
(2.6)
(Wignjosoebroto Sritomo, 1992)
2.1.6. Faktor penyesuaian (Rating Performance)
Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator
dikenal sebagai “Rating Performance”. Dengan melakukan rating ini diharapkan
waktu kerja yang diukur bisa “dinormalkan” kembali. Ketidaknormalan dari
waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu
Waktu normal bukanlah waktu yang disediakan untuk pekerjaan yang
bersangkutan, karena angka ini harus dinaikkan dengan suatu waktu tambahan
yang disediakan untuk gangguan-gangguan, kebutuhan-kebutuhan pribadi
operator, dan penunda-penunda yang berada di luar keluasaannya.
Westing house system’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating
performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja.
Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi
performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi dengan kondisi
kerja (working condition) dan keuletan kerja (consistency) dari operator dalam
melakukan kerja. Tabel performance rating westing house dapat dilihat pada
tabel 2.2
Tabel 2.2
Performance Rating dengan System Westing House
SKILL EFFORT
+ 0,15 AI Superskill + 0,13 AI Superskill + 0,13 A2 + 0,12 A2
+ 0,11 B1 Excellent + 0,10 B1 Excellent + 0,08 B2 + 0,08 B2
+ 0,06 C1 Good + 0,05 C1 Good + 0,03 C2 + 0,02 C2
0,00 D Average 0,00 D Average - 0,05 E1 Fair - 0,04 E1 Fair - 0,10 E2 - 0,08 E2
- 0,16 F1 Poor - 0,12 F1 Poor - 0,22 F2 - 0,17 F2
CONDITION CONSISTENCY
Metode westing house ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam
mengevaluasi performance ranting, antara lain :
1. Keterampilan (skill) adalah “kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan
suatu metode yang diberikan”. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman,
ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.
2. Usaha (effort) adalah “kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan oleh
seorang operator saat melaksanakan pekerjaannya”. Usaha ditunjukan oleh
kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada
tingkat yang tinggi oleh operator.
3. Kondisi (condition) adalah “kondisi fisik lingkungan di tempat kerja.” Yang
meliputi keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi
merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada
operator dan bukan pada operasi.
4. Konsisten (consistensi) adalah “Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam
melaksanakan pekerjaannya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan,
karena pada kenyataannya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang
sama pada pencatatan, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu
berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna
(perfect) jika waktu penyelesaian selalu sama setiap saat.
“Skill dan effort” di bagi menjadi superskill, excellent, good, average,
fair, dan poor. Sedangkan “Condition dan Consistency” di bagi menjadi ideal,
excellent, good, average, fair dan poor. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)
2.1.7. Faktor Kelonggaran (Allowance)
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata
menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu
normal untuk suatu operator menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan
oleh operator rata-rata bila bekerja pada langkah normal dan tanpa menghiraukan
suatu waktu tambahan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi, istirahat, dan
penundaan-penundaan lain di luar kekuasaannya.
Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsikan proses
produksi ini bisa diklasifikasikan menjadi kebutuhan pribadi (personal
allowance). Melepas lelah (fatique allowance) dan keterlambatan yang tidak
dapat dihindari (delay allowance). Tabel faktor kelonggaran dapat dilihat pada
lampiran. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)
2.1.7.1. Kelonggaran Untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi di sini adalah hal-hal yang
seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil,
bercakap-cakap dengan teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun
kejenuhan dalam bekerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas-jelas sebagai sesuatu yang mutlak tidak
bisa, misalnya seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa olahraga, atau
melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam kerja.
Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan
dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan
hampir dipastikan produktivitasnya menurun.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu
berbeda-beda dari satu pekerjaan yang lainnya karena setiap pekerjaan
mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan “tuntutan” yang berbeda-beda.
Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran
ini dengan tepat seperti sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis.
Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria
berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada
kondisi kerja normal pria memerlukan 2 - 2,5%. Dan wanita membutuhkan 5%
(prosentasi ini adalah waktu normal). (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)
2.1.7.2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
Rasa Fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitasnya. Karena salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja
dengan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi
masalahnya adalah kesulitan didalam menentukan pada saat-saat dimana
menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih
banyak kemungkinan-kemungkinan lain.
Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja
lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila ini berlangsung
badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali
walaupun sangat dikehendaki.
Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja
dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya
gerakan-gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan rasa fatique.
(Wignjosoebroto Sritomo, 1992)
2.1.7.3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindari
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak lepas dari berbagai
“hambatan”. Ada hambatan yang dapat dihindari seperti mengobrol yang
berlebihan dan menganggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak dapat
dihindari karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.
Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain untuk
menghindarkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan
serendah mungkin, hambatan akan tetap ada karena harus diperhitungkan dalam
perhitungan waktu baku.
Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tidak terhindari adalah :
a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin
c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya
d. Mengasah peralatan potong
e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang
g. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.
Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti ini sangat bervariasi
dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja lain karena
banyaknya penyebab, seperti mesin, kondisi, prosedur kerja, ketelitian suplai alat
dan bahan, dan sebagainya.
(Wignjosoebroto Sritomo, 1992).
2.2. Peramalan
Usaha untuk melihat situasi dan kondisi pada masa yang akan datang
merupakan suatu usaha untuk memperkirakan pengaruh situasi dan kondisi yang
berlaku terhadap perkembangan dimasa yang akan datang, kita kenal dengan apa
yang kita sebut dengan peramalan (forecasting).
Peramalan ini akan menunjukan kecenderung-kecenderung dalam
kebutuhan manufaktur di kemudian hari. Kebijakan-kebijakan pergantian regu
kerja, rencana untuk peningkatan atau penutunan aktivitas menufaktur, atau
kemungkinan perluasan pabrik sering dapat didasarkan pada ramalan-ramalan
tersebut. Setiap kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau meningkatkan keberhasilan
perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa yang akan datang.
2.2.1. Jenis-jenis peramalan
Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari berbagai segi tergantung
dari cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunan, maka peramalan
dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu :
1. Peramalan subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau
intuisi dari orang yang menyusunnya.
2. Peramalan Objektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan
pada masalah, dengan menggunakan teknik dan metode dalam penganalisaan
data tersebut.
Jika di lihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, maka peramalan dapat
dibedakan atas 2 mcam, yaitu
1. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan
hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun.
Peramalan ini biasanya diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan
daerah, atau rencana ekspansi suatu pekerjaan.
2. Peramalan jangka pendek yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan
hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun.
Peramalan seperti ini diperlakukan dalam penyusunan rencana tahunan,
rencana produksi, rencana penjualan, dan anggaran perusahaan.
2.2.2. Karakteristik Peramalan yang Baik
Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara
lain akurasi, biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria – kriteria tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Akurasi
Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan
kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila
peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah. dibandingkan dengan
kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila
besarnya kesalahan peramalan relative kecil. Peramalan yang terlalu rendah
akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen
tidak dapat dipenuhi dengan segera, akibatnya adalah perusahaan
dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan.
Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan
persediaan, sehingga banyak modal terserap sia – sia. Keakuratan dari hasil
peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal
(meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan).
2. Biaya
Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah
tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan,
dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan
mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan
datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan
disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat,
misalnya item – item yang penting akan diramalkan dengan metode yang
canggih dan mahal, sedangkan item – item yang kurang penting bisa
diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan
adopsi dari Hukum Pareto (Analisa ABC).
3. Kemudahan
Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan
mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah
percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada
sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun
peralatan teknologi. (Makridakis Spyros, 1995).
2.2.3. Langkah-langkah peramalan
Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah atau penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada langkah
peramalan yang penting, yaitu
1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara membuat tabulasi
dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui pola dari data
tersebut.
2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah
metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai
kenyataan yang sekecil mungkin.
3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang
perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan-kebijakan yang
mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan
teknologi dan penemuan-penemuan baru dan perbedaan dengan hasil ramalan
yang ada dengan kenyataannya. (Nasution Arman Hakim, 1999)
2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan
Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka
ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa
mengurangi ketidak pastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat
menghilangkan ketidak pastian tersebut.
2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran
kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka
adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar
kesalahan yang mungkin terjadi.
3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka
panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, factor –
faktor yang mempengaruhi permintaan relative masih konstan, sedangkan
semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadinya perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan.
2.2.5. Metode peramalan.
Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang
terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa lau.
Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :
1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan,
informasi ini berisikan data kuantatif.
2. Teknik dan metode peramalan
Baik tidaknya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh
metode yang digunakan juga ditentukan oelh baik tidaknya informasi
kuantitatif yang digunakan. Selama informasi yang doigunakan tidak dapat
menyakinkan, maka hasil peramalan sukar dapat dipercaya ketepatannya.
(Nasution Arman Hakim, 1999)
2.2.6. Kegunaan metode peramalan
Metode peramalan yang dipergunakan sangat besar manfaatnya, apabila
dikaitkan dengan keadaan informasi atau daya yang dipunyai. Metode peramalan
juga memberikan urutan pengerjaan dan pemecahan atas pendekatan suatu
masalah dalam peramalan, sehingga bila digunakan pendekatan yang sama atas
permasalahan dalam suatu kegiatan peramalan, maka akan didapat dasar
pemikiran dan pemecahan yang sama. Adapun kegunaan dari permasalahan
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan kebijakan dalam penyusunan anggaran
2. Untuk pengendalian bahan baku
Dari uraian ini, dapat disimpilkan bahwa metode peramalan sangat
berguna, karena sangat membantu dalam mengadakan pendekatan analisa
terhadap tingkah laku atau pola dari data yang lalu, sehingga dapat memberikan
cara pemikiran, pengerjaan dan pemecahan yang sistematis, serta memberi tingkat
keyakinan yang lebih besar atas ketepatan hasil peramalan yang dibuat.
(Nasution Arman Hakim, 1999).
2.2.7. Metode Trend dengan Regresi
Metode ini merupakan dasar garis trend untuk suatu persamaan matematis,
sehingga dengan dasar persamaan tersebut dapat diproyeksikan hal yang teliti
untuk masa depan. Untuk peramalan jangka pendek dan jangka panjang,
ketepatan peramalan dengan metode ini sangat baik. Data yang dibutuhkan untuk
penggunaan metode peramalan ini adalah data tahunan dan makin banyak data
yang dipunyai makin lebih baik. Metode ini banyak digunakan untuk metode
peramalan penjualan dan peramalan permintaan.
(Makridakis Spyros, 1995).
2.2.8. Metode Regresi Linier
Metode ini digunakan jika diagram dari data masa lalu cenderung naik dan
membentuk garis lurus. Adapun nilai trend tersebut diperoleh dengan rumus :
Ft = a + bt (2.7)
a,b = konstanta yang didapat berdasarkan rumus :
x
x
N
y x xy
N b
2
N x b N y
a
(2.9)(Makridakis Spyros, 1995).
2.2.9. Metode Exponential dan Double Exponential Smoothing
Metode ini dijelaskan sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan
menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi yang lebih tua. Oleh karena
itu metode ini disebut prosedur pemulusan (smoothing) eksponensial.
Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode pemulusan
(smoothing) eksponensial tunggal (single) dan ganda (double). Adapun
persamaan dari metode single Exponential smothing adalah sebagai berikut :
N N
x
x
F
F
N i 1 1 11 (2.10)
Dan juga persamaan Metode Double Exponential smoothing adalah
F
a
b
Mm
a 1 1 (2.11)
Di mana m adalah jumlah periode ke muka yang diramalkan dan a,b adalah
konstanta yang didapat dengan rumus:
S
S
S
S
a
1''' 1 '' 1 ' 1
1 2 (2.12)
S
S
b
aa 1'' ' 111
(2.13)(Makridakis Spyros, 1995)
2.2.10.Kriteria pemilihan metode
Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan
dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan,
yaitu :
1. Rata – rata Deviasi Mutlak ( Mean Absolute Deviation = MAD )
MAD merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut :
MAD = n y y n t t i
1 ^ (2.14)2. Rata – rata Kuadrat Kesalahan ( Mean Square Error = MSE )
MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan
pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara
sistematis, MSE dirumuskan sebagai berikut :
MSE = 2 1 ^ n y y n t i i
(2.15)3. Rata – rata Kesalahan Peramalan ( Mean Forecast Error = MFE )
MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama
periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias,
maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua
kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah
periode peramalan. Secara matematis, MFE dinyatakan sebagai berikut :
MFE =
4. Rata – rata Persentase Kesalahan Absolute ( Mean Absolute Percentage
Error = MAPE )
MAPE merupakan ukuran kesalahan relative. MAPE biasanya lebih berarti
dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil
peramalan terhadap permintaan actual selama periode tertentu yang akan
memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut :
MAPE =
n y
y y
n
i
1 1
^
1 1 100
(2.17)
(Nasution Arman Hakim, 1999).
2.2.11.Analisis Deret Waktu (Time Series)
Analisa Deret Waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut
terdiri dari komponen – komponen Trend (T), Siklus / Cycle (C), Pola Musiman
Season (S), dan Variasi Acak / Random (R) yang akan menunjukkan suatu pola
tertentu. Komponen – komponen tersebut kemudian dipakai sebagai dasar dalam
pembuatan persamaan matematis. Analisa Deret Waktu ini sangat tepat dipakai
untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya cukup
konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut
masih akan tetap berlanjut.
Permintaan di masa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi
keempat komponen utama T, C, S, dan R. Penjelasan tentang komponen –
1. TREND / KECENDERUNGAN (T).
Trend merupakan sifat dari permintaan di masa lalu terhadap waktu
terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun atau konstan.
2. SIKLUS / CYCLE (C).
Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara
periodik, biasanya lebih dari setahun, sehingga pola ini tidak perlu
dimasukkan dalam peramalan jangka pendek. Pola ini sangat berguna untuk
peramalan jangka menengah dan jangka panjang.
3. POLA MUSIMAN / SEASON (S).
Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun disekitar garis trend
dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh cuaca,
musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang berulang secara periodik
setiap tahunnya.
4. VARIASI ACAK / RANDOM (R).
Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola bervariasi secara acak
karena factor – faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing,
promosi khusus, dan kejadian – kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola
tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan persediaan
pengaman untuk mengantisipasi kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan
permintaan.
Pola dapat dibedakan dalam empat jenis :
1. Pola Horisontal ( Stationary )
Waktu Y
Gambar 2.1
Pola Data Horisontal (Stationary)
2. Pola Musiman ( Seasonal )
Misalnya : Penjualan produk minuman ringan, es cream, dan bahan
bakar pemanas ruangan.
Gambar 2.2
Waktu Y
Pola Data Musiman (Seasonal)
3. Pola Siklus ( Cyclical )
Misalnya : Penjualan produk mobil, baja, dan peralatan utama lainnya.
Y
Waktu
Gambar 2.3
4. Pola Trend
Misalnya : Penjualan produk dari banyak perusahaan.
Y
[image:44.595.174.458.147.313.2]
Waktu
Gambar 2.4
Pola Data Trend
(Nasution Arman Hakim, 1999).
2.2.12. Uji Verifikasi Pengendalian Peramalan
Langkah penting setelah peramalan dibuat adalah melakukan verifikasi
peramalan sedemikian rupa sehingga hasil peramalan tersebut benar-benar
mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan
tersebut. Sepanjang aktualitas peramalan tersebut dapat dipercaya, hasil
peramalan akan terus digunakan, dan alat yang digunakan untuk memverifikasi
paramalan adalah peta kontrol peramalan yaitu Peta Moving Range (MRC).
Setelah didapat fungsi peramalan dengan deviasi kuadrat rata-rata
kesalahan peramalan tekecil (MSD terkecil), kemudian perlu diadakan verifikasi
apakah fungsi tersebut dapat diterapkan atau tidak, maka alat yang dipakai adalah
MRC (Moving Range Chart). Cara membuat MRC adalah sebagai berikut :
Dimana :
MR = Moving Range
ŷt = Data hasil Peramalan hasil tertentu
yt = Data peramalan periode tertentu
ŷt-1 = Data hasil peramalan 1 periode sebelumnya
yt-1 = Data permintaan 1 periode tertentu
Adapun rata-rata moving range didefinisikan sebagai :
Dimana :
MR = Rata-rata moving range
n = jumlah periode
Garis tengah peta moving range adalah pada titik batas kontrol atas dan bawah.
Pada peta moving range adalah :
BKA = +2,66.MR
BKB = -2,66.MR
Sementara itu, variable yang akan diplot ke dalam peta moving range :
∆yt =ŷt – y
Untuk uji yang paling tepat bagi kondisi diluar kendali adalah dengan cara
membagi peta kendali ke dalam 6 bagian dengan selang yang sama. Yaitu daerah
A adalah daerah diluar ± 2/3 (2,66 . MR) = ± 1,77 . MR (diatas +1,77 MR dan
dibawah –1,77 MR). Daerah B adalah daerah diluar ± 0,89 . MR (diatas +0.89
MR dan dibawah –0,89 MR). Daerah C adalah daerah diatas atau dibawah garis
0
[image:46.595.129.481.84.276.2]
Gambar 2.5
0
Batas Kendali Bawah Batas Daerah B
Batas Daerah A t Batas Daerah B Batas Daerah A Batas Kendali Atas
Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart (MRC)
(Nasution Arman Hakim, 1999)
2.3. Penetapan Kapasitas Produksi
Penetapan kapasitas produksi yang diperlukan adalah satu kunci
permasalahan pokok tidak hanya merancang fasilitas produksi yang baru atau
ekspansi fasilitas yang ada, akan tetapi juga untuk mengantisipasi periode operasi
yang pendek di mana size pabrik tidak bida dirubah begitu saja.
Keputusan mengenai kapasitas produksi, yang dalam hal ini juga ditentukan
oleh kemampuan mesin atau fasilitas produksi yang terpasang menjadi begitu
penting demi kelancaran dan pengendalian produksi.
Kapasitas produksi secara umum dalam bentuk, sebagai berikut :
a. Unit-unit yang ditujukan berdasarkan keluaran atau output maksimum yang
dihasilkan oleh proses produksi.
b. Jumlah masukan (resources input) yang tersedia pada setiap periode operasi.
Suatu studi kelayakan harus dibuat terlebih dahulu untuk menentukan
sebanyak itu diperlukan. Langkah-langkah di dalam penetapan kapasitas produksi
jangka panjang bisa dilaksanakan seperti pada gambar 2.6
Penerapan kapasitas produksi yang diperlukan :
Informasi data berdasarkan hasil peramalan kebutuhan
Existing Process Bottlenecks
Formulasikan alternatif-alternatif untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan mendatang :
Pemilihan dan penetapan tipe teknologi yang diaplikasikan
Analisa dan evaluasi alternatif
Keputusan diambil pada faktor-faktor seperti biaya dan resiko-resiko
Dampak yang bersifat strategis seperti : kompetisi, flesibilitas, dan penyesuaian organisasi atau manajemen.
[image:47.595.177.466.126.520.2]Pilihan yang optimal dan implikasi rencana pengembangan kapasitas yang telah dirumuskan
Gambar 2.6
Langkah-Langkah Penetapan Kapasitas Produksi (Sumber : Wignjosoebroto Sritomo 1992).
2.4. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time)
Rated production time merupakan tingkat keluaran persatuan waktu yang
menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk
memproduksinya. (Handoko, T.H. 1984)
RPT : Jumlah mesin x jam kerja x utilisasi x Efisien mesin (2.18)
Jam kerja/bulan : Jam kerja/hari x hari/minggu x minggu/bulan
Jam kerja aktual : jam kerja efektif – jam terbuang
Jam terbuang
60
n allowance
Dimana :
∑
allowance = Nilai yang diperoleh dari kelonggaran tiap kegiatan kerja(60) = waktu tiap jam kerja n = jumlah tenaga kerja
Untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut:
Utilisasi =
Efisiensi =
Jam standart yang digunakan untuk produksi Jam yang tersedia menurut jadwal
Jam standart yang diperoleh atau diproduksi Jam aktual yang digunakan untuk produksi Dimana :
Utilisasi = pecahan persentase Clock Time yang tersedia dalam pusat kerja
secara actual digunakan untuk produksi. Angka utilisasi tidak dapat
melebihi 1,0 (100%).
Efisiensi = Faktor yang mengukur performance aktual dari pusat kerja relatif
terhadap standart yang ditetapkan. Faktor efisiensi dapat melebihi
dari 1.0 (100%).
2.5. Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi merupakan suatu perencanaan menyediakan suatu
lot produk yang diinginkan pada waktu yang tepat dan pada jumlah biaya yang
minimum dengan kualitas yang memenuhi syarat. Rencana produksi tersebut
tenaga kerja serta keperluan jam kerja biasa maupun untuk jam kerja lembur.
Selanjutnya rencana produksi tersebut dipergunakan untuk menetapkan keperluan
peralatan dan tingkat persediaan yang diharapkan.
Dengan menyiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa jika
ada permintaan yang harus dipenuhi, maka terdapat tiga macam sumber yang
dapat dipergunakan yaitu :
1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan;
2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang;
3. Produksi dan persediaan yang masih ada.
(Nasution Arman Hakim, 1999)
2.5.1. Jenis-Jenis Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu menjadi
tiga jenis, antara lain :
1. Perencanaan produksi jangka panjang
Lama perencanaan sekitar 2 sampai 10 tahun. Gunanya sebagai strategi
pengembangan.
2. Perencanaan produksi jangka menengah
Lama perencanaan sekitar 1-24 bulan. Gunanya untuk merencanakan kerja
suatu perusahaan agar dengan kapasitas yang dimilikinya dapat memenuhi
permintaan yang berfluktuasi dengan biaya yang minimum. Perencanaan ini
biasanya disebut “Agregat Production Planning”. Dengan memberikan jam kerja
normal, jam kerja lembur, penambahan shift mengurangi atau menambah
3. Perencanaan produksi jangka pendek
Lama perencanaan sekitar 1-30 hari. Perencanaan ini disebut dengan
penjadwalan yang menghasilkan output kapan produk yang diproduksi dengan
mesin produk diproduksi dan oleh operator mana produk diproduksi.
(Nasution Arman Hakim, 1999).
2.5.2. Perencanaan Produksi Agregat
Perencanaan produksi agregat yaitu perencanaan produksi untuk jangka
waktu antara 1-24 bulan, yaitu suatu perencanaan yang bertujuan untuk
menentukan alternatif-alternatif produksi yang harus digunakan pada setiap
periode untuk memenuhi permintaan bulanan yang berfluktuasi dengan total biaya
produksi yang minimum. Secara umum, proses perencanaan produksi agregat
dapat digambarkan sebagai berikut :
Kebutuhan Gudang Peramalan Kebutuhan Komponen
dan pemeliharaan
Penyesuaian
Persediaan Pesanan-pesanan Estimasi
Permintaan
Perencanaan Produksi Agregat
[image:50.595.168.499.470.715.2]MPS RCCP
Gambar 2.7
Keterangan gambar : Perencanaan Produksi Agregat
Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara
tepat sebagai input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan
produk tersebut harus memasukkan pesanan-pesanan actual yang telah dijanjikan,
kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan sebagaimana
yang ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis. Peramalan biasanya dibuat
untuk kelompok-kelompok produk secara kasar (tanpa memperhitungkan
perbedaan spesifikasi produk), khususnya selama periode yang panjang.
Perencanaan agregat kemudian dikembangkan untuk merencanakan kebutuhan
produksi bulanan atau triwulanan bagi kelompok produk sebagaimana
diperkirakan dalam peramalan permintaan, setelah perancanaan agregat dibuat
maka hasilnya akan disagregasikan kedalam kebutuhan berdasarkan tahapan
waktu untuk masing-masing jenis produk. Perencanaan ini disebut Jadwal Induk
Produksi (Master Production Schedule, MPS). MPS menunjukkan kebutuhan
selama periode waktu 6 sampai 12 bulan. MPS bukan suatu permalan tetapi
merupakan jadwal yang berisikan informasi “kapan” produksi diselesaikan.
Perencanaan kapasitas kasar (Rought Cut Capacity Planning, RCCP) kemudian
dibuat untuk menganalisis kemampuan dari kapasitas pabrik pada titik-titik
kristis dari proses produksi berdasarkan MPS yang telah dibuat. RCCP akan
menetukan kelayakan dari MPS yang dibuat. Penyesuaian MPS akan dilakukan
berdasarkan hasil dari analisa RCCP dan perencanaan RCCP umunya mencakup
periode 3 bulanan .
Sedangkan perencanaan produksi yaitu bagaimana mengelola data yang
fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir mengalokasikan permintaan yang
ada pada alternatif produksi yang dapat digunakan. Pembuatan rencana produksi
agregat dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
[image:52.595.66.565.180.700.2]PERIODIK REGULER Gambar 2.8 PHASE 1 Peramalan PermintaanAgregat PHASE 2 Smooth Out Utilitas Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif
Produksi yang layak
PHASE 4 Alokasi Permintaan Pada Periode Produksi Time Series With Seasionals Moving Average Exponential Smoothing Yang lain Produk Komplemente Harga Waktu Pengiriman Yang Fleksibel Promosi Penetapan Tenaga Kerja : - Overtime - Undertime Variabel tenaga kerja : - Penyewaan - Pemberhentian Inventory Backorder Subkontrak Biaya Linier
Trial & Error
Linier Programming : - Transportasi - Simplex Biaya Non Linier Linier Decision Rule Yang lain Heuristic dan Penentuan Model (cocok untuk semua tipe biaya)
Keterangan gambar :
Fase 1 : Persiapan Peramalan Agregat. Peramalan permintaan agregat mencakup berupa permintaan yang diperkirakan pada tiap-tiap periode selama horison perencanaan dalam satuan unit yang sama untuk semua jenis item produk yang dihasilkan. Peramalan dapat menggunakan analisis deret waktu, rata-rata bergerak, dan lin-lain.
Fase 2 : Mengkhususkan Kebijakan Organisasi untuk melencarkan penggunaan kapasitas. Pada fase ini, maajemen mencoba mengidentifikasi kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dapat melancarkan perkiraan permintaan agregat yang telah diramalkan pada fase sebalumnya. Kebijakan ini akan melibatkan kerjasama devisi marketing dengan produksi, dimana kebijaksanaan umum yang biasa diambil adalah :
- Memperkenalkan produk pelengkap pada saat permintaan tahunan produk menurun utama menurun.
- Memberikan diskon harga pada saat yang sibuk, misalnya tarif pulsa telpon pada malam hari lebih murah 75% disbanding jam sibuk.
- Meningkatkan kegiatan promosi untuk mempengaruhi konsumen dll.
Fase 3 : Menentukan Alternatif Produksi yang Layak. Ada 2 alternatif :
1. Merubah tingkat produksi dengan tenaga kerja yang sama, dengan melemburkan karyawan yang ada pada saat permintaan tinggi, dan mengalokasikan karyawan ke pekerjaan non produksi pada saat permintaan turun.
2. Merubah tingkat produksi dengan menambah jumlah tenaga kerja, dengan merekrut tenaga kerja baru pada saat permintaan tinggi dan memperhentikan tenaga kerja pada saat permintaan menurun.
2.5.3. Jadwal Induk Produksi
Setelah perencanaan agregat di buat, maka hasilnya akan didisagregasikan
ke dalam kebutuhan-kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk masing-masing
jenis produksi (individual products). Perencanaan ini disebut Jadwal induk
Produksi (master Production Schedule, MPS). MPS biasanya menunjukkan
kebutuhan produksi mingguan selama periode waktu antara 6 sampai 12 bulan.
M