• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN

METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP)

DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

FETRY NIDIA IRAWATI NPM : 06 32010 039

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul:

” Perencanaan Kapasitas Produksi Dengan Metode Rough Cut Capacity

Planning (RCCP) Di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya.”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, Jurusan Teknik Industri pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini banyak memperoleh bantuan, bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. M.Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(3)

5. Ibu Ir. Yustina Ngatilah. MT dan Ibu Ir. Iriani, MMT Selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran memberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Ir. Sumiati, MT.; Selaku Dosen Penguji Seminar I , Bapak Ir. Sunardi, MT; Selaku Dosen Penguji Seminar II, serta Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM; Selaku Dosen Penguji Seminar I dan Seminar II yang telah memberikan masukkan, arahan dan nasehat kepada saya untuk menyempurnakan dan menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen, Staff dan karyawan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur...

8. Bapak Sriyatmo selaku Ketua Divisi Spinning serta selaku pembimbing lapangan , Ibu Anik selaku HRD dan seluruh karyawan PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya.

9. Keluarga, Kedua Orang Tuaku, Bapak dan Ibu tercinta yang mendidik dan merawat hingga dewasa dan senantiasa memberikan nasehat-nasehat, dorongan doa dan kasih sayang selama ini serta kakak dan saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan, semangat dan bantuan baik secara material maupun spiritual dalam memotivasi saya sehingga terselesainya skripsi ini.

(4)

11. Rekan-rekan Angkatan 2006 yang telah mendukung dalam penyusunan laporan.

12. Penghuni kost terima kasih selama ini sudah menemaniku dan berbagi bersama dalam suka dan duka

13. Dan semuanya yang tidak dapat aku sebutkan satu – persatu.

Saya menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangatlah diharapkan, dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Oktober 2010 Hormat dari Penulis

(5)

i iv viii ix xi

1 3 3 3 4 4 5

7 8 10 12 13 18 19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN ………... ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………...

1.2. Perumusan Masalah

………

1.3. Batasan Masalah ………... 1.4. Asumsi-Asumsi ………..

1.5. Tujuan Penelitian

………

1.6. Manfaat Penelitian ………. 1.7. Sistematika Penulisan ………. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Kerja ………... 2.1.1. Pengukuran Dengan Jam Henti (Stop Wacth) ………...

(6)

21 22 23 24 25 25 26 28 28 29 30 30 32 34 36 38 41 41 42 43 46 47 47 47 2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu Kerja ... 2.1.5. Perhitumgan Waktu Baku ... 2.1.6. Faktor Penyesuaian (Rating Performance)……… 2.1.7. Faktor Kelonggaran (Allowance) ……….. 2.1.7.1. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi ……… 2.1.7.2. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatigue ……... 2.1.7.3. Kelonggaran Untuk Hambatan Tak Terhindari …………. 2.2. Peramalan ………... 2.2.1. Jenis-jenis Peramalan ……… 2.2.2. Karakteristik Peramalan Yang Baik ……….. 2.2.3. Langkah – langkah Peramalan ……….. 2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan ……… 2.2.5. Metode Peramalan ………. 2.2.6. Kegunaan Peramalan ………. 2.2.7. Kriteria Pemilihan Metode ……… 2.2.8. Analisa Deret Waktu (Time Series) ………. 2.2.9. Metode Yang Digunakan Dalam Time Series ………...

2.2.10. Pola Permintaan

………...

(7)

49 50 51 53 55 59

63 63 63 64 65 66 67

77 77

78 79 81 82

82

2.3.2. Jenis-jenis Perencanaan Produksi

………..

2.3.3. Perencanaan Produksi Agregat

………..

2.4. Perencaan Kapasitas Produksi ……… 2.4.1. Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek ………. 2.4.2. Perencanaan Kapasitas Jangka Menengah ……… 2.4.3. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang ……… 2.5. Perencanaan Kebutuhan Produksi ……….. 2.6. Waktu Produksi Tersedia/ Rated Production Time ……… 2.7. Jadwal Induk Produksi (Mps, Master Production Schedule ) ………… 2.8. Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP) ………... 2.8.1. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang ……… 2.9. Peneliti Terdahulu ……….. BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 3.2. Identifikasi Dan Definisi Operasional Variabel ………. 3.2.1. Identifikasi Variabel ……….. 3.2.2. Definisi Operasional Variabel ………... 3.3. Metode Pengumpulan Data ……… 3.4. Metode Pengolahan Data ………... 3.5. Langkah-Langkah Dan Pemecahan Masalah ………. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

(8)

84 85 86 87 88 88 89 89 89 90 90 93 94 95 96 96 100 100 103

105 106 4.1.1. Data Jam Kerja Dan Hari Kerja Karyawan ………... 4.1.2. Data Jumlah Mesin Bagian Produksi Dan Jumlah Tenaga

Kerja………... 4.1.3. Data Pengukuran Waktu Kerja ………..

4.1.4. Data Permintaan Produk

………

4.2. Pengolahan Data ………. 4.2.1. Perhitungan Waktu Kerja Rata-Rata, Standart Deviasi, Tingkat

(9)

17 36 37 37 38 40 44 45 48 54 68 86 91 95 4.7. Rough Cut Capacity Planning ( RCCP ) ……… 4.8. Perhitungan Kapasitas Produksi Tersedia (WT) ……… 4.8.1. Proses Blow Room ………. 4.9. Hasil dan Pembahasan ……… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……….... 5.2. Saran ………... DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Kontrol Untuk Keseragaman Data ………

Gambar 2.2. Trend Component (Pola Trend)

………..

(10)

14 20 56 58 77 78 79 79 80 80 80 80 81 81 85 86 89 87 88 90 92 Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan Benang Single 30 NE ……….. Gambar 4.3. Peta Kendali Moving Range ……….

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Pengukuran Waktu Kerja ………... Tabel 2.2. Tabel Performance Rating dengan Sistem Westing House …………..

Tabel 2.3. RCCP degan BOL ………

Tabel 2.4. RCCP Dengan Profil Sumber Daya ………. Tabel 4.1. Data Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan ………... Tabel 4.2. Data Mesin Bagian Produksi dan Jumlah Tenaga Keja ………... Tabel 4.3. Tabel Pengamatan Proses Blow Room ………. Tabel 4.4. Tabel Pengamatan Proses Carding ………..

Tabel 4.5. Tabel Pengamatan Proses Drawing

………..

(11)

94 95 95 96 99 101 102

Tabel 4.7. Tabel Pengamatan Proses Ring Frame

……….

Tabel 4.8. Tabel Pengamatan Proses Winding ……….. Tabel 4.9. Tabel Pengamatan Proses Packing……… Tabel 4.10. Tabel Data Permintaan Benang Single 30 NE ………. Tabel 4.11. Hasil Uji Keseragaman Data ……… Tabel 4.12. Hasil Uji Kecukupan Data ………... Tabel 4.13. Hasil Perhitungan Waktu Siklus ……….. Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Waktu Normal ……… Tabel 4.15. Hasil Perhitungan Waktu Baku ………... Tabel 4.16. Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode Peramalan ……… Tabel 4.17. Perhitungan Moving Range ………. Tabel 4.18. Data Hasil Peramalan Permintaan Produk Bulan Mei 2010 – April

2011 ………... Tabel 4.19. Jadwal Induk Produksi ………. Tabel 4.20. Matrik Waktu Produksi Bulan Mei 2010 - April 2011………. Tabel 4.21. Matrik Waktu Baku ……….. Tabel 4.22. Hasil RCCP Dalam Satuan Jam ………... Tabel 4.23. Hasil Perhitungan Kapasitas Produksi Tersedia

………..

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Gambaran Umum Perusahaan dan Sejarah Perusahaan

Lampiran II Perhitungan Waktu Kerja, Perhitungan Faktor Penyesuaian dan Faktor Kelonggaran

Lampiran III Peramalan Produk Benang Single 30 NE

Lampiran IV Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) Lampiran V Perhitungan Waktu Tersedia

(13)

ABSTRAKSI

Tingkat persaingan yang kompetitif di dunia industri akan produk – produk yang dihasilkan, dan banyaknya permintaan konsumen atas suatu produk tersebut, menuntut perusahaan agar selalu berusaha memenuhi permintaan tersebut sampai mencukupi waktu produksi yang yang optimal.

Dalam pemenuhan permintaaan konsumen PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya terkadang mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan. Terkait dengan itu, pada saat merencanakan waktu produksi atau waktu proses yang tidak tepat dapat mengakibatkan tinggi atau rendahnya tingkat persediaan yang mengakibatkan penambahan jam lembur atau tenaga sub kontrak. Hal ini dilakukan untuk memberi kepuasan kepada para pelanggan.

Dalam tugas akhir ini, peneliti menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP) berdasarkan Bill Of Labor untuk menentukan waktu produksi yang optimal berdasarkan hasil permintaan 12 periode mendatang dengan menggunakan program WinQSB Metode peramalan yang dipakai adalah metode Simple Average (SA), Single Exponential Smoothing (SES), dan Double exponential smoothing (DES). Ketiga metode ini dipilih metode yang terbaik dengan memilih nilai kesalahan peramalan terkecil. Data yang diperlukan untuk Bill Of Labor adalah matrik waktu baku dan matrik produksi berdasarkan jadwal induk produksi (JIP) (Master Production Shcedule / MPS). Untuk waktu produksi tersedia digunakan input data yaitu jumlah mesin, jam kerja/bulan, utilisasi, dan efisiensi.

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan metode ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING (RCCP), dapat disimpulkan bahwa dari tujuh stasiun kerja di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya (Blow Room, Carding, Drawing, Speed Frame/ Simplex, Ring Frame, Winding, dan Packing) hanya terdapat satu stasiun kerja yang masih mengalami kekurangan kapasitas produksi yaitu stasiun kerja Blow Room dengan rincian bulan juni 2010 sebesar 390.85 jam/bulan, bulan juli 2010 sebesar 98.316 jam/bulan, bulan maret 2011 sebesar 230.074 jam/bulan, bulan april 2011 sebesar 291.332 jam/bulan, sehingga perlu adanya penambahan mesin BlowRoom dan tenaga kerja pada stasiun kerja BlowRoom. Dengan adanya penambahan tersebut diharapkan perusahaan bisa memenuhi permintaan konsumen.

Kata kunci : Rough Cut Capacity Planning (RCCP), BOL (Bill Of Labor), peramalan, kapasitas produksi tersedia, kapasitas produksi yang diperlukan.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat.

Perencanaan kebutuhan kapasitas dapat mengidentifikasi area yang mengalami overload dan underload sehingga dapat diketahui tindakan apa yang harus di ambil. Ada 4 level dalam hierarki perencanaan kapasitas yang di urutkan dari level tertinggi sampai terendah yaitu Resource Requirements Planning (RRP), Rough Cut Capacity Planning (RCCP), Capacity Requipment Planning (CRP), dan Capacity Control.

Perencanaan kapasitas merupakan penjadwalan produksi dalam bentuk kasar sehingga alokasi job pada kapasitas produksi tidak dilakukan mendetail. Ketika terjadi pergeseran pengerjaan waktu tidak dapat ditentukan job mana yang digeser.

(15)

Corporation Tbk. Dalam pemenuhan permintaaan konsumen PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya terkadang mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan. Terkait dengan itu, pada saat merencanakan waktu produksi atau waktu proses yang tidak tepat dapat mengakibatkan tinggi atau rendahnya tingkat persediaan yang mengakibatkan penambahan jam lembur atau tenaga sub kontrak. Dan lebih fatal lagi, hal tersebut dapat mengurangi pelayanan kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan produk.

(16)

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang timbul adalah “Bagaimana merencanakan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan konsumen dengan Rough Cut Capacity Planning (RCCP)?”

1.3. Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini perlu dilakukan pembatasan masalah agar agar dalam pelaksanaan penelitian tertuju pada tujuan penelitian ini. Adapun batasan tersebut adalah :

1. Data permintaan benang pada PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya yang diambil adalah periode bulan januari 2009 sampai dengan April 2010. 2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya

perencanaan waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) berdasarkan Bill Of Labour ( BOL )

3. Jenis produk yang akan dibahas adalah produk benang Single NE 30 dan pada perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya ( financial yang terkait )

1.4. Asumsi-asumsi

Asumi penelitian dalam masalah perencanaan produksi untuk produk benang single NE 30 adalah sebagai berikut :

(17)

1.5. Tujuan Penelitian

Untuk memperjelas maksud dari rumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan penelitian yaitu :

1. Melakukan identifikasi untuk mengetahui kapasitas produksi yang tersedia pada saat ini.

2. Merencanakan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen.

1.6. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini akan diperoleh manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi penulis yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan

Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna mencukupi waktu produksi yang akan diperlukan berdasarkan hasil peramalan permintaan konsumen pada masa mendatang menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dengan teknik Bill Of Labour ( BOL ).

2. Bagi Penulis

Penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dalam menyelesaikan masalah-masalah di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya terutama mengenai perencanaan produksi yang baik dan efesien. 3. Bagi Peneliti

(18)

1.7. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini, saya selaku penulis membuat suatu susunanpenulisan secara sistematik.

Tugas akhir ini akan dibahas dalam bab-bab sebagai berikut ; BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi, manfaat penelitian, serta sitematika penulisan.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang teori-teori yang melandasi pembahasan permasalahan dan tinjauan kepustakaan lainnya yang turut mendukung permasalahan.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas langkah-langkah yang digunakan didalam melakukan pemecahan masalah sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat lebih terarah maksud dan tujuannya.

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN

(19)

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup penulisan yang menguraikan kesimpulan akhir dari penulis dan saran-saran yang dapat diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Kerja

Suatu pekerjaan akan dikatakan selesai secara efisien apabila waktu

penyelesaian berlangsung singkat dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik

pengaturan cara kerja yang optimal dalam system kerja, maka akan diperoleh

alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif

dan efisien.

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan

manusia yang dikontribusikan dengan unit out put yang dihasilkan. Pengukuran

waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu

baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini

sangat diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja )

b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karayawan atau pekerja.

c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan system pemberian bonus dengan insentif bagi karyawan atau

pekerja yang berprestasi.

e. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja. Waktu baku ini merupakan wktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja

yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Waktu baku yang dihasilkan dalam akrivitas pengukuran kerja akan dapat

(21)

lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa out put yang dihasilkan

serta berupa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan

tersebut.

Teknik pengukuran kerja ini dapat dibagi atau dikelompokkan kedalam

dua bagian, yaitu pengukuran kerja secara tak langsung dan pengukuran kerja

secara langsung, yaitu pengukurannya dilakukan secara langsung ditempat dimana

pekerjaan yang diukur dijalankan, sedangkan pengukuran tidak langsung

dilaksanakan tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang diukur.

(Wignjosoebroto Sritomo, 2003).

2.1.1. Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stopwacth)

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti diperkenalkan pertama kali oleh

Frederick W. Tailor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama sekali baik

diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung secara berulang-ulang. Dari hasil

pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus

pekerjaan, yang mana waktu ini dipergunakan sebagai standart penyelesaian

pekerjaan bagi semua pekerja yang sama seperti itu. Secara garis besar

langkah-langkah untuk melakukan pengukuran dengan stopwatch adalah :

1. Definisikan pekerjan yang akan diteliti untuk diukur akan diberitaukan

maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang akan dipilih untuk

diamati dan supervisor yang ada.

2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan,

(22)

3. Membagi operasi kerja dalam setiap elemen-elemen kerja.

4. Mengamati, mengukur, dan mencatat waktu yang dibutuhkan operator untuk

menyelesaikan elemen-elemen tersebut.

5. Menetapkan jumlah siklus yang diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah

siklus kerja yang akan dilaksanakan ini sudah memenuhi atau tidak. Menguji

keseragaman data yang diambil.

6. Menetapkan performance rute dari operator saat melaksanakan aktifitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut.

7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan kriteria yang ditujukan

operator, sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja yang normal.

8. Menyelesaikan Allowance waktu longgar untuk memberikan fleksibilitas. 9. Menetapkan waktu kerja baku, yaitu jumlah total antara waktu normal dan

waktu longgar. (Wignjosoebroto Sritomo, 2003)

Berdasarkan langkah-langkah diatas, terlihat bahwa pengukuran kerja

dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang paling obyektif karena

waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak sekedar diestimasi

secara subyektif. Disini juga berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut :

a. Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan

dibakukan terlebih dahulu sebelum waktu ini diaplikasikan untuk pekerjaan

serupa.

b. Operator harus memahami benar prosedur dan metode pelaksanaan kerja

sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator yang akan dianalisa waktu

(23)

fisik pekerja juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat

pengukuran kerja dilakukan.

c. Performance mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh

periode kerja yang ada.

Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ( stopwatch ) dapat

diaplikasika pada pekerjaan manufaktur maupun non-manufaktur asalkan

kriteria-kriteria dibawah ini bisa terpenuhi :

a. Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive dan uniform.

b. Isi pekerjaan itu harus homogen.

c. Hasil kerja ( output ) harus dapat dihitung secara nyata ( kualitatif ) baik

secara keseluruhan ataupun untuk tiap-tiap elemen kerja yang berlangsung.

d. Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga

akan memadai untuk diukur dan dihitung waktu bakunya.

( Wignjosoebroto Sritomo, 2003 )

2.1.2. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja

Ada tiga metode yang umum dipakai untuk mengukur elemen-elemen

kerja yang menggunakan jam henti (Stopwacth) yaitu pengukuran waktu kerja secara terus menerus (Continous timing), pengukuran waktu berulang-ulang (Repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (Accumulative timing).

1. Pengukuran waktu kerja terus menerus (Continous timing).

Dalam pengukuran ini pengamat kerja akan menekan tombol stopwatch pada

(24)

berjalan terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung.

Disini pengamat kerja terus menerus mengamati jalannya jarum stop wacth

dan mencatat waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari elemen-elemen kerja

pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen

diperoleh dari pengurangan pada saat waktu selesai dilaksanakan.

2. Pengukuran waktu kerja secara berulang-ulang (Repetitive timing).

Pengukuran ini kadang-kadang disebut sebagai snop back methods. Pada metode ini jarum penunjuk stop watch akan dikembalikan (snop back) ke posisi semula nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah

dilihat dan dicatat waktu kerja yang diukur kemudian tombol ditekan lagi dan

segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya.

Dengan cara demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur

akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk

pengurangan seperti yang dijumpai dalam metode (continous timing). 3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

Pada waktu kerja ini memungkinkan pembaca secara langsung untuk

masing-masing elemen kerja yang ada. Didalam cara ini akan digunakan dua atau

lebih, stopwatch akan bekerja secara bergantian. Stopwatch ini akan

didekatkan sekaligus pada papan-papan pengamatan dan dihubungkan pada

suatu tuas. Apabila stopwatch pertama dijalankan maka stopwatch kedua

ketiga akan berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Metode

accumulative memberikan keuntungan tersendiri didalam hal akan pembacaan akan lebih mudah dan lebih teliti karena jarum stopwatch tidak dalam keadaan

(25)

2.1.3. Langkah – Langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja.

Persiapan sebelum pengukuran waktu kerja adalah sangat penting. Karena

hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas pengukuran yang dilaksanakan.

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dengan jam henti yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran.

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lainnya tujuan melakukan

kegiatan ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu kerja,

hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran

dipergunakan, berapa tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan dari

hasil pengukuran.

2. Melakukan penelitihan pendahuluan.

Penelitihan pendahuluan dilakukan untuk mempelajari sistem dan kondisi

kerja yang ada dengan maksud melakukan perbaikan jika diperlukan agar

diperoleh kerja yang baik.

3. Memilih operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang

bagitu saja diambil. Operator haruslah mempunyai persyaratan tertentu agar

didapatkan hasil pengukuran yang baik, seperti berkemampuan normal dan

dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih operator

Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum

diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah

ditetapkan. Terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama

(26)

5. Mengurangi pekerjaan atas elemen pekerjaan.

Pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan yang merupakan gerakan

bagi orang yang bersangkutan. Elemen inilah yang diukur waktunya (waktu siklus). Tujuan dilakukan pengamatan atas elemen-elemen yaitu untuk menjelaskan catatan tentang tata cara yang dilakukan, untuk mamungkinkan

melakukan penyesuaian bagi elemen, untuk memudahkan mengamati

terjadinya elemen yang tidak baku dan memungkinkan dikembangkan data

waktu standart ataupun tempat kerja yang bersangkutan.

6. Menyiapkan alat pengukuran.

Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti

ini antara lain : jam henti, papan pengamatan, lembar pengamatan dan alat-alat

tulis serta penghitung ( kalkulator ).

(Sutalaksana, 2005 )

2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu

Setelah melakukan langkah-langkah persiapan tersebut, kemudian

dilaksanakan pengukuran waktu kerja. Pengukuran waktu adalah pekerjaan

mengamati dan mencatat waktu–waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus

dengan menggunakan alat yang telah disiapakan. Adapun langkah-langkah yang

telah dikerjakan selama pengukuran berlangsung.

1. Pengukuran pendahuluan.

Pengukuran pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali

(27)

yang didapat dari hasil perhitungan waktu pengamatan. Biasanya pengukuran

waktu dilakukan sebanyak 25 kali pengukuran

Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja

Sub Grou p

Waktu Pengamatan Rata-rata Sub Group

Jumlah

Sub Group

x

ij

1. X11 X12 X13 …. X1n X1

Σ

X1n

Σ

X1n 2

2. X21 X22 X23 …. X2n X2n

Σ

X2n

Σ

X2n 2

3. X31 X32 X33 …. X3n X3n

Σ

X3n

Σ

X3n 2

L XL1 XL2 XL3 …. XLn XLn

Σ

XLn

Σ

XLn2

  n l j L

i 1

X

ij

 

  

        L l i L l i ij n l j

X

 

       L l i L l i ij n l j

X

2

( Sumber : Ergonomi, Studi Gerakan dan Waktu Edisi Pertama Cetakan ke-3,

Wigjosoebroto Sritomo, 2003 )

Keterangan :

Xij = Waktu pengamatan berturut turut

(I = 1,2,3,….,1 ; = 1,2,3,…,n)

Xij = Rata rata pengamatan berturut-turut

n = Jumlah sub group

L = Ukuran sup group

2. Ujian keseragaman data.

Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam, karena ketidak

seragaman data tanpa disadari maka diperlukan suatu alat untuk “mendeteksi”

batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya

data. Data dikatakan seragam yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila

(28)

sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan data dikatakan tidak

seragam yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas

control. Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data yang

berbeda didalam batas-batas kontrol tersebut.

a. Menghitung harga rata dari rata-rata sup group dengan

L xij

X

ij

(2.1)

b. Menghitung standart deviasi dari waktu pengamatan

Adalah akar dari varians dimana semakin kecil standart deviasi sebuah

data, maka semakin tidak bervariasi data tersebut dan sebaliknya, semakin

besar standart deviasi sebuah data, maka semakin bervariasi data tersebut.

1

 

 

N

x

x

ij ij

 (2.2)

c. Menghitung standar deviasi sebenarnya dari waktu pengamatan.

Adalah standart deviasi dibagi dengan akar sub grup data pengamatan.

L

  (2.3)

d. Menghitung derajat ketelitian tiap operator.

Adalah penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu

penyelesaian sebenarnya.

% 100 x X S

x

(2.4)

(29)

Adalah menunjukkan besarnya keyakinan pengukuran bahwa hasil yang

diperoleh memenuhi syarat ketelitian.

CL = 100% - S% (2.5)

f. Menghitung batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)

a. Batas Kontrol Atas (BKA) :

Garis yang menyatakan penyimpangan paling tertinggi dari “ nilai

baku “ terdapat sejajar diatas central.

BKA = X + kx ( 2.6) b. Batas Kontrol Bawah (BKB) : Garis bawah yang sejajar garis sentral.

BKB = X - kx ( 2.7)

g. Analisa keseragaman data

Data yang dihasilkan dapat dikatakan seragam, jika harga rata-rata dari sub

group berada dalam batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah

(BKB). Setelah dua berkumpul maka diteruskan dengan mengidentifikasi

data yang terlalu besar atau data yang terkecil, dan menyimpang dari harga

rata-ratanya yang disebabkan hal-hal tertentu. Data ekstrim ini

(30)
[image:30.595.153.485.63.252.2]

Gambar 2.1.

Peta Kontrol untuk Test Keseragaman Data

h. Uji kecukupan data

Uji kecukupan data dipakai untuk mendapatkan tingkat ketelitian dan

tingkat keyakinan yang merupakan pencerminan tingkat kepastian yang

diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan

pengukuran yang sangat banyak karena data sudah mencukupi. Uji ini

dilakukan setelah data hasil pengukuran setelah seragam. Uji kecukupan

data dapat dihitung dengan rumus :

 

x

x

x

n

s

k

ij ij ij N 2 2 ' 2 (2.8) Keterangan :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang harus dilakukan/diperlukan.

N = Jumlah pengamatan yang dilakukan

S = Tingkat ketelitian

K = Koefisien distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan.

0.14 0.12 0.10 0.8 0.7 0.5 0.3 0.2

0 1 2 3 4 5

Batas Kontrol Atas

Harga Rata - rata

(31)

Untuk nilai K secara tepat dapat dilihat pada Tabel Apendix

Kesimpulan dari perhitungan yang diperoleh yaitu

a. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan sudah cukup.

b. Apabila N’ > N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan harus ditambah lagi sesuai dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang

diharapkan.

(Wignjosoebroto Sritomo, 2003).

2.1.5. Perhitungan Waktu Baku

Perhitungan output standart merupakan langkah berikutnya setelah

dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan

data. Untuk mendapatkan output standart perlu ditempuh langkah-langkah sebagai

beriku :

a. Menghitung waktu siklus rata-rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

N

Ws

x

ij (2.9)

b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x P (2.10)

Di mana p faktor penyesuaian yang digunakan untuk menormalkan waktu

pengamatan yang diperoleh, jika pekerja dinilai bekerja secara tidak wajar.

(32)

allowance Wn

Wb

(%) % 100

% 100

 

 (2.11)

( Sutalaksana, 2005)

2.1.6. Faktor Penyesuaian (Rating Performance)

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator

dikenal sebagai “Rating Performance”. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “dinormalkan” kembali. Ketidak normalan dari waktu kerja ini yang diakibatkan oleh operator bekerja secara kurang wajar yaitu

bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana semestinya.

Waktu normal bukanlah waktu yang disediakan untuk pekerjaan yang

bersangkutan, karena angka ini harus dinaikkan dengan waktu tambahan yang

disediakan untuk gangguan-gangguan, kebutuhan-kebutuhan pribadi operator, dan

penunda-penunda yang berada di luar keluasaannya.

Westing house system’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja.

Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi dengan kondisi kerja (working condition) dan keajekan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Tabel performance rating westing house dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

(33)

SKILL EFFORT

+ 0,15 AI Superskill + 0,13 AI Superskill

+ 0,13 A2 + 0,12 A2

+ 0,11 B1 Excellent + 0,10 B1 Excellent

+ 0,08 B2 + 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good + 0,05 C1 Good

+ 0,03 C2 + 0,02 C2

0,00 D Average 0,00 D Average

- 0,05 E1 Fair - 0,04 E1 Fair

- 0,10 E2 - 0,08 E2

- 0,16 F1 Poor - 0,12 F1 Poor

- 0,22 F2 - 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal + 0,04 A Ideal

+ 0,04 B Excellent + 0,03 B Excellent

+ 0,02 C Good + 0,01 C Good

0,00 D Average 0,00 D Average

- 0,03 E Fair - 0,02 E Fair

- 0,07 F Poor - 0,04 F Poor

( Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, 2005 )

Metode westing house ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam mengevaluasi performance rating, antara lain :

1. Keterampilan (skill) adalah “kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan”. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman,

ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha (effort) adalah “kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaannya”. Usaha ditunjukan oleh

kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada

tingkat yang tinggi oleh perator.

3. Kondisi (condition) adalah “kondisi fisik lingkungan di tempat kerja.” Yang meliputi keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi

merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada

(34)

4. Konsisten (consistensi) adalah “Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaannya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena

pada kenyataannya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama

pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah

dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna (perfect) jika waktu penyelesaian selalu sama setiap saat.

Skill dan effort” di bagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair, dan poor. Sedangkan “Condition dan Consistency” di bagi menjadi ideal, excellent, good, average, fair dan poor.

(Wignjosoebroto Sritomo, 2003).

2.1.7. Faktor Kelonggaran (Allowance)

Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata

menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja

menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu

normal untuk suatu operator menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan

oleh operator rata-rata bila bekerja pada langkah normal dan tanpa menghiraukan

waktu tambahan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi, istirahat, dan

penundaan-penundaan lain di luar kekuasaannya.

Waktu kelonggaran yang dibutuhkan dan akan menginterupsikan proses

(35)

( Sutalaksana, 2005 )

2.1.7.1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi ( personal allowance )

Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal yang seperti

minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil,

bercakap-cakap dengan teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan

dalam bekerja.

Kebutuhan-kebutuhan ini jelas-jelas sebagai sesuatu mutlak tidak bisa,

misalnya seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa olahraga, atau melarang

pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam kerja. Larangan

demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan

fisiologis yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi

demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dipastikan

produktivitasnya menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu

berbeda-beda dari satu pekerjaan yang lainnya karena setiap pekerjaan

mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan “tuntutan” yang berbeda-beda.

Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran

ini dengan tepat seperti sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria

berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada

kondisi kerja normal pria memerlukan 2 - 2,5%. Dan wanita membutuhkan 5%

(prosentasi ini adalah waktu normal)

(36)

2.1.7.2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique

Rasa Fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik

jumlah maupun kualitasnya. Karena salah satu cara untuk menentukan besarnya

kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja

dengan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi manurun. Tetapi

masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan saat-saat dimana menurunnya

hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak

kemungkinan-kemungkinan lain.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk

menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja

lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila ini berlangsung

terus menerus pada akhirnya akan terjadi rasa fatique yang total yaitu jika anggota

badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali

walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja

dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya

gerakan-gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan rasa fatique.

( Sutalaksana, 2005 )

2.1.7.3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindari

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak lepas dari berbagai

(37)

berlebihan dengan menganggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak

dapat dihindari karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain untuk

menghindarkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan

serendah mungkin, hambatan akan tetap ada karena harus diperhitungkan dalam

perhitungan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tidak terhindari adalah : a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin

c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong

yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya

d. Mengasah peralatan potong

e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang

f. Hambatan-hambatan dari kesalahan pemakai alat ataupun bahan

g. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti ini sangat bervariasi

dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja lain karena

banyaknya penyebab, seperti mesin, kondisi, prosedur kerja, ketelitian suplay alat

dan bahan, dan sebagainya. ( Sutalaksana, 2005 )

2.2. Peramalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan

(38)

dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan ataupun jasa.

Sedangkan peramalan permintaan merupakan tingkat permintan produk-produk

yang diharapkan akan terealisir untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan

datang. Peramalan permintaan ini digunakan untuk meramalkan permintaan dari

produk yang bersifat bebas (tidak tergantung), seperti peramalan produk jadi.

(Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.1. Jenis-jenis peramalan

Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari berbagai segi tergantung

dari cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunan, maka peramalan

dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu :

1. Peramalan subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau

intuisi dari orang yang menyusunnya.

2. Peramalan Objektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan

pada masalah, dengan menggunakan teknik dan metode dalam penganalisaan

data tersebut.

Jika di lihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, maka peramalan dapat

dibedakan atas 2 mcam, yaitu

1. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan

hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun.

Peramalan ini biasanya diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan

daerah, atau rencana ekspansi suatu pekerjaan.

2. Peramalan jangka pendek yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan

(39)

Peramalan seperti ini diperlakukan dalam penyusunan rencana tahunan,

rencana produksi, rencana penjualan, dan anggaran perusahaan.

(Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.2. Karakteristik Peramalan yang Baik

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara

lain akurasi, biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria – kriteria tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Akurasi

Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan

kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila

peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah. dibandingkan dengan

kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila

besarnya kesalahan peramalan relative kecil. Peramalan yang terlalu rendah

akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen

tidak dapat dipenuhi dengan segera, akibatnya adalah perusahaan

dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan.

Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan

persediaan, sehingga banyak modal terserap sia – sia. Keakuratan dari hasil

peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal

(meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan).

(40)

Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung

dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode

peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan

mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan

datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan

siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus

disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat,

misalnya item – item yang penting akan diramalkan dengan metode yang

canggih dan mahal, sedangkan item – item yang kurang penting bisa

diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan

adopsi dari Hukum Pareto (Analisa ABC).

3. Kemudahan

Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah

diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah

percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada

sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun

peralatan teknologi. (Nasution Arman Hakim, 2008)

(41)

Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti

langkah-langkah atau penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada langkah

peramalan yang penting, yaitu

1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara membuat tabulasi

dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui pola dari data

tersebut.

2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah

metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai

kenyataan yang sekecil mungkin.

3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang

dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor perubahan. Faktor-faktor

perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan-kebijakan yang

mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan

teknologi dan penemuan-penemuan baru dan perbedaan dengan hasil ramalan

yang ada dengan kenyataannya. (Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan

Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada

beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :

1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya

bisa mengurangi ketidak pastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat

menghilangkan ketidak pastian tersebut.

2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa

(42)

maka adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar

kesalahan yang mungkin terjadi.

3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan

jangka panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek,

factor – faktor yang mempengaruhi permintaan relative masih konstan,

sedangkan semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula

kemungkinan terjadinya perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi

permintaan.

(Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.5. Metode Peramalan

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang

terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa

lalu. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :

1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan,

informasi ini berisikan data kuatitatif.

2. Teknik dan metode peramalan.

Baik tidaknya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh

metode yang dipergunakan, juga ditentukan oleh baik tidaknya informasi

kuantitatif yang dipergunakan. Selama informasi yang dipergunakan tidak

dapat meyakinkan, maka hasil peramalan sukar dapat dipercaya ketepatanya.

(Nasution Arman Hakim, 2008)

(43)

Metode peramalan yang dipergunakan sangat besar manfaatnya, apabila

dikaitkan dengan keadaan informasi atau daya yang dipunyai. Metode peramalan

juga memberikan urutan pengerjaan dan pemecahan atas pendekatan suatu

masalah dalam peramalan, sehingga bila digunakan pendekatan yang sama atas

permasalahan dalam suatu kegiatan peramalan, maka akan didapat dasar

pemikiran dan pemecahan yang sama. Adapun kegunaan dari permasalahan

adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kebijakan dalam penyusunan anggaran

2. Untuk pengendalian bahan baku

3. Untuk membantu kegiatan perencanaan dan pembalajaan

Dari uraian ini, dapat disimpilkan bahwa metode peramalan sangat

berguna, karena sangat membantu dalam mengadakan pendekatan analisa

terhadap tingkah laku atau pola dari data yang lalu, sehingga dapat memberikan

cara pemikiran, pengerjaan dan pemecahan yang sistematis, serta memberi tingkat

keyakinan yang lebih besar atas ketepatan hasil peramalan yang dibuat.

(Nasution Arman Hakim, 20008).

2.2.7. Kriteria pemilihan metode

Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan

peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan

dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan,

yaitu :

(44)

MAD merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode tertentu

tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil

dibandingkan kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai

berikut :

MAD = n

y y

n

t

t i

1

^

(2.12)

2. Rata – rata Kuadrat Kesalahan ( Mean Square Error = MSE )

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan

peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode

peramalan. Secara sistematis, MSE dirumuskan sebagai berikut :

MSE =

2

1

^

n y y

n

t

i i

   (2.13)

3. Rata – rata Kesalahan Peramalan ( Mean Forecast Error = MFE )

MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan

selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan

tidak bias, maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan

menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan

membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MFE

dinyatakan sebagai berikut :

MFE =

n y y

n

i

1  ^  1 1
(45)

4. Rata – rata Persentase Kesalahan Absolute ( Mean Absolute

Percentage Error = MAPE )

MAPE merupakan ukuran kesalahan relative. MAPE biasanya lebih

berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan

hasil peramalan terhadap permintaan actual selama periode tertentu yang akan

memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut :

MAPE =

n y

y y

n

i

   

   

1 1

^ 1 1 100

(2.15)

(Nasution Arman Hakim, 2008).

2.2.8. Analisis Deret Waktu (Time Series)

Analisa Deret Waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut

terdiri dari komponen – komponen Trend (T), Siklus / Cycle (C), Pola Musiman

Season (S), dan Variasi Acak / Random (R) yang akan menunjukkan suatu pola

tertentu. Komponen – komponen tersebut kemudian dipakai sebagai dasar dalam

pembuatan persamaan matematis. Analisa Deret Waktu ini sangat tepat dipakai

untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya cukup

konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut

(46)

Permintaan di masa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi

keempat komponen utama T, C, S, dan R. Penjelasan tentang komponen –

komponen tersebut adalah sebagai berikut :

1. TREND / KECENDERUNGAN (T).

Trend merupakan sifat dari permintaan di masa lalu terhadap waktu

terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun atau konstan.

2. SIKLUS / CYCLE (C).

Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara

periodik, biasanya lebih dari setahun, sehingga pola ini tidak perlu

dimasukkan dalam peramalan jangka pendek. Pola ini sangat berguna untuk

peramalan jangka menengah dan jangka panjang.

3. POLA MUSIMAN / SEASON (S).

Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun disekitar garis trend

dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh cuaca,

musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang berulang secara periodik

setiap tahunnya.

4. VARIASI ACAK / RANDOM (R).

Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola bervariasi secara acak

karena factor – faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing,

promosi khusus, dan kejadian – kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola

tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan persediaan

pengaman untuk mengantisipasi kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan

(47)

2.2.9. Metode yang Digunakan dalam Time Series

1. Single Exponential Smoothing

Formula untuk metode Single Exponential Smoothing (SES) adalah

(Baroto, 2002) :

1

ˆ 1 ˆ

 

t t

t f f

f  

dimana :

t

fˆ = perkiraan permintaan pada periode t

 = suatu nilai (0< <1) yang ditentukan secara subyektif

t

f = permintaan actual pada periode t

1 ˆ

t

f = perkiraan permintaan pada periode t-1

Metode SES mengasumsikan peramalan permintaan untuk setiap periode

ke depan selalu sama.

2. Weighted Moving Average

Formula metode Meighted Moving Average adalah (Baroto, 2002) :

 

t c ft c ft cmft m

fˆ  1 12 2 dimana :

t

fˆ = ramalan permintaan (real untuk periode t)

t

f = permintaan actual pada periode t

1

c = bobot masing-masing data yang digunakan

c1 1

, ditentukan secara subyektif

m = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan (subyektif)

Pada metode WMA peramalan permintaan untuk setiap periode

(48)

3. Double Exponential Smoothing

Formula metode Double Exponential Smoothing adalah (Baroto, 2002) :

t t a at e

F'  01  dimana :

1 ,a

ao adalah parameter proses dan e mempunyai nilai harapan dari 0 dan

sebuah variasi e2.

Misalkan  1

0 1

1 2

2

... f f

f f

F t t

t t

t     

 

Persamaaan diatas dapat pula ditulis ulang sebagai :

    1 0 0 1 t i t t i

t f f

F   

Double Exponential Smoothing adalah modifikasi dari Single Exponential

Smoothing yang dirumuskan sebagai berikut :

 2    2 1 t X Xt

Xt  

dimana :

 2

Xt = F’t = peramalan double exponential smoothing  = faktor smoothing dan  1

Xt = Ft

4. Winter’s

Metode peramalan Winter’s digunakan untuk suatu data yang berpola

(49)

Formulasi untuk metode Winter’s adalah :

t t a t C

a

t ( 0,1.)

2.2.10. Pola Permintaan

Dalam peramalan time series perlu diketahui dulu pola / komponen time

series. Pola permintaan dapat diketahui dengan membuat “Scatter Diagram”, yaitu

pengeplotan data historis selama interval waktu tertentu. Dalam time series

terdapat empat jenis pola permintaan (Baroto, 2002) : 1. Pola trend

Pola trend adalah bila data permintaan menunjukan pola kecenderungan

gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Bila data berpola trend,

maka metode peramalan yang sesuai adalah metode regresi linier, single eksponential smoothing atau double eksponential smoothing.

Gambar 2.2 Trend Component ( Pola Trend )

2. Pola musiman

Bila data yang kelihatan berfluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan

terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu, maka data tersebut

(50)
[image:50.595.162.483.139.245.2]

adalah metode winter (sangat sesuai), moving average, atau weight moving everage.

Gambar 2.3 Seasonal Component ( Pola Musiman ) 3. Pola siklikal

Pola siklikal adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka panjang

membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus. Metode yang sesuai

bila data berpola siklikal adalah metode moving average, weigh moving average, dan eksponential smoothing.

Gambar 2.4 Cyclical Component ( Pola Siklis ) 4. Pola eratik/random

Pola eratik (random) adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya. Fluktuasi

permintaan bersifat acak atau tidak jelas. Tidak ada metode peramalan

yang direkomendasikan untuk pola ini. Hanya saja tingkat kemampuan

seorang analis peramalan sangat menentukan dalam pengambilan

(51)

Gambar 2.5 Random Component ( Pola Acak )

2.2.11. Verifikasi dan Pengendalian Peramalan (Moving Range Chart=MRC)

Langkah penting sebuah peramaln dibuat adalah melakukan verifikasi

peramalan sehingga hasil peramalan tersebut benar-benar mencerminkan data

masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan tersebut. Sepanjang

aktualitas peramalan tersebut dipercaya, peramalan akan terus digunakan. Jika

selama proses verifikasi tersebut ditemukan keraguan validitas metode peramalan

yang digunakan, harus dicari metode lainnya yang lebih cocok. ((Enny, 2008) Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan. Setelah metode peramalan digunakan, maka peta

Moving Range digunakan untuk menguji kestabilan sistem sebab akibat yang mempengaruhi permintaan. Moving Range dapat didefinisikan sebagai berikut :

MR =

    

  

     

   

 

1 1 t t t

t y y y

y

Dimana :

(52)

t

y : Data hasil peramalan periode tertentu

t

y : Data permintaan periode tertentu 

1

t

y : Data hasil peramalan 1 periode sebelumnya

1 

t

y : Data permintaan 1 periode sebelumnya

Adapun rata – rata moving range didefinisikan sebagai berikut :

1

 

n MR MR

Dimana :

MR : Rata – rata moving range

n : Jumlah periode

Garis tengah peta moving range adalah pada titik nol. Batas control atas dan

bawah pada peta moving range adalah : 

MR

BKA 2,66. 

MR

BKA 2,66.

Sementara itu, variabel yang akan diplot ke dalam peta Moving Range adalah :

y y ytt

 

Kebutuhan jumlah data bila kita ingin membuat peta Moving Range sekurang-kurangnya adalah 10. Batas ini ditetapkan dengan harapan hanya akan

ada tiga dari 1000 titik yang berada di luar batas kendali. Jika ditemukan satu titik

yang berada di luar batas kendali, maka harus diselidiki penyebabnya.

Jika semua titik berada dalam batas kendali, diasumsikan peramalan

(53)

luar batas kendali maka jelas bahwa peramalan yang didapat kurang baik dan

harus direvisi.

((Enny, 2008)

Untuk uji yang paling tepat bagi kondisi diluat kendali adalah dengan cara

membagi peta kendali ke dalam 6 bagian dengan selang yang sama. Yaitu daerah

A adalah daerah luar ±2/3 (2,66.MR) = ±1,77.MR (diatas + 1,77 MR dan dibawah

-1,77.MR ). Daerah B adalah daerah luar ± 1/3 ( 2,66.MR ) = ± 0,89.MR ( diatas

+ 0,89 MR dan dibawah -0,89 MR ). Daerah C adalah daerah diatas atau dibawah

garis tengah. Dapat dilihat pada gambar Peta Kontrol Peramalan Moving Range

Chart ( MRC ) dibawah ini :

0 t

[image:53.595.134.503.388.642.2]

Gambar 2.6

Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart (MRC)

(Sumber : Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Nasution A. Hakim, 2008) Batas Daerah A

Batas Daerah B

Batas Daerah B

Batas Derah A

Batas Kendali Bawah Batas Kendali Atas

(54)

2.3. Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi merupakan kegiatan yang bertujuan arah awal dari

tindakan – tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus

dilakukan, berapa banyak melakukannya dan kapan harus melakukan. Oleh karena

itu perencanaan tidak akan selalu memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan

dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat harus dievaluasi

secara berkala dengan jalan melakukan pengendalian.

Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada

tidaknya penyimpangan dalam pelaksanan produksi terhadap rencana produksi

yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka

perlu diadakan tindakan – tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan

yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan menjadikan dasar dalam

menyusun rencana produksi selanjutnya.

Dengan mempersiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa

jika ada permintaan yang harus dipenuhi, maka terdapat terdapat tiga macam

sumber yang dapat digunakan dalam mempersiakan rencana produksi yaitu :

1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan.

2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang.

3. Produksi dan persediaan yang masih ada.

( Nasution, Arman Hakim, 2008)

(55)

Peranan perencanaan produksi adalah mengkoordinasikan kegiatan dari

bagian – bagian yang langsung dan tidak langsung menjadwalkan, dan

mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai

output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul – bertul dapat menghasilkan

barang dan jasa dengan efektif dan efisien.

Dalam menjadwalkan kegiatan produksi tersebut maka tahap

perencanaanya harus mempunyai sifat berjangka waktu, berjenjang, terpadu,

terukur, berkelanjutan, realistis, akurat, dan menantang.

2.3.2. Jenis – jenis Perencanaan Produksi

Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan

periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :

1. Perencanaan produksi jangka panjang

Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian

perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang

muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang

diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

Perencanaan produksi jangka menengah mempunyai horizon antara 1

sampai 12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah ditetapkan

pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan ini didasarkan pada

peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya produktif yang ada

( jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi, jumlah supplier, dan

(56)

3. Perencanaan produksi jangka pendek

Perencanaan produksi jangka pendek mempunyai horizon perencanaan kurang

dari 1 bulan, dan bentuk perencanaanya adalah berupa jadwal produksi. Tujuan

dari dari jadwal produksi adalah menyeimbangkan permintaan actual ( yang

dinyatakan dengan jumlah pesanan yang diterima ) dengan sumber daya yang

tersedia ( jumlah departemen, waktu shift yang tersedia, banyaknya operator,

tingkat persediaan yang dimiliki dan peralatan yang ada ), sesuai batasan –

batasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.

( Nasution, Arman Hakim, 2008 ).

2.3.3. Perencanaan produksi agregat

Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup

persediaan, penjadwalan kapasitas, dan sumber daya. Semakin besar fasilitas

industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian

perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk

memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang

memenihi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus

dicari.( Kusuma Hendra, 2004 )

Perencanaan produksi agregat merupakan produksi jangka menengah.

Perencanaanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi dari 1

sampai 3 tahun. Perencanaan tersebut tergantung pada karakteristik produk dan

(57)

suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat

dengan menggunakan sumber – sumber atau alternative – alternative yang tersedia

dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini

merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai untuk

penyusunan jadwal induk produksi ( JIP ). ( Baroto Teguh, 2002 )

[image:57.595.84.518.254.487.2]

Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar. 2.7.

Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi

( Sumber : Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Nasution Arman Hakim,

2008 )

Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana

mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen,

menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir

mengalokasikan permintaan yang ada pada alternative produksi yang dapat

digunakan. Sehingga secara lebih sederhana pembuatan rencana produksi Agregat

dapat dilihat pada gambar dibawah ini. ( Nasution Arman Hakim, 2008 )

Kebutuhan Gudang Peramalan Kebutuhan Komponen

dan Pemeliharaan

Estimasi Permintaan Penyesuian Persediaan

Pesanan - pesanan

Perencanaan Produksi Agregat

(58)

PERIODIK

[image:58.595.103.561.141.503.2]

Gambar 2.8.

Prosedur Perencanaan Produksi Agregat

( Sumber : Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Nasution Ar

Gambar

Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja
Gambar 2.1.Peta Kontrol untuk Test Keseragaman Data
Gambar 2.3 Seasonal Component ( Pola Musiman )
Gambar 2.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang fabrikasi maka kualitas, kuantitas dan kecepatan unit–unit dalam bagian produksi sangat menentukan, maka perusahaan selalu berusaha

Setelah dilakukan perhitungan dan analisis perencanaan kapasitas waktu produksi, ternyata masih belum optimal, karena dalam enam stasiun kerja hanya dua stasiun kerja

Tujuan dari perencanaan agregat ini adalah menyusun suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber – sumber atau

jam/tahun belum memenuhi kebutuhan kapasitas produksi dikarenakan kapasitas waktu tersedia lebih kecil dari kapasitas waktu produksi RCCP sehingga terjadi kekurangan

WIDORO INDAH sendiri khususnya dalam bagian produksi sandal laki – laki, Dalam pelaksanaan produksi terkadang mengalami perbedaan hasil produksi jadi antara target

Dari permasalahan tersebut dilakukan evaluasi perencanaan antara permintaan, apakah perlu dilakukan penambahan tenaga kerja untuk mencukupi permintaan kapasitas

 Langkah yang bisa diambil oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan produksi Corrugating Medium Paper (CMP) tahun 2017 adalah dengan menambah/memperluas kapasitas

Laporan Pratikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi 39 BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Perhitungan Bill of Capacity BOC Bill of Capacity BOC atau perancangan kapasitas adalah