• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT. BANK SULSELBAR CABANG PALOPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT. BANK SULSELBAR CABANG PALOPO"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 1

JURNAL OF ECONOMIC, MANAGEMENT

AND ACCOUNTING

- JEMMA

-

Fakultas Ekonomi Universitas Andi Djemma Jl. Dahlia No Kota Palopo

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT. BANK SULSELBAR CABANG PALOPO

Penulis Info Artikel

Erniyati Caronge

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andi Djemma

Email: carongekopertis@yahoo.co.id

p-ISSN : 2615-1871 e-ISSN : 2615-5850

Volume 1 Nomor 1, Maret 2018

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan yang dicapai Bank Sulselbar Cabang Palopo Tahun 2012-2015. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan data Sekunder yang didasarkan pada pengumpulan dan pencatatan data laporan tahunan pada PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo. Teknik analisis data adalah dengan menggunakan rasio LDR, NPL dan CAR. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa hasil analisis kinerja keuangan PT Bank Sulselbar Cabang Palopo dengan menggunakan analisis rasio LDR, NPL, dan CAR secara umum dikatakan sehat sesuai dengan standar yang telah ditentukan meskipun rasio LDR tidak berada pada posisi sehat dan rasio NPL sehat namun mengalami fluktuatif serta rasio CAR berada pada posisi sehat dengan trend yang cenderung stabil dan mengalami kenaikan. Maka PT Bank Sulselbar Cabang Palopo dapat melanjutkan kegiatan usahanya karena PT. Bank Sulselbar memiliki kinerja yang baik dalam pengelolaan segala sumber daya yang dimilikinya bila dilihat berdasarkan hasil perhitungan rasio LDR, NPL dan CAR.

Kata Kunci: Kinerja Keuangan dan Analisis Rasio

PENDAHULUAN

Pelaksanaan program pembangunan Indonesia diadakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tujuan tersebut diwujudkan melalui peningkatan pendapatan dengan berbagai kegiatan yang produktif untuk menciptakan perekonomian yang stabil. Stabilitas perekonomian Indonesia membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga keuangan. Pada saat ini terdapat dua jenis lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Salah satu sarana yang mempunyai peranan strategis dalam kegiatan perekonomian adalah lembaga keuangan Bank. Peran strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama perbankan sebagai financial intermediary, yaitu sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien.

(2)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 2

masyarakat juga diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup atau alat likuid untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya dalam waktu bersamaan. Usaha perbankan haruslah dijaga keberlangsungannya. Kinerja keuangan yang baik merupakan salah satu indikator agar usaha perbankan dapat berjalan. Pengelolaan keuangan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasional bank. Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjaga keberlangsungan usahanya serta dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak yang berkepentingan. Sulitnya pengelolaan keuangan tersebut disebabkan dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat ditarik sewaktu-waktu.

Keadaan keuangan bank yang baik ialah ketika suatu bank memiliki jumlah aset likuid yang dapat menutupi kewajiban jangka pendek dan penarikan dana oleh deposan. Sebagai lembaga perbankan, di satu sisi bank harus menjaga penarikan dana dari sumber dana yang dititipkannya seperti giro, deposito, tabungan, dan lainnya. Sementara di sisi lain bank harus menjaga penarikan permintaan dana seperti kredit yang diberikan, pembelian peralatan dan lainnya (Rusyamsi, 1999: 37). Indonesia memiliki beberapa jenis bank, namun jika ditinjau dari segi kepemilikannya, maka jenis bank yang tergolong di dalamnya ialah Bank BUMN, Bank Pemerintah Daerah (BPD), Bank Milik Swasta Nasional, Bank milik Swasta Campuran, dan Bank Milik Asing (Dendawijaya, 2009:15).

Satu setengah dekade terakhir ini, para bankir baru menyadari bahwa sebuah bank berada pada bisnis berisiko. Mereka menyadari bahwa dalam menjalankan fungsi menawarkan jasa-jasa keuangan, bank harus mengambil atau menerima dan mengelola berbagai jenis risiko secara efektif agar dampak negatifnya tidak terjadi. Sebelum kesadaran akan perlunya suatu manajemen risiko ini muncul, hampir semua bank berpendapat bahwa risiko harus dihindari atau diminimalisir (Tampubolon, 2004: 4). Bank Indonesia mendefinisikan risiko sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Menurut Bank Indonesia terdapat beberapa klasifikasi risiko yang kemungkinan dihadapi oleh industry perbankan, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan.

Risiko keuangan adalah eksposur yang timbul antara lain karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Krisis pembiayaan ini dapat timbul karena pertumbuhan bank atau ekspansi kredit di luar rencana, adanya peristiwa tak terduga seperti penghapusan (charge off) yang signifikan, hilangnya kepercayaan dari masyarakat sehingga menarik dana mereka dari bank, atau bencana nasional seperti devaluasi mata uang rupiah yang sangat besar (Tampubolon, 2004:26). Bank harus terus memantau posisi keuangan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Memiliki jumlah aset dan dana pihak ketiga yang cukup baik belum tentu tidak berpengaruh terhadap terjadinya risiko pada suatu bank, karena bank dapat dinilai rentan terhadap risiko yaitu dengan cara melihat apakah bank tersebut memiliki aset lancar yang melebihi kewajiban jangka pendeknya dan memenuhi penarikan dana oleh deposan. Semakin tinggi angka risiko maka semakin sehat bank tersebut Kasmir (2007: 268).

(3)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 3

atas (Ali, 2004: 65). Bank sangat mungkin mengalami keadaan tidak sehat yakni ketika arus kas keluarnya (penarikan deposito oleh nasabah, pemberian kredit, dan lainnya) jauh lebih besar dari pada arus kas masuk (Siahaan, 2009: 134). Namun perlu diperhatikan tentang pemberian sebuah kredit, bank tentu harus tetap menjaga kesehatannya, karena kredit yang diberikan ke masyarakat berisiko macet, untuk itu pengukuran NPL sangatlah penting untuk menilai tingkat kesehatan suatu bank.

Begitupun dengan LDR, yang menggambarkan perbandingan antara besarnya jumlah pinjaman yang diberikan dengan jumlah dana masyarakat yang dihimpun serta modal sendiri yang dimiliki oleh bank. Semakin tinggi LDR suatu bank, maka bank tersebut akan mengalami kesulitan dan sekaligus penurunan profitabilitas (Ali, 2004: 344). Menjaga kesehatan keuangan bagi sebuah bank agar terhindar dari risiko sangat penting, karena dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas bank yang bersangkutan. Untuk mencapai profitabilitas yang tinggi maka bank akan berusaha menggunakannya ke aset yang menghasilkan bunga yang tinggi, aset jangka panjang dan dengan harapan bahwa operasi harian akan tertutup dengan dana baru. Namun tindakan seperti ini sangat berisiko karena apabila dana yang telanjur digunakan tidak dapat ditarik, sedangkan dana baru yang diharapkan tidak tersedia, bagaimana suatu bank dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan memenuhi penarikan dana oleh deposan, pada akhirnya akan menimbulkan masalah likuiditas (Rusyamsi, 1999:38). Dengan demikian perlu diketahui bagaimana pengelolaan keuangan yang baik pada suatu bank agar terhindar dari kemungkinan terjadinya risiko, dengan memperhatikan rasio-rasio keuangan yang berpengaruh terhadap keadaan suatu bank. Berdasarkan uraian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, analisis kinerja keuangan pada Bank Sulselbar Cabang Palopo.

PT Bank Sulselbar Cabang Palopo dipilih menjadi lokasi penelitian karena merupakan salah satu bank yang telah memegang peranan penting terhadap kemajuan daerah ini sejak awal didirikannya. Keistimewaan yang utama adalah PT Bank Sulselbar merupakan pemegang kas daerah dan menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah melalui berbagai produk perbankan yang dikeluarkannya yang harus dikelola dengan baik. Melihat kondisi perekonomian saat ini yang menghampiri krisis yang terjadi pada tahun 1998 kinerja PT Bank Sulselbar harus di pantau dan ditingkatkan agar tidak terseret kedalam krisis. Berdasarkan masalah pokok dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan yang dicapai Bank Sulselbar Cabang Palopo Tahun 2012-2015 dengan menggunakan rasio LDR, NPL dan CAR berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan data Sekunder yang didasarkan pada pengumpulan dan pencatatan data laporan tahunan pada PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo untuk mengetahui rasio-rasio keuangannya selama periode tahun 2012-2015. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif yaitu dengan mengukur nilai rasio berikut:

1. Rasio yang biasanya digunakan dalam perbankan untuk mengukur likuiditas suatu bank ialah Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR merupakan rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan oleh bank dengan dana yang diterima oleh bank (Dendawijaya, 2009: 116). LDR dapat dirumuskan sebagai berikut:

(4)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 4

Penilaian rasio LDR berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika berada pada 50%-100% dapat dikatakan sehat dan jika > 100% dapat dikatakan tidak sehat serta jika berada <50% juga tidak sehat.

2. Aktiva produktif bermasalah adalah semua aktiva dalam rupiah dan valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya, sehingga kredit merupakan salah satu bentuk dari aktiva produktif. Berikut rumus untuk mencari NPL pada suatu bank:

NPL =Kredit Bermasalah Total Kredit X 100%

Penilaian rasio NPL berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika berada pada 1 % - 5 % dapat dikatakan sehat dan jika lebih dari 5 % dapat dikatakan tidak sehat atau dalam keadaan berbahaya (penuh resiko).

3. CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan saham, surat berharga, tagihan ada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki oleh bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Rasio ini dapat dirumuskan

sebagai berikut

CAR =Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR X 100%Modal Bank

Adapun penilaian rasio CAR berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika > 8% dapat dikatakan sehat dan jika < 8% dapat dikatakan tidak sehat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Sebagaimana yang telah dikemukan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan analisis rasio LDR, NPL dan CAR dengan menggunakan data laporan keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi yang dikeluarkan oleh Bank Sulselbar dari tahun 2012-2015

1. Rasio LDR (Liquidity Risk)

Rasio yang digunakan perbankan untuk mengukur likuiditas suatu bank ialah Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR merupakan rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan oleh bank dengan dana yang diterima oleh bank (Dendawijaya, 2009:116). Rasio LDR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo Tahun 2012 berpredikat tidak sehat karena melebihi dana yang masuk atau melebihi angka standar (50%-100 %), artinya LDR sebesar 195% yaitu PT Bank Sulselbar Cabang Palopo memberikan kredit kepada nasabahnya melebihi dana yang masuk ke bank sebesar 95%, pihak bank kesulitan untuk mengembalikan tabungan dan deposit nasabahnya karena dana kredit diambil dari tabungan dan deposit nasabah serta KLBI dan modal inti.

(5)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 5

dimana ketika terjadi likuiditas maka pihak bank akan susah untuk membiayai kreditnya dan kesulitan untuk mengembalikan tabungan dan deposit nasabahnya karena dana kredit diambil dari tabungan dan deposit nasabah serta KLBI dan modal inti. Kenaikan terjadi di tahun ini dikarenakan terjadi kenaikan jumlah kredit yang diberikan sebesar 12.3% di tahun 2013 yakni dari sebesar Rp. 271.121.064.301 menjadi Rp. 309.178.583.782. Dan terjadi pula peningkatan pada Total dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti sebesar 13.2% di tahun 2013 yakni dari Rp. 138.818.923.896 menjadi Rp. 157.149.446.276.`

Rasio LDR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo Tahun 2014 berpredikat tidak sehat karena melebihi dana yang masuk atau melebihi angka standar (50% - 100 %), artinya LDR sebesar 190% yaitu bahwa PT Bank Sulselbar Cabang Palopo memberikan kredit kepada nasabahnya melebihi dana yang masuk ke bank sebesar 90%, dimana ketika terjadi likuiditas maka pihak bank akan susah untuk membiayai kreditnya dan kesulitan untuk mengembalikan tabungan dan deposit nasabahnya karena dana kredit diambil dari tabungan dan deposit nasabah serta KLBI dan modal inti.

Penurunan terjadi di tahun ini dikarenakan terjadi kenaikan jumlah kredit yang diberikan sebesar 13.2% di tahun 2014 yakni dari sebesar Rp. 309.178.583.782 menjadi Rp. 350.360.343.008. Dan terjadi pula peningkatan yang sangat signifikan dan melebihi kenaikan kredit yang diberikan pada Total dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti

sebesar 17.3% di tahun 2013 yakni dari Rp. 157.149.446.276 menjadi Rp. 184.380.031.850. Rasio LDR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo Tahun 2015

berpredikat tidak sehat karena melebihi dana yang masuk atau melebihi angka standar (50%-10%), artinya LDR sebesar 190.6% yaitu bahwa PT Bank Sulselbar Cabang Palopo memberikan kredit kepada nasabahnya melebihi dana yang masuk ke bank sebesar 90.6%, dimana ketika terjadi likuiditas maka pihak bank akan susah untuk membiayai kreditnya dan kesulitan untuk mengembalikan tabungan dan deposit nasabahnya karena dana kredit diambil dari tabungan dan deposit nasabah serta KLBI dan modal inti.

Kenaikan terjadi di tahun ini dikarenakan terjadi kenaikan jumlah kredit yang diberikan sebesar 14.9% di tahun 2015 yakni dari sebesar Rp. 350.360.343.008 menjadi Rp. 402.716.625.669. Dan terjadi pula peningkatan pada Total dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti sebesar 14.5% di tahun 2015 yakni dari Rp. 184.380.031.850 menjadi Rp. 211.233.553.409.

2. Rasio NPL (Non Performing Loan)

Aktiva produktif bermasalah adalah semua aktiva dalam rupiah dan valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya, sehingga kredit merupakan salah satu bentuk dari aktiva produktif.

Rasio NPL atau kredit bermasalah PT Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2012 yaitu sebesar 1.92% berpredikat sehat berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika berada pada 1% - 5% dapat dikatakan sehat dan jika lebih dari 5% dapat dikatakan tidak sehat atau dalam keadaan berbahaya

(penuh resiko). Dengan kriteria kredit bermasalah yaitu lancar sebesar Rp. 265.903.475.296, kredit kurang lancar sebesar Rp.0, kredit diragukan sebesar

Rp. 4.053.843.301, dan kredit macet sebesar Rp. 4.053.843.017. Dalam keadaan ini PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2012 mampu mengendalikan kredit bermasalahnya meskipun telah melakukan pemberian kredit melebihi pendapatannya.

(6)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 6

No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika berada pada 1% - 5% dapat dikatakan sehat dan jika lebih dari 5% dapat dikatakan tidak sehat atau dalam keadaan berbahaya

(penuh resiko). Dengan kreteria kredit bermasalah yaitu lancar sebesar Rp. 304.022.917.328, kredit kurang lancar sebesar Rp. 0, kredit diragukan sebesar

Rp. 2.321.568.933, dan kredit macet sebesar Rp. 2.834.097.521. Dalam keadaan ini PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2012 mampu mengendalikan kredit bermasalahnya meskipun telah melakukan pemberian kredit melebihi pendapatannya.

Penurunan ini terjadi karena terjadi penurunan kredit bermasalah sebesar 1.18% pada tahun 2013 yakni dari Rp. 5.217.589.005 menjadi Rp. 5.155.666.454 dan terjadi peningkatan pada total kredit sebesar 14.03% yakni dari Rp. 309.178.583.782 menjadi Rp. 350.360.343.008.

Rasio NPL atau kredit bermalasah PT Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2014 sebesar 1.7% berpredikat sehat berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika berada pada 1% - 5% dapat dikatakan sehat dan jika lebih dari 5% dapat dikatakan tidak sehat atau dalam keadaan berbahaya

(penuh resiko). Dengan kreteria kredit bermasalah yaitu lancar sebesar Rp. 344.400.265.654, kredit kurang lancar sebesar Rp. 0, kredit diragukan sebesar

Rp. 3.251.741.472, dan kredit macet sebesar Rp. 2.708.335.882. Dalam keadaan ini PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2012 mampu mengendalikan kredit bermasalahnya meskipun telah melakukan pemberian kredit melebihi pendapatannya. Kenaikan ini terjadi karena terjadi kenaikan kredit bermasalah sebesar 15.60% pada tahun 2014 yakni dari Rp. 5.155.666.454 menjadi Rp. 5.960.077.354 dan terjadi peningkatan pada total kredit sebesar 13.31% yakni dari Rp. 309.178.583.782 menjadi Rp. 350.360.343.008.

Rasio NPL atau kredit bermalasah PT Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2015 sebesar 3.3% berpredikat sehat berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika berada pada 1% - 5% dapat dikatakan sehat dan jika lebih dari 5% dapat dikatakan tidak sehat atau dalam keadaan berbahaya

(penuh resiko). Dengan kreteria kredit bermasalah yaitu lancar sebesar Rp. 389.356.200.000, kredit kurang lancar sebesar Rp. 0, kredit diragukan sebesar

Rp. 10.260.315.336, dan kredit macet sebesar Rp. 3.100.110.333. Dalam keadaan ini PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2012 mampu mengendalikan kredit bermasalahnya meskipun telah melakukan pemberian kredit melebihi pendapatannya.

Kenaikan ini terjadi karena terjadi kenaikan kredit bermasalah sebesar 55.39% pada tahun 2015 yakni dari Rp. 5.960.077.354 menjadi Rp. 13.360.425.669 dan terjadi peningkatan pada total kredit sebesar 14.94 % yakni dari Rp. 350.360.343.008 menjadi Rp. 402.716.625.669.

3. Rasio CAR

CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan saham, surat berharga, tagihan ada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki oleh bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.

(7)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 7

No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika > 8% dapat dikatakan sehat dan jika < 8% dapat dikatakan tidak sehat, bahwa PT Bank Sulselbar Cabang Palopo memiliki permodalan atau dana yang tersedia sebesar 21.24% dari total dana yang dimiliki oleh PT Bank Sulselbar Cabang Palopo yang digunakan untuk membiayai semua aktivitasnya termaksud saat ada nasabah yang ingin menarik tabungannya.

Rasio CAR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2013 yaitu sebesar 22% dengan predikat sehat berdasarkan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika > 8% dapat dikatakan sehat dan jika < 8% dapat dikatakan tidak sehat, bahwa PT Bank Sulselbar Cabang Palopo memiliki permodalan atau dana yang tersedia sebesar 22% dari total dana yang dimiliki oleh PT Bank Sulselbar Cabang Palopo yang digunakan untuk membiayai semua aktivitasnya termaksud saat ada nasabah yang ingin menarik tabungannya. Kenaikan ini terjadi karena

kenaikan pada modal bank sebesar 18.45% pada tahun 2013 yakni dari Rp. 29.681.536.413 menjadi Rp. 35.159.335.288 dan kenaikan pada ATMR sebesar

13.52% dari Rp. 139.740.333.902 menjadi Rp. 158.634.889.359.

Rasio CAR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2014 yaitu sebesar 23% dengan predikat sehat berdasarkan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika > 8% dapat dikatakan sehat dan jika < 8% dapat dikatakan tidak sehat, bahwa PT Bank Sulselbar Cabang Palopo memiliki permodalan atau dana yang tersedia sebesar 23% dari total dana yang dimiliki oleh PT Bank Sulselbar Cabang Palopo yang digunakan untuk membiayai semua aktivitasnya termaksud saat ada nasabah yang ingin menarik tabungannya. Kenaikan ini terjadi karena

kenaikan pada modal bank sebesar 17.88% pada tahun 2014 yakni dari Rp. 35.159.335.288 menjadi Rp. 41.446.736.594 dan kenaikan pada ATMR sebesar

12.69% dari Rp. 158.634.889.359 menjadi Rp. 178.775.493.836.

Rasio CAR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo pada tahun 2015 yaitu sebesar 24.6% dengan predikat sehat berdasarkan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yaitu jika > 8% dapat dikatakan sehat dan jika < 8% dapat dikatakan tidak sehat, bahwa PT Bank Sulselbar Cabang Palopo memiliki permodalan atau dana yang tersedia sebesar 24.6% dari total dana yang dimiliki oleh PT Bank Sulselbar Cabang Palopo yang digunakan untuk membiayai semua aktivitasnya termaksud saat ada nasabah yang ingin menarik tabungannya. Kenaikan ini terjadi karena

kenaikan pada modal bank sebesar 21.70% pada tahun 2015 yakni dari Rp. 41.446.736.594 menjadi Rp. 50.444.104.905 dan kenaikan pada ATMR sebesar

14.47% dari Rp. 178.775.493.836 menjadi Rp. 204.654.547.260.

Pembahasan

Berdasarkan perhitungan rasio LDR, NPL, dan CAR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo selama periode 2012 sampai 2015 maka dapat di analisis kinerja keuangannya yaitu sebagai berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi rasio keuangan LDR, NPL, dan CAR

TAHUN RASIO LDR (%) RASIO NPL (%) RASIO CAR (%)

2012 195 1.92 21.4

2013 196 1.67 22

2014 190 1.7 23

2015 190.5 3.3 24.6

Keterangan Tidak Sehat Sehat Sehat

(8)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 8

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa nilai LDR PT Bank Sulselbar Cabang Palopo dari tahun 2012 sampai tahun 2015 berada pada keadaan tidak sehat. Hal ini disebabkan tingginya kredit yang diberikan oleh pihak PT Bank Sulselbar Cabang Palopo terhadap para nasabahnya dengan tidak memperhatiakan jumlah dana yang masuk yang jauh dari angka kreditnya itu sendiri sehingga PT Bank Sulselbar Cabang Palopo harus membiayai biaya kreditnya menggunakan dana pinjaman yang akan berdampak buruk bagi perusahaan saat dilikuiditas.

Nilai NPL pada PT Bank Sulselbar Cabang Palopo dari tahun 2012 sampai tahun 2015 berada pada posisi sehat. Berbeda dengan nilai LDR yang tidak sehat, secara menyeluruh resiko kredit atau NPL pada PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo berpredikat sehat. Artinya meskipun PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo terlalu banyak mengeluarkan produk kredit kepada nasabahnya yang melebihi dana masuk dan disuplay dari dana pinjaman, PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo mampu menjaga tingkat kredit bermasalahnya dengan baik sehingga biaya kredit dapat dengan segera terbayarkan dan menghasilkan keuntungan bagi pihak PT Bank Sulselbar Cabang Palopo.

Nilai rasio CAR dari 21.24% pada tahun 2012 menjadi 22% pada tahun 2013 serta terus mengalami peningkatan hingga 24.6% pada tahun 2015 itu disebabkan karena terjadinya

kenaikan pada jumlah modal dan aktiva tertimbang menurut resiko yang dimiliki oleh PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo. Secara umum, selama periode 2012 sampai dengan tahun

2015, bila diukur berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo dinyatakan sebagai bank yang sehat karena memiliki nilai CAR diatas 8 %. Data di atas menunjukkan bahwa kinerja keuangan pada PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo tahun 2012 sampai tahun 2015 dikatakan sehat meskipun ada satu item penilaian yang tidak sehat yaitu rasio LDR yang melebihi batas atau standar yang telah ditentukan.

Rasio LDR tidak sehat karena PT Bank Sulselbar Cabang Palopo terlalu banyak menberikan kredit kepada nasabahnya dengan tidak memperhatikan dana yang masuk pada PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo yang artinya kredit yang diberikan tersebut bersumber dari pinjaman PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo dari pihak lain. Hal ini sangat berbahaya apabila PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo tidak bisa menjaga rasio NPL nya diposisi sehat. Jumlah pemberian kredit yang berlebihan ini didominasi oleh nasabah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 84% dan 16% lainnya dari pengusaha atau masyarakat umum yang secara terperinci tidak dapat dikatakan oleh PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo.

(9)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 9

Palopo pihak bank mampu menjaga tingkat permodalannya dengan baik yang terbukti dari peningkatan yang dialami setiap tahunnya.

Penelitian ini telah sejalan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan, bahwa kinerja keuangan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan pemberian kredit kepada nasabah dengan dana masuk agar rasio LDRnya terjaga. Selain itu, tingkat rasio NPL atau kredit bermalasah dapat dikendalikan dengan baik apabila rasio LDRnya baik. Akan tetapi rasio LDR yang tidak sehat tidak akan mempengaruhi nilai NPLnya menjadi tidak sehat pula karena nilai NPL hanya bergantung kepada kelancaran nasabah membayar kreditnya bukan dipengaruhi seberapa besar kreditnya. Dengan sehatnya rasio NPL maka rasio CAR atau permodalan bank akan menjadi sehat pula karena stabilnya kegiatan perbankan yang membuat rasio CARnya menjadi sehat dan stabil sesuai dengan ketentuan yang berlaku

KASIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil analisis kinerja keuangan PT Bank Sulselbar Cabang Palopo dengan menggunakan analisis rasio LDR, NPL, dan CAR secara umum dikatakan sehat sesuai dengan standar yang telah ditentukan meskipun rasio LDR tidak berada pada posisi sehat dan rasio NPL sehat namun mengalami fluktuatif serta rasio CAR berada pada posisi sehat dengan trend yang cenderung stabil dan mengalami kenaikan. Maka PT Bank Sulselbar Cabang Palopo dapat melanjutkan kegiatan usahanya karena PT. Bank Sulselbar memiliki kinerja yang baik dalam pengelolaan segala sumber daya yang dimilikinya bila dilihat berdasarkan hasil perhitungan rasio LDR, NPL, dan CAR. Adapun saran yang diberikan yaitu manajemen PT. Bank Sulselbar Cabang Palopo dapat meningkatkan kinerja keuangan di masa yang akan datang terutama pada nilai-nilai rasio LDR yang tidak berpredikat sehat dan dapat mempengaruhi nilai rasio lainnya dan melakukan pengawasan yang lebih ketat khususnya dalam hal pemberian kredit seperti kemampuan membayar kredit seseorang, perusahaan/ instansi tempat dia bekerja dan histori peminjaman kreditnya, hal ini dimaksudkan untuk dapat mengurangi kredit bermasalah dan kelebihan pemberian kredit di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Masyhud. 2004. Asset Liability Management: Menyiasati Risiko Pasar danRisiko Operasional dalam Perbankan.Jakarta: PT Gramedia.

Azlansyah. 2014. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Pada PT BPR Daramandiri Tahun 2010-2013. Universitas Andi Djemma.

Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia Hasibuan, Malayu. 2007. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Harahap, Syafri Sofyan, 2007, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, edisi pertama, cetakan ketiga, Jakarta: PT. Grafindo Persada

Kasmir. 2007. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Margaretha, Farah. 2011. Pengaruh Resiko, Kualitas Manajemen, Ukuran dan Likuiditas Bank terhadap Capital Adequacy Ratio Bank-Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan

Muljono, Teguh Pudjo, 2004, Analisa Laporan Keuangan Perbankan, edisi revisi, cetakan ketujuh, Jakarta: PT. Djambatan

(10)

U

JEMMA, Volume 1 Nomor 1, Maret 2018 10

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rezky, Mellisa, Analisis Kinerja Keuangan dengan Metode CAMEL (Study kasus PT. Bank Sulselbar 2008-2010. Universitas Hasanuddin

Rusyamsi, Imam. 1999. Asset Liability Management: Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.

Siahaan, Hinsa. 2009. Manajemen Risiko Pada Perusahaan dan Birokrasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sinungan, Muchdarsyah. 2000. Manajemen Dana Bank. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Syamsuddin, Lukman. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Susilo, Sri Y., dkk. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan lain. Jakarta: Salemba Empat Thomas Suyatno, 1999. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Tampubolon, Robert. 2004. Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersial. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lain.

Jakarta: Salemba Empat.

Prayudi 2011, Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR). Jurnal

Priyo 2008, Pengaruh NPL terhadap kinerja keuangan bank berdasarkan rasio solvabilitas, profitabilitas, dan likuiditas pada PT. Bank Mandiri (Persero). Jurnal

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi nasabah atas laporan keuangan dalam berpriodik tercipta karena pt bank sulselbar syariah cabang Makassar memberikan kebebasan bagi nasabah untuk memperoleh informasi

Dan untuk menganalisisnya dapat digunakan dengan analisis rasio-rasio keuangan yaitu, rasio likuiditas (liquidity ratio), rasio solvabilitas (solvency ratio), rasio

Data yang di uji adalah pertumbuhan mutlak dan produktivitas pada hasil penelitian, data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, uji homogenitas untuk mengetahui bahwa

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa tindakan pengendalian biaya pada PT Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar secara keseluruhan belum efektif, masih perlu

Pilatus memberi ijin, maka Yusuf pergi dan menurunkan jenazah Yesus... Karena hari itu hari persiapan sabat Yahudi, dan letak kubur

• Bank Sulselbar, Bank Resona, Bank Mestika, Bank Riau, Organta Kemenkeu, PT Maybank Finance, PT Jasindo, KPK RI, Pusintek Kemenkeu, Dirjen Bea Cukai, Bank Syariah Indonesia (dh.

communities Ceramah, diskusi  Mampu mendengark an secara aktif  Mampu bertanya tentang materi yang disampaikan  Melakukan komunikasi 2 arah  Mampu menerima

Setelah mengikuti rangkaian pendidikan dan latihan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, maka dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai peserta Diklat Berjenjang Tingkat