• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA INDONESIA

UNTUK PERGURUAN TINGGI

Fatimah, M.Pd.

N MEDIA

(2)

Hak Cipta ©2017 Ahmad Bahtiar dan Fatimah Diterbitkan oleh : Penerbit IN MEDIA

Editor : Dr. Nuryani

Telp/Faks. : (021) 82425377/(021) 82425377

Website : http//www.penerbitinmedia.com

E-mail : penerbitinmedia@gmail.com

Office : Vila Nusa Indah 3 Blok KD 3 no 21

Bojongkulur-Gunung Putri-Bogor

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penerbit IN MEDIA - Bogor

Anggota IKAPI No 250/JBA/2014 1 jil.,17 x 24 cm, 130 hal.

ISBN : 978-602-0946-26-9

Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbitan (KDT)

1. Umum 2. Bahasa Indonesia

(3)

Bahasa Indonesia selain sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan juga sebagai bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan serta teknologi modern. Konsekuensi tersebut menjadikan bahasa Indonesia menjadi Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) di perguruan tinggi dengan tujuan tercapainya pemakaian bahasa Indonesia yang cermat, tepat, dan efisien dalam komunikasi, serta meningkatkan keterampilan yang baik dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan pengetahuan yang sahih, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Untuk mewujudkan tujuan di atas mahasiswa perlu dibekali berbagai keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara tertulis maupun secara lisan. Keterampilan berbahasa tersebut meliputi bagaimana mendapatkan ide ilmiah, mengorganikannya dengan kerangka karangan sebagaimana kerangka berpikir, dan mengekspresikan dengan ejaan yang benar, pilihan kata yang tepat, dan kalimat yang efektif, dan paragraf yang benar dalam sebuah karangan.

(4)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang memungkinkan terbitnya buku ini, kepada Penerbit In Media yang bersedia menerbitkan buku ini. Kepada mahasiswa yang selalu menyenangkan baik di kelas maupun di luar kelas yang memberikan banyak masukan untuk penulisan buku ini.

Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi kontribusi bagi khasanah keilmuwan serta menjadi amal saleh bagi penulis. Amin.

Jakarta, September 2014

(5)

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi . ... v

Bab 1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia ... 1

A. Sejarah ... 1

B. Kedudukan Bahasa Indonesia ... 5

Bab 2 Ejaan ... 9

A. Pengertian dan Sejarah Ejaan ... 9

B. Ruang Lingkup EYD ... 11

C. Cakupan EYD ... 11

1. Pemakaian Huruf ... 11

2. Penulisan Huruf ... 14

3. Penulisan Kata ... 20

4. Pemakaian Tanda Baca/Pungtuasi ... 29

5. Penulisan Unsur Serapan ... 42

Bab 3 Kalimat ... 53

A. Pengertian Kalimat ... 53

B. Unsur Kalimat ... 54

1. Predikat ... 54

2. Subyek ... 54

(6)

4. Pelengkap ... 55

5. Keterangan ... 56

C. Pola Kalimat Dasar ... 56

D. Kalimat Efektif ... 57

1. Pengertian Kalimat Efektif ... 57

2. Ciri-ciri Kalimat Efektif ... 57

Bab 4 Paragraf... 65

A. Pengertian ... 65

B. Unsur-unsur Paragraf ... 66

1. Kalimat Penjelas Mayor ... 67

2. Kalimat Penjelas Minor ... 67

C. Struktur Paragraf ... 67

D. Teknik Pemaparan Paragraf ... 68

1. Paragraf Deskriptif ... 68

2. Paragraf Ekspositoris ... 68

3. Paragraf Argumentatif... 69

4. Paragraf Naratif ... 69

E. Jenis Paragraf ... 69

1. Paragraf Pembuka ... 69

2. Paragraf Pengembang ... 70

3. Paragraf Penutup ... 70

F. Cara Pengembangan Paragraf ... 70

1. Pola Pengembangan Ruang dan Waktu ... 71

2. Pola Pengembangan Sebab-Akibat ... 71

3. Pola Pengembangan Susunan Pembanding ... 71

4. Pola Pengembangan Ibarat ... 71

5. Pola Pengembangan Susunan Daftar ... 71

6. Pola Pengembangan Susunan Contoh ... 71

7. Pola Pemgembangan Susunan Bergambar ... 71

G. Koherensi dan Kohesi Paragraf ... 71

Bab 5 Perencanaan Karangan... 73

A. Pengertian ... 73

B. Struktur Karangan ... 74

C. Manfaat Perencanaan Karangan ... 74

D. Penyusunan Kerangka Karangan ... 74

E. Tema, Topik, dan Judul Karangan... 75

1. Tema ... 75

2. Topik ... 75

(7)

F. Pola Susunan Karangan ... 76

1. Pola Alamiah ... 76

2. Pola logis ... 77

G. Macam-macam Kerangka Karangan ... 78

1. Berdasarkan Perincian ... 78

H. Kerangka Karangan Formal ... 79

I. Berdasarkan Perumusan Teksnya ... 80

1. Kerangka Kalimat ... 80

2. Kerangka Topik ... 80

J. Syarat Kerangka yang Baik... 81

1. Tesis atau Pengungkapan Maksud Harus Jelas ... 81

2. Tiap Unit dalam Kerangka Karangan Hanya Mengandung Satu Gagasan... 81

3. Pokok-pokok dalam Kerangka Karangan Harus disusun Secara Logis ... 81

4. Harus Mempergunakan Pasangan Simbol yang Konsisten ... 81

Bab 6 Diksi ... 83

A. Pengertian Diksi ... 83

B. Macam-macam Hubungan Makna ... 84

1. Sinonim ... 84

2. Antonim ... 84

3. Polisemi ... 84

4. Hiponim ... 84

5. Hipernim... 84

5. Homonim ... 84

6. Homofon ... 84

8. Homograf ... 84

C. Makna Kata ... 85

1. Makna Denotatif dan Konotatif ... 85

2. Makna Umum dan Makna Khusus ... 86

3. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal... 86

4. Makna Peribahasa ... 86

5. Makna Kias dan Lugas ... 86

6. Kata Konkret dan Kata Abstrak ... 86

7. Majas atau Gaya Bahasa ... 87

Bab 7 Notasi Ilmiah ... 89

A. Kutipan ... 89

1. Pengertian Kutipan ... 89

(8)

3. Jenis Kutipan ... 90

4. Cara-cara Mengutip ... 90

B. Catatan Kaki ... 91

1. Tujuan ... 91

2. Prinsip Membuat Catatan Kaki ... 92

3. Jenis Catatan Kaki ... 92

C. Bibliografi ... 93

1. Unsur-unsur Bibliografi ... 93

2. Bentuk Bibliografi ... 93

3. Penyusunan Bibliografi ... 94

Bab 8 Konvensi Naskah ... 95

A. Pengetikan ... 95

1. Pemilihan Kertas ... 95

2. Pengetikan... 96

B. Pengorganisasian Karangan ... 96

1. Pelengkap Pendahuluan (Prelimanaries) ... 96

2. Bagian Utama karangan (Main Body) ... 96

3. Bagian Penutup (Referensi Matter) ... 96

C. Pelengkap Pendahuluan (Prelimanaries) ... 97

1. Halaman Sampul dan Halaman Judul ... 97

2. Halaman Pengesahan ... 98

3. Kata Pengantar ... 98

4. Riwayat Hidup Penulis ... 100

F. Penyuntingan Naskah ... 100

Bab 9 Plagiasi ... 103

A. Pengertian ... 103

B. Bentuk-bentuk Plagiasi ... 104

C. Jenis-jenis Plagiasi ... 104

1. Plagiarisme Penuh atau ‘Plagiarisme Lengkap’ ... 104

2. Plagiarisme Parsial ... 104

3. Minimalis Plagiarisme ... 105

(9)

D. Sanksi Terhadap Plagiasi ... 105

1. Lulusan PT ... 105

2. Mahasiswa ... 106

3. Dosen/Peneliti/Tenaga Kependidikan ... 106

E. Cara Menghindari Plagiasi ... 107

1. Yang Dilakukan Ketika Proses Penulisan ... 107

2. Ketika Pengutipan Wawancara ... 108

3. Ketika Parafrase dan Mengambil kesimpulan ... 108

4. Ketika Mengutip Langsung ... 108

5. Ketika Mengutip Tidak Langsung ... 108

Bab 10 Transliterasi Huruf Arab-Latin... 111

A. Pengertian ... 111

B. Prinsip Pembakuan ... 112

C. Rumusan Pedoman Transliterasi Arab-Latin ... 112

1. Konsonan ... 113

2. Vokal ... 114

3. Maddah ... 115

4. Ta’ marbuthah ... 115

5. Syaddah (Tasydi-d)... 115

6. Kata Sandang ... 116

7. Hamzah ... 116

8. Penulisan Kata ... 116

9. Huruf Kapital ... 117

10. Tajwid ... 117

(10)
(11)

SEJARAH DAN KEDUDUKAN

BAHASA INDONESIA

A. SEJARAH

Bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya pada saat Sumpah Pemuda 1928. Para pemuda yang menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia pada waktu itu mengucapkan sumpah bahwa mereka mengaku (1) bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, (2) berbangsa satu, bangsa Indonesia, serta (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah dipakai sejak abab VII itu menjadi bahasa Indonesia. Pada waktu itu bahasa Indonesia dalam masyarakat masih disebut sebagai “bahasa Melayu”. Bahkan Pemerintah Hindia Belanda melarang pemakaian nama “bahasa Indonesia” sampai mereka takluk pada balatentara Jepang (1942).

Pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan dengan nama ‘bahasa Indonesia”, dilatarbelakangi berbagai alasan. Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa yang kosmopolitan dan internasional sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda. Bahasa tersebut sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca) bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu digunakan tidak hanya untuk komunikasi antar suku bangsa tetapi dengan bangsa lain seperti Arab, Cina, India, Belanda dan bangsa asing lainnya. Ini tidak hanya sekadar sebagai alat komunikasi di bidang ekonomi (perdagangan), tetapi juga di bidang sosial (alat komunikasi massa), politik (perjanjian antar kerajaan), sastra-budaya, termasuk dalam penyebaran agama.

(12)

Brahi (688), di Merangi, Jambi menggunakan teks bahasa Melayu Kuno. Selain ditemukan di Pulau Sumatra, beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno tersebut juga ditemukan di beberapa tempat di Pulau Jawa seperti di Gandasuli (832) Jawa Tengah, dan Prasasti Bogor (942) di Jawa Barat serta ditemukan makam berbahasa Melayu Minye, Tujoh, Aceh. Selain di Nusantara juga ditemukan benda-benda arkeologi berbahasa Melayu di Pulau Luzon, Filipina, Ligor, Thailand, dan Trengganu, Malaysia.

Alasan lainnya ialah bahasa Melayu lebih egaliter dibandingan bahasa-bahasa lain di Nusantara seperi Jawa, Sunda, Bali yang jauh lebih rumit, baik dalam cara tulis maupun hirarkienya. Bahasa-bahasa tersebut mengenal tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Oleh karenanya, bahasa tersebut tidak dapat dipakai berkomunikasi dalam masyarakat demokratis yang menghendaki setiap orang berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Bahasa Melayu pun mengenal kata-kata khusus untuk raja atau Tuhan, namun hanya sekadarnya saja, sama dengan bahasa-bahasa lain di dunia.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda pemakaian bahasa Melayu makin meluas karena sudah digunakan di sekolah-sekolah dan penerbitan termasuk buku-buku, majalah-majalah (Pandji Poestaka dan Sri Poestaka), dan almanak yang diusahakan oleh pemerintah Belanda. Bahasa Melayu yang digunakan Pemerintah Hindia Belanda adalah bahasa Melayu “resmi” yang dikenal Bahasa Melayu Tinggi. Bahasa Melayu Tinggi itu juga digunakan pers yang pro Hindia Belanda yang disebut “pers putih”. Sementara itu, bahasa Melayu Rendah, untuk membedakan dengan bahasa Melayu Tinggi, digunakan di kalangan pergerakan kebangsaan dalam rapat-rapat dan kongres serta dalam berbagai penerbitan. Para pemimpin pergerakan seperti H.O.S Tjokroaminoto, H. Agoes Salim, Abdoel Moeis, Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Sjahrir, M. Natsir, dan lain-lain tidak hanya mempergunakan bahasa Melayu sebagai sarana pikiran-pikiran tetapi memperkaya dengan kosakata wacana tentang kolonialisme, marxisme, sosialisme, demokrasi dalam pidato dan tulisan-tulisannya.

Bahasa Melayu Rendah dikenal juga dengan bahasa Melayu Pasar. Istilah Melayu Pasar karena dihubungkan dengan kenyataan bahwa bahasa tersebut digunakan dalam jual beli di pasar, yaitu sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarbangsa (Pribumi, Arab, Cina, India, Belanda dan lain-lain) dan antarsuku (Jawa, Melayu, Sunda, Bali, Manado, Banjar, dan lain-lain) selama berabad-abad. “Bahasa Melayu Pasar” digunakan juga oleh masyarakat Cina (peranakan) dalam komunikasi maupun berkesusastraan yang dikenal “Sastra Melayu Tionghoa” (menurut Nio Joe Land, 1946) atau “Sastra Melayu Asimilasi” (menurut Pramodya Ananta Toer (dalam pengantar bukunya Tempo Doeloe) serta dalam koran-korannya yang dikenal “pers kuning”.

(13)

hendak memajukan bahasa daerah di mana pun, tak pernah menggugat kedudukan bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa persatuan dan kesatuan.

Beberapa peristiwa penting yang mengandung arti dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut.

1. Pemerintah Hinda Belanda pada 1901 menunjuk Prof. Charles Van Ophuisjsen dibantu Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim untuk menyusun pembakuan bahasa Melayu, yang melahirkan sistim ejaan penulisan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang kemudian dikenal sebagai “Ejaan van Ophuijsen” dan dimuat dalam Kitab Logat Melajoe dengan anak judul Woordenlisjst voor de spelling der Maleische Taal met Latinjnsche Karakter. Pembakuan tersebut disesuaikan dengan logika pemikiran Belanda dan efisiensi pelenyelenggara administrasi kolonial. Upaya ini dilakukan untuk mengoptimalkan bahasa Melayu untuk menjalankan kekuasaan dan ekploitasi kolonialisme Belanda.

2. Selain diajarkan di sekolah-sekolah Pemerintah Belanda, yang dibangun untuk menyiapkan tenaga pemerintahan kolonial, Bahasa Melayu olahan pemerintah tersebut disebarkan secara sistematis melalui bacaan-bacaan. Untuk menjalankan kegiatan tersebut didirikan Commisie voor de Inlandche Shool en Volslectuur (Taman Bacaan Rakyat, 1908) yang kemudian menjadi Kantoor voor de Volksectuur yang diberi nama “Balai Pustaka” (1917). Badan penerbitan ini bukan saja berusaha mengontrol dan mengatur bahasa Melayu yang dipakai tetapi juga menjauhkan pembaca dari bacaan-bacaan yang dapat merusak kekusaan Belanda dan membangkitkan nasionalisme. Karena itu bacaan-bacaan yang diterbitkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah kolonial Belanda di bidang pendidikan.

3. Pada 25 Juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberikan kebebasan kepada anggota-anggota Dewan Rakyat (Volksrad) untuk mempergunakan bahasa Melayu dalam perundingan-perundingan. Ketetapan tersebut berkat desakan-desakan dan hasrat ingin memperjuangkan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional oleh para tokoh-tokoh pergerakan yang sebagian besar menggunakan bahasa Melayu dalam kongres-kongres, rapat-rapat, tulisan-tulisan, dan lain-lain. Jahja Datoek Kajo, orang pertama kali yang berpidato menggunakan bahasa Melayu di Volksrad.

(14)

yang terbatas itu ada juga yang sampai ke Malaysia hingga ikut berpengaruh terhadap perkembangan sastra Melayu.

Meskipun pembacanya tidak banyak, tapi pengaruh majalah ini besar sekali. Banyak ahli yang menyumbangkan tulisan, di antaranya Prof. Husein Djajadiningrat, Maria Ulfah Santoso, Amir Sjarifuddin, Mr. Sumanang, Poerwadarminta, dan beberapa intelektual Indonesia lainnya. Terobosan Pujangga Baru misalnya penggunaan bahasa yang ditawarkan STA yang mengesampingkan bahasa Melayu yang kemudian digantikan dengan perpaduan bahasa daerah masing-masing pengarang dan bahasa asing. Hal itulah yang dikritik oleh kaum bangsawan Melayu dan para guru yang setia kepada pemerintah kolonial Belanda termasuk beberapa tokoh bahasa pun seperti H. Agus Salim, Sutan Moh. Zain dan S.M. Latif. Mereka beranggapan bahasa dalam majalah itu merusak bahasa Melayu. Selain mendirikan majalah Pujangga Baru, STA pada 1936 menyusun Tatabahasa Bahasa Indonesia.

5. Tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain:

a. mengganti Ejaan van Ophuysen,

b. mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan

c. menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.

Selanjutnya Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2 November 1954 di Medan, Sumatera Utara. Kongres ini terselenggara atas prakarsa Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, Mr. Mohammad Yamin. Setelah itu setiap lima tahun sekali diadakan Kongres Bahasa Indonesia seperti tercantum di bawah ini. a. Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta, 28 Oktober s.d. 3 November 1978 b. Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta, 21 s.d. 26 November 1983 c. Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta, 27 Oktober s.d. 3 November 1988 d. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta, 28 Oktober s.d. 2 November 1993 e. Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta, 26 s.d. 30 Oktober 1998

f. Kongres Bahasas Indonesia VIII di Jakarta, 14 s.d. 17 Oktober 2003 g. Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta, 20 Oktober s.d. 1 November 2008 h. Kongres Bahasa Indonesia X, di Jakarta, 2013

(15)

pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, sebab bahasa Jepang belum banyak dikuasai oleh bangsa Indonesia. Soekarno, Moh. Hatta, dan para pemimpin lain berkeliling berpidato, membakar semangat rakyat, dan juga melalui siaran-siaran melalui radio selalu mempergunakan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia kian dekat dengan rakyat. Hal yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia mempunyai peran yang semakin penting sehingga untuk pertama kalinya pada masa ini bangsa Indonesia memiliki Kamus Istilah.

7. Tahun 1947 masa Negara Republik Indonesia berpusat di Yogyakarta, dibentuklah sebuah panitia Ejaan Bahasa Indonesia yang diketuai oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika itu yaitu Mr. Soewandi. Pada 19 Maret 1947 Menteri Mr. Soewandi dalam surat keputusannya SK No. 264/Bhg. A/47 menetapkan perubahan ejaan bahasa Indonesia. Ejaan yang diperbaharui ini kemudian dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

8. Tahun 1963 ada upaya dari pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Diraja Malaysia untuk mengadakan satu ejaan dengan mengingat antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa resmi pemerintah Diraja Malaysia masih satu rumpun atau memiliki kesamaan. Usaha itu antara lain pemufakatan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia) dengan membentuk panitia Indonesia dan Melayu, masing-masing diketuai oleh Prof. Dr. Slamet Mulyana dari Indonesia dan Syed Nasir bin Ismail dari Persekutuan Tanah Melayu. Panitia ini menghasilkan konsep bersama yang dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Ejaan Melayu—Indonesia). Namun, upaya ini akhirnya kandas karena situasi politik antara Indonesia dan Malaysia yang sempat memanas.

9. Tahun 1948 terbentuk sebuah lembaga yang menangani pembinaan bahasa dengan nama Balai Bahasa. Lembaga ini, pada tahun 1968, diubah namanya menjadi Lembaga Bahasa Nasional dan pada tahun 1972 diubah menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Pusat Bahasa.

(16)

B. KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang penting bagi bangsa Indonesia tercermin dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dan UUD 1945, Bab XV Pasal 36. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, tersebut menegaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional dirumuskan fungsi bahasa Indonesia dalam “Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa di Jakarta, 25 – 28 Februari 2010. Hasil rumusan seminar tersebut mengungkapkan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai

1. Lambang kebanggaan nasional 2. Lambang identitas nasional

3. Alat pemersatu masyarakat yang berbeda latar budayanya 4. Alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita harus memakai tanpa rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya. Kebanggaan tersebut bukan hanya karena bahasa Indonesia mengandung nilai-nilai luhur tetapi karena sejak awal bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa nasioanal. Semantara itu negara-negara tetangga kita seperti Filipina, India, bahkan persekutuan Tanah Melayu (yang kemudian menjadi Malaysia dan Singapura) tidak dapat menetapkan satu bahasa saja sebagai bahasa nasionalnya. Di India ada enam belas macam bahasa resmi, di PTM ada empat bahasa resmi (Melayu, Inggris, Cina, dan Tamil), sedang di Filipina bahasa Tagalog didampingi oleh beberapa bahasa lain termasuk bahasa Inggris.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

(17)

Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan akan cepat tercapai.

Selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 yang berisi, “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.” Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai,

1. bahasa resmi kenegaraan,

2. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan

3. bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan

4. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

Keempat fungsi tersebut harus dilaksanakan, sebab fungsi-fungsi tersebut sebagai penanda bahwa suatu bahasa sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa resmi kenegaraan, menuntut penggunaan bahasa Indonesia dalam keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menunaikan tugas pemerintah diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia.

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia dan pada sekolah-sekolah Indonesia di luar negeri. Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal itu dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri.

Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat diterima masyarakat.

(18)
(19)

PARAMETER

ANTENA DAN

PENGERTIANNYA

A. PENGERTIAN

DAN SEJARAH EJAAN

Kata “”ejaan” berasal dari kosakata bahasa Arab hijs’ menjadi eja yang mendapat akhiran – an. Huruf yang dieja disebut huruf hijaiyah. Mengeja adalah membaca huruf demi huruf. Ejaan adalah sistem tulis menulis yang dibakukan (distandardisasikan). Ejaan berarti pula lambang ujaran. Dengan kata lain, ejaan adalah lambang dari bunyi bahasa. fonem /a/ dilambangkan dengan huruf a, jeda dilambangkan dengan koma (,), kesenyapan dilambangkan dengan titik (.), dan sebagainya.1

Setelah Islam datang, di Nusantara digunakan huruf Arab untuk menulis bahasa Melayu. Huruf ini disebut huruf Arab-Melayu (huruf pegon/huruf Jawi). Ini merupakan salah satu huruf yang pertama dikenal. Kitab Sejarah Melayu merupakan contoh penggunaan huruf Jawi untuk bahasa Melayu. Tokoh yang menggunakan huruf Jawi dalam tulis-menulis adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, seorang tokoh Zaman Peralihan dari sastra lisan ke sastra tulis.

Berbagai pakar memberikan pengertian tentang ejaan yang penulis kutip untuk lebih memperjelas pengertian tentang ejaan. Menurut Harimurti Kridalaksana, ejaan (spelling) adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, yang lazimnya mempunyai 3 aspek, yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem

(20)

dengan huruf dengan penyusunan abjad, aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satu-satuan morfemis, aspek sintaksis yang menyangkut pertanda ujaran berupa tanda baca.2

Sedangkan J.S. Badudu menyatakan bahwa ejaan adalah pelambangan fonem dengan huruf. Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem dinamakan huruf. Sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.3

Menurut Zainal E. Arifin dan S. Amran Tasai ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu.4

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa ejaan adalah kaidan-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.5

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah penulisan bunyi ke dalam bentuk tulisan yang menyangkut penanda ujaran (tanda baca) beserta beberapa kaidah yang lain.

Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). EYD ini merupakan penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selama dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat itu, diresmikan pada tahun 1947).

Sebelum ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan ejaan pertama bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophyusen. Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Prof. Ch. A. Van Ophusen. Ia dibantu Engku Nawawi Gelar Soetan Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan Van Ophyusen tidak lagi berlaku pada tahun 1947.

Ejaan yang Disempurnakan (EYD) diresmikan tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

2 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 48 3 J.S. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia (Bandung : CV Pustaka Prima, 1985), hlm. 31

4 E. Zainal Arifin dan S. Amran Tasai. CermatBerbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta : Akademika Pressindo) hlm. 127

(21)

B. RUANG LINGKUP EYD

Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu :

1. Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa yaitu, abjad, vokal, konsonan, pemenggalan, dan nama diri

2. Penulisan huruf membicarakan bagaimana penulisan huruf kapital dan dan huruf miring

3. Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti (kau, ku, mu, dan nya), kata depan (di, ke, dan dari), kata sandang (si dan sang), partikel, singkatan, dan akronim, dan angka dan lambang bilangan.

4. Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama kosakata yang berasal dari bahasa asing.

5. Pemakaian tanda baca (pungtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan dengan kaidah masing-masing. Tanda baca itu adalah 1) Tanda titik (.)

2) Tada koma (,) 3) Tanda titik koma (;) 4) Tanda titik dua (:) 5) Tanda hubung (-) 6) Tanda pisah ( __) 7) Tanda elipsis (...) 8) Tanda tanya (?) 9) Tanda seru (!) 10) Tanda kurung ((...)) 11) Tang kurung siku ([...]) 12) Tanda petik ganda (”...”) 13) Tanda petik tunggal (’...’) 14) Tanda garis miring (/) 15) Tanda penyingkat (’)

C. CAKUPAN EYD

Ruang lingkup Ejaan yang Disempurnakan (EYD) meliputi,

1. Pemakaian Huruf

a. Huruf Abjad

(22)

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama

A a a J j je S s es

B b be K k ka T t te

C c ce L l el U u u

D d de M m em V v fe

E e e N n en W w we

F f ef O o o X x eks

G g ge P p pe Y y ye

H h ha Q q ki Z z zet

I i i R r er

b. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

Huruf Vokal Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

a api padi lusa

e* enak petak sore

emas kena tipe

i itu simpan murni

o oleh kota radio

u ulang bumi ibu

* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.

Misalnya:

Anak-anak bermain di teras (téras).

Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah. Kami menonton film seri (séri).

Pertandingan itu berakhir seri.

c. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

b bahasa sebut adab

c cakap kaca –

(23)

Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

f fakir kafir maaf

* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.

** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu d. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

ai ain syaitan pandai

au aula saudara harimau

oi – boikot amboi

e. Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.

Gabungan Huruf Konsonan

Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

kh khusus akhir tarikh

ng ngilu bangun senang

ny nyata hanyut –

(24)

f. Nama Diri

Penulisan nama sungai, gunung, jalan dan sebagainya, disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan. Nama orang, badan hukum dan nama diri lain yang sudah lazim disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan kecuali bila ada pertimbangan khusus.

2. Penulisan Huruf

a. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.

Misalnya: Dia mengantuk. Apa maksudnya? Kita harus bekerja keras. Pekerjaan itu belum selesai.

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:

Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”

Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!” “Kemarin engkau terlambat,” katanya. “Besok pagi,” kata Ibu, “Dia akan berangkat”.

3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya:

Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.

Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

(25)

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.

Misalnya:

Dia baru saja diangkat menjadi sultan. Tahun ini ia pergi naik haji.

5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya:

Wakil Presiden Adam Malik Perdana Menteri Nehru Profesor Supomo

Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian Gubernur Irian Jaya

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.

Misalnya:

Siapa gubernur yang baru dilantik itu?

Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.

6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya: Amir Hamzah Dewi Sartika

Wage Rudolf Supratman Halim Perdanakusumah Ampere

7. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.

Misalnya: mesin diesel

10 volt

(26)

8. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.

Misalnya:

bangsa Indonesia

suku Sunda

bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.

Misalnya:

mengindonesiakan kata asing keinggris-inggrisan

9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya:

bulan Agustus hari Natal

bulan Maulid Perang Candu

hari Galungan tahun Hijriah

hari Jumat tarikh Masehi hari Lebaran

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.

Misalnya:

Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

Misalnya:

Asia Tenggara Kali Brantas

Banyuwangi Lembah Baliem

Bukit Barisan Ngarai Sianok

Jazirah Arab Pegunungan Jayawijaya

Danau Toba Selat Lombok

Daratan Tinggi Dieng Tanjung Harapan

Gunung Semeru Teluk Benggala

(27)

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.

Misalnya: berlayar ke teluk mandi di kali menyeberangi selat pergi ke arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.

Misalnya: garam inggris gula jawa kacang bogor pisang ambon

11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.

Misalnya: Republik Indonesia

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak

Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.

Misalnya:

menjadi sebuah republik beberapa badan hukum

kerja sama antara pemerintah dan rakyat menurut undang-undang yang berlaku

12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:

(28)

Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Rancangan Undang-Undang Kepegawaian

13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya:

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan. Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.

14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.

Misalnya:

Dr. doktor

M.A. master of arts

S.H. sarjana hukum

S.S. sarjana sastra

Prof. profesor

Tn. tuan

Ny. nyonya

Sdr. saudara

15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya:

“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”

Surat Saudara sudah saya terima. “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok. Besok Paman akan datang.

(29)

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.

Misalnya:

Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

16. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Misalnya: Sudahkah Anda tahu?

Surat Anda telah kami terima.

b. Huruf Miring

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya:

majalah Bahasa dan Kesusastraan

buku Negarakertagama karangan Prapanca surat kabar Suara Karya

2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.

Misalnya:

Huruf pertama kata abad ialah a. Dia bukan menipu, tetapi ditipu.

Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital. Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.

3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

Misalnya:

Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana. Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.

Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’.

Tetapi:

Negara itu telah mengalami empat kudeta.

Catatan:

(30)

3. Penulisan Kata

1) Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

Misalnya:

Ibu percaya bahwa engkau tahu. Kantor pajak penuh sesak. Buku itu sangat tebal.

2) Kata Turunan

a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya: bergeletar dikelola penetapan menengok mempermainkan

b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya:

bertepuk tangan garis bawahi menganak sungai sebar luaskan

c. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya:

menggarisbawahi menyebarluaskan dilipatgandakan penghancurleburan

d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya:

adipati mahasiswa

(31)

antarkota multilateral

anumerta narapidana

audiogram nonkolaborasi

awahama Pancasila

bikarbonat panteisme

biokimia paripurna

caturtunggal poligami

dasawarsa pramuniaga

dekameter prasangka

demoralisasi purnawirawan

dwiwarna reinkarnasi

ekawarna saptakrida

ekstrakurikuler semiprofesional

elektroteknik subseksi

infrastruktur swadaya

inkonvensional telepon

introspeksi transmigrasi

kolonialisme tritunggal

kosponsor ultramodern

Catatan:

(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).

Misalnya: non-Indonesia pan-Afrikanisme

(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.

Misalnya:

Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

3) Kata Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Misalnya:

(32)

4) Gabungan Kata

a. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.

Misalnya:

duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.

b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.

Misalnya:

alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda

c. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

Misalnya:

acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam

5) Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Apa yang kumiliki boleh kauambil.

Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

6) Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)

Misalnya:

(33)

Mereka ada di rumah.

Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan. Ke mana saja ia selama ini?

Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar.

Saya pergi ke sana-sini mencarinya. Ia datang dari Surabaya kemarin.

Catatan:

Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai. Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.

Kami percaya sepenuhnya kepadanya.

Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi.

Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa kemari gambar itu.

Kemarikan buku itu.

Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu.

7) Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang Kanci Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

8) Partikel

a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Bacalah buku itu baik-baik.

Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia. Apakah yang tersirat dalam surat itu? Siapakah gerangan dia?

Apatah gunanya bersedih hati?

b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus. Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.

(34)

Catatan:

Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.

Misalnya:

Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.

Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu. Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.

Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan. Walaupun miskin, ia selalu gembira.

c. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

Misalnya:

Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April. Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu. Harga kain itu Rp 2.000 per helai.

9) Singkatan dan Akronim

a. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti

dengan tanda titik.

Misalnya:

A.S. Kramawijaya Muh. Yamin Suman Hs. Sukanto S.A.

M.B.A. master of business administration

M.Sc. master of science

S.E. sarjana ekonomi

S.Kar. sarjana karawitan

S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat

Bpk. bapak

Sdr. saudara

(35)

b) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

Misalnya:

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia

GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara

SMTP Sekolah Menengah Tingkat Pertama

PT Perseroan Terbatas

KTP Kartu Tanda Penduduk

c) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.

Misalnya:

dll. dan lain-lain

dsb. dan sebagainya

dst. dan seterusnya

hlm. halaman

sda. sama dengan atas

Yth. Yang terhormat

Tetapi:

a.n. atas nama

d.a. dengan alamat

u.b. untuk beliau

u.p. untuk perhatian

s.d. sampai dengan

b. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Misalnya:

Cu kuprum

TNT trinitrotoluen

cm sentimeter

kVA kilovolt-ampere

l liter

kg kilogram

(36)

c. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

Misalnya:

ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

LAN Lembaga Administrasi Negara

PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia

IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

SIM Surat Izin Mengemudi

b) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

Misalnya:

Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia

Kowani Kongres Wanita Indonesia

Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi

c) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil

Misalnya:

pemilu pemilihan umum

radar radio detecting and ranging

rapim rapat pimpinan

rudal peluru kendali

tilang bukti pelanggaran

Catatan:

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:

1. Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia

(37)

10) Angka dan Lambang Bilangan

a. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Angka Arab  :

٠

,

١

,

٢

,

٣

,

٤

,

٥

,

٦

,

٧

,

٨

,

٩

Angka Romawi  : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000) Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.

b. Angka digunakan untuk menyatakan: (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas

Misalnya:

0,5 sentimeter 1 jam 20 menit Rp5.000,00 50 dolar Amerika

5 kilogram pukul 15.00 US$3.50* 10 pound Inggris

4 meter persegi tahun 1928 $5.10* 100 yen

10 liter 17 Agustus 1945 ¥100 10 persen

2.000 rupiah 27 orang

* tanda titik di sini merupakan tanda desimal.

c. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.

Misalnya:

Jalan Tanah Abang I No. 15 Hotel Indonesia, Kamar 169

d. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.

Misalnya:

Bab X, Pasal 5, halaman 252 Surah Yasin: 9

e. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut: a) Bilangan utuh

Misalnya:

dua belas 12

dua puluh dua 22

dua ratus dua puluh dua 222

b) Bilangan pecahan

Misalnya:

setengah 1/2

(38)

seperenam belas 1/16

tiga dua pertiga 3 2/3

seperseratus 1/100

satu persen 1%

satu dua persepuluh 1,2

c) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.

Misalnya:

Paku Buwono X di daerah tingkat II itu

pada awal abad XX di tingkat kedua gedung itu

dalam kehidupan pada abad ke-20 ini di tingkat ke-2 itu

lihat Bab II, Pasal 5 kantornya di tingkat II itu

dalam bab ke-2 buku itu

d) Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti

Misalnya:

tahun ‘50-an (tahun lima puluhan)

uang 5000-an (uang lima ribuan)

lima uang 1000-an (lima uang seribuan)

e) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan.

Misalnya:

Amir menonton drama itu sampai tiga kali. Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.

Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko.

Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.

f) Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.

Misalnya:

(39)

Bukan:

15 orang tewas dalam kecelakaan itu.

Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.

g) Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.

Misalnya:

Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah. Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.

h) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

Misalnya:

Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.

Bukan:

Kantor kamu mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.

Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.

i) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

Misalnya:

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

4. Pemakaian Tanda Baca/Pungtuasi

1) Tanda Titik (.)

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:

Ayahku tinggal di Solo. Biarlah mereka duduk di sana.

Dia menanyakan siapa yang akan datang. Hari ini tanggal 6 April 1973.

Marilah kita mengheningkan cipta.

(40)

b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.

Misalnya:

a) III. Departemen Dalam Negri

A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa B. Direktorat Jendral Agraria

b) 1. Patokan Umum

1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi

1.2.1 Gambar Tangan

1.2.2 Tabel 1.2.3 Grafik

c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan Catatan:

Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.

Misalnya:

pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.

Misalnya:

1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 0.0.30 jam (30 detik)

e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.

Misalnya:

Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.

f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.

Misalnya:

Desa itu berpenduduk 24.200 orang.

(41)

g. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.

Misalnya:

Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat halaman 2345 dan seterusnya. Nomor gironya 5645678.

h. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.

Misalnya:

Acara Kunjungan Adam Malik

Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD’45) Salah Asuhan

i. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau

(2) nama dan alamat penerima surat.

Misalnya: Jalan Diponegoro 82 Jakarta (tanpa titik) 1 April 1985 (tanpa titik)

Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik) Jalan Arif 43 (tanpa titik)

Palembang (tanpa titik)

Atau:

Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik) Jalan Cikini 71 (tanpa titik)

Jakarta (tanpa titik)

2) Tanda Koma (,)

a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.

Misalnya:

Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

(42)

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.

Misalnya:

Saya ingin datang, tetapi hari hujan.

Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

ca. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

Misalnya:

Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

cb. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.

Misalnya:

Saya tidak akan datang kalau hari hujan. Dia lupa akan janjinya karena sibuk. Dia tahu bahwa soal itu penting.

d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,

lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.

Misalnya:

... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. ... Jadi, soalnya tidak semudah itu.

e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan

dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.

Misalnya: O, begitu?

Wah, bukan main! Hati-hati, ya, nanti jatuh.

f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)

Misalnya:

Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”

(43)

g. Tanda koma dipakai di antara

(i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan

(iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Misalnya:

Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.

Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Surabaya, 10 Mei 1960

Kuala Lumpur, Malaysia

h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.

Misalnya:

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

Misalnya:

W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Misalnya: B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A.

k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

Misalnya: 12,5 m Rp12,50

l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.

(Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)

Misalnya

(44)

Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih. Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan

paduan suara.

Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:

Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.

m. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

Misalnya:

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.

Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.

Bandingkan dengan:

Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.

Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.

n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

Misalnya:

“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim. “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.

3) Tanda Titik Koma (;)

a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Misalnya:

Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.

b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.

Misalnya:

(45)

4) Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.

Misalnya:

Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.

ab. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan

Misalnya:

Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.

Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.

b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya:

a) Ketua : Ahmad Wijaya

Sekretaris : S. Handayani

Bendahara : B. Hartawan

b) Tempat Sidang : Ruang 104

Pengantar Acara : Bambang S

Hari : Senin

Waktu : 09.30

c. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.

Misalnya:

Ibu  : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!” Amir  : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)

Ibu  : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)

d. Tanda titik dua dipakai:

(i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci,

(iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya:

Tempo, I (1971), 34:7 Surah Yasin:9

Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?,

(46)

5) Tanda Hubung (–)

a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.

Misalnya:

Di samping cara-cara lama itu ada ju-ga cara yang baru.

Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.

Misalnya:

Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan ....

Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ....

atau

Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan ....

Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ....

bukan

Beberapa pendapat mengenai masalah i-tu telah disampaikan ....

Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-u beranjak ....

b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.

Misalnya:

Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas.

Kukuran baru ini memudahkan kita me-ngukur kelapa.

Senjata ini merupakan alat pertahan-an ypertahan-ang cpertahan-anggih.

(47)

c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.

Misalnya:

anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.

Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.

d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.

Misalnya: p-a-n-i-t-i-a 8-4-1973

e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.

Misalnya: ber-evolusi

dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)

tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial

Bandingkan dengan: be-revolusi

dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000) tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial

f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan

(i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka,

(iii) angka dengan -an,

(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap

Misalnya

se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara

g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

Misalnya:

(48)

6) Tanda Pisah (—)

a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.

Misalnya:

Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

b. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.

Misalnya:

Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom— telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.

c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’.

Misalnya: 1910—1945

tanggal 5—10 April 1970 Jakarta—Bandung

Catatan:

Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

7) Tanda Elipsis (...)

a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.

Misalnya:

Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.

Misalnya:

Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.

Catatan:

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.

Misalnya:

(49)

8) Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Misalnya: Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Misalnya:

Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).

Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

9) Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.

Misalnya:

Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan kamar itu sekarang juga!

Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya! Merdeka!

10) Tanda Kurung ((...))

a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.

Misalnya:

Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.

b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.

Misalnya:

Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.

Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.

c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

Misalnya:

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum

a) Aktivitas peserta didik untuk belajar mandiri perlu ditingkatkan. b) Hasil akhir harus ditemukan sendiri oleh peserta didik. c) Materi prasyarat harus sudah dimiliki

- Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang.. Undang-Undang

Berdasarkan bagan diatas menjelaskan bahwa karakteristik keluarga yaitu pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan jumlah balita dapat mempengaruhi pola makan anak balita

Aplikasi penelitian ini dimasa yang akan datang disarankan agar Hotel Grand Duta Syariah Palembang dapat membedakan fungsi penjualan dan fungsi kas agar tidak

Menggunakan batik sebagai sarana diplomasi budaya dapat menjembatani Indonesia dengan negara-negara lain untuk membangun kesepahaman bersama melalui obyek budaya tersebut,

Kadar CO yang tinggi pada emisi juga dapat disebabkan oleh campuran yang kaya, yang terjadi pada putaran mesin rendah, karena pada putaran rendah, saat

Membawa Dokumen Penawaran Asli dan Foto copy sesuai dengan yang telah diunggah. dalam