• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI ph DAN KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 PADA BAJA BS 970

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VARIASI ph DAN KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 PADA BAJA BS 970"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH VARIASI pH DAN KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP

KARAKTERISTIK KOROSI CO2 PADA BAJA BS 970

Inti Sari Puspita Dewi1, Budi Agung K. ST., M.Sc2

1

Mahasiswa Teknik Material & Metalurgi, 2Dosen Jurusan Teknik Material & Metalurgi Abstrak

Penggunaan baja dalam industri minyak & gas tidak dapat dipisahkan dari serangan korosi pada baja. Ada banyak serangan korosi pada baja yang diaplikasikan untuk industri minyak dan gas. Korosi CO2 merupakan salah satu penyebab kegagalan pada pipa-pipa minyak. Eksperimen ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pH dan konsentrasi asam asetat pada korosi CO2.. Eksperimen ini dilakukan didalam laboratorium. Material yang digunakan adalah baja BS 970. Lingkungan di set menggunakan larutan NaCl 3% dan dialiri gas CO2 terus menerus. Derajat keasaman di set mulai pH 4, 4.5, 5, 5.5, 6 juga dalam konsentrasi 0 ppm dan 2000 ppm asam asetat. Eksperiment dilakukan pada temperatur konstan 40oC. Dari eksperimen kita dapatkan tren hasil laju korosi(mm/yr) dari 0 ppm asam asetat mulai pH 4 sampai 6 meningkat sampai pH 5.5 lalu turun kembali pada pH 6. Sehingga laju korosi tertinggi didapatkan pada pH 5.5 pada setiap parameter konsentrasi asam asetat.

Kata kunci : CO2, asam asetat, pH

Abstract

The use of steel in oil and gas facilities can’t be separated from the attack of corrosion on steel. There are many kinds of corrosion attack on oil and gas applied-steel. CO2 corrosion is one of the greatest attacks which caused the great failure oil& gas pipes. This experiments is done to study the effect of acidity and acetic acid concentration on CO2 corrosion. The experiments is conducted in laboratory. The material which is researched is BS 970. Corrosion environment is settled by using 3% NaCl solution and purged with CO2 continually. The degree of acidity is set in different value those are 4, 4.5, 5, 5.5, 6 and also in 2 different acetic acid concentration value those are 0 ppm and 2000 ppm. This experiments is done constantly in temperature 40oC. From the experiments we got the trend results which in 0 ppm asetic acid concentration, the corrosion rates (mm/yr) from acidity 4 to 6 is increase until acidity 5.5 then decrease when the acidity is 6. So we got the highest value of corrosion rate from acidity 5.5 in each asetic acid concentrations parameter.

Keyword : CO2, asetic acid, acidity

PENDAHULUAN

Korosi CO2 ini menyerang hampir

seluruh instalasi perminyakan yang berbahan dasar baja karbon, utamanya saluran pipa transportasi minyak. Minyak mentah sendiri bukanlah zat korosif, namun dengan adanya air atau zat pengotor lainnya yang mengandung gas CO2, korosi dapat dipastikan

akan terjadi. Korosi CO2 yang terjadi sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya adalah temperatur, tekanan parsial CO2, pH,

dan aliran fluida di dalam pipa itu sendiri. Dalam penelitian beberapa tahun terakhir menyebutkan adanya faktor lain yang berkontribusi terhadap korosi CO2 dan mulai

mendapatkan perhatian, yaitu keberadaan asam lemah (asam organik) yang juga larut dalam minyak mentah. Beberapa kandungan

asam lemah yang paling banyak ditemukan adalah asam asetat, asam propionat, dan asam formid dengan jumlah asam asetat yang paling dominan pada minyak mentah.

Jika sebuah logam dimasukkan kedalam larutan asam, maka terjadi reaksi anodik sebagai berikut:

M → M2+

+ 2e- (1)

dan hidrogen didalam asam akan mengalami reaksi katodik :

2H+ + 2e- →H2 (2)

Secara sederhana, dengan menggunakan persamaan Faraday, laju korosi sebuah logam dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

CR = 3.27 x 10-3 icorrEW (3)

(2)

2 dimana :

CR : laju korosi (mm/tahun) icorr : corrosion current density

(μA/cm2

)

EW : berat ekivalen (gram) d : density logam (g/cm3)

Dalam korosi CO2, sejumlah proses

kimia, elektrokimia, dan transport terjadi secara simultan. Pada saat larut dalam air, CO2 terhidrasi membentuk asam karbonat.

CO2(g) → CO2 (aq) (4)

CO2(aq) + H2O ↔ H2CO3(aq) (5)

Selanjutnya asam karbonat akan terdisosiasi menjadi ion karbonat dan bikarbonat :

H2CO3 ↔ H + + HCO3 (6) HCO3 ↔ H+ + CO3 2- (7) Larutan yang mengandung H2CO3

lebih korosif untuk baja karbon rendah dibanding larutan asam kuat seperti asam klorida atau asam sulfat pada pH yang sama. Pengurangan molekul H2CO3 yang

terdisosiasi, sering terjadi setelah terserap ke permukaan logam. Menurut Crolet(1983), hal ini langkah yang dominan dan menentukan dalam proses korosi CO2, sehingga laju korosi

pada permukaan baja karbon medium terkait langsung pada konsentrasi H2CO3 yang tak

terdisosiasi dalam larutan dan tekanan parsial CO2. Namun, ada dua kemungkinan reaksi

katodik yang mungkin terjadi pada proses korosi CO2 baja karbon medium : yaitu

reduksi langsung dari H2CO3 yang disebutkan

diatas serta reduksi dari ion hidrogen. Reaksinya : H2CO3 + e - → H+ + HCO3 - (8) H+ + e- → H (9) Ketika laju proses yang sebelumnya ditentukan oleh jumlah CO2 dalam sistem, laju

proses selanjutnya sangat tergantung pada pH. Elektron yang dibutuhkan selama proses berlangsung, tersedia dari sebuah reaksi anodik tunggal, yaitu pelarutan besi :

Fe → Fe2+

+ 2e- (10)

Sehingga reaksi keseluruhannya adalah sebagai berikut

Fe2++CO2(aq)+H2O↔FeCO3(aq)+H2(g) (11)

Fe2+ + HCO3- ↔ FeCO3(s) + H+ (12)

Temperatur sangat mempengaruhi korosi CO2 karena pengaruhnya terhadap

kecepatan pembentukan lapisan film. Pada temperatur rendah, laju korosi meningkat karena kelarutan film FeCO3 tinggi. Setiap

kenaikan 10oC, akan meningkatkan laju korosi sampai dua kali lipatnya. Kenaikan laju korosi akan meningkatkan produk film FeCO3

dan akan mengendap dipermukaan sehingga membentuk suatu sistem proteksi. Jika ingin membentuk lapisan korosi dalam waktu singkat, maka temperetur dan pH haruslah tinggi. Menaikkan temperatur mulanya adalah menaikkan laju korosi sampai suatu temperatur kritis tercapai. Diluar temperatur kritis, pengendapan film FeCO3 dimulai

dengan mengurangi laju korosi logam dengan bertindak sebagai penghalang. Temperatur kritis juga bervariasi dengan pH dan konsentrasi ion Fe2+ dalam jumlah besar.

Salah satu reaksi katodik yang penting dalam proses korosi CO2 adalah

pengurangan ion H+, sehingga pH demikian berperan penting dalam reaksi katodik. Tebbal dan Hackerman (1989), menyatakan, dengan adanya perubahan pH dengan cepat yang berdekatan dengan permukaan elektroda pada elektrolit akan memiliki pengaruh besar pada sifat fisik presipitat seperti sulfida karbonat dan besi karbonat. Laju korosi baja karbon pada suhu kamar dapat berubah, cukup dengan perubahan pH larutan. Dengan perubahan pH elektrolit, konsentrasi terlarut seperti HCO3

-, CO3

2-, dan H2CO3 pun

berubah, yang nantinya mempengaruhi laju reaksi katodik. Nesic(1996) mengungkapkan bahwa laju reaksi pengendapan anoda pada besi dilingkungan karbondioksida tidak terlalu tergantung pada pH dan efeknya masih dibawah pengendapan pada besi di larutan HCl. Dalam sistem korosi karbondioksida, ketika pH larutan kurang dari 4, ion H+ yang ada membuat reduksi H+ mendominasi pada reaksi katodik. Laju korosi sensitif pada pH rendah. Faktanya, reduksi ion H+ lebih sensitif dibanding reduksi H2CO3, menyebabkan laju

korosi lebih sensitif pada pH rendah (pH<4) dibanding pada pH tinggi(pH>6). Diantara pH 4 dan pH 6, laju korosi menurun karena penipisan H+ pada elektrolit yang dibutuhkan untuk satu reaksi katodik dalam korosi CO2.

Sebagai tambahan, reaksi katodik lain yang berlangsung secara signifikan yaitu pengurangan H2CO3 secara langsung.

Pengurangan H2CO3 dapat terjadi dibawah

kontrol reaksi kimia yang berasal dari reaksi kimia yaitu hidrasi dari CO2 ke H2CO3

Asam asetat merupakan senyawa asam lemah yang artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-, yang konsentrasinya mendominasi total jumlah asam lemah dalam minyak mentah.

(3)

3 Asam asetat akan terdisosiasi

menurut reaksi sebagai berikut : CH3COOH ↔ H

+

+ CH3COO- (23) Asam asetat dapat bereaksi dengan baja karbon membentuk besi(II) asetat. Reaksinya adalah seperti berikut ini :

Fe2++2(CH3COOH)↔Fe(CH3COO)2+H2(24)

Besi(II) asetat inilah yang masih diperdebatkan perannya terhadap proses korosi CO2. Garam besi asetat dapat terbentuk

dalam larutan air, yang mana kelarutannya lebih tinggi daripada besi karbonat. Maka dari itu, endapan dan pembentukan proteksi film dari besi asetat tidak mudah terjadi. Kenaikan laju korosi karena keberadaan asam asetat terjadi karena persaingan antara bikarbonat dan asetat (Crolet,1999).

Crolet(1983) melaporkan bahwa adanya asam asetat dapat meningkatkan laju korosi secara signifikan, ia memprediksikan adanya reduksi langsung dari asam asetat pada permukaaan baja. Hedges dan McVeigh(1999) menyatakan bahwa asam asetat yang terdisosiasi tak sempurna dapat menimbulkan ion H+ cadangan lebih banyak sehingga asam asetat dapat berlaku sebagai penyuplai hidrogen. Selain itu asam asetat juga mempunyai efek terbatas terhadap pH karena dapat bertindak sebagai buffer. Jumlah dari ion asetat (CH3COO-) ini diperhitungkan melalui rumus Henderson-Hasselbach,. Rumus Henderson-Hasselbach :

pH = pKa + Log (25)

dimana: pKa : konstanta kelarutan asam asetat = 4.89

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang efek dari asam asetat pada korosi CO2, didapatkan data dari Sun,dkk

(2003) bahwa dengan kenaikan konsentrasi asam asetat maka reaksi pada anoda akan terhambat, namun Fatah dan Ismail (2009) membatasi bahwa pernyataan tersebut dibatasi hanya pada konsentrasi asam asetat di atas 40 ppm, dibawah konsentrasi 40 ppm maka asam asetat tidak mempengaruhi peningkatan laju korosi secara signifikan. Kenaikan laju korosi merujuk pada peningkatan reaksi katodik karena kontribusi ion hidrogen yang disuplai dari disosiasi asam asetat yang dapat tereduksi langsung dari molekul asam asetat dipermukaan logam.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan untuk mengetahui laju korosi dan karakteristik pembentukan produk korosi (FeCO3), dengan variasi

sebagai berikut:

Tabel 1 Parameter Pengujian pH Konsentrasi

Asam Asetat Temperatur 4 0 ppm 40°C 4.5 5 5.5 6 4 2000 ppm 40°C 4.5 5 5.5 6

Material yang digunakan dalam pengujian ini adalah baja BS 970. Sampel dibuat dengan memotong baja dengan diameter 15 mm dan tebal 5 mm. Kemudian sampel tersebut dihubungkan dengan kawat tembaga dengan panjang ±20 cm. Setelah kawat tembaga tersambung dilakukan moulding pada benda uji dengan resin epoksi, dengan sisi yang tidak tersambung kawat tembaga terekspos pada lingkungan. Permukaan benda uji yang terekspos dengan lingkungan dihaluskan dengan kertas gosok sampai dengan grade 800 yang nantinya dipakai sebagai elektroda kerja.

Pengujian laju korosi menggunakan glass sel sebagai sel kaca dengan penutup dan pemanas. Media yang digunakan adalah larutan NaCl 3%. Larutan 3% NaCl dibuat dengan cara mengisikan 500 mL air aquades ke dalam gelas ukur 1L, kemudian ditambahkan 30 gram NaCl ke dalam gelas ukur tersebut. Kemudian gelas ukur diisi lagi dengan aquades sampai mencapai 1L sambil di aduk dan diamkan 15 menit. Kemudian dilakukan penambahan asam asetat dengan variasi konsentrasi 0 ppm dan 2000 ppm.

Setelah itu pH larutan diatur dengan menambahkan larutan NaHCO3 1 M. Setelah

itu membuat jembatan garam dengan cara, 250 mL air aquades diisikan ke dalam gelas ukur 500 mL. Kemudian ditambahkan KCl sambil terus diaduk hingga KCl tidak dapat dilarutan. Larutan didiamkan sampai

(4)

4 terbentuk endapan dan endapannya di buang.

Kemudian dipanaskan dengan menambahkan agar-agar secukupnya, diaduk terus sampai mendidih lalu dituangkan ke tabung U sampai mengeras. Jembatan garam digunakan untuk menghubungkan elektroda Kalomel dengan sistem sel kaca.

Gambar 1 Jembatan Garam

Pengujian korosi secara elektrokimia dilakukan dengan bantuan mesin Gamry potentiostat PC4. Pertama-tama, larutan 3% NaCl diisikan kedalam glass cell. Selanjutnya termometer, pH meter, elektroda bantu (platina), dan elektroda acuan (kalomel) dipasang. Glass cell juga disambungkan dengan tabung berisi gas CO2. Selanjutnya

dilakukan pemanasan terhadap glass cell. Ketika telah terjadi kenaikan temperatur, gas CO2 dialirkan kedalam glass cell dengan

tekanan 1 bar. Setelah purging selama 15 menit, dilakukan pengecekan pH. Apabila terjadi penurunan pH, ditambahkan larutan CH3COONa 1M sedikit demi sedikit sampai

pH kembali sesuai parameter.

Purging gas CO2 dilakukan selama

jam. Setelah temperatur desain tercapai, ditambahkan asam asetat dan dilakukan pengecekan pH sekali lagi. Setelah semua parameter pengujian telah tercapai, elektroda uji (benda uji) dipasang kedalam glass cell, dan ketiga elektroda dapat disambungkan dengan mesin potentiostat.

Gambar 2 Skema Susunan Peralatan Pengujian Korosi. 1. Elektroda Acuan; 2. Jembatan Garam; 3. Elektroda Bantu; 4. Termometer; 5. Benda Uji; 6. Gas Inlet; 7. Gas Outlet; 8. Aerator Stone; 9. Hot Plate

Pengujian korosi secara elektrokimia dilakukan dengan menggunakan metode pengujian Linier Polarization Resistance (LPR) dan Potentiodinamic Polarization Sweep (PPS) dengan sweep rate sebesar 20 mV/menit.. Pengujian LPR dilakukan setiap selang waktu 30 menit,, dimulai -10 mV dibawah potensial korosi sampai +10 mV. Pengambilan data dilakukan sejak benda uji mulai dimasukkan kedalam glass cell. Seadangkan pengambilan data PPS dilakukan setelah benda uji diuji korosi selama 1 jam, dimulai -500 mV dibawah potensial korosi sampai +500 mV diatas potensial korosi secara kontinyu.

EKSPERIMEN

Hasil Linear Polarization Resistance (LPR) Dari hasil pengukuran dengan LPR didapatkan tabel laju korosi.

Tabel 2 Data hasil metode LPR pH CR (mm/yr) 0 ppm 2000 ppm 4 0.063 0.087 4.5 0.114 0.194 5 0.024 0.202 5.5 0.133 2.07 6 0.076 0.496

Gambar 3 Grafik laju korosi pada pH 4-6 1 2 3 4 5 6

8 9 7

(5)

5 Gambar 3 menunjukkan tren naik laju

korosi mulai pH 4 sampai dengan pH 5,5 lalu turun pada pH 6. Kenaikan pH berdampak pada peningkatan laju korosi dimana hal ini dikarenakan pada pH>4 reaksi yang terjadi adalah reduksi langsung dari H2CO3 dengan

reaksi H2CO3 + e- → H+ + HCO3-,

dikarenakan persediaan H+ yang semakin menurun karena naiknya pH maka ion bikarbonat akan langsung berikatan dengan besi (II) membentuk film dengan reaksi : Fe2+ + HCO3

↔ FeCO3(s) + H +

. Dari grafik dapat disaksikan pula bahwa laju korosi menurun pada pH 6 dapat disebabkan karena kelarutan dari besi karbonat FeCO3 didalam larutan

akan semakin turun dengan naiknya pH sehingga membentuk endapan yang berfungsi pula sebagai lapisan pelindung. Dari grafik tampak bahwa reduksi langsung dari H2CO3

pada pH 5,5 adalah reaksi anoda yang paling dominan dengan tingginya laju korosi. Hal ini disebabkan bahwa larutan yang mengandung H2CO3 lebih korosif untuk baja karbon

medium. Temperatur 40oC yang konstan digunakan sebagai parameter memang menyebabkan kelarutan FeCO3 menjadi tinggi

sehingga film pelindung sulit terbentuk, namun hal ini teratasi dengan meningkatnya pH

Gambar 4 Grafik laju korosi pada 0 ppm asam asetat

Grafik laju korosi pada 0 ppm asam asetat menunjukkan kenaikan tren, walaupun terjadi penurunan laju korosi pada pH 5. Pada variabel 0 ppm asam asetat ini korosi terjadi akibat kandungan H2CO3 sehingga terjadi

reduksi pada anoda dimana ion HCO3-

berikatan langsung dengan ion Fe2+ menghasilkan FeCO3 sebagai produk korosi.

Pada variabel ini tidak digunakan asam asetat sehingga laju korosi yang terukur tidak dipengaruhi sama sekali oleh ion asetat.

Gambar 5 Grafik laju korosi pada 2000 ppm asam asetat

Hasil Potensidynamic Polarization Sweep (PPS)

Gambar 6 Data Tafel laju korosi parameter 0 ppm asam asetat

Pada grafik di atas terlihat bahwa garis reaksi anoda saling berhimpit, hal ini mengindikasikan bahwa reaksi anoda yang terjadi hampir sama sehingga faktor pH tidak berpengaruh pada reaksi anoda pada parameter 0 ppm asam asetat. Ekor garis reaksi katoda juga saling berhimpit satu sama lain. Dari sini dapat diprediksi bahwa faktor pH tidak mempengaruhi reaksi katoda yang terjadi, yakni ion H+ . Selain itu ujung garis reaksi katoda terlihat miring. Ditengarai reaksi katodik terjadi karena difusi dari evolusi hidrogen dari reaksi katodik sehingga reaksi katodik yang terjadi masih berjalan normal

Gambar 7 Data Tafel laju korosi parameter 2000 ppm asam asetat

(6)

6 Dari grafik tampak garis reaksi katoda pada

parameter 2000 ppm asam asetat semakin bergeser kekanan seiring bertambahnya pH, namun pada pH 6 grafik kembali bergeser ke kiri. Pada grafik reaksi pH 5.5 ekor garis reaksi katoda tampak tegak, di asumsikan bahwa pada reaksi katodik terjadi paksaan pada reaksi, sehingga tidak terjadi difusi yang normalnya terjadi jika ekor garis katodik miring. Pergeseran dapat terjadi karena perubahan arus batas difusi yang terjadi selama polarisasi konsentrasi. Semakin grafik reaksi bergeser ke kanan maka logam akan semakin mudah terkorosi.

Dalam pengukuran laju korosi menggunakan metode Tafel, menggunakan polarisasi konsentrasi pada reaksi katodiknya, sehingga yang terpengaruh adalah reaksi katodiknya, karena spesies yang ada didalam larutan elektrolit saling mempengaruhi satu sama lain, pada larutan elektrolit terjadi banyak sekali reaksi-reaksi antar spesies, antara lain hidrasi CO2 menjadi asam

karbonat, disosiasi asam karbonat menjadi ion karbonat dan bikarbonat, pelarutan besi, reaksi antara besi(II) dengan ion karbonat, disosiasi asam asetat menjadi ion asetat yang bereaksi dengan besi(II) yang bersaing dengan ion karbonat dalam bereaksi dengan besi(II).

Hasil XRD

Kurva hasil pengujian XRD secara umum digunakan untuk menganalisa senyawa yang terbentuk pada permukaan material.

Gambar 8 Hasil XRD spesimen baja BS 970 parameter 0 ppm asam asetat pH 4, 2000 ppm

asam asetat pH 4, baja BS 970 sebelum dikorosikan

Dari hasil XRD tidak ditemukan senyawa FeCO3. Hal ini dapat disebabkan

karena kuantitas produk korosi yang terbentuk sangat sedikit. Dapat juga dikarenakan permukaan sampel yang tidak rata sehingga

saat penembakan sinar ada bagian yang terlewat. Oleh karena itu dilakukan pula uji EDX untuk mencari unsur-unsur senyawa yang di inginkan.

Hasil SEM

SEM digunakan untuk mengetahui morfologi produk korosi. SEM dilakukan dengan mesin SEM FEI. Pengujian dilakukan setelah dilakukan pengujian elektrokimia dengan metode LPR.

Gambar 9 a) 0 ppm asam asetat pH 4 b)2000 ppm asam asetat pH 5,5; c) 0 ppm asam asetat pH 4,5; d)2000 ppm asam asetat pH 6

Gambar 4.8 menunjukkan foto morfologi permukaan baja BS 970 dengan laju korosi ekstrim rendah yaitu 0 ppm asam asetat pH 4 dan baja BS 970 dengan laju korosi ekstrim tinggi yaitu 2000 ppm pH 5,5. Dari gambar a) dan c) tampak bulatan berwarna putih yang menunjukkan produk korosi FeCO3. Pada gambar b) dan d) terdapat

pori yang bisa disebut sebagai korosi sumuran. Korosi sumuran dapat terjadi saat berada di lingkungan yang mengandung klorida.

Hasil EDX

Dari hasil uji EDX dengan metode spot pada spesimen spesimen baja BS 970 parameter 0 ppm asam asetat pH 4 menunjukkan adanya unsur Fe, C, dan O pada spot tersebut yang diyakini adalah sebagai pembentuk senyawa FeCO3 yang merupakan

produk korosi karbondioksida. d a

c

b

(7)

7 Gambar 10 Hasil EDX spesimen baja BS

970 parameter 0 ppm asam asetat pH 4

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Dari pengujian LPR yang dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Tren laju korosi pada tiap parameter asam asetat meningkat dari pH rendah ke pH tinggi. Hal ini disebabkan reduksi langsung dari H2CO3.

2. Nilai laju korosi pada tiap parameter asam asetat mengalami perbedaan yang signifikan.

Dari pengujian PPS didapatkan hasil : 1. Reaksi katodik pada 0 ppm asam

asetat saling berhimpit, menunjukkan reaksi katodik tidak terpengaruh oleh pH larutan serta laju difusi hidrogen yang sama.

2. Reaksi katodik 2000 ppm asam asetat tidak saling berhimpit, semakin tinggi pH reaksi semakin bergeser kekanan maka laju korosi semakin naik, maka pH pun tidak mempengaruhi reaksi katodik yang terjadi.

Dari karakterisasi material yang dilakukan, di dapatkan hasil:

1. Hasil XRD menunjukkan senyawa yang teridentifikasi adalah senyawa Fe-Cr-Ni dari komposisi kimia spesimen logam.

2. Hasil SEM pada 0 ppm asam asetat pH 4 tampak bulatan putih keabu-abuan yang sangat kecil yang diyakini sebagai produk korosi. Dengan perbesaran yang sama pada asam asetat 2000 ppm pH 4 produk korosi tampak lebih besar.

3. Terjadinya korosi sumuran disebabkan larutan yang mengandung unsur klorida.

4. Hasil EDX metode spot pada spesimen 0 ppm asam asetat pH 4 tampak unsur Fe, C, O dan Co.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut ini saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya:

1. Pengujian laju korosi sebaiknya dilakukan dengan variasi waktu (long term) untuk mendapatkan hasil data laju korosi dan perilaku pembentukan lapisan FeCO3 yang

lebih akurat.

2. Pengujian dilakukan lebih dari 2 kali, sehingga hasil yang didapatkan dapat dipastikan kevalidannya.

3. Pengujian SEM dilakukan pada surface dan penampang melintang sampel untuk melihat karakter produk korosi lapisan FeCO3 beserta

ketebalannya. DAFTAR PUSTAKA

1. Crolet J.L., N. Thevenot and A. Dugstad, (1999), “Role of Free Acetic Acid on the CO2 Corrosion of Steels”, Corrosion/99, Paper No. 24, NACE International, Houston, Texas.

2. Crolet J.L., and M. R. Bonis, (1983) “The Role of Acetates Ions in CO2 Corrosion”, Corrosion, 160.

3. Fatah M. C, and Ismail M. C,.(2009), “Effect of Low Concentration Acetic Acid On CO2 Corrosion in Turbulent Flow Conditions”, Department of Mechanical Engineering Universiti Teknologi Petronas Bandar Seri Iskandar, 31750, Tronoh, Perak.

4. Fontana M. G., 1978, Corrosion

Engineering, 2nd edition. New York: Mc Graw-Hill Book Company.

(8)

8 5. Hackerman, N, Tebbal,S. 1989, “Effect

Of The Liquid Film Thickness On The CO2 Corrosion of Steel ”. Corrosion Science.

6. Hedges, B. and McVeigh, L., (1999), “The Role of Acetate in CO2 Corrosion: The Double Whammy”, Corrosion/99, Paper No. 21,NACE International, Houston, Texas.

7. Kurniawan, B.A.,2009, “The Effect of Acetic Acid on Film Formation in Carbon Dioxide Corrosion”, Department of Mechanical Engineering Universiti Teknologi Petronas Bandar Seri Iskandar Perak, 31750, Tronoh, Perak.

8. Nesic S., Postlethwaite J., and Olsen S., (1996), “An Electrochemical Model for Prediction of Corrosion of Mild Steel in Aqueous Carbon Dioxide Solutions”, Corrosion Science, NACE International, Houston,Texas.

9. Sun, Y., George, K. and Nesic, S., (2003), “The Effect of Cl- and Acetic Acid on Localized CO2 Corrosion in Wet Gas Flow”,Corrosion/2003, Paper No. 03327, NACE International, Houston, Texas. 10. Trethewey, K.R. dan J. Chamberlain.

1991. Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

11. Wu, S.L. Cui, Z. D. Zhao, G. X. Yan, M. L. Zhui, S. L. Yang, X. J 2004. “EIS Study of The Surface Film on The Surface of Carbon Steel From Supercritical Carbon Dioxide Corrosion”. Applied Surface Science.228(1-4), 17-25

Gambar

Tabel 1 Parameter Pengujian  pH  Konsentrasi
Gambar 1 Jembatan Garam  Pengujian  korosi  secara  elektrokimia  dilakukan  dengan  bantuan  mesin  Gamry  potentiostat  PC4
Gambar 4 Grafik laju korosi pada 0 ppm  asam asetat
Gambar 8 Hasil XRD spesimen baja BS 970  parameter 0 ppm asam asetat pH 4, 2000 ppm

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat proses reverse osmosis molekul air mengalir menembus membrane semi permeable, akan tetapi pada saat yang bersamaan molekul garam tertahan di wadah sebelah kiri

f) Singkatan NIP ditulis di bawah dan sejajar dengan nama pejabat yang menandatangani serta menggunakan huruf kapital tanpa diakhiri dengan titik dan diikuti

Pada hasil penelitian terlihat bahwa dari konsentrasi 10% pun sudah cukup efektif karena pada konsentrasi tersebut jumlah nyamuk yang tidak hingga pada lengan uji sudah mencapai

Pengguna menjalankan perangkat lunak pada Google Glass Pengguna mengakses modul data pasien pada panel menu Pengguna mengambil citra wajah pasien menggunakan kamera dan

Permasalahan yang terjadi pada saat ini yaitu belum maskimalnya informasi terkait sumberdaya hutan yang ada pada KHDTK Senaru untuk menunjang wisata edukasi bagi pengunjung maupun

Jika tidak, apa yang Anda lakukan terhadap peserta PKH yang tidak ikut dalam pertemuan awal

selaku dosen pembimbing yang telah mendampingi, memberikan saran, dan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi penulis selama penulisan karya tulis ini. Hiroaki Chijiiwa Sensei

&#34;Dari segala kutipan ini jelaslah kiranya bahwa gambaran Hamzah tentang Allah tidak sa- ma dengan gambaran Al-Qur'an.&#34; Sebab oleh Hamzah Fansuri Dzat yang Mutlak