• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR MEN GGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR MEN GGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR MEN GGUNAKAN METODE

ANALYTIC NETWORK PROCESS

Oleh Terryna Lady Desi

11140840000017

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

IDENTIFIKASI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR MENGGUNAKAN METODE

ANALYTIC NETWORK PROCESS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh: Terryna Lady Desi

11140840000017

Dibawah Bimbingan: Pembimbing

Dr. Arief Fitrijanto, M.Si NIP. 197111182005011003

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)

v

(5)

iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Kamis, 27 Mei 2021 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. Nama : Terryna Lady Desi

2. NIM 11140840000017

3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Identifikasi Strategi Peningkatan Daya Saing Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur Menggunakan Metode Analytic Network Process

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syartat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 24 Juni 2021 1. Dr. Fitri Amalia, M. Si ( __) NIP. 198207102009122002 Ketua 2. Dr. Arief Fitrianto, M. Si (_________ ________) NIP. 197111182005011003 Pembimbing

3. Rizqon Halal Syah Aji, M. Si, Ph. D (_______________________) NIP. 197904052011011005 Penguji Ahli

(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI

a. Nama Lengkap : Terryna Lady Desi

b. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Desember 1995

c. Alamat : Jl. Raya Bogor, Gang Masjid Al-Ikhsan, RT 008/010 No. 27, Kelurahan Kramat Jati, Kecamatan Kramat Jati,

Jakarta Timur, 13510 d. Jenis Kelamin : Perempuan

e. Agama : Islam

f. Kewarganegaraan : Indonesia

g. Telepon : +62822 4909 2728

h. Email : terrynaalady@gmail.com

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

a. 2000 – 2002 TK Islam Amaryllis, Jakarta b. 2002 – 2008 SDN Kramat Jati 16, Jakarta c. 2008 – 2011 SMPN 20 Jakarta

d. 2011 – 2014 SMAN 104 Jakarta

e. 2014 – sekarang Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

III. PENGALAMAN ORGANISASI

a. 2008 – 2009 Anggota Mading SMPN 20 Jakarta b. 2009 – 2010 Ketua Mading SMPN 20 Jakarta c. 2010 – 2011 Anggota OSIS SMPN 20 Jakarta d. 2011 – 2012 Anggota Jurnalistik SMAN 104 Jakarta

e. 2015 Anggota Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Komisariat Dakwah (Komda) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

f. 2015 – 2016 Ketua Keputrian LDK Komda FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

g. 2016 – 2017 Sekretaris Bidang Syiar LDK Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

h. 2016 – 2017 Anggota Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i. 2016 - 2017 Anggota Bidang Humas Fatahillah Researchers for Science and Humanity (FRESH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

IV. RIWAYAT PEKERJAAN

a. 2018 – 2019 Peserta Program Magang Bersertifikat (PMMB) PT. Telkom Indonesia

(7)

vi

ABSTRACT

This study aims to identify the strategic to increase competitiveness in the agropolitan area of Cianjur regency. This study uses primary and secondary data, the analysis method used is the SWOT analysis and Analytic Network Process (ANP). The results of this study indicate that the most appropriate strategy in increasing competitiveness in the agropolitan area of Cianjur Regency is to develop economic institutions to overcome capital problems. Other supporting factors greatly influence the improvement of competitiveness in this area.

Keywords: Agropolitan Area, Competitiveness, SWOT Analysis, Analytic Network Process (ANP), and Diamond Porter Model.

(8)

vii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi peningkatan daya saing di kawasan agropolitan kabupaten Cianjur. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder, metode analisis yang digunakan adalah analisis SWOT dan Analytic Network Process (ANP). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi yang paling tepat dalam peningkatan daya saing di kawasan agropolitan kabupaten Cianjur adalah dengan mengembangkan lembaga perekonomian untuk mengatasi masalah permodalan. Faktor-faktor pendukung lainnya sangat berpengaruh terhadap peningkatan daya saing di kawasan ini.

Kata kunci: Kawasan Agropolitan, Daya Saing, Analisis SWOT, Analytic Network Process (ANP), dan Model Diamond Porter.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Segala puji bagi Allaah Subhaanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Identifikasi Strategi Peningkatan Daya Saing Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur Menggunakan Metode Analytic Network Process”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alayhi wasallam beserta para Sahabat beliau, serta kepada siapa saja yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga hari Akhir.

Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada Program Studi Ekonomi Pembangunan. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak pihak yang turut serta membantu dalam proses penyusunan ini. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran.

2. Bapak Dr. M. Hartana Iswandi Putra, M.Si selaku Kepala Jurusan dan Ibu Dr. Fitri Amalia, M. Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Arief Fitrijanto, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya dan dengan sangat sabar dalam memberikan bimbingan serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Rizqon Halal Syah Aji, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi.

(10)

ix

5. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama proses perkuliahan.

6. Bapak Wawan Kuswa, SP, MP selaku Kepala UPTD STA dan Agropolitan Kabupaten Cianjur, Bapak Mulyadi selaku Kepala Pengelola Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur serta para petani di kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Kedua orang tua yang penulis cintai, Bapak Iwan Darmawan, S.E dan Ibu Maesaroh yang telah sabar, tulus, dan ikhlas menunggu serta memberikan dukungan, motivasi, serta doa yang tiada hentinya kepada penulis.

8. Adik-adik; Echinodorus Valisnerio Darmawan, Theryna Werrnery Darmawan, Ervandra Hafiz Darmawan serta keluarga besar penulis lainnya yang telah memberikan semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

9. Serta seluruh teman-teman penulis dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu, mendoakan dan memberi semangat kepada menulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allaah membalas kalian dengan kebaikan atas semua bantuannya kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini. Oleh karenanya, penulis berharap kritik dan saran yang membangun dapat membantu untuk skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis.

Wassalaamu’alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 20 Mei 2021.

(11)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……….…. i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF……… ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH………… iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI……… iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….... v

ABSTRACK………... vi

ABSTRAK……….………. vii

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiiii

BAB I………. .. 1 PENDAHULUAN………. 1 A. Latar Belakang………...…... 1 B. Rumusan Masalah……….. 8 C. Tujuan Penelitian………. 10 D. Manfaat Penelitian……… 10 BAB II……….. 12 TINJAUAN PUSTAKA……….. 12 A. Landasan Teori……….…... 12 1. Agropolitan………. 12 2. Daya Saing………. 16 3. Analisis SWOT……….. 17

4. Analytic Network Process……….………. 19

B. Penelitian Terdahulu……….….……… 24

C. Kerangka Pemikiran………..……… 32

BAB III……….……….……….. 33

METODOLOGI PENELITIAN………..……… 33

A. Populasi dan Sampel……….…..………. 33

B. Ruang Lingkup Penelitian………..………. 33

C. Metode Pengumpulan Data………..……… 33

D. Metode Analisis Data………..……… 34

E. Operasional Variabel Penelitian………..………… 34

BAB IV………..………. 36

HASIL DAN PEMBAHASAN………..……… 36

A. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur………... 36

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah………..……… 36

2. Topografi………..………. 38

3. Perkembangan Jumlah Penduduk……….. 40

(12)

x

(13)

xi

2. Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur……… 42

C. Deskripsi Responden………..……. 49

D. Identifikasi Faktor Kondisi Kawasan Agropolitan………... 55

E. Analisis Faktor yang Berpengaruh Terhadap Daya Saing……… 56

F. Faktor Strategis Internal Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur.…... 61

1. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan……… 61

2. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan……… 63

3. Rumusan Strategi dengan Matriks SWOT………. 64

4. Perumusan Prioritas Strategi……….. 67

BAB V……….………. 74 PENUTUP……….………... 74 A. Kesimpulan………... 74 B. Saran……….... 74 DAFTAR PUSTAKA……….. 76 LAMPIRAN ………..………. 78

(14)

xii DAFTAR TABEL Tabel 2.1……… 19 Tabel 2.2……… 20 Tabel 2.3……… 22 Tabel 4.1……… 36 Tabel 4.2……… 38 Tabel 4.3……… 44 Tabel 4.4……… 46 Tabel 4.5……… 47 Tabel 4.6……… 48 Tabel 4.7……… 50 Tabel 4.8……… 51 Tabel 4.9……… 52 Tabel 4.10……….. 53 Tabel 4.11……….. 54 Tabel 4.12……….. 55 Tabel 4.13……….. 57 Tabel 4.14……….. 60 Tabel 4.15……….. 63 Tabel 4.16……….. 65 Tabel 4.17……….. 69

(15)

xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1……… 17 Gambar 4.1……… 34 Gambar 4.2……… 39 Gambar 4.3……… 42 Gambar 4.4……… 65 Gambar 4.5……… 67 Gambar 4.6……… 68 Gambar 4.7……… 69

(16)

xiiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1……… 75 Lampiran 2……… 76 Lampiran 3……… 80 Lampiran 4……… 101

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rencana kawasan agropolitan adalah salah satu upaya mempercepat pembangunan perdesaan dan pertanian, dimana kota sebagai pusat kawasan dengan ketersediaan sumber dayanya, tumbuh dan berkembang dalam mengakses, melayani, mendorong dan menghela usaha agribisnis di desa-desa kawasan dan desa-desa sekitarnya. Beberapa daerah menerapkan konsep agropolitan untuk kemajuan daerah. Hal ini didasarkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah agraris/pertanian. Tujuan pengembangannya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan ekonomi dan pengembangan wilayah.

Agropolitan pertama kali diperkenalkan oleh Mc. Douglass dan Friedmann guna pengembangan pedesaan. Secara harafiah, Agropolitan berasal dari dua kata yaitu (agro=pertanian), dan (politan/polis=kota), sehingga secara umum program agropolitan mengandung pengertian pengembangan suatu kawasan tertentu yang berbasis pada pertanian. Friedmann and Douglas (1978) dalam Mercado (2002) mengimplementasikan gagasan Myrdal ke dalam konsep pembangunan agropolitan. Karakteristik agropolitan meliputi: (i) Skala geografi relatif kecil, (ii) Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang bersifat otonom dan mandiri berdasarkan partisipasi masyarakat lokal, (iii) Diversifikasi tenaga kerja pedesaan pada sektor pertanian dan non pertanian, menekankan kepada pertumbuhan industri kecil (iv) Adanya hubungan fungsional industri pedesaan-perkotaan dan

(18)

2

linkages dengan sumberdaya ekonomi lokal, dan (v) Pemanfaatan dan peningkatan kemampuan sumberdaya dan teknologi lokal.

Konsep agropolitan yang dikemukakan oleh Friedman dan Douglass adalah suatu konsep pengembangan pedesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri. Konsep agropolitan menurut Rustiadi dan Pranoto (2007) merupakan suatu konsep pengembangan wilayah yang muncul dari adanya permasalahan ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal.

Pemerintah mengembangkan daerah dengan konsep agropolitan melalui optimalisasi sumber daya tumbuhan dan hewan, yaitu pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Jika sebuah kawasan hanya memiliki potensi perikanan, maka dapat pula disebut sebagai kawasan minapolitan. Konsep agropolitan tersebut direalisasikan menjadi program nasional yang tertera dalam Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RJPN) tahun 2005–2025, pada point 32 yang menyebutkan bahwa pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agropolitan terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian.

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan bagian dari potensi kewilayahan kabupaten di mana kawasan agropolitan itu berada. Pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan penguatan sentra-sentra produksi pertanian yang berbasiskan kekuatan internal, akan mampu berperan sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang mempunyai daya kompetensi interregional dan intraregional. Secara garis besar, kawasan agropolitan membutuhkan:

(19)

3

1. Adanya sektor unggulan yang bisa dimanfaatkan dalam menggerakkan agropolitan

2. Kawasan yang mampu dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor unggulan

3. Infrastruktur seperti akses menuju desa dan pasar

4. Fasilitas pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan nilai tambah 5. Fasilitas pemasaran hasil pertanian seperti pasar, tempat pelelangan ikan,

dan sebagainya.

6. Komoditas yang dibudidayakan dalam kawasan agropolitan adalah komoditas pertanian (tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan) yang dibudidayakan oleh mayoritas masyarakat, terjamin ketersediaannya secara terus-menerus, masih dalam bentuk primer atau produk olahan akhir, telah diusahakan dalam industri kecil atau menengah atau besar, berdaya saing dan mempunyai pangsa pasar baik dalam skala lokal, regional maupun internasional dan akan atau menjadi ciri khas dari daerah kawasan tersebut.

Kawasan agropolitan relevan dengan wilayah pedesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumber daya alam memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat pedesaan di Indonesia. Meski demikian, kawasan agropolitan itu sendiri tidak terlepas dari adanya dukungan infrastruktur yang memadai. Pengertian infrastruktur sangat beragam, dalam konteks ini, menurut Grigg (1998), diartikan sebagai sistem fisik yang menyediakan sarana, drainase, pengairan, bangunan gedung serta fasilitas publik

(20)

4

lainnya, yang mana sarana ini dibutuhkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan social. Sedangkan menurut Kodoatie (2005), infrastruktur merupakan sistem yang menopang sistem sosial dan sistem ekonomi yang sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan, di mana sistem ini dapat dipakai sebagai dasar di dalam mengambil kebijakan.

Perkembangan kawasan agropolitan di Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 telah mencapai 324 kawasan agropolitan. Konsep kawasan agropolitan tersebut merupakan kawasan agropolitan dengan basis agribisnis peternakan, pertanian sayuran, buah-buahan dan tanaman pangan serta kawasan minapolitan dengan basis perikanan yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia.

Di provinsi Jawa Barat, terdapat 13 kabupaten dengan 18 kawasan agropolitan serta terdapat 2 kabupaten dengan 3 kawasan minapolitan pada tahun 2012. Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur menjadi dua dari kabupaten yang merupakan kawasan agropolitan dan minapolitan di Jawa Barat. Kabupaten Cianjur merupakan satu dari kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dalam pembangunan kawasan agropolitan. Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 350.148 hektar dengan jumlah penduduk berjumlah 2.251 jiwa pada tahun 2016. Kawasan agropolitan yang saat ini dikembangkan di wilayah Cianjur sudah ditetapkan melalui Surat Menteri Pertanian No. 144/OT.210-A/V2002 Tentang Penunjukan salah satu Kabupaten Wilayah pengembangan Agropolitan. Lokasi yang menjadi program rintisan Agropolitan di Kabupaten Cianjur telah ditetapkan oleh SK Bupati Nomor 521.3/Kep.175-Po/2002. Lokasi

(21)

5

tersebut merupakan dua desa yang terbagi dalam dua kecamatan sebagai desa inti dari program agropolitan yaitu Desa Sindangjaya di Kecamatan Cipanas dan Desa Sukatani di Kecamatan Pacet. Kedua desa tersebut dipilih karena sesuai dengan persyaratan dikembangkannya suatu wilayah sebagai kawasan agropolitan dan termasuk ke dalam desa dengan tingkat produksi sayuran yang tinggi dan memiliki keunggulan di sektor pertanian khususnya hortikultura.

Berdasarkan Masterplan Kawasan Agropolitan Cianjur (2003), secara geografis Kecamatan Pacet berada di wilayah Cianjur Utara dengan bentuk topografi datar sampai berbukit. Kecamatan Pacet dipilih sebagai kawasan agropolitan dikarenakan memiliki beberapa keunggulan komparatif dibandingkan dengan kawasan lainnya, yaitu letak lokasi yang strategis karena dilalui jalan raya negara menghubungkan ibukota provinsi Jawa Barat dengan ibukota negara Jakarta, kecamatan Pacet juga merupakan penghasil komoditas unggulan sayuran dan tanaman hias; dan kecamatan Pacet menjadi daerah pusat kegiatan pariwisata yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah relatif cepat.

Sosialisasi terkait program agropolitan sudah dilaksanakan sebanyak empat belas kali di empat belas desa di wilayah kecamatan Pacet. Pada tahun 2002, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur melaksanakan latihan yang berkaitan dengan usaha tani seperti penguatan modal petani, penguatan kelompok tani, uji teknologi pertanian organik dan kunjungan ke daerah yang lebih maju untuk studi banding. Dinas perindustrian melaksanakan pelatihan teknologi pengolahan hasil pertanian berupa industri rumah tangga dari jenis sayuran wortel dan pisang sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat.

(22)

6

Komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur adalah berbagai jenis sayuran dataran tinggi (4-6 jenis) dengan sistem tumpangsari. Wortel dan Bawang Daun menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur. Industri pengolah hasil berupa kripik maupun jus wortel sudah diadopsi oleh 9 rumah tangga petani dengan kebutuhan bahan baku sekitar 200 sampai 300 kg wortel segar/bulan per industri berdasarkan data dari Departemen Pertanian (2005). Komoditas Kedelai dan Sapi Potong menjadi komoditas yang terdapat dalam rancangan pengembangan kawasan komoditas unggulan 2015-2019 oleh Kementerian Pertanian.

Dalam keterbatasan penguasaan sumber daya (lahan dan ternak), pengembangan agropolitan memberikan sumbangan peningkatan pendapatan yang memadai (30-55%), kecuali pada usaha tani hortikultura karena faktor penurunan harga output. Pengembangan agropolitan memberikan dukungan dan dampak positif terhadap pengembangan produk hortikultura dalam bentuk keripik, jus, dan instant wortel. Agropolitan di kabupaten Cianjur masih membutuhkan pemantapan eksistensi dan kinerja pengembangan tata-ruang agribisnis di ketiga lokasi pengembangan agropolitan; yakni Kecamatan Pacet, Cugenang dan Sukaresmi. Selain itu, diperlukan pemantapan kebijakan pendukung yang terkait dengan kebijakan perdagangan/pemasaran dan penguatan kelembagaan kelompok dan pemasaran bersama.

Salah satu dari beberapa indikator keberhasilan program agropolitan dapat diukur dengan adanya peningkatan infrastruktur serta kemajuan agribisnis setelah adanya program agropolitan. Pengembangan kawasan agropolitan harus dilakukan melalui beberapa program yang mengacu pada visi dan misi program

(23)

7

pengembangan agropolitan dengan menyesuaikan karakteristik wilayah setempat. Program yang dijalankan melibatkan beberapa stakeholders yang disesuaikan dengan kebutuhan program. Tingkat kemajuan atau perkembangan kawasan agropolitan dapat ditunjukkan dengan indikator komponen berikut:

1. Infrastruktur

Infrastruktur di kawasan agropolitan terdiri atas infrastruktur di desa-desa pusat pertumbuhan atau sentra produksi yang menunjang pada peningkatan produktivitas; infrastruktur di pusat kawasan yang menunjang pada pengolahan dan pemasaran hasil produksi komoditas; serta infrastruktur pendukung keterkaitan desa-kota untuk pemasaran keluar dalam lingkup pengembangan wilayah.

2. Sumber Daya Alam

Sumber Daya Alam yang menjadi indikator keberhasilan kawasan agropolitan antara lain komoditas berdasarkan unggulan/keunikan. Komoditas unggulan di kawasan agropolitan sebagai ujung tombak peningkatan ekonomi, di tetapkan yang mempunyai daya saing komparatif dan kompetitif, harga jual yang relatif stabil, selain itu komoditas dapat diolah dalam berbagai produk sehingga mempunyai nilai tambah harga jual dan dapat menyerap tenaga kerja yang besar.

3. Sumber Daya Manusia

Menurut Dardak (2004), Sumber Daya Manusia di kawasan agropolitan sebagian besar bekerja di sektor komoditas unggulan. Sumber Daya Manusia yang ada di dorong semakin kreatif dan inovatif terhadap penerapan teknologi peningkatan produktivitas dan pemasaran produksi. Sumber Daya Manusia

(24)

8

semakin produktif apabila mempunyai tempat tinggal dalam lingkungan permukiman yang relatif lebih baik.

Agropolitan sudah selayaknya menjadi sarana dalam pembangunan kawasan pedesaan untuk menangani kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan. Melalui pendekatan agropolitan pembanguan wilayah semestinya dapat membawa kemajuan wilayah tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan, budaya, tradisi dengan disertai inovasi-inovasi bisnis yang terarah dan berkelanjutan.

Konsep pengembangan kawasan agropolitan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian agribisnis;

2. Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk di dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan;

3. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland atau daerah-daerah sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat interpendensi/timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan, dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan hasil dan penampungan (pemasaran) hasil produksi pertanian; dan

(25)

9

4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh berbeda dengan yang di kota.

B. Rumusan Masalah

Hadirnya kawasan agropolitan di berbagai daerah kota/kabupaten di Indonesia, mendorong setiap daerah atau kawasan agropolitan tersebut untuk memiliki keunggulan daya saing. Menurut Michael E. Porter (1990), daya saing diidentikkan dengan produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dari peningkatan modal dan tenaga kerja, kualitas input, dan teknologi yang diterapkan.

Menurut Frinces (2011), daya saing adalah hasil dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki dan nilai lebih oleh sebuah perusahaan untuk menghasilkan sesuatu, baik berupa barang atau jasa. Kenggulan daya saing tersebut berasal dari proses kerja yang dilakukan dengan kualitas yang baik dan konsep manajemen profesional diiringi dengan kontribusi sumber daya terbaik seperti bahan baku, kepemimpinan, sistem keuangan dan modal yang cukup, SDM dan dukungan dari teknologi yang canggih.

Adapun menurut Lena Ellitan (2007), definisi daya saing adalah kemampuan suatu usaha (perusahaan) untuk memberi nilai lebih terhadap produknya dibandingkan para pesaingnya dan nilai tersebut memang mendatangkan manfaat bagi pelanggan.

Dalam model Porter’s diamond, terdapat empat elemen penting daya saing. Elemen-elemen tersebut adalah kondisi faktor; kondisi permintaan; industri

(26)

10

pendukung terkait; strategi, struktur, dan persaingan. Secara tidak langsung daya saing perusahaan juga dipengaruhi oleh peran pemerintah dan adanya peluangpeluang. Adanya daya saing dari setiap kawasan agropolitan, tak luput dari berbagai strategi yang diterapkan dalam rangka meningkatkan program agropolitan.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang ingin dilihat melalui penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Faktor apa saja yang memengaruhi daya saing di kawasan agropolitan kabupaten Cianjur?

2. Bagaimana strategi peningkatan daya saing di kawasan agropolitan Kabupaten Cianjur?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dari rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis, mendeskripsikan dan memaparkan:

1. Faktor yang menjadi keunggulan daya saing di kawasan agropolitan Kabupaten Cianjur.

2. Strategi dalam peningkatan daya saing di kawasan agropolitan Kabupaten Cianjur.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait yang memerlukan, terutama bagi:

(27)

11

1. Penulis, yaitu mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan mencoba mendeskripsikan secara praktis dan sistematis melalui penulisan skripsi ini.

2. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam bentuk publikasi ilmiah yang mampu memberikan informasi kepada khalayak umum.

3. Pemerintah Kabupaten Cianjur, diharapkan melalui penulisan karya ilmiah ini, mampu memberikan informasi yang berguna dalam membuat regulasi mengenai strategi bertani khususnya pada kawasan agropolitan untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat

4. Pihak lain, penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunanan.

(28)

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agropolitan a. Konsep Agropolitan

Secara harafiah istilah Agropolitan berasal dari kata Agro yang berarti ‘pertanian’ dan Polis/Politan yang berarti ‘kota’. Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian, Agropolitan didefinisikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis sehingga mampu melayani, mendorong, menarik, serta menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Buku tersebut juga mendefinisikan bahwa kawasan agropolitan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yang ditandai dengan keberadaan pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya sehingga terbentuklah kawasan agropolitan.

Definisi kawasan agropolitan pun telah termaktub dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan kawasan agropolitan sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan agrobisnis.

(29)

13

Konsep Agropolitan yang dikenalkan Friedmann dan Douglas ini ditawarkan atas pengalaman kegagalan pengembangan sektor industri yang terjadi dialami negara-negara berkembang di Asia. Kegagalan tersebut mengakibatkan terjadinya hyper ubanization, pembangunan hanya terjadi di beberapa kota saja, tingkat pengangguran dan setengah penggangguran yang tinggi, kemiskinan akibat pendapatan yang tidak merata, terjadinya kekurangan bahan pangan, penurunan kesejahteraan masyarakat desa, serta ketergantungan kepada dunia luar.

Friedmann dan Douglas (1978) dalam Mercado (2002) mengimplementasikan gagasan Myrdal ke dalam konsep pembangunan agropolitan. Agropolitan merupakan pendekatan perencanaan pembangunan tipe bottom-up yang berkeinginan mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan lebih cepat dibanding strategi growth pole. Karakteristik agropolitan meliputi (i) skala geografi relatif kecil, (ii) proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang bersifat otonom dan mandiri berdasarkan partisipasi masyarakat lokal, (iii) diversifikasi tenaga kerja pedesaan pada sektor pertanian dan non pertanian, menekankan kepada pertumbuhan industri kecil (iv) adanya hubungan fungsional industri pedesaan – perkotaan dan linkages dengan sumberdaya ekonomi lokal, dan (v) pemanfaatan dan peningkatan kemampuan sumberdaya dan teknologi lokal.

b. Perkembangan Agropolitan

Program Agropolitan dimulai pada tahun 2002 dengan delapan kawasan agropolitan di delapan provinsi. Delapan provinsi perintis program agropolitan tersebut yakni Kabupaten Agam (Sumatera Barat), Kabupaten Rejang Lebong

(30)

14

(Bengkulu), Kabupaten Cianjur (Jawa Barat), Kabupaten Kulon Progo (D.I. Yogyakarta), Kabupaten Bangli (Bali), Kabupaten Barru (Sulawesi Selatan), Kabupaten Boalemo (Gorontalo), dan Kabupaten Kutai Timur (Kalimantan Timur). Terbentuknya program Agropolitan diawali oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum bersama Kementerian Pertanian dalam mengembangkan Kawasan Perdesaan. Hal ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan percepatan pengembangan wilayah yang berbasis pada potensi lokal dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam mengembangkan dan mengelola potensi daerah, Ditjen Cipta Karya telah melibatkan masyarakat setempat dan membantu dalam pengadaan infrastruktur penunjang ekonomi yang memadai. Dengan demikian, daerah yang di kembangkan menjadi kawasan agropolitan mampu menjadikan kegiatan utama masyarakatnya sebagai sektor penggerak perekonomian lokal dan regional.

Pada tahun 2003, kawasan agropolitan telah berkembang pesat jumlahnya menjadi 35 kawasan dengan 27 kawasan baru dan 8 kawasan lanjutan. Pengembangan kawasan agropolitan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterikatan desa dan kota. Hal ini dapat terwujud melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi di kawasan agropolitan. Di tahun 2011 perkembangan kawasan Agropolitan di Indonesia telah mencapai 324 kawasan, baik kawasan baru maupun lanjutan. Konsep kawasan agropolitan tersebut merupakan kawasan agropolitan dengan basis agribisnis peternakan,

(31)

15

pertanian sayuran, buah-buahan dan tanaman pangan serta kawasan minapolitan dengan basis perikanan yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia.

Amwazi Idrus (2012) mengatakan bahwa pengembangan kawasan agropolitan dilaksanakan melalui penyediaan infrastruktur desa yang memadai sehingga dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Pengadaan infrastruktur juga ditujukan bagi peningkatan produktivitas, pengolahan, serta pemasaran hasil pertanian/perikanan. Pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan dirasakan begitu penting, mengingat pengembangannya yang memanfaatkan dan mengusung konsep sesuai dengan keunikan, keunggulan, dan keandalan lokal. Dengan demikian, pemerataan pembangunan dapat ditingkatkan serta menjamin kelangsungan perkembangan kawasan sehingga memiliki keunggulan yang berdaya saing.

Pengembangan kawasan agropolitan juga berorientasi pada kekuatan pasar yang dilaksanakan melalui pemberdayaan usaha budidaya dan kegiatan agribisnis hulu sampai dengan hilir. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan sistem agribisnis yang utuh dan terintegrasi dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) seperti peningkatan jalan lingkungan poros desa, peningkatan jalan usaha tani, Stasiun Terminal Agribisnis (STA), peningkatan pasar ikan dan pembangunan lainnya yang memadai dan mendukung pengembangan agribisnis/minabisnis.

Untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan, program agropolitan ini juga mengembangkan sistem kelembagaan dan sistem keterkaitan desa-kota (urban-rural linkage). Sistem keterkaitan tersebut bertujuan untuk

(32)

16

mengembangkan interaksi yang saling menguntungkan antara pusat agropolitan dengan sentra-sentra produksi pertanian. Pola interaksi ini, nantinya, akan memberikan nilai tambah produksi agropolitan sehingga dapat memacu pembangunan perdesaan; meningkatkan produktivitas dan kualitas pertanian; meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah hinterland; mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi daerah; yang pada akhirnya akan menekan laju urbanisasi.

Peran penting dari pengembangan kawasan agropolitan ini adalah kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal. Sektor berbasis aktivitas masyarakat pun mampu meningkatkan pemerataan.

2. Daya Saing

Menurut Michael E. Porter (1990), daya saing diidentikkan dengan produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dari peningkatan modal dan tenaga kerja, kualitas input, dan teknologi yang diterapkan. Menurut Frinces (2011), daya saing adalah hasil dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki dan nilai lebih oleh sebuah perusahaan untuk menghasilkan sesuatu, baik berupa jasa atau barang. Kenggulan berasal dari proses kerja yang dilakukan dengan kualitas yang baik dan konsep manajemen profesional diiringi dengan kontribusi sumber daya terbaik seperti bahan baku, kepemimpinan, keuangan yang cukup, SDM dan dukungan dari teknologi yang canggih. Adapun menurut Lena Ellitan (2007), daya saing adalah kemampuan suatu usaha (perusahaan) untuk memberi nilai lebih

(33)

17

terhadap produknya dibandingkan para pesaingnya dan nilai tersebut memang mendatangkan manfaat bagi pelanggan.

Dalam teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo, apabila dua negara melakukan perdagangan suatu komoditi yang merupakan keunggulan komparatif karena negara tersebut berspesialisasi pada suatu komoditi, maka negara-negara tersebut akan mendapatkan keuntungan. Dalam konteks regional, keunggulan komparatif suatu komoditi merupakan komoditi yang relatif lebih unggul daripada komoditi yang dimiliki oleh daerah lainnya. Menurut Porter (1995), hal yang paling penting dalam pengukuran daya saing adalah produktivitas suatu industri baik dalam memproduksi barang maupun jasa.

Model Diamond Porter digunakan untuk menganalisis kondisi daya saing kawasan Agropolitan. Analisis ini berupa analisis secara deskriptif berdasarkan empat elemen utama yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan dan pesaing serta industri pendukung dan industri terkait. Selain empat elemen utama tersebut, terdapat dua komponen pendukung di dalam penyusunan analisis ini yaitu peran pemerintah daerah dan peran kesempatan.

Gambar 2.1. Model Diamond Porter

Strategi, Struktur dan Persaingan

Kondisi Faktor Permintaan Kondisi

Industri Pendukung

(34)

18

3. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis internal meliputi peniaian terhadap faktor kekuatan-kekuatan (strengths) dan kelemahan-kelemahan (weaknesses). Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang-peluang (opportunities) dan ancaman-ancaman (threaths) yang berkaitan dengan daya saing kawasan agropolitan.

Dari analisis kondisi lingkungan internal dan eksternal dihasilkan empat jenis strategi, yakni strategi SO yang merupakan gabungan kekuatan dan peluang, strategi ST yang merupakan gabungan dari kekuatan dan ancaman, strategi WO sebagai gabungan antara kelemahan dan peluang, serta strategi WT yang merupakan gabungan dari kelemahan dan ancaman. Langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut:

1. Menentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan internal. 2. Menentukan faktor-faktor peluang dan ancaman eksternal.

3. Menentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis.

4. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk memperoleh strategi SO.

5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk memperoleh strategi ST.

(35)

19

6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk memperoleh strategi WO.

7. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk memperoleh strategi WT.

Tabel 2.1.

Matriks Analisis SWOT

4. Analytic Network Process (ANP)

Metode ANP digunakan untuk merumuskan strategi demi meningkatkan daya saing dengan memerhatikan tingkat ketergantungan antar kelompok atau cluster. Adapun tahapan yang dilakukan dalam ANP adalah:

1. Pembuatan Konstruksi Model

Langkah pertama adalah membuat model yang akan dievaluasi dan menentukan satu set lengkap jaringan kelompok (komponen) dan elemen-elemen yang relevan dengan tiap kriteria kontrol. Selanjutnya untuk masing-masing kriteria kontrol, tentukan semua elemen di tiap kelompok dan hubungkan mereka sesuai dengan pengaruh ketergantungan dari luar

INTERNAL EKSTERNAL STRENGTHS WEAKNESSES OPPORTUNITIES SO WO THREATHS ST WT

(36)

20

dan dari dalam kelompok. Hubungan tersebut menunjukkan adanya aliran pengaruh antar elemen. Anak panah yang menghubungkan suatu kelompok dengan kelompok yang lain menunjukkan pengaruh elemen suatu kelompok terhadap elemen kelompok yang lain. Selain itu, kelompok dari elemen memiliki loop di dalam diri mereka sendiri jika elemenelemennya saling bergantung satu sama lain. Hubungan saling ketergantungan antar kriteria dapat ditentukan dengan membuat check list seperti Tabel 2.2 di bawah ini dan selanjutnya meminta para pakar/ahli untuk mengisi check list tersebut.

Tabel 2.2

Check List Hubungan Saling Ketergantungan Antar Kriteria

A1 A2 … An

A1 a11 a12 … a1n

A2 a21 a22 … a2n

: : : … :

Am am1 am2 … amn

Selanjutnya hasil kuesioner dari beberapa responden digabung untuk menentukan ada tidaknya hubungan saling ketergantungan antar kriteria tersebut dengan menggunakan rumus berikut:

Q = N / 2 ... (1.1)

Jika Vij > Q, maka ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria Vij < Q, maka tidak ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria dimana: N = Jumlah responden atau pengambil keputusan

(37)

21

Q = Nilai tengah dari jumlah responden

Vij = Jumlah responden yang memilih adanya hubungan saling ketergantungan antar kriteria pada sel yang

menghubungkan baris i dengan kolom j.

2. Pembuatan Matriks Perbandingan Berpasangan antar Kelompok/Elemen

Pada tahap kedua ini, dipilih kelompok dan elemen-elemen yang akan dibandingkan sesuai dengan kriteria kontrol (apakah mereka mempengaruhi kelompok dan elemen lain yang berkaitan dengan kriteria kontrol atau dipengaruhi oleh kelompok dan elemen lainnya?). Pergunakan jenis pertanyaan yang sama untuk membandingkan elemen dalam kelompok, yang berkaitan dengan elemen spesifik dalam suatu kelompok (kriteria kontrol); pasangan elemen mana yang berpengaruh lebih besar? Pergunakan jenis pertanyaan yang sama untuk membandingkan kelompok. Kemudian, gunakan skala perbandingan fundamental pada tabel 2.3., lakukan perbandingan berpasangan berikut matriks antara kelompok/elemen untuk menurunkan eigen vector dan untuk membentuk supermatriks.

(38)

22

Tabel 2.3

Skala Perbandingan Fundamental

Intensitas Kepentingan

Definisi Keterangan

1 Sama Penting Dua kegiatan berkontribusi sama terhadap tujuannya

3

Sedikit Lebih Penting

Pengalaman dan penilaian sedikit lebih baik dari yang lain

5

Lebih Penting Pengalaman dan penilaian lebih kuat dari yang lain

7

Sangat Lebih Penting

Kegiatan sangat disukai dan dominan dibanding yang lain

9

Mutlak Lebih Penting

Yang satu lebih penting dari yang lain dan berada pada posisi tertinggi

2, 4, 6, 8 Nilai tengah

Dipakai untuk mengkompromikan nilai-nilai di antara nilai di atas

Perbandingan berpasangan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Perbandingan Kelompok

Melakukan perbandingan berpasangan pada kelompok yang mempengaruhi masing-masing kelompok yang saling terhubung, yang berkaitan dengan kriteria kontrol yang diberikan. Bobot yang diperoleh dari proses ini akan digunakan untuk memberikan bobot pada elemen-elemen yang sesuai dengan kolom blok dari supermatriks. Tetapkan nol bila tidak ada pengaruh.

(39)

23

b. Perbandingan Elemen

Melakukan perbandingan berpasangan pada elemenelemen dalam kelompok mereka sendiri berdasarkan pengaruh mereka pada setiap elemen dalam kelompok lain yang saling terhubung (atau elemen-elemen dalam kelompok mereka sendiri).

c. Perbandingan untuk Alternatif

Membandingkan semua alternatif yang berkaitan dengan masing-masing elemen di dalam komponen. Perbandingan berpasangan dilakukan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan, dengan nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relatif dari elemen pada baris (i) terhadap elemen pada kolom (j); misalkan aij = wi / wj. Jika ada n elemen yang dibandingkan, maka matriks perbandingan A didefinisikan sebagai:

𝑤 𝑤 𝑤 𝑤 𝑤 𝑤𝑛 𝑎 𝑛 𝑎𝑎 [ 𝑤 𝑤 𝑤𝑛 𝑤 𝑤 𝑤 𝑎𝑛 𝑎𝑛 𝑤𝑛]

Setelah semua perbandingan berpasangan selesai dibuat, maka vektor bobot prioritas (w) dihitung dengan rumus:

Aw = λmax w ...(1.2) dimana

λ

max adalah eigen value terbesar pada matriks A dan w adalah eigen vector.

(40)

24

Indeks Konsistensi/Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR) dari matriks perbandingan berpasangan dapat dihitung dengan rumus:

𝝀𝑚𝑎𝑥−𝑛 𝑪𝑰

𝑪𝑰 = , 𝑪𝑹 = ………(1.3)

𝒏−𝟏 𝑹𝑪𝑰

Jika CI < 0,1 maka penilaian dianggap konsisten

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Ade Supriatna, Wahyuning K. Sejati, Dery Hidayat dan I. Wayan Rusastra (2005) berjudul Kinerja dan Perspektif Pengembangan Model Agropolitan Berbasis Agribisnis di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi konsep pengembangan agropolitan dalam mendukung efisiensi sistem dan usaha agribisnis berkelanjutan, dan mengevaluasi kinerja pelaksanaan program rintisan agropolitan. Penelitian ini menggunakan metode survei terstruktur dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kinerja usahatani sayuran belum menunjukkan perubahan berarti antara sebelum dan sesudah agropolitan, tetapi sudah terjadi penggunaan input baru yaitu pupuk bokashi dan pestisida nabati untuk menghasilkan produk ramah lingkungan. Kinerja Sub-Terminal Agribisnis (STA) untuk melakukan pembelian hasil sayuran di wilayah agropolitan perlu terus disempurnakan karena belum memberikan hasil yang optimal.

(41)

25

Penelitian yang dilakukan oleh Yulistyo Suyatno (2008) meneliti tentang Penguatan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis Unggulan di Kabupaten Semarang. Tujuan penelitian ini untuk memperbaiki perencanaan Penguatan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis Unggulan. Identifikasi hasil dan analisa hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Semarang merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan kawasan agropolitan, karena memiliki produk pertanian unggulan berupa produk holtikultura, utamanya sayuran, tanaman pangan, buah, tanaman hias dan emponempon, yang sangat mendukung untuk pengembangan kegiatan agribisnis dan pengembangan kawasan agropolitan. Hasil analisis SWOT dalam penelitian ini menunjukan bahwa secara umum kondisi agribisnis di Kabupaten Semarang masih berada pada kondisi yang lemah dan terancam, sehingga terjadi kesenjangan dengan kebijakan pemerintah. Penyebab kesenjangan meliputi aspek manajemen, agribisnis dan aspek hukum.

Rochma Afriyani (2011) dalam peneliatan yang berjudul Analisis Daya Saing Pariwisata Kota Bogor, menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Penulis menganalisis faktor-faktor yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor dan menganalisis strategi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor. Untuk menganalisis daya saing pariwisata kota Bogor, dalam penelitian ini menggunakan alat analisis shift share, komposit indeks, analisis radar, dan analisis kuadran. Data

(42)

26

yang digunakan adalah data sekunder dan data primer berupa jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah wisatawan nusantara, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah, jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata, serta data-data lain yang terkait penelitian. Berdasarkan hasil pengolahan data meggunakan alat analisis shift share, Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang lamban namun tetap mampu berdaya saing pada tahun 2005-2009. Faktorfaktor yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap daya saing pariwisata kota Bogor adalah jumlah wisatawan ancanegara, jumlah wisatawan nusantara, jumlah biro perjalanan wisata, jumlah restoran, dan jumlah tenaga kerja terserap.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuti Arlan (2012) meneliti tentang Strategi Peningkatan Daya Saing PT Saung Mirwan Dengan Pendekatan Analytic Network Process (ANP. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan keunggulan kompetitif agribisnis sayuran, menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi daya saing PT Saung Mirwan, merumuskan strategi berdasarkan faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh PT Saung Mirwan, dan membuat prioritas strategi untuk meningkatkan daya saing PT Saung Mirwan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya alam, teknologi, jumlah pembeli, tingkat pertumbuhan pembelian, dan petani mitra merupakan atribut yang paling besar pengaruhnya terhadap daya saing agribisnis sayuran dan yang paling rendah pengaruhnya adalah strategi pesaing. Analisis dengan menggunakan Matriks SWOT menghasilkan lima alternatif strategi untuk meningkatkan daya saing, yaitu menyediakan produk sesuai

(43)

27

demand, mengadakan training dan gathering untuk karyawan, smart promotion, melaksanakan produksi sesuai prosedur, dan strategi efisiensi biaya. Analisis dengan menggunakan Analytic Network Process (ANP) menunjukkan bahwa strategi utama untuk meningkatkan daya saing PT Saung Mirwan adalah strategi melaksanakan produksi sesuai prosedur.

Nirmala dan Santoso (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Keterkaitan Komoditas Unggulan antar Desa Kota dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan Pacet Mojokerto, menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menunjukan keterkaitan antar desa masih kurang terjalin dalam aspek keterkaitan komoditas tanaman pangan dikarenakan faktor jarak. Sedangkan keterkaitan komoditas hortikultura telah cukup terjalin dwilayah studi. Disamping itu, keterkaitan komoditas yang terjadi antara desa-desa di Kecamatan Pacet dengan kota-kota di sekitarnya terjalin dengan kota Mojokerto, Sidoarjo, Jombang, Batu dan Surabaya.

Penelitian dengan judul Kajian Strategi Pengembangan Kawasan dalam Rangka Mendukung Peningkatan Daya Saing antar Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo oleh Usaji Maulana (2013), bertujuan untuk mengetahui potensi penduduk, interaksi wilayah, dan Indeks Daya Saing Wilayah (IDSW) dalam menentukan Wilayah Prioritas Pengembangan (WPP) untuk mendukung peningkatan daya saing antar kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, serta menyusun arahan atau strategi pengembangan masing-masing WPP yang harus dilakukan dengan memperhatikan keunggulan DSW (Daya Saing Wilayah). Hasil

(44)

28

penelitian ini menunjukkan bahwa potensi penduduk tertinggi berada pada Kecamatan Nanggulan, Kecamatan Pengasih, dan Kecamatan Lendah. Sedangkan strategi pengembangan harus dilakukan dengan memperhatikan keunggulan DSW yaitu Kecamatan Nanggulan, arah pengembangannya sebagai Kawasan Minapolitan Agropolitan dan Pariwisata; Kecamatan Pengasih diarahkan untuk peningkatan sektor jasa dan industri; Kecamatan Sentolo diarahkan menjadi Kawasan Industri terutama pengembangan ketenagakerjaan; Kecamatan Lendah memiliki nilai potensi penduduk yang tinggi, dengan nilai interaksi yang tinggi pula akan membantu kecamatan Lendah dalam meningkatkan kesejahteraan; dan sebagai daerah industri pembuatan batik, Pengembangan Perkotaan Wates dengan memaksimalkan sebagai pusat Pemerintahan Daerah dan pusat pengembangan utama Kabupaten.

Penelitian oleh Sucihatiningsih Prajanti (2014) dengan judul Strategy for Controlling Agricultural Land Conversion of Paddy by Using Analytical Hierarchy Process in Central Java, bertujuan untuk menentukan strategi dalam mengendalikan fungsi sawah di Jawa Tengah. Adapun metode analisis yang digunakan dalama penelitian ini adalah Analytcal Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah diharapkan untuk fokus kebijakan pada aspek hukum, aspek zonasi dan aspek ekonomi. Pada masing-masing aspek, ada berbagai alternatif yang menjadi prioritas utama, seperti kebutuhan penerapan hukum yang mengatur konversi lahan, kebijakan ketat untuk melindungi lahan permanen, pengelompokan ke dalam beberapa klaster dan kebijakan insentif untuk lahan pertanian permanen. Pengembang dan pihak lain

(45)

29

diharapkan tidak mengkonversi lahan pertanian ke dalam lahan non-produktif lainnya. Investor dan pemerintah diharapkan dapat berinvestasi langsung ke sektor tanaman pangan dan sektor perkebunan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi masalah modal dan kurangnya sumber daya manusia serta teknologi di luar Jawa. Narulita dkk, (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing dan Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia, menganalisis dayasaing agribisnis kopi di Indonesia secara komparatif dan kompetitif serta menganalisis dan merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diambil dengan metode wawancara, sedangkan data sekunder berupa data time series tahun 2008 sampai 2013. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis dayasaing komparatif dengan RCA dan analisis dayasaing kompetitif dengan Berlian Porter. Analisis dayasaing kopi secara komparatif dari tahun 2008-2013 menggunakan RCA menunjukkan bahwa kopi Indonesia berdayasaing eskpor dibandingkan dengan komoditi ekspor Indonesia lainnya. Analisis dayasaing secara kompetitif menggunakan Berlian Porter dengan enam komponen yaitu komponen faktor produksi (SDA, IPTEK, SDM), komponen permintaan, industri terkait dan pendukung, struktur, persaingan dan strategi serta peran pemerintah dan peran kesempatan, sebagian besar mendukung dayasaing kopi Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kekuatan dan peluang yang terdapat dalam analisis SWOT yang diturunkan dari analisis dayasaing secara kompetitif menggunakan model Berlian Porter.

(46)

30

Penelitian berjudul Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Rojonoto Kabupaten Wonosobo oleh Laelatul Farhanah (2015), bertujuan menganalisis komoditas unggulan, kendala, serta strategi pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Rojonoto Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan data primer dan sekunder. Adapun metode analisis yang digunakan yaitu Location Quotient, Shift Share, statistik deskriptif, dan Analitycal Hierarchy Process. Hasil analisis Location Quotient, dan Shift-share terkait komoditas unggulan di Wilayah Rojonoto di masing-masing kecamatan adalah cabai, nanas, tomat, kelapa deres, kacang panjang, sirsak, jengkol, jeruk dan nangka. Hasil analisis statistik deskriptif mengenai kendala pengembangan kawasan Agropolitan Rojonoto, kendala utama pada birokrat adalah kesulitan koordinasi di lapangan, kondisi infrastruktur yang mulai rusak, serta pengetahuan petani yang masih perlu di tambah. Kendala dari petani paling banyak dikeluhkan adalah kondisi jalan usaha tani yang mulai rusak, sedangkan pengusaha pedagang banyak yang mengalami kendala pemasaran. Berdasarkan hasil analisis AHP yang dilakukan, strategi pengembangan kawasan di wilayah Rojonoto Kabupaten Wonosobo dapat dilakukan dengan prioritas peningkatan sumber daya manusia, penyediaan input produksi, infrastruktur, kebijakan dan kelembagaan.

Haerudin Saleh dkk, (2017) dalam penelitian yang berjudul Development of Agropolitan Area Based on Local Economic Potential (A Case Study: Belajen Agropolitan Area, Enrekang District) menganalisis tentang pengembangan agropolitan yang memanfaatkan potensi ekonomi lokal. Penelitian ini bertujuan

(47)

31

untuk mengkaji dan menganalisis hasil produksi potensi komoditas hortikultura sebagai sektor basis yang dapat dikembangkan secara baik untuk mendukung kawasan agropolitan Belajen. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan kuantitatif-kualitatif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa penerapan kawasan agropolitan dengan pendekatan bottom-up yang dalam hal ini adalah proses perumusan kebijakan publik yang dimulai dari bawah, mengartikan bahwa semua permasalahan yang ada di kelas bawah (daerah) dibahas oleh pemerintah untuk mencari alternatif solusi kebijakan yang tepat. Oleh karena itu, produktivitas pertanian masyarakat di kawasan agropolitan Belajen mengalami pertumbuhan. Berdasarkan analisis kuantitatif, produk unggulan sebagai basis pengembangan kawasan agropolitan dapat ditetapkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni Agustina dan Artiningsih (2017) yang berjudul Evaluasi Implementasi Masterplan Kawasan Agropolitan Ciwidey Menggunakan Logic Models bertujuan untuk mengetahui kinerja dari rencana program dan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan Ciwidey. Penelitian ini menggunakan metode analisis logic models yang menjabarkan input, output, outcome, dan impact dalam suatu diagram yang kemudian diuraikan menggunakan deskripsi kausalitas. Hasil studi menunjukkan bahwa program pengembangan agropolitan berdampak positif bagi karakteristik fisik dan sosial, namun berdampak kurang baik bagi karakteristik ekonomi. Penelitian ini merekomendasikan bahwa diperlukan dukungan kelembagaan yang kuat dalam kegiatan agribisnis di kawasan agropolitan.

(48)

32

C. Kerangka Pemikiran

Untuk menganalisis kondisi daya saing di kawasan agropolitan kabupaten Cianjur, digunakan Model Diamond Porter yang terdiri dari faktor kondisi, faktor permintaan, industri terkait dan industri pendukung, serta persaingan industri. Selanjutnya analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kondisi internal maupun eksternal dari kawasan agropolitan, kabupaten Cianjur, sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Dan metode ANP (Analytic Network Process) digunakan untuk merumuskan strategi bagi peningkatan daya saing dengan memerhatikan tingkat ketergantungan antar kelompok atau cluster.

Faktor Kondisi Faktor Permintaan

Industri Terkait dan Industri Pendukung

Persaingan Industri

• Sumber Daya Manusia • Sumber Daya Modal • Sumber Daya Alam

dan Lingkungan • Infrastruktur • IPTEK

Strategi Pesaing • Jumlah Pembeli dan

Tingkat Pertumbuhan • Permintaan Pasar

Home Industry

• Petani Mitra

(49)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel yang dipilih merupakan kawasan agropolitan di Kabupaten Cianjur, serta stakeholder dari kawasan agropolitan terkait yang paham dan berkompeten dengan penelitian ini.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian merupakan lokasi atau tempat dilakukannya penelitian. Adapun objek dalam penelitian ini yaitu kawasan agropolitan di Kabupaten Cianjur. Kawasan agropolitan di desa Pacet menjadi objek penelitian dari kawasan agropolitan di Kabupaten Cianjur.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode survey, dengan instrumen wawancara dan kuesioner. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung oleh peneliti dan diperoleh melalui wawancara serta penyebaran kuesioner kepada responden yang merupakan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data-data sektor pertanian serta kawasan agropolitan yang mendukung.

(50)

34

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Model Diamond Porter untuk mengidentifikasi faktor daya saing di kawasan agropolitan. Untuk mengetahui strategi yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing, digunakan metode analisis SWOT. Data kuantitatif dari Model Diamond Porter dan analisis SWOT diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dengan metode scoring. Kemudian untuk menyusun dan memetakan strategi peningkatan daya saing yang telah diperoleh, digunakan Analytic Network Process (ANP) yang diolah dengan menggunakan Software Superdecisions 2.10.0.

E. Operasional Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan enam faktor yang diambil dari model Porter’s diamond, yaitu; faktor kondisi, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, persaingan industri, peran pemerintah dan peran kesempatan. Masing-masing faktor memiliki beberapa variabel yang mewakilinya. Variabel-variabel yang mewakili faktor dijabarkan sebagai berikut:

1. Faktor Kondisi, dengan variabel: a. Sumber Daya Manusia b. Sumber Daya Modal

c. Sumber Daya Alam dan Lingkungan d. Infrastruktur

e. IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) 2. Kondisi Permintaan, dengan variabel:

(51)

35

a. Jumlah Pembeli dan Tingkat Pertumbuhan 3. Permintaan Pasar

a. Industri Terkait dan Industri Pendukung, dengan variabel: b. Home Industry

c. Petani Mitra

4. Persaingan Industri, dengan variabel: a. Strategi Pesaing

5. Peran Pemerintah, dengan variabel: a. Regulasi

b. Biaya Operasional

6. Peran Kesempatan, dengan variabel: a. Iklim Bisnis

Variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hasil produksi komoditas sektor pertanian di kawasan agropolitan Kabupaten Cianjur yang meliputi tanaman pangan, sayur-sayuran, dan lain-lain pada periode pelaporan tahunan.

(52)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Gambar 4.1

Peta Administrasi Kabupaten Cianjur

(53)

37

Kabupaten Cianjur terletak pada koordinasi 106° 42’ - 107° 25’ Bujur Timur dan 6° 21’-7° 25’ Lintang Selatan, dengan ketinggian 7-2.962 mdpl dan memiliki kemiringan 0-40%. Batas-batas wilayah kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Garut,

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia,

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.

Wilayah Kabupaten Cianjur terdiri dari 32 kecamatan dengan luas wilayah 361.434,98 dan kecamatan yang memiliki wilayah terluas adalah kecamatan Cidaun dengan luas 29.551,23 ha. Luas lahan di kabupaten Cianjur pada tahun 2016 adalah 350.148 ha yang terdiri dari lahan sawah dan lahan bukan sawah. Luas lahan sawah sebesar 65.782 ha mengalami penurunan dari tahun 2015 yaitu 65.909 ha. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya penurunan luas lahan sawah di Kecamatan Gekbrong dan Sukaluyu.

Sementara itu, luas lahan bukan sawah sebesar 284.336 ha mengalami kenaikan dari tahun 2015 yaitu 284.239 ha. Kenaikan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan luas lahan bukan sawah di kecamtan Cempakamulya dan Cikadu. Luas wilayah pada setiap kecamatan di Kabupaten Cianjur yang mencakup kawasan agropolitan disajikan pada tabel 4.1 berikut.

(54)

38

Tabel 4.1

Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Cianjur, 2017

No. Kecamatan Luas (km2) Persentase (%)

1. Cianjur 2,614.70 0.72 2. Cugenang 7,615.39 2.11 3. Pacet 4,166.45 1.15 4. Cipanas 6,727.65 1.86 5. Sukaresmi 9,215.34 2.55 Jumlah/Total 30,339.53 8,39

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2018

2. Topografi

Gambaran topografi menjabarkan mengenai kondisi ketinggian dan kontur wilayah Kabupaten Cianjur.Adapun karakteristik topografi yang terdapat di Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

a. Dataran

Merupakan daerah dengan kemiringan lereng yang berkisar antara 0 - 8 % yang menempati daerah pantai, daerah alluvial sungai dan dataran lahar. Daerah yang termasuk satuan morfologi ini mempunyai tingkat erosi yang rendah yang terdistribusi pada daerah Sukaresmi, Cikalongkulon, Cianjur, Ciranjang, Bojong Picung, sebelah Utara Cibeber, Pagelaran, Tanggeung, Kadupandak, dan sepanjang Pantai Selatan mulai dari Agrabinta sampai Cidaun.

(55)

39

b. Perbukitan Berelief Halus

Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng 8-15% yang terdapat pada daerah Utara Pacet, Takokak sebelah Barat, Cidaun, dan sebelah Timur Sindangbarang.

c. Perbukitan Berelief Sedang

Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang sedang dengan kemiringan lereng 15 - 25% yang tersebar pada daerah Utara Mande, sebelah Selatan Kadupandak, dan sebelah Selatan Cibeber.

d. Perbukitan Berelief Agak Kasar

Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang agak kasar dengan kemiringan lereng 24 – 40% yang tersebar pada daerah Takokak, bagian Utara dan Selatan Kadupandak, bagian Utara Sukanagara, Agrabinta, sebelah Utara Cidaun, sebelah Selatan Pagelaran, dan sebelah Barat Tanggeung.

e. Perbukitan Berelief Kasar

Bentuk permukaan pada bagian ini adalah bergelombang kasar – sangat kasar dengan kemiringan lereng > 40 % yang terdistribusi pada daerah Selatan Sukaresmi, sebelah Selatan Bojong Picung, Sukanagara, Gunung Buleud, sebelah Timur Takokak dan Gunung Sambul. Timur Pagelaran, bagian Selatan dan Utara Kadupandak serta Karangtengah yang membentuk gawir gerakan tanah yang hampir tegak lurus. Daerah lain yang memiliki bentuk permukaan seperti ini adalah daerah Gunung Pangrango, Pasir Beser, Pasir Taman sampai Pasir Gambir, Pasir Negrog, Gunung

(56)

40

Pondokcabang, Gunung Berenuk, dan Pasir Gook. Letak Ketinggian Wilayah Kabupaten Cianjur yaitu 7 – 2.962 mdpl.

3. Perkembangan Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk kebupaten Cianjur pada tahun 2016 diperkirakan sebanyak 2.253.784 jiwa, yang terdiri dari 1.159.421 jiwa laki-laki dan 1.094.363 jiwa perempuan dengan rata-rata kepadatan penduduk 624 jiwa/km2. Perkembangan jumlah penduduk di kabupaten Cianjur dapat dilihat dari data jumlah penduduk selama beberapa tahun terakhir. Dari data yang telah dihimpun, mulai dari tahun 2011 sampai tahun 2016, jumlah penduduk di kabupaten Cianjur mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.2.

Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Tahun dan Jenis Kelamin di Kabupaten Cianjur, 2011-2016

Tahun Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan 2011 1,135,312 1,065,691 2,201,003 2012 1,141,393 1,072,496 2,213,889 2013 1,146,670 1,078,496 2,225,316 2014 1,151,382 1,084,036 2,235,418 2015 1,155,177 1,088,727 2,243,904 2016 1,159,421 1,094,363 2,253,784

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2017

4. Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Struktur penduduk berdasarkan jenis kelamin merupakan perbandingan yang memperlihatkan selisih antara jumlah penduduk laki-laki dan penduduk

Gambar

Tabel 4.4. berikut menyajikan data industri rumahan di kawasan ini pada  tahun 2002-2016

Referensi

Dokumen terkait

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara persepsi terhadap perjanjian keija bersama (PKB) dengan motivasi berprestasi

Secara umum keuntungan pembelajaran matematika berbasis media TIK yang dapat diperoleh bagi peserta didik, khususnya bagi siswa tunarungu adalah: (1) peserta

Harga sebuah hunian pada sebuah apartemen sangatlah bervariasi, selain dari yang disebutkan di atas, harga dari sebuah hunian juga tergantung pada ketinggian (hunian yang berada

Seluruh bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Lampung. Semen portland yang dipakai adalah semen portland Tipe I merek Baturaja, dalam

Mengarahkan perilaku anak didik adalah tugas guru, dalam hal ini guru dituntut untuk memberikan respon terhadap anak didik yang tak terlibat langsung dalam

- Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan satu kelompok lain.. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimanakah penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dalam keterampilan menulis karangan narasi