• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUBILEUM AGUSTUS 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUBILEUM AGUSTUS 2020"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Dari

Redaksi

Tanggal 6 dan 9 Agustus, 65 tahun lalu, dua bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Luluh lantaknya 2 kota itu membawa kekalahan dalam Perang Dunia II dan keterpurukan nasional Jepang. “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?” tanya Hirohito, Kaisar Jepang saat itu pada para jendralnya. Kalimat pertanyaan tersebut dikutip berbagai lini masa yang membahas masalah pendidikan. Betapa bernilainya guru dan prioritas Jepang pada pendidikan itulah yang membuat mereka bangkit dari keterpurukan kalah perang menjadi negara maju.

Bagaimana dengan pendidikan dan sekolah Katolik? Dalam ajaran Katolik, pendidikan bersifat hakiki bagi pertumbuhan karakter dan iman Kristiani, bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan. Sedangkan sekolah adalah komunitas yang dibangun di antara orang tua, anak dan guru. Sekolah Katolik mestinya menjadi ‘seminarium’ (persemaian) nilai-nilai Kristiani, mengajarkan kebijaksanaan, mendorong para murid aktif menemukan dan mengembangkan dirinya secara integral, menumbuhkan hasrat belajar sehingga menemukan sukacita dalam belajar.

Selama beberapa bulan terakhir ini, keganasan virus Corona memorak-porandakan sekolah sebagai tempat berinteraksi guru dan siswa di satu ruang. Pola pembelajaran ‘reguler’ yang sudah berlangsung lama terpaksa harus dirombak ulang. Hal pendidikan dan persekolahan bukan hanya urusan guru, murid, dan (biaya) orang tua. Tapi juga urusan umat Katolik yang notabene ‘memiliki’ banyak sekolah di negeri ini.

Tahun Berdiri : Maret 2000

Pendiri : Mgr. Johannes Hadiwikarta (alm.) dan RD. Yosef Eko Budi Susilo Pelindung : Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono

Penasihat : RD. Yosef Eko Budi Susilo. AM Errol Jonathans Pemimpin Umum : RD. Agustinus Tri Budi Utomo

Pemimpin Redaksi : RD. Alphonsus Boedi Prasetijo Sekretaris Redaksi : S. Vondy Kumala

Redaktur Pelaksana : G. Adrian Teja, S. Vondy Kumala, Yung Setiadi Editor : Yung Setiadi, Amelia Clementine

Layout & Desain : M. C. Stefani D. P., Angelina Nina Arini Putri, Amelia Clementine Distribusi : B. Adi Koesoemo Wardojo

Alamat Redaksi : Jl. Mojopahit 38-B Surabaya 60265

Telepon : (031) 5624141, (031) 5665061 ext. 21, 0812 5296 8051 Email : redaksi.jubileum@gmail.com

Rekening Bank : Mandiri - 140-00-1692964-9

Atas Nama : Pers Keuskupan Surabaya Gereja, Cabang Gedung Sampoerna Penerbit : Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Surabaya

Redaksi menerima artikel yang dilengkapi foto(minimal 10 MP)dari kontributor, dilengkapi data diri, alamat dan No. Rekening.

SUSUNAN RED

AK

(4)

D

AF

T

A

R

I

S

I

Model Cover :

RD. Adrianus Akik Purwanto

Fotografer :

S. Vondy Kumala

COVER STORY

04

RD. Adrianus Akik Purwanto

OBROLAN CAK KLOWOR

06

Mencari Solusi Tepat

Dunia Pendidikan di Masa Pandemi

MIMBAR

08

The Power of Zoom Meeting

KATEKESE LITURGI

13

Kesatuan dan Kesetiaan Hidup Perkawinan

RENUNGAN

18

Menjauh dari Allah atau Mendekat pada Allah

LAPORAN UTAMA

20

Anggur Baru dari Kantong yang Baru

24

Dinamika Sekolah Yayasan Yohanes Gabriel pada Masa Pandemi

39

'9 to 5 ' di Era Normal. 24/7 di Masa Persiapan New Normal

(5)

42

Kepemimpinan Transformatif. Strategi

Penyelenggaraan Pembelajaran di Awal Tahun Akademik 2020/2021

LINTAS KOMISI

51

Kerasulan dan Literasi Media

LINTAS PAROKI

61

Groundbreaking Griya Pastoral Hati Kudus Yesus

OBITUARI

63

Mgr. J.K. Sunarka dan Karismanya

64

Selamat Jalan, Srikandi Suroboyo! Chandra Oratmangun

OPINI

65

Pentingnya Gerakan Cinta Tanah Air Indonesia

SERBA-SERBI

68

Tiga Momen, Satu Perayaan

72

Menulis Renungan nan Bernas

78

Sajak Semata Wayang

RESENSI BUKU

79

Guru Katolik, Rasul Awam di Era Digital

KOMIK

(6)

Cover

Story

Ada 3 bidang yang

menjadi wujud pengamalan

iman Gereja Katolik untuk

memajukan masyarakat Indonesia,

yaitu

pendidikan, kesehatan,

dan sosial. “Menjadi Romo harus

terbuka terhadap segala karya

keselamatan. Baik di paroki,

pendidikan -seminari, sekolah,

dan perguruan tinggi-, rumah

sakit, klinik kesehatan, hingga

panti asuhan,” ungkap Romo Akik

mengawali obrolan singkat di

sela-sela pemotretan kaver Jubileum

edisi 240.

“Hal apa yang menjadi ciri khas sekolah Katolik? Kedisiplinan, kualitas

guru dan murid? Apakah di sekolah non-Katolik tidak ada kedisiplinan serta

guru dan murid yang berkualitas? Pasti ada. Jadi bukan itu ciri khas sekolah

Katolik. Yang menjadi kekhasan dan sumber dari semua pusat kehidupan

sekolah Katolik adalah Yesus Kristus. Jika disiplin, itu karena Yesus Kristus

juga mengajarkan nilai kedisiplinan. Demikian juga nila-nilai lain seperti

ketaatan, kejujuran, integritas,dan perhatian secara personal. Itu semua

nilai-nilai yang diajarkan dan teladan dari Yesus Kristus sendiri. Kalau

dijalankan dengan benar dan konsekuen, sekolah Katolik akan melahirkan

ekspresi dari Kristus dalam berbagi macam hal. Baik itu cerdas, berprestasi,

berbudi luhur dan sebagainya; bukan bersumber dari diri sendiri, tapi

dari Yesus Kristus”, demikian penjelasan Ketua Majelis Pendidikan Katolik

Keuskupan Surabaya (MPK-KS) dan Ketua Umum Yayasan Yohanes Gabriel

Keuskupan Surabaya ini.

RD. Adrianus Akik Purwanto Lahir : Bojonegoro, 1971

Romo Akik yang aktif juga di kepramukaan. Pada Oktober hingga November 2015 pernah mewakili Tim Kerja Kepramukaan Majelis

Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) menghadiri Asian Pacific Region

(7)

SMAK Santo Vincentius A Paulo Blitar 1987-1990 Seminari Menengah Santo Vincentius A Paulo, Garum, Blitar 1987-1991 Tahun Rohani/Novisiat Giovanni XXIII, Malang 1991-1992 Seminari Tinggi Giovanni XXIII, Malang 1992-1999

STFT Widya Sasana Malang (S1) 1992-1996

STFT Widya Sasana Malang (S2) 1997-1999

De La Salle Manila University, Filipina

(S2, Educational Leadership & Management) 2008-2011 PENDIDIKAN

Romo Rekan Paroki Santo Yusup, Blitar 1999-2006 Romo Rekan Paroki HKY Surabaya 2006-2007 Romo Rekan Paroki HKY Surabaya 2011-2016 Romo Rekan Paroki St. Aloysius Gonzaga 2016-sekarang

PELAYANAN PAROKIAL

Seminari Santo Vincentius A Paulo Blitar 1999-2006 Yayasan Yohannes Gabriel Blitar 2002-2006 Moderator Warakawuri Santa Monica 2012-sekarang Yayasan Yohannes Gabriel Perwakilan 1 Surabaya 2011-2016 Yayasan Yohannes Gabriel Pusat 2016-sekarang Koordinator WWME Distrik IV Surabaya 2015-2018 Koordinator WWME Indonesia 2019-sekarang

(8)

Obrolan

Cak Klowor

MENCARI SOLUSI TEPAT DUNIA

PENDIDIKAN DI MASA PANDEMI

Gara-gara pandemi, hampir semua tatanan kehidupan masyarakat suatu bangsa menjadi tidak menentu, tak terkecuali di bidang pendidikan. Sudah beberapa bulan ini aktivitas dunia pendidikan tidak bisa menjalankan pembelajaran di ruang kelas. Beberapa cara dilakukan agar pembelajaran tidak berhenti, namun menurut para pendidik belum ada yang efektif.

“Belajar mengajar secara daring/online untuk guru dan siswa di perkotaan mungkin tidak menjadi soal, tetapi bagi sekolah yang berada di pelosok-pelosok desa tentu banyak mengalami kendala terutama akses internet dan fasilitas pembelajaran lainnya," Cik Lily mengawali pembicaraan.

“Apalagi dengan cara ini menuntut siswa untuk belajar secara mandiri serta membutuhkan fasilitas dan sumber daya yang memadai," tambah Cak Widodo.

“Tentu saja tidak sedikit yang tidak bisa menjalankan metode pembelajaran jarak jauh tersebut, sehingga ada banyak sekolah yang meliburkan proses pembelajaran secara tatap muka selama pandemi Covid-19 ini," Cak Robert ikut ndompleng memberikan pendapatnya.

“Bagaimana menyediakan akses internet? Ada handphone, atau laptop, harus mengeluarkan biaya akses internet. Tentu dalam hal ini bagi keluarga yang berpenghasilan rendah akan merasa kesulitan. Hal ini akan menghasilkan ketimpangan juga di dalam dunia pendidikan," Cak Klowor yang sejak tadi senyum-senyu memberikan komentar.

“Dari segi psikologis aku dengar sebenarnya banyak guru yang senang mengajar secara tatap muka. Yah... itu karena kebiasaan. Dengan adanya pandemi Covid-19 ini memang membuat semua berubah, termasuk cara belajar mengajar. Pembelajaran secara baru ini memang sebuah keterkejutan bagi banyak guru. Ini adalah konsep baru dalam dunia pendidikan," kata Cik Lily.

“Iya bener Cik, apakah mungkin sebuah institusi pendidikan bisa menciptakan dan membangun karakter dan menanamkan nilai-nilai moral dengan cara pembelajaran daring? Itu Cik yang ada dalam pikiranku tadi," kata Cak Wid.

“Virus corona yang ditetapkan oleh WHO sebagai wabah global pada tanggal 11 Maret 2020 ini, mengubah segalanya. Termasuk cara pembelajaran, yang memaksa berbagai pihak untuk mengikuti alur yang sekiranya bisa ditempuh agar pembelajaran dapat berlangsung, dan yang menjadi pilihan adalah dengan memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran daring," kata Cak Klowor

(9)

Wajah pendidikan di Indonesia. Sumber: goodnewsfromindonesia.id

“Tapi... penggunaan teknologi ini bukannya tanpa masalah, menurut beberapa Guru ada beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan efektifitas pembelajaran, seperti penggunaan teknologi yang masih rendah. Harus diakui bahwa tidak semua guru paham tentang teknologi... Padahal menurutku pendidikan merupakan kunci pembangunan sumber daya manusia, merupakan kunci terwujdnya Indonesia Emas 2045, yang adil, sejahtera, aman, damai, maju, dan mendunia,” Cik Lily menambahkan.

“Betul Cik, pendidikan itu akan menentukan ke mana bangsa ini akan menyongsong masa depannya, apakah akan menjadi bangsa yang besar dan beradab, cerdas dan siap beradaptasi dengan perubahan jaman, atau menjadi raksasa sakit yang tenggelam dalam persoalan sendiri. Kalah dalam persaingan global dan diacak-acak oleh bermacam-macam kepentingan jangka pendek, baik dari dalam maupun luar negeri”.

“Sebenarnya sudah dipikirkan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan kita, termasuk anggaran pendidikan yang dinaikkan menjadi 20 persen dari APBN. Tetapi masalah pendidikan nasional masih terkendala dua persoalan mendasar, yaitu soal akses dan kualitas pendidikan. Itu Cik menurutku," kata Cak Wid.

“Pendidikan Katolik sendiri juga ikut mengalami dampak covid ini, datanya belum pasti, tetapi banyak sekolah Katolik sampai saat ini masih banyak kekurangan murid. Sekolah Katolik yang menjadi incaran masyarakatpun muridnya berkurang, tidak tahu pasti apa yang menjadi sebabnya. Kalau murid saja tidak ada, bagaimana ikut meningkatkan mutu pendidikan?”

“Di parokiku Cak sudah mengerahkan team terjun ke kampung-kampung dan ke sekolah katolik tetangga, dengan tawaran gratis SPP selama 3 bulan, tidak ada juga peminatnya. wah parah.... Ini bukan karena dampak covid tetapi sudah lima tahun terakhir ini, situasi semakin memburuk”, ungkap Cik Lily.

“Menurutku kita harus mencari solusi menyeluruh dalam dunia pendidikan kita terutama Katolik, dalam meningkatkan jumlah murid, mutu pendidikan, dan dampak pendidikan di masa pandemi ini. Kita pikirkan bersama, bagaimana arah pendidikan kita," pungkas Cak Robert. (EBS)

(10)

Mimbar

THE POWER

OF

ZOOM

MEETING

RD. Alphonsus Boedi Prasetijo

Ketua Komisi Komsos Keuskupan Surabaya Tinggal di Pastoran Santo Yusup Karangpilang, Surabaya

Di masa New Normal atau Kenormalan Baru ini kita ditantang untuk menjadi kreatif dalam dunia pendidikan formal, baik di Sekolah Dasar sampai ke jenjang Perguruan Tinggi. Hal yang sama berlaku dalam dunia pendidikan informal dan pembinaan iman di lingkup Gereja Katolik mulai dari pembinaan iman (BIAK, REKAT) hingga persiapan perkawinan (Komisi Keluarga di Keuskupan/Seksi Keluarga di Paroki). Kita bisa memanfaatkan Zoom Meeting untuk media komunikasi sosial antar peserta pendidikan dan pembinaan iman itu. The power of zoom meeting semoga menjadi peluang yang efektif (tepat guna) dan efisien (tepat sasaran) di masa Kenormalan Baru ini.

I

Pertama kali saya memakai aplikasi Zoom Meeting ini saat rapat koordinasi dengan RD. Antonius Steven Lalu, Sekretaris Eksekutif Komsos KWI di Jakarta dan para Ketua/Wakil Komsos Keuskupan di Indonesia pada Jumat, 24 April 2020, pukul 10.00-12.00 WIB dalam rangka evaluasi Misa Live Streaming dan Persiapan Doa Rosario bersama Para Bapa Uskup se-Indonesia. Yang kedua saat mengadakan Rapat Koordinasi terkait Revisi Draft Buku Khotbah Katolik Kebencanaan pada Sabtu, 25 April 2020 pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB bersama Bapak V. Luluk Prijambodo, para romo dan para dosen Unika Widya Mandala Surabaya yang ikut ambil bagian.

(11)

Para Romo yang mengikuti Virtual Meeting via Zoom bersama Romo Vikep Surabaya Barat, RD. Johanes Anano Sri Nugroho dan RD. Adrianus Akik Purwanto (pojok kiri atas) yang memimpin pertemuan. (Dok.:Penulis)

Dalam rapat ini kita bisa saling memandang via video dan berkomunikasi dengan audio. Memang, Zoom Meeting merupakan aplikasi meeting online dengan konsep screen sharing. Aplikasi ini memungkinkan kita bertatap muka dengan lebih dari 100 orang partisipan. Tidak hanya di PC (Personal Computer) atau laptop, aplikasi ini juga bisa diunduh di smartphone atau telepon pintar kita.

Pada Senin, 18 Mei 2020 pukul 09.45 WIB Para Romo Kevikepan Surabaya Barat mengadakan Virtual Meeting via Zoom juga. RD. Adrianus Akik Purwanto mendampingi Romo Vikep Surabaya Barat, RD. Johanes Anano Sri Nugroho di Paroki Aloysius Gonzaga, Surabaya mengadakan

pertemuan koordinasi bersama para romo yang mengikuti cukup dari pastoran masing-masing dengan aplikasi Zoom Meeting.

II

Pada hari Minggu, 14 Juni 2020 pukul 10.00 WIB, memenuhi undangan Angela Tedja, Pembina BIAK Lingkungan Santo Aloysius, Pandean, Madiun, saya mengikuti kegiatan pembinaan iman anak Katolik via Zoom Meeting selama 30 menit. Bertepatan dengan Hari Raya Tubuh dan Darah Tuhan, kesempatan baik bagi saya untuk berkatekese tentang Misteri Komuni Kudus, Yesus yang menyatakan diri sebagai “Roti Hidup” bagi hidup manusia, termasuk anak-anak.

(12)

Angela Tedja, Pendamping BIAK Lingkungan Santo Aloysius Madiun (No. 2 dari kiri atas) bersama anak-anak yang ikut pembinaan iman via Zoom pada Hari Raya Tubuh dan Darah Tuhan, Minggu, 14 Juni 2020. (Dok. Angela Tedja)

Secara kebetulan, pada hari Minggu itu RD. Agustinus Tri Budi Utomo atau Romo Didik, Vikep Pastoral Keuskupan Surabaya dan Pemimpin Umum Majalah Jubileum datang ke Pastoran Sayuka. Maka, kita berdua bergaya sebentar besama Angela Tedja dan anak-anak BIAK Lingkungan Santo Aloysius berfoto seperti foto di bawah ini:

III

Pada hari Kamis, 18 Juni 2020 Romo Didik, selaku Vikep Pastoral Kesukupan Surabaya dan RD. Boedi Prasetijo, sebagai Ketua Komisi Komsos Keuskupan menyapa Tim Komsos Paroki se-Keuskupan Surabaya via Zoom Meeting. Setelah pengantar umum dari Romo Didik dan sapaan Romo Boedi sebagai Ketua Komisi Komsos, dilanjutkan dengan sharing pengalaman dari Tim Komsos Paroki berkenaan dengan kegiatan di paroki-paroki selama masa pandemi Covid-19. Virtual Meeting ini berawal dari pukul 19.00 WIB sampai dengan pukul 22.11 WIB.

(13)

Romo Didik dan Romo Louis (No. 2 dari pojok kanan atas) saat berfoto bersama para Tim Komsos Paroki Se-Keuskupan Surabaya yang mengikuti virtual meeting via Zoom bersama RD. A. Boedi Prasetijo, Kamis, 18 Juni 2020 (Dok. Stefani DP).

Terima kasih kepada Romo Didik dan M.C. Stefani D. P. yang menjadi fasilitator suksesnya pertemuan via Zoom Pastoral Keuskupan Surabaya dengan topik Romo Didik dan Romo Boedi Menyapa Komsos Se-Keuskupan Surabaya. Dokumentasi para romo dan Tim Komsos Paroki-Paroki se-Keuskupan Surabaya terlampir.

IV

PPNK Sayuka (Pembinaan Pra Nikah Katolik Paroki Santo Yusup, Karangpilang) Surabaya di masa New Normal ini telah memulai pembinaan persiapan perkawinan bagi para calon pengantin yang memanfaatkan fasilitas Zoom Meeting dengan topik Pelajaran KPP 1 St. Yusup Karangpilang yang diselenggarakan pada hari Jumat, 3 Juli 2020 pukul 19.00 WIB; disusul dengan topik KPP 2 St. Yusup Karangpilang yang diselenggarakan pada Sabtu 4 Juli 2020 pukul 18.45 WIB; serta topik KPP 3 St. Yusup Karangpilang yang diselenggarakan Minggu, 5 Juli 2020, pukul 09.00 WIB.

(14)

Dua minggu sebelumnya Tim PPNK mengadakan koordinasi sekaligus latihan menggunakan Zoom Meeting bersama Elizabeth Atik (Sekretaris II DPP Sayuka) dan RD. Matheus Suwarno, pastor rekan Paroki Sayuka yang juga menjadi narasumber. Akhirnya, pada Jumat hingga Minggu, 3-5 Juli 2020 Tim PPNK SAYUKA telah berhasil melaksanakan pembinaan via Zoom Meeting bersama 14 calon pasutri dengan baik dan lancar.

V

Pada Senin, 13 Juli 2020 pukul 10.00 RD. J. Anano Sri Nugroho

mengundang lagi Virtual Meeting via Zoom dengan topik Sharing Mengenai SE ke-6 & KUP Keuskupan Surabaya (14 Juni 2020) serta Hasil Pertemuan Forum Vikep (8 Juli 2020).Pertemuan berlangsung selama 2 jam, mulai dari pukul 10.00 hingga 12.00 WIB. Lancar dan gayeng.

The Power of Zoom Meeting benar-benar banyak membantu kami para imam, baik untuk pendidikan dan pembinaan iman serta rapat dan pertemuan di masa New Normal. Tetap tinggal di rumah saja, jaga jarak dan memakai masker, serta rajin cuci tangan. Semoga masa pandemi Covid-19 segera berlalu. Berkah Dalem. RD. Matheus Suwarno (pojok kiri atas) bersama Tim PPNK Sayuka dan 14 peserta calon pasutri (Dok. PPNK Sayuka).

(15)

Katekese

KESATUAN DAN KESETIAAN

HIDUP PERKAWINAN

RD. Laurensius Rony

Wakil Komisi Katekese Keuskupan Surabaya

A. Kesatuan (unitas, monogami)

Perkawinan Kristiani yang dilangsungkan antara satu (pria) dan satu (wanita) didasarkan pada sumber-sumber Alkitab :

1) Perjanjian Lama: Pada Kitab Suci Perjanjian Lama kita dapat menemukan adanya perkembangan menuju cita-cita ke perkawinan yang monogami. Pada zaman bapa-bapa bangsa yang hidup dalam budaya patrialkal, tujuan dari perkawinan adalah memperoleh keturunan, sehingga demi adanya keturunan dimungkinkan adanya perkawinan poligami (bdk. Kejadian 16:1-3; 25:1-6). Pada jaman keruntuhan (1000-600 SM) praktek ini mulai berkurang namun mulai pula dikenal kebiasaan bercerai (Ulangan 24:1-4).

Pada zaman para nabi kesetiaan suami terhadap istri yang tidak setia digunakan untuk menjelaskan kesetiaan Yahwe kepada umat-Nya (bdk. Yehezkiel 16; Hosea 1-3)

Pada zaman pembuangan ada perkembangan paham menuju perkawinan monogam (bdk. Imamat 21: 13-14)

Ada dua teks pokok dalam PL yang dijadikan sumber untuk memahami gagasan mengenai hubungan pria dan wanita yang tunggal dan tak terceraikan.

a. Kejadian 1:26-30: Menurut perikop ini, hakekat perkawinan adalah persatuan antara seorang pria dan wanita yang diberkati oleh Allah sendiri dan diberi tugas bersama olehnya untuk meneruskan generasi manusia serta memelihara dunia. Laki-laki dan perempuan sederajat dan mendapat tugas yang sama (ayat 28-29).

b. Kejadian 2:18-25: Menurut perikop ini, hakekat perkawinan adalah persatuan erat antara seorang pria dan seorang wanita, atas dorongan

(16)

a. Allah sendiri, yang mendorong suami mau meninggalkan ayah ibunya ayat 24 serta hidup bersatu dengan istri sedemikian erat sehingga keduanya menjadi satu manusia baru, menjadi satu tulang dan daging ayat 22-23. Ciri monogami perkawinan ditunjukkan pada kata “keduanya menjadi satu daging” dalam kata keduanya terkandung bahwa hubungan itu terjagi antara satu (pria) dengan satu (wanita) ayat 25.

Dalam 2 teks itu terdapat arah pemikiran :

a. Hubungan suami istri dijadikan suatu institusi suci yang menjamin kesucian hubungan seksual, baik sebagai ungkapan kasih dan prokreasi. (Kejadian 1:28 ; 2:23-25)

b. Hubungan suami istri yang monogam menjadi sendi kekuatan bagi kesatuan nasional, karena ungkapan kesetiaan dalam perjanjian dengan Yahwe menjadi nyata. Dalam cita-cita yang mengagumkan ini tetap ada soal yaitu ketegangan antara cita-cita dan praktek. Realitas kehidupan manusia menunjukkan selalu ada tragedi kehidupan yang menggagalkan perkawinan yang disebabkan oleh dosa. Kejadian 3 mengisahkan tragedi yang mempengaruhi seluruh kehidupan, juga kehidupan suami istri. Maka dibutuhkan penebusan.

1) PB : Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru sifat monogami perkawinan kembali ditegaskan Yesus dengan menunjuk pada kisah penciptaan (Matius 19:4-6): keduanya menjadi satu daging. Paulus kembali menegaskan ajaran Yesus mengani monogami (satu dengan satu) (Roma 7:2-3; 1 Korintus 17)

B. Kesetiaan (tak terceraikan, indissolubilitas) Perkawinan Kristiani berlangsung seumur hidup 1) Perjanjian Baru: Yesus menghendaki perkawinan

dijadikan lembaga suci yang tak terceraikan, dalam Matius 19:3-11 (bdk. Markus 10:212; Lukas 16:18; Matius 5:31-32. Penegasan Yesus ini jelas berlaku untuk semua bentuk perkawinan, tak ada yang terkecualikan karena yang dijadikan dasar ialah penciptaan pria dan wanita. Penegasan tersebut menunjukkan ideal setiap bentuk perkawinan: “satu dengan satu setia untuk selama hidup”. Sebagai cita-cita ideal hal itu menjadi suatu tuntutan. Tetapi

(17)

Yesus tidak membakukan yang ideal ini menjadi hukum dengan sanksi yang mutlak. Yesus tidak mempersalahkan Musa yang mengizinkan perceraian. Yesus menegaskan bahwa itu terjadi karena ketegaran hati manusia.

a) Matius dalam meredaksikan ajaran Yesus (Matius 5:31-32 & 19:1-12) di

satu pihak dengan jelas menyampaikan ideal ajaran Yesus yang mutlak, dari lain pihak ia tidak menutup mata terhadap adanya “tragedi” dalam hidup perkawinan. Sebagai tanggapan pastoral konkret Matius berani mengadakan “pengecualian praktis” dari ajaran ideal Yesus dengan terkenal dengan sebutan klausul Matius, yaitu kata: “kecuali karena zinah”.

b) Paulus dengan jelas menegaskan ajaran Yesus mengenai monogami dan indisolubilitas perkawinan. (Roma 7:23 dan 1 Korintus 7:10-11, 38). Tetapi Paulus juga mengijinkan bigami suksesif: Orang boleh kawin lagi kalau pasangannya sudah meninggal. Dari satu pihak dengan jelas ia menyampaikan citacita ideal perkawinan seperti yang telah diajarkan Yesus sendiri yakni satu dengan satu (monogami) dan tak terceraikan (indisolubile), yang berlaku untuk setiap bentuk perkawinan. Namun Paulus tidak menutup mata terhadap adanya tragedi dalam hidup perkawinan, khususnya yang dihadapi pasangan perkawinan beda agama. Kalau pihak tidak beriman tidak mau hidup dalam damai kemudian meninggalkan pihak yang beriman, maka pihak yang beriman tidak lagi terikat dengan pihak yang tidak beriman yang meninggalkan dan tidak setia itu” (bdk.1 Korintus 7:12-16). Dengan kata lain Paulus berani merestui “pengecualian praktis” dari cita-cita ideal perkawinan, bila terjadi tragedi dalam hidup perkawinan. Khususnya perkawinan beda agama.

2) Ajaran Bapa-Bapa Gereja

a) Para Bapa Gereja dengan bersumber pada ajaran Yesus mewartakan ideal perkawinan Kristiani, “satu dengan satu menuntut kesetiaan untuk seumur hidup”. Bahkan ada beberapa Bapa Gereja yg ekstrim tidak memperbolehkan orang nikah lagi bila jodohnya meninggal (Tertulianus & Novatianus). b) Namun ada pula praksis pastoral yang dengan penuh pengertian menerima

kembali “orang yang sudah cerai lalu kawin lagi” karena alasan tertentu. Praksis pastoral yang demikian di kalangan Gereja Barat dihentikan sejak abad IV dengan keputusan Konsili Suci.

(18)

a) Di kalangan Gereja Timur praksis pastoral yang demikian terus berlangsung. Origenes (185-254); St. Epiphanus (315-403); Basilius Magnus (329-379). Ada praksis pastoral yang mengijinkan seseorang untuk menikah lagi karena ditinggal oleh pasangan yang tidak setia, untuk menghindari bahaya besar (kumpul kebo), mereka yang mengalami hal tersebut tidak dihukum oleh Gereja.

b) Alasan Gereja Timur menerapkan praksis pastoral yang demikian ialah segala upaya harus tetap dilakukan untuk mempertahankan perkawinan. Tetapi bila segala cara dan upaya telah ditempuh dan perkawinan itu tetap hancur, apakah Gereja tidak akan menolong orang yang berada dalam situasi demikian? Kami adalah saksi ketika mereka bersatu, kami pula yang menyaksikan kehancuran perkawinan mereka, apakah kami akan tetap tingal diam membiarkan mereka dalam kehancuran?

c) Di Gereja Barat (Ambrosius & Agustinus) terdapat juga ajaran bahwa perbuatan zina dapat digunakan sebagai alasan unutk mengadakan perceraian kemudian kawin lagi, tetapi masih terbatas pada laki-laki yang ditinggal oleh istri yang tidak setia. Hal ini dipengaruhi oleh zaman yang masih memandang rendah kaum perempuan.

1) Konsili Trente

Melalui pernyataan-pernyataannya menegaskan kembali ideal perkawinan seperti yang diajarkan oleh Yesus, khususnya berhadapan dengan golongan reformasi. Tidak mengutuk praktek pastoral Gereja Timur yang masih memberkati perkawinan kedua yang disebabkan oleh tragedi kehidupan perkawinan pertama. Yang dikutuk Gereja adalah Gereja reformasi yang mempersalahkan Gereja Katolik yang mengajarkan ikatan perkawinan tidak dapat diceraikan karena perbuatan zina.

Paus Leo XIII dalam Ensiklik Arcanum (10 Februari 1880) menyatakan bahwa ketunggalan dan kesetiaan total untuk seumur hidup merupakan sifat hakiki perkawinan, juga perkawinan sebagai lembaga kodrati.

Harmonis hingga usia senja. Sumber: jaredbarden.com 3)

(19)

2) Paus Pius XI dalam Ensiklik Casti

Connubii (31 Desember 1930)

menyatakan bahwa cinta kasih merupakan inti, mempunyai tempat utama dalam perkawinan dan dalam dirinya mengandung semua tugas dan kewajiban dalam hidup berkeluarga. Cinta kasih suami istri bukan hanya cinta kasih jasmani yang akan segera hilang apabila rasa tertarik berdasarkan keindahan alamiah hilang, melainkan adalah cinta kasih sejati yang terdapat dalam

sikap pribadi sungguh intim, apabila dimengerti secara luas meliputi seluruh kebersamaan dan persatuan hidup seluruhnya. Cinta kasih sejati antar suami istri yang belum dipermandikan, mengandaikan dan menuntut kesetiaan total untuk selama-lamanya. Maka sifat “tak terceraikan” melekat pada setiap bentuk perkawinan.

C. Kesatuan dan kesetiaan hidup perkawinan

Istilah yang hidup mempunyai arti perkawinan Kristiani memiliki unsur dinamis :

1) Disatu pihak diharapkan terus berkembang hingga sungguh menyerupai dan mengaktualkan hubungan Kristus dengan Gereja yang sekaligus menjadi dasar dan pola perjuangan mereka.

2) Dilain pihak hubungan kasih itu dapat menyurut, bahkan sampai titik nol, bahkan minus ketika mereka tidak lagi saling mencintai bahkan sampai saling membenci.

Konsekuensi pada sakramentalitas perkawinan: Bila perkawinan yang dibangun atas dasar kasih dan kesetiaan itu menghilang maka dasar untuk membentuk perkawinan itu sendiri tidak lagi ada.

Maka kebijakan Pastoral Gereja harus selalu mencontoh sikap dan teladan Yesus sendiri, yaitu:

1) Yesus mewartakan ideal perkawinan, yang dilangsungkan antara satu dengan satu dan untuk seumur hidup.

2) Tidak mengkritik praktek pastoral Musa, karena hal itu lebih disebabkan oleh ketegaran hati orang Israel.

3) Menekankan pendekatan hati seperti sikap Yesus terhadap perempuan Samaria (Yohanes 4) yang dengan penuh kasih dengan menuntun perempuan yang berdosa dan jelek di mata masyarakat untuk sampai pada pertobatan sejati, bahkan bila mungkin sampai menjadi pewarta sabda.

(20)

Renungan

Pertanyaan mendasar bagi setiap orang beriman: situasi bingung, gelisah, takut, seperti sekarang ini membawa kita kemana? Menjauh dari Allah? Atau mendekat pada Allah?

Semua situasi kehidupan hanya ada dua pertanyaan itu. Menjauh dari Allah atau mendekat pada Allah? Ketika kita sedang sakit atau sehat, ketika kita sedang gembira atau sedih, ketika kita sedang kehilangan harapan atau penuh harapan, ketika kita sedang berlimpah harta benda atau makan hari ini pun tidak bisa, ketika hidup tanpa beban atau berbeban sangat berat.

Tentu masing-masing dari kita yang dapat menjawab pertanyaan itu. Dan jawaban itu dapat juga berupa klaim-klaim perasaan yang subyektif. Tentu masing-masing agama memiliki kebenaran-kebenaran yang diajarkan tentang menjauh dari Allah atau mendekat pada Allah.

Apakah banyaknya, panjangnya atau khusyuknya doa dan ibadat, merupakan tanda dekat pada Allah? Begitu pula sebaliknya.

Apakah dengan berpakaian agamais, merupakan tanda dekat pada Allah? Begitu pula sebaliknya.

Apakah dengan banyak beramal dan berbuat baik, merupakan tanda dekat pada Allah? Begitu pula sebaliknya.

Apakah banyak kegiatan keagamaan yang dilakukan, merupakan tanda dekat pada Allah? Begitu pula sebaliknya.

RD. Alexius Kurdo Irianto

Kepala Paroki Santo Paulus, Juanda, Sidoarjo

MENJAUH DARI ALLAH ATAU

MENDEKAT PADA ALLAH

(21)

Adakalanya memang mengalami bosan dan kering. Namun kedekatan selalu membawa kerinduan. Bukan sebatas memiliki pengetahuan yang lengkap tentang Dia atau sebatas melakukan “transaksi” kebutuhan atau keinginan kita. Kedekatan itu harus membawa pengaruh pada hidup kita dan mereka yang ada di sekitar kita. Dia mempengaruhi dan membentuk hidup kita seperti yang dihendakiNya. Dan kita dengan tulus bersedia dipengaruhi dan dibentuk oleh-Nya.

Bukan sebatas tahu. Bukan sebatas mengenal. Tetapi memiliki pengaruh besar dalam hidup kita dan orang-orang di sekitar kita. Bukan klaim perasaan atau kegiatan atau pakaian, tetapi orang lain yang mengalami kehadiran-Nya, dalam diri kita.

Berada dalam situasi yang membingungkan dan menakutkan ini merupakan kesempatan bertanya: Semakin jernih atau semakin keruh kita mengambil pilihan semakin mendekat pada Allah atau semakin menjauh dari Allah?

Tuhan yang Maha Kasih, berilah kami terang Roh Suci-Mu sehingga kami mampu semakin menjernihkan suara-Mu dalam hati kami. Kami percaya apapun yang kami hadapi dalam hidup, Engkau selalu bersama kami. Namun sering kami yang menjauh dari-Mu. Tobatkanlah kami sehingga kami menemukan kehadiran-Mu dalam diri sesama, khususnya yang sedang menderita; dan sesama kami, khususnya yang sedang menderita, menemukan kehadiran-Mu dalam diri kami.

(22)

Laporan

Utama

RD. Agustinus Tri Budi Utomo Vikaris Pastoral Keuskupan Surabaya

ANGGUR BARU

DI KANTONG YANG BARU

Kantong kulit yang baru diperlukan karena kantong itu bebas dari semua bekas unsur fermentasi (sel-sel ragi yang sudah matang). Apabila sari buah anggur yang baru dimasukkan ke dalam kantong kulit yang lama, maka sari buah itu akan lebih cepat meragi karena sudah ada sel-sel ragi di dalam kantong kulit yang lama itu. Fermentasi yang terjadi dengan demikian akan merusak baik sari anggur yang baru maupun kantong kulitnya (yang akan pecah karena tekanan proses peragian). Untuk menjaga agar sari buah anggur “tetap manis”, maka sari buah tersebut harus dimasukkan ke dalam suatu wadah baru yang tertutup rapat-rapat. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memakai pengalaman para pengolah anggur tersebut sebagaimana dicatat oleh ketiga penulis Injil (Matius 9:17, Markus 2:22, Lukas 5:39). “Anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya”.

Pendidikan menurut ajaran Gereja Katolik bersifat hakiki bagi pertumbuhan karakter dan iman Kristiani, bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan. Deklarasi Gravissimum Educationis mengingatkan melimpahnya ‘anggur baru’ yang dihasilkan Konsili Vatikan II sehingga sekolah Katolik meninggalkan kantong lama ‘sekolah identik dengan lembaga’ menuju sekolah sebagai komunitas. Sekolah adalah komunitas yang dibangun di antara orang tua, anak dan guru. Sekolah sebagai kelanjutan relasi kasih dalam keluarga. Sekolah Katolik mestinya menjadi ‘seminarium’ (persemaian) nilai-nilai Kristiani, mengajarkan kebijaksanaan, mendorong para murid aktif menemukan dan mengembangkan dirinya secara

(23)

integral, menumbuhkan hasrat belajar sehingga menemukan sukacita dalam proses belajar (senang belajar). Dengan demikian di sekolah Katolik diharapkan setiap pribadi bermartabat, meningkatkan kapasitas untuk sampai pada pengetahuan akan kebenaran. Melalui setiap aktivitas di sekolah perspektif religius diimplementasikan. Konsili Vatikan II merindukan Sekolah Katolik sebagai komunitas terjadinya integrasi Iman, Budaya dan Kehidupan.

Pandemi Covid-19 menyentak dan menyadarkan dunia pendidikan yang sekian lama terlelap dalam ‘kantong kelembagaan’ yang mewujud dalam bentuk pola pengajaran berdinding tembok gedung sekolah. Murid menjadi individu yang tercerabut dari panggilan orang tua sebagai pendidik yang utama. Cinta personal orang tua terhadap anak tergeser/tergantikan oleh kesanggupan orang tua menyetorkan biaya pendidikan yang dituntut sekolah. Pengajaran di sekolah terbelit oleh sistem kebijakan kekuasaan yang dikendalikan oleh kepentingan politik dan ekonomi. Di lain sisi, penyelenggara pendidikan terpaksa mengorbankan visi ideal pendidikan karena harus memenangkan kompetisi dan meningkatkan keuntungan finansial demi mempertahankan life-cycle keberadaan lembaga (unit usaha) yang dimilikinya. Katolisitas Sekolah Katolik tinggal tersisa dengan adanya formalitas doa dan pelajaran agama yang semakin tidak menumbuhkan pengenalan dan cinta akan Tuhan, tetapi sekedar beban kurikulum dan tugas yang dibenci siswa.

Keganasan dan kecerdikan virus Corona memorak-porandakan sekolah sebagai aktivitas berkumpul dan berinteraksinya antara guru dan siswa di satu ruang. Covid-19 membobol ‘kantong lama’ gaya pendidikan sekolah saat ini. Kantong lama ini tidak lagi relevan. Yang ngotot memakai kantong lama akan menjadi sarang penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan kebijakan belajar dari rumah terhadap semua jenjang pendidikan mulai pra-sekolah hingga pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta.

Aktivitas beberapa guru SD Yohanes Gabriel, Surabaya yang datang bergantian ke sekolah. Mempersiapkan materi ajar dan mengajar via daring pada para siswa. (Dok. JUB/Yung)

(24)

Para penyelenggara ‘lembaga’ pendidikan, kecuali para orang tua yang selama ini telah berani menerapkan pola pendidikan anak secara ‘homeschooling’, tidak menyiapkan sumber daya manusia - pendidik (guru), peserta didik, dan peran orang tua- maka menjadi kelabakan.

Selama enam bulan ini, lembaga pendidikan yang sudah ‘nyaman’ dengan ‘kantong lama-nya' menjadi gagap atas kemampuan para pendidik, sistem kurikulum yang sesuai, ketersediaan sumber belajar, dukungan perangkat dan jaringan yang stabil sehingga semua stakeholder pendidikan (baik dari pendidik, peserta didik, maupun orang tua) bingung dan mengeluh.

Banyak pendidik yang mengeluhkan terbatasnya ketersediaan sarana teknologi. Kemampuan pengoperasian maupun jaringan internet di beberapa wilayah/lokasi penugasan yang terlalu berat/minimal namun dituntut segera melaksanakan dengan waktu yang singkat.

Murid mengeluh banyak tugas merangkum dan menyalin dari buku, pola belajar-mengajar masih kaku, guru cenderung beri tugas terus-menerus tanpa pengajaran yang mencukupi, keterbatasan kuota internet untuk mengkuti pembelajaran daring, sebagian siswa tidak mempunyai gawai pribadi sehingga kesulitan dalam mengikuti ujian daring.

Kemungkinan besar pandemi Covid-19 ini tidak akan hilang dalam waktu singkat, bahkan WHO mengumumkan ada potensi gelombang endemik baru. Di samping hidup keagamaan, tiga sektor sosial yang paling mengalami dampaknya adalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Ketiganya akan saling mengait, tantangan besar akan kita hadapi bersama, baik secara individu, komunitas, kelembagaan maupun pemerintah.

(25)

Keuskupan Surabaya, melalui Yayasan Yohanes Gabriel, mengelola 154 sekolah. Secara umum, jumlah siswa turun tajam sepuluh tahun terakhir. Seiring dengan penurunan jumlah siswa, menurun pula kekuatan ekonomik untuk menopang biaya operasional dan pengembangan sekolah. Sebagian besar sekolah kita ada di luar kota Surabaya. Kaderisasi kepemimpinan manajemen sekolah serta jumlah pengajar yang kompeten sulit dipenuhi secara layak. Tingkat kepercayaan umat Katolik terhadap persekolahan Katolik menurun.

Pertanyaan besar, dan meskipun sungguh terasa berat, mesti kita ajukan dalam rangka nasib pastoral dan penyelenggaraan pendidikan Sekolah Katolik ke depan: Apakah persekolahan Katolik milik Keuskupan masih relevan dan signifikan? Jikalau masih signifikan, bagaimana caranya mengembalikan/ memulihkan idealisme dan Katolisitas Sekolah Katolik sehingga menjadi bermanfaat bagi pencerdasan kehidupan bangsa dan mewujudkan hakikat pendidikan Katolik seperti yang diharapkan oleh Gereja? Jikalau masih relevan, bagaimana memulihkan kembali relasi misioner antara sekolah Katolik dengan Gereja lokal? Bagaimana cara menopang dan menghidupi eksistensi, misi, dan pengembangannya? Bagaimana cara mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah Katolik? Bukankah faktor kunci keberhasilan mewujudkan misi sekolah mesti ditunjang oleh penyiapan serta peningkatan kualitas pengajar yang memiliki spiritualitas dan penghidupan yang baik? Bagaimana mewujudkan visi Konsili terhadap sekolah sebagai ‘Komunitas’ bagi pembentukan integrasi Iman, Budaya dan Kehidupan yang bermartabat bagi setiap siswa serta terpulihkannya relasi utuh antara Orang Tua, Sekolah, Masyarakat dan Gereja dalam pengelolaan dan menghidupi nilai-nilai Injil?

Sungguh mendesak diadakannya penegasan Visi Pendidikan Katolik, tahap-tahap pengembalian ke rel hakekat Sekolah Katolik, solidaritas stakeholder dalam menopang penyelenggaraan sekolah, pembenahan misi dan perumusan rencana strategis Yayasan Yohanes Gabriel ke depan, lebih- lebih memperkirakan skenario pola pembelajaran berbasis luring dan daring dalam jangka pendek ini.

(26)

Laporan

Utama

DINAMIKA SEKOLAH

YAYASAN YOHANES GABRIEL

PADA MASA PANDEMI

Pendidikan adalah bidang strategis untuk memajukan masyarakat sebagai wujud pengalaman iman Katolik. Keberadaan Sekolah-Sekolah Katolik bermakna sebagai sarana diakonia atau bagian pelayanan gereja pada masyarakat. Hal itulah kenapa Sekolah-Sekolah Katolik menjadi perhatian Keuskupan Surabaya. Seperti pada berbagai bidang lain, bidang pendidikan dan sekolah pun juga terkena dampak pandemi Covid-19.

Perubahan pola pembelajaran dengan tatap muka di sekolah menjadi via daring demi memutus mata rantai pandemi secara praktek tidak semudah membalik telapak tangan. Kelesuan ekonomi secara global juga mempengaruhi kemampuan orang tua murid dalam membayar pembayaran sekolah anak. Ditambah muncul

wacana mengenai kehidupan New Normal yang banyak dibicarakan media dan masyarakat.

Dinamika Sekolah-Sekolah Katolik pada masa pandemi inilah yang menjadi bahan sharing dan diskusi virtual meeting para Romo Pengurus Yayasan Yohanes Gabriel; baik Pusat, Perwakilan, dan Sub Perwakilan. Sebagai catatan, di bawah Yayasan Yohanes Gabriel terdapat 146 sekolah Katolik di wilayah Keuskupan Surabaya. Virtual meeting diadakan Selasa, 9 Juni 2020, jam 10 hingga 12 siang dan dihadiri oleh Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono, Uskup Surabaya.

Ada 3 pertanyaan pemantik sharing dan diskusi dari RD. Adrianus Akik Purwanto (Romo Akik), selaku Ketua Pusat Yayasan Yohanes Gabriel,

(27)

Suasana simulasi pembuatan materi dalam bentuk video dari SMPK Santo Stanislaus, Surabaya. (Dok.: JUB/Yung) yaitu: Apa yang menjadi rasa syukur

romo saat pandemi Covid-19 ini? Apa yang menjadi keprihatinan dan apa yg telah dilakukan dalam usaha mengatasi keprihatinan tersebut? Apa yang diharapkan dalam kebersamaan kita dalam mempersiapkan “Kenormalan Baru” di lembaga pendidikan dan unit sekolah?

Pada kesempatan pertama, RD. Adrianus Fatra dari Perwakilan Cepu mengakui bahwa awalnya sulit jika kita tetap bersyukur dalam keadaan seperti ini. Namun tetap ada buah-buah hikmat yang didapatkan. Dulu banyak orang tua murid protes pada guru maupun Kepala Sekolah berkaitan dengan bagaimana mengajar anak atau murid. Setelah pelaksanaan School from Home (Sekolah di Rumah), orang tua murid mengalami sendiri bagaimana mendampingi anak belajar secara intens. Ada yang merasa

kesulitan mendampingi anak belajar walau ada panduan dari guru, dan sulit menyuruh anak belajar. Dari hal tersebut muncul empati orang tua murid terhadap para guru yang telah mendidik anak-anak mereka. Yang menjadi keprihatinan adalah adanya beberapa orang tua murid yang mempersoalkan kenapa masih membayar SPP. “Anak-anak belajar di rumah, kenapa harus tetap membayar SPP (uang sekolah)”. Kepala Sekolah memberikan penjelasan bahwa para guru tetap bekerja pada masa pandemi ini. Ada yang Work from Home dan ada yang tetap datang ke sekolah. Para guru tetap mempersiapkan materi, mengajar, evaluasi pada murid-murid, dan tugas-tugas administratif lain. Dalam menghadapi keadaan New Normal tentu ada banyak persiapan yang harus dilakukan, seperti sosialisasi protokol-protokol kesehatan dan pengadaan perlengkapan seperti thermo gun.

(28)

Dalam persiapan pengajaran offline (tatap muka) dan online, Romo Yanuar mengusulkan adanya pelatihan

penggunaan perlengkapan teknologi informasi, entah dari

tingkat pusat atau perwakilan, agar ada kesetaraan dalam pelayanan pengajaran online. Jangan sampai ada guru atau sekolah yang jauh tertinggal dalam penguasaan IT. Jika ada sekolah yang mempunyai guru atau karyawan yang memiliki kemampuan dalam bidang IT, hendaknya saling berbagi dengan sekolah lainnya, baik dalam satu perwakilan atau sub perwakilan.

Sebagai Sub Perwakilan Ngawi, RD. Yohanes Setiawan (Romo Yose) bersyukur bahwa para guru dan murid-murid dalam keadaan sehat. Tingkat kelulusan siswa mencapai 100%. Kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan KBS (Kegiatan Belajar Dari Perwakilan Madiun, RD.

Antonius Yanuardi Hendro Wibowo (Romo Yanuar) merasa bersyukur bahwa tidak ada pengurangan-pengurangan apapun terhadap gaji guru dan karyawan hingga akhir tahun 2020 ini. Adapun kendala adalah pada penguasaan peralatan teknologi informasi (Information Technology/IT). Karena harus online, tidak semua sekolah siap. Ada contoh “perjuangan baru” yang timbul karena persoalan domisili murid. Sekolah di Madiun tetapi rumahnya di daerah terpencil Ngawi atau Ponorogo dan gawai-nya sulit mendapatkan sinyal, hingga gurunya harus melakukan kunjungan ke rumah. Sama dengan kondisi di Cepu, ke depannya sekolah harus menyediakan sarana dan prasarana dalam menjalankan protokol kesehatan seperti thermo gun, washtafel, dan lain sebagainya.

“Sebaiknya diadakan

pelatihan penggunaan

perlengkapan teknologi

informasi, entah dari

tingkat pusat atau

perwakilan, agar ada

kesetaraan dalam

pelayanan pengajaran

online

Romo Yanuar, Yayasan Yohanes Gabriel Perwakilan Madiun.

(29)

Siswa) dengan daring adalah tidak semua siswa mempunyai ponsel android. Ada pula siswa yang kurang mampu membeli paket data internet. Selain itu ada orang tua siswa yang mengajukan keringanan uang SPP. Mengenai sarana dan prasarana fisik, ada 2 sekolah yang membutuhkan renovasi. Dalam hal keuangan, ada pemotongan gaji sebesar 20%. Dari segi pendaftaran murid baru pun terjadi penurunan. Sebagai penopang untuk menghadapi berbagai kendala tersebut, pertengahan Juni ini Sub Perwakilan Ngawi akan mendirikan unit usaha mandiri berupa warung nasi di depan Polres Ngawi.

Dari Sub Perwakilan Blitar, RD. Antonius Iwan Setyabudi menginformasikan bahwa hingga Juli 2020 tidak sampai terjadi pemotongan gaji guru dan karyawan sekolah. Yang menjadi keprihatinan adalah saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)

diperpanjang, tentu imbasnya adalah pemasukan menjadi minim. Saat melakukan pertemuan dengan dengan para guru di SMAK Santo Thomas Aquino, Tulungagung; telah dibahas beberapa skenario jika PJJ masih diperpanjang hingga akhir tahun. Satu hal penting yang dibahas adalah memperkuat kerjasama internal dalam sekolah. Contohnya adalah guru yang memiliki pengetahuan dan kemampuan pada bidang IT ngajari rekannya yang awam. Semua harus bekerja sama dan saling mendukung, termasuk dengan komite sekolah dan jaringan alumni. Pada situasi pandemi seperti ini merupakan kesempatan bagi Sekolah-Sekolah Katolik untuk menampilkan diri sebagai lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi pendidikan karakter. Mengenai proses belajar mengajar, sebaiknya tetap memenuhi kuantitas dan kualitas pendidikan, harus ada instrumen untuk mengukur kualitas pengajaran.

“Diharapkan ada saling

sharing

materi dan modul PJJ dari

semua guru sekolah. Mengenai

kecocokan penerapan, nanti

bisa dikaji ulang. Dengan saling

sharing

bisa meningkatkan

kompetensi guru. Atau

penyelenggaraan pelatihan

bersama dari yayasan pusat bila

memungkinkan”

Romo Eko Wiyono, Yayasan Yohanes Gabriel Perwakilan Blora.

(30)

RD. Agustinus Eko Wiyono dari Perwakilan Blora merasa pada masa pandemi dan harus stay at home, kehidupan rohaninya lebih teratur. “Waktu untuk sembahyang akeh (banyak)”. Doa Rosario setiap sore hari. Intensinya untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Misa harian di susteran, hanya berlima. Yang patut disyukuri adalah dalam menjaring murid baru, Kepala Sekolah, Panitia, dan Komite Sekolah bekerja sama dengan penuh semangat.

Beberapa hal yang menjadi keprihatinan ada beberapa hal. Pertama, SD dan SMP menerima murid yang berkemampuan khusus. Sedangkan SD dan SMP tidak mempunyai Guru SLB. Yang terjadi adalah siswa berkemampuan khusus tersebut digabung dengan siswa umum. Saat ini Kepala Sekolah sudah mengajukan pada Yayasan untuk mencari guru pengajar siswa berkemampuan khusus. Kedua adalah banyak umat yang menyekolahkan

anak-anaknya tidak di Sekolah Katolik. Ketiga, soal kesinambungan siswa sekolah. Banyak murid-murid TK Katolik setelah lulus tidak melanjutkan ke SD Katolik, murid SD Katolik setelah lulus tidak melanjutkan ke SMP Katolik, dan murid SMP Katolik tidak melanjutkan sekolahnya di SMA atau SMK Katolik. Keempat, guru sekolah yang beragama Katolik jumlahnya minim. Hal ini berimbas pada kaderisasi atau sulitnya mencari calon kepala sekolah Katolik. Kelima, permasalahan klasik. Yaitu keuangan yang hanya dari SPP dan subsidi yayasan. Solusi yang sedang dikaji adalah pendirian usaha mandiri yang menunjang sekolah.

Mengenai harapan, Romo Eko berharap agar ada saling sharing materi dan modul Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari semua guru sekolah. Mengenai kecocokan penerapan, nanti bisa dikaji ulang. Yang jelas dengan saling sharing bisa meningkatkan kompetensi guru. Secara konkret Virtual Meeting Yayasan Yohanes Gabriel Keuskupan Surabaya pada bulan Juli 2020. (Dok.: JUB/Yung)

(31)

Sebagaimana yang disampaikan perwakilan lain, RD. C. Triwidja Tjahja Utama (Romo Tommy) dari Perwakilan Mojokerto memberi kabar bahwa murid-murid, guru, dan karyawan sekolah dalam keadaan sehat. Dalam masa pandemi ini,

“Berkaitan dengan

persiapan keadaan

new

normal

, perlu ada SOP

(Standard Operating

Procedure)

bersama

dari yayasan pusat dan

perwakilan”

Romo Tommy, Yayasan Yohanes Gabriel Perwakilan Mojokerto.

sekolah juga menerapkan kebijakan untuk penyesuaian, yaitu meniadakan beberapa kegiatan. Uang kegiatan yang telah dibayarkan, dikembalikan sebesar 80%, yang 20% dialokasikan untuk membantu siswa yang orang tuanya terkena dampak pandemi mungkin adalah penyelenggaraan

pelatihan bersama dari yayasan pusat bila memungkinkan.

Dari Sub Perwakilan Rembang, RD. F. Soni Apri Untoro Nugroho melaporkan bahwa terjadi penurunan jumlah murid baru secara signifikan. Di bawah 50% dibandingkan tahun lalu. Kegiatan promosi saat PPDB, terutama dengan cara kunjungan langsung terhambat karena adanya pembatasan mobilitas. Sama dengan keadaan beberapa perwakilan di kota lain. Saat pembelajaran via daring, SPP juga seret. Beberapa orang tua mengeluh kesulitan untuk memenuhi

kebutuhan pokok sehari-hari, apalagi membayar SPP. Hal ini berimbas pada pemotongan gaji guru dan karyawan dari bulan Mei, jumlah pemotongan di kisaran 15%. Dihitung-hitung, jika kondisi keuangan terus seperti ini, secara operasional hanya bisa bertahan hingga 4 bulan. Hal yang disyukuri adalah ada banyak waktu untuk konsolidasi dan koordinasi dengan Kepala Sekolah. Guru dan karyawan juga tetap bersemangat walau dilaksanakan PJJ. Berkaitan dengan situasi Kenormalan Baru yang akan dihadapi, mulai mempersiapkan sarana dan prasarana, serta Standart Operational Procedure (SOP).

(32)

secara signifikan. Mengenai proses belajar mengajar, metode yang dilakukan adalah mix antara offline dan online. Tetap ada pertemuan tatap muka di kelas, walau ada penyesuaian dari desain tata letak ruang kelas. Ada sharing dari beberapa orang tua murid yang masih kesulitan mendampingi anaknya belajar dengan metode online.

Hampir sama dengan keadaan yang disampaikan oleh Romo Eko dari Perwakilan Blora, guru sekolah yang beragama Katolik jumlahnya minim. Banyak yang tidak bertahan lama sebagai guru, imbasnya nanti adalah kesulitan dalam mencari kader untuk menjadi Kepala Sekolah Katolik. Berkaitan dengan persiapan keadaan New Normal, Romo Tommy berhadap adanya SOP (Standard Operating Procedure) bersama dan kerjasama dalam persiapan sarana

prasarana. Penyesuaian yang dilakukan adalah 1 bangku kelas untuk 2 murid kini tidak memungkinkan lagi, jadi harus direhabilitasi atau dipermak (modifikasi-red).

Dari Perwakilan Kediri I, RD. Yohanes Darmokusumo Atmodjo Sugiharto (Romo Andik) menyatakan rasa syukurnya karena para guru bersemangat membina diri dan memberikan effort terbaiknya dalam bidang pengajaran. Saat ini para guru sedang membuat video per tema materi pelajaran dan dibagikan via WA atau e-mail. Jadi bisa lebih menghemat kuota karena tidak harus streaming.

Sedangkan hal yang memprihatinkan adalah jumlah atau kuantitas guru yang beragama Katolik sedikit. Padahal dari segi murid, jumlah murid SMA Katolik masih banyak. Kegiatan belajar mengajar di era new normal. Sumber: blue.kumparan.com

(33)

Berbeda halnya dengan SD dan SMP Katolik, ada sekolah yang jumlah muridnya sangat minim. Dalam hal ini, yang dilakukan adalah melakukan pengkaderan guru-guru muda agar bisa meningkat menjadi guru tetap.

Sebagaimana beberapa perwakilan lain, semangat para guru

dan karyawan membuat RP. Paulus Eko Nurbandrio, CM, Sub Perwakilan Magetan merasa bersyukur. Tidak ada gejolak mengenai SPP, para orang tua murid bisa menerima keadaan yang ada. Walau PJJ, selalu ada guru piket hadir di sekolah. Yang menjadi keprihatinan adalah dari 5 unit sekolah di wilayah Magetan, murid baru yang mendaftar sangat minim. Yang menjadi kekhawatiran adalah SMK, dari tahun lalu jumlah siswa sedikit. Beberapa waktu lalu SMK sudah berencana akan melakukan promosi door to door. Dalam menghadapi keadaan New Normal, banyak sarana dan prasarana yang harus diperbaiki karena kondisinya memprihatinkan.

Dari Perwakilan Kediri II, virtual meeting dihadiri oleh RD. Agustinus Made Hadiprasetyo, Ketua Perwakilan III (Mojokerto, Jombang, Pare, Nganjuk, Kediri I, dan Kediri II) Yayasan Yohanes Gabriel. Romo Made menginformasikan bila jumlah murid baru yang masuk pada tahun ajaran sekarang normal atau sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk gaji guru dan karyawan juga tidak mengalami pemotongan. Jumlah murid baru yang stabil itu juga berarti stagnan. Untuk peningkatan dan perkembangan lebih lanjut harus ada usaha yang lebih lagi.

Pada Perwakilan III dan VII, guru dan kepala sekolahnya solid. Selalu berkumpul, memikirkan gagasan-gagasan ke depannya, membahas mengenai kelas online. Sebelum pandemi merebak dan PJJ dijalankan, para guru sudah belajar mengenai Google Class

dan sebagainya. Hal tersebut mempermudah gerak PJJ saat ini.

(34)

Sedangkan pada sekolah yang di desa yang belum terjangkau fasilitas untuk online, guru tetap datang ke sekolah, murid-murid datang untuk mengambil materi dan tugas, dikumpulkan keesokan harinya. Ada pun yang menjadi kendala adalah fasilitas ruangan. Sebelum pandemi ruangan sudah dipartisi karena sekolah mendapat banyak tambahan siswa.

Dalam menghadapi New Normal, harus mempersiapkan infrastruktur tambahan seperti washtafel, saluran air, dan lain-lain. Kendalanya adalah bakal muncul tambahan biaya dan space yang tersedia semakin minim. Selain itu masih belum menentukan pola pengajaran yang diterapkan karena belum ada ‘aturan baku’. Apakah akan mengadopsi metode gabungan antara offline dan online seperti Perwakilan Mojokerto.

RP. Antonius Yuni Wimarta, CM (Romo Yuni) dari Perwakilan Bojonegoro melaporkan bahwa para

guru, orang tua, dan siswa mampu memanfaatkan media komunikasi dengan baik walau beberapa murid di rumahnya kesulitan mendapatkan sinyal internet. Solusinya adalah saling berbagi. Murid yang di rumahnya kesulitan mendapatkan sinyal datang ke rumah temannya yang sinyal internetnya lancar. Dari sinilah murid-murid juga mempraktekkan prinsip-prinsip solidaritas dan subsidiaritas. Saat PJJ, siswa-siswi SMP lebih bisa praktek dan mengeksplorasi pelajaran-pelajaran yang bersifat ketrampilan seperti deklamasi, menyanyi, bercocok tanam, dan memasak.

Mengenai siswa baru, SMAK Ignatius Slamet Riyadi telah menerima 26 siswa baru, 21 diantaranya dari Kalimantan Barat. Dengan adanya pandemi banyak orang tuanya yang merasa keberatan. “Bagaimana anak kami di Jawa nanti? Apakah ada jaminan keselamatan?” Demikian pertanyaan dari orang tua calon

(35)

siswa. Sedangkan mengenai gaji guru tidak ada pemotongan. Adapun yang menjadi keprihatinan adalah beberapa guru yang qualified memasuki masa pensiun dan belum ada pengganti yang mumpuni.

Dari Perwakilan Jombang, RD. Johannes Sentosa merasa bersyukur bahwa semua orang tua murid tidak ada yang protes mengenai SPP, masih pengertian dan mendukung pihak sekolah demi kelancaran proses belajar mengajar. Yang perlu

dibenahi adalah infrastruktur fisik seperti gedung dan meja kursi dalam kelas. Pada masa penerimaan siswa baru dilakukan sosialisasi protokol kesehatan melalui banner-banner yang dipasang. Dilakukan pendisiplinan kebiasaan dalam menjalankan protokol kesehatan, serta pengadaan fasilitas-fasilitas seperti washtafel. Usulan dari Romo Sentosa adalah adanya SOP bersama dari pusat. Sedangkan hal yang sedang dikaji adalah unit usaha mandiri bersama yang menunjang operasional sekolah.

“Dulu penggunaan IT

dalam pengajaran belum

maksimal, kini para guru

mengeksplorasi cara-cara

kreatif dalam mengajar dengan

menggunakan IT. Pembenahan

segala hal terus dilakukan,

contohnya adalah

pelatihan-pelatihan kecil untuk

guru-guru sekolah”

RD. Karel Nugi Prayogi, Yayasan Yohanes Gabriel Perwakilan Tuban.

RD. Karel Nugi Prayogi dari Perwakilan Tuban dalam sharing-nya mengakui awalsharing-nya sekolah belum siap dalam melaksanakan PJJ, baik dari sisi guru, orang tua, dan murid. Tapi pada masa pandemi ini mau tidak mau, suka tidak suka membawa perubahan positif. Dulu penggunaan IT dalam pengajaran belum maksimal, kini para guru mengeksplorasi cara-cara kreatif dalam mengajar dengan menggunakan IT.

Pembenahan segala hal terus dilakukan, contohnya adalah pelatihan-pelatihan kecil untuk guru-guru sekolah. Juga komunikasi yang baik harus dilakukan antar semua pihak. Seperti guru yang lebih menguasai IT membagikan pengetahuannya pada guru yang kurang menguasai IT. Semangatnya adalah kebersamaan.

(36)

Dari segi sarana dan prasarana, sekolah sudah menyediakan thermo gun, washtafel, saluran air, dan lain-lain. Mengenai keuangan, pihak sekolah telah menjelaskan pada para orang tua murid bahwa operasional pembelajaran tetap berjalan. Juga tidak ada pemotongan gaji guru hingga saat ini. Untuk ke depannya yayasan dan sekolah merancang sistem pembelajaran blended (siswa bergantian hadir ke sekolah) dan PJJ.

Saat ini sekolah membagikan angket pada para orang tua murid. Angket tersebut akan menjadi

masukan untuk pihak sekolah yang akan merumuskan sistem pembelajaran baru nantinya. Mengenai korelasi dengan paroki, Romo Nugi berpendapat sekolah dan yayasan ini milik gereja dan Keuskupan Surabaya. Dibutuhkan kerjasama romo paroki dan yayasan, konkretnya dukungan paroki pada sekolah berupa alokasi dana sosial paroki untuk guru dan fasilitas proses belajar mengajar di sekolah. Sebagaimana gereja mengadakan bakti sosial ke masyarakat seperti membagikan APD, sembako, dan lain-lain.

Scan Me:

Pelepasan Virtual Siswa SMPK Ronggolawe, Tuban tahun ajaran 2019/2020

RD. Paulus Gusti Purnomo (Romo Gusti) dari Perwakilan Pare menginformasikan di wilayahnya ada TKK, SDK, dan SMPK. Fenomenanya juga sama dengan yang ada di Blora. Lulusan TKK tidak meneruskan di SDK, lulusan SDK tidak meneruskan di SMPK. Saat rapat dengan pihak sekolah dan yayasan, ada semacam gagasan jika kita menunjukan Katolik itu dari karakternya. Jadi dari kualitas kepribadian siswa, tampak berbeda antara lulusan sekolah Katolik dan sekolah lain. Jadi pembinaan karakter harus dimulai dari level TKK.

Menanggapi berbagai sharing dari para romo Yayasan Yohanes Gabriel, Uskup Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono merasa salut atas upaya para romo yayasan dalam menghadapi masa pandemi ini. Keadaan memang memprihatinkan dan mengkhawatirkan, tapi hendaknya semua tetap percaya pada kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa. Yang perlu ‘diamankan’ khususnya adalah para guru dan karyawan sekolah, sebisa mungkin tidak memotong gaji guru. Keuskupan mengupayakan bantuan terutama periode Agustus-September 2020 pada perwakilan

(37)

III, IV, dan V. Mengacu pada instruksi pemerintah dalam pelaksanaan PJJ, harus mengambil ancang-ancang atau persiapan melaksanakan PJJ sampai Desember 2020 atau Januari 2021. Sehubungan dengan pengajuan subsidi, yang wajib menjadi perhatian adalah keterbukaan komunikasi, transparansi, akuntabilitas, dan efektivitasnya.

Ada kemungkinan kondisi terburuk seperti penutupan sekolah. Itu bisa terjadi jika sekolah tersebut memang tidak ada murid, tidak ada guru, dan harapan untuk menjadi ladang misi. Ladang misi bukan berarti melulu soal Katolik, tapi pada keberadaan Sekolah Katolik yang berarti bagi masyarakat dan daerah tersebut.

Saat pandemi ini juga saat yang tepat untuk melakukan rasionalisasi. Misalnya keberadaan 2 SDK dalam wilayah 1 paroki; atau sekolah tidak memenuhi 3 matra (guru, murid, dan masyarakat). Perlu dipertimbangkan juga apakah perlu digabung dan satunya dialih fungsikan.

Mgr. Sutikno kembali mengingatkan bahwa landasan cinta dan tanggung jawab pada panggilan imamat akan selalu mewarnai karya, usaha, serta pelayanan pada bidang apapun, termasuk dalam hal pendidikan.

Scan Me:

Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa

Pandemi Corona Virus Disease Covid-19.

Scan Me:

Siaran Pers Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Corona Virus Disease Covid 19.

Menyambung tanggapan Mgr. Sutikno, RD. Agustinus Tri Budi Utomo (Romo Didik), Vikaris Pastoral Keuskupan Surabaya menyatakan bahwa rekomendasi Mupas 2019 belum sepenuhnya terwujud karena

terkait kebijakan rotasi, mutasi, dan relasi, sehingga berpengaruh pada relasi paroki dan sekolah. Mengenai pendanaan atau keuangan, tidak perlu terlalu khawatir karena uang adalah ‘akibat’. Jikalau masih ada murid,

(38)

solidaritas semua pihak, dukungan orang tua murid, sistem keuangan yang benar, dan keterlibatan paroki pada sekolah, maka kondisi keuangan nantinya akan baik.

Eksistensi dan perkembangan Sekolah Katolik dipengaruhi faktor trust umat terhadap Sekolah Katolik; keterlibatan kehadiran sekolah dalam gereja; diketahuinya tentang keadaan dan prestasi sekolah; pengenalan pihak sekolah dan umat kepada masyarakat tentang Sekolah Katolik. Prestasi sekolah dan murid dalam berbagai kompetisi dan kejuaraan adalah semu. Tapi kapasitas dan kompetensi guru; relasi belajar mengajar antara guru dan murid; dan kualitas output (dalam hal ini alumni atau lulusan) merupakan daya tarik nyata yang langgeng.

Perlu diakui jumlah (kuantitas) guru Katolik minim dan secara kualitas juga perlu ditingkatkan. Seperti apa yang dibahas oleh Romo Yuni dari Perwakilan Bojonegoro, hal tersebut berimbas pada kaderisasi Kepala Sekolah Katolik. Ini juga akan menjadi variabel yang perlu disiapkan dalam pemetaan baru. Jika dalam pemetaan (sekolah) yang ada sekarang; Tipe A, Tipe B, dan Tipe C sepertinya tidak terlalu relevan lagi karena Keuskupan Surabaya berusaha mempertahankan sekolah. Mementingkan kehadiran sekolah di tengah masyarakat sebagaimana keberadaan gereja.

Sebagai penjelasan mengenai tipe sekolah, berdasarkan SK Dirjen Dikdasmen Depdiknas RI No. 541/C. C3/Kep/MN/2004 tentang Pedoman Tipe SMP, kategorisasi berdasarkan jumlah rombel (rombongan belajar) atau kelas paralel. Jadi Tipe A (≥27 rombel), Tipe A1 (24-26 rombel), Tipe A2 (21-24 rombel), Tipe B (18-20 rombel), Tipe B1 (15-19 rombel), Tipe B2 (12-14 rombel), Tipe C (9-11 rombel), Tpe C1 (6-8 rombel), dan Tipe C2 (3-5 rombel).

Dilihat dari segi prestasi yang diukur dengan berbagai variabel formal dan persaingan dalam berbagai aspek, lebih dari 50% Sekolah Katolik, terutama di luar Surabaya, dapat dikatakan layak ditutup. Tapi sekali lagi aspek Katolisitas, ‘kualitas Katolik’ yang hadir di tengah masyarakat, itulah yang menjadi pertimbangan apakah sekolah tersebut layak untuk diupayakan keberadaannya.

Satu agenda tambahan yang juga perlu menjadi perhatian adalah legalitas aset. Syarat legalitas aset seperti IMB adalah prasyarat ijin operasional. Ada sekolah yang tidak memiliki sertifikat atau sertifikatnya hilang tidak bisa memperpanjang ijin operasional.

(39)

RD. Aloysius Hans Kurniawan dari Perwakilan I Surabaya menyampaikan refleksi beberapa sekolah belum menjalankan misi Sekolah Katolik. Sekedar ada pelajaran agama Katolik dan misa tidak cukup cukup membuat sekolah kita menjadi Katolik. Apa ciri khas Sekolah Katolik itu sendiri? Bagaimana mempertahankan Sekolah Katolik, tapi mutunya tidak Katolik? Bagaimana mencerdaskan murid jika guru-gurunya tidak di-upgrade? Saat masa pandemi Covid-19 berlangsung dan harus PJJ, ada guru yang masih gaptek, sedangkan banyak murid-muridnya lebih familiar dengan perangkat IT. Sebagai usulan, jika sekolah gerak bersama romo yayasan dan romo paroki. Apakah perlu mengadakan semacam Mupas khusus pendidikan Katolik? Mungkin dimulai dari Yayasan Yohanes Gabriel terlebih dahulu. Menyambung pendapat Bapak Uskup mengenai merger atau alih

fungsi. Mungkin perlu dibuat standar bagaimana sekolah tersebut layak ditutup atau dialih fungsi.

Saat ini kita perlu untuk berpikir beda. Dari ‘bertahan’ menjadi ‘menyerang’. ‘Bertahan’ itu seperti “Karena dana terbatas atau tidak ada dana. Kami tidak bisa melakukan apa-apa”. Pemikiran tersebut bisa dibalik menjadi “Seandainya ada dana, ini adalah hal-hal yang akan kami lakukan”. Bisa juga contohnya membuat semacam online school, talent school, sekolah olahraga, sekolah musik, dan sekolah untuk menjadi YouTuber. Kurikulumnya masih mengandung 60% kurikulum reguler, sedangkan 40%-nya khusus. Selama ini ada dua sikap orang tua murid dalam memilih sekolah bagi anaknya, yang menengah ke atas cari sekolah bermutu dan yang menengah ke bawah cari murah. Bagaimana kalau kita membuat Sekolah Katolik yang murah tapi mutunya bagus.

“Bagaimana

mempertahankan sekolah

Katolik, tapi mutunya tidak

Katolik? Apakah perlu

mengadakan semacam

Mupas khusus pendidikan

Katolik? Mungkin dimulai

dari Yayasan Yohanes Gabriel

terlebih dahulu”

Romo Hans, Yayasan Yohanes Gabriel Perwakilan I Surabaya.

(40)

RD. Robertus Tri Budi Widyanto (Romo Udit) dari Perwakilan II Surabaya berpendapat bahwa apapun yang nanti diberlakukan oleh pemerintah, kita harus mempersiapkan perangkat sarana prasarana dan tutorial bagi para guru. Tidak hanya surat edaran saja, tapi juga ada pendampingan dan simulasi bagi para guru. Dari simulasi akan tampak juga apa saja yang perlu diperbaiki.

Pada akhir virtual meeting Romo Akik mengingatkan agar setiap keputusan yang diambil, pertimbangannya selalu berdasarkan data, bukan asumsi. Jadi sifatnya obyektif dan berdasarkan realitas. Mengenai ‘Kenormalan Baru’ pada dunia pendidikan, sudah ada pernyataan dari pejabat dan pihak berwenang, tapi belum menjadi keputusan legal. Kebijakan apapun yang diambil, keselamatan guru, murid,

dan orang tua siswa tetap menjadi prioritas utama.

Ada 3 opsi yang bisa diambil lembaga pendidikan dalam masa Kenormalan Baru. Pertama adalah tetap dilaksanakan PJJ. Kedua, tatap muka diiringi protokol kesehatan secara tetap. Ketiga, model blended learning. Ada hasil survei yang bisa menjadi bahan pertimbangan pihak sekolah dalam menentukan model proses belajar mengajar. Dikutip dari Harian Kompas Senin, 8 Juni 2020. Berdasarkan survei IGI 1-8 Juni 2020 yang diikuti 4.468 orang tua siswa: 85,3% orang tua menolak anak mereka masuk sekolah di masa pandemi; 48,7% tidak yakin, 35,2% ragu-ragu dan 16,1% yakin sekolah bisa menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

(JUB/Yung) Persiapan simulasi protokol kesehatan di Sekolah SDK Yohanes Gabriel, salah satu sekolah dibawah naungan

(41)

Laporan

Utama

'9 TO 5'

DI MASA NORMAL.

'24/7'

DI MASA PERSIAPAN

NEW NORMAL

Kunjungan singkat

Jubileum

ke Kompleks

Sekolah di Residen Sudirman

Setelah membuat janji dua hari sebelumnya, 15 Juli lalu, Jubileum berkunjung ke kompleks sekolah Yayasan Yohanes Gabriel Perwakilan II di sekitar Paroki Kristus Raja, Jl. Residen Sudirman, Surabaya. Kunjungan dengan tujuan melihat persiapan dan pelaksanaan PJJ ini atas rekomendasi RD. Adrianus Akik Purwanto, Ketua Umum Yayasan Yohanes Gabriel.

Tiba jam 10 pagi, setelah melalui protokol kesehatan standar -pengukuran suhu tubuh dan cuci tangan- di gerbang SMPK Santo Stanislaus, kemudian masuk ke Ruang Kepala Sekolah. Di sana Jubileum disambut oleh Theresia Dwi Suhadi, S.Pd., MM, Kepala Sekolah SMPK Santo Stanislaus; Dra. Aufrida Mintarsih, M.Pd., Kepala Sekolah SDK Santa Suasana area pintu masuk SMPK. Santo Stanislaus, Surabaya. (Dok.: JUB/Yung)

(42)

Theresia; Anastasia Rustini, S.Pd, Kepala Sekolah SDK Yohanes Gabriel; dan Maria Agatha Sulasmi, S.Pd, Kepala Sekolah TKK Kristus Raja. Selama hampir 1 jam, empat Kepala Sekolah ini menceritakan pengalaman sekolah yang dipimpinnya saat persiapan PJJ.

“Tanggal 13 Juli lusa penerimaan murid baru, kegiatan belajar mengajar via PJJ sudah dimulai," kata Bu Tere membuka obrolan dengan Jubileum. “Tidak semua guru lancar menggunakan perangkat teknologi informasi. Awalnya mungkin karena terpaksa, tapi sekarang sudah terbiasa. Sebagai guru, adapun hal lain yang berbeda adalah di masa normal, bekerja (mengajar) dari pagi sampai sore, (istilahnya) ‘9 to 5’. Saat memasuki masa PJJ, seperti mengajar sepanjang hari, 24/7," lanjutnya.

“Waktu 16 Maret, beberapa guru mengikuti pelatihan teknologi informasi. Guru yang ikut kemudian membagikan materi pada rekan-rekan guru”, tambah Bu Aufrida.

Mengenai kendala yang dihadapi siswa dan orang tuanya, Bu Agatha menceritakan bahwa ada siswa yang sering kali tidak mengumpulkan tugas karena HP orang tuanya hanya satu dan digunakan bergantian oleh 2 kakaknya yang juga masih sekolah. Ada lagi yang bisa menerima dan mengumpulkan tugas menjelang malam karena HP yang ada dibawa orang tuanya bekerja.

(43)

Selain ngobrol, Jubileum sempat berkeliling melihat beberapa aktivitas di 4 sekolah ini selama PJJ. Di antaranya produksi materi Doa Renungan dan Refleksi Pagi untuk masa LOS (Layanan Orientasi Siswa Baru) SMPK Santo Stanislaus 2020/2021; Beberapa guru SDK Yohanes Gabriel sedang mempersiapkan materi pelajaran di ruang komputer; dan Bu Aufrida yang menyempatkan diri berkomunikasi dengan orang tua murid via WhatsApp Video dan Zoom.

Scan Me:

Materi Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas 5 SDK Santa Theresia, Surabaya. Disusun oleh Sonny Santoso Halim, S.T.

Tata letak baru ruang kelas di SMPK Santo Stanislaus, Surabaya. Meja kursi ditata berjarak, sebagai persiapan jika kondisi new normal diberlakukan dan opsi belajar dengan model tatap muka bisa berlangsung. (Dok.: JUB/Yung)

Gambar

Ilustrasi online meeting. Sumber: trikinet.com
Ilustrasi Pernikahan. Sumber: jabar.tribunnews.com
Ilustrasi mendekat kepada Tuhan. Sumber: images.fineartamerica.com
Ilustrasi kembali ke sekolah di era new normal. Sumber: news.detik.com
+5

Referensi

Dokumen terkait

yang ada pada para pelaksana pendidikan (seperti guru dan kepala sekolah). yakni munculnya kecenderungan bersikap konservatif terhadap

Kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2)

Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip- prinsip sebagai berikut : (1) para

Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan

Adapun menurut pendapat lain dalam pelaksanaannya, kepala madrasah sebagai supervisor harus memperhatikan prinsip-prinsip antara lain : (1) hubungan konsultatif,

Kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2)

Fungsi Kepala sekolah memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diberikan tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan penuh terhadap

Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja