• Tidak ada hasil yang ditemukan

Media Informatika Vol. 5 No. 2 (2006) Manajemen Pembangunan Teknologi Informasi: T RANSFORMASI M ENUJU E-GOVERNMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Media Informatika Vol. 5 No. 2 (2006) Manajemen Pembangunan Teknologi Informasi: T RANSFORMASI M ENUJU E-GOVERNMENT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

64

Manajemen Pembangunan Teknologi Informasi:

TR A N S F O R M A S I ME N U J U E- GO V E R N M E N T

Yusuf Arifin1& Purnomo Yustianto 2

Abstrak

Penerapan inisiatif electronic government telah sangat menyebar di Indonesia dengan tingkat keberhasilan yang beragam. Usaha pencapaian tujuan hasil akhir penerapan konsep ini harus memperhatikan dua hal, yaitu: proses transformasi elektronik dalam organisasi, serta dampak-dampak ikutannya. Makalah ini memaparkan suatu alternatif pendekatan yang dapat dipakai sektor pemerintah dalam menerapkan inisiatif electronic-government secara menyeluruh yang disajikan secara ringkas dalam bentuk roadmap e-Government.

Kata kunci: e-Gov, electronic govenrment, front office, back office, transformasi.

roadmap

1

Yusuf Arifin, S.Si.,M.M. Pengurus APTIKOM ( Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer), Staff Ahli BAPESITELDA-2005, Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan

2

Purnomo Yustianto, ST.MT.Staff SubBidang Perencanaa SisInfo BAPESITELDA (Badan Pengembangan Sistem Informasi dan Telematika Daerah) Jawa Barat

(2)

1. Pendahuluan

e-Government merupakan alat dari suatu perubahan sistem (organisasi, proses bisnis, sumber daya manusia dan standard operating procedure) dalam pemerintahan. Fungsi utama dari e-Government adalah alat bantu penciptaan perubahan dalam pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat. Disamping kekuatan daya jangkaunya, e-Government dianggap mempunyai beberapa manfaat seperti :

• Memperbaiki efektifitas dan efisiensi kinerja aparatur dalam proses pemerintahan.

• Meningkatkan Good Governance dengan kontrol, transparansi, dan akuntabilitas.

• Memberdayakan masyarakat melalui penciptaan masyarakat baru faham teknologi dan mampu mengantisipasi perubahan global.

• Meningkatkan kualitas pelayanan publik dari pemerintah kepada masyarakat

Permasalahan yang mendasari tulisan ini adalah sering kurang optimalnya produk-produk Teknologi Informasi (TI) di lingkungan pemerintah dan kurang sinergisnya upaya implementasi dari produk TI yang sering terjadi. Apabila dirunut maka permasalahan dalam pembangunan, pengembangan, implementasi dan operasionalisasi teknologi informasi di lingkungan pemerintahan terdiri dari:

1. Belum munculnya kemantapan komitmen aparatur untuk melakukan manajemen perubahan (change management) menuju terbentuknya Budaya Informasi Digital.

2. Belum mantapnya kelembagaan & kewenangan pengelolaan TI di lingkungan Pemerintah, termasuk kejelasan penanggung jawab data.

3. Keterbatasan kewenangan instansi koordinator untuk mengakses data secara lintas instansi.

Instruksi Presiden No.3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government telah menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan meningkatkan layanan publik yang efektif dan efisien melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi diperlukan kesamaan pemahaman, keserempakan tindak dan keterpaduan langkah dari seluruh unsur kelembagaan pemerintah.

(3)

(Sumber: INPRES No. 3 Tahun 2003)

Gambar 1. Kerangka Arsitektur e-Government

2. Manajemen Perubahan

Hal mendasar tentang kaitan antara TI dengan manajemen perubahan adalah TI hanyalah sebuah alat, bukan pencipta momentum perubahan. Filosofi ini membawa beberapa konsekuensi terhadap perannya dalam manajemen perubahan, yaitu:

ƒ TI harus bersifat implementatif bukan konseptual. Pemikiran konseptual perubahan harus berasal dari pemikiran yang memahami proses perubahan pada proses bisnis, bukan konsep dari tenaga ahli khusus TI.

ƒ TI dapat digunakan dalam setiap strategi atau jenis perubahan, tergantung kemampuan sumber daya yang dimiliki. Artinya penggunaan teknologi informasi khususnya e-Government dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenjang waktu.

ƒ TI harus bersifat terintegrasi dan tercakup dalam suatu blueprintpengembangan jangka panjang sesuai dengan sifat perubahan itu sendiri.

Pengembangan teknologi informasi khususnya e-goverment dalam ruang lingkup pemerintahan di Indonesia haruslah dilihat sebagai bagian dari konsep besar perubahan dan menyesuaikannya dengan perubahan visi dalam organisasi

Manajemen perubahan sangat terkait dengan budaya organisasi. Budaya organisasi bisa mendukung atau malah menghambat terjadinya perubahan dalam organisasi. Implementasi teknologi informasi berbasis e-Government di organisasi pemerintahan sering terbentur pada budaya organisasi yang tidak akomodatif terhadap tuntutan e-Government yang dinamis. Oleh karena itu perubahan dalam organisasi harus dikondisikan.

(4)

Faktor pokok agar organisasi mampu melakukan perubahan, adalah adanya pihak yang difungsikan sebagai agen perubahan, menetapkan proses apa yang perlu dirubah, mendefinisikan jenis perubahan yang akan dilakukan, menetapkan pihak-pihak yang akan dipengaruhi oleh perubahan tersebut dan melakukan evaluasi atas perubahan tersebut.

Faktor-faktor kritis manajemen perubahan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan dari suatu perubahan. Faktor – faktor kritis tersebut adalah (1) Kepemimpinan, (2) Regulasi, (3) Pengukuran Performansi, (4) Situasi Sekeliling, (5) Psikologi Perubahan, (6) Proses Bisnis, dan (7) Pemahaman akan Waktu.

3. Pendekatan Pentahapan

Mengingat besarnya upaya transformasi yang akan dibutuhkan untuk menuju ke arah e-Government, termasuk investasi yang dibutuhkannya, maka langkah-langkah yang akan diambil perlu disusun secara seksama dengan memperhatikan berbagai faktor terkait, termasuk melihat kondisi lapangan.

Proses menuju e-Government adalah proses evolusi yang terdiri dari beberapa tahap atau fase-fase pengembangan. Beberapa tulisan analitik telah dilakukan oleh Gartner Group, World bank maupun United Nations (PBB). Masing-masing lembaga ini menyusun suatu konsep model tahapan e-Government. Ketiga model pentahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:

(1) Model World Bank

Tahapan yang didefinisikan oleh World Bank merupakan model yang paling sederhana. Model ini mengukur derajat interaksi yang diciptakan dari sistem (situs web) yang dimiliki oleh pemerintah. Bentuk-bentuk keterlibatan ini seragam dengan model tahapan klasik yang banyak dikutip tentang evolusi situs web di dunia komersial. Tiga Tahap tersebut: (a) Publish, (b) Interact, (c) Transact.

Gambar 2. Tahapan e-Government World Bank

(5)

Model tahapan yang diajukan oleh Gartner Group dapat dipandang sebagai pengayaan terhadap model tiga tahap evolusi situs web klasik seperti yang dipakai dalam model World Bank di atas. Tiga tahap awal model Gartner selaras dengan tiga tahap pada model World Bank. Empat tahapan tersebut adalah: (a) Presence, (b) Interaction, (c) Transaction, (d) Transformation.

Model Gartner menambah tahap keempat sebagai suatu tahapan akhir yang mentransformasikan birokrasi pemerintahan untuk menghasilkan kualitas pelayanan publik yang lebih baik.

Gambar 4. Tahapan e-Government Gartner Group

(3) Model United Nations (PBB)

Model ini merupakan model yang dipakai oleh badan Administrasi Pemerintahan PBB, (Division for Public Administration and Development Management, UNPAN) untuk mengklasifikasikan tahapan e-Government dari negara-negara yang disurvey dalam laporan tahunannya tentang “E-Government Readiness Report”.

Model ini memiliki juga keselarasan dengan dua model tahapan di atas. Bedanya adalah dalam model ini tahapan awal dipecah menjadi dua tahap yaitu: tahapan “Presence A” yang masih sangat sederhana (disebut sebagai tahap Emerging) dan tahapan “Presence B” dengan fitur-fitur tambahan yang lebih kompleks (disebut sebagai tahap Enhanced). Kelima tahapan model ini adalah: (a) Emerging, (b) Enhanced, (c) Interaction, (d) Transactional, (e) Seamless.

Gambar 5. Tahapan e-Government United Nations

4. Model Pentahapan Ajuan

Dalam suatu sistem dengan fungsi pelayanan, seperti di sektor perbankan atau pariwisata perhotelan, dikenal dua subsistem yang disebut sebagai (1) fungsi front-office,

(6)

dan (2) fungsi back-office. Fungsi front-office adalah fungsi-fungsi yang berinteraksi langsung dengan para pengguna jasa layanan. Sedangkan fungsi back-office adalah fungsi-fungsi lain yang bersifat internal mendukung penyelenggaraan pelayanan, bersifat transparan dan tidak melakukan interaksi langsung dengan pihak eksternal tanpa koordinasi dengan front-office. Kedua subsistem tersebut saling bekerja sama dalam ketergantungan dan memiliki derajat kepentingan yang sama.

Keberadaan TI di lingkungan pemerintahan berperan dalam aspek-aspek:

1. Koordinasi internal dan eksternal dengan teknologi komunikasi digital

2. Pengelolaan data dan informansi untuk kebutuhan fungsi kepemerintahan

3. Pelayanan kepada publik dengan penerapan layanan berbasis TI.

Aspek koordinasi dan pengelolaan data dapat digolongkan dalam fungsi-fungsi Back-Office, dan aspek pelayanan adalah fungsi Front-Office. Walaupun ketiga manfaat yang disebutkan di atas tidak menggambarkan suatu urutan pencapaian maupun tingkat prioritas kepentingannya, tapi berdasarkan urutan pelaksanaannya, ketiga aspek tersebut dapat disusun dalam urutan presedensi sebagai berikut:

Gambar 6. Runutan Fungsi TI dalam Kemanfaatan e-Government

Aspek ‘Pelayanan Masyarakat’ adalah front - office dari fungsi TI dalam konsep e-Government, sedangkan aspek aspek ‘komunikasi/koordinasi’ adalah fungsi office-nya. Aspek ‘Pengelolaan Data/Informasi’ merupakan aspek antara yang bersifat back-office pada saat fungsinya adalah pengelolaan data/informasi untuk kepentingan internal institusi pemerintah, dan dapat pula bersifat front-office pada saat penyajian data/informasi tersebut dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada pihak luar, misalnya masyarakat umum.

Fungsi front-office sebagai alat bantu pelayanan masyarakat menjadi arahan utama bagi fungsi keberadaan TI di e-Government. Namun untuk dapat melakukan proses

(7)

pelayanan kepada masyarakat yang baik diperlukan dukungan fungsi back-office TI pemerintahan yang baik pula, yaitu antara lain dalam hal fungsi komunikasi-koordinasi serta kepengelolaan data-informasi.

Kemanfaatan utama yang dituju tentunya adalah pada aspek pelayanan masyarakat (front-office), namun untuk menuju ke arah tersebut terlebih dahulu diperlukan suatu periode untuk menata kepengelolaan informasi secara internal, termasuk dalam upaya mentransformasikan budaya organisasi dan budaya pelayanan yang ada di dalam institusi-institusi pemerintah.

Berangkat dari ketiga model yang diuraikan sebelumnya, dengan mengambil fitur-fitur kunci yang ada di dalamnya, serta dikombinasikan dengan unsur-unsur e-Government yang bersifat internal, maka dirumuskan tahapan-tahapan transformasi menuju e-Government yang terdiri dari empat tahap berikut: (a) Inisiasi, (b) Interaksi, (c) Transaksi, (d) Transformasi.

Gambar 7. Model Pentahapan e-Government Ajuan beserta Manfaatnya

Tahap pertama yang berlabel tahap Inisiasi memiliki kata kunci “Edukasi Digital” dimaksudkan untuk mensosialisasikan pemanfaatan komputer dan jaringan komputer secara luas di kalangan aparatur pemerintahan. Dimulai dari keberadan Jaringan Komputer Lokal dan pemanfaatan-pemanfaatannya secara sederhana berupa layanan komunikasi e-mail, dan pemakaian arsip digital secara bersama (file-sharing). Dalam tahap ini juga mulai dapat diperkenalkan akses ke Internet dengan fasilitas yang minimal, misalnya dengan mekanisme dial-up. Keberadaan akses Internet ini juga dapat dimanfaatkan untuk mulai menyelenggarakan situs web institusi secara sederhana sebagai bentuk awal pelayanan kepada masyarakat. Informasi yang disajikan di dalam situs lebih cenderung bersifat statis, atau belum memiliki mekanisme pemutakhiran yang rutin.

Tahap kedua yang diberi nama tahap Interaksi dengan kata kunci “Informasi

(8)

Mekanisme file-sharing yang telah diperkenalkan akan menghantarkan pada budaya dokumentasi digital, dimana keberadaan dokumentasi digital telah menjadi suatu kebutuhan yang mutlak dan mulai diakui secara formal oleh kelembagaan. Konsep komunikasi dengan e-mail diperluas penggunaannya untuk memulai bentuk-bentuk penyelenggaraan komunikasi dan koordinasi yang mengakomodasi proses kerja perkantoran secara elektronik antara lain berupa mekanisme komunikasi satu pintu, ruang kolaborasi elektronik, dan manajemen arus dokumen digital. Keberadaan dokumentasi digital, serta keseluruhan infrastruktur komunikasi beserta budaya data/informasi yang lebih mapan ini akan meningkatkan kualitas layanan masyarakat yang diselenggarakan melalui situs web, antara lain dalam bentuk pemutakhiran data/informasi yang lebih tinggi frekuensinya.

Tahap Interaksi ini juga berangkat dari pembangunan infrastruktur komunikasi digital yang menghubungkan antar lembaga untuk memulai pentahapan komunikasi dan informasi yang bersifat lintas lembaga pemerintah. Infrastruktur ini juga dimaksudkan untuk mempermudahkan kolaborasi online antar aparatur untuk saling mengirim dan menerima informasi digital melalui aktivitas komunikasi dua arah dan membentuk komunitas terbatas di bagian tertentu dengan kelompok mailing-list. Dalam tahap ini Website/Portal, sudah bersifat dinamis dengan proses pemutahiran informasi secara berkala.

Tahap ketiga (tahap Transaksi) yang memiliki kata kunci “Transaksi Digital” melanjutkan hal-hal yang telah dirintis pada tahap sebelumnya tentang dokumentasi digital. Pada tahap ini dokumen dan komunikasi digital telah diakui secara formal dalam instansi pemerintah. Hal ini didukung dengan jaminan keamanan dan keaslian data serta penghasil data (security dan authority). Bila pada tahap kedua berfokus pada penataan data dan informasi yang bersifat tidak terstruktur (dokumen) maka fokus ditingkatkan di tahap ini pada data yang bersifat terstruktur, atau data yang memiliki atribut-atribut khusus (numerik, tabular dan spasial). Bentuk data seperti inilah yang akan berperan besar dalam fungsi kepengelolaan pemerintah, sebagai bahan pengendalian dan penentuan rencana arahan. Keberadaan data/informasi tersebut pada awalnya bersifat parsial dan tersebar di beberapa instansi. Untuk itu perlu diciptakan mekanisme yang memungkinkan dilakukannya akses data yang bersifat lintas instansi yang didukung oleh keberadaan sistem informasi infrastruktur komunikasi digital dengan kapasitas yang memadai. Pada

(9)

akhir tahap ini keseluruhan mekanisme dan keberadaan data/informasi digital telah tertata dengan dan termanfaatkan dengan baik.

Tahap keempat atau tahap Transformasi ini berfokus secara eksplisit pada aspek front-office pelayanan dengan mengambil tema tahapan Pelayanan Digital. Pada saat budaya informasi digital di kalangan aparatur pemerintah telah mantap, dan didukung oleh keberadaan faktor-faktor penunjang seperti fasilitas TI, staff pelaksana TI dan aturan/kebijakan tentang penyelenggaraan TI maka penyelenggaraan layanan yang berbasiskan TI akan terselenggarakan dengan lebih baik. Tahap dimulai dengan penataan aspek-aspek pelayanan kepada masyarakat yang dapat dilakukan secara elektronik. Arahan ke depannya adalah untuk terciptanya mekanisme pelayanan yang sifatnya terkoordinasi antar instansi yang berwenang. Kondisi ideal yang dapat dicapai adalah layanan satu pintu yang membuat pemrosesan layanan di belakangnya bersifat transparan bagi masyarakat yang dilayaninya.

Tampak bahwa dalam model tahapan yang diajukan disini bahwa tiga tahap yang menjadi awal tahapan berfokus kepada aspek internal back-office institusi pemerintah. Walaupun dalam tahapan ketiga sudah dapat dimulai, namun aspek pelayanan front-office oleh pemerintah baru tampak difokuskan secara eksplisit pada tahap keempat. Hal ini dimaksudkan bahwa penataan TI perlu dilakukan secara internal terlebih dahulu sebelum memulai penyelenggaraan pelayanan berbasiskan TI kepada masyarakat.

Model ini tidak menutup penyelenggaraan berbagai layanan berbasis TI kepada masyarakat di tahap-tahap awal, tentunya bila tetap dilakukan secara sistematik dan dengan mempertimbangkan kemampuan kondisi yang ada. Contohnya adalah dalam bentuk penyelenggaraan situs web publikasi informasional dan kontak elektronik dengan masyarakat. Bentuk-bentuk ini akan memperkuat justifikasi pemanfaatan TI dalam pemerintahan dan berperan sebagai pengungkit transformasi menuju penerapan e-Government lebih lanjut.

5. Model Roadmap e-Gov

Model pentahapan dirinci kembali dalam bentuk roadmap dan dipilah atas lima lapisan (layer):

1. Lapisan Aplikasi, 2. Lapisan Infrastruktur 3. Lapisan Pengorganisasian

(10)

4. Lapisan Konsepsi Pengaturan 5. Lapisan Budaya Organisasi

Gambar 8. Struktur Roadmap

Dua lapisan awal (Aplikasi dan Infrastruktur) merupakan lapisan yang sifatnya teknis penerapan TI, sedangkan tiga lapisan berikutnya (Pengorganisasian, Pengaturan dan Budaya Organisasi) merupakan lapisan pada tataran non-teknis TI, yaitu tentang pengelolaan manajerial organisasi beserta hal-hal yang menjadi dasar pengaturannya.

(1) Tahap Persiapan

Dalam tahap ini transformasi lebih banyak dilakukan dalam tataran manual, tanpa memanfaatkan fasilitas elektronik. Pada tahap ini unsur pimpinan pemerintahan mulai menetapkan langkah-langkah kebijakan strategis guna melakukan migrasi Budaya Organisasi yang mengarah kepada terbentuknya Budaya Pengetahuan digital, Budaya

Komunikasi Digital, Budaya Koordinasi Digital, dan Budaya PelayananDigital.

Keberadaan komponen di lapisan teknis yang dapat diidentifikasi adalah pada mulai meluasnya pemanfaatan Personal Computer (PC), yang sebagian besar masih belum terhubung (stand-alone), untuk dimanfaatkan dalam pekerjaan administratif biasa seperti pengetikan dokumen surat-menyurat, penyusunan laporan, atau pekerjaan mentabulasikan perhitungan numerik biasa.

Namun pekerjaan persiapan sudah perlu dilakukan dalam tataran non-teknis penerapan TI. Yaitu dimulai dari lapisan konsepsi pengaturan dalam bentuk penetapan kepengelolaan TI, yang akan mendefinisikan kewenangan institusi dan perorangan dalam fungsi perencanaan, pengendalian, pelaksana pengelola (sistem aplikasi dan muatan informasi).

Selain itu mengingat akan dimulainya beberapa proyek kegiatan pengembangan produk TI, maka perlu mulai dilakukan pembakuan aturan Manajemen Proyek TI yang mengatur bagaimana mekanisme suatu proyek TI harus dilakukan. Dalam lapisan

(11)

pengorganisasian, hal ini akan diterjemahkan sebagai pembentukan tim manajemen proyek.

Dalam tahap ini pula mulai dirumuskan Rencana Induk Pembangunan TI (RIP TI) untuk lingkup internal instansi atau lingkup koordinatif yang melingkupinya. RIP TI ini mendefinisikan aplikasi apa saja yang akan dibutuhkan, bagaimana urutan dan prioritasnya, langkah-langkah pelaksanaannya serta bagaimana mekanisme lintas instansi akan diciptakan.

(2) Tahap Inisiasi

Tahap inisiasi dimulai dengan bekal tentang kejelasan kepengelolaan TI, mekanisme pembangunan produk TI serta arahan pengembangan TI. Tahap ini dimulai pada lapisan infrastruktur dengan konsep Single Area Connectivity, yaitu penyediaan fasilitas keterhubungan lokal antar komputer dengan membangun Local Area Network pada lokasi-lokasi yang berdekatan secara jarak, misalnya dalam satu gedung atau instansi.

Keberadaan LAN ini mendorong diperlukannya tim yang berperan sebagai pengelola jaringan lokal. Keberadaan infrastruktur LAN ini pada lapisan aplikasi mulai dimanfaaatkan untuk komunikasi elektronik sederhana (dalam bentuk e-mail) dan juga dengan memperkenalkan konsep pemanfaatan dokumen elektronik secara bersama (file-sharing). Dalam tahap ini juga dapat mulai keberadaan akses Internet dengan fasilitas minimum, misalnya dengan berlangganan secara dial-up ke salah satu penyelenggara jasa akses Internet. Bentuk layanan informasional kepada publik dapat dimulai dengan penyelenggaraan suatu situs web dengan aplikasi Content Management System (CMS) yang dapat membantu pemutakhiran informasi situs.

Keberadaan situs web ini pada lapisan pengorganisasian perlu didukung dengan tim yang bertanggung jawab untuk mengelola muatan informasi pada situs web. Sedangkan keberadaan aplikasi komunikasi (e-mail) menambah keperluan pada lapisan pengorganisasian untuk membentuk tim pengelola aplikasi komunikasi yang pada praktek lazimnya dirangkap sekaligus oleh tim pengelola jaringan lokal.

Dimulai dari pemanfaatan jasa akses Internet dan hosting situs web dari pihak ketiga, dan dalam beberapa kasus ketidak-tersediaan kemampuan sumber daya manusia lokal untuk melakukan pengelolaan infrastruktur atau aplikasi TI ini, maka solusi untuk melakukan outsourcing (kerjasama kemitraan) perlu mulai ditetapkan pengaturannya pada lapisan pengorganisasian.

(12)

Dengan visi keterhubungan total antar instansi maka terbangunnya jaringan komputer lokal (LAN) harus ditata dalam standar tertentu yang mempermudah dan memungkinkan untuk diterapkannya konsep Multi Area Connectivity di tahap selanjutnya. Dalam tataran konsepsi pengaturan, hal ini dituangkan dalam rancangan arsitektur LAN dan rancangan arsitektur WAN. Untuk mensosialisasikan hal ini pada lapisan pengorganisasian perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim standarisasi jaringan yang berfungsi sebagai adovakasi dan pendampingan dalam penerapan standar jaringan komputer secara lintas instansi.

Pada tahap inisiasi perlu diupayakan langkah-langkah kongkrit untuk mengkondisikan organisasi mengarah pada organisasi pengetahuan digital, yaitu melaksanakan pelatihan, training ataupun pendidikan formal bagi aparatur untuk memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat dalam membantu pekerjaan rutinnya sehingga meningkatkan kompetensi aparatur dalam penggunaan sarana komunikasi digital dan sistem dokumentasi elektronik

(3) Tahap Interaksi

Tahap Interaksi dimulai dengan penerapan Multi Area Connectivity dengan memperluas keterhubungan LAN antar lokasi dengan teknologi yang memungkinkan dilakukannya Wide Area Networik (WAN). Keberadaan WAN ini ditindaklanjuti dengan pembentukan koordinator pengelola WAN di lapisan pengorganisasian.

Aplikasi-aplikasi yang diperkenalkan pada tataran ini pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan interaksi informasi digital dalam bentuk peningkatan fasilitas komunikasi, sistem pengarsipan digital dan kolaborasi elektronik sebagai sarana koordinasi dan pertukaran informasi, yang selanjutnya dapat juga ditindaklanjuti dengan pembentukan Intranet Web Portal lokal instansi.

Keseluruhan aplikasi ini selain memerlukan tim pengelola teknis juga memerlukan tim yang bergerak pada tataran muatan informasi. Tim ini dapat berangkat dari tim yang awalnya berfungsi sebagai pengelola muatan situs pada tahap inisiasi. Tim ini berfungsi semacam arsiparis atau pustakawan dalam pengelolaan informasi digital internal instansi. Untuk menuju kearah terbangunnya mekanisme transaksi informasi yang baik dan dapat bergerak lintas instansi, maka perlu pula dibentuk tim yang mengkoordinasikan pengelolaan informasi lintas instansi yang juga bertugas pendamping tim pengelola informasi lokal.

(13)

Dalam lapisan pengaturan, penggunaan jalur-jalur komunikasi digital yang sudah terbentuk perlu didukung dengan suatu pengaturan tata komunikasi internal dan lintas instansi. Pengaturan ini mendorong dan memformalisasikan keberadaan jalur-jalur komunikasi tersebut sebagai jalur komunikasi resmi organisasi.

Dalam konsepsi pengaturan, perlu juga dilakukan pemetaan dan penataan kewenangan sumber-sumber informasi secara jelas. Dari penataan ini baru kemudian akan disusun suatu rancangan arsitektur informasi. Dari arsitektur informasi inilah kemudian baru akan dibangun suatu konsep arsitektur informasi yang pada akhirnya akan dapat saling diintegrasikan secara lintas instansi.

Pada tahap interaksi organisasi disiapkan untuk mengarah pada budaya organisasi

komunikasi digital, yaitu melaksanakan langkah-langkah kongkrit dalam sharing” data

dan informasi antar bagian, sehingga terbentuk sistem otomatisasi perkantoran dilingkungan instansinya, selain itu terbentuknya budaya kolaborasi secara on-line atar aparatur .

(4) Tahap Transaksi

Keberadaan rancangan arsitektur aplikasi yang telah ditetapkan sebelumnya akan menghantarkan pada standarisasi aplikasi sistem informasi, dengan pensyaratan fitur-fitur khusus yang memungkinkan untuk dilakukan mekanisme integrasi data, serta penetapan format data lintas instansi yang memungkinkan dilakukannya transaksi data antar instansi. Standarisasi juga perlu dilakukan dalam menyelenggarakan publikasi melalui situs web untuk membentuk keseragaman pola dengan arahan terintegrasinya situs-situs tersebut dalam satu portal informasi pemerintah.

Keberadaan standar-standar ini perlu ditindak-lanjuti pada tataran pengorganisasian dengan membentuk tim standarisasi aplikasi. Tim ini, dengan panduan dokumen arsitektur aplikasi, standarisasi aplikasi sistem informasi dan panduan format data lintas instansi akan melakukan proses-proses untuk meyakinkan bahwa Sistem Informasi dan Basis Data lokal yang dibangun memenuhi standar yang telah ditentukan untuk dapat diintegrasikan. Sistem informasi dan basis data lokal yang masih bersifat parsial ini dikelola secara khusus oleh tim pengelola sistem informasi lokal.

Terciptanya mekanisme transaksi data lintas instansi dan keberadaan basis-basis data lokal yang dapat diintegrasikan memungkinkan untuk dibangunnya suatu basis data terintegrasi yang memungkinkan dilakukannya pengaksesan data lintas instansi secara

(14)

terpusat. Pada tataran informasi tidak terstruktur, mekanisme ini dapat diciptakan dengan memperkenalkan search engine lintas instansi yang secara terus menerus melakukan inventarisasi dan pengindeksan pada informasi-informasi digital yang dihasilkan pada berbagai instansi.

Keberadaan sistem-sistem integrasi ini memungkinkan untuk mulai dibuatnya suatu aplikasi Sistem Informasi Eksekutif bagi pucuk pimpinan pemerintah daerah dan jajaran pimpinan yang lain. Sistem integrasi ini akan memerlukan tambangah dukungan suatu server integrasi di lapisan infrastruktur, dan tim pengelola sistem informasi integratif. Meningkatnya jumlah transaksi digital, terutama dengan keberadaan sistem terintergrasi, perlu diterjemahkan dalam lapisan infrastruktur, dalam bentuk peningkatan kapasitas jaringan WAN dengan menaikkan bandwith-nya.

Pada tahap transaksi organisasi disiapkan pada budaya kordinasi digital yang menuntut manajemen perubahan yang reaktif. Perlu diupayakan langkah-langkah kongkrit untuk menyiapkan aparatur memiliki kompetensi transaksi data dan informasi secara on-line, sehingga tingkat pengawasan dan pengendalian sekurutas dan otoritas informasi sudah harus mulai ditingkatkan.

(5) Tahap Transformasi

Tahap Pelayanan Digital dimulai dengan melakukan perancangan arsitektur pelayanan yang berangkat dari arsitektur informasi serta arsitektur aplikasi yang telah ada sebelumnya. Arsitektur ini dimaksudkan untuk melakukan langkah sinergi antara aplikasi-aplikasi pelayanan terhadap publik yang akan dibangun kemudian. Arsitektur pelayanan ini juga perlu untuk memiliki visi ke arah pelayanan digital yang terintegrasi.

Dengan bekal panduan arahan yang diberikan oleh dokumen arsitektur pelayanan, aplikasi-aplikasi pelayanan publik yang masih bersifat parsial. Aplikasi-aplikasi pelayanan ini juga akan memanfaatkan jaringan basis data dan infrastruktur yang sudah dibangun pada tahap sebelumnya. Mengingat infrastruktur sudah mulai bernilai vital dan stratregis serta telah dimanfaatkan untuk kepentingan pelayanan kepada publik maka jaringan komunikasi yang ada perlu ditingkatkan kualitasnya dengan melakukan penjaminan ketersediaannya dengan mempersiapkan rencana-rencana kontijensi dan mekanisme-mekanisme cadangan di saat terjadinya kegagalan-kegagalan sistem.

Pada tahap tranformasi, organisasi harus disiapkan pada budaya pelayanan digital

(15)

satisfaction). Pada tahap ini aparatur dikondisikan memiliki tingkat empaty yang tinggi, karena pelayanan publik secara on-line menuntut responsibilitas yang tinggi, sehingga pelayan dari aparatur dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat.

6. Penutup

Model ini juga dapat dipakai untuk melakukan proses pengkajian diri yang memposisikan kondisi suatu lingkup instansi pada masing-masing tahapan dan komponen pada roadmap. Penentuan posisi diri ini dilakukan dengan menginventarisir hal-hal yang sudah ada beserta status kondisinya. Proses ini pada akhirnya akan memperlihatkan, hal-hal yang belum ada atau kondisinya belum siap. Dengan meninjau posisi yang ingin dicapai, serta memperhatikan urutan tahapan maka akan teridentifikasi komponen apa saja yang perlu ditindaklanjuti. Pertimbangan kebijakan prioritas kemudian dapat memutuskan rekomendasi hal-hal utama yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Rekomendasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk rencana-rencana tindak lanjut.

Secara umum terlihat bahwa dalam kepengelolaan TI menuju e-Government, permasalahan besar yang harus ditangani berdpa pada lapis-lapis bawah model roadmap yang diajukan, yaitu pada tataran (1) Pengorganisasian, (2) Konsepsi Pengaturan, dan (3) Budaya Organisasi. Dengan demikian hal-hal yang berada pada tataran tersebut itulah yang perlu ditekankan terlebih dahulu.

Ketiga tataran tersebut pada akhirnya akan berujung pada keberadaan Sumber Daya

Manusia yang berkualitas dalam aparatur pemerintah. Hal ini berarti perlu dilakukan

langkah-langkah untuk menyiapkan SDM yang siap mendukung suatu inisiatif e-Government atau penerapan TI yang dicanangkan oleh pimpinan daerah.

Solusi jangka pendek untuk masalah SDM ini adalah dengan melibatkan pihak ketiga dalam beberapa aspek pengelolaan TI, misalnya dalam bentuk-bentuk kerjasama kemitraan (outsourcing). Sumber-sumbernya bisa dari sektor swasta atau institusi

pendidikan. Namun hal ini perlu diatur secara khusus dan harus diingat pula bahwa ada

beberapa aspek strategis yang harus tetap dipegang oleh aparatur pemerintah secara internal.

DAFTAR PUSTAKA

(16)

Knowledge-Based Society”, Worl Bank, June 2001.

James A. O’Brein, “Management Information System”, 2001, Irwin/MCGraww-Hill. Keith Davis and john W.Strom., 1997, “Organizational behavior – Human Behavior

Work”, Tenth Edition., McGraw-Hill. International Edition New York. Richardus ekon Indrajit, “e-Government in Action”, 2005, Andi jogyakarta. Robert Kreitner & A. Kinici, ”Organizational Behavior”, 2001, Irwin/McGraw-Hill,

Newyork.

Uyung Sulaksana, 2004, ”Managemen Perubahan”, Pustaka Pelajar – Yogyakata Winardi, J. “Manajemen Perubahan (Management Change)”, 2005,

Kencana-Prenada Media, Jakarta.

---, ”Manajemen Teknologi Informasi, Transformasi menuju e-Government” 2005, BAPESITELDA- Jawa Barat.

---, ”Kebijakan dan Strategi Nasional Pemngembangan e-Government”-INPRES No.3 Tahun 2003, Kementrian Komunikasi dan Informasi Indonesia.

(17)

Tahap 2 IN T E RA KS I "I n for m a s i D igi ta l" Kone k s i ant a r lo ka s i D o kum ent asi di gi ta l K o labor asi on-lin e Si tu s dat a m u ta khir Tah a p 3 TRANSAKSI "T ra ns a ksi D igi ta l" F o ku s ka p a s it a s ja r. D a ta li nt as in s ta n s i, S e ku ri ta s dan ot or it as K o m uni kasi el ektr oni k u n tu k koor di nasi Ar si p di gi ta l sum ber i n fo rm asi D a ta d ig ita l ba h an kebi ja kan Tahap 1 INIS IA S I "E du k a si D igi ta l” K o n e k s i lo k a l (L A N ) P e nggunaa n E-ma il A kses I n te rnet , S itu s w e b ( s ta ti s) "P ela y an a n Te ri nt egra s i" La y a n a n te rk o o rd inasi s a tu pi nt u T ran s p a ran s i Tah a p 4 T R AN SF O R MA SI "P el ay a n a n D ig it a l" F o ku s ku a li ta s j a r. P o rta l lin ta s in st an s i, Layana n p u bl ik o n lin e A k u n ta b ilit a s K u al it a s l a y a na n ma sy ar a k a t A p li ka si Inf ra -st ru k tu r P e ngor ga -ni s a sia n K onse p si Pe ngat u ra n At ur an M anaj em en Pr oyek Aks e s In ter n e t Kom uni kas i seder hana (E -m a il) Penge lo la Jar in g an Lo k a l Penge lo la Si st em Kom u n ik a s i Peng e lol a m uat an si tu s K o labor asi el ekt roni k Si tu s w e b (CM S ) A rsi te kt u r WA N “C a pacit y WA N ” De di c a te d & Secur e P e n g ars ipa n Di g it a l F ile Sha ri n g In tr anet W eb Por tal Ar s it e k tu r In fo rm a s i Pengel ol a In fo rm a s i Lokal K o or d inat or Pen g el ol a WA N Enhance d M e ssag ing (U M S ) K e p eng e lo-la an S IT E L K e w enangan In fo rm a s i Ta ta K o mu ni ka si Ex tr a net We b P o rt a l Form at Li nt as D a ta A p lik a s i Pe la y a na n P u b lik Fung s i Per encana Ti m ad-hoc M anaj em en Pr oyek Fungsi Pengendal i Pen g e lol a SI Lo k a l A rsi te kt ur LAN Se rv ic e H e lpdes k Tahap PERSI APAN “T ra n s fo rm a s i B iro k ra s i” Koor di n a si , In fo rm asi , Pel a y a nan Koord inat or Pen g e lol a In fo rm a s i Si s te m In fo rm as i E ksekut if A p lika s i Pe la y a n a n Te ri n tegr asi SI da n B a s is Da ta L o k a l Ti m S ta n d aris as i Jar ingan Sta nda ri s a s i Jar in g an St a n d a ri s a s i A p lika s i S I Ti m St andar is asi A p lik a s i Ar si te k tur A p lik a s i P e ngel o la S I In teg rat if Ars ite kt ur Pe la y a n a n G rand De s ig n SI T E L At ur an Ker jasam a K e m it raan Nam a Tah a p Ka ta K u nc i Fi tu r M a nf aa t E lectr on ic Pr oc u remen t E lec tr oni c R e fe rendum St a n d a ri s a s i P u b lik as i We b B a si s D a ta Ter int egr as i PC Mai l Ser v er F ile Ser v er We b Serv er LAN WAN M e ssa ge Ser v er Do cument Wor k fl o w Se rv e r Serv er A p lik a s i Lo k a l Serv er B a si s d a ta Lo k a l Ser v er Int e gr asi “Q u a li ty WA N ” Av ai la bi lit y terj am in Ser v er Ap lika s i Pel a y anan Pa rs ia l Ser v er A p lika s i P e la y anan In tegr atif T a ta K e lo la O per asi onal SI T E L Si n g le D igi ta l F ront -O ff ic e

E-G

o

ver

n

m

e

nt

Transf

orm

a

ti

onal

R

o

adm

a

p

B uda ya O rganis a s i Bud a ya Ke rj a Di g it a l Budaya K o m uni kasi Di g it a l Bud a y a Pe la y a n a n Di gi ta l Bu d a y a Koo rd ina si Di gi ta l Buda y a Penget ah uan Di gi ta l K a jia n Ko n d is i Kom it e S takehol d e r

Gambar

Gambar 1. Kerangka Arsitektur e-Government  2.  Manajemen Perubahan
Gambar 4. Tahapan e-Government Gartner Group
Gambar 6. Runutan Fungsi TI dalam Kemanfaatan e-Government
Gambar 7. Model Pentahapan e-Government Ajuan beserta Manfaatnya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan alat ukur berupa skala pola asuh otoriter dan skala keterampilan sosial anak. Teknik analisis data

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja.. Sarwono (1997) berpendapat

Menurut Thorndike (Ratumanan, 2004:28) hukum latihan menunjukkan bahwa prinsip utama belajar adalah pengulangan, lebih sering asosiasi S dan R digunakan akan

Rangkuman Studi: [1] Mengidentifikasi kegiatan advokasi yang dilakukan oleh OMS yang bergerak dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia; [2] Mendokumentasikan

- sel en*otel ku"oi* tin##i3 antar sel *apat *itero"os limfosit - sel en*otel ku"oi* tin##i3 antar sel *apat *itero"os limfosit - permukaan en*otel mempun+ai

Karya tulis ilmiah yang berjudul Pengaruh Ekstrak Etanol Biji Pala (Myristicae semen) terhadap Jumlah Spermatogonium Mencit Jantan Galur Swiss Webster ini dibuat sebagai

Pengaruh Kompensasi Dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi Pada Karyawan.. Turnover Intention as an

Pada penelitian ini yang akan dilakukan adalah membandingkan 5 buah metode algoritma data mining untuk menentukan metode mana yang paling optimal dalam menentukan