i
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENGANGKATAN JABATAN PIMPINAN TINGGI
PRATAMA DI PROVINSI BANTEN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Akademik Dalam Menempuh Ujian Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Ilmu Hukum
Disusun Oleh:
Muhamad Raka Dwi Putra Jaya 1111101656
Konsentrasi Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
ii
LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhamad Raka Dwi Putra Jaya
NIM : 1111101656
Fakultas : Hukum
Bidang : Hukum Administrasi negara
Judul Skripsi :Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Di Provinsi Banten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini merupakan hasil karya saya sendiri dan benar keasliannya. Adapun terdapat tulisan-tulisan dari pihak lain, telah saya kutip berdasarkan etika penulisan karya ilmiah. Apabila mungkin dikemudian hari penulisan skripsi ini dinyatakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia
mempertanggungjawabkannya.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.
Serang, 24 Februari 2017
M Raka DPJ
NIM.1111101656
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENGANGKATAN JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI PROVINSI BANTEN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
SKRIPSI
“Disetujui untuk Diajukan pada Ujian Skripsi Program Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa”
Pembimbing I Pembimbing II
H.E.Rahmat Jazuli., S.H., M.H. Ikomatussuniah., S.H.,M.H NIP. 196104262000121001 NIP. 198002242014042001
Mengetahui,
Koordinator Prodi S1 Ketua Bidang HAN
Nurikah., S.H., M.H Iwan Kurniawan., S.H., M.H NIP. 197612112001122001 NIP. 197502192003121001
Dekan Fakultas Hukum Wakil Dekan Bidang Akademik
Dr. Aan Asphianto, S.Si.,S.H.,M.H Ridwan., S.H., M.H
NIP. 19630105 200212 1 002 NIP. 197204032006041002
iv
LEMBAR PENGESAHAN
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENGANGKATAN JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI PROVINSI BANTEN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
„Dipertahankan dihadapan Tim Penelaah Sidang Ujian Skripsi Program Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa‟
Serang, 2017 Tim Penelaah Sidang Tanda Tangan
1. Penelaah I
Nurikah., S.H., M.H ( ... ) NIP. 197612112001122001
2. Penelaah II
Iwan Kurniawan., S.H., M.H ( ... ) NIP. 197502192003121001
3. Penelaah III
H.E.Rahmat Jazuli., S.H., M.H. ( ... ) NIP. 196104262000121001
4. Penelaah IV
Ikomatussuniah., S.H., M.H ( ... ) NIP. 198002242014042001
Mengetahui,
Koordinator Prodi S1 Ketua Bidang HAN
Nurikah., S.H., M.H Iwan Kurniawan., S.H., M.H NIP. 197612112001122001 NIP. 197502192003121001
Dekan Fakultas Hukum Wakil Dekan Bidang
Akademik
Dr. Aan Asphianto, S.Si.,S.H.,M.H Ridwan., S.H., M.H
NIP. 19630105 200212 1 002 NIP. 197204032006041002
v MOTTO
Perjuangkan Apa Yang Ingin Kamu Capai, Dan Jangan Pernah Sekalipun Menyerah
PERSEMBAHAN Skripsi Ini Aku Persembahkan
Untuk Bapak Dan Alm. Ibu Serta Orang-Orang Yang Tersayang Yang Selalu Membantu Dan Mendukung
Penulisan Skripsi Ini...
vi
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENGANGKATAN JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI PROVINSI BANTEN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
Nama: M Raka DPJ NIM: 11111101656
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna Ketentuan terbuka dalam Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dan Penjabaran Ketentuan Kompetitif dalam Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, dalam hal ini di Pemerintah Provinsi Banten.
Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan jenis penelitian normatif empiris, dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan penelitian lapangan. Data diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan obyek penelitian, hasil wawancara, serta data-data penunjang penelitian dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten. Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten masih belum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama. Hal ini terlihat dari belum terpenuhinya ketentuan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 tentang ASN Tahun 2014 yang kemudian diatur lebih lanjut oleh Peraturan Gubernur Banten Nomor 55 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah. Unsur kompetitif dalam Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Provinsi Banten belum sepenuhnya terjabarkan dalam pelaksanaan seleksi, hal ini disebabkan tidak dilakukannya tes kompetensi bidang untuk jabatan yang akan diemban.
Kata Kunci:
Aparatur Sipil Negara, Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, Seleksi Jabatan
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Di Provinsi Banten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Hukum. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Skripsi ini aku persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Hj. Sri Gunawati dan Bapak Drs. H. Asep Jaya M.Si, yang telah berjasa dalam hidup penulis sejak dilahirkan didunia sampai saat ini, memberikan dukungan moril maupun materil, selalu menyirami hari-hari penulis dengan kasih sayang, selalu membuat penulis termotivasi, selalu mendoakan, selalu menasehati penulis menjadi lebih baik, serta semangat yang tiada henti dan sangat luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih Bapak, terima kasih Ibu.
Skripsi ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak, oleh karena itu merupakan kewajiban penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Aan Asphianto S.Si.,S.H.,M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Bapak H.E. Rakhmat Jazuli S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing I yang
telah membimbing penulis dengan memberi ilmu yang bermanfaat,
viii
pengarahan, serta motivasi yang luar biasa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Ikomatussuniah S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi serta semangat dengan penuh kesabaran kepada penulis demi terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Ridwan S.H.,M.H, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Bapak Rully Syahrul Mucharam SH., MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Bapak Pipih Ludia Karsa S.H., M.H, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Iwan Kurniawan S.H., M.H, selaku Ketua Bidang Hukum Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
9. Ibu Nurikah., S.H., M.H, selaku Koordinator Prodi S1 Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtyasa
10. Seluruh Ketua Bidang Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membantu penulis dalam proses perkuliahan serta proses pembuatan skripsi ini.
11. Dosen Bidang Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membantu penulis dalam segala hal selama menjalani pendidikan serta proses pembuatan skripsi ini.
12. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membantu penulis dalam proses administratif dan selama menjalani pendidikan serta proses pembuatan skripsi ini.
13. Ibu Hesti Nuswarini yang telah menjadi ibu serta teman sharing, terima kasih atas doa, motivasi, dukungan dan semangatnya yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
14. Kakakku Putri Asri Prima yang telah menjadi teman diskusi dan membantu dalam doa sehingga memudahkan skripsi ini.
15. Sahabat Irvan Krisnanto, Danu Gutomo, Tahuhid Kadek Wardana, Ibnu
Suryadinata dan kawan seperjuangan Dhyias Widianto, Fawwaz Saeful
ix
Salman, Julio Mariscal Tungga, Ain Pandip Lumbuan Gaol dan Okky setiawan yang telah menemani pahit manisnya penelitian yang penulis lakukan demi terselesaikannya skripsi ini, terima kasih atas doa, dukungan, motivasi dan semangat yang tiada henti kalian haturkan untuk penulis.
16. Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten yang dalam proses penulisan ini telah memberikan data untuk melengkapi penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
17. Serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari dalam penyusunan skripsi yang penulis susun secara optimal ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan bagi penulis untuk dapat menyusun karya tulis ilmiah yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Serang, Februari 2017 Penulis,
M Raka DPJ
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN v
ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah...9
C. Tujuan Penelitian...9
D. Kegunaan Penelitian...10
E. Kerangka Pemikiran...11
F. Metode Penelitian...16
G. Sistematika Penulisan...20
BAB II TINJAUAN TEORI PELAKSANAAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA...23
A. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum...23
1. Pengertian Hukum...23
2. Konsep Negara Hukum Indonesia...27
xi
3. Politik Hukum Undang-Undang Aparatur Sipil Negara...29
4. Jabatan-Jabatan Aparatur Sipil Negara...33
5. Pemerintahan dan Jabatan...36
B. Teori Kewenangan...37
C. Dasar Hukum Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama...45
1. Landasan Konstitusional...45
2. Landasan Peraturan Perundang-Undangan... 45
3. Pengertian Pegawai Negeri Sipil (Aparatur Sipil Negara)...46
4. Pengertian Manajemen dan Manajemen Kepegawaian...54
BAB III TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BANTEN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA... 57
A. Profil dan perkembangan Provinsi Banten... 57
B. Gambaran Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten... 60
C. Ketentuan terbuka dalam Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan
Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara...61
xii
D. Penjabaran ketentuan kompetitif dalam Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara... 77 BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BANTEN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA... 80 A. Analisis Terhadap Ketentuan terbuka dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara... 80 B. Analisis ketentuan kompetitif dalam pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara...82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 86 B. Saran... 87 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, kedudukan dan peranan pegawai Republik Indonesia, khususnya Pegawai Negeri Sipil adalah sangat penting dan menentukan dalam setiap kegiatan pemerintah.
Dalam hal ini, Pegawai Negeri Sipil bekerja sebagai Abdi Negara, Abdi Masyarakat, dan Pelaksana Pemerintahan, Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk menyelenggarakan pembangunan dalam mencapai tujuan nasional.
1Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur Aparatur Negara mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyelenggarakan tugas- tugas umum pemerintahan dan tujuan pembangunan nasional. Pegawai Negeri Sipil yang mampu memainkan peran tersebut adalah Pegawai Negeri Sipil dengan kompetensi yang diindikasikan dari sikap dan perilakunya yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Negara, bermoral dan bermental baik, profesional, sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang pelayan publik serta mampu bertugas sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
Perkembangan pemerintahan perlu beberapa faktor yang mempengaruhinya baik materil maupun non materil walaupun pada umumnya pembentukan sistematika materil maupun non materil sangat ditentukan oleh unsur finansial
1
Sri Hartini, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 66.
2
dalam pelaksanaannya disamping sumberdaya manusia sebagai pengelola unsur manajemen.
Membentuk Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu tuntutan jaman, di samping tuntutan untuk membenahi kualitas pelaksanaan kerja dan mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Dari segi inilah diperlukan kepedulian tiap Pegawai Negeri Sipil dalam kedudukannya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, terhadap peningkatan kualitas diri dan mutu kinerjanya. Pengelolaan sumber daya manusia dalam lingkungan birokrasi pemerintahan diberlakukan pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang berdasar pada sistem karir dan sistem prestasi kerja.
Peran pembinaan administratif secara terpusat dilakukan oleh suatu
lembaga pemerintah nonkementrian yang disebut Badan Kepegawaian Negara
(BKN). Hal ini sebagai perwujudan Pasal 1 Undang–Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Badan Kepegawaian Negara mempunyai
kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen
Aparatur Sipil Negara secara nasional. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
dimaksud dilakukan dengan berbagai bentuk kegiatan dan tindakan, antara
lain kenaikan pangkat, penggajian dan kesejahteraan, promosi jabatan,
pendidikan dan pelatihan, disiplin, maupun penghargaan. Penilaian
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan secara rutin setahun sekali diharapkan
dapat memberi informasi prestasi kerja yang selanjutnya dapat memotivasi
para pegawai untuk meningkatkan prestasi kerja di masa berikutnya. Dengan
demikian jelas bahwa salah satu fungsi dan tujuan dalam pengelolaan sumber
3
daya manusia adalah memotivasi karyawan/pegawai. Pemotivasian itu sendiri secara sistematis diantaranya dilakukan melalui penilaian kinerja/prestasi kerja (Performance Appraisal).
2Pegawai Negeri Sipil sebagai sumber daya manusia yang bertugas dalam melayani kepentingan publik dan sebagai salah satu unsur Aparatur Sipil Negara memiliki peran dan andil dalam merealisasikan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Terselenggaranya pembangunan nasional sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas aparatur negara yang pada pokoknya tergantung juga dari kinerja Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itulah Pegawai Negeri Sipil sudah seharusnya memiliki kualitas yang baik agar mampu menjalankan tugasnya secara profesional, adil, bertanggung jawab, tepat dan benar. Untuk menciptakan hal itu maka diperlukan manajemen Pegawai Negeri Sipil guna menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang berdayaguna dan berhasil. Manajemen Pegawai Negeri Sipil merupakan keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme, penyelenggaraan tugas, fungsi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
3Melihat peranan Pegawai Negeri Sipil yang begitu besar, maka Pegawai Negeri Sipil harus mendapat pembinaan. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, baik pada masa demokrasi liberal maupun demokrasi terpimpin, kurang
2Ibid, hlm. 77.
3Ibid, hlm. 86.
4
menjadi perhatian. Keadaan ini disebabkan oleh adanya permainan politik yang tidak wajar, dari partai atau golongan tertentu, sehingga menimbulkan kekacauan yang berlarut-larut di bidang kepegawaian.
4Kekacauan tersebut diakibatkan karena tidak adanya pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang bersifat netral. Mengingat disetiap kantor pemerintahan terdapat banyak perbedaan dalam hal memilih partai politik maka sering terjadi di antara pegawai yang satu kantor, tetapi tidak satu partai atau golongan terdapat suasana saling curiga mencurigai, saling mencari kesalahan dan sulit diciptakan suasana kerja sama. Kerja sama dalam suatu unit organisasi padahal sangat diperlukan untuk kelancaran suatu tugas. Akibatnya banyak pekerjaan menjadi telantar dan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.
Akibat yang lebih parah adalah timbulnya hierarki disiplin dan loyalitas ganda, yaitu di satu pihak seorang pegawai harus tunduk kepada kepala unit kerja sebagai atasan resmi, di lain pihak ia harus tunduk pula kepada atasannya yang tidak resmi, yaitu pimpinan partai politik.
5Pegawai Negeri Sipil dalam kondisi apapun seharusnya tetap melaksanakan tugas, kewajiban, dan peranannya tanpa terpengaruh dari kekuatan pihak manapun. Peranan Pegawai Negeri Sipil pada masa demokrasi terpimpin justru banyak yang meninggalkan peranannya dan ikut dalam permainan politik saat itu. Sebagai reaksi terhadap permainan politik di bidang kepegawaian dan untuk memulihkan kekompakan Pegawai Negeri
4
Soewoto, Kebebasan Berserikat dan Berkumpul, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1999, hlm. 6.
5
YKPI, Peranan dan Tugas Pegawai Republik Indonesia dalam Pembangunan, YKPI,
Jakarta, 1984, hlm. 23.
5
Sipil sebagai aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan yang mengutamakan kepentingan Negara dan kepentingan umum di atas segalanya. Pada masa Demokrasi Terpimpin dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 tentang larangan keanggotaan partai politik bagi pejabat negara warga negara republik Indonesia, yang pada hakikatnya membatasi kebebasan berserikat pegawai negeri sipil dan pejabat negeri.
6Sejalan dengan kejadian yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin, Affan Gafar memberikan opini bahwa kehidupan politik pada masa pasca kemerdekaan yang diwarnai oleh sistem parlementer membawa implikasi yang sangat besar terhadap birokrasi Indonesia.
7Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam hal ini Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil (Pegawai Aparatur Sipil Negara). Dalam aturannya pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Pegawai Aparatur Sipil Negara) dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seorang Pegawai Negeri Sipil (Pegawai Aparatur Sipil Negara) sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun, akan tetapi dalam kenyataannya pengangkatan pejabat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama tidak hanya murni berdasarkan syarat-syarat atau ketentuan yang telah diatur dalam
6Ibid, hlm. 102.
7
Affan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1999, hlm. 230.
6
peraturan perundang-undangan, namun terkadang justru lebih ditentukan faktor-faktor di luar hal tersebut.
Provinsi Banten sebagai Provinsi yang telah 16 tahun lamanya berdiri sejak dipisahkan dari Provinsi Jawa Barat pada tanggal 04 Oktober Tahun 2000 merupakan salah satu aspek utama dalam penelitian penulis, disebabkan terjadinya pusat kekuasaan yang melingkari aparatur Pegawai Negeri Sipil sendiri, aspek loyalitas kepada penguasa merupakan faktor yang menjadi urutan terdepan dalam menentukan calon Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang akan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu. Seperti dalam pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama ataupun penempatannya masih saja didominasi politik, kerabat, ataupun keluarga. Dalam prakteknya pengangkatan pegawai dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama sering tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam hal ini dijelaskan dalam Peraturan Perundang-Undangan Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara pasal 19 ayat (3) dan tertuang di dalam pasal 108 ayat (3) yang menyebutkan bahwa persyaratan Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat hingga menduduki suatu Jabatan Pimpinan Tinggi salah satunya adalah setiap pejabat yang diangkat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi haruslah memiliki kualifikasi, kompetensi, kepangkatan, rekam jejak jabatan, integritas, dan tingkat pendidikan serta pelatihan yang ditentukan.
Pada hakikatnya kualifikasi dan tingkat pendidikan akan mendukung
pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional, khususnya dalam
upaya penerapan kerangka teori, analisis metodologi pelaksanaan tugas dalam
7
jabatannya, akan tetapi pada kenyataan dilihat di lapangan masih ditemui kualifikasi dan tingkat pendidikan dalam pengangkatan dalam jabatan tidak sesuai dengan kebutuhan jabatan.
8Indonesia seharusnya dapat mencapai prestasi lebih baik dalam pembangunan tata pemerintahan, pelayanan publik, dan pengentasan kemiskinan, tapi terkendala oleh rendahnya kapasitas kelembagaan aparatur Negara dan ini diperparah dengan penyelenggara pelayanan publik yang belum bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pelayanan publik dasar seperti pendidikan wajib, pelayanan kesehatan dasar, penyediaan air bersih, kebersihan, dan transportasi umum, masih jauh dari kebutuhan masyarakat pendapatan menengah. Beberapa kebijakan pemerintah yang baru, misalnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah sudah menerapkan asas desentralisasi untuk mempercepat upaya penciptaan kemakmuran secara adil dan merata antara daerah dan pusat. Desentralisasi tugas dan kewenangan tersebut membawa implikasi langsung terhadap kebijakan pembinaan dan pengembangan PNS agar aparatur Negara di pusat dan di daerah secara keseluruhan memiliki kemampuan dan kapabilitas yang sama untuk melaksanakan tugas-tugas yang semakin berat tersebut.
Pembangunan Aparatur Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah setelah reformasi melalui Reformasi Birokrasi ternyata masih bersifat parsial (bersifat sebagian dari suatu keseluruhan) dan tidak menyentuh isu pokok pembangunan kapasitas kelembagaan Aparatur Negara.
8
Budi Setyono, Birokrasi Dalam Perspektif Politik Dan Administrasi, Nuansa Cendekia,
Bandung, 2004, hlm. 42.
8
Hal-hal di atas menunjukkan suatu fenomena bahwa kelembagaan Aparatur Sipil Negara serta para pemangku Jabatan Aparatur Sipil Negara belum mampu memberikan pelayanan prima. Sangatlah beralasan jika dikatakan bahwa fenomena kinerja birokrasi pemerintah belum dapat mendukung terwujudnya Pelayanan Publik yang baik. Kedua hal tersebut di atas menegaskan bahwa perlunya segera dilakukan penataan jabatan-jabatan pemerintahan/jabatan aparatur sipil negara, terutama dalam hal proses pengisian dan persyaratan jabatan.
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) menetapkan ketentuan
yang baru tentang Jabatan Aparatur Sipil Negara beserta tata cara
pengisiannya. Berdasarkan uraian permaslahan yang telah dijelaskan, makan
penulis mengambil judul awal ini yaitu “Tinjauan Hukum Terhadap
Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Di Provinsi
Banten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara”.
9 B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah ketentuan terbuka dalam Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara?
2. Bagaimanakah penjabaran ketentuan kompetitif dalam Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentunya mempunyai tujuan yang jelas dan ringkas sehingga memberikan arah pada penelitinya dalam melakukan penelitian dan penulisan hukum. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ketentuan terbuka dalam Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
2. Untuk mengetahui penjabaran ketentuan kompetitif dalam Pelaksanaan
Pengangkatan Jabatan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
10 D. Kegunaan Penelitian
Penelitian tentunya diharapkan dapat memberi manfaat dan kegunaan didalam penelitian tersebut. Adapun kegunaan yang didapat dalam penelitian ini adalah:
1. Teoritis:
a. Diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pembentukan peraturan-peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan pengisian jabatan aparatur sipil negara. Diharapkan Memberikan masukan untuk perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.
2. Praktis:
a. Memperkaya konsep/teori untuk mendukung Ilmu Pengetahuan.
b. Penulisan Hukum ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan serta sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam masalah yang tengah diteliti.
c. Sebagai suatu penelitian yang membahas ketentuan pengisian jabatan aparatur sipil, khususnya Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, maka diharapkan hasil penelitian dapat memberikan masukan dalam implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya dalam rangka pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi.
d.
11 E. Kerangka Pemikiran
1) Teori Penegakan Hukum
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung jawabkan.
9Negara Hukum ialah negara yang berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Dalam buku Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, dijelaskan mengenai keadilan, yaitu:
10Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.
Aristoteles dalam teori hukum, yaitu:
11Pemerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik tidaknya suatu peraturan undang-undang dan membuat undang- undang adalah sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintahan negara. Oleh karena itu Menurut, bahwa yang penting adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik, karena dari sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya.
9
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengnan Urutan Bab, Pasal dan ayat), Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2010, hlm. 46.10
Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, 1988, hlm. 153.
11Ibid, hlm. 154.
12
Pendapat Friedrich Julius Stahl (Sarjana Jerman) yang dikutip oleh O.Notohamidjojo membuat pengertian Negara Hukum sebagai berikut:
12Negara harus menjadi Negara Hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga daya pendorong daripada perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya bagaimana lingkungan (suasana) kebebasan itu tanpa dapat ditembus.Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga secara langsung, tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum.Inilah pengertian Negara Hukum, bukan misalnya bahwa negara itu hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan pemerintahan, atau hanya melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara Hukum pada umumnya tidak berarti tujuan dan isi daripada Negara, melainkan hanya cara dan untuk mewujudkannya.
Friedrich Julius Stahl yang dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi mengemukakan empat unsur rechtstaats dalam arti klasik, yaitu:
131. Hak-hak asasi manusia.
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara Eropa Kontinental biasanya disebut trias politica).
3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (Wetmatigheid Van Bestuur).
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Freies Ermessen adalah kebijakan pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang, dengan tiga syarat, yaitu:
141. Demi kepentingan umum.
12
O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara dan Wibawa
Hukum Bagi Pembaharuan Masyarakat di Indonesia, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1970,hlm. 24.
13
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaran Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisa Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Disertasi, FakultasPascasarjana UI, 1990, hlm. 312.
14
Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid), Pro
Justitia, Surabaya, 1998, hlm. 46.
13
2. Masih dalam batas wilayah kewenangannya.
3. Tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang layak.
SF Marbun berpendapat bahwa dengan diberikannya kebebasan
bertindak (Freies Ermessen) kepada administrasi negara dalam
melaksanakan tugasnya mewujudkan welfare state atau social rechtstaat di
Belanda sempat menimbulkan kekhawatiran bahwa akibat dari freies
ermessen akan menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat. Oleh
karena itu untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi warga
masyarakat, tahun 1950 Panitia de Monchy di Belanda membuat laporan
tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik atau algemene beginselen
van behoorlijk bestuur. Pada mulanya timbul keberatan dari pegawai-
pegawai pemerintah di Belanda karena ada kekhawatiran bahwa Hakim
atau Pengadilan Administrasi kelak akan mempergunakan istilah itu untuk
memberikan penilaian terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil
pemerintah, namun keberatan demikian sekarang ini telah lenyap ditelan
masa karena telah hilang relevansinya. Dengan adanya Freies Ermessen
ini sebagian kekuasaan yang dipegang oleh badan pembentuk undang-
undang dipindahkan ke dalam tangan pemerintah/administrasi negara,
sebagai badan eksekutif. Jadi supremasi badan legislatif diganti oleh
supremasi badan eksekutif karena administrasi Negara melakukan
penyelesaian masalah tanpa harus menunggu perubahan Undang- Undang
dari bidang legislatif. Hal tersebut karena pada prinsipnya Badan/Pejabat
administrasi pemerintahan tidak boleh menolak untuk memberikan
14
pelayanan kepada masyarakat dengan alasan hukumnya tidak ada ataupun hukumnya ada tetapi tidak jelas, sepanjang hal tersebut masih menjadi kewenangannya.
152) Teori Kewenangan
Menurut Philipus M. Hadjon dalam hukum tata negara wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).
Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.
16Ridwan AR yang dikutip oleh F.P.C.L. Tonner mendeskripsikan bahwa Kewenangan dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan waga negara.
17Ferrazi mendefinisikan kewenangan yaitu:
18Kewenangan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu.
3) Tinjauan Umum Tentang Kepegawaian
Kepegawaian adalah segala hal mengenai kedudukan. Kewajiban, hak dan pembinaan pegawai. Pegawai merupakan tenaga kerja manusia, jasmaniah maupun rohaniah (mental dan fikran), yang senantiasa di
15
SF. Marbun, Menggali dan Menemukan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik di
Indonesia, tulisan pada Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Admnistrasi Negara, UII Press,Yogyakarta, 2001, hlm. 18.
16
Philipus M. Hadjon, Opcit, hlm. 1.
17
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 100.
18
Ganjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor,
2007, hlm. 93.
15
butuhkan dan karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam badan usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi). Pada umumnya Kepegawaian mempunyai sasaran yang sama yaitu motivasi dan produktivitas sebuah kerja maksimum dari anggota organisasi yang sekaligus juga berarti mencapai suatu tujuan organisasi atau perusahaan itu sendiri dengan baik.
19M. Manullang mengemukakan bahwa:
20Kepegawaian adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan tenaga kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu, dengan meningalkan kepuasan hati pada diri para pekerja.
F.X. Soedjadi, M.P.A. berpendapat bahwa Kepegawaian adalah proses kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap pimpinan agar tercapainya tujuan organisasi seimbang dengan sifat, hakikat dan fungsi organisasi serta sifat dan hakikat para anggotanya.
19http://milmanyusdi.blogspot.co.id/2009/12/pengertian-administrasi-kepegawaian.html.
Diakses pada tanggal 27 Desember 2015 pada pukul 21.00 Wib.
20
M. Mannulang, Management Personalia, Sinar Harapan, Medan, 1967, hlm. 202.
16 F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah jalan yang dilakukan berupa serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten untuk memperoleh data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
21Adapun yang digunakan penulis dalam memberikan uraian dan penjelasan tentang metode penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tipe Penelitian
Penelitian hukum normatif empiris (applied law research) menggunakan studi kasus hukum berupa produk prilaku hukum. Dalam metode penelitian normatif empiris ini mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu peraturan perundang-undangan, kelembagaan hukum, serta bahasa hukum yang yang mendukung pembahasan materi sesuai rumusan masalah dalam karya ilmiah ini.
2. Pendekatan Masalah
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 35.
17
Pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) dan pendekatan konseptual. Suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, akan lebih akurat bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan yang cocok, guna memperkaya pertimbangan- pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi masalah hukum yang dihadapi.
223. Data dan Sumber Data
Data diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan obyek penelitian, hasil wawancara, serta data-data penunjang penilitian dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten.
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penulisan skripsi, meliputi:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
2) Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
3) Permenpan No.13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka Lingkungan Instansi Pemerintah.
22
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media
Publishing, Malang, 2012, hlm. 303.
18
4) Peraturan Gubernur Banten Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Provinsi Banten
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang relevan dengan bahan hukum primer dan dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dalam hal ini teori hukum, dokumen atau literatur hukum. Termasuk pula dalam bahan hukum sekunder adalah wawancara dengan narasumber.
c. Bahan hukum tersier, yaitu data yang diperoleh dari literatur ataupun artikel sebagai penunjang dari data primer dan sekunder.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, dalam hal ini Ensiklopedia Indonesia dan Internet.
234. Prosedur dan Pengumpulan Data
Penulis melakukan analisis terhadap Peraturan Perundang-undangan tentang Aparatur Sipil Negara yang terdapat di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil negara, Pergub (Peraturan Gubernur) Banten No 55 Tahun 2015 Tentang Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama kemudian dilakukan wawancara dengan Drs. Herry Purnomo selaku Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Aparatur di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten.
5. Analisis data
23Ibid, hlm. 106.
19
Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat di tafsirkan.
24Keseluruhan bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis secara mendalam sehingga diperoleh tujuan penelitian mengenai persoalan hukum yang diteliti. Bahan hukum primer maupun sekunder yang telah disinkronisasi secara sistematis kemudian dikaji lebih lanjut berdasarkan teori-teori hukum yang ada sehingga diperoleh rumusan ilmiah untuk menjawab persoalan hukum yang dibahas dalam penelitian hukum ini.
6. Tehnik Penulisan
Buku Pedoman Penulisan Skripsi Program Strata 1 (S-1) Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2013.
7. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten. Pilihan ini didasarkan atas pertimbangan Pemerintah Provinsi Banten yang telah melaksanakan Pengisian Jabatan Aparatur Sipil Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Pergub Banten No 55 Tahun 2015 Tentang Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.
24
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 102.
20 G. Sistematika Penulisan
Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan terbagi dalam 5 (lima) bab yang saling berkaitan dan berhubungan.
Sistematika dalam penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang gambaran singkat mengenai keseluruhan skripsi. Terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB II: TINJAUAN UMUM PELAKSANAAN
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA
Bab ini berisi penjelasan mengenai Penegakan Hukum, beserta Teori Kewenangan, dan Tinjauan Umum Tentang kepegawaian.
BAB III: TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI
21
BANTEN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
Bab ini berisi mengenai profil dan perkembangan Provinsi Banten beserta gambaran Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten, ketentuan terbuka dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan penjabaran ketentuan kompetitif dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Provinsi Banten.
BAB IV: ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN
PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BANTEN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
Bab ini berisi analisis terkait pelaksanaan
pengangkatan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Provinsi
Banten sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara.
22 BAB V: PENUTUP
Bab ini meliputi Kesimpulan dan Saran dari hasil
penelitian.
23 BAB II
TINJAUAN TEORI PELAKSANAAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN
PIMPINAN TINGGI PRATAMA A. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum
1. Pengertian Hukum
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machttaat). Jadi, jelas bahwa Negara Indonesia adalah suatu Negara Hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan). Dalam rangka melayani tujuan negara tersebut, hukum menyelenggarakan keadilan dan ketertiban sebagai syarat tercapainya kemakmuran dan kebahagiaan.
25Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama atau keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi.
26Terdapat pendapat lain menurut Utrecht dalam buku Ade Maman yang menyatakan bahwa hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan)
25
Ade Maman Suherman,
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia , Jakarta, 2004,hlm. 10.
26
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, 2003, hlm. 40.
24
yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
25a. Pengertian Penegakan Hukum
Upaya penegakan hukum memberikan arti adanya upaya untuk menjaga agar keberadaan hukum yang diakui di dalam suatu masyarakat dapat tetap ditegakkan. Upaya tersebut pada dasarnya harus menjamin agar setiap warga negara mematuhi hukum yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan- keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran- pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum jadi tidak dapat dipisahkan begitu saja antara penegakan hukum dan pembuatan hukum.
26Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan proses perwujudan ide-ide (ide keadilan, ide kepastian hukum, dan ide kemanfaatan sosial) yang bersifat abstrak menjadi kenyataan.
27Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah yang mantap sebagai rangkaian penjabaran nilai
27Ibid, hlm. 7.
28
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Raya Abadi, Bandung, 1996, hlm. 24.
29Ibid,hlm. 15.
25
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian hidup.
28b. Fungsi Penegakan Hukum
Penegakan hukum bertujuan untuk mencapai tujuan hukum, yaitu terciptanya rasa aman, tenteram dan keadilan bagi masyarakat. Melalui penegakan hukum, diharapkan tujuan hukum dapat tercapai, sehingga hukum dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
29Terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:
301) Faktor hukumnya sendiri, yaitu hukum yang akan dibahas dibatasi pada undang-undang saja.
2) Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum,yaitu mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya;
4) Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan;
30
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Raja Persada, Jakarta, 2002, hlm. 3.
31
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan teori Hukum, Citra Aditya, Bandung, 2004, hlm. 8.
32
Soerjono Seokanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 4-5.
26
5) Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Terdapat 3 (tiga) unsur yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum, yaitu:
311) Kepastian hukum
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharap adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
2) Kemanfaatan
Penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, jangan sampai timbul keresahan di dalam masyarakat karena pelaksanaan atau penegak hukum.
3) Keadilan
Hukum itu tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Sebaliknya keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.
33
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, 1999, hlm. 145.
27 2. Konsep Negara Hukum Indonesia
Konsep Negara hukum Indonesia berbeda dengan konsep rechtstaat dan rule of law karena mempunyai latar belakang yang berbeda pula. Konsep negara hukum Indonesia adalah sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 ayat (3) Amandemen ketiga UUD 1945 yang berbunyi: "Negara Indonesia adalah negara hukum".
Istilah negara hukum dalam kepustakaan Indonesia hampir selalu dipadankan dengan istilah-istilah asing antara lain Rechtsstaat (Negara Hukum), atat de droit, The State According To Law (Negara yang Mengikuti Aturan Hukum), Legal State (Negara yang Sah), dan Rule Of Law (Kepastian Hukum). Notohamijdojo memadankan istilah negara hukum di dalam konstitusi Indonesia dengan konsep rechtsstaat sebagaimana dalam tulisannya "negara hukum atau rechtsstaat".
32Di samping itu, Muhammad Yamin di dalam tulisannya menyebutkan bahwa "Republik Indonesia ialah negara hukum (Rehtsstaat, Government Of Law)".
33Philipus M. Hadjon menjelaskan bahwa antara konsep Rechtsstaat dan The Rule Of Law memang terdapat perbedaan.
Konsep Rechtsstaat lahir dari perjuangan menentang absolutisme sehingga bersifat revolusioner yang bertumpu pada sistem hukum kontinental yang disebut Civil Lawsystem atau Modern Roman Law
32
O. Notohamidjojo, Op Cit.,27.
33
Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1982. hlm. 72.
28
dengan karakteristik administratif. Sebaliknya The Rule Of Law berkembang secara evolusioner dan bertumpu pada Common Lawsystem dengan karakteristik yudisial.
34Padmo Wahjono menyatakan, Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, yang berpangkal tolak pada perumusan sebagai yang digariskan oleh pembentuk undang-undang dasar Indonesia yaitu, Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, dengan rumusan (Rechtstaat) dengan anggapan bahwa menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya (Genusbegrip), disesuaikan juga dengan keadaan di Indonesia, yang artinya digunakan dengan ukuran pandang hidup maupun pandangan bernegara bangsa Indonesia. Bahwa pola ini merupakan suatu hasil pemikiran yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, nampak jelas kalau dihubungkan dengan teori-teori lainnya yang digunakan pembentuk Undang-Undang Dasar 1945 dalam menyusun dan menggerakkan organisasi negara. Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 tidak memuat pernyataan secara tegas tentang negara hukum dan istilah tersebut tidak secara eksplisit muncul baik di dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, tetapi muncul di dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen yakni sebagai kunci pokok pertama dari sistem pemerintahan negara
34
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Bina
Ilmu, Surabaya, 1987, Hlm. 72.
29
yang berbunyi, Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat).
35Pembahasan terkait konsep-konsep Negara hukum di atas, jika dibandingkan antara konsep rechstaat maupun the rule of law dengan konsep Negara hukum yang dimiliki Indonesia, ketiganya memiliki kesamaan yang mendasar, yakni sama-sama mengakui dan memberikan perlindungan terhadap keberadaan Hak Asasi Manusia.
Hanya saja dalam hal konsep perlindungan Hak Asasi Manusia tersebut, ketiganya memiliki perbedaan, yakni jika rechstaat mengedepankan konsep Wetmatigheid yang kemudian direduksi ke dalam rechtmatigheid, maka the rule of law lebih mengedepankan prinsip equality before the law. Sementara itu untuk konsep Negara hukum Indonesia lebih mengedepankan keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat yang berdasar pada asas kekeluargaan.
3. Politik Hukum Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 4 ayat (1) menetapkan Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Artinya, Presiden merupakan penyelenggara Negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggung
35