• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN STENT URETRA ≤ 8 F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN MERUPAKAN FAKTOR RISIKO PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI TEKNIK TUBULARIZED INCISED PLATE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN STENT URETRA ≤ 8 F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN MERUPAKAN FAKTOR RISIKO PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI TEKNIK TUBULARIZED INCISED PLATE."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

JUDUL

HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN

STENT

URETRA

≤ 8

F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN

MERUPAKAN FAKTOR RISIKO

PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN

HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI

TEKNIK

TUBULARIZED INCISED PLATE

YULIUS WIMBO SINADHI SAKSONO

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN

STENT

URETRA

8 F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN

MERUPAKAN FAKTOR RISIKO

PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN

HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI

TEKNIK

TUBULARIZED INCISED PLATE

YULIUS WIMBO SINADHI SAKSONO NIM 1014028203

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ii

HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN

STENT

URETRA

8 F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN

MERUPAKAN FAKTOR RISIKO

PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN

HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI

TEKNIK

TUBULARIZED INCISED PLATE

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

YULIUS WIMBO SINADHI SAKSONO NIM 1014028203

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

ii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 MEI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Gede Wirya Kusuma Duarsa,M.Kes.,Sp.U NIP 196809252005011001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc.Sp.GK NIP 195805211985031002

Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH,PhD NIP 19430215196021001

(5)

vii

LEMBAR PENGESAHAN Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 11 MEI 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No. 2068/UN14.4/HK/2016, tanggal 9 Mei 2016

Penguji Ujian Tesis adalah :

1. dr. Gede Wirya Kusuma Duarsa, M.Kes., SpU

2. Prof. dr. Nyoman Tigeh Suryadhi, MPH, PhD

3. Dr. dr. Anak Agung Gde Oka, SpU

4. dr. I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk

5. DR. dr. Wayan Sudarsa, SpB(K)Onk

(6)
(7)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8 F dan Usia Saat Operasi > 4

Tahun Merupakan Faktor Risiko Pancaran Urin yang Lemah pada Pasien

Hipospadia Pasca Uretroplasti teknik Tubularized Incised Plate”.

Karya tulis ini adalah salah satu persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Umum di Departemen/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi – tingginya penulis haturkan kepada :

dr. Gede Wirya Kusuma Duarsa, Mkes., SpU selaku pembimbing utama penelitian yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan inspirasi, bimbingan, dan nasehat sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. Prof. dr. Nyoman Tigeh Suryadhi, MPH, PhD selaku pembimbing metodologi dan statistik dalam penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan masukan untuk memperlancar penyelesaian karya tulis ini.

(8)

vii

Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar yang memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan. Dr. Ida Bagus Darma Putra, SpB – KBD dan Seluruh Staf Pengajar Departemen / SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar sebagai guru dan teladan penulis yang dengan penuh dedikasi dan kesabaran telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama mengikuti pendidikan Bedah Umum dan dalam menyelesaikan karya tulis ini.

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan kesempatan mengikuti program Combined Degree. Dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes selaku Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di lingkungan rumah sakit yang beliau pimpin. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD–KEMD, selaku rektor Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan belajar di universitas yang beliau pimpin. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti pendidikan combined degree di program yang beliau pimpin. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang

telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Spesialis Bedah Umum di fakultas yang beliau pimpin.

(9)

vii

Terakhir kepada dr. Teguh Dwi Nugroho, dr Deasy, dr. Agung Tananjaya serta seluruh rekan PPDS I Bedah Umum atas kerjasama, dukungan dan bantuannya dalam proses penelitian serta selama proses pendidikan dan juga tak lupa kepada seluruh staf dan paramedis di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah, seluruh staf sekretariat Bedah, serta paramedis di Instalasi Rawat Inap Bedah, Instalasi Rawat Jalan Bedah, dan staf badan koordinator pendidikan RSUP Sanglah Denpasar.

Akhir kata, penulis memohon maaf bila ada kesalahan ataupun kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini dan berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Denpasar, Mei 2016

(10)

ii ABSTRAK

Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8 F dan Usia Saat Operasi > 4 Tahun Merupakan Faktor Risiko Pancaran Urin Yang Lemah Pada Pasien

Hipospadia Pasca Uretroplasti Teknik Tubularized Incised Plate

Terapi utama hipospadia adalah dengan operasi, tujuannya untuk memperbaiki secara fungsional dan kosmetik. Teknik operasi yang paling sering dipakai dengan hasil yang baik adalah teknik Tubularized Incised Plate (TIP) yang biasanya banyak digunakan untuk koreksi hipospadia distal, namun belakangan dipakai pula untuk hipospadia proksimal.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor seperti: tipe hipospadia proksimal, ukuran stent uretra ≤ 8 F dan usia saat operasi > 4 tahun sebagai faktor risiko lemahnya pancaran urin pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP. Rancangan penelitiannya adalah case control study dengan jumlah subyek masing-masing kelompok 20 pasien. Subyek merupakan pasien hipospadia yang telah menjalani operasi di RS Sanglah sejak Januari 2012 – Desember 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Kemudian dilakukan pengukuran pancaran urin maksimal (Qmax) dan hasilnya dibandingkan dengan nilai normal. Didapatkan hasil median Qmax pada kelompok kasus (Qmax ≤ 10 ml/detik) sebesar 9,54 ml/detik, sedang pada kelompok kontrol (Qmax > 10 ml/detik) sebesar 22,49 ml/detik. Pada kelompok kasus ada 16 subyek dengan hipospadia proksimal, 14 subyek dengan ukuran stent ≤ 8 F, dan 9 subyek dengan usia saat operasi > 4 tahun, dari masing-masing 20 pasien. Dimana OR pada tipe hipospadia proksimal 16 (CI 2,8-101;p<0,05). Sedangkan ukuran stent uretra ≤ 8 F memiliki OR 1,9 (CI 0,4-8,6; p 0,327), dan umur saat operasi > 4 tahun memiliki OR 0,7 (CI 0,2-2,8; p 0,527).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tipe hipospadia proksimal merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya pancaran urin yang lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.

(11)

ii ABSTRACT

Proximal Hipospadias, Urethral Stent size ≤ 8 F and Age of Operation > 4 years as a Risk Factors of Weak urinary stream on Hipospadias Patient after

Tubularized Incised Plate Uretroplasty

Operation is the only therapy for hypospadias whereas the aims of the operation are to restore functional and cosmetical physiology. There are so many different technic evolve since this abnormality discovered. The most wide spread use is Tubularized Incised Plate technic by Snodgrass. This technic usualy use to correct distal hipospadias, but nowdays began to use as the alternate method for proximal hypospadias

The aim of this study are to prove several factors i.e. proximal hypospadias type, urethral stent size ≤ 8 F and age of operation > 4 year as a risk factors of weak urinary stream on hipospadias patient after undergone TIP urethroplasty. This is a cross sectional study using 40 subject, 20 subject each group. Subject consisted of hypospadias patient who undergone operation at Sanglah hospital during January 2012 until December 2015 that matched with the inclusion criterias. We perform Qmax measurement to all this patients, and the result then compared with the normal Qmax poin (>10 ml/second).The result shows median Qmax is 9,54 ml/s and 22,49 ml/s for case and control group respectively. On the case group (Qmax ≤ 10 ml/second) 16 subject with proximal hypospadias, 14 with urethral stent ≤ 8 F, and 9 subjek with age of operation > 4 years. OR for proximal hypospadias type is 16 ( CI 2,8-101 and p 0,001), OR for urethral stent size ≤ 8 F is 1,9 ( CI 0,4-8,6 and p 0,327), and the OR for age of operation > 4 years is 0,7 ( CI 0,2-2,8 and p 0,527).

This result shows that the real factor that influencing the insident of weak urinary stream in hypospadias patient post uretroplasty TIP technic is the proximal hypospadias type.

(12)

ii

BAB IError! Bookmark not defined.PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.3.1 Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined.

1.3.2 Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined.

1.4 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB IIError! Bookmark not defined.TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... Error! Bookmark not defined.

2. 1. Definisi, Epidemiologi dan Etiologi Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.

2. 2. Tipe Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.

(13)

vii

2. 4. Teknik Operasi Hipospadia... Error! Bookmark not defined.

2. 5. Komplikasi Pasca Operasi Hipospadia .... Error! Bookmark not defined.

2. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Komplikasi Pasca Operasi Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.

2.6.1 Tipe hipospadia ... Error! Bookmark not defined.

2.6.2 Teknik operasi yang dipakai ... Error! Bookmark not defined.

2.6.3 Penggunaan stent uretra ... Error! Bookmark not defined.

2.6.4 Waktu operasi ... Error! Bookmark not defined.

2. 7. Menilai Pancaran Urin ... Error! Bookmark not defined.

BAB IIIError! Bookmark not defined.KERANGKA BERPIKIR, KONSEP , DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

3.1 Kerangka Berpikir ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Hipotesis Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB IVError! Bookmark not defined.METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

4.1 Rancangan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.3 Subyek dan Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.3.1 Populasi target ... Error! Bookmark not defined.

4.3.2 Populasi terjangkau ... Error! Bookmark not defined.

4.3.3 Sampel penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.3.4 Besar sampel ... Error! Bookmark not defined.

4.3.5 Teknik pengambilan sampel ... Error! Bookmark not defined.

4.3.6 Kriteria pemilihan sampel ... Error! Bookmark not defined.

(14)

vii

4.4.1. Klasifikasi Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.4.2. Definisi operasional ... Error! Bookmark not defined.

4.5 Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.6 AlurPenelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.7 Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

BAB VError! Bookmark not defined.HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

5. 1 Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

5. 2 Pembahasan... Error! Bookmark not defined.

BAB VIError! Bookmark not defined.SIMPULAN DAN SARAN... Error! Bookmark not defined.

6. 1 Simpulan ... Error! Bookmark not defined.

6. 2 Saran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

(15)

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Klasifikasi hipospadia ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. 2. Gambaran klinis Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. 3. Tahapan dalam urethroplasty teknik TIP ... Error! Bookmark not

defined.

Gambar 43.1. Konsep Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 54.1.Skema Rancangan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 64.2. Alur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 75.1. Grafik frekuensi berdasarkan usia, Qmax, dan tipe hipospadia

(16)

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Parameter Uroflowmetry menurut usia dan gender ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 24.1. Tabel 2x2 ... Error! Bookmark not defined.2 Tabel 25.1. Karakteristik usia saat operasi berdasarkan tipe hipospadia Error! Bookmark

not defined.

Tabel 35.2 Karakteristik Qmax berdasarkan tipe hipospadia ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 45.3. Karakteristik Qmax berdasarkan usia saat operasi ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 5.4. Karakteristik Subyek Berdasarkan Kelompok Kontrol dan Kasus ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 65.5. Hasil Analisis Bivariabel Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8 F dan Usia Saat Operasi > 4 Tahun Merupakan Faktor Risiko Pancaran Urin Yang Lemah Pada Pasien Hipospadia Pasca Uretroplasti Teknik Tubularized Incised Plate ... Error! Bookmark not defined. Tabel 75.6. Hasil Analisis Multivariabel Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8

(17)

ii

DAFTAR SINGKATAN

F : French

GAP : Glans Approximation Procedures

MAGPI : Meatal Advancment Glansplasty

OR : Odds Ratio

Qmax :Q maximal

Qavg : Q Average

TIF : Transverse Island Flap

TIP : Tubularized Incised Plate

> : Lebih besar

(18)

ii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Kelaikan Etik ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 3 Data Subyek Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4 Analisis Statistik ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 5 Persetujuan Penelitian... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 6 Data Deskriptif Pasien Hipospadia Sanglah 2009-2015... Error!

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kelahiran sebagai suatu proses alamiah selain menghasilkan bayi normal,

sebagian lainnya memiliki kemungkinan disertai suatu kelainan

kongenital/bawaan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kelainan

tersebut, baik yang sudah dipahami maupun yang sedang diteliti. Usaha untuk

terus mencari solusinya masih berlanjut.

Salah satu kelainan kongenital yang dapat terjadi pada bayi laki-laki

adalah hipospadia. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital kedua paling

sering pada pria, ditemukan dengan angka kejadian sekitar 1 dalam 300 kelahiran

(Snodgrass dan Bush, 2014). Etiologinya masih belum begitu jelas, namun

diyakini bahwa kelainan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan hormonal,

serta paparan polutan dari lingkungan (Djakovic et al, 2008; Demir et al, 2014).

Hipospadia didefinisikan sebagai suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan

adanya abnormalitas dari letak meatus uretra yang bukan berada di ujung penis

melainkan di bagian ventral dari penis, dengan disertai abnormalitas bentuk penis

dimana penis melengkung ke arah ventral (chordae), serta adanya kekurangan

atau deficiency dari kulit preputium di bagian ventral penis (Lambert et al, 2011).

Kelainan ini memberikan pengaruh terhadap fungsi miksi, reproduksi dan

(20)

2

Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan letak meatusnya,

dimulai dari yang paling distal yaitu: tipe glanular, kemudian subcoronal,

mid-shaft, proximal penile, penoscrotal, scrotal dan yang paling distal tipe perineal.

Derajat hipospadia ditentukan dari letak meatusnya dan ada atau tidaknya/berat

ringannya chordae (Hadidi et al, 2004).

Terapi satu-satunya untuk kondisi ini adalah dengan operasi, dengan

tujuan untuk memperbaiki defek anatomisnya dan mengembalikan fungsi

fisiologisnya. Hasil operasi yang maksimal sangatlah penting karena apabila hal

tersebut tidak tercapai dengan baik maka akan menimbulkan permasalahan dalam

pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hal fisiologis dan psikososial.

Bentuk penis yang melengkung serta muara uretra yang tidak berada di ujung

penis akan menyulitkannya dalam melakukan miksi karena aliran urine akan

mengarah ke belakang atau ke bawah dan bukan ke arah depan. Demikian pula

bila anak nanti tumbuh dewasa, kelainan bentuk tersebut akan menyulitkannya

dalam melakukan coitus dan ejakulasi (Gonzalez danLudwikowski, 2011).

Operasi repair hipospadia atau disebut juga uretroplastimerupakan operasi

yang sulit dan membutuhkan ketrampilan yang tinggi (Winberg et al, 2014). Sejak

mulai diketemukannya kelainan ini sampai sekarang, telah lebih dari 300 teknik

operasi dikembangkan, hal ini menunjukkan bahwa belum ada teknik yang

menjadi gold standard dalam penanganannya, disamping itu merefleksikan pula

masih tingginya kejadian komplikasi yang timbul dari teknik yang telah dipakai

(Winberg et al, 2014). Teknik operasi yang paling banyak digunakan saat ini

(21)

3

Incised Plate (TIP) (Andersson et al, 2015). Secara umum tekniknya adalah

dengan melakukan insisi midline sampai ke urethral plate melebarkannya sampai

mencukupi untuk dibentuk menjadi neo urethra. Sejumlah penelitian

menyebutkan bahwa teknik ini memberikan angka komplikasi yang cukup rendah

dan angka keberhasilan yang cukup tinggi (Springer et al, 2011).

Komplikasi yang timbul pasca operasi tersebut dapat terjadi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: usia saat dilakukan operasi, dikatakan

bahwa operasi pada usia dini akan memberikan hasil yang lebih baik dengan

komplikasi yang lebih rendah, namun usia yang terlalu dini juga akan

memberikan sejumlah dampak baik bagi pasien diantaranya paparan terhadap zat

anestesi yang terlalu dini, kemudian bagi operator, ukuran penis yang terlalu kecil

akan pula memberikan kesulitan dalam teknik operasinya. Faktor berikutnya

adalah derajat hipospadianya (dilihat dari posisi muara uretra dan ada atau

tidaknya chordae), semakin proksimal suatu muara uretra akan memberikan

resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi. Faktor selanjutnya adalah

pemakaian stent pada uretra, serta teknik operasi yang dipilih disamping juga

kemampuan dari ahli bedahnya sendiri turut berperan (Bayne dan Jones, 2010).

Pemakaian stent uretra pasca pembuatan uretra baru bertujuan untuk menjaga

patensi saluran yang baru, dan supaya tidak terjadi stenosis pada tempat

sambungan sekaligus membantu mengalirkan urin dari buli (Hadidi et al, 2004).

Meskipun masih ada kontroversi yang menyebutkan bahwa uretroplasti tanpa

pemasangan stent dapat dilakukan (Mousavi dan Aarabi, 2014) namun banyak

(22)

4

repair hipospadias menggunakan pemasangan stent. Sedangkan mengenai ukuran

stent yang ideal dengan risiko komplikasi yang kecil belum banyak jurnal yang

membahasnya.

Dari sekian macam komplikasi yang dapat terjadi, yang paling sering

adalah fistula urethrocutan, diikuti oleh meatal stenosis, stricture urethra,

diverticulum urethra, glans dehiscence,persistant chordae dan tampilan kosmetis

yang kurang memuaskan (Bayne dan Jones 2010; Springer et al, 2014). Adanya

komplikasi tersebut dapat menimbulkan dampak diantaranya adalah gangguan

pada pancaran urin, dimana kekuatan pancarannya menjadi melemah atau

tersendat. Kelainan ini sering kali tidak memberikan keluhan sehingga sering

terlewatkan atau tidak disadari oleh pasien (Eassa et al, 2012; Spinoit dan

Hoebeke, 2015). Bila hal ini dibiarkan maka akan dapat menimbulkan dampak

yang cukup serius sampai kerusakan ginjal.

Metode noninvasif untuk mengukur pancaran urin yang paling banyak

dipakai adalah dengan menggunakan uroflowmeter. Dengan alat ini dapat diukur

berapa pancaran urin rata-rata (Qavg), pancaran urin maksimal (Qmax) , jumlah

urin yang keluar (Voiding Volume), serta dapat terlihat pola pancaran urinnya

(flow pattern) . Dari semua parameter tersebut, yang paling penting untuk menilai

fungsi miksi adalah Qmax (Yang et al, 2011).

Penelitian mengenai kekuatan pancaran urine pasca operasi hipospadia

yang dikaitkan dengan faktor-faktor risiko perioperatif yang mempengaruhinya

masih sangat jarang, dan belum pernah dilakukan terutama di Bali, oleh karena itu

(23)

5 1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

masalah penelitian yaitu:

1. Apakah tipe hipospadia proksimal merupakan faktor risiko pancaran urin

yang lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP?

2. Apakah ukuran stent uretra ≤ 8 F merupakan faktor risiko pancaran urin yang

lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP?

3. Apakah usia saat dilakukan operasi > 4 tahun merupakan faktor risiko

pancaran urin yang lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik

TIP?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya pancaran urin yang lemah pada pasien

hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk Mengetahui bahwa :

1. Tipe hipospadia proksimal merupakan faktor risiko pancaran urin yang lemah

pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.

2. Ukuran stent uretra ≤ 8 F merupakan faktor risiko pancaran urin yang lemah

pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.

3. Usia saat dilakukan operasi > 4 tahun merupakan faktor risiko pancaran urin

(24)

6

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Akademis:

- Dapat sebagai bahan pelengkap acuan penelitian selanjutnya mengenai

hipospadia.

Manfaat Praktis:

1. Dengan didapatkan pengaruh dari faktor-faktor risiko tersebut terhadap

lemahnya pancaran urin pada pasien hipospadia pasca uretroplasti, maka

sejak awal dapat diantisipasi dan bila memungkinkan dihindari.

2. Dapat sebagai bahan pelengkap acuan untuk edukasi bagi orang tua

mengenai risiko yang mungkin timbul pasca operasi hipospadia.

3. Dapat merupakan metode penapisan sederhana untuk mengetahui adanya

komplikasi pasca uretroplasti yang dapat dilakukan sendiri oleh orang tua

(25)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2. 1. Definisi, Epidemiologi dan Etiologi Hipospadia

Hipospadia didefinisikan sebagai suatu defek dalam pembentukan aspek

ventral dari penis yang disertai dengan abnormalitas dari meatus uretra dimana

meatus uretra berada di proksimal dari ujung penis dan letaknya di bagian ventral

dengan bentuk penis yang melengkung ke arah ventral (dengan atau tanpa

chordae) serta adanya defisiensi dari kulit preputium bagian ventral atau disebut

pula dorsal hood (Lambert et al, 2011). Merupakan kelainan kongenital yang

sering terjadi pada bayi laki-laki, dengan angka kejadian mencapai 1 dari 300

kelahiran (Snodgrass dan Bush, 2014).

Penyebab terjadinya kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti.

Namun diyakini bahwa hal ini terjadi karena adanya gangguan pada pembentukan

urethral plate secara genetik yang dipengaruhi secara hormonal dan enzimatik.

Sebagian menyebutkan ada kaitannya dengan abnormalitas pada metabolisme

androgen, dan disrupsi endokrin (Baskin dan Ebbers, 2006). Insidennya yang

cenderung meningkat dimungkinkan karena pengaruh polusi lingkungan yang

makin tinggi, dalam hal ini banyaknya paparan zat-zat yang mengandung estrogen

seperti jenis pestisida tertentu, obat-obatan herbal dan lain sebagainya (Djakovic

(26)

2

2. 2. Tipe Hipospadia

Secara umum pembagian tipe hipospadia didasarkan pada letak dari

meatusnya. Sejumlah pakar telah menyusun pembagian tersebut, dimulai dari

Smith yang membagi hipospadia menjadi tiga derajat, derajat satu bila letak

meatusnya dari corona sampai shaft penis bagian distal, derajat dua mulai dari

distal shaft sampai penoscrotal junction, derajat tiga mulai dari penoscrotal

junction sampai ke perineum. Kemudian menyusul pakar-pakar lain dengan

klasifikasinya. Namun klasifikasi-klasifikasi tersebut tidak terlalu

memperhitungkan berat ringannya chordae dan pengaruhnya terhadap lokasi

muara uretra. Barca pada tahun 1973 menyusun pembagian hipospadia

berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan release dari curvatura penis

(Hadidi et al, 2004).

Gambar 2. 1.

(27)

3

Hipospadia distal lebih banyak dijumpai pada populasi barat, sedang hipospadia

proksimal lebih banyak di Asia (Subramaniam et al, 2011).

Gambar 2. 2.

Gambaran klinis Hipospadia A. Glandular. B. Subcoronal. C. Midshaft. D.

Penoscrotal. E. Scrotal. F. Perineal (Baskin dan Ebbers, 2006)

2. 3. Terapi Hipospadia

Penatalaksanaan satu-satunya untuk hipospadia adalah dengan operasi.

Tujuan dari prosedur ini secara ringkas ada 5, yaitu: untuk mendapatkan bentuk

penis yang lurus, memposisikan muara uretra di ujung penis, menormalkan

kembali fungsi ejakulasi dan berkemih, membuat uretra yang adekuat dengan

kaliber yang sama serta bentuk kosmetik dari penis dan glans penis yang simetris.

(28)

4

1. Chodectomy - Orthoplasty (meluruskan penis), 2. Urethroplasty, 3.

Meathoplasty dan Glanuloplasty, 4. Scrotoplasty dan 5. Skin coverage (Baskin

dan Ebbers, 2006; Snodgrass dan Bush, 2014).

2. 4. Teknik Operasi Hipospadia

Selama beratus tahun sejak pertama kali didokumentasikannya kasus

hipospadia pada zaman Kerajaan Romawi, telah berkembang berbagai macam

teknik operasi hipospadia (Lambert et al, 2011). Ada sekitar 300 jenis teknik yang

dikembangkan, hampir setiap ahli bedah memiliki variasi dan teknik tersendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa belum ada teknik yang paling sempurna (gold

standard) untuk terapi hipospadia. Pemilihan teknik yang digunakan untuk

koreksi hipospadia umumnya bergantung dari letak muara dari uretranya,

meskipun demikian preferensi dari ahli bedahnya pun turut berperan. Teknik yang

banyak dipakai dan dianggap cukup baik dengan resiko komplikasi yang lebih

rendah adalah teknik Tubularized Incised Plate (TIP) yang ditemukan oleh

Snodgrass. Teknik ini biasanya dipakai untuk mengkoreksi hipospadia yang

muara uretranya ada di midshaft, atau shaft penis yang letaknya di distal. Prinsip

dasar teknik ini adalah membuat insisi midline sampai ke urethral plate yang

disesuaikan sehingga bidang yang dihasilkan dapat dibuat suatu neourethra.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan material bedah, teknik ini mulai

banyak digunakan untuk hipospadia proksimal dengan hasil operasi yang cukup

baik.

Tahapan operasi untuk teknik TIP ini secara umum adalah: pertama

(29)

5

Kemudian lakukan insisi longitudinal pada kedua sisi urethral plate sepanjang

garis batas urethral plate dan glans wing selanjutnya yang sangat penting adalah

membuat insis pada garis tengah urethral plate. Kemudian dilakukan pemasangan

stent sebagai penyangga urethra baru, dan dilanjutkan dengan dilakukan

penjahitan tubularisasi. Jahitan pada uretra baru kemudian dilapisi dengan flap

dari fascia dartos, kemudian ditutup dengan kulit.

Gambar 2. 3.

(30)

6

Untuk muara penis yang terletak di glandular dapat digunakan teknik

Meatal Advancement Glansplasty (MAGPI) atau dapat pula menggunakan teknik

Glans Approximation Procedures (GAP). Teknik lain yang juga umum dipakai

adalah Mathieu’s procedures. Untuk Hipospadia yang letaknya di proksimal

khususnya di penoscrotal, scrotal maupun perineal, teknik-teknik yang biasa

dipakai adalah Onlay technique, Duckett-flap, dan juga teknik operasi two step

( Hadidi et al, 2004; Djakovic et al, 2008).

2. 5. Komplikasi Pasca Operasi Hipospadia

Meskipun dengan teknik dan sarana operasi yang semakin berkembang

operasi repair hipospadia masih merupakan suatu prosedur yang sulit dan rentan

terhadap timbulnya komplikasi pasca operasi. Struktur organ dan jaringan

penyokongnya yang halus dan rentan, suplai pembuluh darah dari flapnya yang

sangat tergantung pada jaringan di sekitarnya, uretra baru yang dekat sekali

dengan urine dan perineum membuatnya rentan terhadap infeksi dan juga pasien

yang masih anak-anak yang umumnya kurang kooperatif merupakan sejumlah

faktor yang dapat menghalangi keberhasilan operasi (Bayne dan Jones, 2010).

Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi hipospadi secara garis besar

dibagi menjadi dua, yaitu

1. Komplikasi segera

Komplikasi ini dapat terjadi segera setelah operasi atau beberapa hari

kemudian. Yang termasuk dalam komplikasi segera diantaranya adalah:

iskemia jaringan, perdarahan dan hematoma, infeksi luka operasi dan

(31)

7

komplikasi ini adalah dengan penanganan jaringan yang hati-hati saat operasi

dengan memperhitungkan pasokan darah untuk flap yang dibuat. Apabila

komplikasi ini muncul biasanya penanganannya secara konservatif, bila tidak

membaik mungkin diperlukan operasi berikutnya untuk debridement luka

atau bila perlu dilakukan revisi (Bayne dan Jones, 2010).

2. Komplikasi lambat

Komplikasi ini muncul dalam hitungan hari, bulan bahkan tahun. Yang

termasuk dalam komplikasi lambat ini adalah:

- Urethrocutaneus fistula

Merupakan komplikasi yang paling terjadi, dan semakin komplek tipe

hipospadia dan operasinya resiko terjadinya fistula semakin tinggi.

Komplikasi ini dapat terjadi oleh berbagai macam sebab diantaranya

karena edema yang mengganggu suplai darah, adanya infeksi dan

hematoma yang mengganggu penyembuhan luka pada uretra baru, adanya

obstruksi di distal sehingga menyebabkan tekanan yang tinggi saat kencing

yang mengakibatkan lepasnya jahitan di bagian proksimal. Penanganannya

tergantung pada ukuran dan letak fistulanya. Bila fistulanya kecil biasanya

dapat menutup sendiri, namun bila ukurannya besar kemungkinan akan

membutuhkan tindakan operasi untuk menutupnya.

- Striktur uretra

Merupakan komplikasi kedua tersering. Umumnya striktur ini terjadi pada

tempat anastomose jahitan seperti di meatus, kamudian di akhir penutupan

(32)

8

biasanya nampak jelas kurang dari 3 bulan setelah operasi yang ditandai

dengan lemahnya pancaran urin, anak harus mengedan saat kencing,

pancaran urin yang menyebar atau adanya infeksi pada traktus urinarius.

Keluhan ini apabila masih ringan seringkali tidak terlalu diperhatikan dan

sering terlewatkan. Dan bila terus dibiarkan dapat menimbulkan

komplikasi yang lebih serius seperti pyelonefritis bahkan gagal ginjal.

Penyebab terjadinya striktur diantaranya adalah desain uretra baru yang

kurang baik, jahitan yang terlalu tegang, spatulasi pada lokasi anastomosis

yang kurang adekuat. Penatalaksanaannya dapat dengan konservatif yaitu

dengan dilatasi atau endoskopi, bila tidak berhasil atau apabila strikturnya

panjang maka perlu dilakukan revisi urethroplasti.

- Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah divertikulum uretra,

persisten chordae, komplikasi meatal dan komplikasi lain dalam uretra

serta masalah psikiatri (Bayne dan Jones, 2010).

2. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Komplikasi Pasca

Operasi Hipospadia

Beberapa faktor diyakini berperan dalam menentukan hasil operasi, diantaranya

adalah:

2.6.1 Tipe hipospadia

Dari pemeriksaan fisik yang seksama akan diperoleh data mengenai letak

dari meatusnya, ada tidaknya chordae serta ada tidaknya kelainan kongenital lain

yang menyertai. Hipospadia tipe proksimal disebutkan berhubungan dengan

(33)

9

karena uretra baru akan ukurannya akan lebih panjang dengan resiko terjadinya

kegagalan yang lebih tinggi. Demikian pula dengan adanya chordae akan turut

berperan dalam terjadinya resiko komplikasi pasca operasi (Bayne dan Jones,

2010).

2.6.2 Teknik operasi yang dipakai

Pemilihan teknik operasi yang tepat sesuai dengan kondisi hipospadia

memegang peranan yang penting pula dalam keberhasilan operasi dan mencegah

timbulnya komplikasi pasca operasi. Secara umum teknik operasi yang digunakan

dapat diklasifikasikan berdasarkan prosedur rekonstruksi uretranya, yaitu teknik

advancement, tubularisasi, dan penggunaan flap atau graft.

Untuk hipospadia distal, contoh teknik advancement yang digunakan

adalah teknik MAGPI (Meatal Advancement and Glanuloplasty), merupakan

teknik yang sering dipakai untuk hipospadia tipe glandular. Rerata komplikasinya

cukup rendah dan reoperasi umumnya jarang terjadi. Namun kadangkala bentuk

meatus yang dihasilkan kurang natural. Kemudian teknik tubularisasi untuk

hipospadia distal adalah teknik TIP (Tubularized Incised Plate), merupakan

teknik yang paling banyak digunakan dan paling berkembang dengan resiko

komplikasi yang rendah dan hasil kosmetik dan fungsional yang baik. Namun

teknik ini kurang sesuai untuk digunakan pada prosedur operasi dua tahap. Teknik

tubularisasi selanjutnya untuk distal hipospadia adalah teknik GAP (Glans

Approximation Plasty). Dapat digunakan pada urethral plate yang cukup lebar

sehingga dapat langsung ditutup tanpa membutuhkan insisi pada platenya.

(34)

10

Teknik Mathieu. Teknik ini lebih dahulu ditemukan dibanding TIP dan telah

cukup berkembang dan mengalami banyak modifikasi. Pengunaannya tergantung

dari penilaian dan preferensi dari ahli bedahnya. Resiko komplikasinya cukup

rendah dan banyak dipengaruhi oleh keahlian dari operator.

Untuk hipospadia mid-shaft dapat menggunakan teknik onlay island flap.

Sedang untuk yang proksimal dibagi menjadi dua, yaitu teknik satu tahap dan dua

tahap. Untuk teknik satu tahap yang sering digunakan adalah teknik TIF

(Transverse Island Flap), TIP dan teknik Koyanagi-Nonomura. Sedangkan teknik

dua tahap biasanya digunakan teknik Bracka (Subramaniam et al, 2011).

Pemilihan teknik yang tepat dengan disertai kemampuan dari ahli

bedahnya akan sangat berperan terhadap keberhasilan operasi dan resiko

terjadinya komplikasi pasca operasi.

2.6.3 Penggunaan stent uretra

Pemasangan stent ini penting untuk menjaga patensi dari uretra baru yang

dibuat, agar tidak kolaps dan juga untuk mencegah terjadinya striktur maupun

stenosis. Meskipun masih ada perbedaan pendapat mengenai perlu tidaknya

pemakaian stent ini (Radwan et al, 2012), namun sebagian besar ahli berpendapat

bahwa pemasangan stent ini bermanfaat. Mereka memilih untuk mempertahankan

stent selama 7-10 hari. Sedang sebagian lainnya berpendapat bahwa

mempertahankan stent dalam waktu lama di dalam uretra yang baru akan

menyebabkan iritasi dan mengganggu proses penyembuhan (Hadidi et al, 2006).

Mengenai ukuran yang tepat untuk stent yang digunakan belum ada

(35)

11

disesuaikan dengan usia dan diameter lumen uretra. Pemakaian stent ini juga

dikaitkan dengan resiko terjadinya komplikasi berupa bladder spasme (Turial et

al, 2010). Apakah ukuran dari stent tersebut juga berkaitan dengan timbulnya

komplikasi pasca operasi belum ada penelitian yang menyebutkan hal tersebut

(Subramaniam et al, 2011).

2.6.4 Waktu operasi

Disebutkan bahwa usia ideal untuk operasi pada pasien hipospadi adalah

sebelum anak mulai sekolah, dengan usia ideal antara 6-12 bulan. Alasannya pada

usia tersebut anak belum dapat mengingat trauma suatu operasi, belum menyadari

mengenai persepsi tubuh dan identitas seksualnya, dan juga belum berinteraksi

sosial dengan teman-teman seusianya. Sehingga tidak akan mengganggu

perkembangan emosional dan psikisnya (Weber et al, 2009). Namun

permasalahannya pada usia tersebut ukuran penis masih sangat kecil sehingga

memberikan kesulitan lebih dalam teknik operasinya. Kisaran usia yang ideal

berikutnya adalah antara 2,5 – 4 tahun atau 4 – 5 tahun. Sejalan dengan

bertambahnya usia maka resiko untuk terjadinya komplikasi juga semakin

meningkat (Yildiz et al, 2013).

2. 7. Menilai Pancaran Urin

Salah satu komplikasi yang sering muncul adalah gangguan pada pancaran

urin pasca operasi. Umumnya orang tua atau pun pasien tidak terlalu menyadari

adanya abnormalitas ini karenanya sering tidak diperhatikan, atau karena tidak

terlalu dikeluhkan. Gangguan ini dapat muncul dapat sebagai akibat dari

(36)

12

compliance atau tahanan dari dinding urethra yang tidak sama. Namun dapat juga

terjdai karena sebab lain misalnya adanya gangguan neurologis pada kandung

kencing (bladder spasme), adanya penyakit pada ginjal yang mempengaruhi

fungsi dan produksi urin, adanya trauma pada penis atau perineum yang

menyebabkan kerusakan uretra, adanya infeksi pada saluran kencing sehingga

mengakibatkan rasa nyeri saat kencing.

Metode untuk mengukur pancaran urin telah berkembang sejak pertama

kali diperkenalkan oleh Johansen pada tahun 1953 dengan menggunakan gelas

ukur dan stopwatch. Saat ini alat yang paling sering digunakan adalah

Uroflowmetry. Metode yang dipakai sederhana dan tidak invasif. Dengan alat ini

dapat diukur berapa pancaran urin rata-rata (Qavg), pancaran urin maksimal

(Qmax), Volume urin yang dikeluarkan (Vvoid).

Pada penelitian ini karena ketidaktersediannya alat uroflowmetry maka

peneliti menggunakan metode lain untuk mengukur pancaran urine maksimal.

Dalam penelitian sebelumnya oleh Hadiwidjadja (2000), Qmax dapat ditentukan

dengan cara mengkalikan Qavg dengan suatu konstanta yang didapatkan dari

penelitian tersebut yang besarnya adalah 2,07. Qavg sendiri dapat diperoleh

dengan membagi volume urin dengan waktu yang diperlukan untuk kencing.

Jumlah minimal volume urin yang dianggap bermakna dan dapat diukur adalah

bila volumenya > 100 cc dalam sekali pengukuran (Spinoid et al, 2015).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari sejumlah penelitian, nilai normal

(37)

13

merangkum hasil penelitiannya tentang Uroflowmetry Nomograms pada anak

yang sehat usia 5-15 tahun disusun dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Parameter Uroflowmetry menurut usia dan gender

(Gupta dan Sankhwar, 2013)

15,26 ± 4,54 ml/detik dan untuk usia 11-15 tahun sebesar 22,50 ± 7,24 ml/detik.

Berdasarkan data tersebut pada penelitian ini diambil patokan untuk menentukan

nilai Qmax normal adalah bila hasilnya lebih dari 15,26 – 4,54 = 10,72 dibulatkan

Gambar

Gambar 2. 1.
Gambar 2. 2.
Gambar 2. 3.
Tabel 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

PENENTUAN TEMPAT AS BENDUNGAN TITIK ELEVASI TAMPUNGAN BERDASAR KURVA HUBUNGAN VOLUME KUMULATIF DAN LUAS GENANGAN DAN DEBIT RENCANA As bendungan dipilih alternatif 3

f. Kesimpulan hasil penelitian berkaitan dengan kekuatan rancangan yang disusun sangat berpengaruh, umumnya kekuatan rancangan yang baik adalah sekitar 40%, artinya

Gambar perubahan suhu udara terhadap pertumbuhan awan Cb pada bulan Oktober tahun 2012 di Stasiun Meteorologi SSK II Pekanbaru dapat dilihat pada Gambar 1.. Perubahan

Jika F hitung &lt; F tabel , maka Hoterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh secara bersama Pengaruh Self Eficacy dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai melalui

auganite , basalt , basanite dan berhubangan dengan tuff.. Dari hornblende coklat umum dibedakan dengan sudut pemadaman yang kecil dan perbedaan belahan. Biotite

Dimana pembentukan magma ini ditentukan berdasarkan pada drajat kristalisasi dan lama pendinginan magma, dan berpengaruh pada sifat yang akan dibawa oleh mineral yang

“Meracik Jamu Sebagai Suatu Seni” Seperti kata-kata tersebut bahwa meracik jamu adalah pekerjaan yang dimulai dari memilih bahan baku, membersihkan, menakar,

Sejalan dengan Kitab Kejadian, Markus menulis, “Allah pada mulanya menciptakan laki-laki dan perempuan dan laki-laki itu akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan