i
TESIS
JUDUL
HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN
STENT
URETRA
≤ 8
F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN
MERUPAKAN FAKTOR RISIKO
PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN
HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI
TEKNIK
TUBULARIZED INCISED PLATE
YULIUS WIMBO SINADHI SAKSONO
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN
STENT
URETRA
≤
8 F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN
MERUPAKAN FAKTOR RISIKO
PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN
HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI
TEKNIK
TUBULARIZED INCISED PLATE
YULIUS WIMBO SINADHI SAKSONO NIM 1014028203
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
HIPOSPADIA PROKSIMAL, UKURAN
STENT
URETRA
≤
8 F DAN USIA SAAT OPERASI > 4 TAHUN
MERUPAKAN FAKTOR RISIKO
PANCARAN URIN YANG LEMAH PADA PASIEN
HIPOSPADIA PASCA URETROPLASTI
TEKNIK
TUBULARIZED INCISED PLATE
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
YULIUS WIMBO SINADHI SAKSONO NIM 1014028203
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 MEI 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
dr. Gede Wirya Kusuma Duarsa,M.Kes.,Sp.U NIP 196809252005011001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc.Sp.GK NIP 195805211985031002
Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH,PhD NIP 19430215196021001
vii
LEMBAR PENGESAHAN Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 11 MEI 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No. 2068/UN14.4/HK/2016, tanggal 9 Mei 2016
Penguji Ujian Tesis adalah :
1. dr. Gede Wirya Kusuma Duarsa, M.Kes., SpU
2. Prof. dr. Nyoman Tigeh Suryadhi, MPH, PhD
3. Dr. dr. Anak Agung Gde Oka, SpU
4. dr. I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk
5. DR. dr. Wayan Sudarsa, SpB(K)Onk
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8 F dan Usia Saat Operasi > 4
Tahun Merupakan Faktor Risiko Pancaran Urin yang Lemah pada Pasien
Hipospadia Pasca Uretroplasti teknik Tubularized Incised Plate”.
Karya tulis ini adalah salah satu persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Umum di Departemen/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi – tingginya penulis haturkan kepada :
dr. Gede Wirya Kusuma Duarsa, Mkes., SpU selaku pembimbing utama penelitian yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan inspirasi, bimbingan, dan nasehat sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. Prof. dr. Nyoman Tigeh Suryadhi, MPH, PhD selaku pembimbing metodologi dan statistik dalam penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan masukan untuk memperlancar penyelesaian karya tulis ini.
vii
Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar yang memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan. Dr. Ida Bagus Darma Putra, SpB – KBD dan Seluruh Staf Pengajar Departemen / SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar sebagai guru dan teladan penulis yang dengan penuh dedikasi dan kesabaran telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama mengikuti pendidikan Bedah Umum dan dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan kesempatan mengikuti program Combined Degree. Dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes selaku Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di lingkungan rumah sakit yang beliau pimpin. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD–KEMD, selaku rektor Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan belajar di universitas yang beliau pimpin. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti pendidikan combined degree di program yang beliau pimpin. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang
telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Spesialis Bedah Umum di fakultas yang beliau pimpin.
vii
Terakhir kepada dr. Teguh Dwi Nugroho, dr Deasy, dr. Agung Tananjaya serta seluruh rekan PPDS I Bedah Umum atas kerjasama, dukungan dan bantuannya dalam proses penelitian serta selama proses pendidikan dan juga tak lupa kepada seluruh staf dan paramedis di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah, seluruh staf sekretariat Bedah, serta paramedis di Instalasi Rawat Inap Bedah, Instalasi Rawat Jalan Bedah, dan staf badan koordinator pendidikan RSUP Sanglah Denpasar.
Akhir kata, penulis memohon maaf bila ada kesalahan ataupun kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini dan berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
Denpasar, Mei 2016
ii ABSTRAK
Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8 F dan Usia Saat Operasi > 4 Tahun Merupakan Faktor Risiko Pancaran Urin Yang Lemah Pada Pasien
Hipospadia Pasca Uretroplasti Teknik Tubularized Incised Plate
Terapi utama hipospadia adalah dengan operasi, tujuannya untuk memperbaiki secara fungsional dan kosmetik. Teknik operasi yang paling sering dipakai dengan hasil yang baik adalah teknik Tubularized Incised Plate (TIP) yang biasanya banyak digunakan untuk koreksi hipospadia distal, namun belakangan dipakai pula untuk hipospadia proksimal.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor seperti: tipe hipospadia proksimal, ukuran stent uretra ≤ 8 F dan usia saat operasi > 4 tahun sebagai faktor risiko lemahnya pancaran urin pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP. Rancangan penelitiannya adalah case control study dengan jumlah subyek masing-masing kelompok 20 pasien. Subyek merupakan pasien hipospadia yang telah menjalani operasi di RS Sanglah sejak Januari 2012 – Desember 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Kemudian dilakukan pengukuran pancaran urin maksimal (Qmax) dan hasilnya dibandingkan dengan nilai normal. Didapatkan hasil median Qmax pada kelompok kasus (Qmax ≤ 10 ml/detik) sebesar 9,54 ml/detik, sedang pada kelompok kontrol (Qmax > 10 ml/detik) sebesar 22,49 ml/detik. Pada kelompok kasus ada 16 subyek dengan hipospadia proksimal, 14 subyek dengan ukuran stent ≤ 8 F, dan 9 subyek dengan usia saat operasi > 4 tahun, dari masing-masing 20 pasien. Dimana OR pada tipe hipospadia proksimal 16 (CI 2,8-101;p<0,05). Sedangkan ukuran stent uretra ≤ 8 F memiliki OR 1,9 (CI 0,4-8,6; p 0,327), dan umur saat operasi > 4 tahun memiliki OR 0,7 (CI 0,2-2,8; p 0,527).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tipe hipospadia proksimal merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya pancaran urin yang lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.
ii ABSTRACT
Proximal Hipospadias, Urethral Stent size ≤ 8 F and Age of Operation > 4 years as a Risk Factors of Weak urinary stream on Hipospadias Patient after
Tubularized Incised Plate Uretroplasty
Operation is the only therapy for hypospadias whereas the aims of the operation are to restore functional and cosmetical physiology. There are so many different technic evolve since this abnormality discovered. The most wide spread use is Tubularized Incised Plate technic by Snodgrass. This technic usualy use to correct distal hipospadias, but nowdays began to use as the alternate method for proximal hypospadias
The aim of this study are to prove several factors i.e. proximal hypospadias type, urethral stent size ≤ 8 F and age of operation > 4 year as a risk factors of weak urinary stream on hipospadias patient after undergone TIP urethroplasty. This is a cross sectional study using 40 subject, 20 subject each group. Subject consisted of hypospadias patient who undergone operation at Sanglah hospital during January 2012 until December 2015 that matched with the inclusion criterias. We perform Qmax measurement to all this patients, and the result then compared with the normal Qmax poin (>10 ml/second).The result shows median Qmax is 9,54 ml/s and 22,49 ml/s for case and control group respectively. On the case group (Qmax ≤ 10 ml/second) 16 subject with proximal hypospadias, 14 with urethral stent ≤ 8 F, and 9 subjek with age of operation > 4 years. OR for proximal hypospadias type is 16 ( CI 2,8-101 and p 0,001), OR for urethral stent size ≤ 8 F is 1,9 ( CI 0,4-8,6 and p 0,327), and the OR for age of operation > 4 years is 0,7 ( CI 0,2-2,8 and p 0,527).
This result shows that the real factor that influencing the insident of weak urinary stream in hypospadias patient post uretroplasty TIP technic is the proximal hypospadias type.
ii
BAB IError! Bookmark not defined.PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1.3.1 Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined.
1.3.2 Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
BAB IIError! Bookmark not defined.TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... Error! Bookmark not defined.
2. 1. Definisi, Epidemiologi dan Etiologi Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.
2. 2. Tipe Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.
vii
2. 4. Teknik Operasi Hipospadia... Error! Bookmark not defined.
2. 5. Komplikasi Pasca Operasi Hipospadia .... Error! Bookmark not defined.
2. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Komplikasi Pasca Operasi Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.
2.6.1 Tipe hipospadia ... Error! Bookmark not defined.
2.6.2 Teknik operasi yang dipakai ... Error! Bookmark not defined.
2.6.3 Penggunaan stent uretra ... Error! Bookmark not defined.
2.6.4 Waktu operasi ... Error! Bookmark not defined.
2. 7. Menilai Pancaran Urin ... Error! Bookmark not defined.
BAB IIIError! Bookmark not defined.KERANGKA BERPIKIR, KONSEP , DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
3.1 Kerangka Berpikir ... Error! Bookmark not defined.
3.2 Hipotesis Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
BAB IVError! Bookmark not defined.METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
4.1 Rancangan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.3 Subyek dan Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.3.1 Populasi target ... Error! Bookmark not defined.
4.3.2 Populasi terjangkau ... Error! Bookmark not defined.
4.3.3 Sampel penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.3.4 Besar sampel ... Error! Bookmark not defined.
4.3.5 Teknik pengambilan sampel ... Error! Bookmark not defined.
4.3.6 Kriteria pemilihan sampel ... Error! Bookmark not defined.
vii
4.4.1. Klasifikasi Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.4.2. Definisi operasional ... Error! Bookmark not defined.
4.5 Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.6 AlurPenelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.7 Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
BAB VError! Bookmark not defined.HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.
5. 1 Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
5. 2 Pembahasan... Error! Bookmark not defined.
BAB VIError! Bookmark not defined.SIMPULAN DAN SARAN... Error! Bookmark not defined.
6. 1 Simpulan ... Error! Bookmark not defined.
6. 2 Saran ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Klasifikasi hipospadia ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 2. Gambaran klinis Hipospadia ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 3. Tahapan dalam urethroplasty teknik TIP ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 43.1. Konsep Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 54.1.Skema Rancangan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 64.2. Alur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 75.1. Grafik frekuensi berdasarkan usia, Qmax, dan tipe hipospadia
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Parameter Uroflowmetry menurut usia dan gender ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 24.1. Tabel 2x2 ... Error! Bookmark not defined.2 Tabel 25.1. Karakteristik usia saat operasi berdasarkan tipe hipospadia Error! Bookmark
not defined.
Tabel 35.2 Karakteristik Qmax berdasarkan tipe hipospadia ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 45.3. Karakteristik Qmax berdasarkan usia saat operasi ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 5.4. Karakteristik Subyek Berdasarkan Kelompok Kontrol dan Kasus ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 65.5. Hasil Analisis Bivariabel Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8 F dan Usia Saat Operasi > 4 Tahun Merupakan Faktor Risiko Pancaran Urin Yang Lemah Pada Pasien Hipospadia Pasca Uretroplasti Teknik Tubularized Incised Plate ... Error! Bookmark not defined. Tabel 75.6. Hasil Analisis Multivariabel Hipospadia Proksimal, Ukuran Stent Uretra ≤ 8
ii
DAFTAR SINGKATAN
F : French
GAP : Glans Approximation Procedures
MAGPI : Meatal Advancment Glansplasty
OR : Odds Ratio
Qmax :Q maximal
Qavg : Q Average
TIF : Transverse Island Flap
TIP : Tubularized Incised Plate
> : Lebih besar
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Kelaikan Etik ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 3 Data Subyek Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4 Analisis Statistik ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 5 Persetujuan Penelitian... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 6 Data Deskriptif Pasien Hipospadia Sanglah 2009-2015... Error!
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kelahiran sebagai suatu proses alamiah selain menghasilkan bayi normal,
sebagian lainnya memiliki kemungkinan disertai suatu kelainan
kongenital/bawaan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kelainan
tersebut, baik yang sudah dipahami maupun yang sedang diteliti. Usaha untuk
terus mencari solusinya masih berlanjut.
Salah satu kelainan kongenital yang dapat terjadi pada bayi laki-laki
adalah hipospadia. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital kedua paling
sering pada pria, ditemukan dengan angka kejadian sekitar 1 dalam 300 kelahiran
(Snodgrass dan Bush, 2014). Etiologinya masih belum begitu jelas, namun
diyakini bahwa kelainan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan hormonal,
serta paparan polutan dari lingkungan (Djakovic et al, 2008; Demir et al, 2014).
Hipospadia didefinisikan sebagai suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan
adanya abnormalitas dari letak meatus uretra yang bukan berada di ujung penis
melainkan di bagian ventral dari penis, dengan disertai abnormalitas bentuk penis
dimana penis melengkung ke arah ventral (chordae), serta adanya kekurangan
atau deficiency dari kulit preputium di bagian ventral penis (Lambert et al, 2011).
Kelainan ini memberikan pengaruh terhadap fungsi miksi, reproduksi dan
2
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan letak meatusnya,
dimulai dari yang paling distal yaitu: tipe glanular, kemudian subcoronal,
mid-shaft, proximal penile, penoscrotal, scrotal dan yang paling distal tipe perineal.
Derajat hipospadia ditentukan dari letak meatusnya dan ada atau tidaknya/berat
ringannya chordae (Hadidi et al, 2004).
Terapi satu-satunya untuk kondisi ini adalah dengan operasi, dengan
tujuan untuk memperbaiki defek anatomisnya dan mengembalikan fungsi
fisiologisnya. Hasil operasi yang maksimal sangatlah penting karena apabila hal
tersebut tidak tercapai dengan baik maka akan menimbulkan permasalahan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hal fisiologis dan psikososial.
Bentuk penis yang melengkung serta muara uretra yang tidak berada di ujung
penis akan menyulitkannya dalam melakukan miksi karena aliran urine akan
mengarah ke belakang atau ke bawah dan bukan ke arah depan. Demikian pula
bila anak nanti tumbuh dewasa, kelainan bentuk tersebut akan menyulitkannya
dalam melakukan coitus dan ejakulasi (Gonzalez danLudwikowski, 2011).
Operasi repair hipospadia atau disebut juga uretroplastimerupakan operasi
yang sulit dan membutuhkan ketrampilan yang tinggi (Winberg et al, 2014). Sejak
mulai diketemukannya kelainan ini sampai sekarang, telah lebih dari 300 teknik
operasi dikembangkan, hal ini menunjukkan bahwa belum ada teknik yang
menjadi gold standard dalam penanganannya, disamping itu merefleksikan pula
masih tingginya kejadian komplikasi yang timbul dari teknik yang telah dipakai
(Winberg et al, 2014). Teknik operasi yang paling banyak digunakan saat ini
3
Incised Plate (TIP) (Andersson et al, 2015). Secara umum tekniknya adalah
dengan melakukan insisi midline sampai ke urethral plate melebarkannya sampai
mencukupi untuk dibentuk menjadi neo urethra. Sejumlah penelitian
menyebutkan bahwa teknik ini memberikan angka komplikasi yang cukup rendah
dan angka keberhasilan yang cukup tinggi (Springer et al, 2011).
Komplikasi yang timbul pasca operasi tersebut dapat terjadi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: usia saat dilakukan operasi, dikatakan
bahwa operasi pada usia dini akan memberikan hasil yang lebih baik dengan
komplikasi yang lebih rendah, namun usia yang terlalu dini juga akan
memberikan sejumlah dampak baik bagi pasien diantaranya paparan terhadap zat
anestesi yang terlalu dini, kemudian bagi operator, ukuran penis yang terlalu kecil
akan pula memberikan kesulitan dalam teknik operasinya. Faktor berikutnya
adalah derajat hipospadianya (dilihat dari posisi muara uretra dan ada atau
tidaknya chordae), semakin proksimal suatu muara uretra akan memberikan
resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi. Faktor selanjutnya adalah
pemakaian stent pada uretra, serta teknik operasi yang dipilih disamping juga
kemampuan dari ahli bedahnya sendiri turut berperan (Bayne dan Jones, 2010).
Pemakaian stent uretra pasca pembuatan uretra baru bertujuan untuk menjaga
patensi saluran yang baru, dan supaya tidak terjadi stenosis pada tempat
sambungan sekaligus membantu mengalirkan urin dari buli (Hadidi et al, 2004).
Meskipun masih ada kontroversi yang menyebutkan bahwa uretroplasti tanpa
pemasangan stent dapat dilakukan (Mousavi dan Aarabi, 2014) namun banyak
4
repair hipospadias menggunakan pemasangan stent. Sedangkan mengenai ukuran
stent yang ideal dengan risiko komplikasi yang kecil belum banyak jurnal yang
membahasnya.
Dari sekian macam komplikasi yang dapat terjadi, yang paling sering
adalah fistula urethrocutan, diikuti oleh meatal stenosis, stricture urethra,
diverticulum urethra, glans dehiscence,persistant chordae dan tampilan kosmetis
yang kurang memuaskan (Bayne dan Jones 2010; Springer et al, 2014). Adanya
komplikasi tersebut dapat menimbulkan dampak diantaranya adalah gangguan
pada pancaran urin, dimana kekuatan pancarannya menjadi melemah atau
tersendat. Kelainan ini sering kali tidak memberikan keluhan sehingga sering
terlewatkan atau tidak disadari oleh pasien (Eassa et al, 2012; Spinoit dan
Hoebeke, 2015). Bila hal ini dibiarkan maka akan dapat menimbulkan dampak
yang cukup serius sampai kerusakan ginjal.
Metode noninvasif untuk mengukur pancaran urin yang paling banyak
dipakai adalah dengan menggunakan uroflowmeter. Dengan alat ini dapat diukur
berapa pancaran urin rata-rata (Qavg), pancaran urin maksimal (Qmax) , jumlah
urin yang keluar (Voiding Volume), serta dapat terlihat pola pancaran urinnya
(flow pattern) . Dari semua parameter tersebut, yang paling penting untuk menilai
fungsi miksi adalah Qmax (Yang et al, 2011).
Penelitian mengenai kekuatan pancaran urine pasca operasi hipospadia
yang dikaitkan dengan faktor-faktor risiko perioperatif yang mempengaruhinya
masih sangat jarang, dan belum pernah dilakukan terutama di Bali, oleh karena itu
5 1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu:
1. Apakah tipe hipospadia proksimal merupakan faktor risiko pancaran urin
yang lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP?
2. Apakah ukuran stent uretra ≤ 8 F merupakan faktor risiko pancaran urin yang
lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP?
3. Apakah usia saat dilakukan operasi > 4 tahun merupakan faktor risiko
pancaran urin yang lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik
TIP?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya pancaran urin yang lemah pada pasien
hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk Mengetahui bahwa :
1. Tipe hipospadia proksimal merupakan faktor risiko pancaran urin yang lemah
pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.
2. Ukuran stent uretra ≤ 8 F merupakan faktor risiko pancaran urin yang lemah
pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik TIP.
3. Usia saat dilakukan operasi > 4 tahun merupakan faktor risiko pancaran urin
6
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Akademis:
- Dapat sebagai bahan pelengkap acuan penelitian selanjutnya mengenai
hipospadia.
Manfaat Praktis:
1. Dengan didapatkan pengaruh dari faktor-faktor risiko tersebut terhadap
lemahnya pancaran urin pada pasien hipospadia pasca uretroplasti, maka
sejak awal dapat diantisipasi dan bila memungkinkan dihindari.
2. Dapat sebagai bahan pelengkap acuan untuk edukasi bagi orang tua
mengenai risiko yang mungkin timbul pasca operasi hipospadia.
3. Dapat merupakan metode penapisan sederhana untuk mengetahui adanya
komplikasi pasca uretroplasti yang dapat dilakukan sendiri oleh orang tua
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2. 1. Definisi, Epidemiologi dan Etiologi Hipospadia
Hipospadia didefinisikan sebagai suatu defek dalam pembentukan aspek
ventral dari penis yang disertai dengan abnormalitas dari meatus uretra dimana
meatus uretra berada di proksimal dari ujung penis dan letaknya di bagian ventral
dengan bentuk penis yang melengkung ke arah ventral (dengan atau tanpa
chordae) serta adanya defisiensi dari kulit preputium bagian ventral atau disebut
pula dorsal hood (Lambert et al, 2011). Merupakan kelainan kongenital yang
sering terjadi pada bayi laki-laki, dengan angka kejadian mencapai 1 dari 300
kelahiran (Snodgrass dan Bush, 2014).
Penyebab terjadinya kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti.
Namun diyakini bahwa hal ini terjadi karena adanya gangguan pada pembentukan
urethral plate secara genetik yang dipengaruhi secara hormonal dan enzimatik.
Sebagian menyebutkan ada kaitannya dengan abnormalitas pada metabolisme
androgen, dan disrupsi endokrin (Baskin dan Ebbers, 2006). Insidennya yang
cenderung meningkat dimungkinkan karena pengaruh polusi lingkungan yang
makin tinggi, dalam hal ini banyaknya paparan zat-zat yang mengandung estrogen
seperti jenis pestisida tertentu, obat-obatan herbal dan lain sebagainya (Djakovic
2
2. 2. Tipe Hipospadia
Secara umum pembagian tipe hipospadia didasarkan pada letak dari
meatusnya. Sejumlah pakar telah menyusun pembagian tersebut, dimulai dari
Smith yang membagi hipospadia menjadi tiga derajat, derajat satu bila letak
meatusnya dari corona sampai shaft penis bagian distal, derajat dua mulai dari
distal shaft sampai penoscrotal junction, derajat tiga mulai dari penoscrotal
junction sampai ke perineum. Kemudian menyusul pakar-pakar lain dengan
klasifikasinya. Namun klasifikasi-klasifikasi tersebut tidak terlalu
memperhitungkan berat ringannya chordae dan pengaruhnya terhadap lokasi
muara uretra. Barca pada tahun 1973 menyusun pembagian hipospadia
berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan release dari curvatura penis
(Hadidi et al, 2004).
Gambar 2. 1.
3
Hipospadia distal lebih banyak dijumpai pada populasi barat, sedang hipospadia
proksimal lebih banyak di Asia (Subramaniam et al, 2011).
Gambar 2. 2.
Gambaran klinis Hipospadia A. Glandular. B. Subcoronal. C. Midshaft. D.
Penoscrotal. E. Scrotal. F. Perineal (Baskin dan Ebbers, 2006)
2. 3. Terapi Hipospadia
Penatalaksanaan satu-satunya untuk hipospadia adalah dengan operasi.
Tujuan dari prosedur ini secara ringkas ada 5, yaitu: untuk mendapatkan bentuk
penis yang lurus, memposisikan muara uretra di ujung penis, menormalkan
kembali fungsi ejakulasi dan berkemih, membuat uretra yang adekuat dengan
kaliber yang sama serta bentuk kosmetik dari penis dan glans penis yang simetris.
4
1. Chodectomy - Orthoplasty (meluruskan penis), 2. Urethroplasty, 3.
Meathoplasty dan Glanuloplasty, 4. Scrotoplasty dan 5. Skin coverage (Baskin
dan Ebbers, 2006; Snodgrass dan Bush, 2014).
2. 4. Teknik Operasi Hipospadia
Selama beratus tahun sejak pertama kali didokumentasikannya kasus
hipospadia pada zaman Kerajaan Romawi, telah berkembang berbagai macam
teknik operasi hipospadia (Lambert et al, 2011). Ada sekitar 300 jenis teknik yang
dikembangkan, hampir setiap ahli bedah memiliki variasi dan teknik tersendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa belum ada teknik yang paling sempurna (gold
standard) untuk terapi hipospadia. Pemilihan teknik yang digunakan untuk
koreksi hipospadia umumnya bergantung dari letak muara dari uretranya,
meskipun demikian preferensi dari ahli bedahnya pun turut berperan. Teknik yang
banyak dipakai dan dianggap cukup baik dengan resiko komplikasi yang lebih
rendah adalah teknik Tubularized Incised Plate (TIP) yang ditemukan oleh
Snodgrass. Teknik ini biasanya dipakai untuk mengkoreksi hipospadia yang
muara uretranya ada di midshaft, atau shaft penis yang letaknya di distal. Prinsip
dasar teknik ini adalah membuat insisi midline sampai ke urethral plate yang
disesuaikan sehingga bidang yang dihasilkan dapat dibuat suatu neourethra.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan material bedah, teknik ini mulai
banyak digunakan untuk hipospadia proksimal dengan hasil operasi yang cukup
baik.
Tahapan operasi untuk teknik TIP ini secara umum adalah: pertama
5
Kemudian lakukan insisi longitudinal pada kedua sisi urethral plate sepanjang
garis batas urethral plate dan glans wing selanjutnya yang sangat penting adalah
membuat insis pada garis tengah urethral plate. Kemudian dilakukan pemasangan
stent sebagai penyangga urethra baru, dan dilanjutkan dengan dilakukan
penjahitan tubularisasi. Jahitan pada uretra baru kemudian dilapisi dengan flap
dari fascia dartos, kemudian ditutup dengan kulit.
Gambar 2. 3.
6
Untuk muara penis yang terletak di glandular dapat digunakan teknik
Meatal Advancement Glansplasty (MAGPI) atau dapat pula menggunakan teknik
Glans Approximation Procedures (GAP). Teknik lain yang juga umum dipakai
adalah Mathieu’s procedures. Untuk Hipospadia yang letaknya di proksimal
khususnya di penoscrotal, scrotal maupun perineal, teknik-teknik yang biasa
dipakai adalah Onlay technique, Duckett-flap, dan juga teknik operasi two step
( Hadidi et al, 2004; Djakovic et al, 2008).
2. 5. Komplikasi Pasca Operasi Hipospadia
Meskipun dengan teknik dan sarana operasi yang semakin berkembang
operasi repair hipospadia masih merupakan suatu prosedur yang sulit dan rentan
terhadap timbulnya komplikasi pasca operasi. Struktur organ dan jaringan
penyokongnya yang halus dan rentan, suplai pembuluh darah dari flapnya yang
sangat tergantung pada jaringan di sekitarnya, uretra baru yang dekat sekali
dengan urine dan perineum membuatnya rentan terhadap infeksi dan juga pasien
yang masih anak-anak yang umumnya kurang kooperatif merupakan sejumlah
faktor yang dapat menghalangi keberhasilan operasi (Bayne dan Jones, 2010).
Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi hipospadi secara garis besar
dibagi menjadi dua, yaitu
1. Komplikasi segera
Komplikasi ini dapat terjadi segera setelah operasi atau beberapa hari
kemudian. Yang termasuk dalam komplikasi segera diantaranya adalah:
iskemia jaringan, perdarahan dan hematoma, infeksi luka operasi dan
7
komplikasi ini adalah dengan penanganan jaringan yang hati-hati saat operasi
dengan memperhitungkan pasokan darah untuk flap yang dibuat. Apabila
komplikasi ini muncul biasanya penanganannya secara konservatif, bila tidak
membaik mungkin diperlukan operasi berikutnya untuk debridement luka
atau bila perlu dilakukan revisi (Bayne dan Jones, 2010).
2. Komplikasi lambat
Komplikasi ini muncul dalam hitungan hari, bulan bahkan tahun. Yang
termasuk dalam komplikasi lambat ini adalah:
- Urethrocutaneus fistula
Merupakan komplikasi yang paling terjadi, dan semakin komplek tipe
hipospadia dan operasinya resiko terjadinya fistula semakin tinggi.
Komplikasi ini dapat terjadi oleh berbagai macam sebab diantaranya
karena edema yang mengganggu suplai darah, adanya infeksi dan
hematoma yang mengganggu penyembuhan luka pada uretra baru, adanya
obstruksi di distal sehingga menyebabkan tekanan yang tinggi saat kencing
yang mengakibatkan lepasnya jahitan di bagian proksimal. Penanganannya
tergantung pada ukuran dan letak fistulanya. Bila fistulanya kecil biasanya
dapat menutup sendiri, namun bila ukurannya besar kemungkinan akan
membutuhkan tindakan operasi untuk menutupnya.
- Striktur uretra
Merupakan komplikasi kedua tersering. Umumnya striktur ini terjadi pada
tempat anastomose jahitan seperti di meatus, kamudian di akhir penutupan
8
biasanya nampak jelas kurang dari 3 bulan setelah operasi yang ditandai
dengan lemahnya pancaran urin, anak harus mengedan saat kencing,
pancaran urin yang menyebar atau adanya infeksi pada traktus urinarius.
Keluhan ini apabila masih ringan seringkali tidak terlalu diperhatikan dan
sering terlewatkan. Dan bila terus dibiarkan dapat menimbulkan
komplikasi yang lebih serius seperti pyelonefritis bahkan gagal ginjal.
Penyebab terjadinya striktur diantaranya adalah desain uretra baru yang
kurang baik, jahitan yang terlalu tegang, spatulasi pada lokasi anastomosis
yang kurang adekuat. Penatalaksanaannya dapat dengan konservatif yaitu
dengan dilatasi atau endoskopi, bila tidak berhasil atau apabila strikturnya
panjang maka perlu dilakukan revisi urethroplasti.
- Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah divertikulum uretra,
persisten chordae, komplikasi meatal dan komplikasi lain dalam uretra
serta masalah psikiatri (Bayne dan Jones, 2010).
2. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Komplikasi Pasca
Operasi Hipospadia
Beberapa faktor diyakini berperan dalam menentukan hasil operasi, diantaranya
adalah:
2.6.1 Tipe hipospadia
Dari pemeriksaan fisik yang seksama akan diperoleh data mengenai letak
dari meatusnya, ada tidaknya chordae serta ada tidaknya kelainan kongenital lain
yang menyertai. Hipospadia tipe proksimal disebutkan berhubungan dengan
9
karena uretra baru akan ukurannya akan lebih panjang dengan resiko terjadinya
kegagalan yang lebih tinggi. Demikian pula dengan adanya chordae akan turut
berperan dalam terjadinya resiko komplikasi pasca operasi (Bayne dan Jones,
2010).
2.6.2 Teknik operasi yang dipakai
Pemilihan teknik operasi yang tepat sesuai dengan kondisi hipospadia
memegang peranan yang penting pula dalam keberhasilan operasi dan mencegah
timbulnya komplikasi pasca operasi. Secara umum teknik operasi yang digunakan
dapat diklasifikasikan berdasarkan prosedur rekonstruksi uretranya, yaitu teknik
advancement, tubularisasi, dan penggunaan flap atau graft.
Untuk hipospadia distal, contoh teknik advancement yang digunakan
adalah teknik MAGPI (Meatal Advancement and Glanuloplasty), merupakan
teknik yang sering dipakai untuk hipospadia tipe glandular. Rerata komplikasinya
cukup rendah dan reoperasi umumnya jarang terjadi. Namun kadangkala bentuk
meatus yang dihasilkan kurang natural. Kemudian teknik tubularisasi untuk
hipospadia distal adalah teknik TIP (Tubularized Incised Plate), merupakan
teknik yang paling banyak digunakan dan paling berkembang dengan resiko
komplikasi yang rendah dan hasil kosmetik dan fungsional yang baik. Namun
teknik ini kurang sesuai untuk digunakan pada prosedur operasi dua tahap. Teknik
tubularisasi selanjutnya untuk distal hipospadia adalah teknik GAP (Glans
Approximation Plasty). Dapat digunakan pada urethral plate yang cukup lebar
sehingga dapat langsung ditutup tanpa membutuhkan insisi pada platenya.
10
Teknik Mathieu. Teknik ini lebih dahulu ditemukan dibanding TIP dan telah
cukup berkembang dan mengalami banyak modifikasi. Pengunaannya tergantung
dari penilaian dan preferensi dari ahli bedahnya. Resiko komplikasinya cukup
rendah dan banyak dipengaruhi oleh keahlian dari operator.
Untuk hipospadia mid-shaft dapat menggunakan teknik onlay island flap.
Sedang untuk yang proksimal dibagi menjadi dua, yaitu teknik satu tahap dan dua
tahap. Untuk teknik satu tahap yang sering digunakan adalah teknik TIF
(Transverse Island Flap), TIP dan teknik Koyanagi-Nonomura. Sedangkan teknik
dua tahap biasanya digunakan teknik Bracka (Subramaniam et al, 2011).
Pemilihan teknik yang tepat dengan disertai kemampuan dari ahli
bedahnya akan sangat berperan terhadap keberhasilan operasi dan resiko
terjadinya komplikasi pasca operasi.
2.6.3 Penggunaan stent uretra
Pemasangan stent ini penting untuk menjaga patensi dari uretra baru yang
dibuat, agar tidak kolaps dan juga untuk mencegah terjadinya striktur maupun
stenosis. Meskipun masih ada perbedaan pendapat mengenai perlu tidaknya
pemakaian stent ini (Radwan et al, 2012), namun sebagian besar ahli berpendapat
bahwa pemasangan stent ini bermanfaat. Mereka memilih untuk mempertahankan
stent selama 7-10 hari. Sedang sebagian lainnya berpendapat bahwa
mempertahankan stent dalam waktu lama di dalam uretra yang baru akan
menyebabkan iritasi dan mengganggu proses penyembuhan (Hadidi et al, 2006).
Mengenai ukuran yang tepat untuk stent yang digunakan belum ada
11
disesuaikan dengan usia dan diameter lumen uretra. Pemakaian stent ini juga
dikaitkan dengan resiko terjadinya komplikasi berupa bladder spasme (Turial et
al, 2010). Apakah ukuran dari stent tersebut juga berkaitan dengan timbulnya
komplikasi pasca operasi belum ada penelitian yang menyebutkan hal tersebut
(Subramaniam et al, 2011).
2.6.4 Waktu operasi
Disebutkan bahwa usia ideal untuk operasi pada pasien hipospadi adalah
sebelum anak mulai sekolah, dengan usia ideal antara 6-12 bulan. Alasannya pada
usia tersebut anak belum dapat mengingat trauma suatu operasi, belum menyadari
mengenai persepsi tubuh dan identitas seksualnya, dan juga belum berinteraksi
sosial dengan teman-teman seusianya. Sehingga tidak akan mengganggu
perkembangan emosional dan psikisnya (Weber et al, 2009). Namun
permasalahannya pada usia tersebut ukuran penis masih sangat kecil sehingga
memberikan kesulitan lebih dalam teknik operasinya. Kisaran usia yang ideal
berikutnya adalah antara 2,5 – 4 tahun atau 4 – 5 tahun. Sejalan dengan
bertambahnya usia maka resiko untuk terjadinya komplikasi juga semakin
meningkat (Yildiz et al, 2013).
2. 7. Menilai Pancaran Urin
Salah satu komplikasi yang sering muncul adalah gangguan pada pancaran
urin pasca operasi. Umumnya orang tua atau pun pasien tidak terlalu menyadari
adanya abnormalitas ini karenanya sering tidak diperhatikan, atau karena tidak
terlalu dikeluhkan. Gangguan ini dapat muncul dapat sebagai akibat dari
12
compliance atau tahanan dari dinding urethra yang tidak sama. Namun dapat juga
terjdai karena sebab lain misalnya adanya gangguan neurologis pada kandung
kencing (bladder spasme), adanya penyakit pada ginjal yang mempengaruhi
fungsi dan produksi urin, adanya trauma pada penis atau perineum yang
menyebabkan kerusakan uretra, adanya infeksi pada saluran kencing sehingga
mengakibatkan rasa nyeri saat kencing.
Metode untuk mengukur pancaran urin telah berkembang sejak pertama
kali diperkenalkan oleh Johansen pada tahun 1953 dengan menggunakan gelas
ukur dan stopwatch. Saat ini alat yang paling sering digunakan adalah
Uroflowmetry. Metode yang dipakai sederhana dan tidak invasif. Dengan alat ini
dapat diukur berapa pancaran urin rata-rata (Qavg), pancaran urin maksimal
(Qmax), Volume urin yang dikeluarkan (Vvoid).
Pada penelitian ini karena ketidaktersediannya alat uroflowmetry maka
peneliti menggunakan metode lain untuk mengukur pancaran urine maksimal.
Dalam penelitian sebelumnya oleh Hadiwidjadja (2000), Qmax dapat ditentukan
dengan cara mengkalikan Qavg dengan suatu konstanta yang didapatkan dari
penelitian tersebut yang besarnya adalah 2,07. Qavg sendiri dapat diperoleh
dengan membagi volume urin dengan waktu yang diperlukan untuk kencing.
Jumlah minimal volume urin yang dianggap bermakna dan dapat diukur adalah
bila volumenya > 100 cc dalam sekali pengukuran (Spinoid et al, 2015).
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari sejumlah penelitian, nilai normal
13
merangkum hasil penelitiannya tentang Uroflowmetry Nomograms pada anak
yang sehat usia 5-15 tahun disusun dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Parameter Uroflowmetry menurut usia dan gender
(Gupta dan Sankhwar, 2013)
15,26 ± 4,54 ml/detik dan untuk usia 11-15 tahun sebesar 22,50 ± 7,24 ml/detik.
Berdasarkan data tersebut pada penelitian ini diambil patokan untuk menentukan
nilai Qmax normal adalah bila hasilnya lebih dari 15,26 – 4,54 = 10,72 dibulatkan