ii Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat resilience pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari kalangan napza suntik di lembaga rehabilitasi “X” Bandung. Orang yang mengidap HIV/AIDS dari kalangan napza suntik merasa tertekan oleh kondisi fisik dan sosialnya sehingga diperlukan resilience yang tinggi agar mampu bertahan di tengah situasi tertekan tersebut.
Menurut Bonnie Bernard, resilience adalah kemampuan individu untuk dapat menyesuaikan diri secara positif dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan serta banyak halangan dan rintangan. Derajat resilience dilihat dari empat aspeknya, yaitu social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose.
Penelitian ini dikelompokan pada penelitian deskriptif dan pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan didapat 28 ODHA dari kalangan napza suntik di lembaga rehabilitasi “X” Bandung memenuhi karakteristik sampel. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner derajat resilience yang disusun peneliti berdasarkan teori resilience oleh Bonnie Benard. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan Rank Spearman diperoleh 37 item yang diterima. Uji reliabilitas alat ukur menggunakan rumus koefisien reliabilitas Alpha Croncbach diperoleh hasil reliabilitas 0.880 artinya reliabilitas tinggi. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, disimpulkan bahwa sebanyak 96,43% ODHA dari kalangan napza suntik di lembaga rehabilitasi “X” Bandung memiliki derajat resilience tinggi dan 3,57% ODHA memiliki resilience rendah. Pada ODHA yang sedang menjalani perubahan perilaku diketahui 100% ODHA memiliki derajat resilience tinggi. Sedangkan pada ODHA yang menjalani masa pemulihan diketahui 96% ODHA memiliki derajat resilience tinggi dan 4% memiliki resilience rendah.
vi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
Lembar Judul Lembar Pengesahan
Abstrak ……….. ii
Kata Pengantar ……… ………...…… iii
Daftar Isi ………... vi
Daftar Tabel ……….. x
Daftar Bagan ………. xi
Daftar Lampiran ……….... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ………. 1
1.2.Identifikasi Masalah ……… 11
1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ……… 11
1.3.1. Maksud Penelitian ………. 11
1.3.2. Tujuan Penelitian ………. 12
1.4.Kegunaan Penelitian ……….. 12
1.4.1. Kegunaan Ilmiah ……….. 12
1.4.2. Kegunaan Praktis ………. 12
1.5.Kerangka Pemikiran ……….. 13
vii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Resilience ……….. 23
2.1.1. Definisi Resilience ……….. 23
2.1.2. Aspek Resilience ………. 23
2.1.3. Protective Factors ……… 34
2.1.4. A Perspective on Protective Systems ……….. 45
2.2. Human Immunodeficiency Virus (HIV) ………. 47
2.2.1. Definisi HIV ……… 47
2.2.2. Penularan HIV ……… 49
2.3. Masa Dewasa Awal ………..……… 50
2.3.1. Karakteristik Dewasa Awal ……… 50
2.3.2 Perkembangan Fisik ……….. 51
2.3.3 Perkembangan Kognitif ……… 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ……… 57
3.2. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, Definisi Operaional 3.2.1. Variabel Penelitian ………... 58
3.2.2. Definisi Konseptual ………. 58
3.2.3. Definisi Operasional ……… 58
3.3. Alat Ukur ……… 60
3.3.1. Kuesioner ……… 60
viii Universitas Kristen Maranatha
3.3.3. Sistem Penilaian ……….. 62
3.3.4. Data Pribadi dan Data Penunjang ……… 64
3.3.5. Uji Coba Alat Ukur ……… 64
3.4. Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ……… 65
3.4.1. Populasi Sasaran ……….. 65
3.4.2. Karakteristik Populasi ………. 65
3.4.3. Teknik Penarikan Sampel ……… 66
3.5. Teknik Analisis Data ……… 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden ……… 68
4.1.1. Persentase Responden Berdasarkan Usia ……… 68
4.1.2. Persentase Responden Berdasarkan Lamanya Menggunakan Napza ……….. 69
4.2. Hasil Pengolahan Data ……….…. 70
4.2.1. Hasil Pengolahan Data ………... 70
4.2.2. Tabulasi Silang Derajat Resilience dengan Aspek Resilience ……….… 71
4.3. Pembahasan ………... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………... 96
ix Universitas Kristen Maranatha 5.2.1. Saran Teoritis ……….. 98 5.2.2. Saran Praktis ………... 98
x Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
xi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR SKEMA
xii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur LAMPIRAN B Kuesioner Resilience dan Data Penunjang LAMPIRAN C Data Mentah Hasil Kuesioner
LAMPIRAN D Tabulasi Silang Data Primer dan Data Penunjang LAMPIRAN E Tabulasi Silang Data Primer dan Data Penunjang
(Pada ODHA yang Menjalani Pemulihan) LAMPIRAN F Tabulasi Silang Data Primer dan Data Penunjang
LAMPIRAN A
VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
No. Item Validitas Keterangan
1. 0.237 Direvisi
2. 0.360 Diterima
3. 0.65 Ditolak
4. 0.173 Ditolak
5. 0.542 Diterima
6. 0.204 Ditolak
7. 0.361 Diterima
8. 0.585 Diterima
9. 0.280 Direvisi
10. 0.573 Diterima
11. 0.062 Ditolak
12. 0.467 Diterima
13. 0.540 Diterima
14. 0.578 Diterima
15. 0.498 Diterima
16. 0.518 Diterima
17. 0.378 Diterima
18. 0.591 Diterima
19. 0.570 Diterima
20. 0.066 Ditolak
21. 0.389 Diterima
22. 0.018 Ditolak
23. 0.520 Diterima
24. 0.585 Diterima
26. 0.404 Diterima
27. 0.168 Ditolak
28. 0.128 Ditolak
29. 0.295 Ditolak
30. 0.427 Diterima
31. 0.148 Ditolak
32. 0.191 Ditolak
33. -0.023 Ditolak
34. 0.219 Ditolak
35. 0.566 Diterima
36. 0.056 Ditolak
37. 0.720 Diterima
38. 0.093 Ditolak
39. 0.324 Diterima
40. 0.045 Ditolak
41. 0.517 Diterima
42. 0.436 Diterima
43. 0.037 Ditolak
44. 0.168 Ditolak
45. 0.222 Ditolak
46. 0.571 Diterima
47. 0.423 Diterima
48. 0.396 Diterima
49. 0.661 Diterima
50. 0.217 Ditolak
51. 0.288 Ditolak
52. 0.696 Diterima
53. 0.584 Diterima
54. 0.184 Ditolak
56. 0.467 Diterima
57. 0.079 Ditolak
58. 0.078 Ditolak
59. 0.451 Diterima
60. 0.114 Ditolak
61. 0.357 Diterima
62. 0.227 Ditolak
63. 0.473 Diterima
64. 0.270 Direvisi
LAMPIRAN B
KUESINER RESILIENCE DAN DATA PENUNJANG
KATA PENGANTAR
Dalam rangka memenuhi syarat kelulusan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi adalah mata kuliah Skripsi. Adapun judul Skripsi ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience pada Penderita HIV dari Kalangan Napza Suntik di Lembaga Rehabilitasi “X” Bandung.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka Anda dimohon kesediaannya untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner ini. Data yang diperoleh nantinya akan dipergunakan untuk penelitian ini.
Anda diharapkan untuk mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Identitas dan kerahasiaan jawaban Anda akan dijaga.
Atas kesedian dan bantuannya saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
KUESIONER RESILIENCE
Petujuk Pengisian:
Dalam kuesioner ini terdapat sejumlah pernyataan mengenai perilaku Anda dalam situasi-situasi yang Anda alami selama menjalani rehabilitasi di Lembaga Rehabilitasi “X” dan di rumah. Jawablah setiap pernyataan dengan jujur. Berikanlah tanda silang pada salah satu kotak dari empat kotak yang tersedia. Terdapat empat alternatif sebagai jawaban, yaitu: Sesuai (S), Cukup Sesuai (CS), Kurang Sesuai (KS) dan Tidak Sesuai (TS).
Contoh:
No. PERNYATAAN S CS KS TS
1. Saya tidak menghiraukan pendapat orang lain tentang diri saya.
X
Perlu Anda perhatikan bahwa tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar. Jangan terlalu terpaku pada satu pernyataan dan jawablah dengan spontan. Jawaban yang Anda berikan akan dijamin kerahasiaannya.
Jawablah seluruh pernyataan yang tersedia. Jika sudah selesai harap diperiksa kembali kelengkapan jawaban yang Anda berikan, jangan sampai ada pernyataan yang tidak dijawab atau terlewat.
No. PERNYATAAN S CS KS TS 1. Saat saya bertemu tetangga, mereka menyapa saya
sambil tersenyum.
2. Bila saya merasa tersinggung oleh perlakuan teman, saya mampu mengatakannya secara terbuka mengenai apa yang saya rasakan dengan tetap sopan.
3. Jika ada teman sesama ODHA yang membutuhkan bantuan saya untuk keluar dari ketergantungan napza, saya bersedia untuk membantu mereka.
4. Saya dapat memaafkan tetangga yang melakukan diskriminasi kepada saya.
5. Saya membuat jadwal minum obat untuk mengurangi munculnya gejala AIDS.
6. Saat saya menginginkan untuk menggunakan napza suntik, saya mencari kegiatan untuk mengalihkan keinginan menggunakan napza tersebut.
7. Saya percaya orang tua saya mendukung agar saya dapat keluar dari ketergantungan napza.
8. Saya sering bertanya kepada dokter mengenai hal-hal yang tidak saya mengerti mengenai HIV/AIDS.
9. Saya orang yang mampu keluar dari ketergantungan napza suntik.
10. Saya menyadari bahwa jika saya tidak menjalani pola hidup sehat maka kondisi fisik saya akan melemah. 11. Saat saya tergoda untuk menggunakan napza suntik,
saya segera menyadari bahwa hal tersebut akan memperburuk kondisi fisik saya.
12. Saya mampu untuk meyakinkan diri bahwa saya dapat menghadapi perubahan fisik yang akan terjadi kepada saya akibat HIV.
13. Saya mengasah bakat yang saya miliki dengan baik. 14. Saya tidak terpengaruh teman-teman saya yang
mengajak untuk menggunakan napza.
15. Saya mampu mengabaikan diskriminasi masyarakat yang ditujukan kepada saya.
16. Meskipun saya lelah untuk menjalani rehabilitasi, namun saya dapat menyadari bahwa hal tersebut dapat membantu saya keluar dari ketergantungan napza.
17. Meskipun telah divonis HIV, saya selalu mengerahkan usaha yang optimal untuk dapat menjadi seseorang yang berguna.
19. Saya melakukan hobi saya untuk mengisi waktu luang.
20. Saya tetap memiliki harapan bahwa obat HIV/AIDS akan ditemukan.
21. Saya memaki teman yang berselisih dengan saya. 22. Saya membuat perencanaan yang matang untuk
menyelesaikan masalah yang menimpa saya.
23. Saya mengetahui bahwa teman-teman sesama ODHA selalu mendukung saya apabila saya mengalami tekanan dari lingkungan.
24. Jika ada hal yang tidak saya pahami tentang perubahan kondisi fisik saya maka saya bertanya kepada teman-teman sesama ODHA.
25. Saya sering lupa untuk minum obat.
26. Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol keinginan saya untuk menggunakan napza suntik
27. Saya menyalahkan diri sendiri jika ada orang yang menjauhi saya karena status kesehatan saya sebagai ODHA.
28. Ketika keinginan saya untuk menggunakan napza suntik muncul, saya menjadi tidak bersemangat untuk menjalani rehabilitasi.
29. Saya mengambil hikmah dari masalah-masalah yang saya hadapi.
30. Saat saya merasa putus asa atas kondisi ini, saya mampu untuk keluar dari keputusasaan tersebut dengan cara mencari kegiatan yang menyenangkan. 31. Setelah mengetahui diri saya terinfeksi HIV, saya
menjadi malas untuk melakukan hobi saya.
32. Saya optimis bahwa dengan keluar dari ketergantungan napza, saya dapat menjalani pola hidup sehat.
33. Saya tidak mampu untuk menghibur sesama ODHA yang sedang sedih.
34. Saya tidak berusaha mencari tahu mengenai hal tidak saya mengerti mengenai perubahan fisik akibat HIV. 35. Jika saya sedang sedih ketika memikirkan kondisi
fisik saya akibat HIV, saya sulit untuk kembali ceria. 36. Saya tidak memiliki harapan bahwa saya dapat
sembuh dari HIV/AIDS.
DATA PRIBADI
Nama (inisial) :
Usia : Lamanya menggunakan napza :
DATA PENUNJANG
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan melingkari salah satu atau melengkapi pernyataan yang tersedia.
1. Keluarga saya ……….. kepada saya. a. Sangat perhatian
b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian
2. Hubungan saya dengan keluarga saya ………….. sehingga saya dapat mengkomunikasikan segala sesuatu kepada mereka.
a. Sangat dekat b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat
3. Saat ini keluarga saya ……….. saya apa adanya sebagai ODHA.
a. Sangat menerima b. Cukup menerima c. Kurang menerima d. Tidak menerima
4. Keluarga saya ………. kepada saya untuk menjalin hubungan pertemanan dengan harapan saya mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
5. Keluarga saya ……… kepada saya agar saya dapat lepas dari ketergantungan napza dan menjalani pola hidup sehat sebagai ODHA.
a. Sangat meberi harapan b. Cukup memberi harapan c. Kurang memberi harapan d. Tidak memberi harapan
6. Keluarga saya ……… kepada saya agar saya dapat menumbuhkan kepercayaan diri.
a. Sangat memberi harapan b. Cukup memberi harapan c. Kurang memberi harapan d. Tidak memberi harapan
7. Keluarga saya ………. kepada saya untuk dapat mengambil keputusan sendiri.
a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan
8. Keluarga saya ………. kepada saya untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.
a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan
9. Orang-orang di komunitas ini ……….. kepada saya di saat saya mengalami kesulitan.
a. Sangat perhatian b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian
10.Hubungan saya dengan orang-orang di komunitas ini: a. Sangat dekat
11.Orang-orang di komunitas ini ………. kepada saya untuk saling berbagi pengalaman dengan ODHA lain sehingga saya memiliki rasa memiliki dan menjadi bagian dalam komunitas tersebut.
a. Sangat memberikan dorongan b. Cukup memberikan dorongan c. Kurang memberikan dorongan d. Tidak memberikan dorongan
12.Orang-orang di komunitas ini ……… kepada saya untuk mampu meningkatkan rasa percaya diri.
a. Sangat memberikan harapan b. Cukup memberikan harapan c. Kurang memberikan harapan d. Tidak memberikan harapan
13.Orang-orang di komunitas ini ……… kepada saya untuk menjadi lebih berarti di dalam menjalani hidup.
a. Sangat memberikan harapan b. Cukup memberikan harapan c. Kurang memberikan harapan d. Tidak memberikan harapan
14.Orang-orang di komunitas ………. kepada saya untuk berpartisipasi dalam penyuluhan dan pelatihan HIV/AIDS.
a. Sangat memberikan kesempatan b. Cukup memberikan kesempatan c. Kurang memberikan kesempatan d. Tidak memberikan kesempatan
15.Orang-orang di komunitas ………. kepada saya untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan.
a. Sangat memberikan kesempatan b. Cukup memberikan kesempatan c. Kurang memberikan kesempatan d. Tidak memberikan kesempatan 16.Saya terlibat di dalam komunitas ini sejak:
Tahun ………..Bulan …………..
17.Semasa menjalani pendidikan di sekolah, guru-guru ………. kepada saya.
18.Semasa menjalani pendidikan di sekolah, teman-teman sekolah saya………. kepada saya.
a. Sangat memberi rasa aman b. Cukup memberi rasa aman c. Kurang memberi rasa aman d. Tidak memberi rasa aman
19.Guru-guru saya ………. kepada saya ketika saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas.
a. Sangat memberikan dukungan b. Cukup memberikan dukungan c. Kurang memberikan dukungan d. Tidak memberikan dukungan
20.Teman-teman sekolah saya ………. kepada saya ketika saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas.
a. Sangat memberikan dukungan b. Cukup memberikan dukungan c. Kurang memberikan dukungan d. Tidak memberikan dukungan
21.Guru-guru saya ……….. kepada saya untuk mampu berpikir kritis dan kreatif.
a. Sangat memberi harapan b. Cukup memberi harapan c. Kurang memberi harapan d. Tidak memberi harapan
22.Sekolah saya ……… kepada saya untuk mengekspresikan diri di berbagai acara sekolah.
a. Sangat memberikan kesempatan b. Cukup memberikan kesempatan c. Kurang memberikan kesempatan d. Tidak memberikan kesempatan
23.Guru-guru saya ……… kepada saya untuk mengungkapkan pendapat dalam menyelesaikan masalah.
subjek/item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
LAMPIRAN C
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
3 4 2 1 1 1 4 4 1 4 3 3 2 1 4
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 4
3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3
4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2
3 4 3 3 2 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4
3 4 2 2 3 2 4 4 1 3 3 2 2 2 3
3 2 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 1
3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3
3 3 4 2 4 3 3 2 4 3 4 4 4 4 3
3 3 4 2 4 3 3 2 4 3 4 4 4 4 3
3 3 1 2 2 3 4 3 3 4 3 3 2 3 4
4 4 3 2 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3
4 4 1 2 2 2 3 4 2 4 2 2 3 3 4
3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3
4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4
3 4 1 2 2 1 4 3 2 4 3 2 1 1 3
3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3
3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4
3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
3 4 3 2 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4
4 4 2 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3
3 1 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 3 4 4 4 2 4 3 4 2 2 3 4 4 4
4 3 3 1 2 1 3 3 1 3 1 2 2 2 3
LAMPIRAN D
TABULASI SILANG DATA PRIMER DAN DATA PENUNJANG
Tabel 4.1 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Perhatian Orangtua (Caring relationships in families)
Tabel 4.2 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kedekatan dengan Orangtua untuk Berkomunikasi (Caring relationships in families)
Kedekatan Orangtua untuk Berkomunikasi
Tabel 4.3 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Penerimaan Orangtua terhadap ODHA (Caring relationships in families)
Penerimaan Orangtua
Tabel 4.4 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dorongan Orangtua untuk Menyesuaikan Diri (High expectation in families)
Dorongan Orangtua untuk Menyesuaikan Diri
Tabel 4.5 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Orangtua untuk menjadi Lebih Baik (High expectation in families)
Harapan Orangtua untuk Menjadi Lebih Baik
Tabel 4.6 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Orangtua untuk Menumbuhkan Rasa Percaya Diri (High expectation in families)
Tabel 4.7 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Orangtua untuk Mengambil Keputusan (Opportunities in families)
Tabel 4.8 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Orangtua untuk Kegiatan yang Disukai (Opportunities in families)
Kesempatan dari Orangtua untuk Kegiatan yang Disukai
Kesempatan dari Orangtua untuk Mengambil Keputusan
Tabel 4.9 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Perhatian Komunitas (Caring relationships in community)
Perhatian Komunitas
Tabel 4.10 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kedekatan dengan Komunitas (Caring relationships in community)
Kedekatan dengan Komunitas
Tabel 4.11 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dorongan Komunitas untuk Berbagi Pengalaman (High expectation in community)
Dorongan Komunitas untuk Berbagi Pengalaman
Tabel 4.12 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan dari Komunitas untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri (High expectation in
community)
Tabel 4.13 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Komunitas untuk Lebih Berarti dalam Hidup (High expectation in community)
Harapan Komunitas untuk Lebih Berarti dalam Hidup
Tabel 4.14 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari komunitas untuk Berpartisipasi (Opportunities in community)
Kesempatan dari komunitas untuk Berpartisipasi
Tabel 4.15 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Komunitas untuk Kegiatan yang Disukai (Opportunities in community)
Kesempatan dari Komunitas untuk Kegiatan yang Disukai
Tabel 4.17 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Rasa Aman yang Diberikan oleh Guru (Caring relationships in school)
Tabel 4.18 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Rasa Aman dari Teman Sekolah (Caring relationships in school)
Tabel 4.19 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dukungan Guru Saat Mengalami Kesulitan (Caring relationships in school)
Dukungan Guru Saat Mengalami Kesulitan
Tabel 4.20 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dukungan Teman Sekolah Saat Kesulitan (Caring relationships in school)
Dukungan Teman Sekolah Saat Kesulitan
Tabel 4.21 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan dari Guru untuk Berpikir Kritis dan Kreatif (High expectation in school)
Tabel 4.22 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Sekolah untuk Mengekspresikan Diri (Opportunities in school)
Kesempatan dari Sekolah untuk Mengekspresikan Diri
Tabel 4.23 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Guru untuk Mengungkapkan Pendapat (Opportunities in school)
Kesempatan dari Guru untuk Mengungkapkan Pendapat
LAMPIRAN E
TABULASI SILANG DATA PRIMER DAN DATA PENUNJANG (PEMULIHAN)
Tabel 4.1 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Perhatian Orangtua (Caring relationships in families)
Tabel 4.2 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kedekatan dengan Orangtua untuk Berkomunikasi (Caring relationships in families)
Kedekatan Orangtua untuk Berkomunikasi
Tabel 4.3 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Penerimaan Orangtua terhadap ODHA (Caring relationships in families)
Penerimaan Orangtua
Tabel 4.4 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dorongan Orangtua untuk Menyesuaikan Diri (High expectation in families)
Dorongan Orangtua untuk Menyesuaikan Diri
Tabel 4.5 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Orangtua untuk menjadi Lebih Baik (High expectation in families)
Harapan Orangtua untuk Menjadi Lebih Baik
Tabel 4.6 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Orangtua untuk Menumbuhkan Rasa Percaya Diri (High expectation in families)
Tabel 4.7 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Orangtua untuk Mengambil Keputusan (Opportunities in families)
Tabel 4.8 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Orangtua untuk Kegiatan yang Disukai (Opportunities in families)
Kesempatan dari Orangtua untuk Kegiatan yang Disukai
Kesempatan dari Orangtua untuk Mengambil Keputusan
Tabel 4.9 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Perhatian Komunitas (Caring relationships in community)
Perhatian Komunitas
Tabel 4.10 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kedekatan dengan Komunitas (Caring relationships in community)
Kedekatan dengan Komunitas
Tabel 4.11 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dorongan Komunitas untuk Berbagi Pengalaman (High expectation in community)
Dorongan Komunitas untuk Berbagi Pengalaman
Tabel 4.12 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan dari Komunitas untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri (High expectation in
community)
Tabel 4.13 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Komunitas untuk Lebih Berarti dalam Hidup (High expectation in community)
Harapan Komunitas untuk Lebih Berarti dalam Hidup
Tabel 4.14 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari komunitas untuk Berpartisipasi (Opportunities in community)
Kesempatan dari komunitas untuk Berpartisipasi
Tabel 4.15 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Komunitas untuk Kegiatan yang Disukai (Opportunities in community)
Kesempatan dari Komunitas untuk Kegiatan yang Disukai
Tabel 4.17 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Rasa Aman yang Diberikan oleh Guru (Caring relationships in school)
Tabel 4.18 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Rasa Aman dari Teman Sekolah (Caring relationships in school)
Tabel 4.19 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dukungan Guru Saat Mengalami Kesulitan (Caring relationships in school)
Dukungan Guru Saat Mengalami Kesulitan
Tabel 4.20 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dukungan Teman Sekolah Saat Kesulitan (Caring relationships in school)
Dukungan Teman Sekolah Saat Kesulitan
Tabel 4.21 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan dari Guru untuk Berpikir Kritis dan Kreatif (High expectation in school)
Tabel 4.22 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Sekolah untuk Mengekspresikan Diri (Opportunities in school)
Kesempatan dari Sekolah untuk Mengekspresikan Diri
Tabel 4.23 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Guru untuk Mengungkapkan Pendapat (Opportunities in school)
Kesempatan dari Guru untuk Mengungkapkan Pendapat
LAMPIRAN E
TABULASI SILANG DATA PRIMER DAN DATA PENUNJANG (“PERUBAHAN PERILAKU”)
Tabel 4.1 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Perhatian Orangtua (Caring relationships in families)
Tabel 4.2 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kedekatan dengan Orangtua untuk Berkomunikasi (Caring relationships in families)
Kedekatan Orangtua untuk Berkomunikasi
Tabel 4.3 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Penerimaan Orangtua terhadap ODHA (Caring relationships in families)
Penerimaan Orangtua
Tabel 4.4 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dorongan Orangtua untuk Menyesuaikan Diri (High expectation in families)
Dorongan Orangtua untuk Menyesuaikan Diri
Tabel 4.5 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Orangtua untuk menjadi Lebih Baik (High expectation in families)
Harapan Orangtua untuk Menjadi Lebih Baik
Tabel 4.6 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Orangtua untuk Menumbuhkan Rasa Percaya Diri (High expectation in families)
Tabel 4.7 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Orangtua untuk Mengambil Keputusan (Opportunities in families)
Tabel 4.8 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Orangtua untuk Kegiatan yang Disukai (Opportunities in families)
Kesempatan dari Orangtua untuk Kegiatan yang Disukai
Kesempatan dari Orangtua untuk Mengambil Keputusan
Tabel 4.9 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Perhatian Komunitas (Caring relationships in community)
Perhatian Komunitas
Tabel 4.10 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kedekatan dengan Komunitas (Caring relationships in community)
Kedekatan dengan Komunitas
Tabel 4.11 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dorongan Komunitas untuk Berbagi Pengalaman (High expectation in community)
Dorongan Komunitas untuk Berbagi Pengalaman
Tabel 4.12 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan dari Komunitas untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri (High expectation in
community)
Tabel 4.13 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan Komunitas untuk Lebih Berarti dalam Hidup (High expectation in community)
Harapan Komunitas untuk Lebih Berarti dalam Hidup
Tabel 4.14 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari komunitas untuk Berpartisipasi (Opportunities in community)
Kesempatan dari komunitas untuk Berpartisipasi
Tabel 4.15 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Komunitas untuk Kegiatan yang Disukai (Opportunities in community)
Kesempatan dari Komunitas untuk Kegiatan yang Disukai
Tabel 4.17 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Rasa Aman yang Diberikan oleh Guru (Caring relationships in school)
Tabel 4.18 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Rasa Aman dari Teman Sekolah (Caring relationships in school)
Tabel 4.19 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dukungan Guru Saat Mengalami Kesulitan (Caring relationships in school)
Dukungan Guru Saat Mengalami Kesulitan
Tabel 4.20 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Dukungan Teman Sekolah Saat Kesulitan (Caring relationships in school)
Dukungan Teman Sekolah Saat Kesulitan
Tabel 4.21 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Harapan dari Guru untuk Berpikir Kritis dan Kreatif (High expectation in school)
Tabel 4.22 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Sekolah untuk Mengekspresikan Diri (Opportunities in school)
Kesempatan dari Sekolah untuk Mengekspresikan Diri
Tabel 4.23 Tabulasi silang antara Derajat Resilience dengan Kesempatan dari Guru untuk Mengungkapkan Pendapat (Opportunities in school)
Kesempatan dari Guru untuk Mengungkapkan Pendapat
LAMPIRAN F
KARAKTERISTIK LEMBAGA REHABILITASI “X” BANDUNG
Rumah Cemara adalah sebuah lembaga non-profit yang bertujuan membantu masyarakat, khususnya Jawa Barat dalam menghadapi masalah pemakaian obat. Didirikan pada tahun 2003 dengan Surat Keputusan Kadinsos Propinsi Jawa Barat Nomor: 062/430/PRKS/2003 oleh lima orang pecandu yang berpengalaman di bidang pemulihan dan ingin berbagi pengalaman, kekuatan dan harapan serta pengetahuannya mengenai pemulihan kecanduan di tanah kelahiran mereka.
Lembaga ini memiliki visi dan misi sebagai berikut: a. Visi
“Mengembangkan komunitas orang yang peduli serta terdampak oleh Napza dan HIV menjadi komunitas yang aman, nyaman dan positif di Jawa Barat“.
b. Misi
“Memberdayakan pengguna napza, ODHA dan orang yang peduli baik secara individ maupun kelompok”.
Melalui :
- Pemberdayaan kritis
- Keterlibatan dalam menentukan monitoring dan evaluasi kebijakan - Akses pada sumber layanan (medis dan non-medis)
Pemberian pelayanan pada lembaga ini terbagi dalam tiga divisi, yaitu divisi Rehabilitas, BPS dan Harm Reduction. Penjelasannya sebagai berikut:
1). Divisi Rehabilitasi
Merupakan divisi yang bergerak khusus mengatasi individu yang ingin melepaskan ketergantungan dari IDU (Injection Drugs User) atau napza suntik.
2). Divisi Kerja BPS
Bandung Plus Support atau disingkat BPS merupakan divisi khusus dari Rumah Cemara yang awalnya didirikan pada tanggal 12 Maret 2003 oleh beberapa orang yang terdiri dari 2 Orang Staf dan 2 Orang Residen Rumah Cemara yang berstatus HIV Positif dan merasa membutuhkan sebuah wadah. Care and Support di kota Bandung ini untuk orang yang berstatus sama dengan mereka (HIV +). Semula wadah yang hanya beranggotakan 4 orang tersebut bisa berjalan meskipun hanya dengan dukungan dari lembaga yang menaunginya yaitu Rumah Cemara dan niat yang tulus
dari para anggotanya.
Divisi melakukan beberapa program penanggulangan sebagi berikut:
b. Pelayanan Konseling Sebaya. Setelah mengikuti Pelatihan Konseling sebaya para Staf BPS juga melakukan Konseling pada klien baru maupun klien lama yang tergabung dalam BPS.
c. Pelayanan Manajemen Kasus. Pelayanan Manajemen Kasus merupakan pelayanan yang diberikan oleh Manajer Kasus terhadap Individu (ODHA) dengan melibatkan pihak terkait untuk memberikan pelayanan yang tidak dapat difalisitasi oleh BPS.
d. Pendampingan Therapy Anti Retroviral ( ARV). Pendampingan Therapy ARV ditujukan untuk ODHA yang baru atau telah memulai therapy ARV dengan tujuan untuk mengsukseskan program 3 by 5 WHO dan untuk melihat kepatuhan maupun efek samping dari ARV namun dalam pelaksanaan kami tetap bekerjasama dengan pihak medis.
e. Home Visit. Home Visit dilakukan dengan tujuan menjenguk ODHA yang sakit baik di rumah maupun rumah sakit dengan tujuan memberikan kekuatan ataupun melihat keadaannya. Namun juga melakukan kunjungan juga dari rujukan LSM lain di Bandung yang sekiranya tidak terfalisitasi oleh mereka.
g. Pertemuan Rutin ODHA Mingguan. Pertemuan ini dijalankan dengan tujuan untuk berbagi pengalaman, kekuatan dan harapan sesama ODHA namun tidak menutup kemungkinan untuk bertukar informasi dan untuk pelaksanaannya rutin dijalankan setiap minggunya.
h. Women`s Meeting. Merupakan kelompok dukungan bagi ODHA Perempuan karena kebutuhan dari ODHA perempuan lebih banyak dibandingkan dengan ODHA laki-laki.
i. Pertemuan Rutin OHIDHA. Pertemuan ini rutin dilaksanakan dan tujuan atau sifatnya adalah sama dengan Pertemuan tertutup ODHA dan diikuti keluarga dan teman dekat ODHA.
j. Pertemuan dengan Nara Sumber. Setiap bulannya mengundang nara sumber untuk memberikan Informasi bagi ODHA dan setiap bulannya kami memberikan Topik sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan ODHA.
k. Konseling Adherence. Konseling ini diberikan kepada teman ODHA yang baru akan memulai Therapy ARV dan tujuannya dalah supaya mengetahui efek samping, kepatuhan dan hal yang perlu diperhatikan mengenai Therapy ARV.
kegiatan bersifat Vocational (ketrampilan), seperti pembuatan kaos dalam rangka “fund raising” atau pengumpulan dana dan beberapa anggota BPS bergabung dan membentuk band seperti, ”De Boris“,“Mood Altering” dan “Huh Ladah” untuk lebih memberdayakan anggota BPS dalam membangun kepercayaan diri anggotanya.
m. Program ‘HIV STOP WITH ME’. Adalah komitmen ODHA untuk memotong rantai penularan HIV. Hanya ODHA yang mempunyai cairan tubuh yang mengandung HIV dan hanya ODHA yang bisa menularkan HIV. Maka dari itu ODHA memiliki peranan penting dalam program penanggulangan dan pencegahan penularan HIV. ODHA semestinya menunjukan peran perilaku yang bertanggung jawab dan hidup lebih berkualitas dengan dukungan kuat dari sesama ODHA maupun OHIDHA. n. The International AIDS Candlelight Memorial. “The International AIDS
Candlelight memorial” yang pertama diadakan pada tahun 1983 untuk mengenang dan menghormati mereka yang telah meninggal karena AIDS,di setiap bulan Mei yang diadakan serentak diseluruh dunia. Tahun ini BPS juga ikut memperingati moment tersebut sebagai bentuk kepedulian BPS terhadap ODHA untuk memperkuat komitmennya melawan epidemi HIV/AIDS dengan tema “Never Give Up, Never Forget”.
3). Divisi Harm Reduction
a. Program penjara
• Pembekalan materi HIV/AIDS & narkoba kepada warga binaan dan petugas lapas
• Sterilisasi peralatan pribadi dengan pemutih ( bleaching ), pembekalan informasi dan materi sterilisasi dengan pemutih bagi warga binaan b. Penjangkauan IDU’s dan ODHA IDU’s
Pembekalan materi dan informasi Harm Reduction kepada IDU’s dan ODHA IDU’s dilapangan guna memutus mata rantai penularan HIV/AIDS.
c. Rujukan CST / Rawatan, Dukungan dan Pengobatan
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama di berbagai media cetak dan elektronik Indonesia. Mulai dari kasus mengenai gizi buruk, keracunan makanan dan makanan bayi yang terkontaminasi oleh bakteri sampai penyakit-penyakit yang telah merenggut banyak korban jiwa dan belum ada obat yang dapat menyembuhkannya, seperti flu burung; kanker; dan HIV/AIDS.
Penyakit yang lebih dari satu dekade ini paling cepat penyebarannya dan menciptakan ketakutan yang lebih pada masyarakat adalah AIDS. AIDS merupakan suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang menghancurkan sistem pertahanan tubuh. Setelah terjangkit HIV, individu akan menjadi rentan terhadap kuman yang biasanya dapat dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh yang normal.
2
Universitas Kristen Maranatha tahun ke tahun cenderung meningkat, namun tidak semua orang yang terkena HIV mengetahui bahwa dirinya terjangkit virus tersebut.
Berdasarkan laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di Indonesia pada tahun 2005 terdapat 5.320 penderita dan tahun 2006 terdapat 8.193 penderita. Sedangkan di tahun 2007, sebanyak 169 orang tiap harinya terjangkit HIV dengan tingkat kematian penderita AIDS sebanyak 102 orang per harinya. Data dari Dinas Kesehatan Jawa Barat, tercatat bahwa kota Bandung memiliki ODHA terbanyak. Pada April tahun 2007 terdapat 627 orang HIV positif dan 501 AIDS sehingga total berjumlah 1128 orang. Tahun 2008 diperkirakan terdapat 4000 ODHA yang terdaftar.
Dilihat dari kelompok usia, penderita ODHA yang terbanyak berada di kelompok usia 20-29 tahun. Padahal pada usia tersebut rata-rata orang normal mencapai puncak dari kemampuan fisiknya dan termasuk dalam angkatan kerja. Jika diperkirakan orang dengan HIV yang berusia 20-29 tahun sekitar 10.000 orang dan jumlah angkatan kerja 48 juta, maka produktivitas Sumber Daya Manusia berkurang 0.02% sehingga berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian yang sangat berkontribusi dengan jumlah dan kualitas tenaga kerja.
3
Universitas Kristen Maranatha Terdapat Lembaga Rehabilitasi “X” di Bandung yang merangkul para orang dengan HIV/AIDS, khususnya dari kalangan napza suntik. Lembaga ini terbagi menjadi tiga divisi yang disesuaikan berdasarkan kebutuhan para ODHA dari kalangan napza suntik. Divisi Rehabilitasi membantu orang yang ingin berhenti dari ketergantungan napza suntik. Divisi Reducion membantu pengguna napza suntik beralih menggunakan Metadon. Divisi Support berupaya mendukung ODHA dengan pertemanan dan berbagi pengalaman. Akan tetapi, untuk pemulihannya tergantung kepada masing-masing ODHA. Lembaga Rehabilitasi “X” hanya memfasilitasi para ODHA dengan mengadakan pendampingan, pertemuan, penyuluhan dan pelatihan.
Meskipun belum ada obatnya, mereka diharuskan untuk rutin meminum obat antiretroviral atau ARV untuk mengobati symptom AIDS. Salah satu aktivis di Lembaga Rehabilitasi “X” mengungkapkan bahwa obat yang disediakan tersebut tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah atau lembaga tertentu. Obat yang disediakan gratis oleh pemerintah biasanya obat-obatan yang diproduksi pada tahun 1984. Jika ODHA menginginkan obat terbaru dengan kualitas yang lebih baik, maka ODHA harus mengeluarkan biaya sendiri yang tidak murah, yaitu Rp. 9.000.000 setiap bulannya.
4
Universitas Kristen Maranatha dari kalangan napza suntik yang sedang menjalani “perubahan perilaku” dari jarum suntik ke Metadon, mendapatkan toleransi lebih banyak dibandingkan ODHA dari kalangan napza suntik yang sudah berhenti menggunakan napza suntik. Para aktivis dari Lembaga Rehabilitasi “X” berusaha merangkul sebagai teman dalam menangani hal seperti ini karena mereka juga mengetahui bahwa untuk keluar dari ketergantungan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Pada kasus ini, divisi Reduction dan Support berusaha mendampingi para ODHA yang masih aktif menggunakan napza dengan cara memberi layanan kesehatan karena kebanyakan ODHA ini masih kebingungan mencari bantuan. Mereka takut ketahuan oleh polisi karena masih menggunakan napza.
Selain masalah fisik pada ODHA yang telah disampaikan di atas, ada juga masalah sosial dan psikis yang mereka alami. Hal ini terjadi karena pada umumnya masyarakat Indonesia belum memahami dengan jelas mengenai HIV/AIDS sehingga mereka melakukan stigma dan diskriminasi kepada ODHA.
5
Universitas Kristen Maranatha tidak murah, padahal tidak semua ODHA berasal dari kalangan ekonomi atas dan bekerja.
Bagi ODHA dari kalangan pengguna napza suntik ada masalah tersendiri dibanding dengan ODHA dari kalangan lain. Selain menghadapi diskriminasi masyarakat dan virus yang mengancam kondisi fisiknya, mereka juga harus dapat melepaskan diri dari ketergantungan napza. Salah satu aktivis yang juga mantan pengguna napza suntik mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk lepas dari ketergantungan. Meskipun dirinya sudah bersih dari napza, namun keinginan untuk memakai napza kadang-kadang muncul. Apalagi memiliki status sebagai ODHA, kondisi tersebut semakin membebani pikiran dan fisik. Aktivis ini juga mengungkapkan bahwa di awal tahun 2009 terdapat dua ODHA dari kalangan napza suntik yang melakukan percobaan bunuh diri dan seorang ODHA yang mengamuk di rumahnya. Ketiga ODHA ini akhirnya dirawat di Rumah Sakit Jiwa.
6
Universitas Kristen Maranatha Pada situasi dan kondisi tersebut para ODHA dari kalangan pengguna napza suntik membutuhkan dukungan untuk dapat melanjutkan hidup, namun pada kenyataannya mereka justru menghadapi situasi yang membuat mereka stres. Oleh karena itu, kemampuan untuk meyesuaikan diri secara positif di tengah situasi menekan diperlukan oleh ODHA dari kalangan napza suntik.
Menurut Benard; 1991, kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan mampu berfungsi secara positif di tengah situasi yang menekan dan banyak rintangan disebut resilience. Secara umum, resilience terdiri dari empat aspek, yaitu social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose.
7
Universitas Kristen Maranatha ketika mereka memerlukan bantuan, dan kemampuan untuk berpikir kritis (problem solving).
Para ODHA yang memiliki resilience tinggi juga akan memiliki kemampuan autonomy seperti memiliki insiatif untuk meminta bantuan kepada orang lain, mampu untuk mengingatkan diri sendiri terhadap tugas dan tanggung jawab pribadi, merasa yakin dengan kemampuan yang dimiliki dalam menentukan hasil yang diinginkan, mengontrol diri sendiri saat mengerjakan pekerjaannya. Mereka akan memiliki tujuan hidup meskipun dirinya menderita HIV/AIDS, memiliki minat khusus sebagai sarana untuk mengembangkan diri, rasa optimis dan harapan akan masa depan yang lebih baik, dan memiliki keyakinan dan landasan spiritual sebagai pegangan untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik (sense of purpose).
8
Universitas Kristen Maranatha membangun optimisme dalam diri dan tidak memiliki minat khusus yang dapat mengembangkan diri (sense of purpose).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan kepada 10 ODHA dari kalangan napza suntik di Lembaga Rehabilitasi “X”, diketahui bahwa 4 ODHA (40%) tidak mau menjalin hubungan dengan orang baru karena merasa takut didiskriminasi jika ketahuan mengidap HIV/AIDS. Kemudian 5 ODHA lainnya (50%) mengatakan mereka tidak takut untuk bergaul dengan orang baru, namun jika orang tersebut melakukan stigma atau diskriminasi maka mereka akan mengatakan secara terbuka apa yang mereka rasakan dengan sopan. Sedangkan seorang ODHA (10%) mengatakan tetap bergaul dengan orang baru dikenal, tetapi jika ada yang mengejek dan melakukan diskriminasi secara terang-terangan maka ia akan membalasnya dengan kekerasan. Social competence sepuluh ODHA ini (100%) memiliki kesamaan ketika bersosialisasi bersama komunitasnya di Lembaga Rehabilitasi “X”, mereka mengatakan saling terbuka dan menjalin pertemanan yang baik dengan ODHA lain. Mereka juga mengatakan bahwa teman-teman sesama ODHA selalu mendukung saat mereka mengalami tekanan dari lingkungan.
9
Universitas Kristen Maranatha yang matang untuk menyelesaikan masalah. Jika mereka tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut, mereka akan membiarkan masalahnya tanpa meminta bantuan orang lain. Sedangkan salah seorang ODHA (10%) menyatakan mengatasi masalah yang dihadapinya dengan menggunakan napza agar masalahnya dapat terlupakan.
Survei mengenai kemampuan autonomy ODHA menunjukan 8 dari 10 ODHA (80%) menyatakan mampu untuk mengontrol dan mengingatkan diri sendiri saat tergoda untuk menggunakan napza. Sedangkan 2 ODHA (20%) menyatakan sulit untuk mengontrol keinginan menggunakan napza suntik. Selain itu, 9 dari 10 ODHA (90%) ini menyatakan yakin bahwa dirinya dapat sembuh dari HIV, sedangkan seorang (10%) lagi mengatakan tidak yakin.
Sense of Purpose kesepuluh ODHA ini dapat terlihat dari pernyataan mereka yang mengungkapkan bahwa meskipun telah divonis HIV, mereka selalu mengerahkan usaha secara optimal agar menjadi seseorang yang berguna, seperti ikut mensosialisasikan HIV kepada masyarakat, menjadi pembicara, menjadi aktivis LSM dan dapat membesarkan anak dengan baik. Kesepuluh (100%) ODHA ini juga memiliki harapan agar obat HIV/AIDS dapat ditemukan.
10
Universitas Kristen Maranatha keluarga jauh dan kepada teman yang tidak dekat. Jika ada tetangga atau orang yang melakukan diskriminasi, ia akan mengungkapakan mengenai ketersinggunganya atas diskriminasi atau perkataan orang tersebut. Ia menganggap bahwa hal tersebut wajar saja dilakukan oleh masyarakat sebab kemungkinan besar mereka tidak mengetahui mengenai HIV lebih mendalam. Apabila ada teman sesama ODHA yang diejek atau dijauhi oleh masyarakat akibat statusnya maka ia berusaha untuk membantu temannya agar tegar dan tidak memikirkan perkataan orang lain.
Pada kemampuan problem solving, NR mengungkapkan bahwa keinginan untuk menggunakan napza selalu muncul namun ia berusaha untuk tidak mengkonsumsinya. Selain itu, NR sedikit senang sebab ada Metadon yang dapat menggantikan napza. Jika ada masalah kesehatan, ia akan pergi ke Rumah Sakit “X” atau berkonsultasi kepada staf di Lembaga Rehabilitasi “X”. Dirinya tidak bertanya kepada teman sesama ODHA tentang masalah kesehatan sebab ia ragu dan tidak yakin bahwa teman sesama ODHA dapat mengerti kondisi tubuhnya.
11
Universitas Kristen Maranatha Sense of purpose NR terlihat bahwa meskipun telah divonis HIV dan menjalani rehabilitasi ketergantungan yang tidak mudah, ia tetap ingin menjadi orang yang berguna bagi keluarganya. Ia juga berharap obat HIV/AIDS dapat segera ditemukan. NR rajin beribadah dan berdoa agar dapat lepas dari ketergantungan napza.
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai kemampuan para ODHA dari kalangan pengguna napza suntik untuk dapat bertahan, memperbaiki dan melanjutkan hidup di tengah situasi yang penuh rintangan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai derajat resilience pada orang dengan HIV/AIDS dari kalangan pengguna napza suntik di Lembaga Rehabilitasi “X”.
1.2 Identifikasi Masalah
Sejauhmana derajat resilience pada orang dengan HIV/AIDS dari kalangan pangguna napza suntik di Lembaga Rehabilitasi “X”.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
12
Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran derajat resilience dan kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada orang dengan HIV/AIDS dari kalangan napza suntik di Lembaga Rehabilitasi “X”.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi:
1. Ilmu Psikologi khususnya Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial mengenai resilience pada orang dengan HIV/AIDS dari kalangan napza suntik. 2. Penelitian lanjutan sebagai bahan masukan serta pertimbangan berkaitan
dengan resilience pada orang dengan HIV/AIDS dari kalangan napza suntik.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya resilience sehingga bermanfaat bagi:
13
Universitas Kristen Maranatha 2. Keluarga ODHA agar mempunyai pemahaman mengenai pentingnya
resilience dan dapat mendukung ODHA agar keluar dari ketergantungan serta mampu beradaptasi ke lingkungan secara positif.
3. ODHA dalam memahami derajat resilience yang dimilikinya sehingga dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada diri dan lingkungannya. Dengan demikian bagi ODHA yang memiliki derajat resilience rendah dapat mencari dukungan di lingkungan dengan tujuan agar dirinya mampu beradaptasi secara positif terhadap lingkungannya.
1.5 Kerangka Pemikiran
Orang dengan HIV/AIDS dari kalangan napza suntik merupakan individu yang terinfeksi oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) akibat penggunaan napza suntik yang tidak steril. Pada fase pertama dari penyakit tersebut, individu tidak menunjukan tanda-tanda serangan AIDS tetapi dapat menularkan penyakit tersebut. Sedangkan pada fase kedua, individu menunjukan gejala-gejala penyakit, diantaranya membengkaknya kelenjar getah bening, kelelahan, kehilangan berat tubuh, diare, demam dan berkeringat. Fase terakhir yaitu bertambahnya satu atau lebih penyakit yang akan fatal bagi pasien AIDS karena kerentanan sistem kekebalan tubuh mereka.
14
Universitas Kristen Maranatha ketergantungan. Apalagi bagi ODHA dari kalangan napza suntik yang masih menjalani “perubahan perilaku” dari penggunaan jarum suntik menjadi Metadon, sehingga ODHA tersebut mendapat toleransi lebih banyak dibandingkan ODHA dari kalangan napza suntik yang sudah bebas dari ketergantungan.
Bagi ODHA yang sudah terbebas dari ketergantungan napza, tetap menjalani masa pemulihan. Akan tetapi pemulihannya sendiri tergantung dari individu masing-masing, sebab ada kemungkinan ODHA yang telah bebas dari ketergantungan sesekali masih menggunakan napza. Lembaga Rehabilitasi “X” tidak dapat memantau setiap saat apa yang dilakukan oleh ODHA dari kalangan napza suntik, mereka hanya berusaha untuk memfasilitasi para ODHA dengan mengadakan pertemuan, pendampingan, penyuluhan dan pelatihan.
Diskriminasi lingkungan terhadap ODHA juga menimbulkan masalah tersendiri, sehingga ODHA tidak terbuka mengenai status kesehatannya. Kondisi tersebut menimbulkan stres tersendiri bagi para ODHA. Mereka menghayati virus yang ada di dalam tubuhnya merupakan kondisi yang mengancam secara fisik. Virus yang diidapnya itu juga menimbulkan perasaan tertekan akibat diskriminasi masyarakat kepada mereka.
15
Universitas Kristen Maranatha Secara umum, resilience dapat tercermin dari empat aspek, yaitu social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose (Bernard, 2004). Social competence merupakan kemampuan ODHA untuk menghasilkan respon positif dari lingkungan, menjalin dan mempertahankan hubungan yang hangat
dengan orang dewasa dan teman sebaya,berkomunikasi secara efektif, berempati
kepada orang lain dan memiliki rasa humor.
Problem solving merupakan kemampuan ODHA untuk dapat berpikir kreatif dan fleksibel terhadap masalah, membuat rencana dan tindakan apa yang akan dilakukan saat menghadapi masalah, mampu untuk meminta bantuan kepada orang lain ketika diperlukan. Autonomy adalah kemampuan ODHA untuk memiliki insiatif untuk meminta bantuan kepada orang lain, mampu untuk mengingatkan diri sendiri terhadap tugas dan tanggung jawab pribadi, merasa yakin dengan kemampuan yang dimiliki dalam menentukan hasil yang diinginkan, mengontrol diri sendiri saat muncul keinginan untuk menggunakan napza.Sense of purpose merupakan kemampuan ODHA untuk yakin pada kemampuan yang dimilikinya, mempunyai tujuan untuk dicapai, yakin akan kemampuan diri dalam mencapai tujuan dalam dirinya.
16
Universitas Kristen Maranatha kebutuhan dasar yang ada dalam diri, seperti need of safety, belonging, respect, autonomy atau power, challenge atau mastery dan need of meaning. Setelah ODHA mengenali kebutuhan apa yang ada dalam dirinya, secara alami mereka akan mengembangkan kekuatan resilience ODHA dari kalangan napza suntik.
Ketika ODHA dari kalangan napza memiliki need of belonging, ia berupaya untuk mencari dan berhubungan dengan orang lain, sehingga social competence berkembang. Kebutuhan untuk merasa diri mampu (need of mastery) mengarahkan ODHA mengembangkan kemampuan problem solving. Kebutuhan untuk merasa mampu dikombinasikan dengan kebutuhan untuk mandiri (need of autonomy) mengarahkan ODHA mencari orang atau kesempatan yang dapat membantu mereka melakukan kegiatan dengan menggunakan kekuatan, prestasi atau keahlian yang dimiliki. Need of safety dapat mengarahkan ODHA untuk mengembangkan kemampuan problem solving, social competence, autonomy dan sense of purpose. Need of meaning dapat memotivasi ODHA dari kalangan napza suntik untuk mencari orang lain, tempat dan pengalaman yang membuat mereka merasa memiliki sense of purpose and bright future.
17
Universitas Kristen Maranatha diterima sehingga ODHA merasa nyaman dan aman saat berada di lingkungan. Kemudian dengan perasaan aman tersebut ODHA mampu menghasilkan respon yang positif dari lingkungan, menjalin dan mempertahankan hubungan yang hangat dengan orang lain, berkomunikasi secara efektif, mampu untuk menunjukan rasa empati kepada orang lain, dan mampu ceria kembali setelah mengetahui dirinya terinfeksi HIV (social competence).
Selain itu protective factor dari keluarga dapat juga berupa adanya harapan yang jelas dan positif yang diberikan orang tua kepada ODHA (high expectations). ODHA tersebut akan merasa dirinya berguna dan mampu sehingga ODHA termotivasi untuk memenuhi harapan tersebut dan memberikan tantangan kepada ODHA untuk menjadi apa yang mereka inginkan, seperti sembuh dari ketergantungan atau mencapai cita-cita (sense of purpose). Harapan yang diberikan oleh keluarga juga akan mampu mendorong ODHA untuk menemukan kekuatan yang ada dalam dirinya untuk dapat lepas dari ketergantungan sehingga menumbuhkan kepercayan diri terhadap kemampuan yang dimilikinya (autonomy).
18
Universitas Kristen Maranatha akibat napza suntik, mereka mampu untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, mampu mengingatkan diri sendiri untuk menjalani rehabilitasi dengan baik di lembaga tertentu dan menjalani pola hidup sehat, serta mampu melakukan reframing dalam memandang pengalaman dalam cara yang positif (autonomy). Kesempatan yang diberikan juga melatih ODHA agar mampu dalam membuat suatu perencanaan penyelesaian masalah, membuat solusi dalam menyelesaikan masalah, serta mampu untuk berpikir kritis (problem solving).
Sama halnya dengan keluarga, komunitas juga merupakan faktor yang mempengaruhi derajat resilience para ODHA dari kalangan napza suntik. Menurut Schorr (dalam Bernard, 1991), caring relationship oleh masyarakat dapat berbentuk social support di dalam kehidupan individu yang diberikan oleh teman, tetangga dan lembaga bantuan masyarakat. ODHA yang menjadi bagian dalam suatu komunitas di lembaga rehabilitasi akan sering berbagi pengalaman dan perasaan dengan ODHA lain sehingga mereka mempunyai rasa memiliki dan menjadi bagian dalam komunitas tersebut, serta memiliki empati terhadap ODHA lain (social competence).
19
Universitas Kristen Maranatha inginkan, seperti sembuh dari ketergantungan atau mencapai cita-cita (sense of purpose).
Lembaga rehabilitasi yang memberikan kesempatan kepada para ODHA dari kalangan napza suntik untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan, kerja sambilan dan berpartisipasi dalam penyuluhan dan pelatihan HIV/AIDS (opportunities for participation and contribution in the community) akan menumbuhkan rasa dihargai serta membangun kompetensi dan kemampuan yang dimiliki. Penghayatan tersebut membuat ODHA memiliki belief bahwa dirinya mampu untuk mencapai hasil yang diinginkan, mampu mengingatkan diri sendiri untuk menjalani rehabilitasi dengan baik di lembaga tertentu dan menjalani pola hidup sehat, serta mampu melakukan reframing dalam memandang pengalaman dalam cara yang positif (autonomy).
20
Universitas Kristen Maranatha mereka saat mereka melakukan kegagalan. Guru juga menjadi model yang positif bagi ODHA ketika masih sekolah.
High expectation yang diberikan oleh sekolah akan memberikan kesempatan lebih banyak untuk belajar serta melatih untuk dapat berpikir kritis dan kreatif ketika menghadapi masalah. Harapan yang diberikan sekolah melalui kurikulum, program atau kebijakan-kebijakan juga dapat membantu siswa untuk menemukan dan melihat kelebihan atau kekuatan yang dimiliki sehingga mereka menjadi lebih percaya diri terhadap kemampuannya (autonomy) serta mampu untuk berpikir kritis dan membuat solusi saat menghadapi suatu permasalahan (problem solving).
Sekolah yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat, membuat pilihan, ikut terlibat dalam menyelesaikan masalah, mengekspresikan diri di berbagai acara sekolah, dan bekerja sama (opportunities for participation and contribution in school) akan mendorong siswa untuk dapat membangun karakter yang kuat dan sukses dalam belajar. Kesempatan yang diberikan oleh sekolah akan melatih kemampuan problem solving dan pengambilan keputusan.
21
Universitas Kristen Maranatha kurang mampu melakukan social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose, berarti juga bahwa resilience mereka rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan dengan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Skema 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Resilience
Tinggi
Rendah
- Social competence - Problem solving - Autonomy - Sense of purpose Orang dengan HIV/AIDS
dari kalangan napza suntik di Lembaga Rehabilitasi
“X”
Protective Factors (sekolah, keluarga dan komunitas) :
- Caring relationship - High expectations - Opportunities for
participation and contribution
22
Universitas Kristen Maranatha
1.6 Asumsi
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan di atas, maka dapat diambil sejumlah asumsi sebagai berikut:
1. Terinfeksi virus HIV dapat menimbulkan permasalahan fisik; psikis; dan sosial yang membuat individu tertekan, tidak terkecuali pada orang yang terjangkit HIV dari kalangan napza suntik.
2. Diperlukan resilience yang tinggi agar para orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mampu menyesuaikan diri di tengah kondisi yang menekan. 3. Derajat resilience ODHA dari kalangan napza suntik terlihat dari aspek
social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose yang menentukan tinggi atau rendahnya resilience yang dimiliki.
96 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan hasil data dari 28 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari kalangan napza suntik di Lembaga Rehabilitasi “X”, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebagian besar ODHA dari kalangan napza suntik di Lembaga Rehabilitasi “X” memiliki derajat resilience yang tinggi. Secara umum, ODHA tersebut memiliki derajat social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose yang tinggi juga.
2. Seluruh ODHA dari kalangan napza suntik yang menjalani “perubahan perilaku” memiliki derajat resilience yang tinggi.
3. Sebagian besar ODHA dari kalangan napza suntik yang sedang menjalani pemulihan memiliki derajat resilience tinggi.
4. Aspek yang memiliki kecenderungan keterkaitan dengan derajat resilience yang rendah yaitu aspek autonomy dan sense of purpose. ODHA yang memiliki derajat resilience rendah memiliki derajat aspek autonomy dan sense of purpose yang rendah juga.
97
Universitas Kristen Maranatha orangtua dalam mengambil keputusan, kedekatan dengan anggota komunitas, harapan komunitas untuk meningkatkan rasa percaya diri, kesempatan dari komunitas untuk berpartisipasi dalam penyuluhan dan pelatihan HIV/AIDS, kesempatan dari komunitas untuk melakukan kegiatan yang disukai, dukungan guru saat mengalami kesulitan, harapan yang diberikan guru agar ODHA dapat berpikir kritis dan kreatif, kesempatan dari sekolah untuk mengekspresikan diri,.
6. Protective factors yang tidak memiliki kecenderungan keterkaitan dengan resilience pada ODHA yang sedang menjalani pemulihan adalah kedekatan dengan anggota keluarga untuk berkomunikasi, penerimaan dari keluarga, dorongan orangtua untuk menyesuaikan diri, harapan orangtua untuk dapat lepas dari ketergantungan napza dan menjalani pola hidup sehat, harapan orangtua untuk menumbuhkan rasa percaya diri, kesempatan dari orangtua untuk melakukan kegiatan yang disukai, perhatian dari komunitas, dorongan komunitas untuk berbagi pengalaman, harapan dari komunitas untuk lebih berarti dalam menjalani hidup, rasa aman dari guru dan teman sekolah, dukungan dari teman sekolah saat mengalami kesulitan, dan kesempatan dari guru dalam mengungkapkan pendapat.
5.2 Saran
98
Universitas Kristen Maranatha 5.2.1 Saran Teoretis
1) Disarankan melakukan penelitian kontribusi aspek-aspek resilience pada derajat resilience.
2) Penelitian korelasi antara protective factors dengan aspek-aspek dalam resilience agar lebih terlihat bagaimana keterkaitannya.
5.2.2 Saran Praktis
1) Bagi ODHA dari kalangan napza suntik di Lembaga Rehabilitasi “X” Bandung, mengetahui tentang resilience dan dampaknya dalam proses pemulihan dan “perubahan perilaku” sehingga dapat memahami seberapa tinggi derajat resilience yang dimiliki. Kemudian ODHA dapat mengetahui aspek mana yang rendah pada dirinya sehingga dapat mencari sumber-sumber di lingkungan dan memanfaatkannya saat ODHA membutuhkan.
2) Bagi orang tua ODHA mengetahui tentang resilience dan memahami mengenai pentingnya resilience yang tinggi pada anaknya sehingga: - Diharapkan meningkatkan kemampuan problem solving anaknya,
dengan cara para orang tua memberikan kesempatan kepada mereka dalam mengambil keputusan dalam diskusi keluarga, melibatkan ODHA untuk menyelesaikan masalah keluarga. Memberikan kesempatan kepada ODHA untuk memberi saran atas masalah yang dihadapi keluarga.
99
Universitas Kristen Maranatha menumbuhkan rasa percaya diri dan mendorong ODHA agar mampu menyesuaikan diri ke lingkungan.
- Diharapkan meningkatkan sense of purpose anak mereka, dengan cara para orang tua ODHA dari kalangan napza suntik memberikan harapan kepada ODHA bahwa mereka dapat terlepas dari ketergantungan napza dan mampu menjalani pola hidup sehat.
3) Bagi Lembaga Rehabilitasi mengetahui mengenai pentingnya resilience bagi ODHA yang sedang menjalani masa pemulihan dan “perubahan perilaku”.
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Ajikusumo, Clara; Moeliono, Laurike; Agustian, Murniati. 2004. Mari Bicara Tentang HIV/AIDS Dengan Orang Tua, Guru dan Teman. Jakarta: UNICEF, Indonesia Printer.
Bernard, Bonnie. 1991. Fostering in Kids: Protective factors in the family, school and community. Portland, OR: Northwest Regional Educational Laboratory.
2004. Resilience: What We Have Learnerd. San Fransisco: WestEd.
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Murni, Suzana. 2003. Hidup dengan HIV/AIDS. Jakarta: Spiritia.
Santrock, John W. 1989. Life Span Development, Edisi V jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Spiritia, Yayasan. 2004. Seri buku kecil: Merawat ODHA di Rumah. Jakarta: Spiritia.
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR RUJUKAN
Deliviana, Evi. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience Pada Siswa Kelas 1 SLTPN 1 Pangandaran Korban Tsunami Pangandaran. Skripsi. Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.
https://www.cia.gov/cia/publications/factbook/geos/id.html, diakses Maret 2008
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/14/1101.htm, diakses Maret 2008
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2002. Ancaman HIV/AIDS di Indonesia Semakin Nyata, Perlu Penanggulangan Lebih Nyata.
News, Antara. 2007. 169 Orang Terjangkit HIV Tiap Hari di Indonesia. Jakarta: Antara News. (Online, diakses Maret 2008)
Sulistiawan, Endy. 2007. Situasi HIV di Kota Bandung. Bandung. (Online, diakses Maret 2008)