• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEBAT : Penelitian Tindakan Kelas Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X IPA 8.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEBAT : Penelitian Tindakan Kelas Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X IPA 8."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN

METODE DEBAT

(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh:

Tiur Nurmayany Raharjo

0906619

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN

METODE DEBAT (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung

Kelas X MIA 8)

Oleh

Tiur Nurmayany Raharjo

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Tiur Nurmayany Raharjo 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

TIUR NURMAYANY RAHARJO

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN

METODE DEBAT

(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd

NIP. 19570408 198403 1 003

Pembimbing II

Drs. Tarunasena Ma’mur, M.Pd

NIP. 19680828 199802 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof. Dr.H. Dadang Supardan, M.Pd

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat (Penelitian

(5)

ABSTRACT

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Struktur Organisasi ... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Berpikir Kritis ... 10

B. Metode Debat ... 17

C. Pembelajaran ... 19

1. Pengertian Pembelajaran ... 19

2. Komponen Pembelajaran ... 20

D. Metode Debat Dalam Pembelajaran Sejarah ... 27

E. Metode Debat Sebagai Salah Satu Peningkatan Dalam kemampuan Berpikir Kritis ... 34

BAB III. METODE PENELITIAN ... 45

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 45

B. Metode Penelitian ... 45

C. Desain Penelitian ... 47

D. Definisi Operasional ... 50

E. Teknik Pengumpul Data ... 56

F. Instrumen Penelitian ... 60

G. Pengolahan dan Analisis Data ... 67

BAB IV. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 70

A. Deskripsi SMA Negeri 24 Bandung ... 70

1. Profil SMA Negeri 24 Bandung ... 70

2. Kondisi Guru dan Siswa di SMA Negeri 24 Bandung ... 74

3. Deskripsi Pembelajaran Sebelum Dilakukan Tindakan ... 75

B. Perencanaan Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metoe Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 77

(7)

1. Deskripsi Tahapan Kegiatan ... 80

a. Perencanaan ... 80

b. Tindakan Pelaksanaan Siklus ... 82

1) Kegiatan Pendahuluan ... 82

2) Kegiatan Inti ... 83

3) Kegiatan Penutup ... 84

c. Evaluasi ... 84

2. Deskripsi Tahapan Kegiatan Siklus ... 85

a. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 1 ... 85

b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 2 ... 102

c. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 3 ... 118

d. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 4 ... 134

D. Hasil Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 147

1. Pengolahan dan Analisis Data Siklus ... 148

a. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 1 ... 148

b. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 2 ... 151

c. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 3 ... 155

d. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 4 ... 159

2. Analisis Hasil Penelitian ... 163

E. Solusi Dalam Menghadapi Kendala Pada Saat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelasajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 166

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 170

A. Kesimpulan ... 170

B. Saran ... 173

DAFTAR PUSTAKA ... 174

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis disesuaikan dengan

kebutuhan penelitian ... 53

Tabel 3.2 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro ... 62

Tabel 3.3 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra ... 63

Tabel 3.4 Lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti ... 64

Tabel 3.5 Format wawancara ... 66

Tabel 3.6 Format catatan lapangan ... 67

Tabel 4.1 Keterangan denah SMA Negeri 24 Bandung ... 72

Tabel 4.2 Sarana dan prasarana SMA Negeri 24 Bandung ... 73

Tabel. 4.3 Daftar nama siswa kelas X MIA 8 ... 79

Tabel 4.4 Daftar nama anggota kelompok A dan B ... 79

Tabel 4.5 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 1 ... 88

Tabel 4.6 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 1 ... 93

Tabel 4.7 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 1 ... 95

Tabel 4.8 Hasil observasi guru pada siklus 1 ... 97

Tabel 4.9 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 2 ... 104

Tabel 4.10 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 2 ... 111

Tabel 4.11 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 2 ... 113

Tabel 4.12 Hasil observasi guru pada siklus 2 ... 115

Tabel 4.13 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 3 ... 120

Tabel 4.14 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 3 ... 127

Tabel 4.15 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 3 ... 129

Tabel 4.16 Hasil observasi guru pada siklus 3 ... 131

Tabel 4.17 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 4 ... 136

Tabel 4.18 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 4 ... 141

Tabel 4.19 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 4 ... 143

Tabel 4.20 Hasil observasi guru pada siklus 4 ... 145

Tabel 4.21 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 1... 148

Tabel 4.22 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 2... 151

Tabel 4.23 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 1 ke siklus 2 ... 153

Tabel 4.24 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 3... 155

Tabel 4.25 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 2 ke siklus 3 ... 157

Tabel 4.26 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 4... 159

Tabel 4.27 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 3 ke siklus 4 ... 161

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart ... 48

Gambar 3.2 Fase observasi ... 57

Gambar 4.1 Peta SMA Negeri 24 Bandung ... 71

Gambar 4.2 Denah SMA Negeri 24 Bandung ... 72

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Metode debat merupakan salah satu bentuk dari metode diskusi. Pada

dasarnya kedua metode tersebut memiliki kesamaan, yaitu mengambil sebuah

keputusan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya dalam metode diskusi lebih

mencari titik pertemuan pendapat mengenai suatu permasalahan. Berbeda

dengan metode debat yang lebih menekankan pada mempertahankan suatu

pendapat dengan argumen-argumen yang mendukung pendapat tersebut.

Pembelajaran dengan menggunakan metode debat menurut Silberman

(2009: 127) “dapat menjadi sebuah metode berharga untuk mengembangkan

pemikiran dan refleksi, khususnya jika para peserta didik diharapkan

mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya”. Berdasarkan

pendapat tersebut maka metode debat merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan dalam pembelajaran di kelas untuk mengembangkan kemampuan

berpikir siswa.

Metode debat merupakan suatu metode pembelajaran dengan

memberikan sebuah isu kontroversial atau materi yang dapat diperdebatkan.

Isu kontroversial yang diberikan akan membentuk dua kelompok, yaitu

kelompok pro dan kontra terhadap pandangan isu kontroversial tersebut.

Peserta didik menentukan pendiriannya yang bergabung dalam

kelompok-kelompok sesuai dengan pendiriannya. Hal tersebut ditujukan kepada siswa

untuk beradu argumen dengan kelompok yang memiliki pendirian yang

berbeda. Adanya perbedaan pendapat tersebut akan membuat siswa

mengemukakan pendapat yang mampu menguatkan pendirian yang telah

ditentukannya. Oleh karena itu, siswa tidak akan sembarangan dalam

mengemukakan pendapat, tetapi mengalami proses berpikir sebelum

(11)

siswa berpikir untuk mengemukakan pendapat yang mampu mempertahankan

pendapatnya.

Metode debat yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas akan

membuat siswa mengemukakan pendapat maupun gagasannya. Pengajar yang

melihat siswa yang mengemukakan pendapatnya akan mengetahui pemikiran

siswa mengenai materi yang telah diberikan, mengetahui sejauh mana siswa

memahami pelajaran yang telah diberikan, dan memacu siswa untuk mampu

berpikir kritis.

Salah satu potensi yang dikembangkan dalam pembelajaran di kelas

adalah potensi intelektual atau kercerdasan. Cerdas berbeda dengan pintar.

Menurut James (1998: 247) “orang-orang yang terlalu pintar kadang membuat keputusan yang terlalu cepat sehingga mereka luput memperhatikan kesalahan

kritis dalam proses yang terlalu cepat itu.” Ini disebabkan terlalu banyak informasi di dalam pikirannya tanpa pemilihan informasi sehingga cenderung

tidak mempertimbangkan konsekuensi dari pengambilan keputusan.

Berbeda dengan orang cerdas yang melakukan pemikiran mendalam

sebelum mengambil sebuah keputusan. Seperti pendapat yang dikemukakan

Hasan (2008: 2) “manusia cerdas mengandung makna bahwa ia berpikir cerdas, melakukan sesuatu pada waktu yang tepat dengan tindakan yang tepat

pula, dan bersikap terhadap sesuatu secara cerdas.” Dengan demikian,

pembelajaran yang diterapkan di kelas sebaiknya mengembangkan kemampuan

kecerdasan peserta didik.

Kecerdasan peserta didik akan berkembang dengan baik jika

dilaksanakan pengajaran yang mampu mengembangkan potensi intelektual

tersebut. “Memori cerdas adalah hasil dari proses pendidikan yang panjang

dan terus menerus mengenai berpikir kritis” (Hasan, 2008 : 2). Pembelajaran di

kelas mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan

berpikirnya. Ini sesuai dengan tujuan pembelajaran sejarah dalam Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional No.22 tahun 2006 mengenai Standar Isi Satuan

(12)

(1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. (2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. (3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. (4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. (5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.

Berdasarkan tujuan pembelajaran di atas terdapat poin ke dua yang

berisi “melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara

benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.”

Dengan demikian dalam pembelajaran sejarah, ditekankan pada melatih

kemampuan berpikir kritis, yaitu menggunakan kecerdasannya dalam

memanfaatkan informasi sehingga dalam pembelajaran sejarah siswa dapat

memahami peristiwa sejarah yang didukung oleh bukti-bukti atau fakta-fakta

sejarah melalui pendekatan ilmiah.

Pembelajaran sejarah memuat banyak fakta-fakta, konsep, peristiwa,

tokoh, ruang dan waktu. Pelaksanaan pembelajaran sejarah seharusnya tidak

membuat siswa mengetahui seluruh materi sejarah karena akan membuat siswa

menghafal tanpa ada pemahaman mengenai materi sejarah tersebut. Ini sesuai

dengan pendapat Hasan (2008: 3) yang menyatakan bahwa jika pembelajaran

sejarah tidak mengembangkan kemampuan berpikir kritis maka

pendidikan sejarah hanya akan jadi beban hafalan peserta didik, tidak menjadikan peerta didik semakin cerdas kecuali semakin banyak tahu, dan tidak pula mampu mengembangkan semangat kebangsaan yang penuh daya saing positif.

Pembelajaran sejarah seharusnya mampu mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa dalam menelaah peristiwa sejarah. Kochhar

(13)

tidak menjadikan siswa sekedar mengetahui materi sejarah—seperti

fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Pembelajaran sejarah yang

baik adalah mampu membuat siswa memahami materi sejarah tersebut

sehingga materi sejarah tidak menjadi hafalan semata. Akan tetapi materi

sejarah akan diingat siswa berdasarkan pemahamannya.

Kemampuan berpikir kritis penting untuk dimiliki, bukan hanya dalam

pembelajaran di kelas saja tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Menurut

Moore dan Parker (1986: 4-5)

The ability to think critical thinking is vitally important. In fact, our lives depend on it, since the way we conduct our lives depends on what claims we believe—on what claims we accept. The more carefully we evaluate a claim, and the more fully we separate issues that are relevant to it from those that are not, the more critical is our thinking.

Kemampuan berpikir kritis penting karena dalam kehidupan setiap

individu bergantung kepada yang dipercayainya. Berhati-hati dalam

mengevaluasi informasi dan mempertimbangkan kesesuaian informasi yang

diterima merupakan lebih kritis dari sebuah pemikiran. Dengan demikian,

penting untuk siswa memiliki kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis tidak akan muncul dengan sendirinya

tanpa adanya latihan. Ini didukung oleh pendapat Moore dan Parker (1986:

4-5) yang menyatakan bahwa “...critical thinking is skill that you simply cannot

become good without practicing.” Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat

Hasan (2008 : 3) yang menyatakan bahwa

Suatu kebiasaan adalah kemampuan yang harus dikembangkan melalui pendidikan, dalam suatu proses yang panjang, terus menerus dan berkesinambungan sebagaimana halnya dengan pendidikan yang mengembangkan keterampilan, nilai, dan sikap.

Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis yang diterapkan dalam

pembelajaran sehari-hari siswa akan menciptakan kebiasaan berpikir kritis.

Pembelajaran sejarah mendorong dan melatih kemampuan berpikir

kritis siswa dalam memahami fakta-fakta sejarah dan memahami peristiwa

(14)

kritis siswa mampu menggunakan kecerdasannya untuk mengkaji peristiwa

sejarah dan mampu mengaplikasikan nilai atau sikap yang dipelajari dari

pembelajaran sejarah dalam kehidupan. Dengan demikian dalam pelaksanaan

pembelajaran sejarah, guru harus menciptakan situasi yang mampu

merangsang aktivitas siswa dalam berpikir serta mengemukakan pendapat

maupun pemikirannya.

Prakteknya di kelas, pembelajaran sejarah cenderung pada pemaparan

fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Ini dapat dilihat dalam

pembelajaran sejarah di kelas X MIA 8 SMA Negeri 24 Bandung. Selama

observasi, pembelajaran sejarah menggunakan metode diskusi dengan

kelompok presentasi yang bertugas memaparkan materi dan kesempatan

peserta diskusi untuk mengajukan pertanyaan dan menambahkan gagasan.

Pembelajaran sejarah berlangsung dengan metode diskusi dengan

beberapa siswa dalam kelompok menyampaikan materi sejarah mengenai

pengertian sejarah dengan media power point sedangkan siswa lainnya

berperan sebagai peserta diskusi. Siswa menyampaikan materi dengan

membacakan isi dari power point tersebut yang kemudian guru meminta siswa

mencatat materi yang dianggap penting dalam power point dan siswa pun

mencatatnya di buku catatan atau di laptopnya.

Pada bagian pemaparan materi selanjutnya, siswa menampilkan

slide-slide power point yang berisi fakta-fakta dan konsep-konsep. Peneliti sebagai

observer saat itu melihat ada beberapa siswa yang mengobrol, menguap, dan

menaruh dagu di atas bangku atau di atas tangan. Setelah presentasi selesai,

siswa sebagai presentator menyimpulkan materi yang telah disampaikan dan

berlanjut pada sesi tanya-jawab. Pada sesi tanya-jawab ini, ada beberapa siswa

yang mengangkat tangannya tanda ingin bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan siswa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak ada di buku

teks. Siswa sebagai presentator pun menjawab pertanyaan dengan logis serta

bukti-bukti yang diketahui oleh siswa. Ada pun siswa lain sebagai peserta

(15)

antara siswa yang tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan

serta gagasannya dikarenakan waktu pelajaran yang terbatas.

Berdasarkan pemaparan pelaksanaan pembelajaran tersebut

memperlihatkan bahwa pembelajaran sejarah terpaku pada pemaparan

fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Ini akan mengakibatkan

pembelajaran sejarah hanya sebatas kemampuan mengingat saja yang

merupakan kemampuan rendah. Seharusnya pembelajaran sejarah menekankan

pada pemahaman siswa bahwa untuk memahami masa sekarang harus pula

memahami masa lalu sehingga siswa sadar akan pentingnya belajar pelajaran

sejarah.

Pemaparan pelaksanaan pembelajaran sejarah di kelas tersebut

memperlihatkan pula siswa sudah memiliki kemampuan bertanya dan mampu

menjawab dengan menggunakan kemampuan berpikirnya serta mengemukakan

gagasannya. Akan tetapi dalam pembelajaran sejarah menggunakan metode

diskusi yang hanya berisikan pemaparan fakta atau bukti sejarah. Sangat

disayangkan dalam pembelajaran sejarah didominasi dengan pemaparan fakta

atau bukti sejarah saja di kelas dengan siswa yang telah memiliki kemampuan

berpikir.

Upaya memperbaiki permasalahan tersebut, peneliti menggunakan

metode pembelajaran yang tepat agar dapat mengembangkan kemampuan

berargumentasi yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Oleh karena itu, penetiti memilih metode debat yang digunakan dalam

pembelajaran di kelas.

Metode debat dalam penelitian ini menggunakan metode debat aktif

yang dipaparkan oleh Silberman (2009: 127) yaitu dengan memberikan isu

kontroversial yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Untuk memperbaiki

kondisi pembelajaran di kelas X MIA 8 peneliti menggunakan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan

Metode Debat (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X

(16)

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah utama yang akan

dibahas adalah “Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat di SMA

Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?”.

Untuk lebih memfokuskan permasalahan, maka disusun rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah merencanakan metode debat untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA

8?

2. Bagaimanakah melaksanakan metode debat untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA

8?

3. Bagaimana hasil upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan

menggunakan metode debat di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?

4. Bagaimana upaya mengatasi kendala dalam penerapan debat untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung

Kelas X MIA 8?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan

berbagai hal yang berkaitan dengan penerapan debat pembelajaran sejarah

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun tujuan yang

ingin dicapai peneliti adalah:

1. Merencanakan pembelajaran sejarah yang akan dilaksanakan dengan

menggunakan debat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Mengupayakan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan

(17)

3. Mendapatkan hasil dari upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa dengan menggunakan metode debat.

4. Membuat solusi untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran

sejarah yang akan dilaksanakan dengan menggunakan debat untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat memberikan

manfaat dalam memperbaiki kualitas belajar dan pembelajaran di kelas.

Manfaat penelitian ini terdiri dari dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan

praktis, diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah

dengan menggunakan metode debat. Selain itu, hasil penelitian ini

diharapkan menjadi referensi atau masukan bagi mahasiswa di bidang

pendidikan maupun guru untuk mengetahui bagaimana meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sebagai pengalaman melakukan

penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode debat untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini dapat

bermanfaat bagi siswa yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa dengan menggunakan metode debat. Selain itu, penelitian ini

bermanfaat bagi guru dan sekolah yaitu dapat memfasilitasi siswa untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan metode

debat dan dapat meningkatkan kualitas kemampuan berpikir kritis siswa di

sekolah tersebut.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

(18)

bidang pendidikan, khususnya pada pendidikan SMA Negeri 24 Bandung

dalam pembelajaran sejarah.

E.Stuktur Organisasi

Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab yang berisi sebagai

berikut:

Bab I yaitu pendahuluan yang berisi mengenai pemaparan beberapa

hal yang meliputi latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II yaitu

kajian pustaka, berisi mengenai berbagai literatur yang digunakan dalam

penelitian upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan

menggunakan metode debat. Bab III yaitu metode penelitian yang berisi

mengenai metode penelitian dan desain yang digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian upaya meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.

Bab IV yaitu pembahasan yang berisi uraian mengenai pembahasan

dan hasil penelitian yang merupakan uraian penjelasan terhadap aspek-aspek

yang dijadikan rumusan masalah dalam penelitian upaya meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. Bab V

yaitu kesimpulan yang perisi paparan mengenai kesimpulan dari penelitian

upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis menjabarkan secara rinci mengenai metode

perencanaan penelitian yang akan dilakukan. Komponen yang akan dijabarkan

antara lain, lokasi dan subjek penelitian, metode dan desain penelitian, prosedur

penelitian, definisi operasional, teknik pengumpul data, teknik pengolahan dan

analisis data, serta verifikasi data.

A.Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah SMA Negeri 24 Bandung, di Jalan AH.

Nasution No. 27, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis sekolah ini terletak di

wilayah Bandung Timur.

Pemilihan sekolah berdasarkan kelas yang diobservasi pada tugas

mata kuliah dan sekolah ini menjadi sekolah tempat peneliti praktek dalam

mata kuliah Program Pengalaman Lapangan (PPL) sehingga relasi antara

peneliti dengan sekolah sudah terjalin dengan cukup baik. Subjek penelitian ini

adalah siswa kelas X MIA 8 dengan jumlah siswa 41 orang yang terdiri dari 15

siswa laki-laki dan 26 siswa perempuan. Peneliti memilih kelas tersebut karena

merupakan kelas yang telah peneliti observasi sebelumnya dan memiliki

permasalahan dalam pembelajaran sejarah yang kurang menekankan

kemampuan berpikir kritis.

B.Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas (classroom action research). Asmani (2011: 51) mengemukakan “penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial

(termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktik yang dilakukan sendiri”.

(20)

untuk memperbaiki kualitas praktek yang dilakukan oleh diri sendiri. Dalam

konteks penelitian ini adalah memperbaiki kualitas praktek proses belajar

mengajar di kelas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kemmis (Hopkins, 2011: 88)

bahwa “penelitian tindakan merupakan cara yang digunakan sekelompok orang

untuk mengorganisasi kondisi-kondisi yang di dalamnya mereka dapat belajar

dari pengalamannya sendiri.” Hal ini sejalan dengan pendapat Wiriaatmadja (2012: 13) “penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari

pengalama mereka sendiri.” Lebih jelas Kusumah dan Dedi mengemukakan

bahwa:

Pendapat Kemmis sejalan dengan pendapat Sukidin dkk. menyatakan

bahwa:

Penelitian tindakan adalah cara suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain. Dalam kenyataannya, penelitian tindakan dapat dilakukan baik secara grup maupun individual dengan harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain. Secara praktis, penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk meningkatkan kualitas subjek yang hendak diteliti (Sukardi, 2004: 210-211).

Menurut penjelasan tersebut penelitian tindakan adalah sebuah cara

untuk mengorganisasi kondisi yang dialaminya yang bertujuan untuk

memperbaiki kualitas kerja yang dilakukan secara individu maupun kelompok.

Selain itu, penelitian tindakan diharapkan dapat diakses agar dapat

memperbaiki kualitas kerja orang lain. Lebih jelas (Kusumah dan Dedi, 2012:

9) menyatakan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Berdasarkan deskripsi tersebut dapat dilihat bahwa penelitian tindakan

(21)

partisipatif dan kolaboratif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maupun

memperbaiki praktek pembelajaran di kelas. Peneliti memilih metode

penelitian ini karena mampu meningkatkan kualitas pendidikan dalam

pembelajaran langsung di kelas. Selain itu, metode penelitian ini sesuai dengan

tujuan peneliti yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa

dalam pembelajaran sejarah dalam proses belajar-mengajar di kelas.

C.Desain Penelitian

Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart. “Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin” (Kusumah dan Dedi, 2012: 20). Peneliti

menggunakan model penelitian Kemmis dan McTaggart karena metode debat

yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode debat aktif yang

dikembangkan oleh Silberman. Metode ini dapat dilaksanakan satu tindakan

setiap siklusnya dan model tersebut mendukung upaya meningkatkan berpikir

kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat

yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Desain penelitian tindakan kelas Kemmis

(22)

Gambar 3.1 (Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart diadopsi dari

Wiriaatmadja 2012: 66)

Gambar tersebut memperlihatkan beberapa siklus yang setiap

siklusnya dilakukan empat tahapan, yaitu plan, act, observe, dan reflect.

Berikut penjelasan empat tahapan tersebut.

1. Plan atau perencanaan. Tahapan ini peneliti melakukan beberapa

perencanaan terkait langkah-langkah yang dilakukan:

a. Melakukan perizinan dan sosialisasi dengan pihak sekolah bahwa peneliti

akan melakukan penelitian tindakan kelas di salah satu kelas di sekolah

tersebut.

b. Melakukan pengamatan terhadap kelas yang akan diteliti.

c. Menentukan kelas yang akan diteliti.

d. Meminta kesediaan guru untuk salah satu kelas dijadikan subjek

penelitian

e. Meminta kolaborator untuk bekerja sama melakukan penelitian.

f. Menentukan tema debat.

g. Menyusun instrumen yang digunakan untuk melihat peningkatan

(23)

h. Menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang

akan digunakan dalam pembelajaran.

i. Merencanakan pengolahan data hasil penelitian.

j. Membuat rencana perbaikan bersama kolaborator dalam setiap

kekurangan yang ditemukan dalam setiap tindakan.

k. Merencanakan pengolahan data yang telah diperoleh setelah penelitian

selesai dilaksanakan.

2. Act atau tindakan. Tahapan ini merupakan implementasi dari rencana yang

telah peneliti susun. Peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai

silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun

dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan

menggunakan metode debat. Berikut tahapan yang akan dilaksanakan:

a. Melaksanakan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan

menggunakan metode debat sesuai silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang telah disusun.

b. Menggunakan alat observasi yang telah dibuat untuk melihat

perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan

metode debat.

3. Observe atau pengamatan. Tahap ini dilakukan bersamaan dengan tahap act

atau tindakan. Penelitian ini kolaborator yang bertindak sebagai observer.

Pada tahap ini observer dan peneliti melakukan pengamatan bersama namun

observer memiliki peran yang lebih besar karena mampu melihat secara

keseluruhan kegiatan siswa maupun guru selama pembelajaran di kelas.

Pada tahap ini peneliti melaksanakan:

a. Mengamati secara teliti selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

b. Pengamatan terhadap siswa disesuaikan pada kemampuan berpikir kritis

siswa.

c. Pengamatan terhadap guru adalah kesesuaian mengajar dengan metode

(24)

d. Pengamatan terhadap keterhubungan kemampuan berpikir kritis siswa

dengan menggunakan metode debat.

4. Reflect atau refleksi. Tahap ini ini dilakukan setelah dilaksanakannya tahap

act atau tindakan yang bersamaan dengan observe atau pengamatan. Tahap

ini merupakan pengkajian atau evaluasi terhadap tindakan yang telah

dilaksanakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan:

a. Melaksanakan diskusi antara peneliti dengan kolaborator dan siswa

setelah dilaksanakannya tindakan mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki

dan dikembangkan untuk perbaikan pelaksanaan tindakan selanjutnya.

b. Merefleksikan hasil diskusi untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya.

D.Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan persepsi terhadap penelitian ini, maka

perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Berpikir Kritis

Berpikir kritis berdasarkan pembahasan di bab II secara keseluruhan

memiliki pengertian yang sama, yaitu mengambil keputusan berdasarkan

proses berpikir yang mendalam untuk mengambil sebuah keputusan.

Berpikir kritis tidak hanya memilah informasi berdasarkan pengetahuannya

untuk mengambil keputusan tetapi juga menilai dan mempertimbangkan

keputusan tersebut tersebut. Dalam berpikir kritis akan menghasilkan

sebuah keputusan dalam menentukan sikap yang diyakininya.

Menurut Ennis (1996: xvii) “critical thinking is process, the goal of

which is to make reasonable decisions about what to believe and what to

do.” Berpikir kritis adalah pemikiran rasional dan reflektif untuk fokus

dalam memutuskan apa yang mesti dipercaya dan dilakukan. Dengan

demikian, berpikir kritis merupakan kegiatan menilai dan

mempertimbangkan informasi yang logis dan dapat dipercaya untuk

(25)

Penerapan berpikir kritis dalam pembelajaran di kelas dapat

dilaksanakan dengan menganalisis sebuah informasi berdasarkan

pengetahuan maupun pemahaman yang dimiliki siswa untuk mengambil

sebuah keputusan. Ennis mengemukakan terdapat enam elemen dalam

berpikir kritis yang dikenal dengan singkatan FRISCO (Focus, Reason,

Inference, Situation, Clarity, Overview). Berikut adalah indikator dari enam

elemen berpikir krtitis menurut Ennis (1996: 4-8):

1. Focus memiliki indikator mengetahui permasalahan utama, memberikan

pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan fokus utama, membuat

keputusan yang disertai alasan.

2. Reason memiliki indikator mengemukakan pendapat yang menunjang

alasan yang telah dipaparkan, mengidentifikasi alasan-alasan yang

dikemukakan pihak lain, mengemukakan alasan yang didukung oleh

bukti.

3. Inference memiliki indikator menilai alasan yang dikemukakan dan

membuat argumen alternatif.

4. Situation memiliki indikator mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam

sebuah permasalahan dan menilai aspek-aspek yang terdapat dalam

permasalahan.

5. Clarity memiliki indikator mengemukakan pertanyaan untuk

mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan.

6. Overview memiliki indikator memeriksa kembali dan menilai keputusan

yang telah diambil

Peneliti tidak mengambil semua elemen tersebut karena tidak semua

indikator sesuai dengan penelitian ini. Keenam elemen terebut, peneliti

mengambil lima elemen, yaitu focus, reason, situation, clarity, dan

overview. Elemen pertama, focus dalam konteks kemampuan berpikir

kritis yang peneliti ambil adalah membuat keputusan. Membuat

keputusan menjadi indikator dalam kemampuan berpikir ktitis yang

(26)

keputusan yang rasional dan mengemukakan keputusan yang disertai

alasan.

Elemen kedua, reason yaitu dengan indikator mengemukakan

pendapat yang menunjang alasan yang telah dipaparkan. Indikator

tersebut diperjelas kembai menjadi tiga sub indikator yaitu,

mengemukakan pendapat yang disertai bukti, mengemukakan pendapat

disertai contoh, dan menghubungkan suatu informasi dengan informasi

lainnya. Elemen ketiga, situation dengan indikator mengidentifikasi

alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Indikator ini diperjelas

kembali menjadi dua sub indikator, yaitu mengidentifikasi situasi yang

terdapat dalam sebuah permasalahan dan mengeidentifikasi alasan yang

disertai pendapat.

Elemen keempat, clarity dengan indikator mengemukakan pertanyaan

untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan.

Indikator tersebut diperjelas kembali dengan dua sub indikator, yaitu

mengemukakan pertanyaan mengenai maksud dari sebuah pernyataan

dan mengemukakan pertanyaan mengenai penjelasan sebuah

permasalahan. Elemen kelima, overview dengan indikator menilai

aspek-aspek yang terdapat dalam permasalahan. Indikator tersebut diperjelas

kembali dengan dua sub indikator, yaitu menilai adalan yang telah

dikemukakan dan menilai kekuatan bukti atau fakta untuk mendukung

suatu pendapat.

Kelima elemen kemampuan berpikir kritis disesuaikan dengan metode

debat yang diaplikasikan. Ini dikarenakan tidak semua elemen tersebut

dapat terlihat dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dengan

menggunakan metode debat, yaitu inference.

Elemen inference ialah menilai alasan yang dikemukakan dan

membuat argumen alternatif sulit diamati. Ini dikarenakan dalam

membuat argumen alternatif akan sulit dibedakan dengan lazimnya

mengemukakan pendapat. Dengan demikian, peneliti tidak mengambil

(27)

Kelima elemen yang peneliti ambil sebagai indikator penilaian

kemampuan berpikir kritis siswa masih bersifat umum. Dengan

demikian, peneliti mengkhususkannya ke dalam beberapa sub indikator

dengan pertimbangan sub indikator tersebut disesuaikan dengan metode

debat yang peneliti aplikasikan. Berikut rincian indikator serta sub

indikator yang menjadi kemampuan berpikir kritis siswa:

Tabel 3.1 Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis disesuaikan dengan

kebutuhan penelitian

Kemampuan Berpikir Kritis

Indikator Sub Indikator

1. Membuat keputusan

a. Mengemukakan keputusan yang rasional.

b. Mengemukakan keputusan yang disertai alasan. 2. Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah dipaparkan

a. Mengemukakan pendapat yang disertai bukti.

b. Mengemukakan pendapat disertai contoh.

c. Menghubungkan suatu informasi dengan informasi lainnya.

3. Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain.

a. Mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam sebuah permasalahan.

b. Mengidentifikasi alasan yang disertai pendapat.

4. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan

a. Mengemukakan pertanyaan mengenai maksud dari sebuah pernyataan.

b. Mengemukakan pertanyaan mengenai penjelasan sebuah permasalahan.

5. Menilai

aspek-aspek yang

terdapat dalam permasalahan.

a. Menilai alasan yang telah dikemukakan.

(28)

Kesebelas sub indikator tersebut menjadi penilaian observasi

kemampuan berpikir kritis dalam menggunakan metode debat.

Sedangkan pengukuran tingkat keberhasilan dari peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan lembar observasi.

Berpikir kritis siswa dilihat dari kemampuannya mengemukakan

pendapat yang sebelumnya melalui proses berpikir berdasarkan bukti

maupun alasan yang mendukung sebuah keputusan yang diyakininya.

2. Metode Debat

Metode debat merupakan bagian dari metode diskusi. Pada dasarnya

kedua metode tersebut memiliki persamaan, yaitu mengambil sebuah

keputusan. Akan tetapi, dalam pelaksanaan metode diskusi lebih mencari

titik pertemuan pendapat mengenai suatu permasalahan. Berbeda dengan

debat yang lebih menekankan pada mempertahankan pendapat mengenai

suatu permasalahan.

Metode debat pada pelaksanaannya merupakan kegiatan

memperdebatkan sebuah isu kontroversial kemudian menempatkan dua pandangan berbeda, yaitu “pro” dan “kontra”. Dengan demikian, metode debat adalah sebuah kegiatan beradu pendapat antara dua kelompok yang

memperdebatkan sebuah isu kontroversial. Pelaksanaan metode debat yang

akan diaplikasikan oleh peneliti adalah metode debat aktif yang

dikembangkan Silberman.

Adapun tahapan metode debat dalam pembelajaran sejarah yang

diadaptasi dari metode debat aktif yang dikembangkan oleh Silberman,

pertama, guru memberikan isu kontroverial yang berhubungan dengan

materi pelajaran sejarah. Kedua, siswa dibagi menjadi dua kelompok “pro”

dan “kontra”. Dalam pembagian kelompok guru dan siswa telah melakukan

kesepakatan dalam pembagian kelompok. Selanjutnya pembelajaran

(29)

Ketiga, dua kelompok besar tersebut dibagi menjadi beberapa sub

kelompok untuk berdiskusi menentukan argumen pembuka dan juru bicara

untuk mewakili kelompok besar. Keempat, perwakilan dari masing-masing

kelompok besar mengemukakan argumen pembuka debat. Kelima, siswa

kembali ke dalam sub kelompoknya dan menyusun argumen-argumen.

Keenam, perdebatan dimulai, siswa duduk berhadapan dengan juru

bicara duduk paling depan. Ketujuh, guru memilih kelompok yang pertama

mengutarakan pendapat yang kemudian dibalas oleh kelompok lawan

berupa argumen bantahan, mengemukakan pendapat atau gagasannya.

Kedelapan, jika perdebatan sudah dianggap cukup, guru menghentikan

perdebatan dan bersama dengan siswa mengidentifikasi argumen-argumen

terbaik yang dibuat oleh kedua kelompok debat tersebut.

Metode debat aktif ini terdapat dua tahap diskusi. Tahap pertama,

siswa dalam dua kelompok besar dibagi menjadi beberapa sub kelompok

untuk menentukan argumen pembuka. Setelah itu dipilihlah beberapa orang

juru bicara untuk mengemukakan argumen pembuka. Tahap kedua, setelah

masing-masing kelompok mengemukakan argumen pembuka siswa kembali

kepada sub kelompoknya untuk menyusun strategi sebelum perdebatan

dimulai. Adanya dua tahapan diskusi akan merangsang siswa berpikir untuk

mempertahankan maupun menyusun strategi dalam mengemukakan

pendapat.

Dengan demikian, metode debat yang diterapkan akan mendukung

kemampuan berpikir kritis siswa yang dilihat dari penyampaian

pendapatnya yang bertanggung jawab. Penyampaian pendapat yang

dimaksud adalah pendapat yang didasari kejelasan berargumen yang

berdasarkan bukti maupun argumen pendukung agar mampu

mempertahankan pendapat bahkan mempengaruhi pandangan lawan debat.

Penerapan metode debat akan mengarahkan siswa menggunakan

kemampuan berpikir untuk mempertahankan pendapatnya. Kemampuan

berpikir dalam menggunakan metode ini dapat dilihat dari penyampaian

(30)

metode debat dalam pembelajaran diharapkan siswa mampu

mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dilihat dari

pendapat-pendapat yang dikemukakan siswa saat pembelajaran berlangsung. Metode

debat ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di

kelas X MIA 8.

E.Teknik Pengumpul Data

Data merupakan bahan yang diperlukan untuk dianalisis dan

didapatkan sebuah kesimpulan. Data dikumpulkan oleh kolaborator dan

peneliti secara kolaboratif. Lincoln dan Guba (Wiriaatmadja, 2012: 96) merinci

karakter yang harus dimiliki seorang peneliti as the only human instrument,

sebagai berikut: responsif, adaptif, menekankan aspek holistik, pengembangan

berbasis pengetahuan, memproses dengan segera, klarifikasi dan kesimpulan,

dan kesempatan eksplorasi. Ketujuh karakter tersebut menjadi dasar peneliti

dalam pengumpulkan data penelitian.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpul data sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan terhadap subjek yang

diteliti. Ini sejalan dengan pendapat Asmani (2011: 123) yang menyatakan

bahwa “observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.” Observasi dalam

penelitian ini menggunakan observasi partisipatif. Menurut Sarosa (2012: 57) “pengamatan partisipatif mengandung arti peneliti juga turut berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari partisipan.” Partisipan dalam

konteks penelitian ini adalah peneliti berpartisipasi dalam keseharian

pembelajaran siswa di kelas. Peneliti menggunakan teknik ini untuk

mengamati sisiwa dalam kelas yang akan diteliti secara langsung dan

(31)

Terdapat tiga fase observasi yang digambarkan sebagai berikut:

[image:31.595.117.511.150.737.2]

Gambar 3.2 Fase observasi (diadopsi dari Wiriaatmadja, 2012: 106)

Menurut Wiriaatmadja (2012: 106) “tiga fase esensial dalam mengobservasi kelas adalah pertemuan perencanaan, observasi kelas, dan

diskusi balikan.” Kusumah dan Dedi (2012: 71-72) pun sependapat dengan

Wiriaatmadja bahwa “secara umum pelaksanaan observasi perlu dilakukan dalam 3 fase yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii) pelaksanaan observasi

kelas, dan (iii) pembahasan balikan”. Berikut dijelaskan secara lebih rinci

hal-hal yang berkaitan dengan obervasi interpretasi dalam rangka

penyelenggaraan PTK secara kolaboratif (Kusumah dan Dedi, 2012, 72-73):

a. Pertemuan Perencanaan

Untuk menyusun rencana observasi diperlukan pertemuan antara

observer dengan peneliti mengenai kriteria yang akan diamati. Ini

dilakukan untuk mencapai suatu kesepakatan dan menguranginya

kekakuan dalam mengobservasi. Selain itu dapat menghemat waktu

dalam melaksanakan observasi di kelas, dalam mendiskusikan balikan,

dan dalam melakukan refleksi serta menyusun rencana tindak lanjut

apabila diperlukan.

b. Penetapan Fokus Observasi

Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan

dalam pelaksanaan observasi (Kusumah dan Dedi, 2012: 72). Dalam

observasi ditentukan sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka

perbaikan dalam suatu siklus penelitian tindakan kelas. Perlu ditekankan Pertemuan

Perencanaan

(32)

bahwa peneliti yang berperan sebagai guru merupakan pelaku utama

pelaksana observasi walaupun dengan cakupan wilayah observasi

terbatas. Mitra atau observer berperan melengkapi amatan dari pelaksana

tindakan perbaikan. Selain itu, mitra berfungsi sebagai pengamat, bukan

sebagai supervisor.

c. Penentuan Kriteria Observasi

Kriteria yang digunakan dalam observasi adalah kerangka berpikir

yang terekam sebagai indikator yang diharapkan terjadi sebagai

perwujudan dari proses atau dari tindakan perbaikan yang diterapkan.

Jenis observasi yang akan digunakan adalah observasi terstruktur.

Observasi terstruktur ditandai dengan perekaman data yang relatif

sederhana, berhubungan dengan telah tersediakannya format yang relatif

rinci (Kusumah dan Dedi, 2012: 71).

2. Wawancara

Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih

dengan tujuan tertentu (Kahn dan Cannel, 1957; Sarosa, 2012: 45). Tujuan

wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh

data dari siswa sebagai subjek yang diteliti untuk mempersiapkan perbaikan

maupun perubahan yang dilaksanakan selanjutnya. Wawancara menurut Kusumah dan Dedi (2012: 77) adalah “metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subjek yang diteliti.” Pernyataan tersebut lebih jelas dikemukakan Denzin (Goetz dan LeCompte,

1984; Wiriaatmadja, 2012: 117) “wawancara merupakan pertanyaan

-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap

memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu.”

Peneliti menggunakan teknik wawancara ditujukan kepada siswa untuk

mendapatkan informasi mengenai situasi selama pembelajaran di kelas.

Menurut Hopkins (2011: 190-191) “wawancara individu semacam ini

sering kali menjadi sumber informasi yang sangat produktif bagi observer

(33)

selanjutnya.” Dengan menggunakan wawancara peneliti akan mendapatkan informasi langsung dari siswa mengenai aspek-aspek yang tidak terlihat

dalam observasi. Pelaksanaan wawancara akan dilakasanakan dalam

pertemuan di kelas dengan tujuan tidak menyita waktu siswa. Ini senada

dengan pendapat Hopkins (2011: 190) “karena wawancara guru-siswa

sangat menyita waktu, akan lebih baik jika waktu ini didedikasikan untuk

pertemuan-pertemuan kelas.” Selain itu, waktu pembelajaran dengan waktu

wawancara yang tidak jauh dari pelaksanaan wawancara pada saat

pertemuan kelas maka data yang diperoleh akan lebih akurat.

Jenis wawancara yang akan digunakan oleh peneliti adalah wawancara

semi struktur. Wawancara semi struktur menurut Sarosa (2012: 47) “adalah kompromi antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.” Lebih jelas Wiriaatmadja menjelaskan bahwa

Wawancara yang semi struktur adalah bentuk wawancara yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi memberikan keleluasaan untuk menerangkan agak panjang mungkin tidak langsung ke fokus pertanyaan/bahasan, atau mungkin mengajukan topik bahasan sendiri selama wawancara berlangsung (Elliot, 1991: 80; Wiriaatmadja, 2012: 119).

Peneliti menggunakan teknik ini dengan menyusun panduan

wawancara yang berisi beberapa pertanyaan mengenai pembelajaran yang

telah berlangsung kepada siswa. Panduan wawancara berfungsi untuk

membantu peneliti agar pertanyaan yang disampaikan terarah dan tidak

menyimpang dari tujuan wawancara. Akan tetapi dalam pelaksanaan

wawancara ini tidak terpaku terhadap panduan wawancara. Peneliti dapat

mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa secara responsif

dengan permasalahan yang ditemukan. Dengan demikian dapat melengkapi

data dan meredakan suasana kaku antara pewawancara dengan subjek yang

diwawancarai.

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara setelah

pelaksanaan tindakan selesai. Penggunaan teknik wawancara untuk

(34)

bertujuan untuk perbaikan dalam tindakan selanjutnya berdasarkan

pandangan peneliti yang bertindak sebagai guru.

3. Catatan Lapangan

Catatan lapangan berisi mengenai deskripsi kegiatan selama

penelitian, seperti pembelajaran di kelas, suasana di kelas, interaksi yang

terjadi di kelas maupun di sekolah, dan lain sebagainya. Selain itu, menurut

Hopkins (2011: 181) “membuat catatan lapangan (field notes) merupakan

salah satu cara untuk melaporkan hasil observasi, refleksi, dan reaksi

terhadap masalah-masalah kelas.” Dengan demikian, catatan lapangan

berfungsi untuk memberi informasi yang jelas mengenai proses belajar

mengajar, mendeskripsikan hasil observasi, dan refleksi sebagai rencana

perbaikan untuk proses pembelajaran selanjutnya.

Catatan lapangan berfungsi juga sebagai deskripsi pengamatan yang

dilakukan oleh peneliti. Selain itu, catatan lapangan bertujuan sebagai

pelengkap atau pembanding dari observasi yang dilakukan oleh mitra.

4. Dokumentasi

Peneliti menggunakan teknik dokumentasi dalam penelitian ini

sebagai sumber data yang berkaitan dengan suasana pembelajaran di kelas

pada saat penlitian tindakan dilaksanakan. Dokumen yang digunakan dalam

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah kamera digital yang berfungsi

merekam suasana kelas dalam pelaksanaan tindakan. Selain itu, rekaman

tersebut menjadi pelengkap dari catatan lapangan peneliti.

F. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk

(35)

1. Lembar Panduan Observasi

Lembar panduan observasi adalah perangkat yang digunakan peneliti

untuk mengumpulkan data mengenai kegiatan siswa maupun guru selama

pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan

metode debat. Lembar observasi ini dicatat selama pembelajaran

berlangsung. Melalui lembar observasi akan memberikan deskripsi situasi

dan kondisi selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, untuk

memperoleh data yang berupa aspek-aspek kemampuan berpikir kritis siswa

dan interaksi antara siswa dengan siswa selama pembelajaran dengan

metode debat serta interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran

berlangsung. Lembar observasi ini pun menjadi salah satu data dalam

kegiatan refleksi untuk tindakan selanjutnya.

Jenis observasi yang akan digunakan adalah observasi terstruktur.

Wiriaatmadja (2012: 114) menjelaskan bahwa

apabila mitra peneliti sudah menyetujui kriteria yang diamati, maka selanjutnya Anda tinggal menghitung (mentally) saja berapa kali jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu ditampilkan.

Observasi terstruktur dalam penelitian ini memfokuskan pada

kemampuan berpikir kritis siswa yang terlihat dalam pembelajaran

menggunakan metode debat. Berikut format observasi terstruktur yang

(36)
[image:36.842.56.768.128.466.2]

Tabel 3.2 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro

Keterangan: Beri tanda (V) di setiap kolom jika siswa menunjukkan sikap yang terdapat dalam indikator tersebut.

No

Nama Anggota Kelompok “Pro”

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Membuat keputusan

Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah

dipaparkan Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan

maupun permasalahan

Menilai aspek-aspek yang terdapat dalam

(37)
[image:37.842.57.768.130.466.2]

Tabel 3.3 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra

Keterangan: Beri tanda (V) di setiap kolom jika siswa menunjukkan sikap yang terdapat dalam indikator tersebut.

No

Nama Anggota Kelompok “Kontra”

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Membuat keputusan

Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah

dipaparkan Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan

maupun permasalahan

Menilai aspek-aspek yang terdapat dalam

(38)

sebagai guru. Ini bertujuan untuk melihat kesesuaian tahapan-tahapan

pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat yang telah

[image:38.595.88.487.199.720.2]

peneliti rancang. Berikut lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti.

Tabel 3.4 Lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti

No Kegiatan Peneliti Dalam Pembelajaran

Ya Tidak Keterangan

1. Kegiatan Pendahuluan a. Memberi salam b. Memeriksa kehadiran

siswa

c. Memeriksa kesiapan belajar siswa

d. Menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Kegiatan Inti

a. Menyampaikan materi pembelajaran

b. Menyampaikan tema debat

c. Menyampaikan prosedur debat

d. Menginstruksikan siswa berdiskusi dalam dua kelompok besar e. Menginstruksikan

perwakilan kelompok untuk menyampaikan argumen pembuka f. Menginstruksian siswa

untuk berdiskusi g. Menginstruksikan

dimulainya debat h. Menyampaikan kembali

argumen pembuka

masing-masing kelompok i. Menunjuk salah satu

(39)

k. Menginstruksikan siswa duduk ditempatnya masing-masing l. Mengidentifikasi

argumen-argumen terbaik dari masing-masing kelompok.

3. Penutup

a. Menyimpulkan materi pembelajaran

b. Memberitahukan materi pembelajaran yang akan disampaikan minggu depan

c. Mengucapkan

terimakasih dan dalam penutup

Keterangan: Beri tanda (V) pada kolom Ya/Tidak sesuai temuan dalam

pembelajaran.

Adanya lembar observasi yang ditujukan pada peneliti akan menjadi

bahan refleksi dalam setiap silkus. Refleksi yang dilakukan bertujuan

perbaikan di siklus berikutnya.

2. Lembar Panduan Wawancara

Wawancara adalah perangkat yang digunakan peneliti yang ditujukan

kepada siswa. Penggunaan wawancara bertujuan untuk mengetahui kondisi

saat pembelajaran dikelas dan kelemahan-kelemahan untuk dilakukan

perbaikan dalam tindakan selanjutnya. Tipe wawancara yang digunakan

dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Untuk

melaksanakan wawancara, peneliti menggunakan lembar panduan

wawancara agar terarah. Ini sependapat dengan Sarosa (2012: 48) yang menyatakan bahwa “panduan wawancara memuat apa saja yang setidaknya harus digali dari partisipan dalam proses wawancara.”

Peneliti membuat lembar panduan wawancara yang berisi

(40)

sikap siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.

Selain itu, untuk mengetahui kekurangan maupun kendala yang dialami

guru selama pembelajaran berlangsung. Berikut format wawancara yang

[image:40.595.91.489.209.589.2]

digunakan oleh peneliti:

Tabel 3.5 Format wawancara

Hari/ Tanggal: Siklus:

Pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada siswa setelah proses belajar mengajar di kelas.

1. Bagaimana kondisi belajar di kelas?

2. Apakah mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran? Coba ceritakan kesulitan yang dialami oleh-mu?

3. Apa yang tidak kamu mengerti saat pembelajaran? Coba jelaskan apa yang tidak dimengerti oleh-mu?

4. Apa ada kekurangan guru dalam melaksanakan pembelajaran? Coba jelaskan kekurangan tersebut.

3. Lembar Catatan Lapangan Reflektif

Lembar catatan lapangan adalah perangkat yang digunakan peneliti

untuk memberikan gambaran yang menyeluruh saat proses tindakan.

Penulisan catatan ini dilakukan seusai pembelajaran atau tindakan

berlangsung yang disertai dengan refleksi dan analisis. Berikut adalah

(41)

Hari/Tanggal:

Siklus :

Waktu Catatan selama pembelajaran Catatan

4. Dokumentasi

Menurut Hopkins (2011: 210) “fungsi utama dokumentasi dalam penelitian kelas adalah menyediakan konteks bagi pemahaman kita atas kurikulum atau metode pengajaran tertentu.” Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan adalah dokumen berupa video dan foto yang

merekam serta memperlihatkan kegiatan belajar dan mengajar di kelas

dengan menggunakan kamera digital. Selain itu berfungsi sebagai sumber

refleksi yang dilakukan oleh peneliti dengan mitra.

G.Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan

data yang dilakukan oleh peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini

bersifat kualitatif. Teknik pengolahan data yang diterapkan dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis menurut Miles dan Huberman. Teknik analisis

[image:41.595.92.514.94.601.2]
(42)

serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions).

Komponen pertama adalah reduksi data (data reduction), yaitu

mengacu pada proses seleksi, memfokuskan, menyederhanakan,

mengabstraksi, dan mentransformasikan data yang muncul dalam catatan atau

transkrip. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Data yang didapatkan

dari lapangan memiliki jumlah yang cukup banyak sehingga dicatat secara

teliti dan rinci.

Banyaknya catatan memerlukan analisis dengan mereduksi data, yaitu

merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang penting, serta mencari

tama atau polanya. Hal tersebut bertujuan memberi gambaran yang jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan penelitan selanjutnya. Data yang

diperoleh segera dianalisis data melalui reduksi data. Ini dilakukan untuk fokus

kepada temuan yang penting dan memberikan gambaran yang lebih jelas dalam

menganalisis data. Reduksi data ini dilakukan sampai penelitian selesai.

Komponen kedua adalah penyajian data (data display), umumnya

adalah kumpulan informasi untuk dilakukan penarikan kesimpulan dan

tindakan. Dengan melihat penyajian mempermudah untuk mengartikan apa

yang terjadi dan apa yang dilakukan. Penyajian data juga termasuk kedalam

analisis data yang dalam penyajiannya dalam bentuk narasi, matriks, maupun

bagan.

Komponen ketiga adalah menggambarkan kesimpulan dan verifikasi

(conclution drawing and verification). Menggambarkan kesimpulan dan

verifikasi dilakukan dari awal pengumpulan data. Analisis yang dilakukan

adalah mengartikan data yang diperoleh, mencatat keteraturan, pola,

penjelasan, konfigurasi yang masuk akal, casual flows, dan proposisi.

Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara sehingga akan

mengalami perubahan. Dengan kata lain, kesimpulan tidak akan mengalami

(43)

maka dilakukan validitas. Validitas dalam penelitian ini menggunakan:

1. Audit Trail

Audit trail menurut Kunandar (2008: 108) ialah “memeriksa

kesalahan-kesalahan dalam metode atau prosedur yang digunakan peneliti dan di dalam pengambilan keputusan.” Dalam penelitian ini peneliti bersama mitra untuk memeriksa kembali metode maupun prosedur

pembelajaran yang telah peneliti terapkan dalam penelitian untuk

mengambil kesimpulan penelitian.

2. Member Check

Member Check adalah pengecekan kembali data yang telah diperoleh

untuk memeriksa kebenaran data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini,

peneliti memeriksa kembali keterangan-keterangan atau informasi data

selama observasi agar terjaga kebenarannya.

3. Expert Opinion

Expert opinion merupakan kegiatan meminta pendapat kepada orang

yang dianggap ahli mengenai penelitian. Sejalan dengan pendapat

(Kunandar, 2008: 108)

Expert opinion yaitu meminta kepada orang yang dianggap ahli atau

pakar penelitian tindakan kelas atau pakar penelitian bidang studi untuk memeriksa semua tahapan-tahapan keguatan penelitian dan memberikan arahan atau jugements terhadap masalah-masalah penelitian yang dikaji

Dalam penelitian ini peneliti meminta saran dari ahli atau pakar

Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini, peneliti meminta saran

kepada dosen pembimbing.

Ketiga validitas diatas digunakan dalam penelitian ini dapat

membantu peneliti dalam melihat ketepatan dan kecermatan alat ukur yang

digunakan sesuai dengan fungsinya dan memperoleh kepercayaan terhadap

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab akhir dari penulisan penelitian. Bab ini

memaparkan mengenai kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.

Selain itu, dalam bab ini berisi pula mengenai saran untuk pihak-pihak yang

berkaitan dengan penelitian ini. Ini bertujuan agar pihak bersangkutan yang ingin

memperbaiki proses pembelajaran sejarah.

A.Kesimpulan

Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat di kelas X MIA 8

SMA Negeri 24 Bandung dapat disimpulkan, pertama, membuat Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dan dikembangkan dari

silabus. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berfungsi sebagai gambaran

dan pedoman dalam melaksanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakan

metode debat. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan tujuan

pembelajaran yang mengacu pada kemampuan berpikir kritis siswa yang

disesuaikan dengan metode debat.

Pembelajaran dengan menggunakan metode debat memerlukan

penyampaian materi sehingga perlu mempersiapkan media pembelajaran yang

berfungsi menunjang pembelajaran. Selain itu, perlu mempersiapkan isu

kontroversial yang akan diberikan. Isu kontroversial tersebut menjadi tema

dalam debat. Isu kontroversial yang akan diberikan perlu dipertimbangkan

dengan matang kerena harus disesuaikan dengan materi pembelajaran dan

banyaknya maupun seimbangnya sumber informasi yang relevan antara

kemompok pro maupun kontra. Dengan demikian, siswa dalam pembelajaran

dengan menggunakan debat akan berlangsung dengan mampu menaggapi tema

debat dengan mendukung posisinya dan menanggapi argumentasi lawan

(45)

lembar observasi yang berisi indikator maupun sub indikator kemampuan

berpikir kritis. Ini berfungsi untuk menilai kemampuan berpikir kritis siswa.

Pembelajaran dengan menggunakan metode debat membuat siswa

aktif dalam mengemukakan pandapatnya. Argumentasi siswa yang

disampaikan dengan intonasi yang cepat menyulitkan dalam penilaian

kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian perlu mempersiapkan media

perekam atau kamera digital yang berfungsi merekam argumentasi siswa. Ini

membatu dalam penilaian kemampuan berpikir kritis yang dilihat dari

argumentasi-argumentasi siswa.

Kedua, tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan, yaitu kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan, yaitu

lazimnya pembukaan awal pembelajaran, yaitu memberi salam, mendata

kehadiran siswa, memeriksa kehadiran siswa, dan menyampaikan tujuan

pembelajaran. Setelah itu, melakukan apersepsi maupun eksplorasi dengan

mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Kegiatan inti, yaitu dengan

menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah maupun tanya jawab,

menyampaikan tema debat dan pembagian kelompok pro dan kontra, diskusi

sebelum debat yang terdiri dari dua bagian. Diskusi pertama yang

menghasilkan argumen pembuka dan diskusi kedua untuk menanggapi

argumen pembuka dari masing-masing lawan debat. Setelah diskusi selesai,

menyiapkan beberapa juru bicara yang dapat bergantian dengan anggota

kelompoknya. Setelah perdebatan dirasa cukup, hentikan perdebatan dan

meminta siswa untuk kembali duduk ditempatnya masing-masing yang

kemudian membahas materi yang berkaitan dengan tema debat dan

mengidentifikasi argumen-argumen terbaik dalam debat. Kegiatan penutup,

yaitu menyimpulkan materi pembelajaran, memberitahukan materi

pembelajaran yang akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya dan

mengucapkan salam penutup. Penilaian dalam pembelajaran sejarah dengan

menggunakan metode

Gambar

Gambar 3.1 Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart ....................................
Gambar 3.1 (Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart diadopsi dari
Tabel 3.1 Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis disesuaikan dengan
Gambar 3.2 Fase observasi (diadopsi dari Wiriaatmadja, 2012: 106)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah (1) penerapan metode peer instruction dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X MIA 4 SMA Negeri 6 Surakarta

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA NEGERI KARANGPANDAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Skripsi, Program

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan asesmen kinerja dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 2 SMAN 22

Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Pembentukan Berpikir Kritis Oleh Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Medan Tahun Pembelajaran 2015/2016, Program Studi

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUANTUM SPEED READING DI KELAS X SMA NEGERI 1 BANDUNG (Penelitian Tindakan Kelas terhadap siswa

SAVI DAN PBL MATERI GERAK LURUS KELAS X MIA SMA N 4 SURAKARTA DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui dengan jelas bahwa siswa-siswi kelas X Mia₁ SMA Negeri 1 Sakti sudah memiliki kemampuan berpikir kritis

Penerapan Problem Based Learning Pada Materi Pencemaran Lingkungan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas X MIA 3 SMA NEGERI 3 Surakarta..