UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DEBAT
(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah
Oleh:
Tiur Nurmayany Raharjo
0906619
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DEBAT (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung
Kelas X MIA 8)
Oleh
Tiur Nurmayany Raharjo
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Tiur Nurmayany Raharjo 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
HALAMAN PENGESAHAN
TIUR NURMAYANY RAHARJO
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DEBAT
(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd
NIP. 19570408 198403 1 003
Pembimbing II
Drs. Tarunasena Ma’mur, M.Pd
NIP. 19680828 199802 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Prof. Dr.H. Dadang Supardan, M.Pd
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat (Penelitian
ABSTRACT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMAKASIH... ii
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Struktur Organisasi ... 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Berpikir Kritis ... 10
B. Metode Debat ... 17
C. Pembelajaran ... 19
1. Pengertian Pembelajaran ... 19
2. Komponen Pembelajaran ... 20
D. Metode Debat Dalam Pembelajaran Sejarah ... 27
E. Metode Debat Sebagai Salah Satu Peningkatan Dalam kemampuan Berpikir Kritis ... 34
BAB III. METODE PENELITIAN ... 45
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 45
B. Metode Penelitian ... 45
C. Desain Penelitian ... 47
D. Definisi Operasional ... 50
E. Teknik Pengumpul Data ... 56
F. Instrumen Penelitian ... 60
G. Pengolahan dan Analisis Data ... 67
BAB IV. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 70
A. Deskripsi SMA Negeri 24 Bandung ... 70
1. Profil SMA Negeri 24 Bandung ... 70
2. Kondisi Guru dan Siswa di SMA Negeri 24 Bandung ... 74
3. Deskripsi Pembelajaran Sebelum Dilakukan Tindakan ... 75
B. Perencanaan Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metoe Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 77
1. Deskripsi Tahapan Kegiatan ... 80
a. Perencanaan ... 80
b. Tindakan Pelaksanaan Siklus ... 82
1) Kegiatan Pendahuluan ... 82
2) Kegiatan Inti ... 83
3) Kegiatan Penutup ... 84
c. Evaluasi ... 84
2. Deskripsi Tahapan Kegiatan Siklus ... 85
a. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 1 ... 85
b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 2 ... 102
c. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 3 ... 118
d. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 4 ... 134
D. Hasil Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 147
1. Pengolahan dan Analisis Data Siklus ... 148
a. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 1 ... 148
b. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 2 ... 151
c. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 3 ... 155
d. Pengolahan dan Analisis Data Siklus 4 ... 159
2. Analisis Hasil Penelitian ... 163
E. Solusi Dalam Menghadapi Kendala Pada Saat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelasajaran Sejarah Dengan Menggunakan Metode Debat Di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8 ... 166
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 170
A. Kesimpulan ... 170
B. Saran ... 173
DAFTAR PUSTAKA ... 174
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian ... 53
Tabel 3.2 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro ... 62
Tabel 3.3 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra ... 63
Tabel 3.4 Lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti ... 64
Tabel 3.5 Format wawancara ... 66
Tabel 3.6 Format catatan lapangan ... 67
Tabel 4.1 Keterangan denah SMA Negeri 24 Bandung ... 72
Tabel 4.2 Sarana dan prasarana SMA Negeri 24 Bandung ... 73
Tabel. 4.3 Daftar nama siswa kelas X MIA 8 ... 79
Tabel 4.4 Daftar nama anggota kelompok A dan B ... 79
Tabel 4.5 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 1 ... 88
Tabel 4.6 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 1 ... 93
Tabel 4.7 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 1 ... 95
Tabel 4.8 Hasil observasi guru pada siklus 1 ... 97
Tabel 4.9 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 2 ... 104
Tabel 4.10 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 2 ... 111
Tabel 4.11 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 2 ... 113
Tabel 4.12 Hasil observasi guru pada siklus 2 ... 115
Tabel 4.13 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 3 ... 120
Tabel 4.14 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 3 ... 127
Tabel 4.15 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 3 ... 129
Tabel 4.16 Hasil observasi guru pada siklus 3 ... 131
Tabel 4.17 Daftar nama anggota kelompok Pro dan Kontra siklus 4 ... 136
Tabel 4.18 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra siklus 4 ... 141
Tabel 4.19 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro siklus 4 ... 143
Tabel 4.20 Hasil observasi guru pada siklus 4 ... 145
Tabel 4.21 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 1... 148
Tabel 4.22 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 2... 151
Tabel 4.23 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 1 ke siklus 2 ... 153
Tabel 4.24 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 3... 155
Tabel 4.25 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 2 ke siklus 3 ... 157
Tabel 4.26 Hasil kemampuan berpikir kritis siswa siklus 4... 159
Tabel 4.27 Perbandingan jumlah ketercapaian sub indikator kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus 3 ke siklus 4 ... 161
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart ... 48
Gambar 3.2 Fase observasi ... 57
Gambar 4.1 Peta SMA Negeri 24 Bandung ... 71
Gambar 4.2 Denah SMA Negeri 24 Bandung ... 72
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Metode debat merupakan salah satu bentuk dari metode diskusi. Pada
dasarnya kedua metode tersebut memiliki kesamaan, yaitu mengambil sebuah
keputusan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya dalam metode diskusi lebih
mencari titik pertemuan pendapat mengenai suatu permasalahan. Berbeda
dengan metode debat yang lebih menekankan pada mempertahankan suatu
pendapat dengan argumen-argumen yang mendukung pendapat tersebut.
Pembelajaran dengan menggunakan metode debat menurut Silberman
(2009: 127) “dapat menjadi sebuah metode berharga untuk mengembangkan
pemikiran dan refleksi, khususnya jika para peserta didik diharapkan
mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya”. Berdasarkan
pendapat tersebut maka metode debat merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan dalam pembelajaran di kelas untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa.
Metode debat merupakan suatu metode pembelajaran dengan
memberikan sebuah isu kontroversial atau materi yang dapat diperdebatkan.
Isu kontroversial yang diberikan akan membentuk dua kelompok, yaitu
kelompok pro dan kontra terhadap pandangan isu kontroversial tersebut.
Peserta didik menentukan pendiriannya yang bergabung dalam
kelompok-kelompok sesuai dengan pendiriannya. Hal tersebut ditujukan kepada siswa
untuk beradu argumen dengan kelompok yang memiliki pendirian yang
berbeda. Adanya perbedaan pendapat tersebut akan membuat siswa
mengemukakan pendapat yang mampu menguatkan pendirian yang telah
ditentukannya. Oleh karena itu, siswa tidak akan sembarangan dalam
mengemukakan pendapat, tetapi mengalami proses berpikir sebelum
siswa berpikir untuk mengemukakan pendapat yang mampu mempertahankan
pendapatnya.
Metode debat yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas akan
membuat siswa mengemukakan pendapat maupun gagasannya. Pengajar yang
melihat siswa yang mengemukakan pendapatnya akan mengetahui pemikiran
siswa mengenai materi yang telah diberikan, mengetahui sejauh mana siswa
memahami pelajaran yang telah diberikan, dan memacu siswa untuk mampu
berpikir kritis.
Salah satu potensi yang dikembangkan dalam pembelajaran di kelas
adalah potensi intelektual atau kercerdasan. Cerdas berbeda dengan pintar.
Menurut James (1998: 247) “orang-orang yang terlalu pintar kadang membuat keputusan yang terlalu cepat sehingga mereka luput memperhatikan kesalahan
kritis dalam proses yang terlalu cepat itu.” Ini disebabkan terlalu banyak informasi di dalam pikirannya tanpa pemilihan informasi sehingga cenderung
tidak mempertimbangkan konsekuensi dari pengambilan keputusan.
Berbeda dengan orang cerdas yang melakukan pemikiran mendalam
sebelum mengambil sebuah keputusan. Seperti pendapat yang dikemukakan
Hasan (2008: 2) “manusia cerdas mengandung makna bahwa ia berpikir cerdas, melakukan sesuatu pada waktu yang tepat dengan tindakan yang tepat
pula, dan bersikap terhadap sesuatu secara cerdas.” Dengan demikian,
pembelajaran yang diterapkan di kelas sebaiknya mengembangkan kemampuan
kecerdasan peserta didik.
Kecerdasan peserta didik akan berkembang dengan baik jika
dilaksanakan pengajaran yang mampu mengembangkan potensi intelektual
tersebut. “Memori cerdas adalah hasil dari proses pendidikan yang panjang
dan terus menerus mengenai berpikir kritis” (Hasan, 2008 : 2). Pembelajaran di
kelas mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Ini sesuai dengan tujuan pembelajaran sejarah dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No.22 tahun 2006 mengenai Standar Isi Satuan
(1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. (2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. (3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. (4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. (5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.
Berdasarkan tujuan pembelajaran di atas terdapat poin ke dua yang
berisi “melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara
benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.”
Dengan demikian dalam pembelajaran sejarah, ditekankan pada melatih
kemampuan berpikir kritis, yaitu menggunakan kecerdasannya dalam
memanfaatkan informasi sehingga dalam pembelajaran sejarah siswa dapat
memahami peristiwa sejarah yang didukung oleh bukti-bukti atau fakta-fakta
sejarah melalui pendekatan ilmiah.
Pembelajaran sejarah memuat banyak fakta-fakta, konsep, peristiwa,
tokoh, ruang dan waktu. Pelaksanaan pembelajaran sejarah seharusnya tidak
membuat siswa mengetahui seluruh materi sejarah karena akan membuat siswa
menghafal tanpa ada pemahaman mengenai materi sejarah tersebut. Ini sesuai
dengan pendapat Hasan (2008: 3) yang menyatakan bahwa jika pembelajaran
sejarah tidak mengembangkan kemampuan berpikir kritis maka
pendidikan sejarah hanya akan jadi beban hafalan peserta didik, tidak menjadikan peerta didik semakin cerdas kecuali semakin banyak tahu, dan tidak pula mampu mengembangkan semangat kebangsaan yang penuh daya saing positif.
Pembelajaran sejarah seharusnya mampu mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam menelaah peristiwa sejarah. Kochhar
tidak menjadikan siswa sekedar mengetahui materi sejarah—seperti
fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Pembelajaran sejarah yang
baik adalah mampu membuat siswa memahami materi sejarah tersebut
sehingga materi sejarah tidak menjadi hafalan semata. Akan tetapi materi
sejarah akan diingat siswa berdasarkan pemahamannya.
Kemampuan berpikir kritis penting untuk dimiliki, bukan hanya dalam
pembelajaran di kelas saja tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Moore dan Parker (1986: 4-5)
The ability to think critical thinking is vitally important. In fact, our lives depend on it, since the way we conduct our lives depends on what claims we believe—on what claims we accept. The more carefully we evaluate a claim, and the more fully we separate issues that are relevant to it from those that are not, the more critical is our thinking.
Kemampuan berpikir kritis penting karena dalam kehidupan setiap
individu bergantung kepada yang dipercayainya. Berhati-hati dalam
mengevaluasi informasi dan mempertimbangkan kesesuaian informasi yang
diterima merupakan lebih kritis dari sebuah pemikiran. Dengan demikian,
penting untuk siswa memiliki kemampuan berpikir kritis.
Kemampuan berpikir kritis tidak akan muncul dengan sendirinya
tanpa adanya latihan. Ini didukung oleh pendapat Moore dan Parker (1986:
4-5) yang menyatakan bahwa “...critical thinking is skill that you simply cannot
become good without practicing.” Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat
Hasan (2008 : 3) yang menyatakan bahwa
Suatu kebiasaan adalah kemampuan yang harus dikembangkan melalui pendidikan, dalam suatu proses yang panjang, terus menerus dan berkesinambungan sebagaimana halnya dengan pendidikan yang mengembangkan keterampilan, nilai, dan sikap.
Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis yang diterapkan dalam
pembelajaran sehari-hari siswa akan menciptakan kebiasaan berpikir kritis.
Pembelajaran sejarah mendorong dan melatih kemampuan berpikir
kritis siswa dalam memahami fakta-fakta sejarah dan memahami peristiwa
kritis siswa mampu menggunakan kecerdasannya untuk mengkaji peristiwa
sejarah dan mampu mengaplikasikan nilai atau sikap yang dipelajari dari
pembelajaran sejarah dalam kehidupan. Dengan demikian dalam pelaksanaan
pembelajaran sejarah, guru harus menciptakan situasi yang mampu
merangsang aktivitas siswa dalam berpikir serta mengemukakan pendapat
maupun pemikirannya.
Prakteknya di kelas, pembelajaran sejarah cenderung pada pemaparan
fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Ini dapat dilihat dalam
pembelajaran sejarah di kelas X MIA 8 SMA Negeri 24 Bandung. Selama
observasi, pembelajaran sejarah menggunakan metode diskusi dengan
kelompok presentasi yang bertugas memaparkan materi dan kesempatan
peserta diskusi untuk mengajukan pertanyaan dan menambahkan gagasan.
Pembelajaran sejarah berlangsung dengan metode diskusi dengan
beberapa siswa dalam kelompok menyampaikan materi sejarah mengenai
pengertian sejarah dengan media power point sedangkan siswa lainnya
berperan sebagai peserta diskusi. Siswa menyampaikan materi dengan
membacakan isi dari power point tersebut yang kemudian guru meminta siswa
mencatat materi yang dianggap penting dalam power point dan siswa pun
mencatatnya di buku catatan atau di laptopnya.
Pada bagian pemaparan materi selanjutnya, siswa menampilkan
slide-slide power point yang berisi fakta-fakta dan konsep-konsep. Peneliti sebagai
observer saat itu melihat ada beberapa siswa yang mengobrol, menguap, dan
menaruh dagu di atas bangku atau di atas tangan. Setelah presentasi selesai,
siswa sebagai presentator menyimpulkan materi yang telah disampaikan dan
berlanjut pada sesi tanya-jawab. Pada sesi tanya-jawab ini, ada beberapa siswa
yang mengangkat tangannya tanda ingin bertanya. Pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan siswa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak ada di buku
teks. Siswa sebagai presentator pun menjawab pertanyaan dengan logis serta
bukti-bukti yang diketahui oleh siswa. Ada pun siswa lain sebagai peserta
antara siswa yang tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan
serta gagasannya dikarenakan waktu pelajaran yang terbatas.
Berdasarkan pemaparan pelaksanaan pembelajaran tersebut
memperlihatkan bahwa pembelajaran sejarah terpaku pada pemaparan
fakta-fakta, konsep, peristiwa, tokoh, ruang dan waktu. Ini akan mengakibatkan
pembelajaran sejarah hanya sebatas kemampuan mengingat saja yang
merupakan kemampuan rendah. Seharusnya pembelajaran sejarah menekankan
pada pemahaman siswa bahwa untuk memahami masa sekarang harus pula
memahami masa lalu sehingga siswa sadar akan pentingnya belajar pelajaran
sejarah.
Pemaparan pelaksanaan pembelajaran sejarah di kelas tersebut
memperlihatkan pula siswa sudah memiliki kemampuan bertanya dan mampu
menjawab dengan menggunakan kemampuan berpikirnya serta mengemukakan
gagasannya. Akan tetapi dalam pembelajaran sejarah menggunakan metode
diskusi yang hanya berisikan pemaparan fakta atau bukti sejarah. Sangat
disayangkan dalam pembelajaran sejarah didominasi dengan pemaparan fakta
atau bukti sejarah saja di kelas dengan siswa yang telah memiliki kemampuan
berpikir.
Upaya memperbaiki permasalahan tersebut, peneliti menggunakan
metode pembelajaran yang tepat agar dapat mengembangkan kemampuan
berargumentasi yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Oleh karena itu, penetiti memilih metode debat yang digunakan dalam
pembelajaran di kelas.
Metode debat dalam penelitian ini menggunakan metode debat aktif
yang dipaparkan oleh Silberman (2009: 127) yaitu dengan memberikan isu
kontroversial yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Untuk memperbaiki
kondisi pembelajaran di kelas X MIA 8 peneliti menggunakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan
Metode Debat (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X
B.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah utama yang akan
dibahas adalah “Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat di SMA
Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?”.
Untuk lebih memfokuskan permasalahan, maka disusun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah merencanakan metode debat untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA
8?
2. Bagaimanakah melaksanakan metode debat untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA
8?
3. Bagaimana hasil upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan
menggunakan metode debat di SMA Negeri 24 Bandung Kelas X MIA 8?
4. Bagaimana upaya mengatasi kendala dalam penerapan debat untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 24 Bandung
Kelas X MIA 8?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan
berbagai hal yang berkaitan dengan penerapan debat pembelajaran sejarah
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun tujuan yang
ingin dicapai peneliti adalah:
1. Merencanakan pembelajaran sejarah yang akan dilaksanakan dengan
menggunakan debat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Mengupayakan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
3. Mendapatkan hasil dari upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa dengan menggunakan metode debat.
4. Membuat solusi untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran
sejarah yang akan dilaksanakan dengan menggunakan debat untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dalam memperbaiki kualitas belajar dan pembelajaran di kelas.
Manfaat penelitian ini terdiri dari dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan
praktis, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah
dengan menggunakan metode debat. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan menjadi referensi atau masukan bagi mahasiswa di bidang
pendidikan maupun guru untuk mengetahui bagaimana meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sebagai pengalaman melakukan
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode debat untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini dapat
bermanfaat bagi siswa yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa dengan menggunakan metode debat. Selain itu, penelitian ini
bermanfaat bagi guru dan sekolah yaitu dapat memfasilitasi siswa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan metode
debat dan dapat meningkatkan kualitas kemampuan berpikir kritis siswa di
sekolah tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
bidang pendidikan, khususnya pada pendidikan SMA Negeri 24 Bandung
dalam pembelajaran sejarah.
E.Stuktur Organisasi
Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab yang berisi sebagai
berikut:
Bab I yaitu pendahuluan yang berisi mengenai pemaparan beberapa
hal yang meliputi latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II yaitu
kajian pustaka, berisi mengenai berbagai literatur yang digunakan dalam
penelitian upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
menggunakan metode debat. Bab III yaitu metode penelitian yang berisi
mengenai metode penelitian dan desain yang digunakan oleh peneliti untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian upaya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat.
Bab IV yaitu pembahasan yang berisi uraian mengenai pembahasan
dan hasil penelitian yang merupakan uraian penjelasan terhadap aspek-aspek
yang dijadikan rumusan masalah dalam penelitian upaya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode debat. Bab V
yaitu kesimpulan yang perisi paparan mengenai kesimpulan dari penelitian
upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis menjabarkan secara rinci mengenai metode
perencanaan penelitian yang akan dilakukan. Komponen yang akan dijabarkan
antara lain, lokasi dan subjek penelitian, metode dan desain penelitian, prosedur
penelitian, definisi operasional, teknik pengumpul data, teknik pengolahan dan
analisis data, serta verifikasi data.
A.Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah SMA Negeri 24 Bandung, di Jalan AH.
Nasution No. 27, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis sekolah ini terletak di
wilayah Bandung Timur.
Pemilihan sekolah berdasarkan kelas yang diobservasi pada tugas
mata kuliah dan sekolah ini menjadi sekolah tempat peneliti praktek dalam
mata kuliah Program Pengalaman Lapangan (PPL) sehingga relasi antara
peneliti dengan sekolah sudah terjalin dengan cukup baik. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas X MIA 8 dengan jumlah siswa 41 orang yang terdiri dari 15
siswa laki-laki dan 26 siswa perempuan. Peneliti memilih kelas tersebut karena
merupakan kelas yang telah peneliti observasi sebelumnya dan memiliki
permasalahan dalam pembelajaran sejarah yang kurang menekankan
kemampuan berpikir kritis.
B.Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (classroom action research). Asmani (2011: 51) mengemukakan “penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial
(termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktik yang dilakukan sendiri”.
untuk memperbaiki kualitas praktek yang dilakukan oleh diri sendiri. Dalam
konteks penelitian ini adalah memperbaiki kualitas praktek proses belajar
mengajar di kelas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kemmis (Hopkins, 2011: 88)
bahwa “penelitian tindakan merupakan cara yang digunakan sekelompok orang
untuk mengorganisasi kondisi-kondisi yang di dalamnya mereka dapat belajar
dari pengalamannya sendiri.” Hal ini sejalan dengan pendapat Wiriaatmadja (2012: 13) “penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari
pengalama mereka sendiri.” Lebih jelas Kusumah dan Dedi mengemukakan
bahwa:
Pendapat Kemmis sejalan dengan pendapat Sukidin dkk. menyatakan
bahwa:
Penelitian tindakan adalah cara suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain. Dalam kenyataannya, penelitian tindakan dapat dilakukan baik secara grup maupun individual dengan harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain. Secara praktis, penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk meningkatkan kualitas subjek yang hendak diteliti (Sukardi, 2004: 210-211).
Menurut penjelasan tersebut penelitian tindakan adalah sebuah cara
untuk mengorganisasi kondisi yang dialaminya yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas kerja yang dilakukan secara individu maupun kelompok.
Selain itu, penelitian tindakan diharapkan dapat diakses agar dapat
memperbaiki kualitas kerja orang lain. Lebih jelas (Kusumah dan Dedi, 2012:
9) menyatakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Berdasarkan deskripsi tersebut dapat dilihat bahwa penelitian tindakan
partisipatif dan kolaboratif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maupun
memperbaiki praktek pembelajaran di kelas. Peneliti memilih metode
penelitian ini karena mampu meningkatkan kualitas pendidikan dalam
pembelajaran langsung di kelas. Selain itu, metode penelitian ini sesuai dengan
tujuan peneliti yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
dalam pembelajaran sejarah dalam proses belajar-mengajar di kelas.
C.Desain Penelitian
Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart. “Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin” (Kusumah dan Dedi, 2012: 20). Peneliti
menggunakan model penelitian Kemmis dan McTaggart karena metode debat
yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode debat aktif yang
dikembangkan oleh Silberman. Metode ini dapat dilaksanakan satu tindakan
setiap siklusnya dan model tersebut mendukung upaya meningkatkan berpikir
kritis siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat
yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Desain penelitian tindakan kelas Kemmis
Gambar 3.1 (Gambar model spiral Kemmis dan Mc Taggart diadopsi dari
Wiriaatmadja 2012: 66)
Gambar tersebut memperlihatkan beberapa siklus yang setiap
siklusnya dilakukan empat tahapan, yaitu plan, act, observe, dan reflect.
Berikut penjelasan empat tahapan tersebut.
1. Plan atau perencanaan. Tahapan ini peneliti melakukan beberapa
perencanaan terkait langkah-langkah yang dilakukan:
a. Melakukan perizinan dan sosialisasi dengan pihak sekolah bahwa peneliti
akan melakukan penelitian tindakan kelas di salah satu kelas di sekolah
tersebut.
b. Melakukan pengamatan terhadap kelas yang akan diteliti.
c. Menentukan kelas yang akan diteliti.
d. Meminta kesediaan guru untuk salah satu kelas dijadikan subjek
penelitian
e. Meminta kolaborator untuk bekerja sama melakukan penelitian.
f. Menentukan tema debat.
g. Menyusun instrumen yang digunakan untuk melihat peningkatan
h. Menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
akan digunakan dalam pembelajaran.
i. Merencanakan pengolahan data hasil penelitian.
j. Membuat rencana perbaikan bersama kolaborator dalam setiap
kekurangan yang ditemukan dalam setiap tindakan.
k. Merencanakan pengolahan data yang telah diperoleh setelah penelitian
selesai dilaksanakan.
2. Act atau tindakan. Tahapan ini merupakan implementasi dari rencana yang
telah peneliti susun. Peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun
dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
menggunakan metode debat. Berikut tahapan yang akan dilaksanakan:
a. Melaksanakan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan
menggunakan metode debat sesuai silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang telah disusun.
b. Menggunakan alat observasi yang telah dibuat untuk melihat
perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan
metode debat.
3. Observe atau pengamatan. Tahap ini dilakukan bersamaan dengan tahap act
atau tindakan. Penelitian ini kolaborator yang bertindak sebagai observer.
Pada tahap ini observer dan peneliti melakukan pengamatan bersama namun
observer memiliki peran yang lebih besar karena mampu melihat secara
keseluruhan kegiatan siswa maupun guru selama pembelajaran di kelas.
Pada tahap ini peneliti melaksanakan:
a. Mengamati secara teliti selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
b. Pengamatan terhadap siswa disesuaikan pada kemampuan berpikir kritis
siswa.
c. Pengamatan terhadap guru adalah kesesuaian mengajar dengan metode
d. Pengamatan terhadap keterhubungan kemampuan berpikir kritis siswa
dengan menggunakan metode debat.
4. Reflect atau refleksi. Tahap ini ini dilakukan setelah dilaksanakannya tahap
act atau tindakan yang bersamaan dengan observe atau pengamatan. Tahap
ini merupakan pengkajian atau evaluasi terhadap tindakan yang telah
dilaksanakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan:
a. Melaksanakan diskusi antara peneliti dengan kolaborator dan siswa
setelah dilaksanakannya tindakan mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki
dan dikembangkan untuk perbaikan pelaksanaan tindakan selanjutnya.
b. Merefleksikan hasil diskusi untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya.
D.Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi terhadap penelitian ini, maka
perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berpikir Kritis
Berpikir kritis berdasarkan pembahasan di bab II secara keseluruhan
memiliki pengertian yang sama, yaitu mengambil keputusan berdasarkan
proses berpikir yang mendalam untuk mengambil sebuah keputusan.
Berpikir kritis tidak hanya memilah informasi berdasarkan pengetahuannya
untuk mengambil keputusan tetapi juga menilai dan mempertimbangkan
keputusan tersebut tersebut. Dalam berpikir kritis akan menghasilkan
sebuah keputusan dalam menentukan sikap yang diyakininya.
Menurut Ennis (1996: xvii) “critical thinking is process, the goal of
which is to make reasonable decisions about what to believe and what to
do.” Berpikir kritis adalah pemikiran rasional dan reflektif untuk fokus
dalam memutuskan apa yang mesti dipercaya dan dilakukan. Dengan
demikian, berpikir kritis merupakan kegiatan menilai dan
mempertimbangkan informasi yang logis dan dapat dipercaya untuk
Penerapan berpikir kritis dalam pembelajaran di kelas dapat
dilaksanakan dengan menganalisis sebuah informasi berdasarkan
pengetahuan maupun pemahaman yang dimiliki siswa untuk mengambil
sebuah keputusan. Ennis mengemukakan terdapat enam elemen dalam
berpikir kritis yang dikenal dengan singkatan FRISCO (Focus, Reason,
Inference, Situation, Clarity, Overview). Berikut adalah indikator dari enam
elemen berpikir krtitis menurut Ennis (1996: 4-8):
1. Focus memiliki indikator mengetahui permasalahan utama, memberikan
pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan fokus utama, membuat
keputusan yang disertai alasan.
2. Reason memiliki indikator mengemukakan pendapat yang menunjang
alasan yang telah dipaparkan, mengidentifikasi alasan-alasan yang
dikemukakan pihak lain, mengemukakan alasan yang didukung oleh
bukti.
3. Inference memiliki indikator menilai alasan yang dikemukakan dan
membuat argumen alternatif.
4. Situation memiliki indikator mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam
sebuah permasalahan dan menilai aspek-aspek yang terdapat dalam
permasalahan.
5. Clarity memiliki indikator mengemukakan pertanyaan untuk
mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan.
6. Overview memiliki indikator memeriksa kembali dan menilai keputusan
yang telah diambil
Peneliti tidak mengambil semua elemen tersebut karena tidak semua
indikator sesuai dengan penelitian ini. Keenam elemen terebut, peneliti
mengambil lima elemen, yaitu focus, reason, situation, clarity, dan
overview. Elemen pertama, focus dalam konteks kemampuan berpikir
kritis yang peneliti ambil adalah membuat keputusan. Membuat
keputusan menjadi indikator dalam kemampuan berpikir ktitis yang
keputusan yang rasional dan mengemukakan keputusan yang disertai
alasan.
Elemen kedua, reason yaitu dengan indikator mengemukakan
pendapat yang menunjang alasan yang telah dipaparkan. Indikator
tersebut diperjelas kembai menjadi tiga sub indikator yaitu,
mengemukakan pendapat yang disertai bukti, mengemukakan pendapat
disertai contoh, dan menghubungkan suatu informasi dengan informasi
lainnya. Elemen ketiga, situation dengan indikator mengidentifikasi
alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Indikator ini diperjelas
kembali menjadi dua sub indikator, yaitu mengidentifikasi situasi yang
terdapat dalam sebuah permasalahan dan mengeidentifikasi alasan yang
disertai pendapat.
Elemen keempat, clarity dengan indikator mengemukakan pertanyaan
untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan.
Indikator tersebut diperjelas kembali dengan dua sub indikator, yaitu
mengemukakan pertanyaan mengenai maksud dari sebuah pernyataan
dan mengemukakan pertanyaan mengenai penjelasan sebuah
permasalahan. Elemen kelima, overview dengan indikator menilai
aspek-aspek yang terdapat dalam permasalahan. Indikator tersebut diperjelas
kembali dengan dua sub indikator, yaitu menilai adalan yang telah
dikemukakan dan menilai kekuatan bukti atau fakta untuk mendukung
suatu pendapat.
Kelima elemen kemampuan berpikir kritis disesuaikan dengan metode
debat yang diaplikasikan. Ini dikarenakan tidak semua elemen tersebut
dapat terlihat dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dengan
menggunakan metode debat, yaitu inference.
Elemen inference ialah menilai alasan yang dikemukakan dan
membuat argumen alternatif sulit diamati. Ini dikarenakan dalam
membuat argumen alternatif akan sulit dibedakan dengan lazimnya
mengemukakan pendapat. Dengan demikian, peneliti tidak mengambil
Kelima elemen yang peneliti ambil sebagai indikator penilaian
kemampuan berpikir kritis siswa masih bersifat umum. Dengan
demikian, peneliti mengkhususkannya ke dalam beberapa sub indikator
dengan pertimbangan sub indikator tersebut disesuaikan dengan metode
debat yang peneliti aplikasikan. Berikut rincian indikator serta sub
indikator yang menjadi kemampuan berpikir kritis siswa:
Tabel 3.1 Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian
Kemampuan Berpikir Kritis
Indikator Sub Indikator
1. Membuat keputusan
a. Mengemukakan keputusan yang rasional.
b. Mengemukakan keputusan yang disertai alasan. 2. Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah dipaparkan
a. Mengemukakan pendapat yang disertai bukti.
b. Mengemukakan pendapat disertai contoh.
c. Menghubungkan suatu informasi dengan informasi lainnya.
3. Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain.
a. Mengidentifikasi situasi yang terdapat dalam sebuah permasalahan.
b. Mengidentifikasi alasan yang disertai pendapat.
4. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan maupun permasalahan
a. Mengemukakan pertanyaan mengenai maksud dari sebuah pernyataan.
b. Mengemukakan pertanyaan mengenai penjelasan sebuah permasalahan.
5. Menilai
aspek-aspek yang
terdapat dalam permasalahan.
a. Menilai alasan yang telah dikemukakan.
Kesebelas sub indikator tersebut menjadi penilaian observasi
kemampuan berpikir kritis dalam menggunakan metode debat.
Sedangkan pengukuran tingkat keberhasilan dari peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan lembar observasi.
Berpikir kritis siswa dilihat dari kemampuannya mengemukakan
pendapat yang sebelumnya melalui proses berpikir berdasarkan bukti
maupun alasan yang mendukung sebuah keputusan yang diyakininya.
2. Metode Debat
Metode debat merupakan bagian dari metode diskusi. Pada dasarnya
kedua metode tersebut memiliki persamaan, yaitu mengambil sebuah
keputusan. Akan tetapi, dalam pelaksanaan metode diskusi lebih mencari
titik pertemuan pendapat mengenai suatu permasalahan. Berbeda dengan
debat yang lebih menekankan pada mempertahankan pendapat mengenai
suatu permasalahan.
Metode debat pada pelaksanaannya merupakan kegiatan
memperdebatkan sebuah isu kontroversial kemudian menempatkan dua pandangan berbeda, yaitu “pro” dan “kontra”. Dengan demikian, metode debat adalah sebuah kegiatan beradu pendapat antara dua kelompok yang
memperdebatkan sebuah isu kontroversial. Pelaksanaan metode debat yang
akan diaplikasikan oleh peneliti adalah metode debat aktif yang
dikembangkan Silberman.
Adapun tahapan metode debat dalam pembelajaran sejarah yang
diadaptasi dari metode debat aktif yang dikembangkan oleh Silberman,
pertama, guru memberikan isu kontroverial yang berhubungan dengan
materi pelajaran sejarah. Kedua, siswa dibagi menjadi dua kelompok “pro”
dan “kontra”. Dalam pembagian kelompok guru dan siswa telah melakukan
kesepakatan dalam pembagian kelompok. Selanjutnya pembelajaran
Ketiga, dua kelompok besar tersebut dibagi menjadi beberapa sub
kelompok untuk berdiskusi menentukan argumen pembuka dan juru bicara
untuk mewakili kelompok besar. Keempat, perwakilan dari masing-masing
kelompok besar mengemukakan argumen pembuka debat. Kelima, siswa
kembali ke dalam sub kelompoknya dan menyusun argumen-argumen.
Keenam, perdebatan dimulai, siswa duduk berhadapan dengan juru
bicara duduk paling depan. Ketujuh, guru memilih kelompok yang pertama
mengutarakan pendapat yang kemudian dibalas oleh kelompok lawan
berupa argumen bantahan, mengemukakan pendapat atau gagasannya.
Kedelapan, jika perdebatan sudah dianggap cukup, guru menghentikan
perdebatan dan bersama dengan siswa mengidentifikasi argumen-argumen
terbaik yang dibuat oleh kedua kelompok debat tersebut.
Metode debat aktif ini terdapat dua tahap diskusi. Tahap pertama,
siswa dalam dua kelompok besar dibagi menjadi beberapa sub kelompok
untuk menentukan argumen pembuka. Setelah itu dipilihlah beberapa orang
juru bicara untuk mengemukakan argumen pembuka. Tahap kedua, setelah
masing-masing kelompok mengemukakan argumen pembuka siswa kembali
kepada sub kelompoknya untuk menyusun strategi sebelum perdebatan
dimulai. Adanya dua tahapan diskusi akan merangsang siswa berpikir untuk
mempertahankan maupun menyusun strategi dalam mengemukakan
pendapat.
Dengan demikian, metode debat yang diterapkan akan mendukung
kemampuan berpikir kritis siswa yang dilihat dari penyampaian
pendapatnya yang bertanggung jawab. Penyampaian pendapat yang
dimaksud adalah pendapat yang didasari kejelasan berargumen yang
berdasarkan bukti maupun argumen pendukung agar mampu
mempertahankan pendapat bahkan mempengaruhi pandangan lawan debat.
Penerapan metode debat akan mengarahkan siswa menggunakan
kemampuan berpikir untuk mempertahankan pendapatnya. Kemampuan
berpikir dalam menggunakan metode ini dapat dilihat dari penyampaian
metode debat dalam pembelajaran diharapkan siswa mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dilihat dari
pendapat-pendapat yang dikemukakan siswa saat pembelajaran berlangsung. Metode
debat ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di
kelas X MIA 8.
E.Teknik Pengumpul Data
Data merupakan bahan yang diperlukan untuk dianalisis dan
didapatkan sebuah kesimpulan. Data dikumpulkan oleh kolaborator dan
peneliti secara kolaboratif. Lincoln dan Guba (Wiriaatmadja, 2012: 96) merinci
karakter yang harus dimiliki seorang peneliti as the only human instrument,
sebagai berikut: responsif, adaptif, menekankan aspek holistik, pengembangan
berbasis pengetahuan, memproses dengan segera, klarifikasi dan kesimpulan,
dan kesempatan eksplorasi. Ketujuh karakter tersebut menjadi dasar peneliti
dalam pengumpulkan data penelitian.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpul data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan terhadap subjek yang
diteliti. Ini sejalan dengan pendapat Asmani (2011: 123) yang menyatakan
bahwa “observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.” Observasi dalam
penelitian ini menggunakan observasi partisipatif. Menurut Sarosa (2012: 57) “pengamatan partisipatif mengandung arti peneliti juga turut berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari partisipan.” Partisipan dalam
konteks penelitian ini adalah peneliti berpartisipasi dalam keseharian
pembelajaran siswa di kelas. Peneliti menggunakan teknik ini untuk
mengamati sisiwa dalam kelas yang akan diteliti secara langsung dan
Terdapat tiga fase observasi yang digambarkan sebagai berikut:
[image:31.595.117.511.150.737.2]
Gambar 3.2 Fase observasi (diadopsi dari Wiriaatmadja, 2012: 106)
Menurut Wiriaatmadja (2012: 106) “tiga fase esensial dalam mengobservasi kelas adalah pertemuan perencanaan, observasi kelas, dan
diskusi balikan.” Kusumah dan Dedi (2012: 71-72) pun sependapat dengan
Wiriaatmadja bahwa “secara umum pelaksanaan observasi perlu dilakukan dalam 3 fase yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii) pelaksanaan observasi
kelas, dan (iii) pembahasan balikan”. Berikut dijelaskan secara lebih rinci
hal-hal yang berkaitan dengan obervasi interpretasi dalam rangka
penyelenggaraan PTK secara kolaboratif (Kusumah dan Dedi, 2012, 72-73):
a. Pertemuan Perencanaan
Untuk menyusun rencana observasi diperlukan pertemuan antara
observer dengan peneliti mengenai kriteria yang akan diamati. Ini
dilakukan untuk mencapai suatu kesepakatan dan menguranginya
kekakuan dalam mengobservasi. Selain itu dapat menghemat waktu
dalam melaksanakan observasi di kelas, dalam mendiskusikan balikan,
dan dalam melakukan refleksi serta menyusun rencana tindak lanjut
apabila diperlukan.
b. Penetapan Fokus Observasi
Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan
dalam pelaksanaan observasi (Kusumah dan Dedi, 2012: 72). Dalam
observasi ditentukan sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka
perbaikan dalam suatu siklus penelitian tindakan kelas. Perlu ditekankan Pertemuan
Perencanaan
bahwa peneliti yang berperan sebagai guru merupakan pelaku utama
pelaksana observasi walaupun dengan cakupan wilayah observasi
terbatas. Mitra atau observer berperan melengkapi amatan dari pelaksana
tindakan perbaikan. Selain itu, mitra berfungsi sebagai pengamat, bukan
sebagai supervisor.
c. Penentuan Kriteria Observasi
Kriteria yang digunakan dalam observasi adalah kerangka berpikir
yang terekam sebagai indikator yang diharapkan terjadi sebagai
perwujudan dari proses atau dari tindakan perbaikan yang diterapkan.
Jenis observasi yang akan digunakan adalah observasi terstruktur.
Observasi terstruktur ditandai dengan perekaman data yang relatif
sederhana, berhubungan dengan telah tersediakannya format yang relatif
rinci (Kusumah dan Dedi, 2012: 71).
2. Wawancara
Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih
dengan tujuan tertentu (Kahn dan Cannel, 1957; Sarosa, 2012: 45). Tujuan
wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh
data dari siswa sebagai subjek yang diteliti untuk mempersiapkan perbaikan
maupun perubahan yang dilaksanakan selanjutnya. Wawancara menurut Kusumah dan Dedi (2012: 77) adalah “metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subjek yang diteliti.” Pernyataan tersebut lebih jelas dikemukakan Denzin (Goetz dan LeCompte,
1984; Wiriaatmadja, 2012: 117) “wawancara merupakan pertanyaan
-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap
memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu.”
Peneliti menggunakan teknik wawancara ditujukan kepada siswa untuk
mendapatkan informasi mengenai situasi selama pembelajaran di kelas.
Menurut Hopkins (2011: 190-191) “wawancara individu semacam ini
sering kali menjadi sumber informasi yang sangat produktif bagi observer
selanjutnya.” Dengan menggunakan wawancara peneliti akan mendapatkan informasi langsung dari siswa mengenai aspek-aspek yang tidak terlihat
dalam observasi. Pelaksanaan wawancara akan dilakasanakan dalam
pertemuan di kelas dengan tujuan tidak menyita waktu siswa. Ini senada
dengan pendapat Hopkins (2011: 190) “karena wawancara guru-siswa
sangat menyita waktu, akan lebih baik jika waktu ini didedikasikan untuk
pertemuan-pertemuan kelas.” Selain itu, waktu pembelajaran dengan waktu
wawancara yang tidak jauh dari pelaksanaan wawancara pada saat
pertemuan kelas maka data yang diperoleh akan lebih akurat.
Jenis wawancara yang akan digunakan oleh peneliti adalah wawancara
semi struktur. Wawancara semi struktur menurut Sarosa (2012: 47) “adalah kompromi antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.” Lebih jelas Wiriaatmadja menjelaskan bahwa
Wawancara yang semi struktur adalah bentuk wawancara yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi memberikan keleluasaan untuk menerangkan agak panjang mungkin tidak langsung ke fokus pertanyaan/bahasan, atau mungkin mengajukan topik bahasan sendiri selama wawancara berlangsung (Elliot, 1991: 80; Wiriaatmadja, 2012: 119).
Peneliti menggunakan teknik ini dengan menyusun panduan
wawancara yang berisi beberapa pertanyaan mengenai pembelajaran yang
telah berlangsung kepada siswa. Panduan wawancara berfungsi untuk
membantu peneliti agar pertanyaan yang disampaikan terarah dan tidak
menyimpang dari tujuan wawancara. Akan tetapi dalam pelaksanaan
wawancara ini tidak terpaku terhadap panduan wawancara. Peneliti dapat
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa secara responsif
dengan permasalahan yang ditemukan. Dengan demikian dapat melengkapi
data dan meredakan suasana kaku antara pewawancara dengan subjek yang
diwawancarai.
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara setelah
pelaksanaan tindakan selesai. Penggunaan teknik wawancara untuk
bertujuan untuk perbaikan dalam tindakan selanjutnya berdasarkan
pandangan peneliti yang bertindak sebagai guru.
3. Catatan Lapangan
Catatan lapangan berisi mengenai deskripsi kegiatan selama
penelitian, seperti pembelajaran di kelas, suasana di kelas, interaksi yang
terjadi di kelas maupun di sekolah, dan lain sebagainya. Selain itu, menurut
Hopkins (2011: 181) “membuat catatan lapangan (field notes) merupakan
salah satu cara untuk melaporkan hasil observasi, refleksi, dan reaksi
terhadap masalah-masalah kelas.” Dengan demikian, catatan lapangan
berfungsi untuk memberi informasi yang jelas mengenai proses belajar
mengajar, mendeskripsikan hasil observasi, dan refleksi sebagai rencana
perbaikan untuk proses pembelajaran selanjutnya.
Catatan lapangan berfungsi juga sebagai deskripsi pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti. Selain itu, catatan lapangan bertujuan sebagai
pelengkap atau pembanding dari observasi yang dilakukan oleh mitra.
4. Dokumentasi
Peneliti menggunakan teknik dokumentasi dalam penelitian ini
sebagai sumber data yang berkaitan dengan suasana pembelajaran di kelas
pada saat penlitian tindakan dilaksanakan. Dokumen yang digunakan dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah kamera digital yang berfungsi
merekam suasana kelas dalam pelaksanaan tindakan. Selain itu, rekaman
tersebut menjadi pelengkap dari catatan lapangan peneliti.
F. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk
1. Lembar Panduan Observasi
Lembar panduan observasi adalah perangkat yang digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data mengenai kegiatan siswa maupun guru selama
pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan
metode debat. Lembar observasi ini dicatat selama pembelajaran
berlangsung. Melalui lembar observasi akan memberikan deskripsi situasi
dan kondisi selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, untuk
memperoleh data yang berupa aspek-aspek kemampuan berpikir kritis siswa
dan interaksi antara siswa dengan siswa selama pembelajaran dengan
metode debat serta interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran
berlangsung. Lembar observasi ini pun menjadi salah satu data dalam
kegiatan refleksi untuk tindakan selanjutnya.
Jenis observasi yang akan digunakan adalah observasi terstruktur.
Wiriaatmadja (2012: 114) menjelaskan bahwa
apabila mitra peneliti sudah menyetujui kriteria yang diamati, maka selanjutnya Anda tinggal menghitung (mentally) saja berapa kali jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu ditampilkan.
Observasi terstruktur dalam penelitian ini memfokuskan pada
kemampuan berpikir kritis siswa yang terlihat dalam pembelajaran
menggunakan metode debat. Berikut format observasi terstruktur yang
Tabel 3.2 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Pro
Keterangan: Beri tanda (V) di setiap kolom jika siswa menunjukkan sikap yang terdapat dalam indikator tersebut.
No
Nama Anggota Kelompok “Pro”
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Membuat keputusan
Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah
dipaparkan Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan
maupun permasalahan
Menilai aspek-aspek yang terdapat dalam
Tabel 3.3 Observasi kemampuan berpikir kritis kelompok Kontra
Keterangan: Beri tanda (V) di setiap kolom jika siswa menunjukkan sikap yang terdapat dalam indikator tersebut.
No
Nama Anggota Kelompok “Kontra”
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Membuat keputusan
Mengemukakan pendapat yang menunjang alasan yang telah
dipaparkan Mengidentifikasi alasan-alasan yang dikemukakan pihak lain. Mengemukakan pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan suatu alasan
maupun permasalahan
Menilai aspek-aspek yang terdapat dalam
sebagai guru. Ini bertujuan untuk melihat kesesuaian tahapan-tahapan
pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat yang telah
[image:38.595.88.487.199.720.2]peneliti rancang. Berikut lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti.
Tabel 3.4 Lembar observasi yang ditujukan kepada peneliti
No Kegiatan Peneliti Dalam Pembelajaran
Ya Tidak Keterangan
1. Kegiatan Pendahuluan a. Memberi salam b. Memeriksa kehadiran
siswa
c. Memeriksa kesiapan belajar siswa
d. Menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Inti
a. Menyampaikan materi pembelajaran
b. Menyampaikan tema debat
c. Menyampaikan prosedur debat
d. Menginstruksikan siswa berdiskusi dalam dua kelompok besar e. Menginstruksikan
perwakilan kelompok untuk menyampaikan argumen pembuka f. Menginstruksian siswa
untuk berdiskusi g. Menginstruksikan
dimulainya debat h. Menyampaikan kembali
argumen pembuka
masing-masing kelompok i. Menunjuk salah satu
k. Menginstruksikan siswa duduk ditempatnya masing-masing l. Mengidentifikasi
argumen-argumen terbaik dari masing-masing kelompok.
3. Penutup
a. Menyimpulkan materi pembelajaran
b. Memberitahukan materi pembelajaran yang akan disampaikan minggu depan
c. Mengucapkan
terimakasih dan dalam penutup
Keterangan: Beri tanda (V) pada kolom Ya/Tidak sesuai temuan dalam
pembelajaran.
Adanya lembar observasi yang ditujukan pada peneliti akan menjadi
bahan refleksi dalam setiap silkus. Refleksi yang dilakukan bertujuan
perbaikan di siklus berikutnya.
2. Lembar Panduan Wawancara
Wawancara adalah perangkat yang digunakan peneliti yang ditujukan
kepada siswa. Penggunaan wawancara bertujuan untuk mengetahui kondisi
saat pembelajaran dikelas dan kelemahan-kelemahan untuk dilakukan
perbaikan dalam tindakan selanjutnya. Tipe wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Untuk
melaksanakan wawancara, peneliti menggunakan lembar panduan
wawancara agar terarah. Ini sependapat dengan Sarosa (2012: 48) yang menyatakan bahwa “panduan wawancara memuat apa saja yang setidaknya harus digali dari partisipan dalam proses wawancara.”
Peneliti membuat lembar panduan wawancara yang berisi
sikap siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
Selain itu, untuk mengetahui kekurangan maupun kendala yang dialami
guru selama pembelajaran berlangsung. Berikut format wawancara yang
[image:40.595.91.489.209.589.2]digunakan oleh peneliti:
Tabel 3.5 Format wawancara
Hari/ Tanggal: Siklus:
Pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada siswa setelah proses belajar mengajar di kelas.
1. Bagaimana kondisi belajar di kelas?
2. Apakah mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran? Coba ceritakan kesulitan yang dialami oleh-mu?
3. Apa yang tidak kamu mengerti saat pembelajaran? Coba jelaskan apa yang tidak dimengerti oleh-mu?
4. Apa ada kekurangan guru dalam melaksanakan pembelajaran? Coba jelaskan kekurangan tersebut.
3. Lembar Catatan Lapangan Reflektif
Lembar catatan lapangan adalah perangkat yang digunakan peneliti
untuk memberikan gambaran yang menyeluruh saat proses tindakan.
Penulisan catatan ini dilakukan seusai pembelajaran atau tindakan
berlangsung yang disertai dengan refleksi dan analisis. Berikut adalah
Hari/Tanggal:
Siklus :
Waktu Catatan selama pembelajaran Catatan
4. Dokumentasi
Menurut Hopkins (2011: 210) “fungsi utama dokumentasi dalam penelitian kelas adalah menyediakan konteks bagi pemahaman kita atas kurikulum atau metode pengajaran tertentu.” Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan adalah dokumen berupa video dan foto yang
merekam serta memperlihatkan kegiatan belajar dan mengajar di kelas
dengan menggunakan kamera digital. Selain itu berfungsi sebagai sumber
refleksi yang dilakukan oleh peneliti dengan mitra.
G.Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan
data yang dilakukan oleh peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini
bersifat kualitatif. Teknik pengolahan data yang diterapkan dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis menurut Miles dan Huberman. Teknik analisis
[image:41.595.92.514.94.601.2]serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions).
Komponen pertama adalah reduksi data (data reduction), yaitu
mengacu pada proses seleksi, memfokuskan, menyederhanakan,
mengabstraksi, dan mentransformasikan data yang muncul dalam catatan atau
transkrip. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Data yang didapatkan
dari lapangan memiliki jumlah yang cukup banyak sehingga dicatat secara
teliti dan rinci.
Banyaknya catatan memerlukan analisis dengan mereduksi data, yaitu
merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang penting, serta mencari
tama atau polanya. Hal tersebut bertujuan memberi gambaran yang jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan penelitan selanjutnya. Data yang
diperoleh segera dianalisis data melalui reduksi data. Ini dilakukan untuk fokus
kepada temuan yang penting dan memberikan gambaran yang lebih jelas dalam
menganalisis data. Reduksi data ini dilakukan sampai penelitian selesai.
Komponen kedua adalah penyajian data (data display), umumnya
adalah kumpulan informasi untuk dilakukan penarikan kesimpulan dan
tindakan. Dengan melihat penyajian mempermudah untuk mengartikan apa
yang terjadi dan apa yang dilakukan. Penyajian data juga termasuk kedalam
analisis data yang dalam penyajiannya dalam bentuk narasi, matriks, maupun
bagan.
Komponen ketiga adalah menggambarkan kesimpulan dan verifikasi
(conclution drawing and verification). Menggambarkan kesimpulan dan
verifikasi dilakukan dari awal pengumpulan data. Analisis yang dilakukan
adalah mengartikan data yang diperoleh, mencatat keteraturan, pola,
penjelasan, konfigurasi yang masuk akal, casual flows, dan proposisi.
Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara sehingga akan
mengalami perubahan. Dengan kata lain, kesimpulan tidak akan mengalami
maka dilakukan validitas. Validitas dalam penelitian ini menggunakan:
1. Audit Trail
Audit trail menurut Kunandar (2008: 108) ialah “memeriksa
kesalahan-kesalahan dalam metode atau prosedur yang digunakan peneliti dan di dalam pengambilan keputusan.” Dalam penelitian ini peneliti bersama mitra untuk memeriksa kembali metode maupun prosedur
pembelajaran yang telah peneliti terapkan dalam penelitian untuk
mengambil kesimpulan penelitian.
2. Member Check
Member Check adalah pengecekan kembali data yang telah diperoleh
untuk memeriksa kebenaran data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini,
peneliti memeriksa kembali keterangan-keterangan atau informasi data
selama observasi agar terjaga kebenarannya.
3. Expert Opinion
Expert opinion merupakan kegiatan meminta pendapat kepada orang
yang dianggap ahli mengenai penelitian. Sejalan dengan pendapat
(Kunandar, 2008: 108)
Expert opinion yaitu meminta kepada orang yang dianggap ahli atau
pakar penelitian tindakan kelas atau pakar penelitian bidang studi untuk memeriksa semua tahapan-tahapan keguatan penelitian dan memberikan arahan atau jugements terhadap masalah-masalah penelitian yang dikaji
Dalam penelitian ini peneliti meminta saran dari ahli atau pakar
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini, peneliti meminta saran
kepada dosen pembimbing.
Ketiga validitas diatas digunakan dalam penelitian ini dapat
membantu peneliti dalam melihat ketepatan dan kecermatan alat ukur yang
digunakan sesuai dengan fungsinya dan memperoleh kepercayaan terhadap
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab akhir dari penulisan penelitian. Bab ini
memaparkan mengenai kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.
Selain itu, dalam bab ini berisi pula mengenai saran untuk pihak-pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini. Ini bertujuan agar pihak bersangkutan yang ingin
memperbaiki proses pembelajaran sejarah.
A.Kesimpulan
Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode debat di kelas X MIA 8
SMA Negeri 24 Bandung dapat disimpulkan, pertama, membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dan dikembangkan dari
silabus. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berfungsi sebagai gambaran
dan pedoman dalam melaksanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakan
metode debat. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan tujuan
pembelajaran yang mengacu pada kemampuan berpikir kritis siswa yang
disesuaikan dengan metode debat.
Pembelajaran dengan menggunakan metode debat memerlukan
penyampaian materi sehingga perlu mempersiapkan media pembelajaran yang
berfungsi menunjang pembelajaran. Selain itu, perlu mempersiapkan isu
kontroversial yang akan diberikan. Isu kontroversial tersebut menjadi tema
dalam debat. Isu kontroversial yang akan diberikan perlu dipertimbangkan
dengan matang kerena harus disesuaikan dengan materi pembelajaran dan
banyaknya maupun seimbangnya sumber informasi yang relevan antara
kemompok pro maupun kontra. Dengan demikian, siswa dalam pembelajaran
dengan menggunakan debat akan berlangsung dengan mampu menaggapi tema
debat dengan mendukung posisinya dan menanggapi argumentasi lawan
lembar observasi yang berisi indikator maupun sub indikator kemampuan
berpikir kritis. Ini berfungsi untuk menilai kemampuan berpikir kritis siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan metode debat membuat siswa
aktif dalam mengemukakan pandapatnya. Argumentasi siswa yang
disampaikan dengan intonasi yang cepat menyulitkan dalam penilaian
kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian perlu mempersiapkan media
perekam atau kamera digital yang berfungsi merekam argumentasi siswa. Ini
membatu dalam penilaian kemampuan berpikir kritis yang dilihat dari
argumentasi-argumentasi siswa.
Kedua, tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan, yaitu
lazimnya pembukaan awal pembelajaran, yaitu memberi salam, mendata
kehadiran siswa, memeriksa kehadiran siswa, dan menyampaikan tujuan
pembelajaran. Setelah itu, melakukan apersepsi maupun eksplorasi dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Kegiatan inti, yaitu dengan
menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah maupun tanya jawab,
menyampaikan tema debat dan pembagian kelompok pro dan kontra, diskusi
sebelum debat yang terdiri dari dua bagian. Diskusi pertama yang
menghasilkan argumen pembuka dan diskusi kedua untuk menanggapi
argumen pembuka dari masing-masing lawan debat. Setelah diskusi selesai,
menyiapkan beberapa juru bicara yang dapat bergantian dengan anggota
kelompoknya. Setelah perdebatan dirasa cukup, hentikan perdebatan dan
meminta siswa untuk kembali duduk ditempatnya masing-masing yang
kemudian membahas materi yang berkaitan dengan tema debat dan
mengidentifikasi argumen-argumen terbaik dalam debat. Kegiatan penutup,
yaitu menyimpulkan materi pembelajaran, memberitahukan materi
pembelajaran yang akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya dan
mengucapkan salam penutup. Penilaian dalam pembelajaran sejarah dengan
menggunakan metode