DAMPAK REVOLUSI SOSIAL TERHADAP
KERAJAAN PANEI DI SIMALUNGUN
SKRIPSI
D i a juka n U n t uk M em en uhi Seba gi a n P er sy a r a t a n M em per oleh Gela r Sa r ja n a P en di di ka n
OLEH
HERMADI SANTOSO
NIM : 309 421 004
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Hermadi Santoso “Dampak Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei di Simalungun”, skripsi, Medan, Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Pendidikan sejarah, Universitas Negeri Medan.
Penulisan ini bertujuan untuk mengatahui peristiwa Revolusi sosial yang terjadi di Kerajaan panei di Simalungun, faktor penyebab revolusi sosial serta dampak dari revolusi sosial terhadap Kerajaan Panei.
Untuk memperoleh data-data tersebut, penulis mengadakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan studi
kepustakaan dengan menggunakan wawancara langsung kepada key informan
(keluarga/kerabat kerajaan) yang masih ada yaitu dengan mengajukan pertanyaas-pertanyaan agar keterangan-keterangan yang diperlukan dapat diperoleh dengan jelas. Wawancara yang dibutuhkan mengenai peristiwa revolusi sosial di Kerajaan Panei.
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa yang menjadi pelopor Revolusi sosial di Kerajaan Panei adalah BHL (Barisan Harimau Liar) yang dimana mereka juga menjadi eksekutor peristiwa Revolusi Sosial itu. Revolusi Sosial membawa dampak bagi kerajaan Paanei. Baik dari segi politik, ekonomi dan sosial. Dimana revolusi sosial ini juga yang menyebabkan kehancuran Kerajaan Panei.
ii
B. Kondisi Politik, Ekonomi, dan Sosial Kerajaan Panei
Sebelum Meletusnya Revolusi Sosial...25
1. Kedatangan Bangsa Asing...33
a. Kedatangan Belanda...33
b. Kedatangan Jepang...35
C. Faktor Penyebab Terjadinya Revolusi Sosial di kerajaan Panei...38
D. Proses Terjadinya Revolusi Sosial di kerajaan Panei...46
E. Dampak Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei...57
1. Politik...61
2. Ekonomi...59
3. Sosial...66
G. Peninggalan Kerajaan Panei yang masih ada Sampai Saat Ini...71
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...75
B. Saran...77
DAFTAR PUSTAKA...79
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat,
rahmat dan kasih karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Jurusan
Pendidikan Sejarah pada Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan. Dalam rangka
memenuhi syarat tersebut, penulis telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Dampak
Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei di Simalungun”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi dan pengalaman penulis. Penulis, dengan
tidak mengurangi rasa hormat mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran
dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang mnedukung penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Bapak Drs. Restu, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
3. Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan juga
selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan
bagi penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan sejarah. Dan juga terimakasih
kepada ibu Dra. Hafnita SD Lubis, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Sejarah.
4. Bapak Dr. Hidayat, M.S selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia
5. Ibu Dra. Flores Tanjung, M.A dan Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku Dosen
Penguji yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Kamen Purba selaku Key Informan dalam penulisan Skripsi ini,
terimakasih buat informasi dan masukannya.
7. Ibuku tercinta R. Parapat, walaupun hanya sebentar sempat melihat q kuliah, namun
penulis akan berusaha memberikan yang terbaik dan membuat ibu bangga melihatnya
disana. Buat ayahku, terima kasih buat biaya yang telah ada dan juga maaf buat
sikapku selama ini. Buat Kakak Rita Sirait, Santi Sirait, Desi, Tari, terimakasih buat
bantuan biaya dan dukungannya yang telah diberikan selama penulis kuliah. Juga buat
lae M. Nababan dan S. Siahaan yang turut membantu penulis selama menjalani
perkuliahan.
8. Bere-bereku tercinta, Grace, Marcell, dan Habel terimakassih buat keceriaan dan
senyuman yang diberikan yang mampu membangkitkan semangat penulis.
9. Buat teman terbaik penulis Josua rambe yang cantik, terima kasih buat dukungan dan
semangat yang kamu berikan. Maaf udah sering numpang dikosmu. Semoga kita bisa
berteman baik selamanya dan kamu tetap cantik dan terwujud cita-citamu menjadi
salah satu angel di Victoria’s secret.
10.Teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan Sejarah’09 (UNIMED); Mila,
Warzukni, Nurhayati, Okaria, Ervina, Hotnida, Monalisa, Ramot, Sunerdianto dan
seluruh rekan seperjuangan di Jurusan Pendidikan Sejarah’09 (UNIMED) reguler
yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
11.Teman-teman kost gang Bilal, Kak Linda, Kak Esa, Mami, terimakasih buat semangat
Tiada lain harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Universitas Negeri
Medan.
Atas bantuan yang diberikan, penulis mengucapkan terimakasih. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa melimpahkan Berkat dan Kasih-Nya kepada kita semua.
Medan, Juli 2013
Hermadi Santoso
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah
sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia
tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas
baru, untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan untuk tatanan sosial yang
lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa-masa sesudah Perang Dunia II.
Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang
serba paksaan yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 di Jakarta, ternyata ada di berbagai daerah yang
tidak mendukung proklamasi kemerdekaan tersebut, diantaranya adalah daerah Sumatera
Timur khususnya penguasa-penguasa tradisional. Sikap para raja dan sultan masih tetap
bersikukuh untuk mempertahankan posisinya sebagai penguasa dan tidak mau beralih dari
sistem pemerintahan autokrasi ke sistem pemerintahan yang demokrasi.
Sumatera Timur tepatnya di Simalungun telah terbentuk 4 wilayah partuanon saat
dikumandangkannya kemerdekaan Indonesia. Keempat partuanon itu adalah Kerajaan
Siantar, Kerajaan Tanoh Jawa, Kerajaan Panei, dan Kerajaan Dolok Silau. Namun setelah
campur tangan Belanda, dalam aturan-aturan kerajaan, maka terbentuklah 3 kerajaan baru.
Kerajaan tersebut yakni Kerajaan Raya, Kerajaan Purba dan Kerajaan Silima Kuta. Ketujuh
kerajaan ini merupakan kerajaan yang tidak mendukung proklamasi kemerdekaan tersebut.
Dengan adanya tindakan dari tiap kerajaan-kerajaan tersebut, maka terjadilah
Revolusi Sosial diamana ini bertujuan untuk menumpas semua kekuasaan para raja-raja dan
bangsawan yang ada di Sumatera Timur termasuk di Kerajaan Panei.
Revolusi sosial di Sumatera Utara tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja dan
kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia
karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut semua hak istimewa kaum
bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Kaum bangsawan tidak
merasa senang dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama
dengan Belanda/NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik.
Sementara itu pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah
Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti Pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan
dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat
perjuangan kemerdekaan. Namun pihak pro-repbulik sendiri terpecah menjadi dua kubu;
kubu moderat yang menginginkan pendekatan kooperatif untuk membujuk kaum bangsawan
dan kubu radikal yang mengutamakan jalan kekerasan dengan penggalangan massa para
buruh perkebunan.
Revolusi sosial menghasilkan begitu banyak pembunuhan, pembantaian, dan
kekacauan. Seorang menteri dari kalangan republikan yang tak punya portofolio dan wakil
gubernur Sumatera, yang berasal dari luar Sumatera, justru bertindak sebagai promotor.
Selama terjadinya revolusi sosial, ratusan orang-orang penting dan intelektual Sumatra Timur
dibantai dengan cara mengerikan. Kekacauan dan penjarahan meledak. Ratusan pribumi
ditangkap dan dijebloskan di kamp-kamp, betapapun selama lebih dari satu tahun
Belanda memperkirakan bahwa revolusi sosial ’46 ini menelan korban pembunuhan sebanyak
1200 orang di Asahan. Belum lagi terhitung di daerah lainnya.
Kasus revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur itu betul-betul suatu gerakan
yang sudah direncanakan secara matang oleh kelompok-kelompok yang punya kepentingan
demi pembungihangusan para kaum bangsawan (raja-raja) di Sumatera Timur. Pembantaian
atas kaum bangsawan Simalungun ini memang sejarah yang sulit diterima logika. Dengan
tuduhan sebagai “antek penjajah” yang dialamatkan kepada kaum bangsawan Sumatera
Timur, dan atas tuduhan ini dijadikan dasar untuk tindakan pembantaian, perampokan bahkan
pemerkosaan. Perbuatan keji, amoral dan tidak manusiawi, tindakan manusia-manusia yang
tidak ber-Tuhan.
Di Sumatera Timur, kelompok-kelompok bersenjata yang sebagian besar terdiri atas
orang-orang Batak dan dipimpin oleh kaum kiri, menyerang raja-raja Batak Simalungun pada
bulan Maret 1946. Penangkapan-penangkapan dan perampokan-perampokan terhadap para
raja segera berubah menjadi pembantaian yang mengakibatkan tewasnya beratus-ratus
bangsawan Sumatera Timur, diantaranya penyair Amir Hamzah.
Revolusi sosial meletus pada bulan Maret-April 1946, lebih berkecamuk di daerah
Simalungun, di mana banyak jatuh korban di pihak raja-raja, pegawai dan penghulu-penghulu
yang memegang peranan dalam aksi-aksi penindasan rakyatitu, yakni dipelopori oleh A. E.
Saragih alias Saragih Ras pimpinan Barisan Harimau Liar yang terkenal dan Urbanus
Pardede dari PKI (yang menjadi Bupati Kabupaten Simalungun pertama sesudah revolusi
sosial tersebut.
Pada tanggal 3 Maret 1946 tengah malam meletuslah “Revolusi Sosial” di berbagai
wilayah di Sumatera Timur. Jutaan nyawa para bangsawan di Sumatera Timur harus dicabut
Mereka menyebutkan bahwa para Sultan, Raja, Datuk ataupun Tuan adalah musuh
perjuangan Rakyat Republik Indonesia. Benteng Feodalisme harus dihancurkan dari
Sumatera Timur. Tanggal 3 Maret 1946, Revolusi Sosial di Sumatera Timur kemudian pecah.
Akhirnya dengan mulus, gerakan revolusi memaksa penghapusan otonomi kekuasaan Sultan,
Raja dan Tuan di Sumatera Timur secara resmi diproklamirkan. Revolusi sosial menyisakan
cerita pembantaian jutaan nyawa, pemenggalan jutaan kepala di Sumatera Timur.
Revolusi Sosial yang melanda Sumatera Timur semuanya mempunyai dampak samapi
ke desa-desa. Menurut keterangan A. E. Saragih (seorang anak raja Simalungun) sebenarnya
revolusi sosial semula akan dilaksanakan secara serempak pada tanggal 3 Maret 1946 yang
dimulai jam 00:00 tengah malam diseluruh Sumatera Timur.
Pada pukul 00:00 tanggal 3 Maret beralih ke 4 Maret 1946 telah terjadi peristiwa apa
yang dikenal dengan revolusi sosial di Sumatea Timur. Dalam peristiwa ini, raja-raja
(sultan-sultan) dikabarkan menjadi korban penyembelihan, demikian pula keluarga-keluarga mereka.
Harta-harta mereka juga dirampas Said (2006:4).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
tentang peristiwa “DAMPAK REVOLUSI SOSIAL TERHADAP KERAJAAN PANEI
DI SIMALUNGUN”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dikemukakan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Kondisi Politik, ekonomi, sosial kerajaan Panei.
4. Dampak revolusi sosial dan peninggalan di Kerajaan Panei yang masih dapat ditemukan sampai saat ini.
C. Pembatasan masalah
Karena luasnya masalah yang dibahas, maka peneliti membatasi permasalahan dalam
penelitian ini agar lebih terarah dan terfokus. Oleh karena itu, penelitian dibatasi
berdasarkan identifikasi masalah, yaitu dampak Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei
di Simalungun. Penelitian ini terfokus yaitu saat dimana terjadinya revolusi sosial di
kerajaan Panei di Simalungun yakni pada tanggal 3 Maret 1946. Aspek yang diteliti dalam
penelitian ini yakni aspek sebab terjadinya Revolusi sosial, dan dampak yang diakibatkan
Revolusi Sosial terhadap kerajaan Panei di Simalungun.
D. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kondisi Sosial, Politik, Ekonomi sebelum Revolusi Sosial di Kerajaan Panei?
2. Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya Revolusi Sosial di Kerajaan Panei? 3. Bagaimana proses berlangsungnya Revolusi Sosial di Keajaan Panei?
4. Bagaimana dampak revolusi Sosial di Kerajaan Panei dan apa saja peninggalan-peninggalan yang dapat ditemukan hingga saat ini?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi Politik, Ekonomi, dan Sosial kerajaan Panei sebelum meletusnya Revolusi Sosial.
3. Untuk mengetahui proses terjadinya peristiwa Revolusi Sosial di Kerajaan Panei.
4. Untuk mengetahui dampak Revolusi Sosial terhadap Kerajaan Panei dalam bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial.
F. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberi pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan pembaca tentang peristiwa Revolusi Soaial di Kerajaan Panei.
2. Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca tentang pengaruh Revolusi Sosial terhadap Kerajaan Panei.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kondisi politik kerajaan Panei pada masa sebelum terjadinya revolusi sosial yaitu dim ana
Pada masa Kerajaan Marpitu, pemerintahan Kerajaan Panei yaitu dimana Pemimpin
Kerajaan Panei dibantu oleh sebuah dewan yang dinamakan “HARAJAAN” yaitu berupa
Kabinet yang terdiri dari pembesar-pembesar Negeri atau orang-orang besar Kerajaan.
Pada masa kerajaan Marpitu, sudah semakin jelas bentuk dan tugas-tugas pemerintahan
Kerajaan Panei dibandingkan pada masa Raja Maroppat. Namun, wilayah kekuasaan
Panei semakin berkurang setelah masuknya pengaruh Belanda, sebab politik licik Belanda
berhasil memecah belah wilayah-wilayah yang sebelumnya termasuk kedalam Kerajaan
Panei. Pada bidang ekonomi yakni dimana pada masa kekuasaan Belanda, sistem
kapitalisme diterapkan. Mau tidak mau sejumlah peraturan ditetapkan oleh Belanda bagi
pihak Kerajaan. Setelah kedatangan Jepang, sistem ekonomi berubah. Dimana Jepang
mengharuskan sistem ekonomi perang. Ini bertujuan untuk membantu Jepang yang saat itu
memang sedang perang dalam perang Asia-Pasifik. Pada bidang sosial dimana Dalam
urusan adat istiadat dipimpin langsung oleh Raja yang dibantu oleh “Partuha Maujana”
dan “Datu”. Urusan pertahanan dipimpin oleh Raja sebagai Panglima dan dibantu oleh
Panglima Tentara. Urusan peradilan juga dipimpin langsung oleh Raja sebagai hakim
tertinggi.
2. Setelah Proklamasi Indonesia diumumkan, masalah daerah swapraja ini diatur menurut
Undang-Undang Dasar, dijadikan “Daerah Istimewa”. Disamping sultan-sultan dan
raja-raja ada wakil pemerintahan Republik Indonesia. Pemerintahan harus dilaksanakan secara
itu, namun mereka tetap melaksanakan pemerintahan daerahnya menurut sistem lama yang
telah usang. Pada saat mendengar berita kemerdekaan tersebut para penguasa tradisional
di Sumatera Timur menunjukkan sikap dualisme. Disatu sisi mereka mengharapkan
kemblainya kekuasaan Belanda yang diharapkan bisa mengembalikan hak-hak
istimewanya yang sempat terampas pada masa pemerintahan Jepang. Hal inilah yang
menyulut awal terjadinya revolusi sosial.
3. Seluruh daerah swapraja Simalungun telah diamuk oleh badai Revolusi Sosial. Revolusi
sosial melandan simalungun pada tanggal 3 Maret tepat tengah malam yaitu pukul 00.00
sampai tanggal 4 Maret. Laporan yang pertama sampai dibawa rakyat yang kemudian
diceking kebenanrannya oleh siasat-siasat TRI, menyatakan bahwa revolusi sosial itu telah
terjadi di Silimakuta, Panei, Purba dan Raya. Raja Panei telah dibunuh demikian juga
dengan Raja Raya dan Raja Purba masih ditahan. Dengan aksi revolusi sosial ini, maka
Kerajaan Panei hancur dan runtuh.
4. Dampak politik dari Revolusi sosial yang terjadi di Kerajaan Panei yaitu dimana sistem
demokrasi akhirnya dapat dipakai. Dampak ekonomi dari Revolusi sosial di Kerajaan
Panei dimana rakyat akhirnya dapat sebebas-bebasnya berusaha dan melakukan aktivitas
ekonomi tanpa adanya campur tangan dari raja lagi. Dampak sosial dari Revolusi sosial di
Kerajaan Panei dimana akhirnya kedudukan bangsawan dan rakyat akhirnya sama rata.
Tidak ada lagi yang namanya stratifikasi sosial. Peninggalan Kerajaan Panei yang masih
tersisa saat ini yaitu hanya berupa sisa pondasi kerajaan. Selebihnya telah habis dibakar
saat terjadinya revolusi sosial.
B. Saran
Sejarah merupakan salah satu yang sangat penting dan berguna bagi setiap orang.
lalunya sehingga masa depannya lebih baik dari yang telah terjadi. Dari Revolusi sosial yang
terjadi di Sumatera Timur kita dapat belajar untuk berbuat dan bertindak lebih baik lagi. Kita
bissa lebih matang dalam mengambil tindakan dengan memikirkan apa dampak yang akan
terjadi dari apa yang telah kita lakukan.
Setelah adanya Revolusi Sosial, dimana tidak adanya lagi perbedaan antara kaum
bangsawan dan rakyat biasa, diharapkan masyarakat Simalungun yang dikenal santai dan
tidak mau bekerja keras lebih semangat lagi dan mampu bersaing untuk menjadi sosok yang
tangguh. Kedudukan sekarang sama rata, jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak bekerja keras
dan memiliki semangat yang tinggi untuk maju. Karena dengan itulah kita mampu diakui dan
dihargai oleh siapa saja yang menganggap diri kita rendah.
Disamping itu, kita tahu bahwa Revolusi Sosial yang terjadi di Simalungun begitu
berdampak bagi setiap masyarakat Simalungun. Diharapkan perhatian pemerintah yang serius
bagi masyarakat/Kerajaan yang mengalami Revolusi Sosial. Perhatian itu dapat berupa
pembangunan situs kerajaan yang tak terurus. Misalnya pada Kerajaan Panei, lokasi tempat
berdirinya Kerajaan Panei dulunya sangat tidak terurus. Karena apabila situs Kerajaan
tersebut dipelihara dan dibangun, masyarakat akan lebih tertarik mengunjungi lokasi tempat
berdirinya Kerajaan itu dulunya yang bisa menambah pengetahuan Sejarah masyarakat yang
dulunya tidak tahu. Disini saya juga mengharapkan agar masyarakat Panei dan masyarakat
1
DAFTAR PUSTAKA
Saragih, Sortaman. 2008. Orang Simalungun. Depok: CV. Citama Vigora.
Jauhari, Imam B. 2012. Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Raya, Juandaha, dan Erond L. Damanik. 2011. Kerajaan Siantar. Pematang
Siantar: Ihutan Bolon Hasadaon Damanik Boru Pakon Panagolan Siantar
Simalungun.
Reid, Anthony J.S. 1996. Revolusi Nasional Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Husni, M. Lah. 1983. Revolusi sosial 1946. Medan: Usaha Veteran.
J. Moleong, Lexi. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Dr. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Ricklefs M.C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Permesta.
Said, Prabudi. 2006. Berita Peristiwa 60 Tahun WASPADA. Medan: PT. Prakarsa
Abadi Press.
2
Raya, Juandaha. 2012. Revolusi Sosial Berdarah di Simalungun Tahun
1946-1947.
1996. Perjuangan Menegakkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Republik
Indonesia di Sumatera Utara. Medan: Tim Khusus Pembangunan Tatengger
Sumatera Utara.
Edisaputra. 1978. Simalungun Yogyanya Sumatera. Medan: Pemerintah Tingkat
II.
Edisaputa. 1987. Sumatera Dalam Perang Kemerdekaan. Jakarta: Yayasan Bina
Satria-45.
T.B.A. Purba, Tambak. 1983. Sejarah Simalungun. P. Siantar: Penerbit jalan