• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh SRI ASTUTI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Oleh SRI ASTUTI NIM"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh SRI ASTUTI NIM 105401119117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2021

(2)
(3)
(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : SRI ASTUTI Nim : 105401119117

Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : “Keefektifan Model Pembelajaran Paired Storytelling terhadap Keterampilan Menyimak Cerita Siswa Kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa”

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan didepan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Agustus 2021 Yang membuat perjanjian

SRI ASTUTI

NIM. 105401119117

(5)

v

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : SRI ASTUTI Nim : 105401119117

Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai dengan selesainya skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan siapapun).

2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2 dan 3 maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Agustus 2021 Yang membuat perjanjian

SRI ASTUTI NIM. 105401119117

(6)

vi

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah SWT

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

(QS Al – Baqarah : 216)

PERSEMBAHAN

Dengan Segala Kerendahan Hati Kupersembahkan Karya ini:

Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta dan tersayang yang telah mendidik, merawat dan memberikan motivasi dan dukungan berupa do`a dan pengorbanannya. Serta Keluarga dan Sahabat-sahabatku yang Tersayang yang dengan Tulus dan Ikhlas Selalu Berdoa dan Membantu Baik Moril Maupun Materil demi Keberhasilan Penulis

Semoga Allah SWT Memberikan Rahmat dan Karunianya

Almamaterku.

Universitas Muhammadiyah Makassar

(7)

vii

Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing 1 Abd. Rahman Rahim, dan pembimbing 2 Abdan Syakur

Jenis penelitian ini adalah penelitian Pra – Eksperimen Pretest Posttest Design yaitu sebuah eksperimen yang dalam pelaksanaannya hanya melibatkan satu kelas sebagai kelas eksperimen tanpa adanya kelas perbandingan (kelas kontrol) yang bertujuan untuk pengaruh model pembelajaran paired storytelling terhadap hasil menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa Tahun Ajaran 2021. Sampel eksperimen dalam penelitian ini adalah siswa kelas V sebanyak 12 0rang. Penelitian dilaksanakan selama 6 kali pertemuan. Keberhasilan proses pembelajaran ditinjau dari aspek, yaitu : Ketercapaian ketuntasan hasil belajar bahasa Indonesia siswa secara klasikal, aktivitas siswa dalam pemebelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran dikatakan berhasil jika aspek diatas terpenuhi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data skor perolehan hasil menyimak yang dilakukan dengan menggunakan test bacaan.

Hasil analisis statistik deskriptif penggunaan model pembelajaran paired storytelling terhadapat keterampilan menyimak cerita, keterampilan menyimak siswa dengan menggunakan model pembelajaran paired storytelling menunjukkan hasil belajar yang lebih baik daripada sebelum diterapkan model pembelajaran paired storytelling. hasil analisis statistik inferensial menggunakan rumus uji t, diketahui bahwa nilai thitung yang diperoleh adalah 10,41 dengan frekuensi db = 12 – 1 = 11, pada taraf signifikansi 5% diperoleh ttabel = 1,796. Jadi, thitung ˃ ttabel atau hipotesis 0 (H0) ditolak dan hipotesis alternative (H1) diterima. Hal ini membuktikan bahwa ada efektifitas dalam menerapkan model pembelajaran paired storytelling terhadap keterampilan menyimak cerita pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa

Kata Kunci : Model Paired Storytelling, Keterampilan Menyimak Cerita

(8)

viii

Alhamdulillahirabbil’alamin puji dan syukur kehadirat Allah Swt atas segala limpahan rahmat dan nikmat yang selalu tercurahkan kepada penulis, salam dan salawat kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluara, sahabat dan seluruh ummat muslim yang tetap istiqomah pada ajarannya. Pada kesempatan ini penulis mendapat nikmat yang luar biasa karena dapat menyelesaikan skripsi ini sebgai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fkultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Dalam penyusunan skripsini ini, tidak sedikit mengalami hambatan, akatan tetapi atas berkat pertolongan sang khalik Allah SWT penulis dapat mengatasinya dengan baik. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Ucapan terimaksih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik berupa moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini mulai dari awal sampai selesainya skripsi ini. Ucapan terimakasih yang tak terhingga dan teristimewa untuk yang penulis cintai dan mencintai penulis dengan sepenuh hati Ayahanda tercinta H. Mahmuddin, S.Pd.I dan Ibunda yang kusayangi Hj. Hafsah, S.Pd, atas pengorbanannya yang tak akan pernah bisa

(9)

ix

meluangkan waktunya membantu dan membimbing penulis.

Demikian juga ucapan terimakasih yang sebanyak – banyaknya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar. Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd., Ketua jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan selama mengikuti pendidikan.

Hj. Hafsah, S.Pd Kepala Sekolah SD Inpres Kayumalle, dan

H. Mahmuddin,S.Pd.I., selaku guru kelas V yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Bapak dan Ibu guru serta staf SD Inpres Kayumalle. Teman – teman tercinta Maya Safitri, Arwini Pratiwi, Meidina Nurrahmadani dan Kurniawan Aji Saputra yang telah mendukung peneliti dan kedua saudara tercinta Nurul Ikhsan, S.E dan Siti Nurazizah yang telah mendo’akan dan menyemangati peneliti. Teman – teman seperjuangan peneliti khususnya PGSD 17 F. terimakasih atas keikhlasan dan kerja samanya selama menggeluti perkuliahan. Pihak – pihak lain yang telah banyak membantu penulis sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

(10)

x

Makassar, Agustus 2021

Penulis

(11)

xi

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING……….ii

SURAT KONTROL PEMBIMBING 1……….…….iii

SURAT KONTROL PEMBIMBING 2………..…….iv

SURAT PERNYATAAN ……….….v

SURAT PERJANJIAN ...vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….vii

ABSTRAK ………..viii

KATA PENGANTAR ………..ix

DAFTAR ISI………...……..xii

DAFTAR TABEL ………...xv

DAFTAR BAGAN ……….xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….xvii

BAB I PENDAHULUAN………..………1

A. Latar Belakang……….1

B. Rumusan Masalah ………..5

C. Tujuan Penelitian ………5

D. Manfaat Penelitian ………..6

(12)

xii

1. Penelitian yang Relevan ………8

2. Model Pembelajaran ………10

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Paired Storytelling…………..10

4. Pemberian Tugas………..12

5. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SD………...13

6. Keterampilan Menyimak ……….13

7. Cerita ……….……..20

8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Paired Storytelling dalam Pembelajaran Menyimak Cerita ………...……….……..21

9. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Paired Storytelling...22

B. Kerangka Pikir ………..23

C. Hipotesis Penelitian ………..25

BAB III METODE PENELITIAN ………26

A. Jenis dan Desain Penelitian ….………..26

B. Definisi Operasional Variabel………….………..27

C. Populasi dan Sampel Penelitian ………30

D. Instrumen Penelitian ………..31

E. Teknik Pengumpulan Data ………32

F. Teknik Analisis Data………..34

(13)

xiii

B. PEMBAHASAN………47

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………52

A. SIMPULAN ………..52

B. SARAN ……….53

DAFTAR PUSTAKA ………..55

LAMPIRAN ……….

RIWAYAT HIDUP ……….

(14)

xiv

TABEL 3.2 Jumlah Siswa SD Inpres Kayumalle ……….30 TABEL 3.3 Sampel Penelitian Kelas V SD Inpres kayumalle ……….31 TABEL 3.4 Standar Ketuntasan Hasil Belajar ………..35 TABEL 4.1 Perhitungan untuk mencari Mean (rata – rata) Nilai Pretest……….39 TABEL 4.2 Tingkat Kemampuan Menyimak Pretest ………..40 TABEL 4.3 Deskripsi Kemampuan Menyimak Pretest ………...…40 TABEL 4.4 Perhitungan untuk mencari Mean (rata –rata) Posttest ……….……42 TABEL 4.5 Tingkat Kemampuan Menyimak Posttest ……….43 TABEL 4.6 Deskripsi Kemampuan Menyimak Posttest ………..43 TABEL 4.7 Analisis Skor Pretest dan Posttest ………44

(15)

xv

(16)

xvi

RPP Pertemuan 1 ………..

Rpp Pertemuan 2 ………...

LAMPIRAN 2 ………...

Daftar Nama Siswa ………...

Daftar Hadir Siswa ………

LAMPIRAN 3………

Daftar Nilai Siswa Kelas V SD Inpres Kayumalle ………..

Lembar Penilaian Keterampilan Menyimak Pretest………..

Lembar Penilaian Keterampilan Menyimak Posttest ………

Format Penilaian Pengetahuan Menyimak Pretest ………...

Format Penilaian Pengetahuan Posttest …...

LAMPIRAN 4………

Dokumentasi ……….

LAMPIRAN 5 ………...

Persuratan ………..

(17)

1 A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan jantung peradaban bangsa. Sejarah telah membuktikan dengan adanya pendidikan akan terbentuk suatu peradaban yang bermartabat. Dalam rangka membangun sebuah peradaban bangsa suatu bangsa diperlukan manusia yang memiliki kemampuan dan berkarakter. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendidikan di Indonesia yang memiliki tujuan untuk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya. Sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Bab I Pasal I yang menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

(18)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari pengertian tersebut tergambar jelas bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk membina dan menggambarkan persatuan bangsa yang diawali dari pemberian bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta didik.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah agar tujuan pendidikan nasional dapat dicapai. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberlakukan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Dalam kurikulum tersebut tercantum mata pelajaran bahasa Indonesia yang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlalu baik secara lisan maupun tulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Serta pada akhir pendidikan di SD/MI peserta didik

(19)

diharuskan telah membaca sekurang-kurangnya Sembilan buku sastra dan nonsastra (Depdiknas 2006:120).

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas 2006:119). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Keterampilan tersebut meliputi: (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.

Keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa di SD salah satunya yaitu keterampilan menyimak. Haryadi dan Zamzami (1996:19) mengungkapkan bahwa menyimak merupakan kegiatan paling awal yang dilakukan oleh anak manusia apabila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Sebelum anak dapat berbicara, membaca dan menulis, kegiatan menyimaklah yang pertama kali dilakukan. Secara berturut-turut pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya dimulai dari menyimak, berbicara, membaca dan terakhir menulis.

Tarigan (2008:31) menambahkan bahwa menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan lambing-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.

(20)

Kegiatan menyimak, seorang penyimak harus mampu menangkap dan memahami maksud pembicara. Menyimak memiliki peran penting dalam kegiatan pembelajaran. Kenyataan tersebut sejalan dengan hasil asesmen membaca siswa kelas awal (Early Grade Reading Assesment – EGRA) pada tahun 2013 di tujuh provinsi yang menyatakan bahwa siswa lancar membaca namun suli menyimak.

Hasil temuan menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa sudah cukup baik pada tingkat dasar, namun mereka belum tentu mengerti bahwa bahan bacaan yang mereka baca. Meskipun kegiatan pembelajaran menyimak merupakan kegiatan yang dominan dan memiliki peran yang besar namun perhatian terhadap keterampilan menyimak peserta didik di sekolah sampai sekarang kurang mendapat perhatian dan dipandang sebagai sebuah keterampilan yang tidak mendasar.

Salah satu upaya menciptakan suasana belajar untuk kegiatan menyimak yang interaktif, inspiratif, aktif dan menyenangkan hendaknya guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri, mencoba menganalisis serta berdiskusi melalui interaksi dengan kelas maupun dengan anggota kelompok sehingga akan tercipta kegiatan pembelajaran yang mampu mengaktifkan suasana kelas sekaligus memotivasi siswa dalam kemandirian belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi rendahnya tingkat kemampuan siswa terhadap keterampilan menyimak yaitu model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling. Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling yaitu membantu siswa menumbuhkan kerja sama, berfikir kreatif, mengembangkan sikap sosial dan meningkatkan interaksi

(21)

antara guru dan siswa, siswa dan siswa, serta siswa dengan lingkungan. karna kurangnya kemampuan siswa dalam kegiatan menyimak sebuah cerita maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran paired storytelling pada pembelajaran menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa

Berdasarkan uraian diatas kiranya perlu diadakan penelitian sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar dari pembelajaran Bahasa Indonesia. Mengingat banyaknya masalah dari materi yang ada serta keterbatasan dari peneliti, maka peneliti membatasi masalah dan memilih judul “Keefektifan Model Pembelajaran Paired Storytelling Terhadap Keterampilan Menyimak Cerita Siswa Kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa”

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah dibahas sebelumnya maka, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran paired storytelling efektif terhadap keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu kabupaten Gowa?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran paired storytelling terhadap keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

(22)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis model pembelajaran paired storytelling atau cerita berpasangan merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, guru dan bahan pembelajaran. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling untuk kegiatan menyimak cerita dalam penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Anita Lie (2008:71) mengenai penggunaan model pembelajaran paired storytelling untuk merangsang siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan berimajinasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru peranan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling memberikan manfaat praktis berupa: (1) mendorong guru untuk berperan sebagai fasilitator, model, motivator, pembimbing dan evaluator; dan (2) menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

b. Bagi siswa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling meberikan manfaat yaitu: (1) membantu siswa untuk mengolah informasi; (2) meningkatkan partisipasi aktif siswa; (3) meningkatkan keterampilan berkomunikasi; (4) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar; dan (5) meningkatkan kerja sama rekan belajar.

(23)

c. Bagi sekolah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling memberikan berbagai manfaat yaitu: (1) menumbuhkan sikap profesional dan meberikan pengalaman dalam mengasah keterampilan dasar mengajar guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang optimal; (2) memberikan kontribusi yang lebih baik dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga mutu sekolah dapat meningkat.

(24)

8 A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain mengenai keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling bagi siswa pada berbagai tingkatan usia dalam mata pelajaran bahasa Indonesia maupun mata pelajaran lain.

Berikut adalah penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

a. Penelitian Rosdiana (2013) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Paired Storytelling Berbantuan Media Audio Visual terhadap Keterampilan Menyimak Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD”. Dalam penelitian tersebut model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling berpengaruh terhadap keterampilan menyimak bahasa Indonesia siswa kelas V di SD Gugus 1 kecamatan Buleleng Tahun 2012/2013. Persamaan penelitian ini yang dilakukan oleh Rosdiana yaitu mengenai pemgambilan sampel sama – sama mengambil sampel kelas V. perbedaannya terletak pada desain penelitia, dimana penelitian ini menggunakan desain penelitian One group Pretest – Posttes design.

b. Nugraheni pada (2014) yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerita Melalui Teknik Paired Storytelling dengan Media

(25)

Audio Visual pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Soka 3 Miri Tahun Ajaran 2013/2014”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya keterampilan menyimak cerita dan hasil belajar siswa melalui penggunaan teknik paired storytelling dengan media audiovisual dalam kegiatan pembelajaran pada siswa kelas V SDN Soka 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2013/2014. Persamaannya adalah sama – sama menggunakan metode kooperatif yaitu paired storytelling. Perbedaannya terdapat pada jenis penelitian yakni Nugraheni menggunakan jenis penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian ini menggunakan Pre – Experimental Design.

c. Amaliah (2012) dengan judul “penggunaan Teknik Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling) Dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Bogor”.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Perbedaan penelitian yang dilaksanakan oleh Amaliah dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu terdapat pada penerapan model paired story telling. Dalam penelitian tersebut peneliti ingin menguji penggunaan model pembelajaran paired storytelling untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa, sedangkan dalam penelitian yang akan dilaksanakan peneliti ingin menguji pengaruh penggunaan model pembelajaran paired storytelling untuk meningkatkan keterampilan menyimak cerita siswa SD kelas V.

(26)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling dapat memberikan pengaruh peningkatan terhadap hasil belajar siswa, model ini juga dapat digunakan diseluh tingkatan kelas.

2. Model Pembelajaran

Model Pembelajaran menurut Isjoni (2012: 147) merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih. Model pembelajaran berisi strategi-strategi pilihan guru untuk tujuan-tujuan tertentu di kelas.

Pendapat yang lebih komprehensif diungkapkan oleh Miftahul Huda. Model pembelajaran didefinisikan sebagai gambaran keseluruhan pembelajaran yang kompleks dengan berbagai teknik dan prosedur yang menjadi bagian pentingnya. Dalam kompleksitas model pembelajaran terdapat metode, teknik, dan prosedur yang saling bersinggungan satu dengan lainnya (Miftahul Huda, 2014). Sehingga model pembelajaran adalah satu perangkat pembelajaran yang kompleks yang melalui metode, teknik dan prosedur.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Paired Storytelling

Slavin (2015: 4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja

(27)

dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari mata pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Trianto (2011:42) menambahkan pembelajaran kooperatif disusun sebagai suatu usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama siswa dengan latar belakang yang berbeda.

Huda (2013:151) mengemukakan bahwa model pembelajaran paired storytelling merupakan salah satu model pembelajaran yang kooperatif. Model pembelajaran ini dapat digunakan pada semua keterampilan berbahasa baik keterampilan menyimak, menulis, berbicara dan membaca. Model pembelajaran ini juga dapat diterapkan di semua tingkat kelas. Model pembelajaran paired storytelling dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar dan materi pelajaran.

Pembelajaran menyimak cerita melalui model paired storytelling dalam penelitian ini menggabungkan teknik pembelajaran keterampilan menyimak yang lain yaitu teknik identifikasi kata kunci, teknik merangkum, teknik analisis unsur-unsur cerita. Melalui penggunaan model pembelajaran tersebut pada kegiatan menyimak cerita, dapat merangsang

(28)

siswa untuk saling bekerja sama dan membantu siswa lainnya dalam memahami materi pelajaran.

4. Pemberian Tugas

Penugasan atau resitasi merupakan teknik pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk yang telah dipersiapkan guru sehingga siswa dapat mengalami kegiatan belajar secara nyata. Dalam teknik ini terdapat fase penting yaitu fase belajar dimana siswa harus mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru (Subana 2011:199). (Iskandarwassid (2013:71) menambahkan teknik pemberian tugas merupakan salah satu bagian dari pembelajaran tradisional, artinya bahwa pemberian tugas dianggap sebagai pendekatan pembelajaran yang bersifat informatif, hal tersebut dilatar belakangi oleh adanya kecenderungan penyampaian informasi tanpa memperdulikan pengetahuan praktis siswa atau kemampuan siswa.

Subana (2011:200) mengemukakan tujuan teknik pemberian tugas atau resitasi adalah siswa memperoleh hasil belajar yang lebih mantap.

Dengan melaksanakan latihan-latihan, pengalaman yang dimiliki siswa lebih terintegrasi, diantaranya sebagai berikut: (1) memperluas dan memperkaya pengetahuan siswa melalui kegiatan luar sekolah; (2) siswa qatif belajar dan terangsang untuk meningkatkan kegiatan belajar yang lebih baik; (3) inisiatif dan tanggung jawab siswa lebih terpupuk; dan (4) siswa dapat memanfaatkan waktu senggang untuk menunjang belajarnya.

(29)

5. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SD

Abidin (2015:5) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas tertentu yang dilakukan oleh siswa dengan tujuan untuk mencapai keterampilan berbahasa tertentu. Kristiantari (2006:70) berpendapat bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar memiliki peran penting dan strategi mengingat tujuannya adalah memberikan bekal kemampuan dasar baca tulis hitung, serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan perkembangannya.

Menurut Zulela (2012:5) pembelajaran bahasa Indonesia tidak dapat terlepas dari pembelajaran sastra. Kemampuan bersastra untuk siswa kelas dasar bersifat apresiatif artinya dapat menanamkan rasa peka terhadap kehidupan (menghargai orang lain, mengerti hidup, dan belajar menghadapi berbagai persoalan). Pembelajaran sastra di SD, pada dasarnya bertujuan membina sikap apresiasi siswa SD terhadap karya sastra, sehingga siswa dapat mengembangkan sikap kearifan kejelian serta ketelitian untuk menangkap isyarat-isyarat dalam kehidupan yang tercermin dalam karya sastra.

6. Keterampilan Menyimak

Terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa meliputi keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut salah satu yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian yaitu

(30)

keterampilan menyimak. Karena pada umumnya pengetahuan diperoleh melalui keterampilan menyimak.

a. Hakikat Menyimak

Tarigan (2008:31) berpendapat bahwa menyimak merupakan kegiatan paling awal yang dilakukan oleh manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Kata menyimak dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan makna dengan mendengar dan mendengarkan. Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.

Abidin (2015:93) mengemukakan bahwa menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif dan apresiatif. Reseptif dapat diartikan bahwa dalam menyimak siswa harus mampu memahami maksud yang terkandung dalam bahan simakan. Bersifat apresiatif artinya bahwa menyimak menuntut pelibat untuk tidak hanya mampu memahami pesan yang terkandung dalam bahan simakan akan tetapi lebih jauh memberikan respon atas bahan simakan tersebut.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli maka dapat peneliti simpulkan bahwa menyimak dapat diartikan sebagai

(31)

kegiatan aktif paling awal yang dilakukan oleh manusia secara sungguh-sungguh untuk memahami pesan yang terkandung dalam bahan simakan yang diperdengarkan secara lisan. Kegiatan menyimak dapat bersifat apresiatif maupun reseptif dengan tujuan untuk mengapresiasi bahan simakan yang telah didengar.

b. Tujuan Menyimak

Tarigan (2008:62) menyatakan bahwa tujuan seseorang menyimak beraneka ragam antara lain (1) menyimak untuk belajar;

(2) menyimak untuk menikmati; (3) menyimak untuk mengevaluasi; (4) menyimak untuk mengapresiasi; (5) menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide; (6) menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi; (7) menyimak untuk memecahkan masalah; dan (8) menyimak untuk meyakinkan.

Haryadi dan Zamzani (1996:22) mengemukakan bahwa tujuan menyimak dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu mendapat fakta, menganalisis fakta, mengevaluasi fakta mendapat inspirasi dan menghibur diri.

Dengan demikian kegiatan menyimak mencakup beberapa tujuan diantaranya untuk memperoleh informasi yang bersifat faktual maupun hiburan menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang hendak disampaikan pembicara melalui suatu ujaran. Dalam penelitian yang akan dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling

(32)

pada pembelajaran menyimak diharapkan siswa dapat menangkap informasi memahami isi sekaligus menanggapi bahan simakan yang telah diterima.

c. Jenis Menyimak

Kegiatan menyimak tampak dalam kegiatan sehari-hari dalam bentuk yang beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut disebabkan oleh adanya beberapa titik pandang yang kemudian dijadikan landasan pengklasifikasikan menyimak. Hermawan (2012:43-47) mengemukakan bentuk-bentuk menyimak dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar yaitu menyimak secara pasif, kritis, dan aktif. Ketiga jenis menyimak tersebut membentuk sebuah hierarki titik artinya jika kita melakukan penyimakan secara kritis maka dengan sendirinya Kita juga melakukan penyimakan secara pasif. Begitu juga ketika kita menyimak secara aktif maka didalamnya sudah termasuk menyimak secara pasif dan kritis.

Tarigan (2008:38) mengklasifikasikan jenis menyimak menjadi dua jenis yaitu menyimak ekstensif dan menyimak intensif.

1. Menyimak Ekstensif

Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak perlu di bawah

(33)

bimbingan langsung dari guru. Menyimak ekstensif bertujuan untuk menyajikan kembali bahan lama dengan cara baru, sangat baik apabila dilakukan dengan bantuan media audio.

Melalui kegiatan menyimak ekstensif, menyimak memahami materi simakan hanya secara garis besar saja. Penyimak memahami isi bahan simakan secara sepintas umum dalam garis-garis besar atau butir-butir penting tertentu.

2. Menyimak Intensif

Menyimak intensif adalah menyimak yang dilakukan dengan penuh perhatian, ketekunan dan ketelitian sehingga penyimak memahami secara mendalam dan menguasai secara luas bahan simakan titik secara terperinci teliti dan mendalam bahan simakan Titi kegiatan menyimak intensif lebih diarahkan dan dikontrol oleh guru. Menyimak intensif mencakup menyimak kritis, menyimak konsentratif, menyimak kreatif, menyimak eksploratif, dan menyimak selektif. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melatih menyimak tersebut adalah meminta siswa menyimak tanpa teks tertulis seperti mendengarkan rekaman.

Kegiatan menyimak cerita melalui kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling dalam penelitian ini termasuk jenis menyimak intensif. Siswa menyimak dengan mencatat kata

(34)

atau frasa penting dari bahan yang disimak. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa lain mampu memprediksi isi cerita sebelum atau sesudahnya. Kegiatan menyimak ini dikontrol dan diarahkan oleh guru.

d. Tahapan Menyimak

Menurut Akhadiah Hadiah (dalam Haryadi dan Zamzani 1996:21) menambahkan proses penyimak terdiri atas enam tahap.

Proses tersebut meliputi:

1. Tahap mendengarkan. Pada tahap ini penyimak baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya.

2. Tahap mengidentifikasi. Penyimak mengidentifikasi segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya.

3. Tahap menginterpretasi atau menafsirkan. Penyimak yang baik cermat dan teliti belum puas apabila hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara Titi dia ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi maupun butir-butir pendapat yang tersirat dalam ujaran tersebut. Dengan demikian sang penyimak telah tiba pada tahap interpreting.

4. Tahap memahami. Setelah penyimak mendengar bahan simakan maka ada keinginan untuk mengerti atau memahami

(35)

dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara maka sampailah pada tahap understanding.

5. Tahap mengevaluasi atau menilai. Setelah memahami serta dapat menafsir atau menginterpretasikan isi pembicara, penyimak akan menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan sang pembicara, keunggulan dan kelemahan serta kebaikan dan kekurangan sang pembicara. Dengan demikian sudah sampai pada tahap evaluating.

6. Tahap menanggapi atau mereaksi. Merupakan tahap terakhir dalam kegiatan menyimak. Sang penyimak menyambut, mencamkan, menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya. Sang penyimak berada pada tahap menanggapi (responding).

e. Kemampuan Menyimak Siswa Sekolah Dasar

Kegiatan menyimak cerita melalui model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling dalam penelitian ini ditunjukkan untuk siswa SD kelas V. Bahan simakan yang digunakan berupa cerita yang bersifat naratif. Hal ini sesuai dengan kemampuan menyimak siswa SD kelas V yaitu mampu menyimak secara kritis bahan simakan.

(36)

f. Prinsip Pembelajaran Menyimak

Untuk melaksanakan pembelajaran menyimak, perlu diperhatikan sejumlah prinsip pembelajaran menyimak. Menurut pendapat Brown (dalam Abidin, 2015:101) minimalnya ada 6 prinsip yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran menyimak sebagai berikut:

1. Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan secara terpadu dengan keterampilan berbahasa lain secara tepat memfokuskan diri pada pengembangan kemampuan menyimak pemahaman.

2. Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menerapkan strategi pembelajaran yang mampu memotivasi siswa secara intrinsik.

3. Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menggunakan bahasa dan konteks yang otentik bagi siswa.

4. Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menggunakan bentuk respon yang tepat.

5. Strategi pembelajaran menyimak yang digunakan hendaknya secara nyata mampu mendorong perkembangan kemampuan menyimak siswa.

6. Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menggunakan berbagai media pembelajaran yang tepat.

7. Penilaian digunakan dalam kegiatan pembelajaran menyimak yaitu penilaian otentik.

(37)

7. Cerita

Surana (2007:7-16) mengemukakan bahwa cerita merupakan contoh dari jenis karya sastra berupa prosa. Prosa adalah salah satu bentuk karangan sastra dengan bahasa biasa, bukan puisi, terdiri atas kalimat - kalimat yang jelas runtutan pemikirannya, ditulis satu kalimat setelah yang lainnya, dalam kelompok yang merupakan alinea-alinea.

Kegiatan menyimak dalam penelitian ini yaitu menyimak cerita anak berbentuk fabel. Siswa diminta menyimak cerita anak melalui model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling. Pada akhir kegiatan siswa diminta menganalisis unsur-unsur cerita yang meliputi tema tokoh, latar dan amanat.

8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Paired Storytelling dalam Pembelajaran Menyimak Cerita

Model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling mengajak siswa untuk meningkatkan daya konsentrasi serta merangsang untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan berimajinasi titik model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling efektif diterapkan di semua jenjang pendidikan serta dalam mata pelajaran apapun. Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling dapat terlihat dari peningkatan keterampilan menyimak cerita dan partisipasi aktif siswa selama kegiatan pembelajaran. Peningkatan keterampilan menyimak cerita dapat terlihat dari hasil penulisan kata kunci yang sesuai dengan bahan simakan, sedangkan versi karangan yang dihasilkan tidak harus sama

(38)

dengan bahan cerita sebenarnya namun harus sesuai dengan alur cerita.

Partisipasi aktif siswa selama kegiatan pembelajaran melalui hasil unjuk kerja menjadi indikator bahwa model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling dapat mengaktifkan peran serta dan tanggung jawab siswa dalam pembelajaran. Melalui model pembelajaran ini mampu memberikan pengalaman kepada siswa untuk meningkatkan keterampilannya dan menyimak cerita maupun berbagai informasi dalam kegiatan pembelajaran.

9. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Paired Storytelling

a. Kelebihan

1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan membaca, berbicara, bercerita, bertanya dan membahas suatu masalah.

2. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan megajarkan keterampilan berdiskusi.

3. Para siswa lebih efektif bergabung dalam pelajaran mereka dan berpartisipasi dalam berdiskusi.

4. Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain dan saling membantu dalam usahanya mencapai tujuan.

(39)

b. Kekurangan

1. Menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda – beda dan gaya mengajar yang berbeda – beda pula.

2. Keberhasilan strategi kerja kelompok/bercerita berpasangan ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri.

B. Kerangka Pikir

Berangkat dari kurikulum 2013 pembelajaran bahasa Indonesia di SD memiliki empat keterampilan, yaitu keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampialan membaca dan keterampilan menulis. Dimana peneliti dalam penelitian ini mengambil penelitian keterampilan menyimak cerita siswa, pertama peneliti memberikan sebuah cerita kepada siswa kemudian siswa menyimak cerita tersebut, dalam cerita tersebut siswa memperhatikan tema, tokoh, latar dan amanat (pretest) tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai.

Selanjutnya peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling (posttest) tes yang dilakukan diawal pembelajaran. Setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling peneliti kemudian menganalisis dan selanjutnya peneliti sudah menemukan hasil apakah model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling efektif atau tidak efektif.

Maka melalui penggunaan model pembelajaran yang tepat dan efektif diharapkan terjadi perubahan sikap dan hasil belajar siswa serta peningkatan kualitas kualitas pembelajaran dengan menggunakan model paired storytelling.

(40)

Terhadap menyimak cerita pada siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

Berikut alur kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut

Bagan 2.1 Alur Kerangka Pikir

Kurikulum 2013 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Keterampilan Berbicara

Keterampilan Menyimak

Keterampilan Membaca

Keterampilan Menulis

Menyimak Cerita

Pretest

Penerapan Model Paired Storytelling

Posttest

Analisis

Hasil

Tidak Efektif Efektif

Tema

Tokoh

Latar

Amanat

(41)

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah pernyataan yang dapat diuji mengenai hubungan antar variabel. Pernyataan tersebut bersifat sementara atas pertanyaan pada perumusan masalah (Noor 2015:81). Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir dapat dituliskan hipotesis sebagai berikut.

Hipotesis (H0) : “Tidak efektif antara penerapan model pembelajaran paired storytelling terhadap keterampilan menyimak cerita siswa SD kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa”.

Hipotesis (H1) : “Efektif antara penerapan model paired storytelling terhadap keterampilan menyimak cerita siswa SD kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa”.

(42)

26 A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yang mengacu pada jenis pendekatan penelitian eksperimen yaitu jenis pre – experimental design yang bertujuan untuk menguji tingkat keefektifan suatu perlakukan terhadap sampel penelitian. Penelitian kuantitatif menurut (Sugiyono 2015:13) adalah metode penelitian yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Design ini belum merupakan eksperimen sungguh – sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata – mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara random. (Sugiyono, 2013: 108).

2. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu jenis One – Group – pretest – Posttest design. Dalam penelitian ini, hasil perlakuan

(43)

dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan keadaan sebelum diberikan perlakuan (treatment). Adapun design penelitian ini sebagai berikut:

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Tabel 3.1 Desain Penelitian Keterangan :

O1 = Tes awal sebelum diberikan perlakuan (pretest) O2 = Tes akhir setelah diberikan perlakuan (posstest)

X = Perlakuan yang diberikan dengan menggunakan model Paired Storytelling terhadap keteramplan menyimak cerita.

B. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu dimensi yang diberikan pada suatu variabel dengan memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Sugiyono, 2014).

Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya maka penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen), sesuai dengan judul penelitian penulis pengelompokkan variabel – variabel dalam judul tersebut sebagai berikut :

(44)

1. Variable Bebas/Independent Variabel

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono 2011:39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling.

2. Variabel Terikat/Dependent Variabel

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2011:39).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

Variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini secara operasional dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Keefektifan model pembelajaran paired storytelling dalam penelitian ini mengacu pada adanya peningkatan kemampuan siswa terhadap menyimak informasi berupa cerita fabel yang didengarkan secara lisan.

Peningkatan kemampuan menyimak cerita siswa tersebut diukur dengan menggunakan instrumen penelitian sebagai hasil dari unjuk kerja.

2. Paired storytelling memiliki tahap operasional dan proseduy yang sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran sehingga pada saat penelitian

(45)

ini teknik yang dapat didefinisikan suatu model pembelajaran yang kooperatif. Kegiatan pembelajaran menyimak sebuah cerita dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling dalam penelitian ini bertujuan membantu siswa dalam mengaktifkan sekemata agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan berimajinasi.

3. Dalam penelitian ini keterampilan menyimak yang akan diteliti berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami dan menangkap isi dari bahan simakan yang telah diperdengarkan secara lisan oleh peneliti dan selanjutnya dapat dituliskan kebeberapa kata kunci yang dapat mewakili ini dari bahan simakan tersebut, menuliskan kembali isi dari bahan simakan tersebut secara terartur berdasarkan kata kunci dalam cerita dan mengidentifikasi unsur – unsur dari bahan simakan tersebut. Hasil belajar bahasa Indonesia siswa yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu nilai yang didapat oleh siswa pada tes awal (pretest) tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai dan nilai yang didapat siswa pada saat tes akhir (posttest) test yang dilakukan diakhir pembelajaran.

4. Cerita merupakan karangan sastra dengan bahasa biasa yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang ataupun sebagainya, bukan puisi yang terdiri dari kalimat – kalimat yang jelas runtutan pemikirannya, ditulis satu kalimat yang lainnya, dalam

(46)

kelompok yang merupakan alinea-alinea (Faisal 2007:7-16). Cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerita fabel. Fabel merupakan cerita dongeng yang meceritakan kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono:

2013). Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Maka dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

No Kelas Jumlas Siswa

1 Kelas I 10

2 Kelas II 14

3 Kelas III 12

4 Kelas IV 13

5 Kelas V 12

6 Kelas VI 12

Total 73

Tabel 3.2 Jumlah siswa SD Inpres Kayumalle

(47)

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap mewakili keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit daripada jumlah populasi yang digunakan) (Arikunto 2010:174).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan sedemikian rupa dengan pertimbangan tertentu sehingga sampel yang digunakan benar- benar dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan atau tujuan tertentu, serta berdasarkan ciri atau sifat tertentu yang sudah diketahui sebelumnya. Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek tidak didasarkan atas strata, random, atau daerah akan tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto 2010:183). Adapun sampel dalam penelitian ini

No Kelas Jenis Kelamin Sampel

Laki-laki Perempuan

1 V 5 6 12

Jumlah 12

Tabel 3.3 Sampel Penelitian Kelas V SD Inpres Kayumalle

D. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2010:203) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam instrument tersebut

(48)

dapat diketahui bahwa instumen penelitian digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data yang akurat.

1. Tes Hasil Belajar

Menurut Zainun dan Nasoetion (1997:28-31) mengemukakan tes merupakan salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menemukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk keberhasilan suatu program pendidikan.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes awal dilakukan sebelum treatment, pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh murid sebelum digunakan medel pembelajaran. paired storytelling terhadap menyimak cerita.

2. Lembar Observasi Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran

Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati aktifitas siswa dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran paired storytelling. Lembar observasi merupakan keseluruhan aspek yang berhubungan dengan kurikulum yang menjadi pedoman dalam pembelajaran.

Lembar oservasi ini berisi item yang akan diamati pada saat terjadi proses pembelajaran.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes awal dan tes akhir, adapun langkah – langkah pengumpulan data yang akan dilakukan sebagai berikut :

(49)

1. Tes Awal (pretest)

Tes awal dilakukan sebelum treatment, pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh murid sebelum digunakan model pembelajaran paired storytelling.

2. Tes

Dalam hal ini peneliti menggunakan model pembelajaran paired storytelling pada pembelajaran bahasa Indonesia. Langkah – langkah model pembelajaran paired storytelling sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.

b. guru membagi bahan cerita menjadi dua bagian, kemudian siswa dibagi secara berpasangan dan bahan cerita dibagikan kesiswa sesuai dengan bagiannya masing – masing. Cerita pertama diperuntukkan untuk siswa pertama dan cerita kedua untuk siswa kedua.

c. Selanjutnya siswa diminta untuk menyimak cerita bagiannya masing – masing. Sambil menyimak cerita siswa mecatat beberapa kata kunci yang ada dalam bagiannya masing – masing.

d. Setelah selesai menyimak siswa saling menukarkan daftar kata kunci dengan pasangannya sambil mengingat bagian yang telah disimak.

Masing – masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum disimak berdasarkan kata kunci dari pasangannya.

e. Setelah selesai menulis siswa diberikan kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.

(50)

3. Tes akhir (posttest)

Setelah treatment, tindakan selanjutnya adalah posttest untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran paired stoeytelling.

F. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian akan digunakan analisis statistik deskriptif dan inferensial. Data yang terkumpul berupa nilai pretest dan nilai posttest kemudian dibandingkan. Membandingkan kedua nilai tersebut dengan mengajukkan pertanyaan apakah ada perbedaan antara nilai yang didapatkan antara nilai pretest dengan nilai Post test. Pengujian perbedaan nilai hanya dilakukan terhadap rata kedua nilai saja, dan untuk keperluan itu digunakan teknik yang disebut dengan uji-t (t- test). Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji apakah terdapat pengaruh masing-masing variabel bebasnya (Variabel Independen) secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya (Variabel Dependen). Dengan demikian langkah-langkah analisis data eksperimen dengan model eksperimen One Group Pretest Posttest Design adalah sebagai berikut:

1. Analisis Data Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2015:206). Statistic deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variable penelitian yang diperoleh melalui hasil – hasil

(51)

pengukuran seperti mengukur rata – rata (mean), standar deviasi dan varian, serta mendeskripsikan data dalam bentuk table (Sugiyono, 2003:170). Adapun langkah – langkah dalam penyusunan melalui analisis ini adalah sebagai berikut :

a) Rata – rata (mean)

̅ =

b) persentase (%) nilai rata – rata P =

x 100%

Dimana :

P = Angka persentase

f = Frekuensi yang dicari persentasenya N = Banyaknya sampel responden

Dalam analisis ini peneliti menerapkan tingkat kemampuan siswa dalam meningkatkan penguasaan materi pelajaran sesuai dengan prosedur yang dicanangkan oleh kurikulum 2013 yaitu :

Tingkat Penguasaan (%) Kategori Hasil Belajar

0 – 59 Sangat rendah

60 – 69 Rendah

70 – 79 Sedang

80 – 89 Tinggi

90 – 100 Sangat tinggi

(52)

Tabel 3.4 Standar Ketuntasan Hasil Belajar

2. Analisis Data Statistik Inferensial

Pengguna data statistik inferensial pada peneliti menggunakan teknik statistik t (uji t). yaitu sebagai berikut :

t =

√∑

Penjelasan:

Md = Perbedaan rata – rata pada pretest serta posttest X1 = Hasil belajar sebelum perlakuan diberikan tes awal X2 = Hasil belajar sesudah diberikan perlakuan pada tes akhir d = Deviasi masing-masing subjek

∑ X 2d = Jumlah kuadrat deviasi N = Pokok pada sampel

Adapun Langkah-langkah pengujian pada hipotesis sebagai berikut:

a) Mencari harga “Md” dapat dirumuskan:

Md = Keterangan:

Md = Perbedaan rata – rata pada pretest dan posttest

= Jumlah dari gain (posttest – pretest) N = Pokok pada sampel.

(53)

b) Mencari harga “ ∑ X 2d ” dapat dirumuskan:

∑ X 2d = ∑ d − (∑ )2 Keterangan :

∑ X 2d = Jumlah kuadrat deviasi

∑ d = Jumlah dari gain (posttest – pretest) N = Pokok pada sampel.

c) Menentukan harga t Hitung dapat dirumuskan:

t

=

√∑

Penjelasan:

Md = Rata- rata pada perbedaan pretest serta posttest X1 = Hasil belajar sebelum perlakuan diberikan tes awal X2 = Hasil belajar sesudah diberikan perlakuan pada tes akhir d = Deviasi masing-masing subjek

∑ X 2d = Jumlah kuadrat deviasi N = Pokok pada sampel

d) Menetapkan aturan pengambilan keputusan serta kriteria yang relevan Kaidah pengujian relevan:

Jadi t = tHitung > tTabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima, maka penggunaan model pembelajaran paired storytelling efektif digunakan pada keterampilan menyimak cerita siswa SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

(54)

e) Jadi tHitung < tTabel sehingga Ho diterima, maka penggunaan model pembelajaran paired storytelling tidak efektif untuk digunakan pada keterampilan menyimak cerita siswa SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Menetapkan harga tTabel serta Mencari tTabel memakai tabel distribusi t serta taraf signifikan a = 0,05 dan dk = n – 1.

f) Mengambil kesimpulan dimana penggunaan model pembelajaran paired storytelling efektif digunakan pada hasil keterampilan menyimak cerita siswa SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

(55)

39 A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan tentang efektifitas penggunaan model pembelajaran Paired Storytelling terhadap keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimen dan analisis data penelitian ini menggunakan teknik statistik deskriptif dan inferensial. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dikelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa mulai tanggal 2 Agustus 2021 – 21 Agustus 2021, maka hasil penelitian tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1. Deskripsi Hasil Tes Awal (Pretest) Keterampilan Menyimak Cerita Siswa Kelas V SD Inpres Kayummale Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa sebelum diterapkan Model Pembelajaran Paired Storytelling

Dari hasil analisis yang menunjukkan hasil keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa sebelum menggunakan model pembelajaran Paired Storytelling. Berikut ini adalah data hasil perolehan hasil kategori aspek keterampilan menyimak cerita siswa sebelum diterapkan model pembelajaran Paired Storytelling.

(56)

Tabel 4.1 Perhitungan untuk Mencari Mean (rata – rata) Nilai Tes Awal (Pretest)

X F F . X

25 1 25

40 1 40

45 4 180

50 2 100

55 4 220

Jumlah 12 560

Dari data diatas maka diketahui nilai dari ∑ = 560 sedangkan nilai pada N yaitu 12. Maka, dapat diperoleh nilai mean (rata – rata) adalah sebagai berikut :

̅ =

=

=

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh diatas maka nilai pada hasil keterampilan menyimak cerita siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa, sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling yaitu 46,67. Maka dapat dikelompokkan pada pedoman Departemen

(57)

Pendidikan sera Kebudayaan (Depdikbud), sehingga keterangan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Tingkat Kemampuan Menyimak Pretest

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 - 59 Sangat rendah 12 100%

2 60 - 69 Rendah - -

3 70 - 79 Sedang - -

4 80 - 89 Tinggi - -

5 90 - 100 Sangat tinggi - -

Jumlah 12 100%

Berdasarkan data diatas yang terdapat pada tabel dapat disimpulkan bahwa pada tahap pretest hasil belajar siswa dengan menggunakan pedoman menyimak cerita anak dapat dikategorikan sangat rendah yaitu 100%. Dilihat dari hasil persentase yang ada dapat dikatakan bahwa tingkat hasil belajar siswa sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling tergolong sangat rendah.

Tabel 4.3 Deskripsi Kemampuan Menyimak Pretest

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

0 ≤ × ≤ 70 Tidak tuntas 12 100%

70 ≤ × ≤ 100 Tuntas - -

Jumlah 12 100

(58)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat disamakan dengan indikator kriteria ketuntasan hasil belajar siswa yang peneliti temukan adalah apabila jumlah siswa yang memenuhi atau melebihi nilai KKM (70) maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan menyimak siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa belum mencapai ktiteria ketuntasan hasil belajar secara keseluruhan karena siswa yang tuntas tidak ada atau 0%.

2. Deskripsi Hasil Belajar (Posttest) Keterampilan Menyimak Cerita

Siswa Kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa setelah diterapkan Model Pembelajaran Paired Storytelling

Selama penelitian, kelas berubah setelah menerima perawatan.

Perubahan tersebut diwujudkan dalam perubahan kemampuan menyimak, yaitu data yang diperoleh setelah posttest. Perubahan tersebut dapat dilihat data data berikut ini :

Data hasil perolehan skor kemampuan menyimak kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling dengan cara mencari nilai mean (rata – rata) posttest melalui tabel berikut ini :

(59)

Tabel 4.4 Perhitungan untuk Mencari Mean (rata – rata) nilai Posttest

X F F . X

50 1 50

60 2 120

65 2 130

70 1 70

75 3 225

80 1 80

90 2 180

Jumlah 12 855

Pada data hasil posttest diatas maka dapat diketahui bahwa nilai pada ∑ = 855 serta nilai dari N sendiri adalah 12. Maka dapat diperoleh nilai mean (rata – rata) sebagai berikut :

̅ =

=

=

71,25

Berdasarkan hasil perghitungan diatas maka dapat diperoleh nilai rata – rata dari hasil belajar siswa kelas V SD Inpres Kayumalle Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa, setelah dilakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe paired storytelling yaitu 71,25 berdasarkan skor ideal 100. Maka dikategorikan pada pedoman

(60)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), sehingga keterangan siswa dapat dilihat berdasarkan tabel dibawa ini.

Tabel 4.5 Tingkat Kemampuan Menyimak Posttest

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 0 – 59 Sangat rendah 1 8 %

2 60 – 69 Rendah 4 33 %

3 70 – 79 Sedang 4 33 %

4 80 – 89 Tinggi 1 8 %

5 90 – 100 Sangat tinggi 2 17 %

Jumlah 12 100%

Berdasarkan data pada tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada tahap posttest dengan menggunakan pedoman menyimak cerita anak dapat dikelompokkan menjadi sangat tinggi 17%, tinggi 8%, sedang 33%, rendah 33% serta sangat rendah terdapat pada persentase 8%. Berdasarkan pada hasil persentase yang ada maka dapat dinyatakan bahwa tingkat kemampuan menyimak siswa menigkat setelah diterapkannya model pembelajaran paired storytelling.

Tabel 4.6 Deskripsi Kemampuan Menyimak Posttest

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

0 ≤ × ≤ 70 Tidak tuntas 5 42 %

70 ≤ × ≤ 100 Tuntas 7 58 %

Jumlah 12 100 %

Gambar

TABEL 3.2 Jumlah Siswa SD Inpres Kayumalle ……………………………….30  TABEL 3.3 Sampel Penelitian Kelas V SD Inpres kayumalle ………………….31  TABEL 3.4 Standar Ketuntasan Hasil Belajar …………………………………..35  TABEL 4.1 Perhitungan untuk mencari Mean (rata – rata) Nilai Prete
Tabel 3.1 Desain Penelitian  Keterangan :
Tabel 3.2 Jumlah siswa SD Inpres Kayumalle
Tabel 3.4 Standar Ketuntasan Hasil Belajar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran IPS kelas V menunjukkan peningkatan hasil belajar, dan

Hal ini dapat disimpulakn bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara perapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted

pembelajaran kooperatif tipe TGT , sedangkan untuk eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. d) Setelah proses belajar dilakukan kemudian

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan terhadap hasil

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe scrambleuntuk meningkatkan kerjasama siswa di

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

Skripsi dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

112 Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap self-confidance dan