• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Terapi Realitas Terhadap Depresi dan Kualitas Hidup Pasien Pasca-amputasi Ekstremitas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Terapi Realitas Terhadap Depresi dan Kualitas Hidup Pasien Pasca-amputasi Ekstremitas."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Amputasi merupakan hilangnya bagian tubuh seseorang yang dilakukan untuk

menyelamatkan jiwa, keadaan yang mengancam jiwa dan juga untuk memanfaatkan

kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara maksimal (Reksoprodjo, 1995 cit

Nusawakan dkk, 2012). Di Amerika Serikat, sekitar 160.000 amputasi terjadi di negara

ini tiap tahunnya. Sebanyak 30% amputasi dilakukan karena penyebabnya adalah

trauma. Selain trauma, penyebab tersering dilakukannya amputasi adalah penyakit

diabetes mellitus (70%). Sedangkan amputasi yang jarang dilakukan adalah akibat

tumor (5%) dan cacat kongenital (5%) (Sitorus, 2011; Oliveira et al, 2004). Di

Indonesia, prevalensi ulkus diabetik sebesar 15% dan angka amputasinya sebesar 30%

(Sinaga, 2014).

Namun, tindakan amputasi juga dapat berdampak negatif bagi pasien baik fisik,

psikis maupun sosial. Kecacatan fisik permanen yang diakibatkan oleh tindakan

amputasi mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku pasien. Dia memiliki perasaan

negatif akan citra tubuh sehingga dapat menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak

berguna, khawatir akan kehilangan pekerjaan, pesimis akan masa depan dan

membatasi hubungan sosial dengan penarikan diri. Dengan demikian pasien rawan

akan mengalami depresi (Mugo, 2010; WHO, 2004).

Depresi merupakan gejala psikopatologi terbesar yang ditemukan pada pasien

pasca-amputasi ekstremitas, yaitu 20-60%. Depresi yang terjadi pasca-amputasi akibat

trauma lebih berisiko dibanding amputasi dengan sebab lainnya. Depresi terjadi karena

reaksi terhadap pembedahan dan kecacatan yang tiba-tiba. Studi yang dilakukan

Misbah Ghous et al (2015) pada 110 pasien yang diamputasi didapatkan 16 pasien

(14,5%) depresi borderline, 35 pasien (31,8%) mengalami depresi ringan, 14 pasien

(12,7%) depresi sedang, 8 pasien (7,3%) depresi berat, 9 pasien (8,2%) depresi sangat

(2)

Adanya depresi pada pasien pasca-amputasi harus dikenali dan ditangani dengan

baik oleh para klinisi. Depresi yang ada dapat menghambat proses penyesuaian atau

adaptasi setelah amputasi, sehingga dapat terjadi penolakan terhadap proses

rehabilitasi dan penurunan fungsi. Kualitas hidup pasien diperburuk dengan adanya

depresi (Srivastava et al, 2010; Amir, 2007). Pada beberapa studi didapatkan kualitas

hidup pasien pasca-amputasi mengalami penurunan dengan kualitas hidup 50-81%

lebih rendah dibanding orang normal (Sinha & Van Den Heuvel, 2011). Depresi dapat

pula memperlambat penyembuhan klinis setelah amputasi dan meningkatkan risiko

bunuh diri (Kazemi et al, 2013; Wellman, 2010).

Kebanyakan orang dengan amputasi terdapat gambaran perasaan perubahan

dramatis dalam realitas kehidupannya karena kurangnya fungsi, perubahan sensasi

ekstremitas, perubahan citra tubuh dan kurangnya pemahaman tentang perawatan

medis. Dia memiliki perasaan negatif akan citra tubuh sehingga dapat menimbulkan

perasaan bahwa dirinya tidak berguna. Bagi pasien yang masih berada dalam usia

produktif dapat timbul kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan, pesimis akan masa

depan dan membatasi hubungan sosial dengan penarikan diri (Mugo, 2010; WHO,

2004).

Perlu manajemen yang tepat pasca-amputasi untuk memperbaiki depresi dan

meningkatkan kualitas hidup pasien (Wielman, 2010; WHO, 2004). Penatalaksanaan

terapi pada pasien pasca-amputasi yang mengalami depresi dilaksanakan dengan

terapi biologi dan terapi psikososial. Terapi biologi berupa pemberian antidepresan dan

ECT (Electroconvulsive Therapy). Untuk terapi psikososial mencakup psikoterapi

individu, terapi keluarga, dukungan kelompok dan intervensi psikososial (Srivastava et

al, 2010; PDSKJI, 2013).

Dalam beberapa literatur dan studi dilaporkan psikoterapi efektif untuk

menangani depresi pasca-amputasi ekstremitas. Studi oleh Srivastava & Chaudury

(2014) melaporkan bahwa intervensi psikoterapi dengan fokus pada perubahan

persepsi diri dan penerimaan diri efektif untuk menurunkan gejala depresi dan

kecemasan setelah amputasi. Salah satu metode logoterapi yaitu medical ministry telah

lama diterapkan untuk menanggulangi dampak psikis dari gangguan somatogenik,

(3)

fokus pada insight dikombinasi dengan dukungan individu dan kelompok dapat

diterapkan pada pasien dengan disabilitas, diantaranya pasien pasca-amputasi (Oliveira

et al, 2004).

Kecacatan menetap yang dialami pasien pasca-amputasi ekstremitas

mempengaruhi perasaan, pikiran dan perilakunya. Kebanyakan orang dengan amputasi

terdapat gambaran perasaan perubahan dramatis dalam realitas kehidupannya karena

kurangnya fungsi, perubahan sensasi ekstremitas, perubahan citra tubuh dan kurangnya

pemahaman tentang perawatan medis. Pasien dapat memiliki perasaan negatif akan

citra tubuh sehingga dapat menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak berguna,

khawatir akan kehilangan pekerjaan, pesimis akan masa depan (Mugo, 2010; WHO,

2004). Perasaan dan pikiran seperti ini dapat menimbulkan terjadinya depresi dan

memperburuk kualitas hidup. Selanjutnya pada pasien ini dapat terjadi perilaku tidak

bertanggungjawab yang dapat memperburuk eksistensi dirinya, seperti penarikan diri

dari kehidupan sosial, ketidakmampuan beradaptasi dan sebagainya. Hal ini kemudian

dapat menjadi identitas kegagalan bagi pasien. Terapi realitas dilaksanakan dengan

membimbing pasien untuk menentukan identitas keberhasilan dan langkah-langkah

untuk mendapatkannya. Dengan tercapainya identitas keberhasilan diharapkan dapat

memperbaiki depresi dan kualitas hidup pasien.

Saat ini belum banyak penelitian tentang intervensi terapi realitas untuk pasien

pasca-amputasi ekstremitas yang dipublikasikan baik di Indonesia maupun di luar

negeri. Dalam penelitian kualitatif ini penulis bermaksud untuk mendapatkan data

yang mendalam. Suatu data yang mengandung makna terhadap problem psikososial

yang dialami pasien pasca-amputasi ekstremitas terutama gangguan depresi yang

sedikit banyak akan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka dan mencoba

melakukan intervensi terapi realitas yang diharapkan dapat membantu mereka

menentukan dan mendapatkan identitas keberhasilan sehingga depresi yang dialami

akan berangsur membaik dan kualitas hidupnya semakin membaik pula.

(4)

Setelah melakukan observasi secara umum maka fokus penelitian diarahkan pada

proses pelaksanaan dan manfaat intervensi terapi realitas terhadap depresi dan kualitas

hidup pasien pasca-amputasi ekstremitas.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan tersebut, maka tujuan

penelitian adalah menilai proses dan manfaat intervensi terapi realitas terhadap depresi

dan kualitas hidup pasien pasca-amputasi ekstremitas.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Manfaat teoritis dari studi ini adalah untuk mengembangkan pengetahuan ilmu

psikiatri terutama terapi realitas dan Consultation Liaison Psychiatry (CLP),

dalam penatalaksanaan pasien pasca-amputasi ekstremitas yang mengalami

gangguan psikiatri khususnya depresi.

b. Dapat menjadi landasan studi selanjutnya tentang penatalaksanaan di bidang

psikiatri pada pasien pasca-amputasi ekstremitas dengan gangguan psikiatri

khususnya depresi.

2. Manfaat Praktis

a. Tersedia psikoterapi yang bermanfaat untuk memperbaiki depresi dan kualitas

hidup pasien pasca-amputasi ekstremitas.

E. Keaslian Penelitian No Peneliti,

tahun

Judul Desain Jumlah

Sampel

Hasil Perbedaan dengan

(5)

1 Misbah Ghous et al, 2014 Depression; Prevalence among Amputees. Cross sectio nal

110 16 pasien (14,5%) depresi borderline, 35 pasien (31,8%) mengalami depresi ringan, 14 pasien (12,7%) depresi sedang, 8 pasien (7,3%) depresi berat, 9 pasien (8,2%) depresi sangat berat dan 28 pasien (25,5%) tidak mengalami depresi.

Desain cross sectio nal, untuk menentukan

prevalensi depresi pasca-amputasi akibat trauma, populasinya pasien pasca-amputasi di Pakistan.

2 Nellie Njambi Mugo

The Effects of Amputation on Body Image and Well-Being: A Systematic Literature Review. 2010 Systema tic Literatu re Review

20 jurnal Effect of amputation has proven to have serious

psychological, social and economic impact in the lives of human being, with people losing many physical functions and abilities that were once taken for granted.

Systematic Literature Review untuk meninjau dan menganalisis data 20 jurnal dengan tujuan mengetahui keadaan hidup pasca-amputasi terutama tentang problem dan upaya rehabilitasi pasca-amputasi. 3 Nasir Muzaffar et al Psychiatric Comorbidity in Amputees With Average Sociodemograp hic Status and the Role of Theologic and Family Support In A Conflict Zone.2012

Cohort study

100 Major depressive disorder was the most common comorbidity followed by anxiety disorders in which PTSD subjects were majority followed by impulse control disorder and phantom phenomenon respectively. Studi kuantitatif dengan desain kohort, untuk menilai variabel sosiodemografik dan komorbiditas psikiatri pada pasien pasca-amputasi akibat konflik, populassinya adalah pasien pasca-amputasi usia produktif di Kashmir, India.

4 K

Srivastava et al

A Study of Psychological Correlates after Amputation. A hospital based prospec tive pre

50 The findings indicated pshycological assessment and intervention is to be

Studi eksperimental untuk menilai aspek psikologis dan

(6)

2010 and post treatme nt study

included as a part of the management after amputation.

modul untuk pasien pasca-amputasi di Artificial Limb Centre India.

5 Arwyn

Weynand Nusawakan dkk

Aspek Spiritualitas pada Klien

Pasca-amputasi. 2012

Kualita tif

3 Riset partisipan menunjukkan adanya dimensi spiritualitas dalam

diri mereka melalui hubungan yang bermakna antar dirinya dengan orang lain, Tuhan, dan juga dengan dirinya sendiri. Hal ini menjadi kondisi yang kondusif bagi mereka untuk tetap memiliki sekaligus

mengembangkan harapan.

Studi kualitatif untuk mengetahui gambaran aspek spiritual klien pasca-amputasi.

6 Nasirin Kebermaknaan Hidup Difabel : Studi Kasus Terhadap Difabel

Amputasi Kaki. 2010

Kualita tif

1 Kedifabelan tidak selalu menjadikan seseorang lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa, melainkan dapat menjadikan hidup lebih

bermakna, kegiatan lebih terarah dan lebih bertanggung jawab.

Referensi

Dokumen terkait

‰ Jika diberi bahan dielektrik diantara kedua pelat maka untuk beda potensial yang sama, muatan kapasitor menjadi bertambah, sehingga kapasitasnya pun bertambah.. Efek

Gorontalo sebagai penghasil utama jagung berkontribusi 55 % dari total ekspor Pulau Sulawesi; Sulawesi Selatan merupakan pengekspor beras dengan jumlah produksi 63% dari total

Termasuk yang juga bisa menolong untuk khusyu’ dalam shalat, yaitu tidak mengganggu orang lain dengan bacaan al Qur`an, tidak shalat dengan pakaian atau baju yang ada

Kesimpulan dari penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas Maospati, Kabupaten Magetan pada lansia yang melakukan pemeriksaan asam urat pada bulan Januari sampai Maret 2020

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Namun karena dalam praktikum sampel hanya digunakan untuk mencari kadar C organik tanpa mencari kadar N, maka nilai rasio C/N tidak dapat ditentukan, sehingga tidak dapat

Penelitian dilakukan untuk membuat aplikasi kamus Biologi berbasis Web yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna khususnya pelajar SMP sebagai sarana kamus digital bahasa ilmiah

Η αγορά προϊόντων σουπερμάρκετ αποτελεί μια ιδιαίτερη κατηγορία αγορών που μπορεί να ικανοποιήσει τα ηδονιστικά κίνητρα των καταναλωτών μέσα από τη