• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

WAHYU SETIOWATI

NPM : 0533010015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR SURABAYA

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :

WAHYU SETIOWATI

NPM : 0533010015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan Skripsi yang berjudul: PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT.

Penyusunan Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Pangan di Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur guna meraih Gelar Sarjana Teknologi Pangan (S1)

Pada kesempatan ini penulis menyampaiakan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. Ir.Teguh Sudarto, Mp, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur. 2. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa

Timur.

3. Ir. Latifah, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Drh. Ratna Yulistiani, MP, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Rosida, STP, MP, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

(4)

ii

6. Ir. Tri Mulyani, MS dan Dr. Dedin F Rosida, STP, Mkes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, atas segala petunjuk dan saran yang diberikan kepada penulis

8. Orang tua tercinta Ibu Sunani Sudarno atas segala dorongan, kesabaran, dukungan material dan spiritual serta dukungan doa yang senantiasa diberikan setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. My everything “Yulius Didik Bintoro” dan keluarga, atas segala dukungan moril dan materiil, kasih sayang, kesabaran, perhatian, pengertian dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

10.Keluarga, rekan-rekan mahasiswa terutama mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan yang telah membantu terlaksananya Skripsi ini, terutama Dina, Keny dan seluruh angkatan 2005 serta semua pihak yang turut membantu memberikan saran serta masukan sehingga terselesaikannya Skripsi ini.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Teknologi Pangan pada khususnya dan bagi pihak-pihak yang memerlukan pada umumnya. Skripsi ini masihlah jauh dari sempurna serta banyak kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat obyektif dan membangun guna sempurnanya tulisan ini.

Surabaya, November 2010

(5)

KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ………. DAFTAR GAMBAR ……...………. DAFTAR LAMPIRAN ....…...………. INTISARI ………..……….... BAB I. PENDAHULUAN ……… A. Latar Belakang ………... B. Tujuan ………. C. Manfaat ………... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. A. Roti Tawar………...………... B. Bahan Pembuat Roti ..………... 1. Tepung Terigu ……….. 2. Bekatul Padi (Rice Brand) ……… 3. Gliserol Monostearat (GMS) ... 4. Air ...

(6)

1. Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)……..

2. Net Present Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)…….

3. Payback Periode (PP) (Susanto dan Saneto, 1994)……….. 4. Internal Rate Of Return (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994).. 5. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan

Saneto, 1994)………. F. Landasan Teori ……….... G. Hipotesa..……….. BAB III. BAHAN DAN METODE.. ………...

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………... B. Bahan yang Digunakan………..………….. C. Peralatan yang Digunakan...………. D. Metode Penelitian ……….... 1. Peubah Berubah...…..………... 2. Peubah

Tetap…..……… ………

E. Parameter yang

Diamati….………...………… F. Prosedur

Penelitian………

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…………

A. Hasil Analisa Bahan

Baku………...

B. Hasil Analisa Produk Roti Tawar Bekatul ...……….….……. 1. Kadar Air...……….………... 2. Kadar Protein...………..………....

(7)

C. Uji Organoleptik ..…………...………... 1. Uji Kesukaan Warna .……….….……… 2. Uji Kesukaan Aroma..……….……. 3. Uji Kesukaan Rasa ………..……… 4. Uji Kesukaan Tekstur...…………...……….……….. D. Analisis Keputusan ………..……….……….…. E. Analisis Finansial ………...……… 1. Kapasitas Produksi ……….…….. 2. Biaya Produksi ………. 3. Harga Pokok Produksi ……….……. 4. Harga Jual Produksi ……….. 5. Break Even Point (BEP) ………..

6. Net Present Value (NPV) ……….

7. Payback Periode (PP) ………..

8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ………

9. Internal Rate Of Return (IRR) ………..

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. A. Kesimpulan …………...……….………. B. Saran ………...……… DAFTAR PUSTAKA

53 54 56 56 56 57 57 57 58 58 59 59 60 60 61 62

(8)

Tabel 2.

Daftar komposisi tepung terigu per 100 gram bahan …... Komposisi kimia bekatul padi dibandingkan dengan dedak padi, bekatul gandum dan bekatul rye ... Daftar komposisi ragi roti per 100 gram bahan ….……….. Daftar komposisi gula per 100 gram bahan ... Daftar komposisi susu skim per 100 gram bahan ………… Daftar komposisi shortening per 100 gram bahan ... Hasil analisa bahan baku ... Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan

penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan

penambahan gliserol monostearat ... Rerata volume pengembangan roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol

monostearat ... Rerata ukuran pori-pori roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Rerata tekstur roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ...

(9)

Tabel 20.

Tabel 21.

Tabel 22.

perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata uji organoleptik rasa roti tawar dari

perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata uji organoleptik tekstur roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Data Hasil Analisis Roti Tawar ………..

51

52

53 55

(10)

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Pembuatan Roti Tawar Metode Adonan Langsung Cepat (Straight dought) ………..……… Diagram Alir Proses Pembuatan Roti tawar

(Tepung Terigu : Tepung Bekatul) dengan metode sponge

and dough ……….

Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti tawar ………. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap pori-pori roti tawar ………. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap tekstur roti tawar ………...…

22

36

43

45

48

(11)

Lampiran 2.

Lembar Kuisioner Organoleptik ……...……….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Air Roti Tawar Bekatul ...……….………... Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Protein Roti Tawar Bekatul ...………..……….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Serat Roti Tawar Bekatul ……...… Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Volume Pengembangan Roti Tawar Bekatul ...…….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Ukuran Pori Roti Tawar Bekatul ...…...…... Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Tekstur (Pnetrometer) Roti Tawar Bekatul ...…..…... Data Hasil Uji Organoleptik Dengan Uji Hedonik Roti Tawar Bekatul ... Hasil Keseluruhan Analisa Kimia, Fisik dan Organoleptik Roti Tawar Bekatul ... Asumsi-asumsi Yang Digunakan………...……… Kebutuhan Bahan Dan Biaya…...……….. Penghitungan Modal Perusahaan.………...…….…. Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap tahun ……. Perhitungan Keuntungan Produksi Roti Tawar Bekatul Perhitungan Payback Period dan Break Event Point Produksi Roti Tawar Bekatul ...…………... Grafik Break Event Point Produksi Roti Tawar bekatul Laporan Rugi Laba Selama Umur Ekonomis Proyek (5 tahun)………. ... Laju Pengembalian Modal ………...………...

Net Present Value (NPV) dan Gross Benefit ……...

(12)
(13)

PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN

SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN

GLISEROL MONOSTEARAT

WAHYU SETIOWATI NPM. 0533010015

INTISARI

Roti didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang. Tepung terigu merupakan bahan dasar dari pembuatan roti tawar. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan menambah kandungan serat serta penganekaragaman pangan perlu penggantian sebagian tepung terigu dengan tepung lain, misalnya tepung bekatul. Permasalahan yang timbul dalam pembuatan roti tawar dari bahan baku tepung campuran (tepung terigu dan tepung bekatul) adalah tekstur roti yang keras dan kurang mengembang sehingga perlu penambahan Gliserol Monostearat yang berfungsi untuk menguatkan kerja gluten dan pati dalam menangkap karbondioksida (CO2)..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sustitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik roti tawar. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan, faktor I adalah sustitusi tepung bekatul (10%; 20%; 30%) dan faktor II adalah penambahan gliserol monostearat (3; 4; 5 % bb).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada sustitusi tepung bekatul 20% dan penambahan gliserol monostearat 3%, yang menghasilkan roti tawar bekatul dengan kadar air 22,6078%, kadar protein 10,8967%, kadar serat 13,2848%, volume pengembangan 314,6667%, ukuran pori 0,8507 mm, tekstur (kekerasan) 0,851 mm/gr dt dan tingkat skoring warna 132 (suka), aroma 112 (agak suka), rasa 117 (agak suka), tekstur 104 (agak suka). Hasil analisis finansial pada perlakuan terbaik menunjukkan titik BEP 31,26 % dari total produksi, NPV sebesar Rp. 143,716,106,- dan Payback Period 4,3 tahun dengan Benefit Cost Ratio sebesar 1,1322 dan IRR 22,48% (dengan tingkat suku bunga 20%).

(14)

A. Latar Belakang

Roti sudah dikenal sebagai makanan sehari-hari terutama golongan masyarakat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya berdiri industri roti baik dalam skala rumah tangga maupun industri menengah (Marleen, 2002). Menurut Mudjisihono dkk (1993), roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang mampu membentuk sponge yang sebagian besar tersusun dari gelembung–gelembung gas. Adonan roti tawar dapat mengembang karena adanya gas karbondioksida sebagai hasil fermentasi oleh yeast. Gas karbondioksida tersebut ditahan oleh protein gluten sehingga roti menjadi mengembang

Bahan baku utama dalam pembuatan roti tawar adalah tepung terigu sedangkan bahan dasar pembuatan tepung terigu adalah gandum. Gandum sampai saat ini masih diimpor dari luar negeri. Salah satu cara untuk mengurangi kebutuhan tepung terigu pada pembuatan roti tawar yaitu dengan menggantikan sebagian atau seluruh tepung terigu dengan tepung lain misalnya tepung bekatul. Hal ini juga merupakan salah satu upaya dalam memanfaatkan limbah bekatul.

Bekatul merupakan hasil samping pengolahan padi atau gabah yang terbentuk dari lapisan luar beras pecah kulit dalam penyosohan untuk menghasilkan beras putih atau beras kepala (Houston, 1972 di dalam Muchtadi dkk, 1995). Dalam penggilingan gabah dan penyosohan beras, persentase produk yang dihasilkan adalah beras utuh sekitar 50%, beras pecah 17%, bekatul 10%, tepung 3% dan sekam atau dedak 20% (Grist, 1965).

(15)

Bekatul mengandung protein relatif tinggi yaitu 11,3-14,9%:; kadar serat diet 7,0-11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1-12,9 mg/100 g) dan vitamin E (1,9-2,9 mg/100g); asam lemak bebas 2,8-4,1% dan mineral (Santosa dkk, 2007).

Pada pembuatan roti tawar yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan antara kemampuan menghasilkan gas dan kemampuan untuk menahan gas selama fermentasi. Parameter yang menentukan kualitas roti tawar adalah volume pengembangan, warna kulit, remah roti dan aroma yang dihasilkan. Penurunan kualitas roti tawar dapat mengakibatkan perubahan respon sensoris sehingga tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut menurun. Penurunan ini disebabkan proses retrogradasi molekul pati yang tergelatinisasi selama proses pemanggangan yaitu hilangnya air dan daya kohesi remah roti (Mudjisihono dkk, 1993). Roti tawar dapat dibuat dari berbagai campuran tepung misalnya tepung terigu dengan tepung lain. Roti tawar yang dibuat dari tepung campuran dapat menurunkan elastisitas adonan sehingga roti yang dihasilkan kurang mengembang (Ahza, 1983 di dalam Carmendita dkk, 2007).

(16)

Hasil penelitian Muchtadi dkk (1995) menyimpulkan bahwa pembuatan roti manis dengan substitusi bekatul 25% dengan metode sponge and dough menghasilkan roti manis dengan kualitas baik. Hasil penelitian Hidayat (2006) menyebutkan bahwa penambahan gliserol monostearat (GMS) sebanyak 4% pada adonan roti tawar dengan tingkat substitusi tepung tapioka 10% menghasilkan roti tawar dengan kualitas baik dan disukai konsumen.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat (GMS) terhadap kualitas fisiko kimia dan organoleptik roti tawar.

2. Menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara substitusi bekatul dan penambahan gliserol monostearat sehingga dihasilkan roti tawar dengan kualitas baik dan disukai oleh konsumen.

C. Manfaat Penelitian

1. Memanfaatkan tepung bekatul dalam pembuatan roti tawar dengan penambahan gliserol monostearat sebagai salah satu penganekaragaman produk roti tawar.

(17)

A. Roti Tawar

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1-4439-1998), roti didefinisikan

sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti

dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan

yang diijinkan. Roti diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu roti tawar dan roti manis

dengan persyaratan mutu fisik, organoleptik, kimia dan mikrobiologi yang aman

dikonsumsi manusia (Hadi, 2006).

Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang mampu membentuk sponge yang

sebagian besar tersusun dari gelembung – gelembung gas. Adonan roti tawar dapat

mengembang karena adanya gas karbondioksida sebagai hasil fermentasi oleh yeast. Gas

karbondioksida tersebut ditahan oleh protein gluten sehingga roti tawar menjadi

mengembang (Mudjisihono dkk, 1993).

Menurut Sultan (1986), pembentukan gas terjadi pada saat fermentasi, sedangkan

penahanan gas disebabkan oleh gluten yaitu substansi yang ulet, elastis dan mudah

direnggangkan apabila tepung terigu dicampur dengan air.

Roti tawar yang berkualitas memiliki karakteristik eksternal tertentu, di antaranya

memiliki volume pengembangan yang cukup, kulit roti berwarna coklat keemasan,

pemanggangan merata, bentuk simetris dan memiliki kulit roti yang tipis. Sedangkan

karakteristik internal diantaranya warna bagian dalam (crumb) yang cerah, pori-pori

seragam dengan dinding pori yang tipis, tekstur halus, lembut dan tidak bersifat remah,

(18)

aroma khas roti tawar yang segar dan menyenangkan (Hadi, 2006). Roti tawar dengan

kualitas baik mempunyai rasa yang memuaskan, tidak meninggalkan aftertaste yang

tidak menyenangkan, karakteristik volume yang besar, bentuk dan warna yang menarik

dan ketika dikunyah terasa enak dan lembut, tidak keras maupun lengket dalam mulut

(Kent, 1975 di dalam Rony, 2006).

Syarat mutu roti tawar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu roti tawar

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan (Roti Tawar)

1.

Abu (tidak termasuk garam dihitung atas dasar bahan kering) Abu yang tidak larut dalam asam NaCl

Gula Lemak

Serangga / Belatung

Bahan Tambahan Makanan Pengawet

Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba Angka lempeng total E. coli

Normal, tidak berjamur Normal Tidak boleh ada

Sesuai SNI 0222-1987

(19)

B. Bahan Pembuat Roti Tawar

Roti tawar yang baik tidak dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang

menyusunnya. Oleh karenanya, seleksi terhadap bahan baku yang akan digunakan

penting dilakukan untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang diharapkan

(Hadi, 2006).

Tepung terigu, air, ragi dan garam merupakan bahan baku utama dalam

pembuatan roti tawar. Selain keempat bahan baku tersebut dapat pula ditambahkan

bahan-bahan lain seperti gula, lemak, telur, susu dan bahan tambahan makanan seperti

pengemulsi, pengawet dan lain-lain (Hadi, 2006).

1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari penggilingan biji gandum

(Tritium vulgane). Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam pembuatan roti karena

mengandung protein gluten. Protein dalam tepung terigu merupakan komponen yang

penting dalam pembentukan adonan. Tepung terigu dapat membentuk adonan yang liat

dan dapat menahan gas-gas selama fermentasi dan pemanggangan sehingga dihasilkan

roti tawar yang mengembang dan ringan. Gluten sebagian besar terdiri dari protein

(75%-80%), pati yang tidak tercuci (5%-15%) dan lemak (5%-10%). Gluten terbentuk dari

gliadin dan glurenin yang mempunyai sifat lentur dan dapat direnggangkan (Utami,

1992).

Menurut Anonymous (1994), berdasarkan kandungan proteinnya, tepung terigu

(20)

a. Protein tinggi (Hard flour)

Mempunyai kandungan protein 12-14%. Digunakan untuk produk roti tawar, roti

manis dan adonan pastry. Lebih dikenal dengan merk dagang Cap Kereta Kencana.

b. Protein sedang (Medium flour)

Kandungan protein 9-10%. Lebih cocok digunakan untuk mie dan pastry. Di pasaran

lebih dikenal dengan merk dagang Gunung Bromo.

c. Protein rendah (Soft flour)

Kandungan protein 7-9% dengan merk dagang Roda Biru. Tepung jenis ini lebih

cocok digunakan untuk biscuit, cake dan crackers.

Komposisi kimiawi tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Daftar komposisi tepung terigu per 100 gram bahan.

No Komposisi Jumlah

1. Serak Kasar (gr) Kalsium (mg) Sumber : Anonymous (1994).

2. Bekatul Padi (Rice Brand)

Bekatul adalah hasil samping penggilingan padi. Setelah beras dipisahkan dari

sekam (kulit luar gabah), kemudian dilakukan penyosohan. Proses penyosohan dilakukan

dua kali, penyosohan pertama menghasilkan dedak (seratnya masih kasar), sedangkan

(21)

seringkali di penggilingan antara dedak dan bekatul tidak dipisahkan dan difungsikan

hanya sebagai pakan ternak. Untuk istilah dedak dan bekatul ini dibedakan oleh FAO

(Food Agriculture Organization). Yang dimaksud dengan dedak adalah hasil sampingan

dari proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan sebelah luar dari butiran padi

dengan sejulah lembaga biji. Sementara bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran

padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati (Anonymous, 2008).

Dari segi gizi, kandungan gizi beras putih sebenarnya sudah sangat sedikit, sebab

kandungan utamanya adalah karbohidrat. Kandungan gizi di luar karbohidrat seperti

serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin, niasin serta tokoferol dan aneka zat gizi lain

justru ada di bekatul. Sayangnya bekatul saat ini justru dikenal sebagai pakan ternak,

sementara manusia hanya mengkonsumsi beras putih. Tak heran bila sekarang banyak

terserang aneka penyakit seperti konstipasi, kanker kolon, hipertensi, hiperkolesterol,

diabetes mellitus dan lain-lain karena zat sehat dalam menu sehari-hari sangat kecil

(Anonymous, 2008).

Kandungan gizi dalam bekatul antara lain adalah protein yang relatif tinggi yaitu

11,3-14,9% dengan kualitas protein yang baik (daya cerna 63,5-71,6%), kadar lemak

berkisar 18,1-23,3%; serat diet 7,0-11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1-12,9 mg/100

gram) dan vitamin E (1,9-2,9 mg/100 gram); asam lemak bebas 2,8-4,1% dan mineral.

Bekatul yang kaya akan sumber vitamin B, minyak, protein yang bermutu baik dan

mineral, juga mengandung senyawa antigizi, antara lain fitin, silika, “Dietary fiber”,

inhibitor tripsin dan lektin, tetapi bekatul relatif sedikit digunakan sebagai bahan

(22)

mempunyai rasa “sepet/keset” yaitu rasa yang tidak diinginkan membekas di lidah

(Anonymous, 2008).

Komposisi kimia bekatul menunjukkan kandungan yang kaya akan serat pangan,

mineral, minyak, protein dan khususnya Vitamin B. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia bekatul padi dibandingkan dengan dedak padi, bekatul gandum dan bekatul rye.

Keterangan Dedak Padi Bekatul Padi Bekatul Gandum Bekatul Rye

Protein, %N x 6,25 Fitin fosfor, mg/g Silika, mg/g Sumber : Luh dan Barber (1991).

Saat ini penggunaan bekatul sebagai suplementasi telah banyak dilakukan,

misalnya pada pengolahan biskuit, kue dan lain-lain. Pemanfaatan bekatul yang telah

diawetkan sebagai makanan sarapan sereal, dengan perbandingan (persentase) tepung

beras: bekatul dari 90%:10% sampai dengan 30%:70%. Substitusi bekatul padi 15% pada

tepung terigu dilaporkan memberikan hasil yang optimal terhadap penerimaan cookies

dan roti manis. Konsumen (panelis) lebih menyukai roti manis yang mengandung 15%

bekatul daripada roti manis yang mengandung lebih banyak bekatul. Pada pembuatan

produk cake, bekatul menyumbangkan peranannya sebesar 30% untuk substitusi tepung

(23)

sehingga cake yang dihasilkan sama sekali tidak terasa seperti bekatul. Substitusi ini

dapat meningkatkan kandungan serat pangan (hemiselulosa, selulosa, dan lignin) dan

niasin pada produk (Muchtadi dkk., 1995).

Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku, bekatul harus diawetkan terlebih

dahulu. Proses pengawetan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

Proses ini mempertahankan kestabilan bekatul sampai tiga bulan (Anonymous, 2008).

3. Gliserol Monostearat (GMS)

Monogliserida termasuk juga gliserol monostearat adalah suatu emulsifier buatan

yang merupakan bahan surfaktan (Surface Active Agent). Fungsi utamanya adalah

mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar tetap stabil. Ciri khas dari

emulsifier adalah adanya gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat mengikat air dan

lemak menjadi satu kesatuan yang stabil (Fenema, 1985 di dalam Rony, 2006).

Gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang digunakan dalam proses

pengolahan makanan dalam kategori Generally Recognized As Safe (GRAS). Pada

pembuatan roti tawar, fungsi gliserol monostearat adalah membentuk reaksi kompleks

dengan pati, menghambat laju retrogradasi, mencegah pengerasan dan peremahan roti

tawar (Furia, 1968 di dalam Rony, 2006).

Penambahan gliserol monostearat dapat meningkatkan volume roti tawar. Hal ini

disebabkan gliserol monostearat yang berfungsi sebagai emulsifier dan sebagai bahan

pengelat antar granula pati. Gliserol monostearat mampu berinteraksi dengan

molekul-molekul amilosa sehingga dapat menahan gas CO2 hasil dari fermentasi yeast, akibatnya

(24)

Struktur dari gliserol monostearat dapat dilihat dari Gambar 1.

O H ║ │ H3C(CH2)16C ─ O ─ C ─ H

H ─ C ─ OH │

H ─ C ─ OH │

H

Gambar 1. Struktur kimia Gliserol Monostearat (Bailey’s, 1996)

Menurut Kim dan Ruiter (1968), pengaruh gliserol monostearat dapat mencegah

pengerasan dan peremahan (stalling) akibat interaksinya dengan pati, serta mencegah

terjadinya air dari gluten ke dalam pati. Selain itu adanya ikatan antar granula pati ini

memberikan kekuatan untuk menahan pengembangan adonan sehingga roti tawar dapat

mengembang dengan baik.

Gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang tersusun dari radikal

asam stearat sebagai gugus non polar dan mempunyai dua gugus hidroksil dari gliserol

sebagai gugus polar. Adanya dua gugus hidroksil dari gliserol sebagai gugus polar maka

satu gugus hidroksil (-OH) pada akhir rantai gliserol monostearat bereaksi dengan

molekul-molekul amilosa secara heliks. Akibat reaksi tersebut membentuk ikatan

kompleks antara molekul-molekul amilosa sehingga selama fermentasi gas

karbondioksida tertahan dan adonan menjadi berkembang (Bailey’s, 1996).

Menurut Keetels (1995), giserol monostearat pada roti dapat memperpanjang

umur simpan (shelf life) dan memperbaiki volume roti. Hal ini karena gliserol

(25)

monostearat dapat berinteraksi dengan gluten sehingga menghasilkan penguatan jaringan

gluten. Kedua, gliserol monostearat dapat menaikkan kestabilan sel gas dalam adonan

sehingga volume roti dan tekstur dapat tercapai.

4. Air

Fungsi air adalah untuk menghidrasi tepung sehingga dapat membentuk adonan

yang baik. Air berperan dalam melarutkan bahan-bahan seperti garam, gula dan yeast.

Air akan berikatan dengan protein membentuk gluten dan mengikat pati membentuk gel

dengan adanya panas. Air ini berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan seperti garam,

gula, susu bubuk dan yeast. Banyaknya air yang ditambahkan dalam pembuatan adonan

roti akan membentuk mutu roti tawar yang dihasilkan menjadi baik (Marliyati, 1992).

Menurut Sultan (1981), air berperan dalam melarutkan bahan, membantu aktivitas

yeast, membantu pembentukan gluten, membantu gelatinisasi pati serta menghasilkan

uap air yang membantu pengembangan adonan.

5. Yeast (Ragi Roti )

Ragi yang digunakan dalam pembuatan roti adalah Sacharomyces cereviceae.

Suhu optimum fermentasi sekitar 250C-300C dan suhu maksimum 350C-470C.

Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4-4,5.

Ragi ini memfermentasikan gula dalam kondisi anaerob dengan menghasilkan gas CO2

dan alkohol (Fardiaz, 1992).

Yeast adalah penghasil gas CO2 yang berperan dalam mengembangkan adonan

(26)

(1981), yeast mampu menghasilkan gas CO2 yang diperangkap oleh gluten dan

mengakibatkan adonan roti mengembang pada saat fermentasi.

Yeast dapat langsung dicampur dengan tepung terigu dan bahan kering lainnya

ataupun dicairkan terlebih dahulu dengan air pada suhu 400C-450C sebelum digunakan

pada saat peradonan. Yeast yang ditambahkan ke dalam adonan memerlukan waktu

adaptasi selama ± 45 menit sebelum memperbanyak diri serta memecah karbohidrat

(Meyer, 1980).

Yeast mempunyai tiga fungsi dalam pembuatan roti yaitu memproduksi gas yang

mengembangkan adonan dan memberikan kontribusi pada flavour produk akhir. Jumlah

yeast yang digunakan dalam proses penanggangan tergantung pada komposisi adonan

yang difermentasikan (jumlah gula) dan panjang proses yang ingin digunakan (Wood,

1998).

Komposisi kimiawi ragi roti dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Daftar komposisi ragi roti per 100 gram bahan.

No Komponen Jumlah

1. Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

6. Gula

Gula merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan roti, karena dapat

(27)

mengatur fermentasi dan pembentukan warna pada kulit roti. Menurut Marliyati (1992),

gula merupakan substrat bagi yeast pada proses fermentasi sehingga memproduksi gas

CO2 pada roti tawar. Gula yang tersisa setelah fermentasi disebut sisa gula yang akan

memberikan warna pada kulit roti dan rasapada roti. Warna ini merupakan hasil reaksi

browning non enzimatis antara gula dengan protein dari tepung. Gula sangat bersifat

higroskopis dan hal ini dapat memperbaiki daya tahan (shelf life) dari roti. Gula yang

ditambahkan sebaiknya gula yang bermutu tinggi dan jumlah gula yang ditambahkan

sebaiknya tidak melebihi 8% karena akan menghambat proses fermentasi.

Menurut Kotschever (1975), penambahan gula dalam jumlah terlalu banyak dapat

mengakibatkan sifat pengawet pada gula muncul sehingga menurunkan aktivitas yeast.

Menurut Desrosier (1988), bila kadar gula tinggi, adonan menjadi lebih cair, maka dalam

kondisi ini jumlah udara yang terperangkap akan menjadi berkembang.

Ketaren (1986) menyatakan bahwa penambahan gula dalam roti disamping

memberikan rasa manis juga berfungsi mengempukkan adonan. Penambahan gula terlalu

banyak dapat mengakibatkan adonan meleleh dan hancur selama pemanggangan, karena

terbentuk butiran keras (set form) akibat koagulasi pati dan gluten pada tepung.

Komposisi kimiawi gula dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Daftar komposisi gula per 100 gram bahan.

No Komponen Jumlah

(28)

7. Garam

Garam biasanya ditambahkan pada formula roti antara 1,5%-2,5% dari berat

tepung. Pemakaian garam yang terlalu rendah akan menghasilkan roti yang hambar, dan

sebaliknya bila berlebihan fermentasi yeast akan terhambat. Fungsi garam pada adonan

roti adalah untuk memberikan rasa gurih pada roti, mengontrol waktu fermentasi,

menambah elastisitas dan kekuatan gluten (Marliyati, 2002).

Garam dapat mengontrol laju fermentasi pada adonan. Efek ini berhubungan

dengan kemampuan untuk meningkatkan tekanan osmotik yang disebabkan dari

penambahan garam pada formulasi adonan. Garam mempengaruhi aktivitas metabolisme

yeast, tetapi efek pada fermentasi lebih penting yaitu menurunkan laju produksi gas CO2

dan pengembangan adonan (proofing) (Matz, 1992).

Menurut Sultan (1981), Peran garam dalam pembuatan roti tawat adalah

memperbaiki flavour, memperkuat gluten, mengendalikan altivitas yeast, serta

mengkambat kontaminasi yang ada dalam adonan.

8. Susu Skim

Pemakaian susu dalam pembuatan roti tawar adalah untuk meningkatkan nilai gizi

roti. Susu mengandung kasein (protein susu) dan laktosa serta mineral kalsium. Selain itu

susu dapat memberikan efek terhadap warna yaitu sebagai hasil reaksi browning non

enzimatis antara gula dengan protein dan memperkuat gluten karena kandungan

kalsiumnya (Marliyati, 1992).

Susu digunakan untuk memberikan flavour yang spesifik serta pembentukan kulit

(29)

susu juga dapat memperbaiki nilai nutrisi roti tawar sebab mengandung protein yang

cukup tinggi (37,96%) (Natalia, 1990).

Komposisi kimiawi susu skim dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Daftar komposisi susu skim per 100 gram bahan.

No Komponen Jumlah

1. Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

9. Shortening

Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan

tertentu yang pada umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Sifat

elastis lemak memegang peranan penting dalam pembuatan roti. Menurut Matz (1972),

lemak dipergunakan untuk mempertahankan aroma sebagai pembangkit dan membantu

menahan gas karbondioksida yang dihasilkan galam proses fermentasi pada produk roti.

Menurut Ketaren (1986), apabila lemak (shortening) dicampur dengan adonan

roti, maka adonan akan membentuk sejenis film. Adonan berlemak ini mempunyai daya

gabung dengan udara dan daya pelumas lebih besar dibandingkan minyak cair.

Shortening berfungsi sebagai perangkap udara selama pencampuran. Gelembung

udara ini menunjang langsung peragian dan membantu pengendalian butiran.

Gelembung-gelembung udara ini terbungkus di dalam lapisan lemak. Shortening juga

(30)

Penambahan shortening sekitar 1% dari berat tepung dapat memperbaiki volume

roti, menurunkan kekerasan dan memberikan dinding roti yang lebih tipis, menghasilkan

tekstur yang lembut dan mempermudah sifat penirisan (Kent, 1983).

Komposisi kimiawi shortening dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7. Daftar komposisi shortening per 100 gram bahan.

Komponen Jumlah Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

C. Proses Pembuatan Roti tawar

1. Metode Pembuatan Roti tawar

Metode dan proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

menghasilkan produk roti tawar yang berkualitas. Secara umum, metode utama dalam

pembuatan roti tawar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu straight dough (metode

langsung), no time dough (metode cepat) dan sponge and dough. Penggunaan metode

yang berbeda akan mempengaruhi kondisi adonan, volume dan banyak faktor lainnya.

Pada metode straight dough, seluruh bahan dicampur dalam satu kali proses

pengadukan. Adonan yang dihasilkan umumnya elastis namun ekstensibilitasnya kurang.

Setelah proses pengadukan, adonan mengalami proses fermentasi selama 2-3 jam. Produk

yang dihasilkan umumnya unggul dalam hal aroma dan rasa. Pada metode notime dough,

(31)

berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang dari 30 menit). Oleh karena itu,

diperlukan pemakaian ragi 1,5-2 kali lebih banyak dari proses biasa. Akibat pendeknya

proses fermentasi, produk yang dihasilkan kurang aromanya. Produk yang dihasilkan

juga lebih cepat keras sehingga umur simpan lebih pendek (Hadi, 2006).

Pada metode sponge and dough, bahan baku dibagi dalam dua kali proses

pengadukan. Pada pengadukan pertama, 60%-80% dari total pemakaian terigu, air dan

ragi dicampur membentuk “sponge”. Setelah difermentasikan 2-5 jam, adonan “sponge”

diaduk kembali bersama sisa tepung dan bahan-bahan lainnya hingga membentuk adonan

yang kalis. Metode ini menghasilkan adonan dengan stabilitas tinggi. Umumnya volume

produk lebih besar, pori halus, tekstur halus dan lembut (Hadi, 2006).

2. Pengadonan

Pengadonan merupakan pencampuran antara bahan-bahan pembuatan roti tawar

seperi air, susu skim, gula, garam, shortening, telur dan tepung terigu dengan

perbandingan yang tepat. Proses pengadonan, di dalamnya terkait suhu dan waktu

pwngadonan. Suhu yang tepat pada saat pengadonan adalah 280C-300C. Pada suhu

tersebut, yeast sebagai penghasil gas CO2 dalam keadaan optimal untuk memecah

glukosa dan fruktosa serta gula yang terdapat dalam tepung ataupun gula yang

ditambahkan (Pomeranz, 1971).

Menurut Anonymous (2001), selama proses pengadukan akan terjadi perubahan

sifat reologis adonan secara bertahap. Pengadukan ini dilakukan untuk mendistribusikan

bahan baku secara seragam ke dalam adonan dengan level tepung dan air yang

(32)

komponen seperti air, pati, protein, lemak, enzim, garam, gula dan yeast dengan

mengontakkannya satu sama lain secara fisik untuk menghasilkan dough (Subarna,

1992).

3. Fermentasi

Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan

asam amino secara anaerobik. Fermentasi merupakan perubahan konvensional substrat

yang dilakukan oleh mikroorganisme sel vegetatif atau enzim dalam bahan (Spreer,

1998).

Selama fermentasi terjadi perubahan gula menjadi gas CO2 dan alkohol sebagai

berikut :

Tahapan fermentasi ada 2 yaitu 1). Fermentasi gula dalam tepung oleh yeast, 2).

Berkembangbiaknya yeast lebih lanjut dengan adanya gula dan menghasilkan CO2 dan

alkohol. Suhu optimal untuk fermentasi adonan adalah 330C-350C atau 410C-430C

dengan kelembaban relatif 80-85% serta lama fermentasi 60-90 menit. Yeast membawa

perubahan pada adonan selama fermentasi, seperti perpisahan substrat yang dapat

terfermentasi, akumulasi produk akhir dalam bentuk alkohol dan gas CO2 (Mudjisihono

dkk, 1993).

Pada proses fermentasi terjadi penguraian baik pati dari tepung terigu dan sukrosa

yang ditambahkan. Enzim α dan β amylase yang secara alamiah terdapat dalam tepung

terigu akan memecah maltosa yang akan digunakan dalam fermentasi yeast (Manley,

(33)

glukosa (Buckle et.al., 1987). Sedangkan sukrosa yang ditambahkan akan dipecah oleh

yeast menjadi glukosa dan fruktosa kemudian dipecah lagi menghasilkan gas CO2 dan

etanol (Sardjoko, 1991).

Tepung dan yeast mengandung enzim protease dan peptidase. Enzim-enzim

tersebut aktif memecah protein dalam adonan selama fermentasi dan membebaskan

asam-asam amino (Anonymous, 2001).

4. Pemanggangan

Pemanggangan roti merupakan langkah terakhir dan sangat penting dalam

memproduksi roti. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah

mempersatukan uap air dengan gelembung udara semaksimal mungkin, yang dapat

diawasi dengan cara : 1) mengusahakan agar lemak dapat menyerap udara dalam jumlah

yang cukup besar dan 2) distribusi mentega putih (shortening) atau lemak dalam adonan

sebaik mungkin sehingga ruang udara dalam adonan merupakan tempat akumulasi uap

air dan gas CO2 yang dihasilkan untuk fermentasi yeast. Pada waktu adonan dipanggang,

udara yang berisi uap air dan gas CO2 akan memuai dan mendesak dinding sekitarnya.

Akibatnya volume ruang udara terbentuk bertambah besar. Makin besar jumlah

gelembung udara yang terserap oleh lemak dalam adonan maka makin besar volume roti

yang dihasilkan dan teksturnya semakin halus (Ketaren, 1986).

Pomeranz (1971) melaporkan bahwa suhu 500C-600C bakteri dan khamir akan

mati. Pada saat suhu diatas 600C terjadi gelatinisasi pati, koagulasi protein dan inaktivasi

enzim. Pada suhu 1000C mulai terbentuk uap dan volume roti mencapai maksimal.

(34)

karamelisasi yang baik dan warna coklat dibutuhkan suhu pemanggangan sekitar 1500

C-2000C.

Kondisi oven memberikan variasi suhu antara permukaan dan bagian tengan.

Pada bagian dalam suhu meningkat secara perlahan, air berpindah baik dari cairan bebas

maupun cairan yang terikat dengan protein ke pati pada suhu 600C dan terjadi

gelatinisasi. Selama pemanggangan terjadi pembengkakan pati dan pergantian sifat

viskoelastis adonan. Perubahan reologi ini disebabkan degradasi pati secara enzimatis.

Pada suhu 700C enzim mulai inaktif dan diatas suhu 750C terjadi denaturasi dan pecahnya

lapisan gluten dari bagian kulit secara cepat. Adanya pembengkakan pati, tekanan gas

dan uap yang ada dalam adonan akan menghasilkan pengembangan volume. Selama

pemanggangan air dengan cepat menguap dari permukaan dan terjadi reaksi Maillard

pada suhu tinggi (Fance, 1976).

Selama pemanggangan roti akan terjadi perubahan struktur dari adonan dan

perubahan warna pada kulit roti. Perubahan warna coklat pada kulit roti merupakan hasil

dari reaksi maillard akibat gugus asam amino primer protein dan gula pereduksi oleh

adanya panas. Gugus asam amino membentuk warna coklat yang disebut melanoidin

(Winarno, 1995).

5. Pendinginan dan Pengemasan

Setelah keluar dari oven, roti dikeluarkan dari cetakan dan didinginkan.

Pendinginan dilakukan untuk memungkinkan pemotongan tanpa mengalami kerusakan.

Pendinginan udara terbuka dapat dilakukan dengan waktu sekitar 30-60 menit. Setelah

(35)

dikehendaki, menghindari dari mengerasnya kulit akibat menguapnya kandungan air

maka sesegera mungkin roti tersebut dikemas (Subarna, 1992).

Tepung Terigu (100%) Air (55%-60%)

Ragi roti (1%-1,5%) Garam (1,75%-2,5%) Gula (7,5%)

Susu Skim (2%-2,5%) Shortening (8%)

Pencampuran/pengadukan menggunakan mixer

Fermentasi Awal

(Suhu 27-300C selama 60-90 menit) Di dalam ember tertutup

Pembentukan

(dividing, rounding,intermediate, proofing, moulding)

Fermentasi Akhir (Suhu 380C selama 60 menit)

Di dalam loyang tertutup

Pemanggangan di dalam oven (Suhu 180-2300 selama 25-40 menit)

Roti Tawar

(36)

D. Analisis Keputusan

Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan

yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses

yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan

memperlihatkan pikiran baik tersebut (Siagian, 1987).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif

yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan

suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987). Pengambilan

keputusan pada penelitian ini berdasarkan sifat fisik dan kimia terbaik.

E. Analisis Finansial

Suatau studi kelayakan yang merupakan pekerjaan membuat ramalan atau

taksiran didasarkan atas anggapan-anggapan yang selalu bias dipenuhi. Konsekuensinya

ialah bias terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu adalah

apabila pabrik memproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini akan menyebabkan pengaruh

terhadap keuntungan (Susanto dan Saneto, 1994).

1. Break Event Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)

Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang

menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai/hasil

penjualan. Jadi pada keadaan tersebut, perusahaan tidak mendapatkan keuntungan juga

(37)

a. Rumus Titik Impas

BEP =

biaya tidak tetap/pendapatan

1

Tetap Biaya

b. Presentase

BEP =

 

Pendapatan

Rp BEP

 100%

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Kapasitas Produksi

2. Net Present Value (Susanto dan Saneto, 1994)

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang

dengan nilai penerimaan kas bersih dmasa yang akan dating. Suatu proyek dapat di[ilih

bila NPV lebih besar dari 0 NPV dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :

NPV =

 

n

t i t

Ct B

2 1 '

Keterangan : B = penerimaan pada tahun ke-t

Ct = biaya pada tahun ke-t

t = 1,2,3,…….n

n = umur ekonomi dari proyek

i = tingkat suku bunga

3. Payback Periods (Susanto dan Saneto, 1994)

Payback periods merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk

mengendalikan modal yang ditanam pada proyek. Payback Periods tersebut harus lebih

(38)

Rumus penentuannya adalah sebagai berikut :

Payback Periods = Ab

1

Keterangan : I = jumlah modal

Ab= penerimaan kas bersih pertahun

4. Internal Rate of Return (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga yang menggunakan nilai

penerimaan kas bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang sedang

dinilai. Dengan kata lain IRR adalah tingkat suku bunga yang akan menyebabkan NPV =

0, jika ternyata IRR > dari tingkat suku bunga yang berlaku di bank maka proyek dapat

diteruskan.

IRR = 1 +

" NPV ' NPV

NPV

 (I" – i')

Keterangan :

NPV = NPV positif hasil percobaan nilai i

NPV = NPV negative percobaan nilai i

i = tingkat suku bunga

I = tingkat suku bunga yang akan datang

5. Gross Benefit Cost Ratio(Susanto dan Saneto, 1994)

Gross Benefit Cost Ratio adalah merupakan perbandingan antara penerimaan

kotor dengan biaya kotor yang telah di present value (dirupiahkan sekarang) (Susanto dan

(39)

Gross B/C =ΣBt /(1 + i)t

ΣCt /(1 + i)t

Dimana :

Bt : Penerimaan pada tahun ke-t

Ct : Biaya pada tahun ke-t

i : Suku bunga bank.

F. Landasan Teori

Roti tawar merupakan suatu produk pangan dari tepung terigu yang dibuat

melalui tahapan proses pengadukan, fermentasi dan pemanggangan. Bahan yang

memegang peranan penting dalam pembuatan roti tawar adalah jenis protein gluten yang

terdapat dalam tepung terigu (Suhardi, 1989).

Pada proses pengulenan adonan roti akan terbentuk sifat elastis kohesif dari

gluten yang mengikat molekul air. Terjadinya struktur elastis kohesif adonan dengan

terjadinya ikatan hidrogen antara molekul protein tepung terigu sehingga membentuk

struktur melingkar, selain itu juga terjadi ikatan disulfida. Pada pencampuran dengan air,

protein tepung terigu mengikat air hingga keseluruhan adonan menjadi kalis (Wibowo,

1992). Menurut Fance (1975 di dalam Rony, 2006), jika pengadonan dilangsungkan terus

maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi lembek dan lengket

disebabkan terjadinya pemutusan ikatan disulfida (-s-s-) yang berlebihan.

Tepung bekatul kaya akan protein, lemak dan serat makanan yang memiliki

aktivitas biokimia spesifik dan berpotensi sebagai makanan sehat. Tepung bekatul tidak

mengandung gluten sehingga adonan campuran tepung terigu dan tepung bekatul tidak

(40)

sehingga dapat menahan gas yang terdapat di dalam adonan. Pada tingkat substitusi

tepung bekatul yang tinggi pada tepung terigu, kadar gluten di dalam adonan praktis

mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan adonan bersifat kurang elastis sehingga

kurang mengembang selama pemanggangan (Charley, 1982). Menurut Stauffer (1990),

penambahan serat pada roti akan menimbulkan beban pada gluten sehingga kemampuan

gluten untuk menahan gas berkurang dan akan menghasilkan pengembangan yang kurang

baik.

Adonan roti tawar dapat mengembang dengan baik karena adanya gas CO2

sebagai hasil fermentasi gula oleh yeast. Ketidakberadaan protein gluten dalam tepung

bekatul akan berpengaruh terhadap keseimbangan pembentukan dan penahanan gas CO2

selama fermentasi serta mutu organoleptik roti tawar yang dihasilkan. Oleh karena itu

perlu penambahan bahan surfaktan seperti gliserol monostearat. Menurut Hidayat (2006),

gliserol monostearat berfungsi untuk membantu dalam meningkatkan volume roti tawar.

Hal ini disebabkan gliserol monostearat mempunyai dua gugus yaitu gugus polar dan

gugus non polar. Gugus polar akan berinteraksi dengan fraksi amilosa dan membentuk

ikatan kompleks dan matriks (film) sehingga dapat membantu kerja gluten dalam

memerangkap gas CO2 hasil fermentasi, sedangkan gugus non polar juga berinteraksi

dengan amilopektin yaitu pada pemanasan pati lebih lanjut mengakibatkan pelarutan.

Molekul-molekul amilosa menjadi terlarut berbentuk puntiran-puntiran. Atom-atom

hidrogen dan oksigen mengarah ke dalam, sehingga bagian dalam puntiran bersifat

hidrofobik. Bagian tersebut dapat merangkap gugus hidrofobik senyawa lain seperti

(41)

Menurut Winarno (1986), gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang

tersusun dari radikal asam stearat sebagai gugus non polar dan mempunyai dua gugus

hidroksil dan gliserol sebagai gugus polar. Menurut Bailey’s (1996), Adanya gugus

hidroksil dari gliserol sebagai gugus polar maka satu gugus hidroksil (-OH) pada akhir

rantai gliserol monostearat bereaksi dengan moleku-molekul amilosa secara heliks.

Akibat reaksi tersebut membentuk ikatan antar molekul-molekul amilosa sehingga

selama fermentasi gas CO2 dapat tertahan dan adonan menjadi mengembang.

G. Hipotesis

Diduga terdapat interaksi antara substitusi tepung bekatul dan penambahan

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Pangan, Laboratorium

Teknologi Pengolahan Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Jurusan Teknologi Pangan

UPN “Veteran” Jawa Timur, mulai bulan September 2009 sampai dengan bulan

November 2009.

B. Bahan Yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan roti tawar bekatul adalah tepung bekatul

padi yang diperoleh dari tempat penyosohan beras di Tuban, tepung terigu berprotein

tinggi (Kereta Kencana), yeast/ragi instan (Saf Instan), gula pasir, susu skim, shortening,

room butter, dan garam yang diperoleh dari toko bahan kue ”Sinar Yong” di daerah

Kedungdoro. Sedangkan Gliserol monostearat (GMS) diperleh dari toko bahan kimia di

daerah Kupang

Bahan yang digunakan untuk analisa adalah Aquades, ether, NaOH, HCl,

antifoam agent, H2SO4, K2SO4, K2S, indikator metil merah.

C. Peralatan Yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah baskom, gelas ukur,

sendok, kuas, timbangan, loyang, spatula, oven, kompor.

Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan analitik, botol timbang,

becker glass, gelas ukur, labu takar, deksikator, pipet tetes, pipet volume, kertas saring,

(43)

erlenmeyer, pendingin balik, penetrometer, penangas uap, labu kjeldahl, biuret, ayakan,

kertas lakmus, labu Kjedahl.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

pola faktorial dengan dua faktor yang diulang dua kali. Data yang diperoleh dianalisa

dengan menggunakan analisa ragam. Untuk mengetahui adanya perbedaan diantara

perlakuan digunakan Uji Berjarak Duncan (DMRT).

1. Peubah Berubah

Faktor I : Substitusi tepung bekatul

A1 = 10%

A2 = 20%

A3 = 30%

Faktor II : Penambahan Gliserol Monostearat (GMS)

B1 = 3%

B2 = 4%

B3 = 5%

B

A

B1 B2 B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B1 A2B2 A2B3

(44)

Keterangan :

A1B1 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%

A1B2 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%

A1B3 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%

A2B1 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%

A2B2 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%

A2B3 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%

A3B1 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%

A3B2 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%

A3B3 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%

Menurut Sutoyo (1993), model statistik yang menggunakan pola faktorial dengan

2 faktor sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada suatu percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan –ij (taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B)

µ = nilai tengah umum (rata-rata yang sesungguhnya)

αi = pengaruh perlakuan ke-i dari faktor A

βj = pengaruh perlakuan ke-j dari faktor B

(αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

εijk = penggunaan galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

(45)

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam. Untuk

mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan uji DMRT dengan taraf 5%

dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji regresi.

2. Peubah Tetap

Peubah tetap yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Total berat tepung (tepung terigu : bekatul) = 100 gram

b. Berat gula pasir = 12,5 gram

c. Berat susu skim = 3,75 gram

d. Berat ragi/yeast = 3 gram

e. Berat shortening = 6,25 gram

f. Berat room butter = 6,25 gram

g. Berat garam = 3 gram

h. Kuning telur = 1 buah

i. Volume air = 75 ml

j. Lama fermentasi I = 25 menit

k. Lama fermentasi II = 45 menit

l. Lama pemanggangan = 30 menit

m. Suhu pemanggangan = 2100C

E. Parameter Yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Parameter yang diamati pada tepung bekatul meliputi :

(46)

b. Analisa kadar protein dengan metode kjeldahl ( Sudarmadji dkk, 1997 )

c. Analisa kadar serat kasar (Sudarmadji dkk, 1997)

2. Parameter yang diamati pada roti tawar bekatul meliputi :

a. Analisa kadar air dengan metode Pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997)

b. Analisa kadar protein dengan metode kjeldahl ( Sudarmadji dkk, 1997 )

c. Analisa kadar serat kasar (Sudarmadji dkk, 1997)

d. Volume pengembangan (Susanto, 1982)

e. Ukuran pori (Susanto, 1998)

f. Tekstur menggunakan alat penetrometer (Susanto, 1998)

g. Uji organoleptik (scala scoring) meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur

(Rosida, 2007)

F. Prosedur Penelitian

Proses pembuatan roti tawar dengan substitusi bekatul adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan tepung bekatul

Pertama-tama dilakukan sterilisasi bekatul, yaitu dengan pemanasan bekatul segar

menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Perlakuan ini dilanjutkan

pengayakan sebesar 80 mesh sehingga akan diperoleh tepung bekatul yang halus.

2. Analisa bahan baku

Tepung bekatul yang telah diperoleh kemudian dianalisa terhadap kadar air, kadar

(47)

3. Persiapan bahan

Tahap persiapan dimulai dengan penimbangan bahan-bahan antara lain tepung

terigu : bekatul = 90 gram : 10 gram, 80 gram : 20 gram, 70 gram : 30 gram,

gliserol monostearat (3%, 4%, 5%), gula pasir 12,5 gram, susu skim 3,75 gram, ragi

roti/yeast 3 gram, telur 1 buah, shortening 6,25 gram, room butter 6,25 gram, garam

3 gram dan air 75 ml.

4. Pencampuran I

Tahap pencampuran I dilakukan untuk mencampur terlebih dahulu untuk

bahan-bahan seperti tepung terigu, bekatul, gula pasir, susu skim, gliserol monostearat,

shortening dengan menggunakan mixer.

5. Pencampuran II

Setelah pencampuran I dilakukan kemudian air yang telah dicampur dengan ragi

roti/yeast dicampur juga dengan perlahan-lahan dalam adonan sambil adonan terus

diaduk dengan menggunakan mixer.

6. Pengadonan I

Pengadonan dilakukan dengan kecepatan sedang selama kurang lebih 15 menit.

7. Fermentasi awal

Fermentasi awal dilakukan di wadah baskom selama 25 menit dengan suhu kamar

dalam kondisi wadah tertutup.

8. Penghilangan gas (dividing)

Setelah fermentasi awal dilakukan gas penghilangan gas dengan cara adonan diroll

sampai tipis (hingga gas tidak ada), proses ini dilakukan dengan waktu yang

(48)

9. Pencampuran III

Setelah gas dihilangkan dalam adonan kemudian room butter dan garam dicampur

dalam adonan.

10.Pengadonan II

Pengadonan dilakukan dengan tangan kurang lebih 15 menit.

11.Penimbangan dan pembentukan

Penimbangan ditujukan untuk mengetahui berat adonan setelah pengadonan II.

Pembentukan yang dilakukan untuk memberikan bentuk adonan yang disukai

sehingga produk akhir dapat menarik konsumen.

12.Fermentasi akhir

Fermentasi akhir dilakukan di dalam loyang tertutup selama 45 menit dengan suhu

kamar.

13.Pemanggangan

Pemanggangan merupakan tahap terakhir pembuatan roti tawar. Pemanggangan

dilakukan pada suhu api 2100C selama 30 menit. Pemanggangan ini bertujuan untuk

mengembangkan adonan yaitu adanya kontak panas dengan gas karbondioksida

dalam adonan. Pada pemanggangan adonan akan berubah warna menjadi

kecoklatan.

14.Penimbangan produk roti bertujuan untuk mengetahui berat roti tawar yang

dihasilkan.

15.Analisa Produk

Roti tawar yang dihasilkan dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar protein,

kadar serat kasar, volume pengembangan, ukuran pori, tekstur (penetrometer),

(49)

- Kadar Air - Kadar Protein - Kadar Serat Kasar (100 gr)

20%

30%

Gula Pasir 25 gram Susu Skim 8 gram Kuning Telur 1 buah

Gliserol monostearat (3%, 4%, 5%)

Pencampuran

Pengadukan sampai kalis (alat pengaduk roti ) Ragi roti/yeast 6 gram

Air 150 cc

Shortening 12,5 gram

Fermentasi I

(Suhu kamar selama 25 menit)

Penghilangan Gas (Dividing)

Room Butter 12,5 gram

Garam 6 gram Pencampuran

Pengadukan sampai kalis (dengan tangan)

Pemanggangan suhu 2100C, 30 menit (oven)

Analisa : - Kadar Air - Kadar Protein - Kadar Serat Kasar - Volume Pengembangan - Ukuran Pori

- Tekstur (Pnetrometer) - Rendemen

- Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur)

Roti Tawar Bekatul Fermentasi II

(Suhu kamar selama 45 menit)

(50)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisa Bahan Baku

Pada penelitian pembuatan roti tawar dengan proposi tepung terigu:tepung bekatul

dan penambahan gliserol monostearat, dilakukan analisis bahan baku terhadap tepung

bekatul. Hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisa tepung bekatul

No. Komponen Tepung Bekatul

1. 2. 3.

Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Serat (%)

10,8975 11,9861 13,3214

Dari tabel 8 diatas dapat diketahui kadar air tepung bekatul adalah 10,8975%, kadar

protein 11,9861%, kadar serat 13,3214%, sedangkan menurut Hubeis (1995), kadar air,

protein dan serat dari tepung bekatul masing-masing adalah 12,70%, 13,87% dan 12,52%.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jenis padi atau beras, usia panen,

kondisi lingkungan tempat padi tumbuh dan waktu penyosohan bekatul itu sendiri.

B. Hasil Analisa Produk Roti Tawar Bekatul

1. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa perlakuan

substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi

yang nyata terhadap kadar air roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung bekatul dan

penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap

(51)

dilihat pada Tabel 9. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air roti tawar

mempunyai kisaran antara 22,4081 %-24,6344%.

Tabel 9. Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Air (%) Notasi DMRT 5%

10%

Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung bekatul atau

semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar air roti tawar semakin meningkat, hal

ini disebabkan karena tepung bekatul mengandung kadar serat yang tinggi (13,3214%),

dimana serat mempunyai sifat mengikat air dengan ikatan yang cukup kuat. Sehingga

semakin banyak substitusi tepung bekatul yang ditambahakan maka semakin tinggi kadar

air roti tawar. Hal ini didukung pernyataan Hood et al (1980), bahwa serat dalam suatu

bahan dapat mengikat air dan walaupun dilakukan pemanasan, air yang diuapkan relatif

kecil dan kandungan air yang tertinggal dalam bahan masih ada.

Nilai rata-rata kadar air roti tawar dengan perlakuan penambahan gliserol

monostearat dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata

kadar air dengan kisaran antara 22,9053%-24,0186 %.

(52)

monostearat maka kadar air roti tawar semakin meningkat. Peningkatan kadar air roti

tawar disebabkan karena gliserol monostearat memiliki kemampuan untuk menyerap air

dengan adanya gugus hidrofilik yang dimilikinya. Menurut Purnomo (1994),

peningkatan daya serap air oleh gliserol monostearat disebabkan adanya kemampuan

pengikatan air oleh gugus polar (hidrofilik) yang dimilikinya.

Mudjisihono dkk (1993), roti tawar yang ditambah gliserol monostearat memiliki

kapasitas penyerapan air lebih tinggi dibandingkan dengan roti tanpa gliserol

monostearat. Hal ini disebabkan gliserol monostearat dapat menghalangi penggabungan

molekul-molekul pati dengan matriks protein sehingga –OH bebas pada gliseril

monostearat yang berikatan jumlahnya masih relatif banyak.

2. Kadar Protein

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa perlakuan

substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi

yang nyata terhadap kadar protein roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung

terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh

nyata (p≤0,05) terhadap kadar protein roti tawar yang dihasilkan.

Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dengan perlakuan substitusi tepung bekatul

dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar protein

roti tawar mempunyai kisaran antara 9,7713 %-11,1125%.

Tabel 11. Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Protein (%) Notasi DMRT 5%

10% 20% 30%

11,1125 10,6332 9,7713

c b a

0,2400 0,2284

(53)

bekatul atau semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar protein roti tawar semakin

menurun. Hal ini disebabkan karena tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu

yang mengandung protein tinggi (hard flour) dengan kandungan protein sebesar 12-14%.

Dalam hal ini, kandungan protein tepung terigu lebih tinggi dibandingkan kadar protein

pada tepung bekatul (11,9861%). Sehingga semakin banyak tepung bekatul yang

ditambahkan maka kadar protein roti tawar yang dihasilkan semakin menurun. Menurut

Anonymous (2008), kandungan protein pada tepung terigu adalah 13% sedangkan

menurut Hubeis (1995), kandungan protein tepung bekatul sebesar 12,52%.

Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dengan perlakuan penambahan gliserol

monostearat dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata

kadar protein dengan kisaran antara 10,2357%-10,9044 %.

Tabel 12. Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat

Penambahan Gliserol Monostearat (%)

Kadar Protein (%)

Notasi DMRT 5%

3 4 5

10,9044 10,3768 10,2357

b a a

0,2400 0,2284

-

Dari Tabel 12. menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penambahan gliserol

monostearat maka kadar protein roti tawar semakin menurun.Menurunnya kadar protein

roti tawar pada penambahan gliserol monostearat dikarenakan gliserol monostearat

mengandung kadar protein yang kecil. Menurut Hidayat (2006), gliserol monostearat

hanya mempunyai kadar protein sebesar 0,03%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Mudjisihono dkk (1993), variasi penambahan gliserol monostearat tidak menyebabkan

perbedaan kadar protein pada roti tawar yang dihasilkan karena gliserol monostearat

(54)

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa perlakuan

substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi

yang nyata terhadap kadar serat roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung bekatul dan

penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap

kadar serat roti tawar yang dihasilkan.

Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dengan perlakuan substitusi tepung bekatul

dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar serat roti

tawar mempunyai kisaran antara 13,0632 %-13,3562%.

Tabel 13. Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Serat (%) Notasi DMRT 5%

10% 20% 30%

13.0632 13.2305 13.3562

a b c

- 0.0382 0.0401

Dari Tabel 13. menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung bekatul atau

semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar serat roti tawar semakin meningkat.

Hal ini disebabkan karena tepung bekatul mengandung serat yang lebih tinggi

(13,3214%) dibandingkan kadar serat pada tepung terigu (2%). Sehingga semakin

banyak tepung bekatul yang ditambahkan maka kadar serat roti tawar yang dihasilkan

juga semakin meningkat. Menurut Hubeis (1995), kandungan serat pada bekatul adalah

12,52% sedangkan menurut Anonymous (1994), kandungan serat tepung terigu sebesar

2%. Menurut Muchtadi (1995), bekatul merupakan sumber serat makanan yang cukup

besar dalam bentuk serat kasar. Serat tepung bekatul terdiri atas sebagian besar

(55)

monostearat dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata

kadar air dengan kisaran antara 13,1655%-13,2577 %.

Tabel 14. Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat

Penambahan Gliserol Monostearat (%)

Kadar Serat (%)

Notasi DMRT 5%

3 4 5

13.2577 13.2267 13.1655

b b a

0.0401 0.0382

-

Dari Tabel 14. menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penambahan gliserol

monostearat maka kadar serat roti tawar semakin menurun. Hal ini berhubungan dengan

kadar air roti tawar yang dihasilkan. Semakin banyak substitusi tepung bekatul yang

ditambahkan maka semakin tinggi kadar air roti tawar yang dihasilkan sehingga

menyebabkan komponen lain atau bahan total padatan termasuk kadar protein dan kadar

serat menurun.

4. Volume Pengembangan

Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan substitusi

tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05) terhadap volume pengembangan roti tawar yang dihasilkan. Demikian juga antara masing-masing perlakuan terdapat interaksi yang nyata. Rerata volume pengembangan

(56)

bekatul dan penambahan gliserol monostearat.

Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata.

Pada Tabel 15. terlihat pada perlakuan substitusi tepung bekatul 30% dan

penambahan gliserol monostearat 3% memiliki volume pengembangan yang paling

rendah yaitu 299,0333%, sedangkan pada perlakuan substitusi tepung bekatul 10% dan

penambahan gliserol monostearat 5% memiliki volume pengembangan yang paling

tinggi yaitu 346,9333%. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung bekatul dan

penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti tawar ditunjukkan

pada Gambar 4.

Gambar

Grafik Break Event Point Produksi Roti Tawar bekatul
Tabel 1. Syarat mutu roti tawar
Tabel 2. Daftar komposisi tepung terigu per 100 gram bahan.
Tabel 3. Komposisi kimia bekatul padi dibandingkan dengan dedak padi, bekatul gandum dan bekatul rye
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh substitusi tepung gembili (Dioscorea esculenta L. ) dalam pembuatan roti tawar terhadap kualitas roti tawar yang

Kata kunci: -amylase, adonan, asam askorbat, tepung terigu, roti tawar Aplikasi Praktis: Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada pelaku usaha, khususnya produsen tepung

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung biji durian menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap warna roti tawar pada penilaian

Pengaruh perbandingan tepung kacang hijau (Phaesolus radiates L.) dan tepung terigu terhadap beberapa komponen mutu roti tawar.. Skripsi Fakultas Pertanian

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung biji durian menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap warna roti tawar pada penilaian

Maksud dari penelitian tersebut adalah untuk melakukan kajian mengenai perbandingan tepung tape dengan tepung terigu dan suhu baking dalam pembuatan roti tawar.. Metode

Pada roti tawar dan roti manis dengan tepung ubi tekstur yang diperoleh keras karena berdasarkan literatur, tekstur roti tawar yang dihasilkan dipengaruhi oleh semakin banyak

Nilai Rata-Rata Tekstur Cookies Pada Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul : Tepung Mocaf dengan Penambahan Margarine .... Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies Pada Perlakuan