SKRIPSI
Oleh :
WAHYU SETIOWATI
NPM : 0533010015
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Teknologi Pangan
Oleh :
WAHYU SETIOWATI
NPM : 0533010015
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan Skripsi yang berjudul: PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT.
Penyusunan Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Pangan di Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur guna meraih Gelar Sarjana Teknologi Pangan (S1)
Pada kesempatan ini penulis menyampaiakan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Ir.Teguh Sudarto, Mp, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur. 2. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa
Timur.
3. Ir. Latifah, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Drh. Ratna Yulistiani, MP, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
5. Rosida, STP, MP, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
ii
6. Ir. Tri Mulyani, MS dan Dr. Dedin F Rosida, STP, Mkes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, atas segala petunjuk dan saran yang diberikan kepada penulis
8. Orang tua tercinta Ibu Sunani Sudarno atas segala dorongan, kesabaran, dukungan material dan spiritual serta dukungan doa yang senantiasa diberikan setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
9. My everything “Yulius Didik Bintoro” dan keluarga, atas segala dukungan moril dan materiil, kasih sayang, kesabaran, perhatian, pengertian dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
10.Keluarga, rekan-rekan mahasiswa terutama mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan yang telah membantu terlaksananya Skripsi ini, terutama Dina, Keny dan seluruh angkatan 2005 serta semua pihak yang turut membantu memberikan saran serta masukan sehingga terselesaikannya Skripsi ini.
Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Teknologi Pangan pada khususnya dan bagi pihak-pihak yang memerlukan pada umumnya. Skripsi ini masihlah jauh dari sempurna serta banyak kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat obyektif dan membangun guna sempurnanya tulisan ini.
Surabaya, November 2010
KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ………. DAFTAR GAMBAR ……...………. DAFTAR LAMPIRAN ....…...………. INTISARI ………..……….... BAB I. PENDAHULUAN ……… A. Latar Belakang ………... B. Tujuan ………. C. Manfaat ………... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. A. Roti Tawar………...………... B. Bahan Pembuat Roti ..………... 1. Tepung Terigu ……….. 2. Bekatul Padi (Rice Brand) ……… 3. Gliserol Monostearat (GMS) ... 4. Air ...
1. Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)……..
2. Net Present Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)…….
3. Payback Periode (PP) (Susanto dan Saneto, 1994)……….. 4. Internal Rate Of Return (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994).. 5. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan
Saneto, 1994)………. F. Landasan Teori ……….... G. Hipotesa..……….. BAB III. BAHAN DAN METODE.. ………...
A. Waktu dan Tempat Penelitian ………... B. Bahan yang Digunakan………..………….. C. Peralatan yang Digunakan...………. D. Metode Penelitian ……….... 1. Peubah Berubah...…..………... 2. Peubah
Tetap…..……… ………
E. Parameter yang
Diamati….………...………… F. Prosedur
Penelitian………
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…………
A. Hasil Analisa Bahan
Baku………...
B. Hasil Analisa Produk Roti Tawar Bekatul ...……….….……. 1. Kadar Air...……….………... 2. Kadar Protein...………..………....
C. Uji Organoleptik ..…………...………... 1. Uji Kesukaan Warna .……….….……… 2. Uji Kesukaan Aroma..……….……. 3. Uji Kesukaan Rasa ………..……… 4. Uji Kesukaan Tekstur...…………...……….……….. D. Analisis Keputusan ………..……….……….…. E. Analisis Finansial ………...……… 1. Kapasitas Produksi ……….…….. 2. Biaya Produksi ………. 3. Harga Pokok Produksi ……….……. 4. Harga Jual Produksi ……….. 5. Break Even Point (BEP) ………..
6. Net Present Value (NPV) ……….
7. Payback Periode (PP) ………..
8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ………
9. Internal Rate Of Return (IRR) ………..
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. A. Kesimpulan …………...……….………. B. Saran ………...……… DAFTAR PUSTAKA
53 54 56 56 56 57 57 57 58 58 59 59 60 60 61 62
Tabel 2.
Daftar komposisi tepung terigu per 100 gram bahan …... Komposisi kimia bekatul padi dibandingkan dengan dedak padi, bekatul gandum dan bekatul rye ... Daftar komposisi ragi roti per 100 gram bahan ….……….. Daftar komposisi gula per 100 gram bahan ... Daftar komposisi susu skim per 100 gram bahan ………… Daftar komposisi shortening per 100 gram bahan ... Hasil analisa bahan baku ... Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan
penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan
penambahan gliserol monostearat ... Rerata volume pengembangan roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol
monostearat ... Rerata ukuran pori-pori roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Rerata tekstur roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ...
Tabel 20.
Tabel 21.
Tabel 22.
perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata uji organoleptik rasa roti tawar dari
perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata uji organoleptik tekstur roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Data Hasil Analisis Roti Tawar ………..
51
52
53 55
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Pembuatan Roti Tawar Metode Adonan Langsung Cepat (Straight dought) ………..……… Diagram Alir Proses Pembuatan Roti tawar
(Tepung Terigu : Tepung Bekatul) dengan metode sponge
and dough ……….
Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti tawar ………. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap pori-pori roti tawar ………. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap tekstur roti tawar ………...…
22
36
43
45
48
Lampiran 2.
Lembar Kuisioner Organoleptik ……...……….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Air Roti Tawar Bekatul ...……….………... Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Protein Roti Tawar Bekatul ...………..……….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Serat Roti Tawar Bekatul ……...… Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Volume Pengembangan Roti Tawar Bekatul ...…….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Ukuran Pori Roti Tawar Bekatul ...…...…... Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Tekstur (Pnetrometer) Roti Tawar Bekatul ...…..…... Data Hasil Uji Organoleptik Dengan Uji Hedonik Roti Tawar Bekatul ... Hasil Keseluruhan Analisa Kimia, Fisik dan Organoleptik Roti Tawar Bekatul ... Asumsi-asumsi Yang Digunakan………...……… Kebutuhan Bahan Dan Biaya…...……….. Penghitungan Modal Perusahaan.………...…….…. Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap tahun ……. Perhitungan Keuntungan Produksi Roti Tawar Bekatul Perhitungan Payback Period dan Break Event Point Produksi Roti Tawar Bekatul ...…………... Grafik Break Event Point Produksi Roti Tawar bekatul Laporan Rugi Laba Selama Umur Ekonomis Proyek (5 tahun)………. ... Laju Pengembalian Modal ………...………...
Net Present Value (NPV) dan Gross Benefit ……...
PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN
SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN
GLISEROL MONOSTEARAT
WAHYU SETIOWATI NPM. 0533010015
INTISARI
Roti didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang. Tepung terigu merupakan bahan dasar dari pembuatan roti tawar. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan menambah kandungan serat serta penganekaragaman pangan perlu penggantian sebagian tepung terigu dengan tepung lain, misalnya tepung bekatul. Permasalahan yang timbul dalam pembuatan roti tawar dari bahan baku tepung campuran (tepung terigu dan tepung bekatul) adalah tekstur roti yang keras dan kurang mengembang sehingga perlu penambahan Gliserol Monostearat yang berfungsi untuk menguatkan kerja gluten dan pati dalam menangkap karbondioksida (CO2)..
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sustitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik roti tawar. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan, faktor I adalah sustitusi tepung bekatul (10%; 20%; 30%) dan faktor II adalah penambahan gliserol monostearat (3; 4; 5 % bb).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada sustitusi tepung bekatul 20% dan penambahan gliserol monostearat 3%, yang menghasilkan roti tawar bekatul dengan kadar air 22,6078%, kadar protein 10,8967%, kadar serat 13,2848%, volume pengembangan 314,6667%, ukuran pori 0,8507 mm, tekstur (kekerasan) 0,851 mm/gr dt dan tingkat skoring warna 132 (suka), aroma 112 (agak suka), rasa 117 (agak suka), tekstur 104 (agak suka). Hasil analisis finansial pada perlakuan terbaik menunjukkan titik BEP 31,26 % dari total produksi, NPV sebesar Rp. 143,716,106,- dan Payback Period 4,3 tahun dengan Benefit Cost Ratio sebesar 1,1322 dan IRR 22,48% (dengan tingkat suku bunga 20%).
A. Latar Belakang
Roti sudah dikenal sebagai makanan sehari-hari terutama golongan masyarakat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya berdiri industri roti baik dalam skala rumah tangga maupun industri menengah (Marleen, 2002). Menurut Mudjisihono dkk (1993), roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang mampu membentuk sponge yang sebagian besar tersusun dari gelembung–gelembung gas. Adonan roti tawar dapat mengembang karena adanya gas karbondioksida sebagai hasil fermentasi oleh yeast. Gas karbondioksida tersebut ditahan oleh protein gluten sehingga roti menjadi mengembang
Bahan baku utama dalam pembuatan roti tawar adalah tepung terigu sedangkan bahan dasar pembuatan tepung terigu adalah gandum. Gandum sampai saat ini masih diimpor dari luar negeri. Salah satu cara untuk mengurangi kebutuhan tepung terigu pada pembuatan roti tawar yaitu dengan menggantikan sebagian atau seluruh tepung terigu dengan tepung lain misalnya tepung bekatul. Hal ini juga merupakan salah satu upaya dalam memanfaatkan limbah bekatul.
Bekatul merupakan hasil samping pengolahan padi atau gabah yang terbentuk dari lapisan luar beras pecah kulit dalam penyosohan untuk menghasilkan beras putih atau beras kepala (Houston, 1972 di dalam Muchtadi dkk, 1995). Dalam penggilingan gabah dan penyosohan beras, persentase produk yang dihasilkan adalah beras utuh sekitar 50%, beras pecah 17%, bekatul 10%, tepung 3% dan sekam atau dedak 20% (Grist, 1965).
Bekatul mengandung protein relatif tinggi yaitu 11,3-14,9%:; kadar serat diet 7,0-11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1-12,9 mg/100 g) dan vitamin E (1,9-2,9 mg/100g); asam lemak bebas 2,8-4,1% dan mineral (Santosa dkk, 2007).
Pada pembuatan roti tawar yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan antara kemampuan menghasilkan gas dan kemampuan untuk menahan gas selama fermentasi. Parameter yang menentukan kualitas roti tawar adalah volume pengembangan, warna kulit, remah roti dan aroma yang dihasilkan. Penurunan kualitas roti tawar dapat mengakibatkan perubahan respon sensoris sehingga tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut menurun. Penurunan ini disebabkan proses retrogradasi molekul pati yang tergelatinisasi selama proses pemanggangan yaitu hilangnya air dan daya kohesi remah roti (Mudjisihono dkk, 1993). Roti tawar dapat dibuat dari berbagai campuran tepung misalnya tepung terigu dengan tepung lain. Roti tawar yang dibuat dari tepung campuran dapat menurunkan elastisitas adonan sehingga roti yang dihasilkan kurang mengembang (Ahza, 1983 di dalam Carmendita dkk, 2007).
Hasil penelitian Muchtadi dkk (1995) menyimpulkan bahwa pembuatan roti manis dengan substitusi bekatul 25% dengan metode sponge and dough menghasilkan roti manis dengan kualitas baik. Hasil penelitian Hidayat (2006) menyebutkan bahwa penambahan gliserol monostearat (GMS) sebanyak 4% pada adonan roti tawar dengan tingkat substitusi tepung tapioka 10% menghasilkan roti tawar dengan kualitas baik dan disukai konsumen.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat (GMS) terhadap kualitas fisiko kimia dan organoleptik roti tawar.
2. Menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara substitusi bekatul dan penambahan gliserol monostearat sehingga dihasilkan roti tawar dengan kualitas baik dan disukai oleh konsumen.
C. Manfaat Penelitian
1. Memanfaatkan tepung bekatul dalam pembuatan roti tawar dengan penambahan gliserol monostearat sebagai salah satu penganekaragaman produk roti tawar.
A. Roti Tawar
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1-4439-1998), roti didefinisikan
sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti
dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan
yang diijinkan. Roti diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu roti tawar dan roti manis
dengan persyaratan mutu fisik, organoleptik, kimia dan mikrobiologi yang aman
dikonsumsi manusia (Hadi, 2006).
Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang mampu membentuk sponge yang
sebagian besar tersusun dari gelembung – gelembung gas. Adonan roti tawar dapat
mengembang karena adanya gas karbondioksida sebagai hasil fermentasi oleh yeast. Gas
karbondioksida tersebut ditahan oleh protein gluten sehingga roti tawar menjadi
mengembang (Mudjisihono dkk, 1993).
Menurut Sultan (1986), pembentukan gas terjadi pada saat fermentasi, sedangkan
penahanan gas disebabkan oleh gluten yaitu substansi yang ulet, elastis dan mudah
direnggangkan apabila tepung terigu dicampur dengan air.
Roti tawar yang berkualitas memiliki karakteristik eksternal tertentu, di antaranya
memiliki volume pengembangan yang cukup, kulit roti berwarna coklat keemasan,
pemanggangan merata, bentuk simetris dan memiliki kulit roti yang tipis. Sedangkan
karakteristik internal diantaranya warna bagian dalam (crumb) yang cerah, pori-pori
seragam dengan dinding pori yang tipis, tekstur halus, lembut dan tidak bersifat remah,
aroma khas roti tawar yang segar dan menyenangkan (Hadi, 2006). Roti tawar dengan
kualitas baik mempunyai rasa yang memuaskan, tidak meninggalkan aftertaste yang
tidak menyenangkan, karakteristik volume yang besar, bentuk dan warna yang menarik
dan ketika dikunyah terasa enak dan lembut, tidak keras maupun lengket dalam mulut
(Kent, 1975 di dalam Rony, 2006).
Syarat mutu roti tawar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat mutu roti tawar
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan (Roti Tawar)
1.
Abu (tidak termasuk garam dihitung atas dasar bahan kering) Abu yang tidak larut dalam asam NaCl
Gula Lemak
Serangga / Belatung
Bahan Tambahan Makanan Pengawet
Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba Angka lempeng total E. coli
Normal, tidak berjamur Normal Tidak boleh ada
Sesuai SNI 0222-1987
B. Bahan Pembuat Roti Tawar
Roti tawar yang baik tidak dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang
menyusunnya. Oleh karenanya, seleksi terhadap bahan baku yang akan digunakan
penting dilakukan untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang diharapkan
(Hadi, 2006).
Tepung terigu, air, ragi dan garam merupakan bahan baku utama dalam
pembuatan roti tawar. Selain keempat bahan baku tersebut dapat pula ditambahkan
bahan-bahan lain seperti gula, lemak, telur, susu dan bahan tambahan makanan seperti
pengemulsi, pengawet dan lain-lain (Hadi, 2006).
1. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari penggilingan biji gandum
(Tritium vulgane). Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam pembuatan roti karena
mengandung protein gluten. Protein dalam tepung terigu merupakan komponen yang
penting dalam pembentukan adonan. Tepung terigu dapat membentuk adonan yang liat
dan dapat menahan gas-gas selama fermentasi dan pemanggangan sehingga dihasilkan
roti tawar yang mengembang dan ringan. Gluten sebagian besar terdiri dari protein
(75%-80%), pati yang tidak tercuci (5%-15%) dan lemak (5%-10%). Gluten terbentuk dari
gliadin dan glurenin yang mempunyai sifat lentur dan dapat direnggangkan (Utami,
1992).
Menurut Anonymous (1994), berdasarkan kandungan proteinnya, tepung terigu
a. Protein tinggi (Hard flour)
Mempunyai kandungan protein 12-14%. Digunakan untuk produk roti tawar, roti
manis dan adonan pastry. Lebih dikenal dengan merk dagang Cap Kereta Kencana.
b. Protein sedang (Medium flour)
Kandungan protein 9-10%. Lebih cocok digunakan untuk mie dan pastry. Di pasaran
lebih dikenal dengan merk dagang Gunung Bromo.
c. Protein rendah (Soft flour)
Kandungan protein 7-9% dengan merk dagang Roda Biru. Tepung jenis ini lebih
cocok digunakan untuk biscuit, cake dan crackers.
Komposisi kimiawi tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Daftar komposisi tepung terigu per 100 gram bahan.
No Komposisi Jumlah
1. Serak Kasar (gr) Kalsium (mg) Sumber : Anonymous (1994).
2. Bekatul Padi (Rice Brand)
Bekatul adalah hasil samping penggilingan padi. Setelah beras dipisahkan dari
sekam (kulit luar gabah), kemudian dilakukan penyosohan. Proses penyosohan dilakukan
dua kali, penyosohan pertama menghasilkan dedak (seratnya masih kasar), sedangkan
seringkali di penggilingan antara dedak dan bekatul tidak dipisahkan dan difungsikan
hanya sebagai pakan ternak. Untuk istilah dedak dan bekatul ini dibedakan oleh FAO
(Food Agriculture Organization). Yang dimaksud dengan dedak adalah hasil sampingan
dari proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan sebelah luar dari butiran padi
dengan sejulah lembaga biji. Sementara bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran
padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati (Anonymous, 2008).
Dari segi gizi, kandungan gizi beras putih sebenarnya sudah sangat sedikit, sebab
kandungan utamanya adalah karbohidrat. Kandungan gizi di luar karbohidrat seperti
serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin, niasin serta tokoferol dan aneka zat gizi lain
justru ada di bekatul. Sayangnya bekatul saat ini justru dikenal sebagai pakan ternak,
sementara manusia hanya mengkonsumsi beras putih. Tak heran bila sekarang banyak
terserang aneka penyakit seperti konstipasi, kanker kolon, hipertensi, hiperkolesterol,
diabetes mellitus dan lain-lain karena zat sehat dalam menu sehari-hari sangat kecil
(Anonymous, 2008).
Kandungan gizi dalam bekatul antara lain adalah protein yang relatif tinggi yaitu
11,3-14,9% dengan kualitas protein yang baik (daya cerna 63,5-71,6%), kadar lemak
berkisar 18,1-23,3%; serat diet 7,0-11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1-12,9 mg/100
gram) dan vitamin E (1,9-2,9 mg/100 gram); asam lemak bebas 2,8-4,1% dan mineral.
Bekatul yang kaya akan sumber vitamin B, minyak, protein yang bermutu baik dan
mineral, juga mengandung senyawa antigizi, antara lain fitin, silika, “Dietary fiber”,
inhibitor tripsin dan lektin, tetapi bekatul relatif sedikit digunakan sebagai bahan
mempunyai rasa “sepet/keset” yaitu rasa yang tidak diinginkan membekas di lidah
(Anonymous, 2008).
Komposisi kimia bekatul menunjukkan kandungan yang kaya akan serat pangan,
mineral, minyak, protein dan khususnya Vitamin B. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia bekatul padi dibandingkan dengan dedak padi, bekatul gandum dan bekatul rye.
Keterangan Dedak Padi Bekatul Padi Bekatul Gandum Bekatul Rye
Protein, %N x 6,25 Fitin fosfor, mg/g Silika, mg/g Sumber : Luh dan Barber (1991).
Saat ini penggunaan bekatul sebagai suplementasi telah banyak dilakukan,
misalnya pada pengolahan biskuit, kue dan lain-lain. Pemanfaatan bekatul yang telah
diawetkan sebagai makanan sarapan sereal, dengan perbandingan (persentase) tepung
beras: bekatul dari 90%:10% sampai dengan 30%:70%. Substitusi bekatul padi 15% pada
tepung terigu dilaporkan memberikan hasil yang optimal terhadap penerimaan cookies
dan roti manis. Konsumen (panelis) lebih menyukai roti manis yang mengandung 15%
bekatul daripada roti manis yang mengandung lebih banyak bekatul. Pada pembuatan
produk cake, bekatul menyumbangkan peranannya sebesar 30% untuk substitusi tepung
sehingga cake yang dihasilkan sama sekali tidak terasa seperti bekatul. Substitusi ini
dapat meningkatkan kandungan serat pangan (hemiselulosa, selulosa, dan lignin) dan
niasin pada produk (Muchtadi dkk., 1995).
Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku, bekatul harus diawetkan terlebih
dahulu. Proses pengawetan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
Proses ini mempertahankan kestabilan bekatul sampai tiga bulan (Anonymous, 2008).
3. Gliserol Monostearat (GMS)
Monogliserida termasuk juga gliserol monostearat adalah suatu emulsifier buatan
yang merupakan bahan surfaktan (Surface Active Agent). Fungsi utamanya adalah
mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar tetap stabil. Ciri khas dari
emulsifier adalah adanya gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat mengikat air dan
lemak menjadi satu kesatuan yang stabil (Fenema, 1985 di dalam Rony, 2006).
Gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang digunakan dalam proses
pengolahan makanan dalam kategori Generally Recognized As Safe (GRAS). Pada
pembuatan roti tawar, fungsi gliserol monostearat adalah membentuk reaksi kompleks
dengan pati, menghambat laju retrogradasi, mencegah pengerasan dan peremahan roti
tawar (Furia, 1968 di dalam Rony, 2006).
Penambahan gliserol monostearat dapat meningkatkan volume roti tawar. Hal ini
disebabkan gliserol monostearat yang berfungsi sebagai emulsifier dan sebagai bahan
pengelat antar granula pati. Gliserol monostearat mampu berinteraksi dengan
molekul-molekul amilosa sehingga dapat menahan gas CO2 hasil dari fermentasi yeast, akibatnya
Struktur dari gliserol monostearat dapat dilihat dari Gambar 1.
O H ║ │ H3C(CH2)16C ─ O ─ C ─ H
│
H ─ C ─ OH │
H ─ C ─ OH │
H
Gambar 1. Struktur kimia Gliserol Monostearat (Bailey’s, 1996)
Menurut Kim dan Ruiter (1968), pengaruh gliserol monostearat dapat mencegah
pengerasan dan peremahan (stalling) akibat interaksinya dengan pati, serta mencegah
terjadinya air dari gluten ke dalam pati. Selain itu adanya ikatan antar granula pati ini
memberikan kekuatan untuk menahan pengembangan adonan sehingga roti tawar dapat
mengembang dengan baik.
Gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang tersusun dari radikal
asam stearat sebagai gugus non polar dan mempunyai dua gugus hidroksil dari gliserol
sebagai gugus polar. Adanya dua gugus hidroksil dari gliserol sebagai gugus polar maka
satu gugus hidroksil (-OH) pada akhir rantai gliserol monostearat bereaksi dengan
molekul-molekul amilosa secara heliks. Akibat reaksi tersebut membentuk ikatan
kompleks antara molekul-molekul amilosa sehingga selama fermentasi gas
karbondioksida tertahan dan adonan menjadi berkembang (Bailey’s, 1996).
Menurut Keetels (1995), giserol monostearat pada roti dapat memperpanjang
umur simpan (shelf life) dan memperbaiki volume roti. Hal ini karena gliserol
monostearat dapat berinteraksi dengan gluten sehingga menghasilkan penguatan jaringan
gluten. Kedua, gliserol monostearat dapat menaikkan kestabilan sel gas dalam adonan
sehingga volume roti dan tekstur dapat tercapai.
4. Air
Fungsi air adalah untuk menghidrasi tepung sehingga dapat membentuk adonan
yang baik. Air berperan dalam melarutkan bahan-bahan seperti garam, gula dan yeast.
Air akan berikatan dengan protein membentuk gluten dan mengikat pati membentuk gel
dengan adanya panas. Air ini berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan seperti garam,
gula, susu bubuk dan yeast. Banyaknya air yang ditambahkan dalam pembuatan adonan
roti akan membentuk mutu roti tawar yang dihasilkan menjadi baik (Marliyati, 1992).
Menurut Sultan (1981), air berperan dalam melarutkan bahan, membantu aktivitas
yeast, membantu pembentukan gluten, membantu gelatinisasi pati serta menghasilkan
uap air yang membantu pengembangan adonan.
5. Yeast (Ragi Roti )
Ragi yang digunakan dalam pembuatan roti adalah Sacharomyces cereviceae.
Suhu optimum fermentasi sekitar 250C-300C dan suhu maksimum 350C-470C.
Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4-4,5.
Ragi ini memfermentasikan gula dalam kondisi anaerob dengan menghasilkan gas CO2
dan alkohol (Fardiaz, 1992).
Yeast adalah penghasil gas CO2 yang berperan dalam mengembangkan adonan
(1981), yeast mampu menghasilkan gas CO2 yang diperangkap oleh gluten dan
mengakibatkan adonan roti mengembang pada saat fermentasi.
Yeast dapat langsung dicampur dengan tepung terigu dan bahan kering lainnya
ataupun dicairkan terlebih dahulu dengan air pada suhu 400C-450C sebelum digunakan
pada saat peradonan. Yeast yang ditambahkan ke dalam adonan memerlukan waktu
adaptasi selama ± 45 menit sebelum memperbanyak diri serta memecah karbohidrat
(Meyer, 1980).
Yeast mempunyai tiga fungsi dalam pembuatan roti yaitu memproduksi gas yang
mengembangkan adonan dan memberikan kontribusi pada flavour produk akhir. Jumlah
yeast yang digunakan dalam proses penanggangan tergantung pada komposisi adonan
yang difermentasikan (jumlah gula) dan panjang proses yang ingin digunakan (Wood,
1998).
Komposisi kimiawi ragi roti dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar komposisi ragi roti per 100 gram bahan.
No Komponen Jumlah
1. Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)
6. Gula
Gula merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan roti, karena dapat
mengatur fermentasi dan pembentukan warna pada kulit roti. Menurut Marliyati (1992),
gula merupakan substrat bagi yeast pada proses fermentasi sehingga memproduksi gas
CO2 pada roti tawar. Gula yang tersisa setelah fermentasi disebut sisa gula yang akan
memberikan warna pada kulit roti dan rasapada roti. Warna ini merupakan hasil reaksi
browning non enzimatis antara gula dengan protein dari tepung. Gula sangat bersifat
higroskopis dan hal ini dapat memperbaiki daya tahan (shelf life) dari roti. Gula yang
ditambahkan sebaiknya gula yang bermutu tinggi dan jumlah gula yang ditambahkan
sebaiknya tidak melebihi 8% karena akan menghambat proses fermentasi.
Menurut Kotschever (1975), penambahan gula dalam jumlah terlalu banyak dapat
mengakibatkan sifat pengawet pada gula muncul sehingga menurunkan aktivitas yeast.
Menurut Desrosier (1988), bila kadar gula tinggi, adonan menjadi lebih cair, maka dalam
kondisi ini jumlah udara yang terperangkap akan menjadi berkembang.
Ketaren (1986) menyatakan bahwa penambahan gula dalam roti disamping
memberikan rasa manis juga berfungsi mengempukkan adonan. Penambahan gula terlalu
banyak dapat mengakibatkan adonan meleleh dan hancur selama pemanggangan, karena
terbentuk butiran keras (set form) akibat koagulasi pati dan gluten pada tepung.
Komposisi kimiawi gula dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Daftar komposisi gula per 100 gram bahan.
No Komponen Jumlah
7. Garam
Garam biasanya ditambahkan pada formula roti antara 1,5%-2,5% dari berat
tepung. Pemakaian garam yang terlalu rendah akan menghasilkan roti yang hambar, dan
sebaliknya bila berlebihan fermentasi yeast akan terhambat. Fungsi garam pada adonan
roti adalah untuk memberikan rasa gurih pada roti, mengontrol waktu fermentasi,
menambah elastisitas dan kekuatan gluten (Marliyati, 2002).
Garam dapat mengontrol laju fermentasi pada adonan. Efek ini berhubungan
dengan kemampuan untuk meningkatkan tekanan osmotik yang disebabkan dari
penambahan garam pada formulasi adonan. Garam mempengaruhi aktivitas metabolisme
yeast, tetapi efek pada fermentasi lebih penting yaitu menurunkan laju produksi gas CO2
dan pengembangan adonan (proofing) (Matz, 1992).
Menurut Sultan (1981), Peran garam dalam pembuatan roti tawat adalah
memperbaiki flavour, memperkuat gluten, mengendalikan altivitas yeast, serta
mengkambat kontaminasi yang ada dalam adonan.
8. Susu Skim
Pemakaian susu dalam pembuatan roti tawar adalah untuk meningkatkan nilai gizi
roti. Susu mengandung kasein (protein susu) dan laktosa serta mineral kalsium. Selain itu
susu dapat memberikan efek terhadap warna yaitu sebagai hasil reaksi browning non
enzimatis antara gula dengan protein dan memperkuat gluten karena kandungan
kalsiumnya (Marliyati, 1992).
Susu digunakan untuk memberikan flavour yang spesifik serta pembentukan kulit
susu juga dapat memperbaiki nilai nutrisi roti tawar sebab mengandung protein yang
cukup tinggi (37,96%) (Natalia, 1990).
Komposisi kimiawi susu skim dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6. Daftar komposisi susu skim per 100 gram bahan.
No Komponen Jumlah
1. Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)
9. Shortening
Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan
tertentu yang pada umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Sifat
elastis lemak memegang peranan penting dalam pembuatan roti. Menurut Matz (1972),
lemak dipergunakan untuk mempertahankan aroma sebagai pembangkit dan membantu
menahan gas karbondioksida yang dihasilkan galam proses fermentasi pada produk roti.
Menurut Ketaren (1986), apabila lemak (shortening) dicampur dengan adonan
roti, maka adonan akan membentuk sejenis film. Adonan berlemak ini mempunyai daya
gabung dengan udara dan daya pelumas lebih besar dibandingkan minyak cair.
Shortening berfungsi sebagai perangkap udara selama pencampuran. Gelembung
udara ini menunjang langsung peragian dan membantu pengendalian butiran.
Gelembung-gelembung udara ini terbungkus di dalam lapisan lemak. Shortening juga
Penambahan shortening sekitar 1% dari berat tepung dapat memperbaiki volume
roti, menurunkan kekerasan dan memberikan dinding roti yang lebih tipis, menghasilkan
tekstur yang lembut dan mempermudah sifat penirisan (Kent, 1983).
Komposisi kimiawi shortening dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Daftar komposisi shortening per 100 gram bahan.
Komponen Jumlah Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)
C. Proses Pembuatan Roti tawar
1. Metode Pembuatan Roti tawar
Metode dan proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
menghasilkan produk roti tawar yang berkualitas. Secara umum, metode utama dalam
pembuatan roti tawar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu straight dough (metode
langsung), no time dough (metode cepat) dan sponge and dough. Penggunaan metode
yang berbeda akan mempengaruhi kondisi adonan, volume dan banyak faktor lainnya.
Pada metode straight dough, seluruh bahan dicampur dalam satu kali proses
pengadukan. Adonan yang dihasilkan umumnya elastis namun ekstensibilitasnya kurang.
Setelah proses pengadukan, adonan mengalami proses fermentasi selama 2-3 jam. Produk
yang dihasilkan umumnya unggul dalam hal aroma dan rasa. Pada metode notime dough,
berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang dari 30 menit). Oleh karena itu,
diperlukan pemakaian ragi 1,5-2 kali lebih banyak dari proses biasa. Akibat pendeknya
proses fermentasi, produk yang dihasilkan kurang aromanya. Produk yang dihasilkan
juga lebih cepat keras sehingga umur simpan lebih pendek (Hadi, 2006).
Pada metode sponge and dough, bahan baku dibagi dalam dua kali proses
pengadukan. Pada pengadukan pertama, 60%-80% dari total pemakaian terigu, air dan
ragi dicampur membentuk “sponge”. Setelah difermentasikan 2-5 jam, adonan “sponge”
diaduk kembali bersama sisa tepung dan bahan-bahan lainnya hingga membentuk adonan
yang kalis. Metode ini menghasilkan adonan dengan stabilitas tinggi. Umumnya volume
produk lebih besar, pori halus, tekstur halus dan lembut (Hadi, 2006).
2. Pengadonan
Pengadonan merupakan pencampuran antara bahan-bahan pembuatan roti tawar
seperi air, susu skim, gula, garam, shortening, telur dan tepung terigu dengan
perbandingan yang tepat. Proses pengadonan, di dalamnya terkait suhu dan waktu
pwngadonan. Suhu yang tepat pada saat pengadonan adalah 280C-300C. Pada suhu
tersebut, yeast sebagai penghasil gas CO2 dalam keadaan optimal untuk memecah
glukosa dan fruktosa serta gula yang terdapat dalam tepung ataupun gula yang
ditambahkan (Pomeranz, 1971).
Menurut Anonymous (2001), selama proses pengadukan akan terjadi perubahan
sifat reologis adonan secara bertahap. Pengadukan ini dilakukan untuk mendistribusikan
bahan baku secara seragam ke dalam adonan dengan level tepung dan air yang
komponen seperti air, pati, protein, lemak, enzim, garam, gula dan yeast dengan
mengontakkannya satu sama lain secara fisik untuk menghasilkan dough (Subarna,
1992).
3. Fermentasi
Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan
asam amino secara anaerobik. Fermentasi merupakan perubahan konvensional substrat
yang dilakukan oleh mikroorganisme sel vegetatif atau enzim dalam bahan (Spreer,
1998).
Selama fermentasi terjadi perubahan gula menjadi gas CO2 dan alkohol sebagai
berikut :
Tahapan fermentasi ada 2 yaitu 1). Fermentasi gula dalam tepung oleh yeast, 2).
Berkembangbiaknya yeast lebih lanjut dengan adanya gula dan menghasilkan CO2 dan
alkohol. Suhu optimal untuk fermentasi adonan adalah 330C-350C atau 410C-430C
dengan kelembaban relatif 80-85% serta lama fermentasi 60-90 menit. Yeast membawa
perubahan pada adonan selama fermentasi, seperti perpisahan substrat yang dapat
terfermentasi, akumulasi produk akhir dalam bentuk alkohol dan gas CO2 (Mudjisihono
dkk, 1993).
Pada proses fermentasi terjadi penguraian baik pati dari tepung terigu dan sukrosa
yang ditambahkan. Enzim α dan β amylase yang secara alamiah terdapat dalam tepung
terigu akan memecah maltosa yang akan digunakan dalam fermentasi yeast (Manley,
glukosa (Buckle et.al., 1987). Sedangkan sukrosa yang ditambahkan akan dipecah oleh
yeast menjadi glukosa dan fruktosa kemudian dipecah lagi menghasilkan gas CO2 dan
etanol (Sardjoko, 1991).
Tepung dan yeast mengandung enzim protease dan peptidase. Enzim-enzim
tersebut aktif memecah protein dalam adonan selama fermentasi dan membebaskan
asam-asam amino (Anonymous, 2001).
4. Pemanggangan
Pemanggangan roti merupakan langkah terakhir dan sangat penting dalam
memproduksi roti. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah
mempersatukan uap air dengan gelembung udara semaksimal mungkin, yang dapat
diawasi dengan cara : 1) mengusahakan agar lemak dapat menyerap udara dalam jumlah
yang cukup besar dan 2) distribusi mentega putih (shortening) atau lemak dalam adonan
sebaik mungkin sehingga ruang udara dalam adonan merupakan tempat akumulasi uap
air dan gas CO2 yang dihasilkan untuk fermentasi yeast. Pada waktu adonan dipanggang,
udara yang berisi uap air dan gas CO2 akan memuai dan mendesak dinding sekitarnya.
Akibatnya volume ruang udara terbentuk bertambah besar. Makin besar jumlah
gelembung udara yang terserap oleh lemak dalam adonan maka makin besar volume roti
yang dihasilkan dan teksturnya semakin halus (Ketaren, 1986).
Pomeranz (1971) melaporkan bahwa suhu 500C-600C bakteri dan khamir akan
mati. Pada saat suhu diatas 600C terjadi gelatinisasi pati, koagulasi protein dan inaktivasi
enzim. Pada suhu 1000C mulai terbentuk uap dan volume roti mencapai maksimal.
karamelisasi yang baik dan warna coklat dibutuhkan suhu pemanggangan sekitar 1500
C-2000C.
Kondisi oven memberikan variasi suhu antara permukaan dan bagian tengan.
Pada bagian dalam suhu meningkat secara perlahan, air berpindah baik dari cairan bebas
maupun cairan yang terikat dengan protein ke pati pada suhu 600C dan terjadi
gelatinisasi. Selama pemanggangan terjadi pembengkakan pati dan pergantian sifat
viskoelastis adonan. Perubahan reologi ini disebabkan degradasi pati secara enzimatis.
Pada suhu 700C enzim mulai inaktif dan diatas suhu 750C terjadi denaturasi dan pecahnya
lapisan gluten dari bagian kulit secara cepat. Adanya pembengkakan pati, tekanan gas
dan uap yang ada dalam adonan akan menghasilkan pengembangan volume. Selama
pemanggangan air dengan cepat menguap dari permukaan dan terjadi reaksi Maillard
pada suhu tinggi (Fance, 1976).
Selama pemanggangan roti akan terjadi perubahan struktur dari adonan dan
perubahan warna pada kulit roti. Perubahan warna coklat pada kulit roti merupakan hasil
dari reaksi maillard akibat gugus asam amino primer protein dan gula pereduksi oleh
adanya panas. Gugus asam amino membentuk warna coklat yang disebut melanoidin
(Winarno, 1995).
5. Pendinginan dan Pengemasan
Setelah keluar dari oven, roti dikeluarkan dari cetakan dan didinginkan.
Pendinginan dilakukan untuk memungkinkan pemotongan tanpa mengalami kerusakan.
Pendinginan udara terbuka dapat dilakukan dengan waktu sekitar 30-60 menit. Setelah
dikehendaki, menghindari dari mengerasnya kulit akibat menguapnya kandungan air
maka sesegera mungkin roti tersebut dikemas (Subarna, 1992).
Tepung Terigu (100%) Air (55%-60%)
Ragi roti (1%-1,5%) Garam (1,75%-2,5%) Gula (7,5%)
Susu Skim (2%-2,5%) Shortening (8%)
Pencampuran/pengadukan menggunakan mixer
Fermentasi Awal
(Suhu 27-300C selama 60-90 menit) Di dalam ember tertutup
Pembentukan
(dividing, rounding,intermediate, proofing, moulding)
Fermentasi Akhir (Suhu 380C selama 60 menit)
Di dalam loyang tertutup
Pemanggangan di dalam oven (Suhu 180-2300 selama 25-40 menit)
Roti Tawar
D. Analisis Keputusan
Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan
yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses
yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan
memperlihatkan pikiran baik tersebut (Siagian, 1987).
Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif
yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan
suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987). Pengambilan
keputusan pada penelitian ini berdasarkan sifat fisik dan kimia terbaik.
E. Analisis Finansial
Suatau studi kelayakan yang merupakan pekerjaan membuat ramalan atau
taksiran didasarkan atas anggapan-anggapan yang selalu bias dipenuhi. Konsekuensinya
ialah bias terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu adalah
apabila pabrik memproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini akan menyebabkan pengaruh
terhadap keuntungan (Susanto dan Saneto, 1994).
1. Break Event Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)
Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang
menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai/hasil
penjualan. Jadi pada keadaan tersebut, perusahaan tidak mendapatkan keuntungan juga
a. Rumus Titik Impas
BEP =
biaya tidak tetap/pendapatan
1
Tetap Biaya
b. Presentase
BEP =
PendapatanRp BEP
100%
c. Kapasitas Titik Impas
Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Kapasitas Produksi
2. Net Present Value (Susanto dan Saneto, 1994)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang
dengan nilai penerimaan kas bersih dmasa yang akan dating. Suatu proyek dapat di[ilih
bila NPV lebih besar dari 0 NPV dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
NPV =
n t i t
Ct B
2 1 '
Keterangan : B = penerimaan pada tahun ke-t
Ct = biaya pada tahun ke-t
t = 1,2,3,…….n
n = umur ekonomi dari proyek
i = tingkat suku bunga
3. Payback Periods (Susanto dan Saneto, 1994)
Payback periods merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
mengendalikan modal yang ditanam pada proyek. Payback Periods tersebut harus lebih
Rumus penentuannya adalah sebagai berikut :
Payback Periods = Ab
1
Keterangan : I = jumlah modal
Ab= penerimaan kas bersih pertahun
4. Internal Rate of Return (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga yang menggunakan nilai
penerimaan kas bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang sedang
dinilai. Dengan kata lain IRR adalah tingkat suku bunga yang akan menyebabkan NPV =
0, jika ternyata IRR > dari tingkat suku bunga yang berlaku di bank maka proyek dapat
diteruskan.
IRR = 1 +
" NPV ' NPV
NPV
(I" – i')
Keterangan :
NPV = NPV positif hasil percobaan nilai i
NPV = NPV negative percobaan nilai i
i = tingkat suku bunga
I = tingkat suku bunga yang akan datang
5. Gross Benefit Cost Ratio(Susanto dan Saneto, 1994)
Gross Benefit Cost Ratio adalah merupakan perbandingan antara penerimaan
kotor dengan biaya kotor yang telah di present value (dirupiahkan sekarang) (Susanto dan
Gross B/C =ΣBt /(1 + i)t
ΣCt /(1 + i)t
Dimana :
Bt : Penerimaan pada tahun ke-t
Ct : Biaya pada tahun ke-t
i : Suku bunga bank.
F. Landasan Teori
Roti tawar merupakan suatu produk pangan dari tepung terigu yang dibuat
melalui tahapan proses pengadukan, fermentasi dan pemanggangan. Bahan yang
memegang peranan penting dalam pembuatan roti tawar adalah jenis protein gluten yang
terdapat dalam tepung terigu (Suhardi, 1989).
Pada proses pengulenan adonan roti akan terbentuk sifat elastis kohesif dari
gluten yang mengikat molekul air. Terjadinya struktur elastis kohesif adonan dengan
terjadinya ikatan hidrogen antara molekul protein tepung terigu sehingga membentuk
struktur melingkar, selain itu juga terjadi ikatan disulfida. Pada pencampuran dengan air,
protein tepung terigu mengikat air hingga keseluruhan adonan menjadi kalis (Wibowo,
1992). Menurut Fance (1975 di dalam Rony, 2006), jika pengadonan dilangsungkan terus
maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi lembek dan lengket
disebabkan terjadinya pemutusan ikatan disulfida (-s-s-) yang berlebihan.
Tepung bekatul kaya akan protein, lemak dan serat makanan yang memiliki
aktivitas biokimia spesifik dan berpotensi sebagai makanan sehat. Tepung bekatul tidak
mengandung gluten sehingga adonan campuran tepung terigu dan tepung bekatul tidak
sehingga dapat menahan gas yang terdapat di dalam adonan. Pada tingkat substitusi
tepung bekatul yang tinggi pada tepung terigu, kadar gluten di dalam adonan praktis
mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan adonan bersifat kurang elastis sehingga
kurang mengembang selama pemanggangan (Charley, 1982). Menurut Stauffer (1990),
penambahan serat pada roti akan menimbulkan beban pada gluten sehingga kemampuan
gluten untuk menahan gas berkurang dan akan menghasilkan pengembangan yang kurang
baik.
Adonan roti tawar dapat mengembang dengan baik karena adanya gas CO2
sebagai hasil fermentasi gula oleh yeast. Ketidakberadaan protein gluten dalam tepung
bekatul akan berpengaruh terhadap keseimbangan pembentukan dan penahanan gas CO2
selama fermentasi serta mutu organoleptik roti tawar yang dihasilkan. Oleh karena itu
perlu penambahan bahan surfaktan seperti gliserol monostearat. Menurut Hidayat (2006),
gliserol monostearat berfungsi untuk membantu dalam meningkatkan volume roti tawar.
Hal ini disebabkan gliserol monostearat mempunyai dua gugus yaitu gugus polar dan
gugus non polar. Gugus polar akan berinteraksi dengan fraksi amilosa dan membentuk
ikatan kompleks dan matriks (film) sehingga dapat membantu kerja gluten dalam
memerangkap gas CO2 hasil fermentasi, sedangkan gugus non polar juga berinteraksi
dengan amilopektin yaitu pada pemanasan pati lebih lanjut mengakibatkan pelarutan.
Molekul-molekul amilosa menjadi terlarut berbentuk puntiran-puntiran. Atom-atom
hidrogen dan oksigen mengarah ke dalam, sehingga bagian dalam puntiran bersifat
hidrofobik. Bagian tersebut dapat merangkap gugus hidrofobik senyawa lain seperti
Menurut Winarno (1986), gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang
tersusun dari radikal asam stearat sebagai gugus non polar dan mempunyai dua gugus
hidroksil dan gliserol sebagai gugus polar. Menurut Bailey’s (1996), Adanya gugus
hidroksil dari gliserol sebagai gugus polar maka satu gugus hidroksil (-OH) pada akhir
rantai gliserol monostearat bereaksi dengan moleku-molekul amilosa secara heliks.
Akibat reaksi tersebut membentuk ikatan antar molekul-molekul amilosa sehingga
selama fermentasi gas CO2 dapat tertahan dan adonan menjadi mengembang.
G. Hipotesis
Diduga terdapat interaksi antara substitusi tepung bekatul dan penambahan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Pangan, Laboratorium
Teknologi Pengolahan Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Jurusan Teknologi Pangan
UPN “Veteran” Jawa Timur, mulai bulan September 2009 sampai dengan bulan
November 2009.
B. Bahan Yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan roti tawar bekatul adalah tepung bekatul
padi yang diperoleh dari tempat penyosohan beras di Tuban, tepung terigu berprotein
tinggi (Kereta Kencana), yeast/ragi instan (Saf Instan), gula pasir, susu skim, shortening,
room butter, dan garam yang diperoleh dari toko bahan kue ”Sinar Yong” di daerah
Kedungdoro. Sedangkan Gliserol monostearat (GMS) diperleh dari toko bahan kimia di
daerah Kupang
Bahan yang digunakan untuk analisa adalah Aquades, ether, NaOH, HCl,
antifoam agent, H2SO4, K2SO4, K2S, indikator metil merah.
C. Peralatan Yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah baskom, gelas ukur,
sendok, kuas, timbangan, loyang, spatula, oven, kompor.
Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan analitik, botol timbang,
becker glass, gelas ukur, labu takar, deksikator, pipet tetes, pipet volume, kertas saring,
erlenmeyer, pendingin balik, penetrometer, penangas uap, labu kjeldahl, biuret, ayakan,
kertas lakmus, labu Kjedahl.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pola faktorial dengan dua faktor yang diulang dua kali. Data yang diperoleh dianalisa
dengan menggunakan analisa ragam. Untuk mengetahui adanya perbedaan diantara
perlakuan digunakan Uji Berjarak Duncan (DMRT).
1. Peubah Berubah
Faktor I : Substitusi tepung bekatul
A1 = 10%
A2 = 20%
A3 = 30%
Faktor II : Penambahan Gliserol Monostearat (GMS)
B1 = 3%
B2 = 4%
B3 = 5%
B
A
B1 B2 B3
A1 A1B1 A1B2 A1B3
A2 A2B1 A2B2 A2B3
Keterangan :
A1B1 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%
A1B2 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%
A1B3 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%
A2B1 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%
A2B2 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%
A2B3 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%
A3B1 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%
A3B2 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%
A3B3 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%
Menurut Sutoyo (1993), model statistik yang menggunakan pola faktorial dengan
2 faktor sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan pada suatu percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan –ij (taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B)
µ = nilai tengah umum (rata-rata yang sesungguhnya)
αi = pengaruh perlakuan ke-i dari faktor A
βj = pengaruh perlakuan ke-j dari faktor B
(αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
εijk = penggunaan galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam. Untuk
mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan uji DMRT dengan taraf 5%
dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji regresi.
2. Peubah Tetap
Peubah tetap yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
a. Total berat tepung (tepung terigu : bekatul) = 100 gram
b. Berat gula pasir = 12,5 gram
c. Berat susu skim = 3,75 gram
d. Berat ragi/yeast = 3 gram
e. Berat shortening = 6,25 gram
f. Berat room butter = 6,25 gram
g. Berat garam = 3 gram
h. Kuning telur = 1 buah
i. Volume air = 75 ml
j. Lama fermentasi I = 25 menit
k. Lama fermentasi II = 45 menit
l. Lama pemanggangan = 30 menit
m. Suhu pemanggangan = 2100C
E. Parameter Yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Parameter yang diamati pada tepung bekatul meliputi :
b. Analisa kadar protein dengan metode kjeldahl ( Sudarmadji dkk, 1997 )
c. Analisa kadar serat kasar (Sudarmadji dkk, 1997)
2. Parameter yang diamati pada roti tawar bekatul meliputi :
a. Analisa kadar air dengan metode Pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997)
b. Analisa kadar protein dengan metode kjeldahl ( Sudarmadji dkk, 1997 )
c. Analisa kadar serat kasar (Sudarmadji dkk, 1997)
d. Volume pengembangan (Susanto, 1982)
e. Ukuran pori (Susanto, 1998)
f. Tekstur menggunakan alat penetrometer (Susanto, 1998)
g. Uji organoleptik (scala scoring) meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur
(Rosida, 2007)
F. Prosedur Penelitian
Proses pembuatan roti tawar dengan substitusi bekatul adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan tepung bekatul
Pertama-tama dilakukan sterilisasi bekatul, yaitu dengan pemanasan bekatul segar
menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Perlakuan ini dilanjutkan
pengayakan sebesar 80 mesh sehingga akan diperoleh tepung bekatul yang halus.
2. Analisa bahan baku
Tepung bekatul yang telah diperoleh kemudian dianalisa terhadap kadar air, kadar
3. Persiapan bahan
Tahap persiapan dimulai dengan penimbangan bahan-bahan antara lain tepung
terigu : bekatul = 90 gram : 10 gram, 80 gram : 20 gram, 70 gram : 30 gram,
gliserol monostearat (3%, 4%, 5%), gula pasir 12,5 gram, susu skim 3,75 gram, ragi
roti/yeast 3 gram, telur 1 buah, shortening 6,25 gram, room butter 6,25 gram, garam
3 gram dan air 75 ml.
4. Pencampuran I
Tahap pencampuran I dilakukan untuk mencampur terlebih dahulu untuk
bahan-bahan seperti tepung terigu, bekatul, gula pasir, susu skim, gliserol monostearat,
shortening dengan menggunakan mixer.
5. Pencampuran II
Setelah pencampuran I dilakukan kemudian air yang telah dicampur dengan ragi
roti/yeast dicampur juga dengan perlahan-lahan dalam adonan sambil adonan terus
diaduk dengan menggunakan mixer.
6. Pengadonan I
Pengadonan dilakukan dengan kecepatan sedang selama kurang lebih 15 menit.
7. Fermentasi awal
Fermentasi awal dilakukan di wadah baskom selama 25 menit dengan suhu kamar
dalam kondisi wadah tertutup.
8. Penghilangan gas (dividing)
Setelah fermentasi awal dilakukan gas penghilangan gas dengan cara adonan diroll
sampai tipis (hingga gas tidak ada), proses ini dilakukan dengan waktu yang
9. Pencampuran III
Setelah gas dihilangkan dalam adonan kemudian room butter dan garam dicampur
dalam adonan.
10.Pengadonan II
Pengadonan dilakukan dengan tangan kurang lebih 15 menit.
11.Penimbangan dan pembentukan
Penimbangan ditujukan untuk mengetahui berat adonan setelah pengadonan II.
Pembentukan yang dilakukan untuk memberikan bentuk adonan yang disukai
sehingga produk akhir dapat menarik konsumen.
12.Fermentasi akhir
Fermentasi akhir dilakukan di dalam loyang tertutup selama 45 menit dengan suhu
kamar.
13.Pemanggangan
Pemanggangan merupakan tahap terakhir pembuatan roti tawar. Pemanggangan
dilakukan pada suhu api 2100C selama 30 menit. Pemanggangan ini bertujuan untuk
mengembangkan adonan yaitu adanya kontak panas dengan gas karbondioksida
dalam adonan. Pada pemanggangan adonan akan berubah warna menjadi
kecoklatan.
14.Penimbangan produk roti bertujuan untuk mengetahui berat roti tawar yang
dihasilkan.
15.Analisa Produk
Roti tawar yang dihasilkan dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar protein,
kadar serat kasar, volume pengembangan, ukuran pori, tekstur (penetrometer),
- Kadar Air - Kadar Protein - Kadar Serat Kasar (100 gr)
20%
30%
Gula Pasir 25 gram Susu Skim 8 gram Kuning Telur 1 buah
Gliserol monostearat (3%, 4%, 5%)
Pencampuran
Pengadukan sampai kalis (alat pengaduk roti ) Ragi roti/yeast 6 gram
Air 150 cc
Shortening 12,5 gram
Fermentasi I
(Suhu kamar selama 25 menit)
Penghilangan Gas (Dividing)
Room Butter 12,5 gram
Garam 6 gram Pencampuran
Pengadukan sampai kalis (dengan tangan)
Pemanggangan suhu 2100C, 30 menit (oven)
Analisa : - Kadar Air - Kadar Protein - Kadar Serat Kasar - Volume Pengembangan - Ukuran Pori
- Tekstur (Pnetrometer) - Rendemen
- Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur)
Roti Tawar Bekatul Fermentasi II
(Suhu kamar selama 45 menit)
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisa Bahan Baku
Pada penelitian pembuatan roti tawar dengan proposi tepung terigu:tepung bekatul
dan penambahan gliserol monostearat, dilakukan analisis bahan baku terhadap tepung
bekatul. Hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisa tepung bekatul
No. Komponen Tepung Bekatul
1. 2. 3.
Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Serat (%)
10,8975 11,9861 13,3214
Dari tabel 8 diatas dapat diketahui kadar air tepung bekatul adalah 10,8975%, kadar
protein 11,9861%, kadar serat 13,3214%, sedangkan menurut Hubeis (1995), kadar air,
protein dan serat dari tepung bekatul masing-masing adalah 12,70%, 13,87% dan 12,52%.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jenis padi atau beras, usia panen,
kondisi lingkungan tempat padi tumbuh dan waktu penyosohan bekatul itu sendiri.
B. Hasil Analisa Produk Roti Tawar Bekatul
1. Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa perlakuan
substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi
yang nyata terhadap kadar air roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung bekatul dan
penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap
dilihat pada Tabel 9. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air roti tawar
mempunyai kisaran antara 22,4081 %-24,6344%.
Tabel 9. Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Air (%) Notasi DMRT 5%
10%
Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung bekatul atau
semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar air roti tawar semakin meningkat, hal
ini disebabkan karena tepung bekatul mengandung kadar serat yang tinggi (13,3214%),
dimana serat mempunyai sifat mengikat air dengan ikatan yang cukup kuat. Sehingga
semakin banyak substitusi tepung bekatul yang ditambahakan maka semakin tinggi kadar
air roti tawar. Hal ini didukung pernyataan Hood et al (1980), bahwa serat dalam suatu
bahan dapat mengikat air dan walaupun dilakukan pemanasan, air yang diuapkan relatif
kecil dan kandungan air yang tertinggal dalam bahan masih ada.
Nilai rata-rata kadar air roti tawar dengan perlakuan penambahan gliserol
monostearat dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata
kadar air dengan kisaran antara 22,9053%-24,0186 %.
monostearat maka kadar air roti tawar semakin meningkat. Peningkatan kadar air roti
tawar disebabkan karena gliserol monostearat memiliki kemampuan untuk menyerap air
dengan adanya gugus hidrofilik yang dimilikinya. Menurut Purnomo (1994),
peningkatan daya serap air oleh gliserol monostearat disebabkan adanya kemampuan
pengikatan air oleh gugus polar (hidrofilik) yang dimilikinya.
Mudjisihono dkk (1993), roti tawar yang ditambah gliserol monostearat memiliki
kapasitas penyerapan air lebih tinggi dibandingkan dengan roti tanpa gliserol
monostearat. Hal ini disebabkan gliserol monostearat dapat menghalangi penggabungan
molekul-molekul pati dengan matriks protein sehingga –OH bebas pada gliseril
monostearat yang berikatan jumlahnya masih relatif banyak.
2. Kadar Protein
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa perlakuan
substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi
yang nyata terhadap kadar protein roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung
terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh
nyata (p≤0,05) terhadap kadar protein roti tawar yang dihasilkan.
Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dengan perlakuan substitusi tepung bekatul
dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar protein
roti tawar mempunyai kisaran antara 9,7713 %-11,1125%.
Tabel 11. Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Protein (%) Notasi DMRT 5%
10% 20% 30%
11,1125 10,6332 9,7713
c b a
0,2400 0,2284
bekatul atau semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar protein roti tawar semakin
menurun. Hal ini disebabkan karena tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu
yang mengandung protein tinggi (hard flour) dengan kandungan protein sebesar 12-14%.
Dalam hal ini, kandungan protein tepung terigu lebih tinggi dibandingkan kadar protein
pada tepung bekatul (11,9861%). Sehingga semakin banyak tepung bekatul yang
ditambahkan maka kadar protein roti tawar yang dihasilkan semakin menurun. Menurut
Anonymous (2008), kandungan protein pada tepung terigu adalah 13% sedangkan
menurut Hubeis (1995), kandungan protein tepung bekatul sebesar 12,52%.
Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dengan perlakuan penambahan gliserol
monostearat dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata
kadar protein dengan kisaran antara 10,2357%-10,9044 %.
Tabel 12. Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat
Penambahan Gliserol Monostearat (%)
Kadar Protein (%)
Notasi DMRT 5%
3 4 5
10,9044 10,3768 10,2357
b a a
0,2400 0,2284
-
Dari Tabel 12. menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penambahan gliserol
monostearat maka kadar protein roti tawar semakin menurun.Menurunnya kadar protein
roti tawar pada penambahan gliserol monostearat dikarenakan gliserol monostearat
mengandung kadar protein yang kecil. Menurut Hidayat (2006), gliserol monostearat
hanya mempunyai kadar protein sebesar 0,03%. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mudjisihono dkk (1993), variasi penambahan gliserol monostearat tidak menyebabkan
perbedaan kadar protein pada roti tawar yang dihasilkan karena gliserol monostearat
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa perlakuan
substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi
yang nyata terhadap kadar serat roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung bekatul dan
penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap
kadar serat roti tawar yang dihasilkan.
Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dengan perlakuan substitusi tepung bekatul
dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar serat roti
tawar mempunyai kisaran antara 13,0632 %-13,3562%.
Tabel 13. Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Serat (%) Notasi DMRT 5%
10% 20% 30%
13.0632 13.2305 13.3562
a b c
- 0.0382 0.0401
Dari Tabel 13. menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung bekatul atau
semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar serat roti tawar semakin meningkat.
Hal ini disebabkan karena tepung bekatul mengandung serat yang lebih tinggi
(13,3214%) dibandingkan kadar serat pada tepung terigu (2%). Sehingga semakin
banyak tepung bekatul yang ditambahkan maka kadar serat roti tawar yang dihasilkan
juga semakin meningkat. Menurut Hubeis (1995), kandungan serat pada bekatul adalah
12,52% sedangkan menurut Anonymous (1994), kandungan serat tepung terigu sebesar
2%. Menurut Muchtadi (1995), bekatul merupakan sumber serat makanan yang cukup
besar dalam bentuk serat kasar. Serat tepung bekatul terdiri atas sebagian besar
monostearat dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata
kadar air dengan kisaran antara 13,1655%-13,2577 %.
Tabel 14. Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat
Penambahan Gliserol Monostearat (%)
Kadar Serat (%)
Notasi DMRT 5%
3 4 5
13.2577 13.2267 13.1655
b b a
0.0401 0.0382
-
Dari Tabel 14. menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penambahan gliserol
monostearat maka kadar serat roti tawar semakin menurun. Hal ini berhubungan dengan
kadar air roti tawar yang dihasilkan. Semakin banyak substitusi tepung bekatul yang
ditambahkan maka semakin tinggi kadar air roti tawar yang dihasilkan sehingga
menyebabkan komponen lain atau bahan total padatan termasuk kadar protein dan kadar
serat menurun.
4. Volume Pengembangan
Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan substitusi
tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05) terhadap volume pengembangan roti tawar yang dihasilkan. Demikian juga antara masing-masing perlakuan terdapat interaksi yang nyata. Rerata volume pengembangan
bekatul dan penambahan gliserol monostearat.
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata.
Pada Tabel 15. terlihat pada perlakuan substitusi tepung bekatul 30% dan
penambahan gliserol monostearat 3% memiliki volume pengembangan yang paling
rendah yaitu 299,0333%, sedangkan pada perlakuan substitusi tepung bekatul 10% dan
penambahan gliserol monostearat 5% memiliki volume pengembangan yang paling
tinggi yaitu 346,9333%. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung bekatul dan
penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti tawar ditunjukkan
pada Gambar 4.