• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK DAN MAKNA ENDE SITOGOL PADA MASYARAKAT MANDAILING DI DESA AEK BAYUR PADANGSIDIMPUAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BENTUK DAN MAKNA ENDE SITOGOL PADA MASYARAKAT MANDAILING DI DESA AEK BAYUR PADANGSIDIMPUAN."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BENTUK DAN MAKNA ENDE SITOGOL PADA

MASYARAKAT MANDAILING DI DESA

AEK BAYUR PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH :

EVA JWITA SINAGA NIM 081222510052

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati dan ucapan syukur penulis persembahkan kepada Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan

karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “Bentuk dan Makna Ende Sitogol Pada Masyarakat

Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan”.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan Skripsi ini.

Dalam proses penelitian Skripsi, banyak pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Untuk itu dengan sepenuh hati penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri

Medan.

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

3. Dra. Tuti Rahayu, M.Si selaku Ketua Jurusan Sendratasik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi dan Danny Ivanno Ritonga, M.Pd.

4. Panji Suroso, M.Si selaku Ketua Prodi Seni Musik.

5. Nurwani, S.ST, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik .

(7)

iii

7. Teristimewa Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tuaku yang sangat aku kasihi dan aku banggakan Serma Jusman Sinaga dan Rusmian Sirait terimakasih untuk segala perhatian, kasih sayang,

pengorbanan, doa, didikan, nasehat, kesabaran, materi dan motivasi. You are my everything. Dan abangku Hendra Sinaga, adik-adikku Vera Angela

Sinaga dan Sonya Enjelina Sinaga.

8. Kepada suamiku Saut Paradongan Tambunan dan buat anakku tersayang Savany Kezia Tambunan tercinta yang telah bersedia menemaniku setiap

saat. I Love You forever.

9. Kepada Bapak Usri Siregar selaku Kepala Desa Aek Bayur

Padangsidimpuan dan Kepada bapak J. Sihombing yang telah memberi izin untuk saya melaksanakan penelitian dan telah membantu penulis dalam mendapatkan informasi .

10.Buat seluruh teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi (Nova, Elda, Gusti, Desi, dll)

Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi peneliti lain maupun pembaca dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan, khususnya di bidang seni musik

sekolah di masa yang akan datang.

Medan, September 2014 Penulis,

(8)

i ABSTRAK

Eva Jwita Sinaga, NIM: 081222510052. Bentuk dan Makna Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur melodi dan teks/ syair dari Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan, untuk mengetahui cara Penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan, untuk mengetahui bentuk dan makna Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan, untuk mengetahui Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah Setempat dalam Melestarikan Ende sitogol.

Teori yang digunakan adalah bentuk, makna dan Ende. Bentuk adalah susunan rangka lagu yang ditentukan menurut bagian- bagian kalimatnya. Makna adalah maksud yang tersimpul dari hal yang mau ditunjukkan oleh sesuatu atau mau diungkapkan, dipaparkan, dengan kata sebenarnya tidak mencampuri nilai rasa. Ende adalah nyanyian tradisional (folksong), menampilkan representasi struktur, fungsi dan nilai-nilai budaya.

Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kulitatif, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Desa atau kepala adat di Desa Aek Bayur 1 orang, Penyanyi Ende Sitogol 1 orang, Warga Desa Aek Bayur 10 orang, Masyarakat yang bukan warga di Desa Aek Bayur 5 orang. Sehingga jumlah keseluruhan 17 orang, Struktur Ende sitogol yang digunakan 1 partitur. Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Aek Bayur Jl. H. Dahlan Siregar Padangsidimpuan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ende sitogol adalah nyanyian rakyat Mandailing yang bersifat individual dan dinyanyikan di tempat tertentu yang biasanya tidak disaksikan oleh orang banyak. Struktur dari Ende sitogol terdapat motif, frase dan kalimat lagu. Ende sitogol memiliki empat motif utama pada Ende sitogol, Motif-motif kemudian mengalami pembesaran nilai nada dan pengecilan nilai nada. Pengolahan melodi menjadi ornamentasi. Penyajian Ende

sitogol adalah Penyajian musik tunggal, yang menampilkan seorang musikus

dalam memainkan alat musik tertentu. Alat musik yang digunakan adalah alat musik melodis yaitu suling yang Berfungsi untuk memainkan susunan nada-nada (melodi) sebuah lagu kemudian dinyanyikan secara solo dengan tempo sedang. Ende sitogol adalah Bentuk nyanyian (song form) apabila bagian 1 dari sebuah bentuk 3 bagian yang sederhana diulang (A A B A), menggunakan tangga nada F mayor dengan birama 4/4. Ende Sitogol sangat perlu untuk dilestarikan karena sudah mulai dilupakan dan tertinggal. Untuk itu, sangat perlu dikembangkan dan diperkenalkan lagi pada generasi muda dengan mengadakan pertunjukan seni Mandailing supaya tidak hilang begitu saja.

(9)
(10)

i

B. Identifikasi Masalah ………... 8

C. Pembatasan Masalh ……….. 9

D. Rumusan Masalah ………..….. 10

E. Tujuan Penelitian ………..… 11

F. Manfaat Penelitian ……….... 11

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL … 13 A. Landasan Teoritis ……… 13 1. Teori Bentuk...………. 14 2. Teori Makna………...…………. 15 3. Ende ...……… 14

B. Kerangka Konseptual ………... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 23

A. Lokasi dan Waktu Penelitian……….………... 23

B. Populasi dan Sampel...………. 23 1. Populasi……….…. 23 2. Sampel………..………... 24

C. Metode Penelitian...……… 25 D. Teknik Pengumpulan Data……… 27 1. Observasi ...………....28

2. Wawancara……….29

3. Dokumentasi………...30

E. Teknik Analisis Data………...36

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..39

A. Gambaran dan Letak Geografis Daerah Penelitian…...……...39

B. Struktur Melodi dan Teks/syair dari Ende Sitogol...42

C. Cara Penyajian Ende Sitogol...50

D. Bentuk dan Makna Ende Sitogol...53

1. Bentuk Ende Sitogol...53

(11)

ii

F. Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah Setempat Dalam

MelestarikanEnde Sitogol...58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………...61

A. Kesimpulan……….….61

B. Saran………....63

DAFTAR PUSTAKA………...63

(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 4.1 Tampak jalan besar Desa Aek Bayur ... 40

Gambar 4.2 Tampak jalan besar Desa Aek Bayur ... 41

Gambar 4.3 Kantor Kepala Desa Aek Bayur ... 41

Gambar 4.4 Alat Musik Tradisional olanglio ... 51

Gambar 4.5 Menyanyikan Ende Sitogol... 51

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran I Hasil Dokumentasi ... 64

Lampiran II Glosarium ... 67

Lampiran III Daftar pertanyaan wawancara ... 70

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman bangsa Indonesia ditandai dengan adat istiadatnya

masing-masing dan sesuai dengan kebudayaannya yang dipatuhi dan dilaksanakan kaumnya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku memiliki seni budaya, masing-masing suku di Indonesia mempunyai seni budaya tersendiri yang masih

banyak belum diketahui asal usulnya, keberadaanya dan bentuk penyajiannya. Kebudayaan di setiap daerah sangat berpengaruh dalam pola pikir dan

kebiasaan masyarakat. Setiap daerah mempunya ciri khas dan kebiasaan di dalam kelompok masyarakat daerah tersebut, seperti Suku Batak, dapat dikenal dan kita ketahui dari cara mereka berbicara dengan suara yang keras, terkadang banyak

orang berangapan bahwa mereka sedang marah namun sebenarnya tidak. Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa kebudayaan berpengaruh dalam pola

pikir dan jati diri masyarakat Indonesia.

Sumatera merupakan salah satu pulau besar yang terletak di sebelah Barat Indonesia dan memiliki suku yang berbeda-beda serta bahasa yang beragam.

Pulau Sumatera terbagi atas tiga bagian yaitu, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Sumatera Selatan yang terletak di sebelah selatan Pulau

(15)

2

Unsur-unsur kebudayaan seperti sistem bahasa, sistem kesenian, sistem kemasyarakatan, sistem religi, sistem teknologi, sistem ekonomi, sistem

organisasi sosial merupakan unsur-unsur yang bersifat universal. Dan oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suatu bangsa mengandung suatu

aktivitas adat-istiadat dari antara ketujuh unsur universal tersebut (Koenjtaraningrat 1997:4). Kenyataan ini dapat juga kita jumpai di pulau yang kaya akan adat istiadat dan budaya adalah Sumatera bagian Utara.

Sumatera Utara adalah sebuah propinsi di Indonesia yang mamiliki beranekaragam suku yang tingal dan menetap di sana, misalnya Melayu, Jawa,

Nias, Batak. Ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias. Masing-masing etnik memiliki bermacam

kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda pula, baik dibidang kesenian daerah,adat istiadat, musik dan lain-lain. Salah satu hasil budaya yang paling menonjol dari tiap-tiap daerah adalah lagu dan musik. Musik dan lagu merupakan

jalan atau cara bagi manusia untuk secara langsung mengungkapkan jiwanya, getaran jiwanya berupa lagu yang berirama, jeritan, kerinduan atau kebahagian

yang diungkapkan melalui nyanyian.

Seni budaya tersebut harus dilestarikan dan dikembangkan sebagai salah satu kebudayaan Indonesia. Walaupun pada masa Nenek Moyang kita itu,kita

dikatakan primitif, tetapi patut kita kagumi, pemikiran mereka dahulu. Karena sampai pada saat zaman nuklir ini, masih dapat kita kenal dan nikmati hasil pikiran mereka itu. Sampai sekarang berbagai macam seni yang diciptakan

(16)

3

Itulah patut kita puji dan salut atas macam seni yang dapat kita warisi sampai sekarang ini. Salah satu etnik yang masih mewarisi seni dan masih dapat kita

temui adalah pada masyarakat Mandailing di daerah Tapanuli Selatan.

Mandailing adalah suatu masyarakat hukum adat yang merupakan suatu

wadah kemasyarakatan, sebagaimana halnya dengan negara, sebagai wadah yang lebih besar, mendiami suatu wilayah. Wilayah Mandailing ini tidak dapat disamakan dengan pembagian wilayah menurut pembagian wilayah yang

ditetapkan undang-undang negara, yang mengatur tentang pembagian wilayah. Wilayah Mandailing berada di sepanjang jalan raya lintas Sumatera di daerah

Tapanuli Selatan.

Masyarakat Mandailing memiliki dua jenis folklor yang cukup terkenal,

yaitu “ende” dan “ende-ende”. Ende adalah “nyanyian tradisional” (folksong),

sedangkan ende-ende adalah kesusasteraan lama berbentuk “puisi” (adakalanya

disebut “pantun”) yang dilantunkan secara oral (lisan), dimana keduanya

merupakan warisan budaya leluhur mereka. Dalam penyajiannya, baik ende maupun ende-ende menampilkan representasi struktur, fungsi, dan nilai-nilai budaya yang sebagian masih berlaku dan dijunjung tinggi oleh masyarakat

Mandailing sampai sekarang. Ende dan ende-ende memiliki berbagai macam fungsi seperti untuk sosial-kemasyarakatan, pendidikan, komunikasi dan

informasi, serta hiburan.

Sedangkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya mencakup

(17)

4

tema-tema umum menyangkut gotong royong, etika, motivasi, kritik sosial, patriotisme, dan lain-lain. Sedangkan struktur mikronya menyangkut penggunaan

kosa kata dan gaya bahasa yang merepresentasikan ideologi kultural masyarakat Mandailing. Ende dan ende-ende pada umumnya menggunakan kosa kata dari dua

ragam Hata Mandailing yaitu hata somal (ragam bahasa Mandailing yang dipergunakan oleh orang-orang Mandailing dalam percakapan sehari-hari sampai pada saat ini) dan hata andung (semacam ragam bahasa sastra, yang pada masa

dahulu khusus digunakan oleh orang-orang Mandailing pada waktu meratapi jenasah dalam upacara kematian. Juga digunakan oleh gadis ketika ia meratap di

hadapan orang tuanya pada saat akan berangkat meninggalkan mereka untuk selanjutnya dibawa ke rumah keluarga calon suaminya), sementara gaya bahasa

yang digunakan adalah metafora, personifikasi, hiperbola, dan repetisi.

Menurut James Danandjaja (1984) Secara etimologi folklor (folklore, bahasa Inggris) berasal dari kata folk dan lore. Folk artinya kolektif atau

bersama-sama, sedangkan lore menunjukkan pada proses tradisi pewarisan kebudayaan secara turun-temurun. Folklor berkembang pada masyarakat yang memiliki kesamaan cita-cita, ciri-ciri fisik, sosial dan budaya. Jadi folklor lebih

menunjukkan pada kesamaan identitas dalam suatu kelompok etnik untuk membedakannya dengan kelompok-kelompok etnik lainnya. Folklor adalah suatu

kebudayaan masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk lisan, gerak isyarat dan alat bantu pengingat (mnemonic device). Folklor merupakan sebagian dari unsur kebudayaan yang penyebarannya dilakukan secara

(18)

5

"folklor lisan" dan "folklor non-lisan". Sebagai tradisi lisan, folklor berkembang sejak masyarakat pra-sejarah atau pra-aksara sampai sekarang. Dengan demikian

tradisi lisan merupakan unsur dari folklor itu sendiri, sedangkan cakupan folklor lebih luas jika dibandingkan dengan "tradisi lisan". Sehingga antara jenis folklor

dengan "tradisi lisan" memiliki perbedaan. Dalam hal ini, folklor mencakup semua "tradisi lisan", "tari-tarian rakyat" dan "nyanyian rakyat", sedangkan "tradisi lisan" terdiri dari "cerita rakyat", "teka-teki rakyat", "peribahasa rakyat"

dan "nyanyian rakyat". Bagi sekelompok masyarakat yang memiliki kesamaan identitas, folklor memiliki fungsi sebagai: (1) sistem proyeksi untuk

mencerminkan angan-angan suatu kelompok tertentu; (2) alat untuk mengesyahkan "pranata-pranata sosial" dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3)

sarana pendidikan terhadap anak-anak dalam menerima pewarisan kebudayaan; dan (4) alat pemaksa terhadap "norma-norma sosial" agar dipatuhi oleh warga atau anggota kelompok bersangkutan.

Masyarakat Mandailing memiliki berbagai corak nyayian tradisional (folksongs) dan mereka menyebutnya sebagai “ende”. Seorang ibu misalnya yang sedang bernyanyi sambil menimang anaknya agar tertidur disebut ende

bue-bue”. Begitu pula, ketika seorang ayah misalnya mengungkapkan rasa iba lewat

nyanyian kepada anaknya yang ditinggal mati oleh ibunya dinamakan “ende

uro-uro”. Selain itu, “ende mamuro” dapat hadir di dangau ketika seorang petani menghalau silopak (burung pipit) yang sedang memakan padi di sawahnya. Adapula seorang penjaja atau penjual ngiro (air nira) di dalam wadah bambu

(19)

6

patalak …so u patungkap …”(air nira nah … air nira nah !!! buka … buka…

biar ku tuang …”) adalah termasuk nyanyian yang lebih mementingkan “lirik”

ketimbang lagunya sendiri, yang lebih dikenal dengan sebutan “peddler’s cries”.

Perlu diketahui bahwa ende sitogol dari Mandailing Godang memiliki

"gaya ritmis" dan "pola melodis" yang jauh berbeda (cukup kontras) dengan ende onang-onang dari kelompok etnis Angkola, dan ende sitogol di Mandailing tidak

pernah hadir (dinyanyikan) dalam konteks upacara adat perkawinan, sedangkan

ende onang-onang dari Angkola itu merupakan ”nyanyian adat” yang dihadirkan

bersama tari adat tortor dengan iringan ensembel musik adat gondang dua.

Meskipun ada ende onang-onang yang dinyanyikan bukan dalam konteks upacara adat, namun penggarapan gaya musikalnya tidak jauh berbeda, biasanya hanya lirik atau syairnya saja yang berbeda. Jadi jelas bahwa penggunaan ende sitogol

dari Mandailing Godang ini tidak sama dengan ende onang-onang dari Angkola.

Dalam hal ini, Angkola adalah satu kelompok etnik tetangga terdekat

kelompok etnik Mandailing di Tapanuli bagian selatan, sehingga di antara kedua kelompok etnik ini memang banyak dijumpai persamaan adat dan budaya karena keduanya bertetangga sangat dekat dan mereka hidup berdampingan dengan rukun

karena terjalin erat oleh sistem sosial Dalian Na Tolu dan sistem kekerabatan kahanggi, mora, dan anakboru. Baik ende ungut-ungut maupun ende sitogol

memiliki lirik atau syair berbahasa Mandailing dan umumnya berisi keluh-kesah (ungkapan perasaan) tentang cinta atau pun kemelaratan. Karena itu keduanya

(20)

7

Ende sitogol ini bersifat individual dan dinyanyikan di tempat-tempat

tertentu yang biasanya tidak disaksikan oleh orang banyak. Ende Sitogol biasanya

diorbitkan seseorang dengan gaya dan suara yang lantang, tinggi dan merdu. Dilaksanakan di luar desa, seperti di padang pemeliharaan ternak (parmahanan),

di kebun atau di sawah, sewaktu menjaga padi (mamuro), di atas pedati (parpadati), dan diwaktu-waktu santai. Ende sitogol biasanya diselang-selingi dengan alat musik tiup bernama uyup-uyup durame (olanglio, dibuat dari puput

padi), dan sesekali membunyikan dosik (suitan dengan mulut) oleh seseorang

yang melantunkan ende itu sendiri, atau oleh seorang temannya. Dilarang

Marsitogol di dalam rumah, di kampung dan di tempat peribadatan.

Dengan demikian Ende Sitogol memiliki fungsi sebagai media komunikasi, hiburan, atau beberapa fungsi yang lain. Namun, Ende Sitogol juga

menggambarkan suatu ciri atau kebudayaan masyarakat Mandailing lewat teks/syair dan menyampaikan makna yang terkandung dalam teks/syair tersebut.

Dalam menganalisis tekstual disini, penulis tidak hanya mencari apa yang menjadi arti dari syair yang dinyanyikan. Namun mencari makna yang terkadung dalam ende sitogol dan melihat karakteristik dari kebudayaannya. Berdasarkan uraian di

(21)

8

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah sejumlah masalah yang berasal dari uraian latar belakang masalah atau kedudukan masalah yang akan diteliti dan lingkup permasalahan yang lebih luas. Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar

penelitian yang dilakukan lebih terarah serta mencakup masalah yang diketahui tidak terlalu luas. Menurut pendapat Hadeli (2006:23) menagatakan bahwa:

“Identifikasi masalah adalah situasiyang merupakan akibat dari interaksi dua atau

lebih faktor (seperti kebaisaan-kebiasaan, keadaan-keadaan, dan lain sebagainya)

yang menimbulkan beberapa pertanyaan”. Berdasarkan pendapat di atas serta

melihat latar belakang masalah, maka permasalahan penelitian inidapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur melodi dan teks/syair dari Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

2. Bagaimana cara penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing

di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

3. Bagaimana bentuk dan makna Ende Sitogol tersebut Pada Masyarakat

Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

4. Apa fungsi Ende Sitogol tersebut pada masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

5. Bagaimana tanggapan masyarakat dan pemerintah setempat dalam melestarikan Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek

(22)

9

6. Bagaimana perkembangan Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan-cakupan masalah dan untuk mempersingkat

cakupan, keterbatasan waktu, dana, kemampuan penulis, maka penulis mengadakan pembatasan masalah untuk mempermudah dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Pembatasan masalah tersebut sesuai

dengan pendapat Sukardi (2003:30) yang mengatakan bahwa: “dalam

merumuskan ataupun membatasi permasalahan dalam suatu penelitian sangatlah

bervariasi dan tergantung kepada kesenangan peneliti. Oleh karena itu,perlu hati-hati dan jeli dan mengevaluasi rumusan permasalahan penelitian, dan dirangkum

kedalam beberapa pertanyaan yang jelas”.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masal di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur melodi dan teks/syair dari Ende Sitogol Pada

Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

2. Bagaimana cara penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing

di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

(23)

10

4. Bagaimana tanggapan masyarakat dan pemerintah setempat dalam melestarikan Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek

Bayur Padangsidimpuan?

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang

hendak dilakukuan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik, sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban. Berdasarkan pendapat

tersebut serta uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana bentuk dan makna Ende Sitogol Pada

Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, pada umumnya pasti mempunyai tujuan tertentu. Tanpa adanya suatu tujuan tertentu yang jelas maka

kegiatan tersebut tidak akan dapat terarah karena tidak tahu apa yang ingin dicapai dari kegiatan yang dilaksanakan terlihat pada tercapainya tujuan yang telah

(24)

11

1. Untuk mengetahui struktur melodi dan teks/syair dari Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.

2. Untuk mengetahui cara penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.

3. Untuk mengetahui bentuk dan makna Ende Sitogol tersebut Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.

4. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat dan pemerintah

setempat dalam melestarikan Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dicapai, diharapkan akan memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana

pendidikan.

2. Sebagai bahan dokumentasi untuk mengenal kesenian tradisional

Mandailing kepada masyarakat.

3. Sebagai bahan referensi dan acuan yang relevan bagi peneliti berikutnya.

(25)

12

5. Sebagai kajian teori bagi kepustakaan Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Medan khususnya program Studi pendidikan Seni Musik.

(26)

51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat motif, frase dan kalimat lagu. Ende sitogol memiliki empat motif utama pada Ende sitogol, Motif-motif kemudian mengalami pembesaran nilai

nada (augmentation of the value) dan pengecilan nilai nada (diminuation of the value). Pengolahan melodi menjadi ornamentasi pada ende sitogol yaitu,

pengembangan melodi secara dekoratif atau materi melodi berkembang

menjadi melodi utama kemudian berkembang lagi menjadi ornamentasi melodi atau penghias melodi disaat itu juga muncul motif birama baru yang menjadi

melodi utama.

2. Penyajian Ende sitogol adalah Penyajian musik tunggal, yakni bentuk penyajian musik yang menampilkan seorang musikus dalam memainkan alat

musik tertentu. Alat musik yang digunakan adalah alat musik melodis yaitu

suling yang Berfungsi untuk memainkan / membawakan susunan nada-nada

(melodi) sebuah lagu. Ende sitogol dinyanyikan secara solo oleh pria dengan

tempo sedang, yang terkadang diselang-selingi alunan alat musik suling dan bisa juga menggunakan alat musik uyup-uyup durame (olonglio) dan sesekali

(27)

52

3. Bentuk nyanyian (song form) apabila bagian 1 dari sebuah bentuk 3 bagian yang sederhana diulang (A A B A), struktur demikian dikenal dengan bentuk

nyanyian (song form). Karena banyaknya lagu rakyat yang yang memiliki struktur ini, atau dikenal dengan nama binnermelingkar (rounded binary )dan

ende sitogol menggunakan tangga nada F mayor dengan birama 4/4. Makna

dari ende sitogol ini adalah nyanyian daerah yang mengungkapkan perasaan cinta, kasih, dan kesedihan yang dialami oleh si parende (penyanyi) yang tidak

bisa diungkapkan kepada orang lain sehingga keluh kesah yang ada pada diri si parende diungkapkan dengan marsitogol di luar perkampungan.

4. Banyak tanggapan yang disampaikan masyarakat dalam wawancara, bahwa Ende Sitogol sangat perlu untuk dilestarikan karena sudah mulai dilupakan dan

tertinggal karena alat musik modren dan lagu-lagu band, sehingga generasi muda sudah tidak mau lagi belajar baik mendengarkan nyanyian daerah Mandailing. Ende sitogol juga sangat perlu dikembangkan dan diperkenalkan

lagi pada generasi muda dengan mengadakan pertunjukan seni Mandailing supaya tidak hilang begitu saja, jangan hanya lagu-lagu pop dan dangdut

(28)

53

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis mengajukan beberapa saran,

antara lain :

1. Penggunaan alat musik suling dan olanglio diharapkan tetap dilestarikan dan

dikenalkan pada generasi muda mengingat alat musik tersebut sudah dilupakan para generasi muda.

2. Agar ende sitogol jangan sampai dilupakan, seni budaya tersebut harus dikembangkan dan dilestarikan. Walaupun pemikiran nenek moyang kita itu dulu primitif, tetapi patut kita kagumi karena berbagai macam seni yang

mereka ciptakan masih banyak yang mencari-cari untuk dikembangkan lagi keberadaannya.

3. Masyarakat Mandailing dan Pemerintah sangat mengharapakan agar generasi

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Badudu. J.S.2007.Kamus kata-kata serapan asing dalam bahasa Indonesia. Jakarta: buku kompas

Bagus, leoreans. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Banoe, Pono. 2003. Kamus musik. Jakarta: Kanisius

Bungin, Burhan. 2007. MetodologiPenelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafinds persada

Bambang, Tjiptanadi. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Yudistira Danandjaja, James. 1984. Foklor Indonesia. Jakarta

Ensiklopedia Indonesia. 1987. Edisi Khusus. Jakarta

Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang: Quantum Taeching Maryaeni.2005.Metode Penelitian kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara

Nasution, Edi 2013. Eksistensi “Ende” dan “Ende-ende” dalam Masyarakat mandailing. Karya Ilmiah. Medan

Nasution, H. Pandapotan. 1994. Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya. Padangsidimpuan: Perkasa Alam

Parsadaan marga Harahap. 1993. Horja Adat – Istiadat Dalihan Natolu. Padangsidimpuan: Kencana

Purba,Mauly. 2004. Fungsi Sosial Ensambel Gordang Sambilan Pada Masyarakat Mandailing di Desa Tamiang, Kecamatan Kota Nopan, Kabupaten Tapanuli Selatan. Medan

Siregar,H. 1984. Surat Tumbaga Holing. Padangsidimpuan: Baumi

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung Tinggibarani, Sutan. 1981. Pembelajaran Adat Tapanuli. Padangsidimpuan:

Perkasa Alam

Gambar

Gambar 4.1  Tampak jalan besar Desa Aek Bayur  .......................................

Referensi

Dokumen terkait

MUSIK IRINGAN TARI MENDULANG EMAS PADA MASYARAKAT MANDAILING ANGKOLA.. DI SANGGAR

Skripsi berjudul ” Perkembangan Alam Aek Buru Sebagai Objek Wisata dan Dampaknya Kepada Masyarakat Sekitar di Desa Batu Tunggal Kec. IX-X Aek Kota

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses penyajian ende marhaminjon, untuk menganalisis makna-makna tekstual yang terkandung dalam ende marhaminjon, serta

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses penyajian ende marhaminjon, untuk menganalisis makna-makna tekstual yang terkandung dalam ende marhaminjon, serta

Setelah Mandailing berada dibawah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19 (1840-an), terjadi perubahan dalam struktur kepemimpinan di

Untuk mengetahui kendala yang dihadapi petani salak dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Tinjoman Lama Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.. Untuk

Skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Dana Desa di Desa Tolang Kecamatan Ulupungkut Kabupaten Mandailing Natal ini penulis susun untuk

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemerintahan Desa pada Desa Aek Goti