DAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA
Oleh :
Rosita Putri Rahmi Haerani 1303039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA SEKOLAH PASCASARJANA
KONSEP DAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA
Oleh:
Rosita Putri Rahmi Haerani
S.Pd Universitas Pendidikan Indonesia, 2013
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan IPA
Sekolah Pascasarjana
© Rosita Putri Rahmi Haerani Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus, 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Pengembangan Media Pembelajaran Video Game Pencemaran Air Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Metakognitif Siswa
Oleh :
Rosita Putri Rahmi Haerani NIM. 1303039
Disetujui dan Disahkan oleh: Pembimbing Tesis
Dr. H. Riandi, M.Si NIP. 196305011988031002
Mengetahui,
Ketua Prodi Pendidikan IPA
DAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA ABSTRAK
Penelitian pengembangan (Research and Development) ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran video game yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa. Penelitian dilaksanakan disalah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat pada 1 kelas VII dengan 22 siswa. Instrumen yang digunakan berupa, tes penguasaan konsep, tes keterampilan metakognitif, angket validasi ahli diberikan kepada ahli media dan materi untuk melihat kelayakan media, dan angket respon siswa. Berdasarkan hasil analisis data penelitian didapatkan bahwa: 1) Pengembangan desai video game pencemaran Air melalui beberapa tahapan yaitu terdiri dari : analisis kebutuhan, membuat desain media, pembuatan media, validasi oleh ahli materi, ahli media, dan pengguna, revisi produk, implementasi, dan evaluasi. Sehingga dihasilkan desain video game untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif dengan karakteristik terdiri dari; (1) masalah, (2) tantangan tugas yang harus diselesaikan /tujuan yang harus dicapai, (3) Aturan, (4) peran karakter, (5) lingkungan gaming dimana para pemain berinteraksi, (6) evaluasi, 2) media pembelajaran video game secara umum masih belum dapat memfasilitasi penguasaan konsep siswa, tetapi terdapat konsep yang dapat difasilitasi lebih baik oleh game yaitu konsep ekosistem, siklus air, dan kualitas air, game juga memfasilitasi lebih baik kemampuan memahami (C2), serta dapat memfasilitasi kemampuan menganalisis (C4), setelah bermain game siswa mampu membangun model metal mengenai konsep Interaksi Makhluk hidup dan lingkungan, 3) media pembelajaran video game secara umum masih belum dapat memfasilitasi keterampilan metakognitif siswa, tetapi terdapat keterampilan metakognitif yang dapat difasilitasi lebih baik oleh game yaitu keterampilan
planning dan evaluating, 4) Respon siswa sangat baik tehadap game yang telah dikembangkan.
SKILLFULLNESS
ABSTRACT
This Research and Development (R & D) study aims to develop video game as instructional media that can improve the students’ mastery of concepts and metacognitive skillfullness. .This study was set in a junior high school seventh-grade classroom in West Bandung regency, involved 1 class with 22 students. Mastery of concept assessment including multiple choice and draw an environment rubric that was developed, a questionnaire instrumernt, metacognitive Activities Inventoy will focuses on students’ metacognitive skillfullness, expert validation questionnaire given to the expert media and content, was employed to examine feasibility of video game as instructional media, and student questionnaire responses,was employed to examine student response to video game as instructional media. Based on the analysis of data: 1) the procedure of this video game design development is doing preliminary research , design media , media creation , validation by content experts , media experts , and users , the revision of the product , and product trials, video game design characterized by; conflict , Action - Domain Link , Rule , fantasy , Representation , Debriefing, 2) this study stated that in general, learning science by using video game are still not able to facilitate mastery of concept of students, but there were concepts that can be better facilitated by the game, that is the concept of ecosystems, water cycle and water quality, ability to understand (C2) also can be better facilitated by the game, and Educational games facilitate the ability to analyze (C5), and after playing the game students are able to build a metal model of the interaction of living beings and the environment concept, 3) video games in general are still not able to facilitate the students' metacognitive skillfullness, but there were metacognitive skills that can be better facilitated by the game, that is planning and evaluating skills, 4) student response to video game game that has been developed is on very good category.
KATA PENGANTAR …………..………..….……… UCAPAN TERIMA KASIH………..………….. ABSTRAK………….………
i ii iv
DAFTAR ISI ……… vi
DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR ………..………. viii ix DAFTAR LAMPIRAN ………..………. x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian..…..……….. 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ……… 5
C. Tujuan Penelitian ……….. 6
D. Manfaat Penelitian ……… 7
E. Struktur Organisasi Tesis……….. 7
BAB II MEDIA PEMBELAJARAN VIDEO GAME PENCEMARAN AIR DALAM KAITANNYA DENGAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA A. Penguasaan Konsep……….…... 9
B. Metakognisi…………..………... 10
C. Game Sebagai Media Pembelajaran ……… 17
D. Karakteristik Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan………. 27
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian……… 36
B. Sampel Penelitian……….………. 37
C. Definisi Operasional…….………. D. Instrumen Penelitian………. 38 39 E. Prosedur Penelitian ………….……… 46
F. Teknik Pengolahan Data……..………... 54
menggunakann game ………. 95 C. Keterampilan Metakogntitif Siswa setelah pembelajaran
menggunakan game …..………..…... 118 D. Respon siswa pada pembelajaran menggunakan game….. 138 E. Keterlaksanaan Pembelajaran menggunakan game……… 146 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Simpulan……….…...………..
B. Implikasi dan Rekomendasi………….………
155 156
DAFTAR PUSTAKA ……… 157
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Kegiatan metakognitif pada tiap kategori keterampilan metakogntif. 16 2.2 Analisis Karakteristik Konsep Interaksi Makhluk hidup dengan
Lingkungan………. 30
3.1 The one-Group Prettest-Posttest Design……….. 36
3.2 Instrumen Penelitian……… 39
3.3 Kriteria Validitas item butir soal………. 44
3.4 Kriteria Reliabilitas Butir Soal………. 45
3.5 Kriteria Indeks Kesukaran ………... 45
3.6 Kriteria Daya Pembeda……….……… 46
3.7 Kategori Tingkat Kelayakan Game menurut Ahli dan Pengguna…… 55
3.8 Kriteria N-gain………. 55
3.9 Interpretasi effect size……… 56
3.10 Tafsiran kualitatif angket……… 57
3.11 Kegiatan metakognitif pada tiap kategori keterampilan metakogntif 58 4.1 Overview Desain Video Game Pencemaran air……… 69
4.2. Rekapitulasi Angket Validasi oleh Ahli Media……… 80
4.3. Rekapitulasi Angket Validasi oleh Ahli Materi………. 82
4.4 Rekapitulasi Angket Validasi Pengguna……… 84
4.5 Temuan Hasil Implementasi Penggunaan media pembelajaraan video game dari siswa……… 88
4.6 Tabel Paparan Kekurangan, Kelebihan, Kendala dan Rekomendasi… 93 4.7 Pre-test, post-test, dan n-gain penguasaan konsep per tipe konsep…. 98 4.8.Rekapitulasi Kemunculan Komponen Lingkungan pada Gambar sebelum dan sesudah perlakuan……… 110
4.9.Rekapitulasi total persen gambar……….. 111
4.10. nilai rata-rata awal, akhir dan gain yang dinormalisasi pada MCA-I ………. 118
4.11. nilai rata-rata tes awal, tes akhir dan gain yang dinormalisasi pada soal uraian……… 119
4.12. Jumlah dan persentase aktivitas per keterampilan metakogntif….. 128
4.13. Rekapitulasi Skala Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran IPA menggunakan media pembelajaran video game……… 138
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Komponen-komponen Metakognisi……… 13
3.1 Model Pengembangan Multimedia Mardika………... 48
3.2 Alur Penelitian……… 49
4.1 Matriks Keterhubungan Tema dan Sub-Topik pada Bidang yang Dipadukan……… 66
4.2 The Game –based Learning Framework……….. 67
4.3. Flowchart game “selamatkan dunia digital!!”……….. 71
4.4. Contoh Storyboard game “selamatkan dunia digital!!”……… 74
4.5.Contoh Rancangan Antarmuka Menu Utama……….. 75
4.6 Anatrmuka menu utama……… 76
4.7. Antarmuka Informasi yang dapat diakses siswa……… 77
4.8. Representasi kondisi sungai dekat lokasi penebangan hutan……… 77
4.9 . Represantasi kondisi sungai dekat pemukiman……… 78
4.10 . Representasi kondisi sungai dekat pertanian………. 78
4.11 Simulasi Terjadinya Hujan Asam……… 78
4.12 Permainan tambahan melawan monster………. 79
4.13 . Evaluasi berupa penyelesaian misi……… 79
4.14. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Gain yang Dinormalisasi per Tipe Kemampuan Penguasaan Konsep………. 98
4.15. Diagram batang Perbandingan Nilai Rata-Rata tes awam tes akhir dan n-gain yang Dinormalisasi Penguasaan Konsep……… 101
4.16. Input-Process-Outcome Game Model……….. 103
4.17. Contoh mental model siswa sebelum perlakuan……… 114
4.18. Contoh mental model siswa setelah perlakuan………. 115
4.19. Contoh mental model siswa dipengaruhi oleh representasi didalam game……… 117
4.20. Strategi Metakognitif yang dapat memfasilitasi keterampilan metakognitif……… 124
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran A
1. Flowchart ..…..………. 161
2. game-based learning framework………..……….. 162
3. Keterampilan metakognitif dan konsep yang dapat dibangun melalui game ……...……….……...……...……...……...……...……... 165
4. Analisis Konsep ……….. 171
5. Lesson Con-Squence Map..………. 181
6. Analisis Wacana………. 182
7. Storyboard……….. 219
Lampiran B 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran…...………. 230
2. Instrumen Penelitian……… 252
Lampiran C 1. Hasil pretest, postest, dan n-gain Penguasaan konsep siswa……….……….……. ……….. 287
2. Hasil pretest, postest, dan n-gain Keterampilan Metakognitif siswa 294 3. Hasil Pengolahan angket Respon Siswa……..………. 4. Hasil pengolahan protokol aktivitas metakognitif siswa selama pembelajaran ………. 299 301 5. Hasil Penilaian Kelayakan game ………. 306
6. Hasil pengolahan penilaian mental model siswa……..………...………….……….. 310 7. Hasil Validasi Instrumen ……… 311 Lampiran D
1. Surat Ijin Penelitian Lampiran E
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan elemen penting dalam memajukan bangsa dan negara. Perkembangan dan kemajuan segala bidang ditentukan oleh keberhasilan pendidikan, sehingga mutu atau kualitas pendidikan harus ditingkatkan.Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat , bangsa, dan Negara. Dari Undang-undang tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana, merupakan proses yang bertujuan untuk mendidik peserta didik sesuatu yang dilakukan pendidik dan peserta didik diarahkan pada pencapaian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
IPA berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. IPA memberikan pemahaman yang luas tentang bagaimana alam bekerja. DeBoer (dalam Cheng dkk., 2013) menyatakan Belajar IPA penting, karena dengan belajar IPA, dapat dipelajari penyebab yang menyebabkan efek tertentu pada fenomena alam dan belajar IPA merupakan cara yang ampuh untuk mengetahui dan berpikir. Sudah menjadi pendapat umum bahwa IPA merupakan salah satu pelajaran yang kurang diminati. Salah satu penyebabnya adalah banyak domain IPA berurusan dengan fenomena abstrak dan multidimensi yang membuat siswa kesulitan untuk memahami dan bagaimana menerapkan pengetahuannya. Misalnya, materi IPA yang diteliti dalam tulisan ini yaitu Pencemaran air yang berhubungan dengan interaksi makhluk hidup dengan lingkungan ini berurusan dengan fenomena abstrak. Materi pencemaran air merupakan konsep IPA yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. pengambilan materi ini berhubungan pula dengan salah satu tujuan utama pendidikan untuk menghasilkan siswa lulusan dengan kesadaran tentang bagaimana IPA beroperasi, mempersiapkan mereka untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang demokratis sekitar isu-isu seperti eutrofikasi yang merupakan salah satu fenomena akibat pencemaran air.
memperoleh pengetahuan melalui berbagai penemuan dan penyelidikan secara alami maupun secara ilmiah. Clark dkk ,dan NRC( dalam Anderson dkk, 2013) menyatakan hal ini berbeda dengan praktik pendidikan sains yang ada sekarang, yang sering terfokus pada mempelajari fakta-fakta yang ditemukan orang lain.
Game menyediakan gameplay yang diarahkan pada tujuan tertentu,dalam bentuk dunia virtual. Game menyediakan Play-space akademis memungkinkan siswa untuk melakukan inquiry dan discovery learning yang cocok dengan belajar IPA. Game dapat mengimersi siswa kedalam dunia yang tidak hanya berupa representasi konkret fenomena ilmiah tertentu , tetapi juga berperilaku sesuai dengan hukum-hukum IPA. Desain khusus dari game memungkinkan siswa untuk membuat pilihan yang dapat mempengaruhi keadaan model yang ditinjau. Konten ilmiah yang kompleks direpresentasikan game dalam bentuk situasi nyata, pengalaman, dan representasi non-textuallymediated. (Anderson dkk., 2013)
Siswa akan mengalami kegiatan pembelajaran dalam game berupa urutan proses pemecahan masalah. Siswa terus-menerus harus menggunakan pengetahuan dan / atau keterampilan yang baru diperoleh untuk mengatasi tantangan berikutnya. Siswa membuat pengetahuannya sendiri mengenai fenomena sains berdasarkan pemahaman yang mereka dapat dari game (Cheng dkk., 2013; Klisch dkk., 2012; Anderson dkk., 2013; Annetta dkk., 2009a, 2009b), dan pembelajaran terjadi sebagai keadaan ketidakseimbangan kognitif yang dihasilkan dari inkonsistensi antara pengalaman dan pengetahuan mereka saat ini (Cheng dkk., 2013). Oleh karena itu, munculnya game pendidikan berpotensi besar untuk sukses dalam pendidikan sains untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa. Hal ini didukung oleh beberapa studi yang melaporkan bahwa bermain game menghasilkan peningkatan penguasaan konseptual pada siswa (Hwang dan Wu, 2013; Meluso dkk., 2012 ; Cheng dkk., 2013; Klisch dkk., 2012; Anderson dkk., 2013; Annetta dkk., 2009).
Flavell (1979), metakognisi adalah adalah “Thinking about Thinking”, yang berarti berpikir seseorang mengenai proses berpikir mereka sendiri, perencanaan proses, mengatur pikiran tentang apa yang telah direncanakan dan menilai hasilnya. Keterampilan metakognitif penting karena pada zaman sekarang di mana teknologi digunakan secara luas memberikan siswa untuk mempelajri banyak informasi Tosun dan Senocak (2013) menyatakan bahwa meskipun siswa dapat mempelajari informasi, mereka tidak dapat langsung menggunakan informasi ini untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Karena informasi bukanlah alat siap yang dapat digunakan tanpa memeriksa sifatnya, maka perlu untuk berpikir tentang berpikir. Berpikir bagaimana untuk berpikir hanya mungkin dengan melatih individu untuk belajar bagaimana belajar.
Schoenfeld (dalam Ersozlu dan Yildirim, 2008) menjelaskan keterampilan metakognitif sebagai komponen kunci untuk proses memcahkan masalah . Pada saat menemukan masalah, maka seseorang harus menggunakan kognitif dan keterampilan metakognitifnya , karena pada saat memecahkan masalah seseorang harus memilih strategi dan berfikir tentang alternatif strategi pada saat kondisi berubah dan menjadi sulit. Pada dasarnya, lingkungan yang berorientasi ketuntasan dapat mendorong dan mendukung pengembangan strategi untuk pemecahan masalah dalam domain tertentu, dan dapat mendorong keterampilan metakognitif. Jenis lingkungan tersebut disediakan oleh game seperti yang dijelaskan oleh Gee (2003) dalam analisisnya tentang manfaat pembelajaran video game. Gee menyatakan bahwa game menempatkan peserta didik dalam peran Decision-maker, mendorong mereka melalui tantangan yang semakin sulit , saat terlibat dalam game, siswa bereksperimen dengan cara yang berbeda dari belajar dan berpikir. Pemain mengalami domain subjek atau situasi dengan cara baru, membentuk afiliasi baru, dan dengan demikian mempersiapkanpemecahan masalah dalam domain belajar ke domain terkait. Dapat disimpulkan bahwa game memainkan peran penting untuk membangun lingkungan yang memanfaatkan meta-kognitif.
2013). Karena Seseorang dengan keterampilan metakognitif tinggi akan lebih baik dalam merencanakan, mengelola informasi, memantau, pengawasan, kesalahan debugging, dan mengevaluasi dibandingkan dengan individu dengan keterampilan
metakognitif rendah (Tosun dan Senocak, 2013). Namun, hanya ada sedikit studi empiris yang menyelidiki hubungan antara bermain game dan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran IPA. (Moncraz,2011). Hanya ada satu studi yang dirancang untuk mendeteksi apakah ada peningkatan kuantitatif dalam keterampilan metakognitif setelah bermain game. Studi yang dimaksudkan adalah Ke (2007), yang dalam studinya melakukan pre- and post-measurements dengan menggunakan instrumen penilaian diri, dan berdasarkan hasil penelitiannya tidak ada perubahan yang berarti terjadi. Hal ini disebabkan, studi ini terbatas pada perlakuan satu bulan lamanya, melibatkan game yang relatif sederhana yang tidak didesain khusus untuk kegiatan pembelajaran yang melatihkan keterampilan metakognitif. Selanjutnya dalam disertasinya, Moncraz (2011) menemukan ada hubungan pengalaman seseorang memainkan berbagai jenis video game dikaitkan dengan keterampilan metakognitif.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengembangan media pembelajaran video game pencemaran Air untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa”. Untuk lebih memperjelas rumusan masalah dalam penelitian ini, maka rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan desain media pembelajaran video game pencemaran Air untuk dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa?
2. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran menggunakan media pembelajaran video game Pencemaran air?
3. Bagaimana peningkatan keterampilan metakognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan media pembelajaran video game Pencemaran air?
4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan video game pencemaran air?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk “mengembangkan media pembelajaran video game pencemaran Air untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa “. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan informasi berkaitan dengan bagaimana proses pengembangan desain media pembelajaran video game pencemaran Air untuk dapat meningkatkan penguasaan konsepdan keterampilan metakognitif siswa. 2. Mendapatkan informasi berkaitan dengan bagaimana peningkatan
3. Mendapatkan informasi berkaitan dengan bagaimana peningkatan keterampilan metakognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan media pembelajaran video game Pencemaran Air.
4. Mendapatkan informasi berkaitan dengan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan video game.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis sebagai salah satu alternatif dalam upaya perbaikan pembelajaran, antara lain:
1. Bagi siswa :
Dapat membantu dalam membangun penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa terutama melalui video game
2. Bagi Guru :
a. Menjadi alternatif media belajar teruji dalam menerapkan pembelajaran IPA .
b. Menjadi alternatif media belajar teruji untuk membangun penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian dapat dijadikan masukkan dan bahan pertimbangan untuk penelitian sejenis dengan menggunakan konsep yang berbeda
E. Struktur Organisasi Tesis
BAB III
METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran Video game menggunakan Software Kodu Game Lab pada pembelajaran pencemaran air kelas VII SMP, maka jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau dikenal juga dengan istilah Research and Development (R&D). Hal ini berseusaian dengan pendapat Sugiyono (2009, hlm 297), bahwa penelitian dan pengembangan (R&D) adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Ada beberapa metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan, yaitu metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimental. Metode penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk mengumpulkan informasi yang relevan mengenai perlunya pengembangan multimedia. Metode Evaluatif digunakan untuk mengevaluasi pada setiap kegiatan uji coba, dan berdasarkan uji coba tersebut diadakan penyempurnaan produk. Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan (Sukmadinata, 2010, hal : 185-189). Metode eksperimen yang digunakan adalah metode Weak experiment, dengan desain The one-Group Prettest-Posttest Design digunakan untuk memperoleh gambaran penguasaan
konsep dan metakognisi siswa dimana pada design kuantitatif tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum, dan sesudah perlakuan. Perbedaan Pretest dan posttest diasumsikan merupakan efek dari perlakuan. Pola desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1
The one-Group Prettest-Posttest Design
Keterangan :
O : Test penguasaan konsep dan MCA-I
X : Pembelajaran menggunakan game IPA terpadu
Untuk lebih memahami secara kualitatif tentang bagaimana penguasaan konsep siswa pada belajar menggunakan video game, Siswa diminta untuk menggambar sungai yang tercemar untuk menggambarkan model mental mereka tentang konsep lingkungan yang mereka miliki sebelum dan sesudah perlakuan. Dasar pemikiran di balik metode ini adalah bahwa Pengetahuan konseptual meliputi Skema, model mental, dan teori yang merepresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana bagia-bagian atau bit-bit informasi saling berkaitan secara sistematis, dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi bersama-sama.(Anderson,2001), sehingga dengan gambar akan membuat jelas perbedaan dalam penguasaan konsep yang diakuisisi oleh siswa yang tidak bisa ditangkap hanya dengan menggunakan test pilihan ganda. (Lowe dalam corredor dkk,2013).
Untuk lebih memahami secara kualitatif tentang perkembangan metakognisi siswa saat belajar dengan menggunakan video game, dilakukan pengambilan data secara Online dikumpulkan saat siswa sedang terlibat tugas tertentu. Pengambilan data secara Online menilai domain keterampilan metakognitif tertentu dengan fokus pada proses pembelajaran. siswa direkam selama melakukan kinerja tugasnya.
B. Sampel Penelitian
bagi seorang peneliti memilih siswa-siswa tertentu untuk dikelompokkan dalam kelas khusus sebagai sampel, sehingga digunaka cluster random sampling. (Creswell, 2009). C. Definisi Operasional
1. Video game Pencemaran Air
Video Game yang dimaksud dalam penelitian ini adalah game yang digunakan pada pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dengan menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain dalam tema Ekosistem sungai, termasuk didalamnya tentang interaksi makhluk hidup dan pencemaran lingkungan. Materi IPA disajikan melalui cerita dalam game yang disajikan dalam beberapa chapter, yang pada tiap chapternya menghadirkan tantangan berupa masalah yang berhubungan dengan fenomena sains yang harus siswa selesaikan untuk masuk ke chapter berikutnya, dan setiap siswa membuat pengetahuannya sendiri mengenai fenomena sains tersebut berdasarkan penguasaan konsep yang mereka dapat dari game. Video game yang digunakan dalam penelitian ini melalui proses pengembangan produk dan pengujian produk terhadap ahli media, ahli materi, dan siswa selaku pengguna. Untuk mengukur kelayakan game digunakan pedoman penilaian game dilihat dari komponen kelayakan isi, komponen kebahasaan dan komponen penyajian dan tampilan menyeluruh.
2. Penguasaan Konsep
3. Keterampilan Metakognitif
Metakognisi pada hakekatnya memberikan penekanan pada berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri untuk mengetahui apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan. metakognisi terbagi dua komponen yaitu pengetahuan kognisi dan regulasi kognisi. (Schraw dan Dennison 1994). Komponen Metakognisi yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini dibatasi hanya pada Regulasi kognisi/keterampilan metakognitif mengacu pada kegiatan metakognitif yang seseorang gunakan untuk mengontrol pembelajaran sendiri dan itu termasuk tiga keterampilan penting: perencanaan, monitoring, dan evaluasi. Metakognisi diukur secara online dan offline, pengambilan data secara offline menggunakan MCA-I (Metacogntie Actiivities Inventory) yang dikembangkan oleh Cooper dan Urena (2008) dan tes uraian pemecahan masalah. yang di uji coba secara pretest dan posttest, sedangkan pengambilan data online menggunakan Think-aloud protocols yang direkam menggunakan video, dan protokol dianalisis menurut Taxonomy of Metacognitive Activities (TMA), yang dikembangkan oleh Veenman, dkk.(2006) untuk lebih memahami metakognisi seperti apa yang dapat difasilitasi pada pembelajaran dengan menggunakan video game IPA terpadu pada tema Ekosistem Sungai.
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian yang berupa pedoman penilaian game, tes pilihan ganda, tes uraian pedoman wawancara, angket dan lembar observasi. Secara rinci instrument penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian
No Instrumen Deskripsi Instrumen Sumber data
Target
1 Pedoman Penilaian game IPATerpadu
Penilaian bahan ajar dilakukan dalam dua kategori. Kategori pertama terdiri dari penilaian content dan kategori kedua adalah
No Instrumen Deskripsi Instrumen Sumber data
Target
2 Tes PG Jumlah soal yang digunakan adalah 20 buah soal dalam bentuk pilihan ganda yang difokuskan pada soal penguasaan konsep, berdasarkan indikator penguasaan konsep yang dikembangkan dari taksonomi bloom revisi (Anderson, 2001), teridiri atas aspek C1 (Mengingat), C2 (Memahami), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi). Distraktor yang digunakan berjumlah 4 buah (A, B, C dan D). Tes ini diberikan pada saat pretes, posttest .
Siswa Mengukur kemampuan Penguasaan konsep
3 Metacognitive activities Inventory (MCA-I)
Versi asli dari MCA-I termasuk 27 item pada 5-titik skala Likert, mulai dari "1-tidak pernah" menjadi "5-selalu" , menilai keterampilan metakognitif siswa (regulasi kognisi).
Siswa mengukur keterampilan metakognitif siswa.
4 Soal uraian soal uraian dikembangkan berdasarkan sub
komponen keterampilan metakognitif. Soal uraian terdiri dari 9 soal , dengan rincian soal nomor 1 sampai dengan soal nomor 4 mewakili sub komponen planning
dari keterampilan metakognitif, soal nomor 5 sampai dengan soal nomor 7 mewakili
Siswa mendapatkan gambaran penggunaan
keterampilan
No Instrumen Deskripsi Instrumen Sumber data
Target
monitoring dari keterampilan
metakognitif, dan soal nomor 8 dan 9 mewakili sub komponen
evaluating dari keterampilan metakognitif 5 Think- Aloud
Protocols
Taxonomy of
Metacognitive Activities
(TMA), digunakan untuk koding video tape dari think-aloud selama pembelajaran
Siswa pengukuran on-line yang digunakan untuk menilai metakognisi siswa pada saat belajar menggunakan video game
6 Lembar Observasi
Lembar observasi berisi pernyataan-pernyataan mengenai kegiatan pembelajaran yang dilakukan
di kelas apakah sesuai dengan RPP yang dibuat apa tidak
Siswa dan guru
Melihat kesesuaian antara RPP yang dibuat denganpembelajaran yang terjadi di kelas
7 Angket (skala sikap) respon siswa
Jumlah pernyataan yang diberikan sebanyak 30 buah.
Angket diberikan kepada siswa
setelah postes atau setelah kegiatan pembelajaran telah dilaksanakan
Siswa Mengetahui respon siswa (sikap)
Mengenai pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan game
8 Pedoman Wawancara guru
Pedoman wawancara ditujukan pada beberapa guru di sekolah yang akan dilaksanakan penelitian .
Guru Pedoman wawancara pada penelitian ini digunakan pada tahap survei lapangan untuk mengetahui kondisi pembelajaran dan ketersedian fasilitas disekolah.
9 Rubrik penilaian Gambar sungai siswa
Untuk mengetahui bagaimana penguasaan konsep sebelum dan sesudah perlakuan.
Siswa Data kualitatif penguasaan konsep siswa
Pedoman penilaian game IPA digunakan untuk penilaian kelayakan bahan ajar game yang digunakan. Penilaian bahan ajar dilakukan dalam dua kategori. Kategori pertama terdiri dari penilaian content oleh dua ahli mata pelajaran sains. dosen ahli, aspek yang dinilai adalah aspek kebenaran konsep, kedalaman dan keluasan konsep, keterampilan metakognitif. Kategori kedua penilaian dilakukan oleh dosen ahli media Aspek yang dilihat pada validasi ini adalah aspek kebahasaan, penampilan,teknis, dan kelayakan. Masing-masing aspek dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian. Penilaian dalam bentuk skor kualitatif yang terbagi dalam empat tingkatan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), Tidak setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
b. Tes Tertulis
Tes tertulis yaitu kumpulan butir soal yang digunakan untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Langkah penyusunan tes penguasaan konsep adalah penyusunan kisi-kisi, berkonsultasi dengan dosen pembimbing, validasi isi serta uji coba soal. Instrumen penguasaan konsep berupa pilihan ganda sebanyak 20 butir soal dalam bentuk pilihan ganda yang difokuskan pada soal penguasaan konsep, dan soal uraian pemecahan masalah sebanyak 9 soal. Soal-soal telah diujicobakan kepada siswa kelas VIII SMP yang telah mempelajari materi Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan dan Pencemaran untuk diuji tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitasnya.
c. Metcognitive Activities Inventory (MCA-I)
Protokol Think-aloud adalah pengukuran online yang sering digunakan untuk menilai keterampilan metakognitif. (saraç , 2012). Dalam protokol Think-aloud, Siswa diperintahkan untuk melakukan think-aloud(verbalisasi) saat mereka mengerjakan tugas kognitif tertentu. Gangguan oleh peneliti diusahakan sesedikit mungkin. Semua ucapan direkam pada video-tape. Setelah itu, rekaman ditranskripsi dan kegiatan metakognitif diskor menjadi skema coding (saraç , 2012). Think-aloud protocols yang direkam menggunakan video, dan protokol dianalisis menurut Taxonomy of Metacognitive Activities (TMA), yang dikembangkan oleh Veenman, dkk. (2006) e. Observasi
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi, lembar observasi digunakan untuk melihat kesesuaian antara RPP yang dibuat dengan pembelajaran yang terjadi di kelas selama melakukan pembelajaran dengan menggunakan game IPA Terpadu.
f. Angket Respon Siswa
Angket dalam penelitian ini disusun berdasarkan skala Likert yang berfungsi untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Pernyataan dalam angket berjumlah 30 butir . Pernyataan-pernyataan tersebut memuat sikap siswa terhadap pelajaran IPA terpadu dengan bantuan game dilihat dari aspek kemudahan konten,kemudahan navigasi, interaktifitas game, umpan balik, desain screen, preferance, dan metkognitif game.
g. Pedoman Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti.Sebelum melakukan wawancara peneliti menyiapkan instrumen wawancara diajukan kepada responden dalam rangka pengumpulan data. Pedoman wawancara pada penelitian ini digunakan pada tahap survei lapangan untuk mengetahui kondisi pembelajaran dan ketersedian fasilitas disekolah.
h. Rubrik penilaian Gambar sungai siswa
tentang interaksi makhluk hidup dan lingkungan. Shepardson, dkk (2007) menyatakan bahwa "konseptualisasi siswa mengenai lingkungan atau model mental yang mereka bentuk adalah cara di mana mereka memahami masalah lingkungan dan panduan perilaku mereka terhadap lingkungan " (hal. 328). Sehingga dengan mengetahui perubahan mental model siswa dapat mengetahui perubahan yang terjadi pula pada penguasaan konsep siswa.
2. Validasi Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh instrumen yang baik dan menjamin keterukuran apa yang hendak diukur, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian dan analisis terhadap instrumen yang digunakan. Analisis terhadap instrumen penelitian yang berupa tes terdiri atas uji validitas, uji reliabilitas, analisis tingkat kesukaran soal dan analisis daya pembeda. Pengujian instrumen berdasarkan hasil uji coba soal terhadap siswa kelas VIII dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda sebanyak 35 butir soal, dalam pelaksanaannya pengujiannya dilakukan dengan menggunakan software Anates. a. Validitas
Menurut Arikunto (2013, hlm. 178) sebuah tes dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
= ∑ −∑ ∑
√ ∑ − ∑ ∑ − ∑
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y X = skor butir soal
Y = skor total N = jumlah subjek
Interpretasi besarnya koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut : Tabel 3.3
Kriteria Validitas item butir soal
Nilai Interpretasi
0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup
(Arikunto,2013, hm 178) b. Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan/kekonsistenan suatu instrumen bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun oleh orang lain yang berbeda dan waktu yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif sama
= − − −
�
Untuk menguji reliabilitas tes pada penelitian ini menggunakan program Anates. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dibandingkan dengan r table dengan kaidah keputusan; jika r11 > r tabel berarti reliabel dan jika r11 < r table berarti tidak reliabel. Kemudian hasil perhitungan tersebut ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti Tabel 4.
Tabel 3.4
Kriteria Reliabilitas Butir Soal
Koefisien Kategori
0,81 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r11≤ 0,60 Cukup
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
r11≤ 0,20 Sangat rendah
(Arikunto,2013) c. Tingkat kesukaran atau indeks kesukaran
Tingkat kesukaran atau indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal (Arikunto, 2013, hlm 207). Tingkat kesukaran dari setiap item soal dihitung dengan menggunakan persamaan(Arikunto,2013, hlm 207) sebagai berikut :
� =���
Keterangan:
P= Indeks Kesukaran
B = Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta test
Tabel 3.5
Kriteria Indeks Kesukaran
Nilai P Kategori
0,00-0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah
(Sumber: Arikunto,2013, hlm 207 Menghitung taraf kesukaran soal yaitu bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal menggunakan Anates. d. Daya Pembeda
Menghitung daya pembeda bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana butir soal mampu membedakan siswa yang menguasai materi dan siswa yang tidak menguasai materi. Daya pembeda dari setiap item soal dihitung dengan menggunakan persamaan (Arikunto,2013, hlm 211) sebagai berikut :
� = �� −�� = � − �
Keterangan: D= Daya pembeda
JA= banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda soal dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 3.6
Kriteria Daya Pembeda
Nilai D Kategori
0,00-0,20 Jelek
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Baik
0,71-1,00 Baik Sekali
(Arikunto,2013 , hlm 211) Menghitung daya pembeda soal menggunakan Anates
[image:30.612.112.542.533.621.2]mengungkapkan bahwa siklus R&D tersusun dalam beberapa langkah penelitian sebagai berikut : penelitian dan pengumpulan informasi (Research and information collecting); perencanaan (Planning); pengembangan produk pendahuluan (Develop
preliminary form of product); uji coba pendahuluan (Preliminary Field Testing);
perbaikan produk utama (Main product revision); uji coba utama (Main Field Testing); perbaikan produk operasional (Operational Product revision); uji coba
operasional (Operational Field Testing); perbaikan produk akhir (Final Product Revision), diseminasi dan pendistribusian (Dissemination and distribution).
Kesepuluh langkah penelitian dan pengembangan produk di atas jika dilakukan dengan benar, maka akan menghasilkan produk yang dapat dipertanggungjawabkkan, siap digunakan disekolah-sekolah. Dari sepuluh langkah penelitian dan pengembangan yang akan dikembangkan oleh Brog dan Gall tersebut kemudian dimodifikasi oleh Sukmadinata (2010, hal 185-189) menjadi tiga tahap, yaitu 1) Studi pendahuluan, 2) Pengembangan produk, dan 3)Uji Produk. Studi lapangan terdiri atas tiga langkah , yaitu studi kepustakaan, survai lapangan dan penyusunan produk awal atau draft produk. Pengembangan produk dilakukan dalam dua tahap, langkah pertama melakukan uji coba terbatas dan langkah kedua Implementasi. Uji coba produk merupakan tahap pengujian keampuhan produk yang dihasilkan, yaitu dengan menguji keampuhan produk baru. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperiment. Adapun langkah penelitian menurut sugiono (2010 : 409) terdiri dari sepuluh langkah, yaitu : 1) potensi dan masalah, 2) mengumpulkan informasi, 3) desain produk, 4) validasi desain. 5)Perbaikan desain, 6)Implementasi, 7)Revisi produk, 8)Uji coba pemakaian, 9) revisi produk, 10) Pembuatan produk massal.
multimedia yang dikembangkan Mardika (2008, 13) bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Model Pengembangan Multimedia Mardika (2008:13)
Baik model pengembangan Borg & Gall, dan Mardika bertujuan untuk menghasilkan produk (Borg & Gall, 1979; Mardika, 2008), yang dalam hal ini adalah multimedia pembelajaran. Berdasarkan langkah berbagai research and development yang dikembangkan tersebut, maka penulis memutuskan menggunakan
model pengembangan multimedia Mardika, hal ini dilakukan karena aspek pertimbangan, diantaranya waktu dan biaya. Adapun alur penelitian ini adalah :
Analisis Kebutuhan
Desain Media Pembelajaran
Pembuatan Multimedia
Validasi Ahli
Revisi
Laporan Analisis
Desain
Pengembangan
Implementasi
Evaluasi
Studi Literatur Studi Lapangan
Analisis Kebutuhan
Isi Kurikulum Video Game IPA
Tujuan Flowchart Storyboard
Pembuatan media
Validasi Ahli Ada Revisi
Tidak Ada Revisi
Pembuatan Rencana Pembelajaran Model Pembelajaran
Uji Coba Lapangan Produk
Pengolahan data Respon belajar terhadap media ,Penguasaan Konsep dan
Gambar 3.2 : Alur Penelitian
1. Tahap Analisis Kebutuhan
dimana pada langkah selanjutnya konsep-konsep tersebut digambarkan dalam bentuk peta konsekueksi dan penjabaran konsep-konsep tersebut digambarkan dalam bentuk analisis konsep.
Dalam proses pengembangan media pembelajaran interaktif video game ini, dibutuhkan dukungan perangkat lunak Kodu Game lab sebagai perangkat lunak utama untuk mengembangkan media.Penggunaan Kodu memungkinkan membuat konten pada media yang interaktif dan dinamis dikarenakan adanya bahasa pemrograman visual (VPL). Kodu menggunakan visual programming language untuk membuat game. Game yang dibuat tentu saja bukan game sekelas Final fantasy atau GTA, tetapi cukup banyak variasi game yang dapat dibuat dengan Kodu. Kita dapat membuat Racing Game atau Adventure Game. Konsep dari program ini adalah adanya satu karakter yang dinamakan Kodu . Kodu dapat melakukan sesuatu bila kita memprogramkannya, misalnya untuk berjalan, makan, atau lari. Program ini juga akan memberikan beberapa fungsi pemograman tanpa sinktaks yang berbelit dan logika kondisional dan berbasis object (OOP).
Selain perangat lunak, dibutuhkan juga perangkat keras minimum untuk mengembangkan media pembelajaran interaktif ini. Perangkat keras minimum yang dibutuhkan dalam pengembangan ini adalah sebagai berikut : (1) graphics card yang mendukung DirectX 9.0c and Shader Model 2.0. (2) .NET Framework 4.0 or higher (3) XNA Framework 4.0 ,(4) OS : Windows XP, Vista, 7 & 8 (5) RAM : 1 GB, (6) HPP : 2 GB free space, (7) Processor : Intel dual core 1.6 atau lebih tinggi
2. Tahap Desain
berulang-ulang sampai diperoleh storyboard dan flowchart yang sesuai dengan kriteria dan syarat-syarat pemilihan media, dan karakteristik sebuah game.
3. Tahap Pengembangan
Mardika (2008: 14) menjelaskan bahwa pada proses pengembangan / produksi ini bertujuan untuk membuat produk awal, dan selanjutnya dites atau dijalankan dalam komputer untuk memastikan apakah hasilnya sesuai dengan yang diinginkan atau tidak. Berkaitan dengan hal tersebut, Munir (2008: 199) menjelaskan tahap pengembangan media pembelajaran meliputi langkah-langkah penyediaan papan cerita (storyboard), carta alir (flowchart), dan pengintegrasian sistem. Setelah pengembangan media pembelajaran selesai, maka penilaian terhadap unit-unit media pembelajaran tersebut dilakukan dengan menggunakan rangkaian penilaian media pembelajaran. Proses penilaian ini disebutkan Mardika (2008: 14) merupakan tahap validasi ahli, yang meliputi ahli media dan ahli materi untuk mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan tersebut atau dalam istilah lain disebutkan experts judgment. Angket Validasi Ahli digunakan untuk mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan, dan data yang didapatkan dijadikan acuan dalam proses perbaikan. Pengembangan juga dilakukan berdasarkan hasil uji coba terbatas, Proses perbaikan ini bisa berlangsung terus menerus sampai pada akhirnya didapatkan produk yang menurut ahli media dan ahli materi telah layak untuk diterapkan di lapangan.
4. Tahap Implementasi
Post-Test untuk mengetahui Penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa.
Untuk lebih memahami secara kualitatif tentang perkembangan penguasaan konsep siswa saat belajar menggunakan video game, Siswa diminta untuk menggambar fenomena pencemaran sungai, sehingga didapatkan data berup perkembangan model mental siswa dengan tujuan melihat bagaimana perkembangan penguasaan konsep siswa. Untuk lebih memahami secara kualitatif tentang perkembangan keterampilan metakognitif siswa saat belajar dengan menggunakan video game, dilakukan pengambilan data secara online dengan metode think-aloud dikumpulkan saat siswa sedang terlibat tugas tertentu. Pengambilan data secara online menilai domain keterampilan metakognitif tertentu dengan fokus pada proses pembelajaran. Siswa direkam selama melakukan kinerja tugasnya.
Penerapan media pembelajaran video game IPA dalam rangka penelitian dilakukan dalam empat kali pertemuan. Pada pertemuan pertama dilaksanakan pretest atau tes awal. Kemudian menerapkan media pembelajran video game IPA sebanyak dua kali pertemuan. Setelah dua pertemuan berakhir diberikan posttest dengan instrumen yang sama pada pretest untuk mengetahui penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa setelah pembelajaran. Pada pembelajaran, Siswa dibagi menjadi 10 kelompok kecil terdiri atas dua orang, kelompok ini berinteraksi dengan satu laptop yang sudah diinstal video game Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan yang dikembangkan oleh peneliti. Video game Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan ini telah dimuatkan permasalahan tentang parameter kualitas air yang disajikan dalam bentuk cerita dan misi yang harus diselesaikan pemain. Kemudian setelah mendapatkan penjelasan dari guru tentang apa yang harus mereka lakukan pada game, siswa secara mandiri berinteraksi dengan game dan diberikan LKS yang didalamnya terdapat langkah penyelesaian masalah game yang sudah terintegarsi dalam bentuk pertanyaa-pertanyaan.
untuk menemukan berbagai alternatif startegi dan jawaban untuk memecahkan masalah, pada langkah ini siswa mengumpulkan informasi penting yang relevan dengan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya dan membuat rencana untuk menjawab permasalahan tersebut. Siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan teman kelompoknya untuk mencari jawaban atas jawaban masalah. Langkah Ketiga siswa melakukan decision making yaitu menjawab maslaah berdasarkan strategi yang telah dibuat. Langkah keempat siswa mengevaluasi hasil pekerjaannya. Pada langkah ini siswa memeriksa kembali hasil pekerjaannya berdasarkan opsi yang diberikan oleh game , dengan probabilitas untuk game over jika jawaban salah sehingga siswa dapat menilai kembali hasil pekerjaannya, sebagaian besar siswa sebelum memilih opsi ini mengkonfirmasi jawaban kepada guru dan hasil observasi menunjukkan bahwa semua siswa menyamakan jawaban dengan teman sebaya.
Pertemuan kedua, kembali dilakukan kembali langkah pembelajaran yang sama dengan masalah yang berbeda, kali ini game menyajikan masalah sungai yang tercemar karena berbagai aktivitas manusia didekat sungai. Setelah dua pertemuan berakhir diberikan posttest dengan instrumen yang sama pada pretest untuk mengetahui penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa setelah pembelajaran.
5. Tahap Evaluasi
Tahap Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian software game tersebut dengan program pembelajaran dengan melihat kembali mengenai produk yang dihasilkan dilihat dari kelayakan media game yang telah dihasilkan, respon belajar siswa ,keterlaksanaan pembelajaran, penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan media game serta dipaparkan kekurangan, kelebihan, kendala dan rekomendasi media.
F. Teknik Pengolahan Data 1. Penilaian Game IPA Terpadu
%� � � =� � ℎ ℎ � �� ℎ %
[image:39.612.111.541.231.334.2]Hasil perhitungan berupa persentase kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria kualitatif uji kelayakan media seperti tertera pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7
Rentang Persentase dan Kriteria Kualitatif Kelayakan Media
Rentang Persentase Kriteria Kualitatif
75%-100% Sangat Layak
50%-74% Layak
25%-49% Kurang Layak
0%-24% Tidak Layak
Sumber : Sudjana (2005) dengan modifikasi
2. Pengolahan Skor Penguasaan Konsep dan Metakognisi
Dalam penelitian ini data skor tes digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa dan keterampilan metakognitif. Skor ini berasal dari nilai tes awal dan tes akhir dibandingkan dengan selisih skor maksimun dan skor tes awal.
a. Perhitungan n-gain
Gain merupakan perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran. Untuk menghitung peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung n-gain yang dikembangkan Hake (2008) dengan rumus sebagai berikut:
− � � = � − � � �� � − � � Keterangan:
S pre = skor tes awal S post = skor tes akhir
S maks = skor maksimal ideal
Angka (%)
g<0,3 g<30 Rendah
0,30<g<0,70 30<g<70 Sedang
g>0,70 g>70 Tinggi
b. Effect Size cohen d
Perhitungan effect size dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pengaruh video game terhadap peningkatan penguasaan konsep dan metakognisi siswa setelah diterapkan pembelajaran. Rosenthal dalam Dunst dkk (2004) menyatakan bahwa “an effect size is a measure of the magnitude of the strength of a relationship between an
independent (intervention) and dependent (outcome) variabel”. Secara matematis
rumus effect size dapat dituliskan sebagai berikut: = �−
√�� 2+ ���2
Cohen (1988) Keterangan :
d = effect size �= Mean posttest
= Mean pretest
[image:40.612.112.541.78.139.2]��� = Standar Deviasi PreTest ��� = Standar Deviasi posttest
Tabel 3.9
Interpretasi effect size (Cohen,1998)
Effect size (d) Keterangan
0,0-0,1 Tidak Berpengaruh
02-0,4 Kecil
0,4-0,7 Sedang
0,8-tak higga Besar
3. Analisis Data Angket respon siswa
disusun berdasarkan skala likert. Untuk menghitung presentase angket digunakan rumus sebagai berikut:
% � =Skor tertinggi yang dapat dicapai untuk kriteria tertentuSkor total jawaban siswa untuk kriteria tertentu %
Hasil perhitungan berupa persentase kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria interpretasi skor dari Riduwan (2012, hlm 72 ) seperti tertera pada table 3.10
Tabel 3.10
Tafsiran kualitatif angket
Persentase Kategori
x<1% Tidak ada
1%≤ x ≤ 25% Sebagian kecil
26%≤ x≤ 49 % Hampir separuhnya
49<x≤50% Separuhnya
51% ≤x ≤ 75% Sebagian besar
76%≤ x ≤ 99% Hampir seluruhnya
x>99% Seluruhnya
4. Analisis data kualitatif.
a. Anilisis data Penguasaan konsep secara kualitatif
Data penguasaan konsep secara kualitatif yang akan didapatkan dalam penelitian ini adalah berupa mental model yang dilihat perkembangannya sebelum dan sesudah intevensi, sehingga siswa diminta untuk menggambar sungai. Dasar pemikiran di balik metode ini adalah bahwa pengetahuan konseptual meliputi Skema, model mental, dan teori yang merepresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana
[image:41.612.104.540.248.392.2]R) yang dikembangkan oleh Perrotta, dkk (2008). Kemunculan tiap komponen lingkungan pada gambar siswa sebelum dan sesudah bermain game diberi poin 0-3, dimana point pada rubrik memiliki makna untuk setiap Factor penyusun lingkungan (Manusia , makhluk Hidup , abiotik , Bangunan atau rancangan Manusia) dimaknai berdasarkan apakah faktor tersebut tidak muncul didalam gambar (0), hanya hadir dalam gambar ( 1 poin ) , berinteraksi dengan Faktor lain dalam gambar ( 2 poin ) , atau berinteraksi dengan tambahan khusus penekanan pada pengaruh interaksi terhadap lingkungan ( 3 poin )
b. Analisis data Metakognitif secara kualitatif
[image:42.612.117.526.428.680.2]Analisis data Think-aloud dilakukan dengan cara merekam semua ucapan siswa pada video-tape. Setelah itu, rekaman ditranskripsi dan kegiatan metakognitif diskor menjadi skema coding .skema coding dianalisis menurut Taxonomy of Metacognitive Activities (TMA), yang dikembangkan oleh Veenman, dkk. (2006). TMA terdiri dari tiga kategori: planning monitoring, evaluasi. Dalam setiap kategori, ada beberapa kegiatan metakognitif, seperti yang dijelaskan pada Tabel 3.11
Tabel 3.11. Kegiatan metakognitif pada tiap kategori keterampilan metakogntif
Kategori Kegiatan Metakognitif
Planning
Activating prior knowledge (APK) Establishing task demands (ETD)
Hypothesising (HYP)
Identifying or repeating important information (to be remembered) (IMP) Studying, rereading question carefully (SQC)
Keep on reading hoping for clarity further on (KRH) Looking for particular information in text (LPI) Organising thought by questioning oneself (OT)
Resuming (RES) Subgoaling (SG)
Selecting particular piece of text to look for required information (SPP) Using external source to get explanation (UES)
Monitoring
Checking memory capacity (CMC) Claiming (partial) understanding (CPU)
Kategori Kegiatan Metakognitif
Error detection (plus correction), keeping track (ED)
Found required information (FRI) Information required not found (IRF)
Noticing inconsistency, confusion, checking plausibility (NIPS) Noticing unfamiliar words or terms (NUT)
Noticing retrieval failure (NRF)
Commenting on task demands or available time (TD)
Evaluating
Checking (CC)
Explaining strategy, justifying (EGJ) Finding similarities, analogies (FSA)
Interpreting (I)
Uncertainty about conclusion (UC) Concluding (CON)
Connecting parts of text by reasoning (CPR) Inferring (INF)
Paraphrasing, summarising what was read (PS)
Summarising by rereading (sub)headings or words in bold print (SRH) Summarising (entire) text by dates and events, checking representations,
words and symbols; preparing for posttest (SUM)
Masing-masing unit, sesuai dengan aktivitas metakognitif pada taksonomi, diberi kode dalam margin sebagai milik salah satu dari tiga kategori: planning (misalnya "Aku akan membaca bagian tentang … lagi" termasuk dalam kode SQC), monitoring (misalnya "Saya tidak tahu apa arti kata ini " termasuk kode NUT) dan
mengevaluasi (misalnya" saya senang bahwa saya membaca bagian ini lagi karena
sekarang saya mengerti apa yang tertulis"). Kemudian, untuk setiap siswa, jumlah kegiatan dalam setiap kategori dicatat kemunculannya pada tiap proses gaming.
5. Analsis Data Keterlaksanaan Pembelajaran
G. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen
Suatu tes mempunyai ciri yang baik apabila alat pengukur tersebut memenuhi persyaratan tes, yaitu validitas, reliabilitas, objektivitas,praktibilitas, dan ekonomis (Arikunto, 2003, hlm 150). Selain itu suatu soal dikatakan baik apabila mempunyai taraf kesukaran, daya pembeda , dan pola jawaban soal yang baik (Arikunto, 2003, hlm 150). Oleh karena itu instrumen yang digunakan untuk mengambil data pada subjek penelitian, dilakukan analisis data meliputi daya pembeda, tingkat kesukaran, reliabilitas, dan validitas butir soal. Butir soal dianalisis menggunakan perogram antes 4.0 untuk program uraian. Uji coba ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan instrumen tersebut untuk digunakan pada penelitian. Hasil uji coba secara lengkap dapat dilihat pada lampiran C.7. Adapun hasil uji coba instrumen dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Deskripsi hasil Uji coba soal penguasaan konsep
Dari 35 soal yang diuji cobakan, soal tersebut memiliki realibilitas sebesar 0,46 termasuk kategori cukup, soal dengan tingkat mudah sebanyak 27%, sedang 22% , sukar sebesar 9%, sangat sukar 1%, dan sangat mudah 41%. Sedangkan untuk daya pembeda diperoleh soal dengan daya pembeda buruk 7%, agak baik 13%, kategori baik 38% dan kategori baik sekali 34%, dan untuk validitas diperoleh soal dengan validitas sangat rendah sebanyak 36%, validitas rendah 25%, validitas cukup sebanyak 17% , validitas tinggi sebanyak 3%, dan soal yang tidak valid 19% Dari 35 soal tersebut terdapat 9 soal yang langsung dipakai dikarenakan nilai validitas maupun daya pembedanya sudah memenuhi kriteria soal yang baik. Sedangkan untuk memenuhi semua indikator pembelajaran soal yang memenuhi kriteria daya pembeda cukup ataupun baik tetapi memiliki validitas kategori rendah dan sangat rendah dipilih sebanyak 11 soal yang kemudian direvisi pada pilihan jawaban maupun redaksi soal yang digunakan. Sehingga jumlah soal tes penguasaan konsep yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 soal.
2. Deskripsi hasil Uji coba soal uraian
sebanyak 1 soal, validitas rendah 1 soal, validitas cukup sebanyak 4 soal , validitas tinggi sebanyak 3 soal. Dari 9 soal tersebut sebanyak 7 soal yang langsung dipakai dikarenakan nilai validitas memenuhi kriteria soal yang baik, sedangkan 2 soal direvisi pada redaksi soal yang digunakan
3. Deskripsi hasil uji coba keterbacaan MCA-I
Berdasarkan hasil uji coba keterbacaan inventory, semua item pada inventory dapat dipahami siswa, kecuali pada item nomor 19 Kebanyakan anak-anak tidak mengerti maksud kata relevan,menurut hasil wawancara setelah dijelasksan maksudnya bahwa “relevan disini maksudnya adalah menuliskan informasi yang berhubungan dengan masalah anda dari sebuah soal/artikel”, setelah itu siswa dapat menuliskan bentuk jawaban yang diinginkan peneliti, sehingga 27 item inventory digunakan sebagai instrumen penelitian, setelah dilakukan revisi berdasarkan hasil uji coba keterbacaan.
4. Deskripsi hasil uji coba keterbacaan Tugas menggambar siswa
Berdasarkan hasil uji coba keterbacaan tugas menggambar siswa, semua instruksi tugas dapat dipahami siswa, kecuali pada instruksi “definisi saya tentang sungai” Kebanyakan anak-anak tidak mengerti maksud kata definisi,menurut hasil wawancara setelah dijelasksan maksudnya bahwa “definisi maksudnya, jelaskan gambar yang kalian buat sebelumnya dengan kata-kata”, setelah itu siswa dapat menuliskan bentuk jawaban yang diinginkan peneliti. Sehingga Tugas menggambar oleh siswa dapat digunakan sebagai instrumen penelitian, setelah dilakukan revisi berdasarkan hasil uji coba keterbacaan tersebut.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan tahap-tahap penelitian dan pengembangan yang telah dilalui, dan analisis data yang diperoleh selama penelitian, maka dapat ditarik simpulan umum bahwa pembelajaran Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan dengan menggunakan game belum dapat meningkatkan secara signifikan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa. Secara khusus, simpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengembangan desain media pembelajaran video game pencemaran Air melalui beberapa tahapan yaitu terdiri dari : analisis kebutuhan, membuat desain media, pembuatan media, validasi oleh ahli materi, ahli media, dan pengguna, revisi produk,
implementasi, dan evaluasi. Sehingga dihasilkan desain video game untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif dengan karakteristik terdiri dari; (1) masalah, (2) tantangan tugas yang harus diselesaikan /tujuan yang harus dicapai, (3) Aturan, (4) peran karakter, (5) adanya lingkungan gaming dimana para pemain berinteraksi, (6) evaluasi, dengan penambahan mindtools yang diintegrasikan dalam misi permainan dalam lingkungan kolaboratif, dan penambahan data dalam bentuk grafik didalam game untuk melatihkan kemampuan siswa membaca grafik
3. Penggunaan media pembelajaran video game IPA belum dapat memfasilitasi keterampilan metakognitif siswa, karena walaupun terjadi peningkatan, tetapi peningkatan tersebut masih dalam kategori rendah, tidak sesuai dengan ekspektasi, yaitu peningkatan sebesar 100% pada kategori tinggi.Walaupun begitu terdapat keterampilan metakognitif yang dapat difasilitasi lebih baik oleh game adalah keterampilan planning dan evaluating. Game dapat memfasilitas aktivitas metakognitif walaupun berbeda frekuensinya diseluruh proses pembelajaran menggunakan game, dengan keterampilan planning dan evaluating merupakan keterampilan yang dapat dibangun game lebih baik daripada keterampilan lainnya . 4. Respon siswa tehadap multimedia game yang telah dikembangkan Sangat Baik dilihat dari aspek kemudahan konten,kemudahan navigasi, interaktifitas game, umpan balik, desain screen, preferance, dan metkognitif game.
B. Implikasi dan Rekomendasi
Dari penelitian dan pengembangan multimedia game yang telah dilaksanakan, ditemukan bukti bahwa siswa yang bermain game memiliki peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif walaupun dalam kategori rendah. Tujuan selanjutnya dari penelitian saya adalah untuk menilai kelayakan pengembangan selanjunya dari video game dalam potensi game untuk mendorong penguasaan konsep dan metakognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.L. & Barnett, M.(2013).Learning Physics with Digital Game Simulations in Middle School Science.J Sci Educ Technol, 22(6), 914-926
Anderson, dkk. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: a revision of
Bloom’s taxonomy of educational objectives. New York: Longman.
Anderson, J. & R. McCormick, (2006). Pedagogic Quality – supporting the next UK generation of e-learning. In: Ehlers, U.- D. & J.M. Pawlowski (Eds.) Handbook on Quality and Standardisation in E-learning. Springer, Berlin/ Heidelberg New York.
Anderson, N. J. (2002). The role of metacognition in second language teaching and learning. Report no. EDO-FL-01-10. Washington DC, WA: Clearinghouse on Information Resources (ERIC Document Reproduction Service No. ED 463 659).
Annetta, dkk. (2009a).Bridging Reality to Virtual Reality: Investigating gender effect and student engagement on learning through video game play in an elementary school classroom. International Journal of Science Education, 31(8), 1091-1113
Annetta, dkk. (2009b), Investigating the impact of video games on high school
students’ engagement and learning about genetics. Computers & Education, 53(1), 74-85
Arikunto,S. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Baihaqi. (2005). Peningkatan Penguasaan Konsep siswa SMP kelas II Pada Sub Pokok Bahasan Lensa dengan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum.Tesis UPI Bandung : tidak diterbitkan
Begg, dkk. (2005). Game-informed learning: Applying computer game processes to higher education. Innovate, 1(6). retrieved from http:// www.innovateonline.info/index.php?view=article&id=176.
Berger, T. & U. Rockmann. (2006). Quality of e-learning products. In: Ehlers, U.-D. & J.M. Pawlowski (Eds.) Handbook on Quality and Standardisation in E-learning. Springer, Berlin/ Heidelberg New York.
Binkley, dkk. (2010). Defining 21st century skills. Assessment and teaching of 21st century skills draft white paper. The University of Melbourne.
Cheng, dkk. (2013). An educational game for learning human immunology: What do students learn and how do they perceive?. British Journal of Education Technology. doi: 10.1111/bjet.12098.
Chinn, C. A., & Malhotra, B. A. (2002). Epistemologically authentic inquiry in schools: A theoretical framework for evaluating inquiry tasks. Science Education, 86(2),175–218.
Clariana, dkk. (1991). The effect of different feedback strategies using computer administer multiple choice questions as instruction. Educational Technology Research & Development, 39, 5 17.
Cooper, S. S. (2005). Metacognitive development in professional educators. Paper presented at the Northern Rocky Mountain Educational Research Association, Jackson Hole, Wyoming. Retrieved from http://www.lifecircles-inc.com/Metacognition.html
Cooper, M.M, dan Urena, G. (2008). Design and validation of a multimethod assessment of metacognition and study of the effectiveness of metacognitive interventions. Disertasi pada Clemson University. Tersedia http:///www.umi-clemson.edu [22/12/2014]
Cooper M.M. and Sandi-Urena S., (2008), Design and validation of an instrument to assess metacognitive skillfulness in chemistry problem solving, J. Chem. Educ. Corredor, dkk. (2009). Seeing Change in Time: Video Games to Teach about Temporal Change in Scientific Phenomena. J Sci Educ Technol, DOI 10.1007/s10956-013-9466-4.
Creswell, John W . (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches,Sage Los Angeles.
Cohen J. (1988) Statistical power analysis for the behavioral sciences. Lawrence Erlbaum Associates, Inc, Hillsdale, NJ
Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar.Jakarta : Erlangga
Davis, E. A. (2003). Prompting middle school science students for productive reflection: Generic and directed prompts. Tersedia: http:/www.springerlink.com [10 Juni 2015]
Depdiknas. (2006). Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdiknas
Downing, dkk. (2009). Self-efficacy and Metacognitive Development. The International Journal of Learning. Tersedia: http:/www.springerlink.com [10 Juni 2015]
Ersozlu, Z. N.& Yildirim, S.. (2013).The Relationship Between Students’
Metacognitive Awareness and their Solutions to Similar Types of Mathematical Problems. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 9(4),411-415.
Flavell, J. H. (1979). Metacognitive and cognitive monitoring: a new area of cognitive developmental inquiry. American Psychologyst, 34, 906-911.
Frenkel, J.R & Wallen, N.E. (2008). How to Design and Evaluate Research in Education. New York : Mc Graw Hill Inc.
Gagne, R.M. (1977). The condition od Learning. New York : Holt Rinehart and Winston
Garris, dkk.(2002). Games, motivation and learning, Simulation & gaming; An Interdisciplinary Journal of Theory, Practice and Research. Vol33, No.4
Gee, J. P. (2005). Why are video games good for learning? Retrieved January 17,
2007, from http://
www.academiccolab.org/resources/documents/MacArthur.pdf.
Gee, J. P. (2003). What video games have to teach us about learning and literac