i
PENGARUH MODEL REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA
MATEMATIKA SISWA KELAS 2 SD NEGERI 1 SANDEN
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh:
Tiara Devi Ratnawati NIM 13108241090
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ii
PENGARUH MODEL REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA
MATEMATIKA SISWA KELAS 2 SD NEGERI 1 SANDEN Oleh :
Tiara Devi Ratnawati NIM 13108241090
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif penggunaan model Realistic Mathematic Education (RME) terhadap prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita matematika siswa kelas 2 SD Negeri 1 Sanden. Model RME akan memberikan pengalaman yang nyata kepada peserta didik dan memberikan kesempatan peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka sendiri.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah quasi experimental design
dengan bentuk nonequivalent control group design. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4-17 April 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SD Negeri 1 Sanden kecamatan Sanden kabupaten Bantul. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi dan tes. Data hasil penelitian disajikan menggunakan teknik analisis data statistik deskripstif dan inferensial.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh signifikan pendekatan
realistic mathematic education (RME)terhadap kemampuan pemecahan masalah soal cerita siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan t-test prestasi belajar. Nilai thitung = 2,085> ttabel = 2,008, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang ada adalah signifikan. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik membuat siswa aktif mengikuti pembelajaran sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa tercapai optimal.
iii
THE INFLUENCE OF REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION TO
ESSAY’S PROBLEM SOLVING SKILL IN MATH FOR 2ND GRADE
STUDENT OF 1 SANDEN STATE ELEMENTARY SCHOOL By:
Tiara Devi Ratnawati NIM 13108241090 mathematic knowledge on their own.
The type of this research is experimental research. The design is quasi experimental design with nonequivalent control group design’s type. This research did in April 4 to 17, 2017. The population in this research was second graders student of 1 Sanden state elementary school, Sanden District, Bantul Regency. Technique used to collect data for this research were observation and test. Data result of thisresearch discribed by descriptive and inferencial statistic. Result of this research showed that there was significant influence of Realistic Mathematic Education (RME) to essay’s problem solving skill in math for students. It can be seen by the t-test output. The value of tcount = 2,085 > ttable =
2,008, so the different was significant. Learning by mathematic realistic made the students active so the problem solving skill can be reached optimally.
iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Tiara Devi Ratnawati
NIM : 13108241090
Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Judul TAS : Pengaruh Model Realistic Mathematic Education (RME)
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siswa Kelas 2 SD Negeri 1 Sanden
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan ilmiah yang telah lazim.
Yogyakarta, Juli 2017 Yang menyatakan,
v
Tugas Akhir Skripsi dengan Judul
PENGARUH MODEL REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA
MATEMATIKA SISWA KELAS 2 SD NEGERI 1 SANDEN Disusun oleh:
Tiara Devi Ratnawati NIM 13108241090
telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Tugas Akhir Skripsi bagi yang bersangkutan.
Yogyakarta, Juni 2017
Mengetahui, Disetujui,
Ketua Jurusan Dosen Pembimbing
Suparlan, M. Pd. I. Sri Rochadi, M. Pd.
vi
HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi
PENGARUH MODEL REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA
MATEMATIKA SISWA KELAS 2 SD NEGERI 1 SANDEN Disusun oleh:
Tiara Devi Ratnawati NIM 13108241090
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta
Pada tanggal 21 Juni 2017
TIM PENGUJI
Nama/ jabatan Tanda tangan Tanggal
Sri Rochadi, M. Pd. ... ... Ketua Penguji/Pembimbing
Rahayu Condro Murti, M.Si ... ... Sekretaris
Dr. Sugiman, M.Si. ... ... Penguji
Yogyakarta, Juli 2017
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua tercinta. 2. Agama dan tanah air tercinta.
viii MOTTO
“Anda mungkin bisa menunda, tapi waktu tidak akan menunggu”
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka unuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengaruh Model Realistic Mathematic Education (RME) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siswa Kelas 2 SD Negeri 1 Sanden” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Sri Rochadi, M. Pd. selaku Dosen Pembimbingdan Ketua Penguji TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan dan bimbingan selama penyusunan TAS, serta memberikan perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.
2. Ibu Rahayu Condro Murti, M. Si., dan Bapak Dr. Sugiman, M. Si. selaku Sekretaris dan Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.
3. Bapak Suparlan M. Pd. I. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.
4. Bapak Dr. Haryanto, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.
5. Bapak Suhardi, S. Pd. selaku Kepala SD Negeri 1 Sanden yang telah memberi izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.
x
7. Para guru dan staf SD Negeri 1 Sanden yang telah memberi bantuan memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.
8. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan.
Yogyakarta, Juli 2017 Penulis,
xi
SURAT PERNYATAAN... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
MOTTO ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Tentang Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar ... 6
1. Hakikat Matematika ... 6
2. Tujuan Pendidikan Matematika ... 9
3. Karakteristik Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar ... 11
4. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika SD ... 12
B.Tinjauan Tentang Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) .... 14
1. Pengertian RME ... 14
2. Karakteristik RME ... 16
3. Langkah-Langkah Pembelajaran dalam RME ... 18
4. Iceberg ... 20
5. Kelebihan dan Kekuragan RME ... 23
C.Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ... 25
1. PengertianPrestasi Belajar ... 25
2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar ... 26
3. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 28
D.Tinjauan Tentang Pemecahan Masalah ... 29
1. Hakikat dan Pengertian Pemecahan Masalah ... 29
xii
E. Pembagian ... 36
1. Konsep Pembagian ... 36
F. Kerangka Berfikir ... 40
G.Hipotesis Penelitian ... 41
BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 43
B.Desain Penelitian ... 43
C.Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
D.Subjek Penelitian ... 44
E. Variabel Penelitian ... 45
F. Teknik Pengumpulan Data ... 45
G.Instrumen Penelitian ... 45
1. Pengembangan Instrumen ... 45
2. Uji Instrumen ... 47
H.Teknik Analisis Data ... 49
BAB IVPEMBAHASAN A.Deskripsi Tempat Penelitian ... 54
B.Deskripsi Subjek Penelitian ... 54
C.Deskripsi Data Penelitian ... 54
D.Uji Hipotesis ... 65
E. Pembahasan ... 45
F. Keterbatasan Penelitian ... 45
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 74
B.Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Model Gunung Es untuk Pembagian ... 21
Gambar2. Konsep Pembagian Ukuran ... 38
Gambar3.Konsep Pembagian Partitif ... 39
Gambar4. Diagram Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 56
Gambar5.Diagram Hasil Pretest Kelompok Eksperimen... 57
Gambar6.Diagram Perbandingan Pretest Kelompok Kontrol – Eksperimen ... 58
Gambar7.Diagram Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 60
Gambar8. Diagram Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 61
Gambar9. Diagram Perbandingan Posttest Kelompok Kontrol – Eksperimen ... 62
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. SK-KD Matematika Kelas 2 SD Semester 2 ... 13
Tabel 2.Desain Eksperimen Nonequivalent Control Group Design ... 43
Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Guru Kelompok Eksperimen ... 46
Tabel 4. Kisi-Kisi Pretest dan Posttest Prestasi Belajar Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika ... 46
Tabel 5. Perbandingan Nilai Angka, Huruf, dan Predikatnya ... 50
Tabel 6. Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 55
Tabel 7. Kriteria Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 55
Tabel 8. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 56
Tabel 9. Kriteria Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 57
Tabel 10. Perbandingan Nilai Rata-Rata Pretest Kelompok Kontrol – Eksperimen ... 58
Tabel 11.Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 59
Tabel 12. Kriteria Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 59
Tabel 13. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen... 60
Tabel 14. Kriteria Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 61
Tabel15.Perbandingan Nilai Rata-Rata Posttest Kelompok Kontrol – Eksperimen ... 62
Tabel 16. Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol - Eksperimen ... 63
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Instrumen Uji Coba ... 79
Lampiran 2.Data Skor Hasil Uji Coba Instrumen ... 87
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 88
Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 90
Lampiran 5. Pedoman Observasi ... 96
Lampiran 6. Hasil Observasi Gutu Kelompok Eksperimen ... 98
Lampiran 7. Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol ... 104
Lampiran 8. Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen ... 105
Lampiran 9. Uji Prasyarat dan Uji t ... 106
Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RME ... 111
Lampiran 11. Surat Ijin Uji Coba Instrumen ... 135
Lampiran 12. Surat Keterangan Validasi ... 136
Lampiran 13. Surat Keterangan Ijin Penelitian ... 137
Lampiran 14. Surat Keterangan Telah Melakukan Penilitian ... 138
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Dalyono (2009: 48) belajar merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan oleh setiap orang secara maksimal untuk dapat menguasai atau memperoleh sesuatu. Belajar merupakan kegiatan yang tidak pernah lepas dari manusia. Setiap manusia pasti melakukan kegiatan belajar entah itu secara formal maupun nonformal untuk dapat menguasai sesuatu. Pada tingkat pendidikan dasar, seorang anak biasa mendapatkan pelajaran berupa belajar membaca, menulis, dan berhitung. Hal tersebut merupakan dasar yang harus siswa kuasai untuk dapat mempelajari pengetahuan yang lain.
2
matematika pun sulit. Tahap pemahaman masalah menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal yang nantinya akan mempengaruhi langkah pemecahan selanjutnya.
Menurut Gagne (Simanjuntak dkk, 1993:83) langkah pemecahan masalah ada empat, yaitu 1. mengubah situasi pendidik (guru) mengajar pada situasi peserta didik belajar 2. dari pengalaman pendidik kepada pengalaman peserta didik 3. dari dunia pendidik ke dunia peserta didik 4. pendidik menempatkan peserta didik pada pusat kegiatan belajar membantu mendorong peserta didik untuk belajar bagaimana menyusun pertanyaan, membicarakan, dan menentukan jawaban persoalan. Langkah pertama hingga ketiga secara umum menuntut guru untuk membawa peserta didik belajar melalui dunianya yaitu kehidupan sehari-hari mereka. Peserta memang perlu meningkatkan kemapuan berpikir matematisnya melalui permasalahan yang real.
3
membayangkanmasalah yang ada pada soal cerita belum optimal. Guru juga memaklumi karena memang usia anak kelas 2 SD memang masih sulit untuk berpikir ke arah yang lebih abstrak. Peserta didik memerlukan pengalaman nyata dalam pembelajaran. Guru kelas 2 SDN 1 Sanden dalam proses mengajar menggunakan media gambar untuk membantu pemahaman peserta didik. Terkadang guru juga menggunakan benda-benda yang ada di sekitar sebagai media. Guru kelas 2 dari kelas yang lain juga setuju akan hambatan itu. Di SD Negeri 1 Sanden memiliki dua guru kelas 2 karena terdiri dari dua kelas yaitu kelas 2A dan 2B. Masing-masing kelas juga memiliki prestasi belajar yang kurang memuaskan. Kelas 2A dan 2B masing-masing memiliki rata-rata nilai UAS 69,28 dan 61,76.
4 B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman siswa tentang operasi pembagian.
2. Kurangnya pemahaman masalah dalam soal cerita oleh peserta didik. 3. Prestasi belajar siswa kurang memuaskan.
4. Belum diketahuinya pengaruh model pembelajaran realistic mathematic education terhadap kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika pembagian siswa kelas 2 SD Negeri 1 Sanden Kecamatan Sanden Bantul. C. Batasan Masalah
Dari permasalahan yang ada, peneliti memfokuskan penelitian pada pengaruh model pembelajaran realistic mathematic educationterhadap kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika pembagian pada siswa kelas 2 di SD Negeri 1 Sanden Kecamatan Sanden Bantul semester 2 tahun ajaran 2016/2017.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: “Apakah Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education Berpengaruh
5 E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran realistic mathematic education terhadap kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika pembagian siswa kelas 2 sekolah dasar.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengajarkan matematika bahwa pemecahan masalah soal cerita dapat diajarkan dengan model matematika realistik untuk memudahkan pemahaman peserta didik. 2. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat membantu peneliti mengembangkan
kreatifitas menulis karya ilmiah dan menambah wawasan tentang pengaruh model pembelajaran realistic mathematic education terhadap prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita matematika siswa sekolah dasar.
6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar 1. Hakikat Matematika
Subarinah (2006: 1) menyebutkan istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Berikut adalah definisi tentang matematika (Subarinah, 2006:1):
a. Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif (Ruseffendi, 1989: 23)
b. Matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat : sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. (Johnson dan Rising, 1972 dalam Rusefendi, 1988: 2)
c. Matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. (Reys, 1984, dalam Rusfendi, 1988: 2)
d. Matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya, tetapi beradanya karena untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. (Kline, 1973 dalam Rusefendi, 1988: 2)
Matematika memiliki pengertian yang bermacam-macam tergantung orang memandangnya. Ibrahim dan Suparni (2012: 2-13) mengemukakan beberapa pandangan para ahli terhadap hakekat matemaika.
a. Matematika sebagai ilmu deduktif
7
lainnya. Kebenaran generalisasi matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif.
b. Matematika sebagai ilmu tentang pola dan hubungan
Matematika merupakan ilmu tentang pola dan hubungan arenadalam matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan dan keterkaitan pola dari sekumpulan konsep tertentu atau model yang merupakan representasinya, sehingga dapat dibuat generalisasinya dan dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Matematika lahir dari dorongan primitif manusia untuk menyediki keterpolaan dalam alam semesta.
c. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa sebab matematika merupakan sekumpulan simbol yang memiliki makna atau dikatakan sebagai bahasa simbol. Simbol-simbol matematika bersifat”artifisial” yang baru memiliki ati setelah sebuah
makna diberikan kepadanya. Bahasa matematika memiliki makna tunggal sehingga satu kalimat matematika tidak dapat diartikan bermacam-macam. Selain itu, bahasa matematika adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa verbal.
d. Matematika sebagai ilmu tentang struktur yang terorganisasikan
8 e. Matematika sebagai aktifitas manusia
Susilo (1998) menyatakan bahwa matematika dipandang dari aspek metode, cara penalaran, bahasa, dan objek penyelidikannya memiliki kekhasan yang keseluruhannya itu merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang bersifat universal. Sejarah menunjukkan bahwa permulaan perhitungan ketika menentukan penanggalan, kemudian ilmu bilangan juga dimulai dengan kebutuhan manusia untuk perdagangan, keuangan, dan pemungutan pajak. Hans Freudenthal (1905 - 1990) yang merupakan matematikawan juga berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insanidan harus dikaitkan dengan realitas.
Sri Subarinah (2006: 1) menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Jadi, pada hakekatnya belajar matematika adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Sejalan dengan Sri Subarinah, Prihandoko (2006: 9) menjelaskan bahwa hakekat matematika berkenaan struktur-struktur, hubungan-hubungan, dan konsep-konsep abstrak yang dikembangkan menurut aturan yang logis.
Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa hakekat matematika ialah mempelajari tentang struktur, hubungan, dan konsep. Sedangkan matematika sendiri adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur abstrak dan pola hubungan yang dikembangkan menurut aturan logis.
9
kebudayaan manusia atau bisa dibilang aktivitas insani yang harus dikaitkan dengan realitas. Oleh karena itu, matematika memang cocok diajarkan dengan model realistic mathematic education.
2. Tujuan Pendidikan Matematika
Ditinjau dari posisi matematika dalam lingkungan sosial, Science Education Board – National Research Council, 1990 (Wijaya, 2012: 7) merumuskan empat macam tujuan pendidikan matematika, yaitu:
a. Tujuan praktis, berkaitan dengan pengembangan kemampuan siswa untuk menggunakan matematika dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan kemasyarakatan, berorientasi pada kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam hubungan kemasyarakatan. Matematika tidak hanya memngembangkan kognitif saja, tetapi aspek afektif juga.
c. Tujuan profesional, mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja. Bisa diartikan bahwa pendidikan matematika digunakan untuk mencari pekerjaan oleh pandangan masyarakat umum.
d. Tujuan budaya, menempatkan matematika sebagai hasil kebudayaan manusia dan sebagai suatu proses untuk mengembangkan suatu kebudayaan.
10
a. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
b. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
c. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volum, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
d. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
e. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
f. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dlam kehidupan. g. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
11
Selain itu, tujuan matematika untuk sekolah dasar juga mendukung penelitian ini karena bertujuan untuk memahamkan siswa tentang operasi hitung termasuk pembagian. Secara umum tujuan matematika untuk SD tersebut mengharapkan siswa agar mampu menerapkan ilmu matematika yang diperoleh ke dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Jadi, sangatlah ccocok apabila diajarkan dengan model realistic mathematic education.
3. Karakteristik Siswa SD Kelas 2
Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Tahap berpikirnya masih belum formal dan relatif masih konkret, bahkan untuk sebagian siswa kelas rendah masih ada beberapa dalam tahapan pra-konkret. Piaget (dalam Subarinah, 2006: 2-3) membagi tahapan berpikir menjadi empat, yaitu:
a. Tahap sensori motorik (usia kurang dari 2 tahun) b. Tahap praoperasional (usia 2 sampai 7 tahun) c. Tahap operasi konkret (usia 7 sampai 11 tahun) d. Tahap operasi formal (usia 11 tahun ke atas)
12
dimengerti oleh siswa serta memerlukan hal yang bersifat konkret untuk penjelasannya.
Anak kelas 2 sekolah dasar berada pada usia sekitar 8 sampai 9 tahun. Usia ini menurut Piaget termasuk dalam anak dengan tahap operasi konkret. Anak masih kesulitanuntuk menggunakan bahasa dari matematika formal dan juga simbol-simbolnya. Untuk membayangkan masalah dalam suatu soal cerita, anak masih belum bisa jika hanya dengan membacanya saja. Perlu ada jembatan yang dapat membantu anak untuk dapat memahami masalah tersebut. Siswa kelas 2 SD belum lama mengalami masa transisi dari masa taman kanak-kanak ke pendidikan dasar. Anak masih ingin bermain dan tidak bisa jika hanya duduk diam dan mendengarkan di kelas. Guru kelas 2 SD tentunya harus memiliki cara yang kreatif dalam mengajar siswanya.
Sesuai dengan pendapat Subarinah, untuk dapat membelajarkan matematika di sd kelas rendah, perlu hal yang bersifat nyata. Pembelajaran matematika akan cocok dengan model pembelajaran RME yang mengaitkan persoalan matematika dengan kehidupan nyata. Siswa akan lebih mudah memahami karena masalah dapat digambarkan sesuai dengan tingkat imajinasi mereka.
4. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika SD
13 a. Bilangan
b. Geometri dan pengukuran c. Pengolahan data
Adapun dala penelitian ini, ruang lingkup matematika yang dipelajari ialah pembagian. Berikut ini disajikan standar kompetensi dan kompetensi dasar pelajaran matematika SD kelas 2 semester 2:
Tabel 1. SK-KD Matematika kelas 2 semester 2
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar Indikator
3. Bilangan
Mengenal arti perkalian
Menghafalkan perkalian 1 – 50
Memecahkan masalah sehari-hari
yang berkaitan dengan
penjumlahan, pengurangan, dan perkalian.
Mengenal arti pembagian
Menghitung menggunakan operasi pembagian
Mengerjakan soal cerita tentang operasi hitung campuran
4. Geometri dan pengukuran
4.1 Mengelompokkan bangun datar.
4.2 Mengenal sisi-sisi bangun datar.
4.3 Mengenal sudut-sudut bangun datar.
Mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya
Mengurutkan bangun datar
menurut ukurannya
Menunjukkan sisi-sisi bangun datar
Menyebutkan jumlah sisi bangun datar
Menunjukkan sudut-sudut bangun datar
14
Berdasarkan uraian standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas, peneliti membatasi penelitian pada standar kompetensi 3 kompetensi dasar 3.2 dan 3.3. Standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut cocok menggunakan model pembelajaran RME karena dapat membantu pemahaman siswa mengenai konsep operasi hitung pembagian beserta soal cerita.
B. Tinjauan Tentang Pendekatan Realistic Mathematic Education 1. Pengertian RME
Tarigan (2006: 3) mengemukakan bahwa di Indonesia, realistic mathematic education atau yang lebih dikenal dengan matematika realistik sudah diperkenalkan sejak tahun 2001 di beberapa perguruan tinggi. Pembelajaran matematika realistik menekankan pentingnya pengalaman nyata yang dimengerti oleh peserta didik serta proses konstruksi pengetahuan matematika oleh peserta didik sendiri. Konstruksi pengetahuan matematika oleh peserta didik oleh Freudenthal (Tarigan, 2006: 3) dinamakan reinvensi terbimbing. Gagasan dasar reinvensi yaitu memandang bahwa matematika bukan sebagai bahan pelajaran tetapi sebagai kegiatan manusia. Freudenthal berpandangan bahwa matematika berkaitan dengan realitas, berdekatan dengan dunia anak, dan relevan bagai masyarakat. Matematika sebagai kegiatan manusia adalah aktivitas pemecahan masalah, pencarian masalah, dan pengorganisasian materi pelajaran.
15
intuitif, dan konkret menuju ke yang lebih formal, abstrak, dan baku. Proses reinvensi memiliki empat tahap yang dikemukakan oleh Gravemeijer, 1994 (Tarigan, 2006:4). Pertama, tahap situasional yaitu pengetahuan dan strategi yang bersifat situasional dan terbatas digunakan dalam konteks situasi yang sedang dihadapi. Kedua, tahap refrensial yaitu model situasi dan strategi khusus yang digunakan untuk menjelaskan situasi masalah yang sedang dihadapi. Ketiga, tahap umum yaitu model penalaran dan strategi matematis digunakan untuk menghadapi berbagai macam situasi dan masalah yang mirip. Keempat, tahap formal yaitu prosedur dan notasi baku digunakan untuk memecahkan masalah matematika.
Menurut Tarigan (2006: 3-4), pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan yang berorientasi menuju kepada penalaran siswa yang bersifat realistik sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi yang ditujukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan Wijaya (2012: 20) dalam bukunya menyebutkan bahwa konsep utama dari pendidikan matematika realistik yaitu kebermaknaan konsep matematika. Pengetahuan akan menjadi bermakna jika proses pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Suatu masalah dapat dikatakan realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran peserta didik.
16
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing’ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’)
dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan sehingga melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Pandangan ini menekankan interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran matematika realistik.
Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran yang mengutamakan pemahaman konsep siswa dengan hal-hal yang nyata dan mengutamakan penalaran dalam penyelesaian masalahnya. Peserta didik diberikan kebebasan untuk menemukan sendiri penyelesaian masalah yang dihadapi.
2. Karakteristik RME
Treffers dalam Wijaya (2012: 21) merumuskan lima karakteristik pendidikan matematika realistik, yaitu:
a. Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran peserta didik.
17
hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan.
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Model dalam matematika realistik digunakan untuk melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.
Model tidak merujuk pada alat peraga. Model merupakan suatu alat dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal.
c. Pemanfaatan hasil konstruksi peserta didik
Matematika tidak diberikan kepada peserta didik sebagai suatu produk yang siap pakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh peserta didik. Oleh karena itu dalam matematika realistik peserta didik ditempatkan sebagai subjek belajar.
18 d. Interaktivitas
Proses belajar peserta didik akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika peserta didik saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kognitif dan afektif peserta didik secara simultan.
e. Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat terpisah, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada peserta didik secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Melalui keterkaitan ini, pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan).
Penelitian ini akan berpedoman pada karakteristik RME di atas dalam penyusunan rencana pembelajaran. Karakteristik tersebut sangat cocok digunakan untuk anak kelas 2 SD yang masih dalam tahap operasional konkret.
3. Langkah-langkah Pembelajaran dalam RME
Gravemeijer (dalam Tarigan, 2006: 5) menyatakan bahwa pembelajaran matematika realistik memiliki lima tahapan yang harus dilalui oleh peserta didik. Kelima langkah tersebut yaitu :
a. Penyelesaian masalah
19 b. Penalaran
Di sini peserta didik dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan soal yang dikerjakan. Peserta didik diberi kebebasan untuk bertanggung jawab atas cara yang telah mereka temukan dalam mengerjakan setiap soalnya.
c. Komunikasi
Pada tahap ini peserta didik diharapkan mampu mengkomunikasikan jawaban yang dipilih kepada temannya. Peserta didik juga dapat menyanggah jawaban dari teman jika menurut mereka tidak sesuai dengan pendapat sendiri.
d. Kepercayaan diri
Pada tahap ini peserta didik diharapkan mampu mengasah kepercayaan diri dengan menyampaikan jawaban soal yang diperoleh ke teman satu kelas. Peserta didik dapat maju ke depan kelas dan memperlihatkannya. Walaupun jawaban yang diperoleh berbeda dengan teman yang lain, peserta didik diharapkan mau menyampaikan dengan penuh tanggung jawab dan berani memperlihatkannya secara lisan maupun tulisan.
e. Representasi
Tahap terakhir ini mengijinkan siswa memperoleh kebebasan untuk memilih bentuk representasi yang diinginkan dalam menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dihadapi. Peserta didik membangun penalarannya dan kepercayaan dirinya melalui bentuk representasi yang dipilihnya.
20
kreativitasnya dalam memecahkan masalah serta meningkatkan keberanian siswa dalam mengutarakan gagasan atau jawabannya.
4. Ice Berg (Gunung Es)
Model yang digunakan dalam matematika realistik merupakan jembatan untuk membantu siswa memahami materi dari tingkat konkrit ke matematika formal. Seperti yang dikemukakan oleh Gravemeijer (Sugiman, 2011: 7),model dapat diartikan sebagai jembatan dari masalah real ke dalam matematika formal. Tipe model pertama adalah tipe stukturalis dimana mempunyai strategi dop-down,
dalam hal ini pengetahuan ahli matematika dijadikan sumber pengembangan model konkret melalui berbagai manipulasi. Ciri tipe ini adalah pengetahuan ahli matematika formal dijadikan sumber model pedagogis. Tipe kedua adalah tipe model antara (intermediate model), tipe ini juga menggunakan pendekatan top-down dimana model diturunkan dari pengetahuan formal matematika dan selanjutnya digunakan sebagai alat penghubung untuk menjembatani situasi real dan matematika formal. Dalam kedua tipe di atas, model diartikan sebagai model konkret seperti halnya manipulative dan diagram.
21
realistik model muncul dari strategi informal siswa sebagai respon terhadap masalah real untuk kemudian dirumuskan dalam matematika formal.
Seiring dengan pendapat Koeno Gravemeijer diatas, Frans Moerlands mendiskripsikan tipe realistik tersebut dalam ide gunung es (iceberg) yang mengapung di tengah laut. Dalam model gunung es terdapat empat tingkatan aktivitas, yakni (1) orientasi lingkungan secara matematis, (2) model alat peraga, (3) pembuatan pondasi (building stone) dan (4) matematika formal. Berikut adalah contoh gambar ide gunung es dalam pembagian.
Gambar 1. Model Gunung Es untuk pembagian
22
menyelesaikan masalah situasi sehari-hari tanpa harus mengakitkan secara tergesa-gesa pada matematika formal. Tahap ini disebut sebagai tahap orientasi lingkungan secara matematis. Bekerja secara matematis merupakan dasar pengembangan pemahaman matematika yang menuntut proporsi yang lebih yakni dengan memberikan banyak kegiatan matematis yang bersentuhan dengan konteks real. Tahap kedua adanya penggunaan alat peraga untuk mengekplorasi kemampuan siswa dalam bekerja matematis. Tahap ini lebih menekankan kemampuan siswa dalam memanipulasi alat peraga tersebut guna memahami prinsip-prinsip matematika, seperti halnya sifat 8×6 = 6×8 tanpa harus mendeskriksikan dalam bahasa matematika. Tahap ketiga pembuatan pondasi (building stone) yang mana aktivitas siswa mulai mengarah pada pemahaman matematis, penggunaan lambang bilangan dan garis bilangan kosong (empty number-line) merupakan contoh jembatan yang sangat penting dalam menuju pemahaman konsep perkalian. Tahap ini berada di bawah tahap matematika formal.
Dalam melatih kemampuan siswa pada tahap orientasi lingkungan, sebagai contoh, problem yang dikemukakan siswa sesederhana mungkin. Sebagai contoh didepan siswa disediakan 1 krak minuman yang berisi 24 botol. Siswa diminta untuk mendeskripsikan susunan botol tersebut dengan pertanyaan: “Jelaskan bagaimana cara menata botol!”Perluasan dari pemahaman siswa
23
Dalam pengunaan model gunung es dalam materi PMRI, paling tidak ada 4 sasaran dalam belajar matematika yang akan dicapai, yakni: 1. Kemampuan fisik yang meliputi keterampilan tangan, keterampilan gerak dan keterampilan indera; 2. Kemampuan mental yang meliputi perkembangan perilaku yang sesuai dengan norma masyarakat, mengontrol emosionalnya . Suka membantu, suka bekerja sama dan tidak melecehkan teman; 3. Kemampuan berinteraksi yang meliputi kemampuan menyampaikan pendapat, menerima pendapat orang lain dan berdiskusi; dan 4. Kemampuan matematis yang terstruktur mulai dari menghadapi situasi atau masalah real, membuat atau menggunakan model, memodelkan matematis dan bekerja dalam matematika formal.
5. Kelebihan dan kekurangan RME
Aris Shoimin (2014: 151-152) merumuskan kelebihan dari model realistic mathematic education sperti berikut ini.
a. Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
b. Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c. Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal atau tidak harus sama antara satu dengan orang yang lainnya.
24
harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri sehingga pembelajaran yang bermakna akan tercapai.
Sedangkan kekurangan dari RME adalah sebagai berikut :
a. Membutuhkan waktu yang cukup banyak terutama bagi peserta didik yang lemah dalam pelajaran matematika.
b. Peserta didik yang pandai atau telah selesai mengerjakan akan merasa bosan karena menunggu temannya yang belum selesai.
c. Membutuhkan alat peraga atau media pembelajaran yang sesuai dengan materi atau situasi pembelajaran yang dapat digunakan untuk membangun pemahaman peserta didik.
25
C.
Tinjauan Tentang Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi BelajarMenurut Oemar Hamalik (1989: 4) prestasi belajar adalah sesuatu yang dibutuhkan seseorang untuk mengetahui kemampuan setelah melakukan kegiatan yang bersifat belajar, karena prestasi adalah hasil belajar yang mengandung unsur-unsur hasil penilaian, hasil usaha kerja, dan ukuran kecakapan yang dicapai suatu saat. Sedangkan Zainal Arifin (1990: 2-4)mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah suatu masalah yang bersifat peremonial (berlangsung terus-menerus) dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.
Sutratinah Tirtonegoro (1984: 40) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol, angka-angka, huruf-huruf, atau hal yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap peserta didik dalam periode tertentu. Prestasi belajar dapat berupa nilai rapot ataupun nilai ulangan yang di dapat oleh peserta didik sebagai hasil mereka dalam mempelajari suatu materi.
26 2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar
Muhibin Syah (2013: 216-221) mengemukakan terdapat dua macam pendekatan yang populer dalam mengevaluasi tingkat prestasi belajar, yaitu: a. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pendekatan ini mengukur prestasi belajar peserta didik dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman sekelas atau sekelompoknya. Penilaian ini bersifat kompetitif yang menentukan kedudukan peserta didik dalam kelompoknya.
b. Penilaian Acuan Kriteria
Pendekatan ini merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan patokan absoluteyang telah ditetapkan secara baik. Peserta didik akan diukur kemampuannya dalam mempelajari materi pelajaran sesuai ketentuan. Oleh karena itu, diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria sebagai pedoman yaitu dengan menggunakan nilai patokan yang telah ditetapkan. Peneliti menggunakan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan sekolah sebagai patokan keberhasilan prestasi belajar siswa dalam mempelajari materi pelajaran. Nilai KKM untuk mata pelajaran matematika kelas 2 SD Negeri 1 Sanden adalah 70.
3. Prestasi Belajar Kognitif
27
evaluasi. Benyamin Bloom (Suharsimi Arikunto: 2013) membagi hasil belajar kognitif menjadi 6 yaitu sebagai berikut.
a. Menghafal (C1), merupakan kemampuan kognitif yang paling rendah karenatidak terlalu banyak meminta energi. Pada tingkatan dini dibagi menjadi duayaitu mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall).
b. Pemahaman (C2), merupakan kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta.
c. Penerapan atau aplikasi (C3), merupakan kemampuan kognitif untuk memahami konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah dengan benar.
d. Analisis (C4), merupakan kemampuan untuk memahami sesuatu dan menguraikannya ke dalam unsur-unsur.
e. Sintesis (C5), merupakan kemampuan memahami dengan
mengorganisasikanbagian-bagian ke dalam kesatuan atau melakukan
generalisasi.
f. Evaluasi (C6), merupakan kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaiannya.
28
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Ngalim Purwanto (2000: 106-107) yaitu:
a. Faktor Luar 1) Lingkungan
Lingkungan dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar karena adanya lingkungan alam maupun sosial yang tenang dan nyaman akan mendukung proses kegiatan belajar.
2) Instrumen
Rancangan instrumen berupa bahan, media, metode, dan administrasi yang sesuai dengan karakteristik siswa serta materi yang akan disampaikan akan mendukung keberhasilan dalam melaksanakan proses belajar.
b. Faktor Dalam 1) Fisiologi
Fisiologi adalah keadaan fisik maupun panca indra siswa yang dalam keadaan baik atau buruk. Jika fisik dan panca indra siswa terganggu, maka proses belajar juga akan terhambat.
2) Psikologi
29
Dari uraian di atas, prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor luar yang berupa lingkungan sosial dan alam serta sarana prasarana yang digunakan dalam mengajar. faktor dalam berupa kondisi fisik siswa dan psikologi atau mental siswa. Apabila tidak ada masalah dari semua faktor tersebut, maka pembelajaran akan berhasil dan prestasi belajar juga akan baik.
D. Tinjauan Tentang Pemecahan Masalah 1. Hakikat dan Pengertian Pemecahan Masalah
Kilpatrick, 1989 dalam Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou (2014: 192) mendefinisikan “masalah” secara umum sebagai situasi yang
mempunyai tujuan jelas dan jalan untuk mencapai tujuan telah direncanakan. Sedangkan Lencher dalam Wardhani dkk (Hartono, 2014: 3) menyebutkan bahwa masalah matematika merupakan soal matematika yang strategi penyelesaiannya tidak langsung terlihat, sehingga dalam penyelesaiannya memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah dipelajari sebelumnya. Jadi setiap masalah pasti memiliki beberapa jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk mencapai penyelesaiannya berupa pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman.
30
menjelaskan bahwa metode pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi atau data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan.
Sejalan dengan pengertian sebelumnya, Greeno, 1989 dalam Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou (2014: 192) memaparkan bahwa dalam pengajaran matematika, pemecahan masalah berarti serangkaian operasi mental yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu menyangkut baik pemecahan masalah di sekolah maupun di luar sekolah. Sedangkan Lencher dalam Wardhani dkk (Hartono, 2014: 3) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Hamalik, 1999 dalam Luthfiyah Nurlaela dan Euis Ismayati (2015: 24) menambahkan bahwa kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh kemampuan penalaran, yaitu kemampuan melihat hubungan sebab akibat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan proses operasi mental oleh peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah dari informasi yang diperoleh dan menemukan kesimpulan yang tepat. Peserta didik juga dibebaskan untuk mencari sendiri informasi dan cara penyelesaiannya.
2. Pemecahan Masalah Soal Cerita
Menurut Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou (2014: 192), pemecahan masalah matematika dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
31
Dalam pemecahan masalah rutin, peserta didik menerapkan cara matematika yang hampir sama dengan cara yang telah dijelaskan oleh guru. Kebanyakan pemecahan masalah dalam buku teks peserta didik adalah masalah abstrak atau masalah rutin. Masalah rutin ini lebih dikenal dengan nama soal cerita.
b. Pemecahan masalah non-rutin atau pemecahan masalah nyata
Pemecahan masalah nyata dewasa ini lebih dikenal dengan real mathematics. Soal dimulai dari situasi nyata dan penyelesaiannya ialah dengan penerjemah masalah ke dalam model matematika dan selanjutnya masalah dikembalikan pada masalah dunia nyata. Berbeda dengan soal cerita rutin, soal non-rutin membutuhkan pemikiran yang lebih tinggi dalam memilih prosedur pemecahannya.
Soal bentuk cerita sendiri menurut Muhsetyo dalam Endang dan Sri Harmini (2011: 122) merupakan soal matematika yang dinyatakan dengan serangkaian kalimat. Sedangkan menurut Sweden, Sandra, dan Japa dalam Achmat (Endang dan Sri Harmini, 2011: 122) soal cerita adalah soal yang diungkapkan dalam bentuk cerita yang diambil dari pengalaman-pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika. Jadi dapat disi,pulkan bahwa soal cerita adalah soal matematika yang berbentuk kalimat dan berupa cerita kehidupan sehari-hari siswa.
Endang dan Sri Harmini (2011: 123) mengemukakan beberapa langkah-langkah-langkah yang dapat pedoman dalam menyelesaikan soal cerita, yaitu:
32 c. Memeilih operasi yang sesuai.
d. Menuliskan kalimat matematika. e. Menyelesaikan kalimat matematika.
f. Menyatakan jawaban dari soal cerita ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjawab pertanyaan soal tersebut.
Selain itu, berikut pula adalah keterampilan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita menurut Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou (2014: 194-202):
a. Keterampilan menerjemahkan soal
Kegiatan yang perlu dlakuka peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita adalah menyajikan kembali soal. Ellerton dan Clement (1991) mengemukakan bahwa penyajian soal dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:
1) Interaksi bahasa dan masalah 2) Konteks di mana soal disajikan 3) Struktur kognitif yang dimiliki anak.
33 b. Keterampilan memilih strategi
Model pemecahan yang umum dikenal dalam pemecahan masalah adalah model Polya. Model ini sangat baik untuk memecahkan masalah sederhana atau masalah rutin. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Dalam memecahkan masalah, peserta didik memahami masalah yang dihadapi dengan mengidentifikasi fakta dan kondisi masalah, mengidentifikasi apa yang akan dicari, dan mentransfer situasi masalah menjadi situasi matematis. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu memahami soal : apa yang ditanya? Dapatkah kita menyatakan kembali masalahnya? Dapatkah kita sederhanakan soalnya tetapi tetap berakhir dengan jawaban yang sama?
2) Membuat rencana strategi penyelesaian. Rencana strategi bisa diambil dari beberapa pilihan strategi yang dipikirkan dengan berpatokan dari fakta dan kondisi yang tersedia dalam soal dan perkiraan penyelesaian soal. Berikut beberapa pertanyaan yang dapat membantu dalam merencanakan penyelesaian soal : Apa yang kita ketahui? Apa yang perlu kita buat untuk memecahkan soal? Apakah kita membutuhkan lebih banyak informasi? Bagaimana cara memperolehnya?
3) Melakukan strategi yang telah direncanakan hingga memperoleh jawaban. 4) Melakukan pengujian jawaban. Pertanyaan berikut dapat membantu
34
Untuk menyelesaikan masalah soal cerita non-rutin atau soal dalam kehidupan nyata, berikut enam langkah yang dapat digunakan:
1) Pendahuluan atau menyiapkan konteks.
2) Penyelidikan, yaitu mengklarifikasi masalah yang akan diselidiki.
3) Penelitian awal di mana peserta didik mencari strategi mereka sendiri dan mengaplikasikannya.
4) Pengecekan prediksi peserta didik, yaitu membahas hasil dan merefleksi apakah strategi yang digunakan telah cocok dan apakah jawaban benar. 5) Merangkum.
6) Menyimpulkan, yaitu jawaban yang didapat dikembalikan pada situasi sebenarnya.
Berikut juga dikemukakan strategi yang sangat baik untuk digunakan dalam pemecahan masalah matematika:
1) Membuat diagram : sketsa, gambar untuk mempermudah masalah dan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh.
2) Uji coba soal yang lebih sederhana. Menggunakan contoh khusus pada masalah yang akan dipecahkan agar lebih mudah dipelajari dan gambaran penyelesaian dapat ditentukan.
3) Membuat tabel dalam menganalisis jalan pikiran.
35
5) Memecah tujuan dari yang umum menjadi tujuan-tujuan bagian yang dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan umum.
6) Memperhitungkan setiap kemungkinan dengan menggunakan aturan sendiri sehingga tidak ada yang terabaikan.
7) Berpikir logis. Menggunakan penalaran dan penarikan kesimpulan yang akurat dari informasi yang ada.
8) Bekerja dari belakang dengan menganalisis cara mendapatkan tujuan yang akan dicapai.
9) Mengabaikan hal-hal yang tidak mungkin.
10) Trial and error. Melakukan coba-coba dari hal yang diketahui.
c. Keterampilan mengadakan operasi bilangan
Keterampilan berhitung dibutuhkan dalam menyelesaikan soal cerita rutin dan non-rutin. Secara tradisional, keterampilan berhitung menyangkut hubungan antara rangsangan-jawaban (teori belajar perilaku). Misal rangsangan soal “5 x 6 = ...” responnya adalah 30 yang dijawab dengan cepat dan tepat. Cara
ini menekankan pada latihan. Keterampilan melakukan operasi berhitung dapat ditingkatkan dengan fakta dasar operasi dan menggunakan algoritma. Fakta dasar operasi bilangan adalah operasi bilangan cacah sampai dengan 10. Selanjutnya algoritma adalah suatu prosedur yang singkat dan sistematis untuk melakukan operasi hitung.
36
mengetahui masalah ada dan apa yang ditanyakan dalam soal. Setelah itu dapat menentukan operasi yang tepat dan diselesaikan dengan tepat pula.
E. Pembagian
1. Konsep Pembagian
Pembagian atau membagi sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian ini dapat diselesaikan dengan baik jika peserta didik telah menguasai operasi hitung “pengurangan” karena membagi merupakan pengurangan berulang
dengan pengurang tetap (Lisnawaty dkk, 1993: 130). Pengurang tetap yang dimaksud adalah pembagi.
Menurut Paige, Thiessen, dan Wild (1982: 210) konsep pembagian dipelajari setelah perkalian karena pembagian merupakan operasi kebalikan dari perkalian. Subarinah (2006: 62) juga mengungkapkan bahwa pembagian merupakan lawan dari operasi perkalian. Perkalian adalah proses menggabungkan menjadi sama besar, sedangkan pembagian adalah operasi kebalikannnya yaitu proses pemisahan ke dalam bagian yang sama besar. Baik perkalian ataupun pembagian keduanya perlu kemampuan yang tinggi dalam operasi penambahan dan pengurangan.
37
terdapat enam siswa. Anak akan menyadari bahwa 24 siswa dibagi menjadi empat kelompok akan menghasilkan enam siswa di setiap kelompok.
Ada 2 jenis konsep pembagian menurut Paige (1982: 210) yaitu: a. Pembagian ukuran
Salah satu konsep pembagian yang peserta didik biasa temui adalah pengurangan atau pembagian ukuran. Sama seperti perkalian yang merupakan penambahan berulang, pembagian merupakan pengurangan berulang. Misalkan satu galon berisi 4 liter air harus dituangkan ke dalam gelas berukuran 200 mililiter untuk diminum. Berapa jumlah gelas yang didapat setelah air dalam galon dituangkan? Dengan menghitung jumlah gelas yang penuh dengan air, peserta didik menemukan bahwa 4000 mililiter air dibagi oleh 200 mililiter menghasilkan 20 gelas minuman.
38
Gambar 2. Konsep Pembagian Ukuran
b. Pembagian partitif
39
Gambar 3. Konsep Pembagian Partitif
40
didik dapat membangun sebuah konsep sebuah pemahaman tentang pembagian dan dapat mengenali kedua situasi pembagian tersebut.
F. Kerangka Pikir
Matematika sangat penting untuk diajarkan kepada peserta didik khususnya sekolah dasar. Matematika melatih peserta didik untuk berpikir sistematis dan bernalar atau logis. Dengan belajar matematika, peserta didik diharapkan dapat menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Prestasi belajar merupakan salah satu patokan atau tolok ukur tingkat keberhasilan peserta didik dalam mempelajari materi pelajaran. Jika prestasi belajar peserta didik rendah, maka masih dianggap belum menguasai materi yang diajarkan. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar memiliki peran besar dalam menentukan prestasi belajar siswa.
41
Shoimin (2014: 149) menyatakan bahwa proses yang berhubungan dalam berpikir dan pemecahan masalah yang terdapat dalam RME dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam masalah. Model RME dianggap cocok untuk mengajarkan pemecahan masalah soal cerita dan meningkatkan prestasi belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu prediksi bahwa RME memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita peserta didik. Oleh sebab itu, diadakan penelitian yang berjudul “pengaruh model RME (Realistic Mathematic Education) terhadap
prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita matematika pembagian siswa kelas 2 semester 2 SD Negeri 1 Sanden Kecamatan Sanden tahun ajaran 2016/2017”.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Sugiyono (2011: 64) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha: Ada pengaruh yang positif penggunaan model RME (Realistic Mathematic Education) terhadap prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita matematika pembagian siswa kelas 2 semester 2 SD Negeri 1 Sanden Kecamatan Sanden tahun ajaran 2016/2017.
42
43 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Sugiyono (2015: 107) menjelaskan bahwa metode peneletian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain terhadap kondisi yang dikendalikan. Pendekatan penelitian ini termasuk pendekatan kuantitatif karena data penelitian berupa angka dan dianalisis menggunakan statistika.
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian eksperimen memiliki ciri khas tersendiri yaitu dengan adanya kelompok kontrol. Untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam penelitian, maka peneliti menggunakan design penelitian
quasi experimen dengan bentuk nonequivalent control group design. Desain ini menggunakan metode pretest dan postest serta membagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan (treatment) dengan menggunakan model pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education) sedangkan untuk kelompok kontrol menggunakan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru kelas.
Tabel 2. Desain Experimen Nonequivalent Control Group Design
Kelas Pretest Treatment Posttest
A O1 X O2
44 Keterangan:
A = kelompok eksperimen
B = kelompok kontrol
X = treatment kelompok eksperimen
- = perlakuan yang biasa dilakukan
O1 = hasil pretest kelas eksperimen
O2 = hasil posttest kelas eksperimen O3 = hasil pretest kelas kontrol
O4 = hasil posttest kelas kontrol
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanankan di kelas 2A dan 2B SD Negeri 1 Sanden kecamatan Sanden, kabupaten Bantul.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di semester 2 tahun ajaran 2016/2017. Adapun pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret 2017.
D. Subjek Penelitian
45
berjumlah 55 siswa. Adapun kelas 2A berjumlah 25 siswa dan kelas 2B berjumlah 30 siswa, dengan kelas 2B sebagai kelompok eksperimen dan kelas 2A sebagai kelompok kontrol.
E. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang dirinci sebagai berikut:
1. Variabel bebas (variabel independent) yaitu model pembelajaran RME
(Realistic Mathematic Education).
2. Variabel terikat (variabel dependent) yaitu prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita matematika.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi dan tes. Observasi digunakan untuk mengukur ketercapaian pelaksanaan model pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education). Sedangkan untuk tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar pemecahan masalah matematika materi pembagian.
G. Instrumen Penelitian
1. Pengembangan Instrumen Penelitian
46
a. Kisi-kisi lembar observasi untuk model pembelajaran RME
Kisi-kisi model pembelajaran realistic mathematic education yang digunakan dalam penelitian ini mengambil dari pernyataan Treffers dalam Wijaya (2012: 21) mengenai ciri-ciri kegiatan pembelajaran dalam RME:
Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Observas Guru Kelompok Eksperimen
Metode Indikator
Realistic Mahemaic
Education (RME)
a. Penggunaan konteks
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif c. Pemanfaatan hasil konstruksi peserta didik d. Interaktivitas
e. Keterkaitan
Pengembangan pedoman observasi ketercapaian model pembelajaran RME oleh guru kelompok eksperimen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
b. Kisi-kisi tes prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita matematika Tabel 4. Kisi-Kisi Pretest dan Posttest Prestasi Belajar Pemecahan Masalah Soal
Cerita Matematika
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
47 2. Uji Instrumen
a. Uji Validitas Instrumen 1) Lembar Observasi
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Uji validitas untuk lembar observasi kegiatan pembelajaran menggunakan pengujian validitas konstruk yaitu dengan expert judgement atau pendapat ahli untuk mengetahui apakah butir relevan atau tidak. Setelah kisi-kisi pedoman observasi tersusun, akan dilengkapi dengan ciri-ciri pembelajaran RME yang disesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2) Tes
Sugiyono (2012: 125) menjelaskan bahwa instrumen yang harus memiliki validitas isi (content validity) adalah instrumen yang berbentuk tes yang sering digunakan untuk mengukur prestasi belajar. Validitas internal instrumen yang berupa tes harus memenuhi construct validity (validitas konstruk) dan content validity (validitas isi). Untuk menguji validitas konstruk instrumen tes, peneliti menggunakan pendapat dari ahli (dosen pembimbing). Sedangkan untuk validitas isi dapat dibantu dengan adanya kisi-kisi instrumen.
48
menggunakan aplikasi SPSS Statistic 23 untuk membantu melakukan penghitungan.
Uji coba instrumen dilakukan di SD N 2 Sanden. Instrumen prestasi belajar tersebut diujicobakan ke kelas 2 SD N 2 Sanden dengan jumlah 30 siswa. SD N 2 Sanden dipilih karena memiliki karakteristik lingkungan alam, sosial, dan ekonomi yang sama dengan sekolah yang digunakan untuk penilitian. Sekolah tersebut juga belum pernah menggunakan model pembelajaran RME untuk mengajarkan matematika. Selain itu, SD N 2 Sanden masih satu satu gugus dengan SD N 1 Sanden.
Berdasarkan hasil penghitungan yang diolah dengan program komputer
SPSS Statistic 23 diperoleh hasil bahwa soal cerita dari jumlah item 10 soal yang diujicobakan terdapat 10 item soal yang valid dan 0 item soal tidak valid. Oleh karena itu, peneliti menggunakan6 soal cerita untuk dijadikan instrumen penelitian. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
b. Uji Reliabilitas Instrumen
Sugiyono (2013: 173) menyatakan bahwa instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.Perhitungan reliabilitas instrumen dilakukan menggunakan metodeCronbach's Alpha dengan bantuan aplikasi SPSS Statistic 23
dengan taraf signifikansi 5%. Apabila nilai reliabilitas ≥ 0,60 maka instrumen
dikatakan reliabel (Duwi Priyatno, 2013: 30).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang diolah dengan program komputer
49
dan 0,963 untuk soal cerita. Kedua nilai tersebut lebih besar dari 0,60 sehingga dapat diartikan bahwa instrumen reliabel. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif
Analisis data adalah kegiatan yang dilakukan setelah seluruh data terkumpul berupa kegiatan mengelompokkan data, metabulasi data, menyajikan, melakukan perhitungan serta menguji hipotesis (Sugiyono, 2015: 207). Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan statistik deskriptif. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2015: 208) bahwa penelitian populasi jelas menggunakan statistik deskriptif dalam analisisnya. Statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2015: 208).
50
Adapun pelaksanaannya dengan cara membandingkan mean atau nilai rata-rata tes prestasi belajar pemecahan masalah soal cerita matematika materi pembagian. Apabila nilai rata-rata kelas kontrol dan kelas eksperimen berada pada satu tingkat yang sama, maka penggunaan model pembelajaran RME tidak berarti atau tidak memiliki pengaruh. Sedangkan jika nilai rata-rata keduanya berbeda satu tingkat, maka model pembelajaran RME berarti. Dan jika berbeda dua tingkat maka sangat berarti atau sangat berpengaruh. menurut Muhibin Syah (2013: 223) tingkat penilaian adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Perbandingan Nilai Angka, Huruf, dan Predikatnya Simbol-Simbol Nilai Predikat
Angka Huruf
51 a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji statistik
Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS for windows 23. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan nilai signifikasi sebesar 0,05. Pengambilan keputusan untuk uji normalitas adalah jika nilai signifikansi (asym. sig) > 0,05 maka data berdistribusi normal dan jika nilai signifikansi (asym. sig) < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui data berasal dari varian yang sama atau tidak. Uji homogenitas menggunakan rumus levene statistic. Adapun untuk mengetahui varian kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan dengan menggunakan program SPPS for windows 23. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai signifikansi yang diperoleh yaitu jika signifikansi > 0,05 maka varian sama dan sebaliknya jika nilai signifikansi < 0,05 dinyatakan varian berbeda. 3. Uji Hipotesis