• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdirjen BPDASPS No.2 Tahun 2015 Ttg Juknis Pemanfaatan Model Hidrologi Dalam PDAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perdirjen BPDASPS No.2 Tahun 2015 Ttg Juknis Pemanfaatan Model Hidrologi Dalam PDAS"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

      

      

 

   

 







 

 









 

  

 







 

 

 



  

 



 

 

  

  





 

 







 

 

(2)

KEMENTERIAN KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT JENDERAL

KEHUTANAN

KEHUTANAN

BINA PENGE

BINA PENGELOLAAN DASLOLAAN DASDAN PERHUTDAN PERHUTANAN SOSIALANAN SOSIAL J A K A R T A

J A K A R T A

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN

BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANANSUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL SOSIAL NOMOR : P. 2/V-SET/2015 NOMOR : P. 2/V-SET/2015 TENTANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PETUNJUK TEKNIS PEMANFAA

PEMANFAATAN MODEL HIDROLOGI TAN MODEL HIDROLOGI DALAM PENGELOLAAN DAERAHDALAM PENGELOLAAN DAERAH  ALIRAN SUN

 ALIRAN SUNGAI (DAS)GAI (DAS)

DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN

BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANANSUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

SOSIAL

Menimbang

Menimbang : : bahwa sebbahwa sebagai tindak agai tindak lanjut ketenlanjut ketentuan BAB IItuan BAB II, BAB III , BAB III dandan BAB

BAB IV IV Peraturan Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor Nomor 37 37 Tahun Tahun 20122012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai perlu tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial tentang Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan Model Hidrologi Dalam Petunjuk Teknis Pemanfaatan Model Hidrologi Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai; Mengingat

Mengingat : : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutan1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutananan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2.

2. UndaUndang-Unng-Undang Ndang Nomor 26 Tomor 26 Tahun 20ahun 2007 ten07 tentang Ptang Penataenataanan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 472);

Nomor 472); 3.

(3)

KEMENTERIAN KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT JENDERAL

KEHUTANAN

KEHUTANAN

BINA PENGE

BINA PENGELOLAAN DASLOLAAN DASDAN PERHUTDAN PERHUTANAN SOSIALANAN SOSIAL J A K A R T A

J A K A R T A

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN

BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANANSUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL SOSIAL NOMOR : P. 2/V-SET/2015 NOMOR : P. 2/V-SET/2015 TENTANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PETUNJUK TEKNIS PEMANFAA

PEMANFAATAN MODEL HIDROLOGI TAN MODEL HIDROLOGI DALAM PENGELOLAAN DAERAHDALAM PENGELOLAAN DAERAH  ALIRAN SUN

 ALIRAN SUNGAI (DAS)GAI (DAS)

DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN

BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANANSUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

SOSIAL

Menimbang

Menimbang : : bahwa sebbahwa sebagai tindak agai tindak lanjut ketenlanjut ketentuan BAB IItuan BAB II, BAB III , BAB III dandan BAB

BAB IV IV Peraturan Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor Nomor 37 37 Tahun Tahun 20122012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai perlu tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial tentang Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan Model Hidrologi Dalam Petunjuk Teknis Pemanfaatan Model Hidrologi Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai; Mengingat

Mengingat : : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutan1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutananan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2.

2. UndaUndang-Unng-Undang Ndang Nomor 26 Tomor 26 Tahun 20ahun 2007 ten07 tentang Ptang Penataenataanan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 472);

Nomor 472); 3.

3. Undang-UnUndang-Undang dang NomoNomor r 23 23 TTahun ahun 2014 2014 tenttentangang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

(4)

4.

4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang KonservasiUndang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608);

Republik Indonesia Nomor 5608); 5.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 2008 tentangPeraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi (Lembaran Negara Republik Rehabilitasi dan Reklamasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan Lembaran Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4947);

Negara Republik Indonesia Nomor 4947); 6.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentangPeraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292);

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292); 7.

7. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentangPeraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17);

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17); 8.

8. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Penyusunan dan P.60/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan DAS;

Penetapan Rencana Pengelolaan DAS; 9.

9. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.61/Menhut-II/2014 Tentang Monitoring Dan Evaluasi P.61/Menhut-II/2014 Tentang Monitoring Dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai; 10.

10.Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan danPeraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P.15/V-Set/2009 tentang Perhutanan Sosial Nomor P.15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro.

Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro.

MEMUTUSKAN MEMUTUSKAN Menetapkan

Menetapkan : : PERATURAN PERATURAN DIREKTUR DIREKTUR JENDERAL JENDERAL BINA BINA PENGELOLAANPENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN MODEL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN MODEL HIDROLOGI DALAM PENGELOLAAN DAS

HIDROLOGI DALAM PENGELOLAAN DAS

Pasal 1 Pasal 1

Petunjuk Teknis Pemanfaatan Model Hidrologi dalam Pengelolaan DAS Petunjuk Teknis Pemanfaatan Model Hidrologi dalam Pengelolaan DAS sebagaima

(5)

Pasal 2

Petunjuk Teknis Pemanfaatan Model Hidrologi Dalam Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai.

Pasal 3

Petunjuk Teknis ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal : 20 Februari 2015 DIREKTUR JENDERAL,

Dr. Ir. HILMAN NUGROHO, M.P. NIP. 19590615 198603 1 004 Pa a tangga ruari 2015 , IREKTU J NDERAL r. r. ILMAN NU R  , M.P. IP. 1959 0 98603 1 004 Tembusan:

1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan di Jakarta;

3. Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan di Jakarta; 4. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan di Jakarta;

5. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam di Jakarta; 6. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan di Jakarta;

7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan di Jakarta;

8. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kehutanan di Jakarta;

9. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta;

10.Kepala Dinas Kehutanan Provinsi di Seluruh Indonesia; 11.Kepala Balai Pengelolaan DAS di Seluruh Indonesia.

(6)

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL

NOMOR: P. 2/V-DAS/2015 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN MODEL HIDROLOGI DALAM PENGELOLAAN DAS

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pengelolaan DAS, setiap stakeholder berperan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing agar kondisi sumberdaya alam DAS tetap lestari. Dengan demikian, keberhasilan Pengelolaan DAS sangat ditentukan oleh banyak pihak yang melaksanakan tugas dan fungsinya secara terintegrasi, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai dengan evaluasi.

Dalam melaksanakan keterpaduan yang dilakukan oleh para pihak akan melalui proses yang sangat kompleks sehingga memerlukan sebuah model yang mampu menyederhanakan dan mengkuantifikasikan hasil sebuah proses. Mengingat DAS adalah suatu unit hidrologi sehingga pengelolaan DAS memerlukan model hidrologi. Banyak model hidrologi yang tersedia seperti ANSWERS ( Areal Nonpoint Source Watershed Environment Response Simulation ), AGNPS ( Agricultural Non-Point Source ), WEPP (Water Erosion Prediction Project ), SWAT (Soil and Water Assessment Tool ) dapat digunakan untuk kepentingan pengelolaan DAS.

 Asosiasi Dunia Konservasi Tanah dan Air (WASWC) telah merekomendasikan kepada Negara-negara anggotanya untuk dapat memanfaatkan dan mengembangkan SWAT dalam konservasi tanah dan air. Model SWAT memungkinkan simulasi sejumlah proses fisik yang berbeda pada suatu DAS. SWAT sebagai salah satu model hidrologi merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengintegrasikan Sistem Pengambilan Keputusan Spasial (Spatial DSS-Decision Support System ) sehingga model SWAT berdayaguna tinggi. Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang untuk memprediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan

(7)

pengelolaan dalam mengendalikan permasalahan tersebut. Dengan demikian melalui penggunaan model SWAT dapat dikembangkan dan ditentukan beberapa skenario pengelolaan dan penggunaan lahan yang terbaik.

1.2. Maksud dan Tujuan

Petunjuk Tenis Pemanfaatan Model Hidrologi dalam Pengelolaan DAS dimaksudkan untuk menyediakan panduan teknis guna mengoperasikan model hidrologi SWAT dalam pengelolaan DAS. Sedangkan tujuannya adalah meningkatnya kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan DAS dengan alat bantu model hidrologi SWAT.

1.3. Ruang Lingkup dan Manfaat

Petunjuk teknis ini memuat: Parameter/Data yang Dibutuhkan dalam Model SWAT, Operasionalisasi Model Hidrologi SWAT, Penyusunan Laporan Hasil Penerapan Model Hirologi SWAT dalam Pengelolaan DAS, Aplikasi dan Konsep Model SWAT dalam Perencanaan Pengelolaan DAS.

Operasional pemanfaatan model hidrologi SWAT perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Tidak dapat dioperasikan dengan baik dalam DAS yang mengalami kebocoran aliran keluar maupun masukan aliran ke dalam DAS yang diuji. 2.  Akan menjadi lebih rinci apabila di dalam DAS terdapat bangunan waduk

atau bendungan, dan menjadi kompleks apabila dalam DAS terdapat bendung sadap untuk irigasi atau penggunaan lainnya.

3. Tidak efektif atau bahkan tidak dapat dioperasikan dalam DAS yang memiliki batuan induk kapur (karst) atau DAS yang memiliki areal dominan gambut serta rawa.

Model SWAT dapat digunakan dalam pengelolaan DAS terkait dengan perencanaan pengelolaan DAS, implementasi RTkRHL serta Monitoring dan Evaluasi Kinerja DAS, karena SWAT mampu menghitung debit aliran sungai dan produksi sedimen (sediment yield ) harian, bulanan, dan tahunan untuk setiap unit respon hidrologi (Hydrology Response Unit  /HRU), sub DAS, dan DAS. Setelah dilakukan kalibrasi dan validasi model, simulasi pengelolaan dan penggunaan lahan (implementasi RTkRHL) dapat dilakukan untuk mengetahui efektifitasnya, dan pada tahap selanjutnya kinerja pengelolaan DAS dapat ditentukan standar dan kriterianya berdasarkan Permenhut No. 61 tahun 2014. Bahkan, pola debit aliran sungai dan produksi sedimen sepanjang tahun di titik pengeluaran (outlet ) DAS dapat digambarkan secara baik apabila data iklim harian, tutupan lahan, dan sifat fisika kimia tanah tersedia. Lebih jauh, hasil air (water yield ) yang dapat dihitung oleh model

(8)

DAS akan melebihi kapasitas tampung sungai atau tidak sehingga genangan atau banjir untuk dapat diperkirakan.

1.4. Beberapa Aplikasi SWAT

Model SWAT telah diaplikasikan secara luas di berbagai negara terutama terkait dengan analisis hidrologi. Aplikasi tersebut antara lain meliputi :

1. Kajian aliran permukaan, erosi dan sedimen.

2. Simulasi penggunaan dan pengelolaan lahan dalam kaitannya dengan hasil air (kuantitas dan kualitas), hasil sedimen serta transportasi unsur hara dan pestisida.

3. Simulasi distribusi air tanah dan air bawah tanah.

4. Perkiraan air tanah, recharge , tile-flow , dan tingkat air bawah tanah. 5. Penilaian kualitas air secara komprehensif.

6. Kajian pestisida dan pergerakannya dalam air.

7. Penilaian dampak perubahan iklim terhadap hidrologi dan polutan. 1.5. Pengertian

1. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

2. Pengelolaan DAS  adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

3. Rencana Pengelolaan DAS terpadu  adalah konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan

(9)

tujuan tertentu. Suatu model merupakan pengungkapan bentuk konsep dari sistem yang sebenarnya;

5. Model Hidrologi adalah sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks atau merupakan model yang menggambarkan secara abstrak atau sederhana dari keadaan hidrologi yang mempunyai kesamaan dengan keadaan hidrologi sebenarnya di lapang, dan model utama hidrologi meliputi model fisik, analog dan digital (deterministik, stokastik, parametrik).

6. SWAT (Soil and Water Assessment Tool)   adalah model hidrologi -berbasis fisika (physically based ) yang membutuhkan informasi spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi, vegetasi, dan praktek pengelolaan lahan yang terjadi di dalam DAS - yang digunakan untuk memprediksi dampak praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimen, dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama. 7. HRU  (Hydrologic Respons Unit)   atau unit respon hidrologi adalah

unit analisis terkecil dalam model SWAT yang dihasilkan dari tumpang tindih antara peta tanah, tutupan lahan dan kelas lereng.

8.  Air adalah  semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.

9.  Air Permukaan  adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

10. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

11.Tata Air DAS  adalah hubungan kesatuan individu unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah dan evapotranspirasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.

12.Pemantauan Tata Air  adalah pengamatan dan pengukuran potensi sumberdaya air (kuntitas, kualitas, dan kontinuitas) pada suatu titik pengukuran dalam suatu daerah tangkapan air atau DAS secara periodik dan terus-menerus.

13. Aliran Air atau Limpasan  (runoff)   sinonim dengan aliran sungai (stream flow ), hasil air daerah tangkapan air (catchment yield ), adalah bagian dari air hujan (presipitasi) yang mengalir di atas permukaan tanah (surface runoff ) dan atau di dalam tanah (subsurface runoff ) menuju ke suatu sungai.

(10)

14.Debit Air  (discharge, Q)   adalah volume air (cairan) yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan m3 /detik.

15. Volume Debit (Q)   adalah total volume aliran (limpasan) yang keluar dari daerah tangkapan air atau DAS/Sub DAS, dalam satuan mm atau m3.

16.Debit Puncak atau Debit Banjir  (qp, Qmaks)   adalah besarnya volume air (cairan) maksimum (terbesar) yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu, dalam satuan m3 /detik.

17.Debit Minimum (Qmin)  adalah besarnya volume air (cairan) minimum (terendah) yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu, dalam satuan m3 /detik.

18. Aliran/Limpasan Permukaan (surface runoff)  adalah bagian limpasan yang melintas di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. 19. Aliran/Limpasan Bawah Permukaan  (subsurface runoff) adalah

bagian dari limpasan permukaan yang disebabkan oleh bagian air hujan yang terinfiltrasi/meresap ke dalam tanah dan bergerak secara lateral melalui horizon-horizon tanah bagian atas menuju sungai.

20. Aliran/Limpasan Permukaan Langsung (direct runoff) adalah bagian limpasan permukaan memasuki sungai secara langsung setelah curah hujan. Limpasan permukaan langsung merupakan sinonim dengan ”hujan efektif” (efektif rainfall ).

21.Hasil Air  (water yield)   adalah total limpasan dari suatu daerah pengaliran air (drainage basin ) yang disalurkan melalui saluran air permukaan dan akuifer (reservoir  air tanah).

22.Hujan Lebih (rainfall excess)  adalah kontribusi curah hujan terhadap limpasan permukaan langsung.

23.Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam permukaan tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran.

24.Laju infiltrasi aktual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada setiap waktu dengan kombinasi gaya-gaya gravitasi, viskositas, dan kapilaritas.

25.Kapasitas infiltrasi  adalah laju maksimum presipitasi yang dapat diserap oleh tanah pada kondisi tertentu.

26.Sistem  adalah sekumpulan urutan antar hubungan dari unsur-unsur yang dialihragamkan (transform ), dalam referensi waktu yang diberikan,

(11)

28.Model Konseptual adalah sebuah sajian proses-proses hidrologi dalam persamaan matematik dan membedakan antara fungsi produksi dan fungsi penelusuran (routing ).

29.Parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang memiliki nilai tetap, tidak tergantung dari waktu.

30. Variabel  adalah besaran yang menandai suatu sistem, yang dapat diukur dan memiliki nilai berbeda pada waktu yang berbeda.

31.Model ”lumped”   adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan parameter yang diwakilinya tidak mempunyai variabilitas ruang (spatial variability ), misalnya masukan berupa hujan rata-rata DAS.

32.Model ”distributed”   adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan parameter yang diwakilinya mengandung variabilitas ruang dan waktu.

33.Erosi adalah pindahnya atau terangkutnya material tanah atau bagian-bagian tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh media alami (air/angin).

34.Sedimentasi adalah proses perpindahan dan pengendapan erosi tanah, khususnya hasil erosi permukaan dan erosi parit. Sedimentasi menggambarkan material tersuspensi (suspended load ) yang diangkut oleh gerakan air dan atau diakumulasi sebagai material dasar (bed load ). Dari proses sedimentasi, hanya sebagian material aliran sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS, sedang yang lain mengendap di lokasi tertentu di sungai selama menempuh perjalanannya.

35.Hasil Sedimen  adalah besarnya sedimen yang keluar dari suatu DAS/SubDAS.

36.Degradasi DAS  adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya potensi produksi lahan dan air yang diikuti tanda-tanda perubahan watak hidrologi sistem sungai (kualitas, kuantitas, kontinuitas), yang akhirnya membawa percepatan degradasi ekologi, penurunan peluang ekonomi, dan peningkatan masalah sosial.

37.Banjir adalah debit aliran air sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya akibat hujan yang turun di hulu atau disuatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Banjir bandang (flash flood ) terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungainya curam.

38.Karakteristik DAS  adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri,

(12)

39.Koefisien Limpasan (C)   adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan (nisbah) antara besarnya limpasan terhadap besar curah hujan penyebabnya, nilainya lebih besar dari 0 (nol) dan lebih kecil atau sama dengan 1 (satu). Misalnya, nilai c = 20, artinya 20 persen dari curah hujan menjadi limpasan.

40.Koefisien Regim Sungai  (KRS)   adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada suatu DAS/Sub DAS.

41.Lahan Kritis  adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun pengatur tata air.

42.Sistem Informasi Geografi (SIG)  adalah suatu sistem berbasis komputer yang dapat digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan memanipulasi informasi geografi.

(13)

BAB II. PARAMETER/DATA YANG DIBUTUHKAN DALAM MODEL SWAT

2.1. Tipologi Geofisik DAS

Berdasarkan karakteristik biofisik dan batuan geologi penyusun DAS dan lingkungannya, maka DAS dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori: 1. DAS yang disusun dengan bahan induk batuan (beku, sedimen,

metamorf) yaitu:

a. Penyusun batuan geologi vulkanik seperti tufaan, andesitik, dan basaltik, air mengalir secara kontinyu (parennial ) (Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi).

b. Penyusun batuan sedimen (sedimentary rocks ) atau batuan beku (igneous rock ) yang berasal dari bahan non vulkanik atau vulkanik, dengan topografi berbukit dan bergunung di bagian hulu tapi langsung dataran landai dimana air sungai saat musim kemarau sangat surut bahkan kering (intermittent ), sungai berpindah-pindah banyak batuan dan pasir kasar (braded ) (Indonesia bagian timur). c. Penyusun batuan kapur (karst area ), banyak dijumpai sungai bawah

tanah sehingga batas DAS tidak jelas atau diindikasikan oleh sink holes dan conicle karst (Jawa Tengah bagian Selatan, Kalimantan Timur).

2. DAS yang disusun dari bahan induk bahan organik yaitu DAS yang sangat luas dan landai serta didominasi oleh lahan gambut (Kalimantan, Sumatera bagian timur).

Klasifikasi di atas tidak mempertimbangkan karakteristik sosial budaya dan perkembangan ekonomi dalam DAS walaupun sosial dan budaya masyarakat dalam DAS banyak ditentukan oleh karakteristik biofisik DAS terutama kemampuan pasokannya (biocapacity ) dimana daya dukung DAS bisa ditentukan dan diukur. Karakteristik geofisik DAS tersebut sangat menentukan tata air atau hidrologi terutama terkait dengan output DAS yaitu debit air sungai di outlet. DAS yang terbangun di daerah kapur tidak mempunyai outlet yang jelas, misalnya beberapa sungai yang ada di Gunung Kidul hilang dan terputus, muncul outletnya di pantai Baron, patai selatan Samudra Hindia. Sementara di sebagian Indonesia bagian Timur, banjir selalu muncul saat musim hujan walaupun hulu DAS tertutup oleh vegetasi berkayu yang rapat tapi topografi berbukit atau bergunung dengan lereng yang terjal dan solum tanah dangkal. Di wilayah tersebut, saat musim kemarau aliran air sungai sangat kecil bahkan tidak berair. Selanjutnya, setiap tipologi geofisik DAS yang berbeda tentunya menghendaki pengelolaan yang berbeda pula.

Secara umum berbagai model hidrologi termasuk model SWAT tidak bisa diaplikasikan di DAS yang berbahan geologi kapur (karst area ) seperti

(14)

Parameter yang dibutuhkan model SWAT terdiri dari karakteristik DAS (saluran sungai), iklim, tanah, tutupan dan pengelolaan lahan. Setiap parameter tersebut terdiri dari nilai-nilai dan data spasialnya. Peta spasial yang diinput ke dalam model SWAT sudah harus dalam proyeksi Universal Transverse Mercator  (UTM).

2.2. Karakteristik DAS (data karakteristik saluran sungai)

Parameter karakteristik DAS (saluran sungai) meliputi lebar sungai/CH_W(2), kedalaman sungai (CH_D), kemiringan lereng/CH_S(2), panjang lereng/CH_L(2), koefisien kekasaran saluran untuk saluran sungai utama (Koefisien n Manning’s/CH_N(2)) dan anak sungai (Koefisien n Manning’s/CH_N(1)) (Tabel 1), konduktivitas hidrolik efektif pada saluran/CH_K(2) (Tabel 2), faktor erodibilitas saluran/CH_COV1, dan faktor tutupan saluran/CH_COV2. Nilai CH_COV1 dan CH_COV2 ditentukan setelah pengguna menentukan metode yang digunakan untuk penelusuran sedimen/CH_EQN. Apabila metode yang dipilih adalah Simplified Bagnold Equation   maka nilai faktor erodibilitas saluran dan faktor tutupan saluran seperti yang disajikan pada Tabel 3. Apabila metode lain yang dipilih, maka nilai CH_COV1 dan CH_COV2 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 1. Nilai koefisien Kekasaran Saluran untuk Sungai Utama dan Anak Sungai Berdasarkan Chow (1959)

No Karakteristik Saluran Nilai Kekasaran Manning

rata-rata Kisaran 1 Sudah dikeruk atau digali

a. terpelihara, lurus, seragam 0,025 0,016 - 0,033 b. terpelihara, berkelok, tidak seragam 0,035 0,023 - 0,05 c. tidak terpelihara dan banyak tanaman liar 0,075 0,04 - 0,14 2 Alami

a. sedikit tanaman dan berbatu 0,05 0,025 - 0,065

b. banyak pohon dan berbatu 0,1 0,05 - 0,15

Sumber: Neistch et al ., 2011

Data lebar sungai, kedalaman sungai, kemiringan lereng, dan panjang lereng akan dibangkitkan melalui peta Digital Elevation Model   (DEM) yang diinput oleh pengguna pada saat menjalankan model SWAT. Peta DEM

(15)

Hal ini sangat diperlukan dalam rangka memastikan bahwa hasil bangkitan model tidak terlalu jauh dari kenyataan di lapangan.

Tabel 2. Konduktivitas Hidrolik Efektif/CH_K(2) di Saluran Utama No. Kelompok Material

Dasar Karakteristik Material Dasar Kecepatan Kehilangan (mm/jam) 1 Kecepatan kehilangan sangat cepat

Tidak ada kerikil dan pasir dengan ukuran besar

> 127

2 Kecepatan kehilangan cepat

Sedikit mengandung krikil dan pasir

51 -127 3 Kecepatan kehilangan

sedang

Campuran krikil dan pasir dengan kandungan liat - debu rendah

25 – 76

4 Kecepatan kehilangan rendah

Campuran krikil dan pasir dengan kandungan liat - debu sedang

6 – 25

5 Kecepatan kehilangan sangat rendah

Campuran krikil dan pasir dengan kandungan liat - debu tinggi

0,025 – 2,5

Tabel 3. Nilai CH_COV1 dan CH_COV2 untuk CH_EQN = Bagnold

Nilai CH_COV1 CH_COV2

0 Saluran yang tidak erosive Ada vegetasi penutup saluran sehingga saluran terlindungi dari erosi

1 Saluran yang tidak resisten hingga yang tererosi

Tidak ada vegetasi penutup di dalam saluran

Tabel 4. Nilai CH_COV1 dan CH_COV2 untuk CH_EQN lainnya  Vegetasi di

Tebing Saluran CH_COV1

 Vegetasi di

Saluran CH_COV2

Tidak ada vegetasi 1,00 Tidak ada vegetasi 1,00

Rumput 1,97 Rumput 1,97

Pohon kecil 5,40 Pohon kecil 5,40

Pohon besar 19,20 Pohon besar 19,20

Informasi lainnya yang perlu disiapkan yaitu metode apa yang akan digunakan untuk menghitung aliran permukaan, metode penelusuran aliran sungai, faktor kompensasi evaporasi tanah, faktor kompensasi pengambilan air tanah oleh tanaman, dan waktu tenggang terjadinya aliran permukaan (SURLAG).

(16)

2.3. Iklim

Data iklim yang menjadi input dalam model SWAT adalah data harian yang terdiri dari curah hujan (mm), temperatur udara maksimum dan minimum (oC), radiasi sinar matahari (MJ/m2 /hari), kelembaban udara (%) dan kecepatan angin (m/dtk), kesemuanya dalam periode harian. Data harian yang harus ada adalah curah hujan dan temperatur maksimum dan minimum harian. Hal ini dikarenakan ketiga nilai tersebut sangat berpengaruh pada debit yang dihasilkan model, tetapi bukan berarti mengesampingkan pentingnya parameter iklim yang lain.

 Apabila data telah terkumpul, tahap selanjutnya adalah menyusun data-data tersebut ke dalam format yang diminta model SWAT, baik itu dalam format teks ataupun database file, tergantung pada versi interface GIS yang digunakan. Selain itu, data-data tersebut akan digunakan untuk membangun pembangkit iklim (weather generator ) (Tabel 5) yang berfungsi untuk mengisi data-data yang hilang. Data pembangkit iklim diinput ke dalam model melalui menu Edit SWAT Input. Informasi lain yang dibutuhkan adalah daftar stasiun iklim yang di dalamnya terdiri dari nama stasiun, titik koordinat dan elevasi setiap stasiun yang ada di lokasi kajian. Contoh format data untuk data curah hujan dan temperatur disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Tabel 5. Data pada Pembangkit Iklim

No. Data Definisi

1 TMPMX Rata-Rata temperatur udara maksimum harian setiap bulan (°C) 2 TMPMN Rata-Rata temperatur udara minimum harian setiap bulan (°C) 3 TMPSTDMX Standar deviasi temperatur udara maksimum harian setiap bulan 4 TMPSTDMN Standar deviasi temperatur udara maksimum harian setiap bulan 5 PCPMM PCPMM: Rata – rata curah hujan bulanan (mm)

6 PCPSTD Standar deviasi curah hujan harian setiap bulannya

7 PCPSKW PCPSKW: koefisien skewness curah hujan harian setiap bulan 8 PR_W1 Probabilitas hari basah yang mengikuti hari kering setiap bulannya 9 PR_W2 Probabilitas hari basah yang mengikui hari basah setiap bulannya 10 PCPD Rata-rata jumlah hari hujan setiap bulan

11 RAINHHMAX Curah hujan maksimum 30 menit pada periode awal pencatatan setiap bulannya

12 SOLARAV Rata-rata radiasi matahari harian setiap bulannya (MJ/m2 /day) 13 DEWPT Rata-rata temperatur pada titik embun setiap bulannya (°C) 14 WNDAV Rata-rata kecepatan angin harian setiap bulannya (m/s)

(17)

(a) (b)

Gambar 1. Data Curah Hujan (a) dan Daftar Stasiun Curah Hujan (b)

(a) (b)

Gambar 2. Data Temperatur (a) dan Daftar Stasiun Temperatur (b)

Penyiapan data iklim juga dapat disesuaikan dengan metode prediksi evapotranspirasi potensial yang akan dipilih pada saat simulasi dijalankan (Tabel 6). Model SWAT menyediakan tiga model prediksi evapotranspirasi potensial yaitu metode Penman – Monteith, metode Priestley-Taylor dan Metode Hargreaves.

Tabel 6. Data Iklim yang dibutuhkan berdasarkan metode Evapotranspirasi No. Metode Data Temperatur Maksimum Temperatur Minimum Kelembaban Relatif Radiasi Matahari Kecepatan  Angin 1. Penman – Monteith √  √  √  √  √  2. Priestley-Tay √  √  √  √  3. Metode Hargreaves √  √ 

(18)

2.4. Tanah

Informasi tanah yang dibutuhkan model dibagi menjadi informasi umum untuk setiap jenis tanah dan data untuk setiap lapisan tanah pada masing-masing jenis tanah. Seluruh jenis data tersebut beserta metode yang digunakan untuk memperoleh data disajikan secara ringkas pada Tabel 7.

Informasi umum dan data per lapisan tanah disiapkan pada format Microsoft Database Access   atau pengguna dapat langsung menginput nilai-nilai tersebut ke dalam ArcSWAT. Selain itu, perlu  juga disi apkan peta spasialnya dimana atributnya hanya terdiri dari identitas (Value) dan nama tanah (Name) saja. Setiap ID dan nama tanah akan terhubung secara otomatis dengan database acces   pada saat pengguna menjalankan model SWAT.

Tabel 7. Data Input Tanah

No. Data Sumber Data

Informasi Umum setiap Jenis Tanah

1. Nama tanah Peta Tanah

2. Jumlah lapisan Pengamatan profil tanah

3. Kelompok hidrologi tanah Ditentukan berdasarkan informasi tekstur atau laju infiltrasi minimum

4. Kedalaman perakaran maksimum pada profil tanah (mm),

Pengamatan profil tanah

5. Kelas tekstur tanah Pengkelasan berdasarkan kandungan pasir, debu, dan liat

Data per Lapisan Tanah

6. Ketebalan lapisan/horizon tanah (mm)

Pengamatan profil tanah 7. Bobot isi (g/cm3) Hasil analisis laboratorium 8. Kadar air tersedia (mm H2O/mm

tanah)

Hasil analisis laboratorium 9. Kandungan bahan organik tanah

(%)

Hasil analisis laboratorium 10. Konduktivitas hidrolik jenuh

(mm/jam)

Pengukuran di lapangan 11. Kandungan pasir, debu, liat (%) Hasil analisis laboratorium 12. Kandungan bahan kasar (%), Pengamatan di lapangan

13. Nilai albedo tanah Hasil perhitungan dengan rumus 14. Nilai erodibilitas tanah Hasil perhitungan dengan rumus

(19)

lapisan/horizon tanah, kandungan bahan kasar dan struktur tanah. Contoh tanah utuh dan tanah terganggu diambil dari setiap lapisan/horison tanah. Contoh tanah utuh diambil menggunakan ring sampler sedangkan contoh tanah terganggu menggunakan plastik sampler yang kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Hasil analisis contoh tanah utuh terdiri dari bobot isi, kadar air tersedia, dan permeabilitas. Contoh tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur, dan C-organik tanah.

Kandungan bahan organik tanah diperoleh dengan cara mengalikan C-organik yang diperoleh dari hasil analisis laboratorium dengan angka 1,724. Nilai albedo tanah merupakan fungsi dari bahan organik dan dihitung dengan persamaan:

 



 



dimana SALB adalah nilai albedo tanah dan ORGMAT adalah persentase bahan organik. Konduktivitas hidrolik jenuh diukur di lapangan pada setiap satuan tanah terpilih. Apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan pengukuran nilai tersebut, maka nilai tersebut dapat didekati dengan data permeabilitas. Erodibilitas tanah merupakan fungsi dari struktur, bahan organik, dan permeabilitas. Adapun persamaannya yaitu:

  







        

dimana K adalah erodibilitas tanah, M adalah parameter ukuran partikel (%pasir sangat halus x (100 - %liat)), a adalah bahan organik (%), b adalah kode struktur tanah (Tabel 8) dan c adalah kelas permeabilitas tanah (cm/jam) (Tabel 9). Kelompok hidrologi tanah ditentukan berdasarkan informasi tekstur tanah (Tabel 10) ataupun laju infiltrasi minimum (Tabel 11).

Tabel 8. Kode Struktur Tanah

Deskripsi Struktur Kode Struktur

Granular sangat halus 1

Granular halus 2

Granular sedang atau kasar 3

Bersudut, datar, berbentuk prisma, atau masiv 4

Tabel 9. Kelas Permeabilitas Tanah Nilai Permeabilitas

(mm/jam) Deskripsi Kode Struktur

›150 Cepat 1

50 – 150 Sedang sampai cepat 2

(20)

Tabel 10. Kelompok Hidrologi Tanah berdasarkan Kelas Tekstur Tanah Kelompok

Hidrologi Tanah

Keterangan

 A Potensi aliran permukaan paling kecil: pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat

B Potensi aliran permukaan kecil: loess dangkal, lempung berpasir,

C Potensi aliran permukaan sedang: lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah, dan tanah-tanah berkadar liat tinggi D Potensi aliran permukaan tinggi: tanah-tanah yang

mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis, dan tanah-tanah salin tertentu.

Tabel 11. Kelompok Hidrologi Tanah berdasarkan Laju Infiltrasi Minimum Kelompok Hidrologi Tanah

(HSG)

Laju infiltrasi minimum (mm/jam)  A B C D 8 – 12 4 – 8 1 – 4 0 – 1

2.5. Tutupan dan Pengelolaan Lahan

Database SWAT untuk tutupan lahan sebenarnya menghendaki informasi yang detil untuk setiap tutupan lahan yang ada di daerah studi, mulai dari indeks luas daun, suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman, indeks panen, faktor C minimum untuk tutupan lahan/tanaman, bilangan kurva hingga berapa banyak residu yang tersisa di permukaan lahan dan beberapa parameter lainnya (dapat dilihat pada SWAT Input/Ouput Documentation ). Meski demikian, pengguna tidak perlu khawatir akan hal tersebut, karena pengguna dapat mengganti beberapa parameter yang penting terkait dengan tutupan dan pengelolaan lahan sehingga pengguna tetap dapat menjalankan model. Hal itu akan memberikan hasil yang baik apabila pengguna dapat memadankan secara tepat setiap jenis tutupan lahan di daerah studi dengan tutupan lahan yang ada di dalam database

(21)

semua nilai default   tersebut dapat digantikan dengan nilai yang diukur di lapangan.

Beberapa parameter penting yang perlu diidentifikasi sesuai dengan kondisi daerah studi yaitu nilai bilangan kurva/curve number   (CN2), koefisien kekasaran Manning untuk aliran permukaan/overland flow  (OV_N), faktor kompensasi evaporasi tanah (ESCO), faktor kompensasi pengambilan air tanah oleh tanaman (EPCO), dan faktor tindakan konservasi tanah dan air. Penentuan bilangan kurva dilakukan setelah pengguna menentukan padanan nama untuk setiap tutupan lahan, kelompok hidrologi tanah dan kandungan kelembaban tanah awal ( Antecedent Moisture Condition  /AMC). Kandungan kelembaban tanah awal disajikan pada Tabel 12 dan membutuhkan data hujan harian untuk menentukannya.

Langkah selanjutnya yaitu menentukan bilangan kurva untuk masing-masing jenis tutupan lahan yang ada di daerah studi berdasarkan Tabel 13. Contoh penentuan yaitu: jenis tutupan lahan hutan dalam keadaan baik dengan kelompok hidrologi tanah C dan AMC II maka bilangan kurvanya adalah 70.

Tabel 12. Kandungan Kelembaban Tanah Awal (AMC)

Kondisi Deskripsi Umum

Total Jumlah Curah Hujan 5 Hari Sebelumnya (mm) Musim

Dorman

Musim Tumbuh I Tanah dalam keadaan kering tapi

tidak sampai pada titik layu, telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan

< 13 < 35

II Keadaan rata-rata 13 – 28 35 – 53

III Hujan lebat atau hujan ringan dan temperatur rendah telah terjadi dalam 5 hari terakhir, tanah jenuh

> 28 > 53

Koefisien kekasaran Manning untuk aliran permukaan (OV_N) ditentukan berdasarkan karakteristik permukaan lahan (Tabel 14). Faktor kompensasi evaporasi tanah (ESCO) dan faktor kompensasi pengambilan air tanah oleh tanaman (EPCO) ditentukan oleh penggunan berdasarkan kemungkinan pengambilan air dari lapisan tanah yang paling dalam yang akan memberikan kontribusi terhadap proses evaporasi dan transpirasi. Nilai

(22)

yang paling bawah untuk memenuhi kebutuhan evaporasi. Apabila nilai EPCO mendekati 1 maka model memungkinkan tanaman untuk mengekstrak air dari lapisan tanah yang paling bawah.

Tabel 13. Bilangan Kurva Aliran Permukaan untuk Berbagai Komplek Tanah Penutup Tanah (AMC II dan Ia = 0,2 S)

a. Bilangan kurva aliran permukaan untuk lahan pertanian budidaya Penggunaan Lahan Perlakuan atau Praktek Pengelolaan Kondisi Hidrologi Kelompok Hidrologi Tanah  A B C D

Lahan bera Tidak ada penutup tanah

- 77 86 91 94

 Adanya residu tanaman di permukaan*

Buruk 76 85 90 93

Baik 74 83 88 90

Tanaman dalam baris

Baris lurus Buruk 72 81 88 91

Baik 67 78 85 89

Baris lurus dengan residu

Buruk 71 80 87 90

Baik 64 75 82 86

Kontur Buruk 70 79 84 88

Baik 65 75 82 86

Kontur dengan residu Buruk 69 78 83 87

Baik 64 74 81 85

Kontur dan teras Buruk 66 74 80 82

Baik 62 71 78 81

Kontur dan teras dengan residu Buruk 65 73 79 81 Baik 61 70 77 80 Padi- padian/biji-bijian kecil

Baris lurus Buruk 65 76 84 88

Baik 63 75 83 87

Baris lurus dengan residu

Buruk 64 75 83 86

Baik 60 72 80 84

Kontur Buruk 63 74 82 85

Baik 61 73 81 84

Kontur dengan residu Buruk 62 73 81 84

Baik 60 72 80 83

Kontur dan teras Buruk 61 72 79 82

Baik 59 70 78 81

Kontur dan teras dengan residu Buruk 60 71 78 81 Baik 58 69 77 80 Leguminosa ditanam rapat atau pergiliran tanaman

Baris lurus Buruk 66 77 85 89

Baik 58 72 81 85

Kontur Buruk 64 75 83 85

Baik 55 69 78 83

Kontur dan teras Buruk 63 73 80 83

Baik 51 67 76 80

*penutupan oleh residu hanya diaplikasikan apabila jumlah residu minimal 5% pada permukaan tanah, sepanjang tahun.

(23)

b. Bilangan kurva aliran permukaan untuk lahan pertanian lainnya Tutupan Lahan Kelompok Hidrologi Tanah Tipe Tutupan Kondisi Hidrologi A B C D Padang rumput penggembalaan1

Buruk 68 79 86 89

Sedang 49 69 79 84

Baik 39 61 74 80

Padang rumput yang dipotong - 30 58 71 78 Brush-brush-weed-grass mixture

with brush the major element2

Buruk 48 67 77 83

Sedang 35 56 70 77

Baik 30 48 65 73

Hutan – kombinasi dengan rumput (anggrek atau pohon-pohonan) Buruk 57 73 82 86 Sedang 43 65 76 82 Baik 32 58 72 79 Hutan3 Buruk 45 66 77 83 Sedang 36 60 73 79 Baik 30 55 70 77

Perumahan petani atau daerah pedesaan

59 74 82 86 1  Buruk: penutup tanah < 50% atau dipanen seluruhnya tanpa menyisakan

mulsa; Sedang: penutup tanah 50 – 75% dan tidak dipanen secara berlebih; Baik: penutup tanah > 75%, dipanen pada saat tertentu saja

2  Buruk: penutup tanah < 50%; Sedang: penutup tanah 50 – 75%; Baik: penutup tanah > 75%

3  Buruk: adanya serasah, pohon-pohon kecil, dan rumput yang rusak karena panen berlebih atau pembakaran regular; Sedang: pohon-pohon terbakar, dan beberapa serasah hutan menutupi tanah; Baik: pohon dilindungi dari pemanenan dan serasah dan rumput menutupi tanah dengan baik.

Faktor tindakan konservasi tanah dan air (PUSLE) ditentukan nilainya berdasarkan jenis konservasi yang diterapkan di lahan. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16. Data-data tersebut dimasukkan ke dalam model melalui menu SWAT Edit Input  yang ada di dalam menu SWAT. Selain itu, perlu juga disiapkan peta spasialnya dimana informasi minimal yang harus ada di dalam atributnya yaitu identitas (ID) dan nama setiap jenis penggunaan/penutupan lahan (SWAT_ID) saja. Setiap ID dan nama penggunaan/penutupan lahan akan terhubung secara otomatis dengan database acces   pada saat pengguna menjalankan model SWAT.

(24)

Lanjutan Tabel 13..

c. Bilangan kurva aliran permukaan untuk daerah urban# (sumber: SCS Engineering Divison, 1986)

Tutupan Kelompok Hidrologi

Tanah

Tipe Tutupan Lahan Kondisi Hidrologi

Rata-rata daerah terbangun

A B C D

Daerah urban yang terbangun Lahan terbuka (padang rumput yang dipelihara, taman lapangan golf, kuburan dan lain-lain)^

Buruk 68 79 86 89

Sedang 49 69 79 84

Baik 39 61 74 80

Lahan terbangun

Paved parking lots, roofs, driveaways, dan lainnya

- 98 98 98 98

Paved street and roads: saluran terbuka

- 83 89 92 93

Gravel streets and roads - 76 85 89 91 Dirt streets and roads - 72 82 87 89 Daerah Urban

Komersial dan bisnis 85 % 89 92 94 95

Industri 72 % 81 88 91 93 Pemukiman < 0,05 ha 65 % 77 85 90 92 0,05 – 0,10 ha 38 % 61 75 83 87 0,10 – 0,13 ha 30% 57 72 81 86 0,13 – 0,20 ha 25 % 54 70 80 85 0,20 – 0,40 ha 20 % 51 68 79 84 0,40 – 0,81 12 % 46 65 77 82

Daerah Urban yang terbangun  Newly graded areas (tidak ada

vegetasi)

77 86 91 94

# SWAT secara otomatis akan menjustifikasi bilangan kurva untuk daerah terbangun ketika IURBAN dan URBLU didefinisikan dalam file .hru.

^  Buruk: tutupan rumput < 50%, Sedang: tutupan rumput 50 – 75%; Baik: tutupan rumput > 75%>

Catatan lainnya: bilangan kurva juga dapat dilihat pada buku Konservasi Tanah dan Air oleh Sitanala Arsyad (2010).

(25)

Tabel 14. Koefisien Kekasaran Manning’s untuk aliran permukaan/overland  flow

No. Karakteristik Permukaan Lahan Nilai

Tengah Kisaran

1 Bera, tidak ada residu 0,010 0,008 – 0,012 2 Pengolahan tradisional, tidak ada residu 0,090 0,060 – 0,120 3 Pengolahan tradisional, ada residu 0,190 0,160 – 0,220 4 Pengolahan dengan bajak sederhana, tidak

ada residu

0,090 0,060 – 0,120 5 Pengolahan dengan bajak sederhana, ada

residu

0,130 0,100 – 0,160 6 Pengolahan dengan traktor, ada residu 0,400 0,300 – 0,500 7 Tanpa olah tanah, tidak ada residu 0,070 0,040 – 0,100 8 Tanpa olah tanah, residu 0.5-1 ton/ha 0,120 0,070 – 0,174 9 Tanpa olah tanah, residu 2-9 ton/ha 0,300 0,170 – 0,470 10 Padang rumput, penutupan lahan 20% 0,600

-11 Rumput prairie 0,150 0,100 – 0,200

Tabel 15. Nilai PUSLE untuk Kontur

Kemiringan lereng (%)

PUSLE Panjang Lereng Maksimum (m) 1 – 2 0,60 122 3 – 5 0,50 91 6 – 8 0,50 61 9 – 12 0,60 37 13 – 16 0,70 24 17 – 20 0,80 18 21 – 25 0,90 15

Sumber: Wischmeier and Smith 1978 dalam Neitsch et al ., 2011

Tabel 16. Nilai PUSLE untuk Penerapan Strip Tanaman dan Kontur

Kemiringan Lereng (%) PUSLE Lebar Strip Panjang Lereng Maksimum  A B C 1 – 2 0,30 0,45 0,60 40 244 3 – 5 0,25 0,38 0,50 30 183 6 – 8 0,25 0,38 0,50 30 122 9 – 12 0,30 0,45 0,60 24 73 13 – 16 0,35 0,52 0,70 24 49 17 – 20 0,40 0,60 0,80 18 37 21 - 25 0,45 0,68 0,90 15 30

(26)

BAB III. OPERASIONALISASI MODEL HIDROLOGI SWAT

3.1. Instalasi Dan Pengaturan Aplikasi Model SWAT Kebutuhan Perangkat Lunak Dasar

1.  ArcGIS versi 9.3 dan ArcSWAT versi 2009.93.7b atau ArcGIS 10.1 dan ArcSWAT versi 2012.10_1.7/2012.10_1.14/2012.10_1.15 atau ArcGIS 10.2 dan ArcSWAT 201210.2.15 (Pilih salah satu pasangan dari ketiga versi tersebut)

2. Microsoft Office (untuk pengolahan data lanjut).

Cara menginstal ArcSWAT

1. Copy installer ArcSWAT dari media yang diberikan atau dapat mendownload di www.swa.tamu.edu.

2. Klik dua kali untuk membuka file installer tersebut, umumnya dengan ekstensi .exe atau .msi hingga keluar jendela ArcSWAT Setup dan klik OK lalu lanjutkan dengan cara penginstalan seperti pada umumnya dan tunggu sampai proses selesai.

(27)

Pengaturan Menu ArcWAT di ArcGIS

 ArcSWAT merupakan menu extension dari ArcGIS, sehingga harus diaktifkan. Caranya: 1. Start ArcGIS

2. Pilih menu Customize  dan klik menu Extensions , kemudian centang/klik ArcSWAT 3. Pilih menu Customize  dan klik Toolbars

a. Spatial Analyst

b. SWAT Project Manager c. SWAT Watershed Delineator

Perhatikan bahwa ketiga menu tersebut sudah ada pada bar menu. 3.2. Pengenalan Software Model SWAT dan Pendukungnya

SWAT atau Soil and Water Assessment Tool , merupakan model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks dengan tanah, penggunaan lahan dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Neitsch et al . 2011). Model SWAT dikembangkan dengan menggunakan interface Sistem Informasi Geografis, dikenal dengan ArcSWAT, sehingga dibutuhkan software ArcGIS untuk dapat menjalankan  ArcSWAT. Software pendukung lainnya yaitu SWATCheck yang berfungsi untuk memeriksa secara umum apakah hasil running sudah relatif benar atau belum. Selain itu dibutuhkan pula Software Microsoft Office yang nantinya digunakan untuk mengolah hasil running dan menyajikannya dalam bentuk grafik atau tabel.

 Apapun interface SWAT yang digunakan, proses running model terdiri dari 3 tahapan utama yaitu (1) tahap pertama merupakan tahap membuat batas DAS dan Sub DAS, (2) tahap kedua merupakan tahap pembentukan HRU (Hydrology Respon Unit ) dan (3) tahap ketiga merupakan tahap SWAT Setup and Run . Pada menu ArcSWAT terdapat menu SWAT Editor yang akan membantu pengguna dalam mengedit beberapa data input untuk disesuaikan dengan daerah kajian. Menu tersebut juga sangat membantu pengguna dalam merencanakan simulasi pengelolaan daerah aliran sungai.

(28)

3.3. Pembuatan Projek Model SWAT Pengaturan Projek SWAT

Sebelum menjalankan aplikasi ArcSWAT, pengguna selalu diminta untuk membuat satu folder terlebih dahulu. Folder tersebut berfungsi untuk menyimpan file hasil running  model. Folder diberi judul sesuai dengan yang diinginkan pengguna atau dapat disamakan dengan nama DAS yang akan dikaji dan disimpan di direktori D atau E, contohnya Ciliwung.

Kemudian lalukan langkah berikut untuk pengaturan projek:

1. Jalankan aplikasi ArcGIS lalu pilih SWAT Project Setup pada toolbar dan pilih New SWAT Project hingga muncul jendela Project Setup.

2. Pada jendela Project Setup pilih Project Directory dan arahkan ke folder Ciliwung yang telah dibuat sebelumnya, lalu klik OK.

(29)

3. Setelah selesai melakukan pengaturan untuk projek yang akan dijalankan, maka pengguna dapat mempelajari struktur projek tersebut dengan membuka folder Ciliwung. Struktur projek terdiri dari:

a. Ciliwung.mxd - file projek ArcSWAT yang menyimpan sistem ArcGIS sehingga dapat dimulai ulang dengan peta yang sama.

b. Ciliwung.mdb - file konfigurasi ArcSWAT. Terdiri dari sub-sub file pilihan tertentu terkait dengan input model. c. SWAT2012.mdb - database projek awal

d. RasterStore.mdb –file penyimpan data atribut peta spasial yang dihasilkan selama menjalankan program. e. Scenarios - subfolder yang berisi data input dan ouput

hasil menjalankan model SWAT.

f. Watershed - subfolder yang berisi input peta-peta,

dan peta perantara yang akan dihasilkan selama menjalankan model SWAT. Catatan: jika ingin menghapus projek, cukup hapus folder projek saja. Persiapan Data Input SWAT

Persiapan data-data yang dibutuhkan model SWAT telah dijelaskan pada BAB II.  Data-data tersebut dimasukkan ke dalam model SWAT melalui menu Edit SWAT Input yang ada pada menu ArcSWAT. Sedangkan peta spasial dapat disiapkan dengan bantuan perangkat lunak ArcGIS.

Data curah hujan dan temperatur disiapkan dalam format teks (.txt) dan harus memiliki daftar stasiunnya. Contohnya yaitu:

1. Data curah hujan dan daftar stasiun curah hujan

(30)

3.4. Deliniasi Batas Daerah Aliran Sungai (DAS)

Proses running membutuhkan folder yang telah dibuat sebelumnya sebagai tempat penyimpanan hasil. Apabila telah ditutup, maka buka kembali file Ciliwung.mxd. tahapan untuk deliniasi DAS yaitu:

1. Klik Watershed Deliniator sehingga akan muncul jendela Watershed Deliniation.

2. Pangil data DEM Ciliwung, klik lambang folder  pada DEM Setup sehingga muncul jendela Open DEM, pilih Load from Disk   lalu arahkan pada lokasi tempat menyimpan data DEM.

3. Setelah data DEM muncul di layar, menu DEM Projection Setup akan aktif, klik iconnya dan isi Z unit dengan meter.

4. Kemudian klik lambang folder  pada pilihan Mask   untuk memasukkan Mask Ciliwung yang berfungsi untuk mendetilkan daerah DAS yang akan dikaji. Mask yang digunakan dapat berupa Peta Batas DAS atau membuat Mask secara manual. Pilih Load from Disk  dan klik OK untuk memasukkan Peta Batas DAS sebagai Mask, lalu klik Add.

(31)

NB: Jika Anda punya peta sungai yang baik untuk suatu DAS, anda dapat menggunakan pilihan Burn-In.  Tools ini juga digunakan untuk memperbaiki keakuratan hasil deliniasi jaringan sungai.

5. Kemudian Klik flow direction and acculumation .

(32)

7. Langkah selanjutnya adalah menentukan titik outlet, bisa langsung memilih yang sudah dihasilkan model ataupun membuat titik outlet baru sesuai dengan koordinat SPAS yang ada di lapangan. Apabila ingin membuat titik outlet baru maka pada menu edit manually, klik add point, lalu buat titik sesuai instruksi pada jaringan sungai yang telah ditentukan. Setelah titik dibuat, maka langkah selanjutnya adalah memilih titik outlet tersebut sebagai outlet utama DAS. Klik menu Whole watershed outlet lalu pilih titik ooutlet yang telah dibuat sebelumnya.

8. Kemudian klik Delineate watershed   untuk membatasi DAS yang telah dipilih outletnya, sehingga terbentuklah batas DAS.

9. KlikCalculate subbasin parameters untuk mendapatkan data karakteristik DAS dari DEM yang digunakan dan klikOK apabila proses telah selesai kemudian klikExit.

(33)

NB: Tampilan sebelah kanan menunjukkan DAS yang telah dibuat batasnya. Peta tersebut menunjukkan jaringan sungai dan outlet sungai. Perhatikan bahwa DAS telah dibagi menjadi beberapa SubDAS.

3.5. Pembentukan HRU (Hydrologic Response Unit )

SWAT menggunakan pembagian Sub DAS sebagai dasar pembagian untuk unit respon hidrologi (HRU). Masing-masing HRU merupakan kombinasi dari penggunaan lahan, tanah dan kelas lereng yang homogen.

Membuat HRU

1. Pada jendela ArcSWAT, klik HRU Analysis. Kemudian pilih Land Use/Soils/Slope Definition  sehingga akan muncul jendela Land Use/Soils/Slope Definition. Pada  jendela tersebut, kita akan mendefinisikan penggunaan lahan, tanah dan lereng.

2. Pada jendela Land Use/Soils/Slope Definition, pilih data Penggunaan lahan (Landuse Data ), dengan mengklik lambang folder di bawah landuse grid  dan akan keluar jendela Select Landuse data, pilih “load landuse dataset(s) from disk ”, kemudian pilih peta penggunaan lahan yang akan digunakan kemudian akan keluar  jendela info, dan klik Ok . Kemudian pilih menu Choose grid field, untuk menentukan informasi mana yang akan digunakan dalam pendefinisian data land use , pilih value.

(34)

kemudian akan muncul jendela SWAT Land Use, lalu pilih crop  (merupakan database land use), klik OK   dan pilih FRST. Jika semua data land use   telah didefinisikan maka klik reclassify . Cara lainnya untuk mendefinisikan setiap kelas penggunaan lahan yaitu menggunakan table LookUp Table  yang harus disiapkan sebelum menjalankan model.

3. Kemudian lanjutkan dengan Soil Data dan “load soil dataset(s) from disk ”, arahkan ke folder tempat menyimpan data dan pilih peta tanah yang akan digunakan, sehingga akan keluar jendela info, kemudian klik Ok . Kemudian pilih menu Choose grid field, untuk menentukan informasi mana yang akan digunakan dalam pendefinisian data

(35)

data tanah telah didefinisikan maka klik reclassify . Dapat juga menggunakan menu

LookUp Table untuk mendefinisikan setiap jenis tanah.

Catatan: jika pada tahap ini Anda menyadari bahwa anda telah melupakan menambahkan data penggunaan lahan dan tanah pada database projek, tutup kembali  jendela HRU Analysis, tambahkan dulu kedua data tersebut ke database projek dan

mulai kembali pendefinisian HRU melalui jendela awal ArcSWAT.

4. Kemudian tentukan data lereng dan pada menu Slope discretization  pilih multiple slope, dan pilih 5 kelas pada “number of slope classes ” . Dan kemudian tentukan batas kelas slopenya dengan menggunakan: 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan

(36)

5. Setelah langkah ini selesai kemudian klik “overlay” pada tampilan jendela.

6. Lalu klik menu HRU definition  pada menu HRU Analysis sehingga muncul jendela HRU Definition. Klik pilihan Multiple HRU’s  dan threshold “percentage” . Kemudian tentukan nilai persentasenya, pada projek ini digunakan 10% untuk landuse, 10% untuk tanah, dan 5% untuk slope. Dan kemudian klik Create HRUs.

(37)

7. Kemudian pilih kembali menu HRU analysis  dan pilih HRU analysis report, sehingga muncul jendela HRU Analysis Report.

Mempelajari Muatan FullHRUs

 Apabila pengguna menampilkan laporan dari menu HRU Analysis Report, maka pengguna dapat mengetahui berapa jumlah HRUs yang terbentuk pada DAS yang sedang dikaji dan terdiri dari kombinasi apa saja setiap HRUs tersebut. Laporan ini dapat membantu pengguna dalam melakukan analisis lebih lanjut. Laporan tersebut menunjukkan luas dan distribusi persentase masing-masing penggunaan lahan, tanah, dan kelas kemiringan lereng untuk keseluruhan DAS, masing-masing SubDAS dan HRUs.

(38)

3.6. Pengaturan Input dan Menjalankan Model SWAT Cara Mendefinisikan Data Iklim dalam SWAT

 ArcSWAT meminta pengguna untuk menyediakan data hujan, suhu udara, radiasi matahari, kelembaban relatif dan kecepatan angin. Jika data harian untuk radiasi matahari, kelembaban relatif dan kecepatan angin tidak ada, maka model akan membangkitkan data-data tersebut berdasarkan pada Weather Generator   yang telah dibangun oleh pengguna.

Terdapat dua cara untuk penyediaan data iklim tersebut:

1. Menggunakan data iklim global yang tersedia di website. Data tersebut telah disiapkan sesuai dengan format yang dibutuhkan ArcSWAT dan akan menjadi input untuk  ArcSWAT secara otomatis. Ada beberapa stasiun terdekat dengan DAS yang dapat

diperoleh dari data global, pilih stasiun yang paling dekat dengan masing-masing subDAS dan buat file hujan dan suhu udara yang dibutuhkan.

2. Menggunakan file teks dengan struktur yang sama untuk daftar stasiun hujan, suhu udara, kelembaban relatif, radiasi matahari dan kecepatan angin tetapi menggunakan data yang disiapkan pengguna dari sumber lokal.

Cara ke 2 merupakan pilihan terbaik jika pengguna memiliki sumber lokal, karena data stasiun global sering kali menunjukkan pola iklim yang sangat berbeda dengan DAS yang kita kaji. Penyiapan data iklim sebagaimana telah dijelaskan pada Sub Bab 3.3.

(39)

Mendefinisikan Data Iklim dan Menulis File Input SWAT

Sekarang, kita akan mendefinisikan data iklim untuk projek SWAT yang kita kerjakan. 1. Pada menu Write Input Tables  pilih Weather Stations sehingga muncul jendela

Weather Data Definitian. Kemudian masukan data iklim untuk masing-masing parameter, yaitu data Weather Generation, data curah hujan, data suhu, data kelembapan nisbi, data radiasi matahari, dan data kecepatan angin. Tampilannya adalah sebagai berikut:

2. Setelah memasukkan data iklim, kemudian pilih menu “Write SWAT Input Tables”, dan akan keluar jendela Write SWAT Database Tables   dan kemudian klik Select  All  pada kiri bawah jendela, dan klik create tables .

3. Setelah tampilan jendela “done building selected tables” keluar, klik ok .

Menjalankan SWAT

1. Pilih menu SWAT Simulation  pada ArcSWAT dan pilih Run SWAT, kemudian tentukan berapa tahun data yang akan disimulasi. Pada projek ini simulasi dilakukan

(40)

Pada projek ini dipilih daily. Jangan lupa untuk memilih spesifikasi PC yang digunakan, apakah 32 byte atau 64 byte. Dan kemudian klikSetup SWAT Run, dan klik OK.

2. Kemudian pilih “Run SWAT” dan akan keluar tampilan jendela running model, kemudian dan klik OK.

(41)

3.7. Luaran/output Model SWAT

Ouput yang sudah diimport sebelumnya merupakan luaran model dalam format table (access database). Output tersebut terdapat masing-masing pada level sungai (output.rch), sub DAS (output.sub) dan HRU (output.hru). selian itu, luaran model SWAT  juga disajikan dalam format teks. Tampilan output.std adalah sebagai berikut:

(42)

3.8. Parameter-parameter Sensitif dalam Model SWAT

Parameter-parameter sensitif untuk setiap DAS berbeda-beda tetapi pada umumnya bisa saja terdiri dari beberapa parameter berikut ini:

1. Bilangan kurva aliran permukaan (CN2) 2. Konduktivitas hidrolik efektif (CH_K(1)) 3. Konstanta aliran dasar (αBF)

4. Kadar air tersedia (AWC)

5. Kekasaran saluran utama (CH_N(2)) 6. Kekasaran permukaan (OV_N)

7. Surface runoff lag coefficient  (surlag)

8. Waktu tunda terjadinya recharge akuifer (gw_delay) 9. LAI maksimum potesial

10. EPCO: plant uptake conpensation factor (ET/SW: tinggi)

11. ESCO: soil evaporation conpensation factor (gerakan kapiler: rendah).

Beberapa nilai parameter tersebut merupakan nilai kisaran yang dapat dilihat pada file pdf SWAT Theory Final  dan SWAT Input Output Documentation. Setelah nilai kisarannya diketahui, maka pengguna harus menetapkan satu angka yang akan digunakan sebagai nilai masing-masing parameter berdasarkan kondisi DAS. Kemudian nilai-nilai tersebut harus diinput ke dalam model sebelum dilakukan proses running model. Cara menginput data-data tersebut ke dalam model yaitu dengan menggunakan menu Edit SWAT Input yang ada pada menu utama ArcSWAT.

1. Klik Edit SWAT Input, lalu pilih Subbasins Data dan kemudian pilih file mana yang akan diedit terlebih dahulu, misalnya nilai bilangan kurva, maka pilih file management, identifikasi subbasin, Land Use, Soils dan Slope yang akan diedit nilai bilangan kurvanya lalu klik OK sehingga jendela Edit Management Parameters muncul. Kemudian edit nilai bilangan kurva pada kolomCN2.

(43)

2. Kemudian edit nilai parameter lainnya dengan cara yang sama tetapi tentukan terlebih dahulu file pada SWAT Input Table sesuai parameter yang diinginkan.

3.  Apabila semua nilai parameter sudah selesai diedit, maka running kembali model pada menu SWAT Run dan lihat hasilnya.

3.9. Prosedur Kalibrasi dan Validasi Kalibrasi

Proses kalibrasi suatu model, apapun model yang digunakan, sangat penting dilakukan. Hal ini terkait dengan ketepatan model tersebut dalam memberikan gambaran terhadap proses yang sebenarnya terjadi di lapangan. Apabila hasil model telah memberikan gambaran yang baik terhadap hasil observasi maka hasil model tersebut dapat digunakan untuk analisis selanjutnya dan untuk simulasi skenario yang diperlukan. Model telah cukup baik apabila debit hasil model memiliki kemiripan dengan debit hasil model. Kalibrasi pada umumnya dilakukan terhadap input model baik parameter, struktur maupun variabel. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu:

1. Menyandingkan data debit hasil model dengan data hasil observasi untuk melihat pola kemiripaannya.

(44)

2. Hitung nilai keakuratan model memprediksi debit dengan fungsi objektif. Salah satu fungsi objektif yang dapat digunakan adalah metode Nash-Sutcliffe (Ahl et al . 2008).  Adapun persamaannya yaitu sebagai berikut:

NS = 1

-

                     

 2 2  y  y  y  y

dimana y adalah debit aktual yang terukur (mm), ŷ adalah debit hasil simulasi (mm), dan   adalah rata-rata debit terukur. Efisiensi model Nash-Sutcliffe dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu baik jika NS ≥ 0.75, memuaskan jika 0.75 > NS > 0.36, dan kurang memuaskan jika NS < 0.36.

3. Apabila belum terdapat kemiripan maka proses kalibrasi dilakukan berdasarkan pola debit yang dihasilkan model.

4. Melalui pola tersebut dapat dijustifikasi parameter apa saja yang sangat mempengaruhi hasil model.

5. Kemudian proses kalibrasi dimulai dengan memilih menu SWAT Simulation  – Manual Calibration Helper, kemudian akan muncul jendela Manual Calibration.

6. Pada jendela Manual Calibration  dapat dipilih parameter yang akan digunakan selama proses kalibrasi, mulai dari Alpha_BF sampai Sol_No3. Hal yang perlu diingat oleh pengguna adalah tidak semua parameter tersebut harus dimasukkan dalam proses kalibrasi. Pemilihan parameter sangat tergantung pada pola debit yang dihasilkan. 0 100 200 300 400 500 600 700 800 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 CH Q simulasi Q observasi  H   u  j    a  n  (    m  m  )      D    e     b   i   t     (   m    3     /     d   e   t    i     k     )

(45)

7. Jika pengguna telah menentukan suatu parameter, misalnya Cn2, maka pilih Cn2 pada Select  Parameter lalu pilih metode yang akan digunakan pada Mathematical Op, apakah multiply by, replace by atau add. Parameter yang dipilih tersebut dapat diterapkan pada seluruh subbasin ataupun subbasin tertentu, jenis Land Use, Soils ataupun Slope tertentu pula tergantung pada hasil analisis pengguna. Lalu klik Update Parameter.

8. Setelah itu, pilih menu Edit SWAT Input – Rewrite SWAT Input Files. Tahapan ini penting diingat oleh pengguna karena setiap kali pengguna merubah nilai input untuk parameter tertentu, maka setiap itu pula pengguna harus memilih menu Rewrite SWAT Input Files. Jika hal ini terlewat, maka model tetap membaca input awal yang telah dilakukan pengguna.

(46)

9. Kemudian pilih kembali menu SWAT Simulation untuk menjalankan kembali model yaitu dengan memilih menu Run SWAT. Kemudian ulangi langkah yang sama seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab 3.3.

10. Setelah proses running tersebut, maka tampilkan kembali data debit observasi vs debit model hasil kalibrasi, dan hitung kembali nilai NS. Apabila nilai NS telah masuk kategori sedang, pengguna bisa saja menganggap proses kalibrasi selesai, atau jika ingin Nilai NS menjadi baik, maka pengguna melanjutkan kalibrasi dengan cara yang sama tetapi dengan mempertimbangkan parameter yang sensitive lainnya.

 Validasi Model SWAT

 Validasi model merupakan proses untuk menguji parameter yang telah dikalibrasi dengan suatu set data tanpa perubahan terhadap parameter-paramter tersebut. Pada tahap ini, pengguna perlu menentukan data tahun berapa yang akan digunakan untuk memvalidasi model. Misalnya terpilih tahun 2012, maka semua parameter input yang digunakan harus data tahun 2012 dan semua parameter yang telah dikalibrasi pada tahap sebelumnya. Setelah penentuan input, maka pengguna menjalankan model seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab 3.4, 3.5 dan 3.6. Kemudian, hasil model dinilai dengan fungsi objektif seperti yang telah dijelaskan pada materi Sub Bab 3.7.

3.10. Identifikasi HRU yang Bermasalah

Identifikasi HRU/Subbasin yang bermasalah ditujukan untuk mengetahui HRU/ Subbasin mana saja yang berpotensi memberikan kontribusi terhadap kerusakan DAS. Dengan demikian rencana pengelolaan dapat diterapkan secara spesifik pada daerah tersebut sehingga hasilnya dapat diketahui secara cepat. Apabila hasil yang diberikan belum sesuai dengan harapan, maka pengguna dapat mensimulasikan rencana pengelolaan lainnya sampai diperoleh hasil yang baik. Hal yang perlu diketahui yaitu

Gambar

Tabel 1.  Nilai koefisien Kekasaran Saluran untuk Sungai Utama dan Anak Sungai Berdasarkan Chow (1959)
Tabel 2. Konduktivitas Hidrolik Efektif/CH_K(2) di Saluran Utama No. Kelompok Material
Tabel 5. Data pada Pembangkit Iklim
Gambar 1. Data Curah Hujan (a) dan Daftar Stasiun Curah Hujan (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Two Stay two Stray dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa pada materi

Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa melalui penerapan model Learning Cycle dapat meningkatkan sikap ilmiah pada pembelajaran pesawat sederhana siswa kelas V SD Negeri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) langkah pemanfaatan barang bekas sebagai media pembelajaran pada siswa kelas V SDN 2 Karangpoh tahun ajaran 2015/ 2016

Nama lengkap : ... Lembar evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat Bapak/ Ibu, sebagai ahli Renang terhadap model Pengembangan Permainan Pengenalan Air Gather Ball

Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PPKn kelas XI SMAN 2 Kabanjahe Tahun Pelajaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC sudah dilaksanakan sesuai langkah-langkahnya, yaitu membentuk kelompok heterogen,

MODEL BLENDED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN GEOGRAFI ( Materi Kearifan dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kelas XI IIS 3 SMA Warga

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model Circuit Learning yang dilaksanakan sesuai langkah yang tepat dapat meningkatkan karakter dan hasil belajar PKn