• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan kasus nefrolitiasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan kasus nefrolitiasis"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 ILUSTRASI KASUS 1.1 ANAMNESIS Identitas Pasien Nama : Tn. I

Usia / Tanggal Lahir Jenis kelamin Agama Pekerjaan : 45 tahun : Laki-laki : Islam : Pedagang Pendidikan terakhir Alamat Tanggal masuk : SMP : Kampung Cigagak : 03 Oktober 2013 Keluhan Utama

Sakit pinggang kiri sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sering sakit di pinggang kiri. Sakit dirasakan tumpul, tidak terlalu berat, VAS 1. Pasien pernah mengalami kencing berpasir, kencing berwarna kuning agak kemerahan, dan nyeri saat buang air kecil. Nyeri hilang timbul yang lebih berat tidak ada, nyeri yang menjalar ke kemaluan tidak ada. Buang air kecil tiba-tiba berhenti dan dapat keluar lagi setelah bergerak-gerak tidak ada. Enam bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat dan dikatakan mengalami batu di kedua ginjal. Pasien kemudian disarankan untuk menjalani operasi untuk mengangkat batu di ginjalnya. Dua bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien menjalani operasi PCNL untuk mengangkat batu di ginjal kiri pada bulan September 2012. Saat ini pasien tidak lagi merasakan nyeri di pinggang kirinya. Nyeri di pinggang kanan masih tetap dirasakan. Nyeri tumpul, VAS 1, tidak menjalar. Mual dan muntah tidak dirasakan. Demam tidak ada. Buang air kecil tidak dirasakan berkurang

(2)

jumlah dan frekuensinya. Kaki bengkak tidak ada, sesak napas tidak ada. Pasien umumnya minum sekitar 1 botol aqua besar perhari (sekitar 1,5 L).

Saat dikunjungi, pasien baru selesai menjalani operasi PCNL. Nyeri dirasakan di daerah operasi, VAS 6-7, terus menerus. Mual dan muntah tidak ada. Demam tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi, diabetes mellitus, alergi obat, asma, asam urat, penyakit jantung, dan penyakit paru sebelumnya tidak ada. Riwayat batu saluran kemih sebelumnya tidak ada. Riwayat OAT dalam 1 tahun terakhir tidak ada.

R

iwayat Penyakit dalam Keluarga

Hipertensi, diabetes mellitus, alergi, dan asma tidak ada. Riwayat penyakit yang sama di keluarga tidak ada.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan

Pasien adalah seorang pedagang, aktivitas fisik tidak banyak, konsumsi teh dan kopi sekitar 1-2 gelas kecil/hari. Pasien menggunakan jaminan kesehatan daerah.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos mentis Keadaan umum : Tampak sakit sedang Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 84 x/ menit, reguler Pernapasan : 18 x/ menit

Suhu : 36,70C Tinggi badan : 170 cm Berat badan : 55 kg IMT : 19,03 kg/m2

(3)

3 Status generalis

Kulit : sawo matang, tidak pucat.

Kepala : tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan sinus.

Mata : konjungtiva pucat tidak ada, sklera tidak ikterik, pupil isokor 3 mm, refleks cahaya langsung ada, refleks cahaya tidak langsung ada.

Gigi dan Mulut : kebersihan mulut baik.

Leher : JVP 5+0 cmH2O, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran tiroid.

Paru : pernapasan simetris saat statis dan dinamis, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada penggunaan otot bantu napas, suara napas vesikuler/vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.

Jantung : bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop. Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada, hati dan

limpa tidak teraba, bimanual tidak teraba massa, timpani, bising usus ada 3x/menit.

Punggung : terdapat nefrostomi tertutup verban di kanan, nyeri ketok CVA tidak ada.

Anggota gerak : Akral hangat, edema tidak ada, CRT< 2 detik.

Status urologis

Flank kanan : terpasang nefrostomi, terbalut perban, produksi nefrostomi 100 cc/24 jam, warna kuning kemerahan.

Flank kiri : tidak ditemukan kelainan.

Supra simfisis : nyeri tekan tidak ada, buli-buli tidak penuh, tidak ada teraba batu. Genitalia eksterna: terpasang kateter folley, produksi 600 cc/12 jam, kuning jernih.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (29 November 2012) Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai

Rujukan Satuan Keterangan HEMATOLOGI

(4)

Darah Perifer Lengkap Hemoglobin 9,5 13-16 g/dL Hematokrit 29,1 40-48 % ↓ Eritrosit 3,17 4,5-5,5 106/µL ↓ MCV 91,8 82-92 fL N MCH 30,0 27-31 pg N MCHC 32,6 32-36 mg/dL N Trombosit 398 150-400 103/µL N Leukosit 7,17 5,00-10,00 103/µL N HEMOSTASIS PT 10,9 (11,5) 9.8-12.6 detik N APTT 40,6 (31,9) 31-47 detik N KIMIA KLINIK SGOT 17 <33 U/L N SGPT 14 <50 U/L N Ureum 29 <50 mg/dL N Kreatinin 1,80 0.8-1.3 mg/dL ↑ GDS 86 70-140 mg/dL N Asam urat 8,1 <7,0 mg/dL ↑ ELEKTROLIT

Natrium (Na) 130 135-145 mEq/L ↓

Kalium (K) 4,4 3,5-5,5 mEq/L N

Klorida (Cl) 106 98-109 mEq/L N

Urin Lengkap (22 November 2012)

Warna kuning, keruh, berat jenis 1,020, pH 6,0. Leukosit 45-50 /LPB, eritrosit 20-25 /LPB, silinder hyalin 0-1 /LPK, sel epitel 1+, kristal negatif, bakteria positif. Protein 1+, glukosa negatif, keton negatif, darah 3+, bilirubin negatif, urobilinogen 3,2 µmol/L, nitrit positif, leukosit esterase 3+.

(5)

5

Deskripsi: tulang dan jaringan lunak baik, sudut kostofrenikus tajam, diafragma licin, CTR <50%, hilus tidak menebal, corakan bronkovaskular baik, trakea ditengah, tidak terdapat infiltrat.

(6)

Deskripsi: lemak properitoneal baik; distribusi udara usus tersebar sampai ke distal, tak tampak dilatasi abnormal; kontur ginjal kanan baik, kiri samar; tampak bayangan radioopak di hemiabdomen kanan setinggi vertebra L1-2 proyeksi ginjal kanan; garis psoas simetris; tulang-tulang kesan baik; terpasang nefrostomi kanan dengan tip setinggi paravertebra L2 kiri proyeksi ginjal kanan, tampak terpasang kateter DJ stent kiri dengan ujung proksimal di paravertebra L2, proyeksi UPJ kiri atau proksimal ureter kiri dan ujung distal di uretra; terpasang nefrostomi kiri di hemiabdomen kiri dengan tip setinggi paravertebra L1 pada proyeksi ginjal kiri. Kesimpulan: nefrolitiasis kanan, nefrostomi kanan kiri, DJ stent kiri.

(7)

7 Pemeriksaan USG Ginjal (30 Agustus 2012)

(8)

Deskripsi: Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal, diferensiasi korteks dan medula jelas, sistem pelviokalises tidak jelas melebar, tampak batu multipel di pelvis renalis dengan diameter terbesar 2,32 cm, tampak lesi kistik di pole atas dengan ukuran terbesar 2,7x2,9 cm, tampak terpasang stent. Ginjal kiri: bentuk dan ukuran normal, korteks menipis, sistem pelviokalises melebar, tampak batu multipel di pelvis renalis dengan diameter terbesar 1,27 cm, tampak terpasang stent. Vesika urinaria: bentuk dan ukuran normal, dinding tidak menebal, tak tampak batu/sludge, tampak terpasang stent. Kelenjar prostat tak tampak kelainan. Kesimpulan: nefrolithiasis multipel bilateral, hidronefrosis kiri, simple cyst ginjal kanan, terpasang stent di kedua ginjal dan di buli.

(9)
(10)

Diagnosis

Batu cetak ginjal kanan post PCNL H+0.

Tatalaksana

• Monitor tanda vital, status lokalis, dan produksi nefrostomi. • IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam.

• Cefoperazone sulbactam 2x1g IV • Tramadol 3x100 mg IV

• Vit K 3x1 • Vit C 1x1

• Transamin 3x500 mg IV

• Cek DPL, elektrolit post operasi. • Analisa batu.

(11)

11 Prognosis

Quo ad vitam: bonam

Quo ad functionam: dubia at bonam Quo ad sanactionam: dubia at bonam

(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi

Gambar 1. Struktur organ pada sistem urinari.1

Etiologi dan Epidemiologi

Penyakit batu merupakan penyakit saluran kemih tersering, terjadi pada satu dari delapan pria kulit putih setelah usia 70 tahun. Penyakit ini umum ditemukan pada usial >20 tahun dengan puncak insidensi di usia 40-60 tahun dan tiga kali lebih sering pada pria dibandingkan dengan pada wanita. Pada pasien yang sudah mengalami batu, resiko terjadinya rekurensi pembentukan batu dalam 5 tahun mencapai 50%. Kesuksesan tatalaksana batu ditentukan oleh managemen akut dan jangka panjang.2,3,4

(13)

Teori yang menjelaskan batu saluran kemih masih belum sempurna. Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi urin. Supersaturasi urin bergantung pada pH urin, kekuatan ion, konsentrasi cairan, dan pembentukan kompleks dengan komponen lain. Peran konsentrasi cairan jelas, dimana semakin besar konsentrasi 2 ion, semakin mungkin ion-ion tersebut mengendap dan menginisiasi pembentukan kristal.2

Teori nukleasi menyatakan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang terdapat di urin yang supersaturasi. Namun, ditemukan bahwa pasien dengan batu dapat menunjukkan hasil yang normal pada pemeriksaan urin. Teori kristal inhibitor menyatakan bahwa batu terjadi akibat tidak adanya atau rendahnya konsentrasi inhibitor batu yang secara alami ada di dalam tubuh, termasuk magnesium, sitrat, dan pirofosfat.2

(14)

Jenis-jenis batu:2,3

• Batu kalsium: batu kalsium merupakan jenis batu yang paling sering terjadi. • Batu non-kalsium:

1. Batu struvit: tersusun atas magnesium, ammonium, dan fosfat, umumnya ditemukan pada wanita, berbentuk staghorn, jarang di ureter.

2. Batu asam urat: menyebabkan <5% batu saluran kemih, umumnya ditemukan pada pria. Pasien dengan gout, penyakit mieloproliferatif, kehilangan berat badan mendadak, dan yang mendapat tatalaksana untuk keganasan memiliki insidensi yang lebih tinggi mengalami batu asam urat. Namun, sebagian besar pasien dengan batu asam urat tidak mengalami hiperurisemia. Peningkatan asam urat dapat terjadi akibat dehidrasi atau konsumsi purin yang tinggi.

3. Batu sistin: sistin lithiasis umumnya sekunder akibat inborn error of metabolism yang berakibat terjadinya absorpsi abnormal di mukosa intestinal dan absorpsi tubulus renalis.

4. Batu xantin: terjadi akibat defisiensi xanthine oxidase kongenital.

5. Batu indinavir: indinavir merupakan protease inhibitor yang paling umum menyebabkan batu radiolusen pada sekitar 6% pasien yang mendapat obat ini.

(15)

Gejala dan Tanda 1. Nyeri

Nyeri yang berasal dari ginjal dapat bersifat kolik maupun nonkolik. Kolik renal umumnya disebabkan oleh regangan pada sistem kolektikus atau ureter (umumnya akibat passing stone). Obstruksi traktur urinarius merupakan mekanisme utama penyebab kolik renal. Nyeri nonkolik terjadi akibat distensi kapsul renalis. Gejala ini dapat saling tumpang tindih dan sulit dibedakan.2,4

Mekanisme lokal seperti inflamasi, edema, hiperperistaltis, dan inflamasi mukosa dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan pasien. Di ureter, nyeri lokal dapat dialihkan ke distribusi saraf ilioinguinal dan cabang genital dari nervus genitofemoral. Beratnya nyeri dan lokasi nyeri dipengaruhi oleh ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi, onset obstruksi, dan variasi anatomi individu. Batu ureter kecil umumnya disertai nyeri yang berat, sedangkan batu cetak umumnya disertai nyeri yang tumpul atau rasa tidak nyaman di

ginjal.2,4

Batu di kaliks ginjal dapat menyebabkan obstruksi. Nyeri bersifat tumpul di pinggang dengan intensitas yang bervariasi. Nyeri dapat muncul setelah konsumsi cairan dalam jumlah banyak. Adanya infeksi atau inflamasi di kaliks yang menyertai obstruksi dapat memperberat persepsi nyeri.2

Batu di pelvis dengan diameter >1 cm umumnya menyumbat UPJ (ureteropelvic junction), umumnya menyebabkan nyeri hebat di sudut kostovertebra. Nyeri dapat bersifat tumpul hingga tajam. Umumnya gejala muncul intermiten, mengikuti konsumsi air dalam jumlah banyak. Batu cetak (staghorn) di pelvis ginjal tidak selalu obstruktif, sehingga pasien jarang merasakan nyeri pinggang.2

Batu di ureter proksimal dan midureter umumnya menyebabkan nyeri yang berat dan tajam. Nyeri dapat memberat dan intermiten saat batu berjalan ke distal ureter dan menyebabkan obstruksi intermiten. Batu yang tersangkut dilokasi tertentu dan menyebabkan obstruksi parsial menyebabkan nyeri yang lebih ringan. Nyeri akibat batu ureter umumnya terkait dermatom dan persarafan spinal. Nyeri akibat batu di ureter proksimal umumnya menjalar ke regio lumbar. Batu di medial ureter umumnya menyebabkan nyeri yang menjalar ke kaudal dan anterior ke abdomen bagian

(16)
(17)

Batu di ureter distal umumnya menyebabkan nyeri yang menjalar ke kemaluan (ke skrotum pada pria, dan ke labia pada wanita). Nyeri alih ini umumnya dari cabang ilioinguinal atau genital dari nervus genitofemoral.2

2. Hematuri

Gambar 2. Penjalaran nyeri sesuai posisi batu di ureter.2

Urinalisis lengkap dapat membantu konfirmasi diagnosis batu saluran kemih dengan menilai adanya hematuri, kristaluri, dan pH urin. Pasien dapat mengalami gross hematuri intermiten atau urin berwarna seperti teh. Sebagian besar pasien mengalami mikrohematuri.2,3,4

3. Infeksi

Batu struvit (amonium fosfat) umumnya dikaitkan dengan infeksi proteus, pseudomonas, klebsiella, dan stafilokokus. Batu ini bahkan disebut infection stone. Batu kalsium fosfat adalah batu lain yang dikaitkan dengan infeksi. Semua batu dapat dihubungkan dengan infeksi akibat obstruksi dan stasis di proksimal batu.2,3

4. Demam

Demam terkait obstruksi saluran kemih umumnya menunjukkan butuhnya dekompresi. Hal ini dapat dicapat dengan pemasangan kateter retrograde (mis: double-J kateter). Jika manipulasi retrograde gagal, pemasangan nefrostomi perkutaneus dibutuhkan.2

5. Mual dan muntah

Obstruksi traktus proksimal umumnya dikaitkan dengan mual dan muntah. Dapat dibutuhkan cairan intravena untuk mengembalikan keadaan euvolemik. Namun, cairan

(18)

intravena tidak boleh digunakan untuk meningkatkan diuresis sebagai usaha untuk mendorong batu ureter turun ke distal.2,3,4

Diperlukan riwayat yang tepat dari pasien. Nyeri harus dievaluasi, termasuk onset, karakter, radiasi, dan aktivitas yang dapat memperberat atau memperingan nyeri, mual dan muntah, hematuri, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Pasien dengan riwayat batu sebelumnya umumnya mengalami nyeri yang sama dengan sebelumnya, namun hal ini t idak selalu terjadi.2

Faktor Resiko

1. Kristaluri merupakan faktor resiku untuk batu. Produksi kristal ditentukan oleh saturasi garam dan konsentrasi inhibitor dan promoter di urin. Masing-masing kristal memiliki bentuk yang berbeda.2

2. Diet intake sodium yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan sodium urin, kalsium, dan pH, dan penurunan ekskresi sitrat. Hal ini meningkatkan kemungkinan kristalisasi garam kalsium akibat peningkatan saturasi monosodium urat dan kalsium fosfat. Intake cairan dan urin output dapat mempengaruhi batu saluran kemih. Urin output rerata harian pada pasien yang mengalami batu adalah 1,6

L/hari.2,3

3. Pekerjaan tenaga medis dan pekerja kantoran memiliki insidensi batu yang lebih tinggi dibandingkan buruh. Hal ini diduga akibat perbedaan aktivitas fisik dimana aktivitas fisik dapat memicu lepasnya agregat kristal. Individu yang terekspose pada suhu tinggi juga lebih cenderung mengalami peningkatan konsentrasi akibat dehidrasi.2 4. Iklim individu yang tinggal di iklim panas lebih rentan mengalami dehidrasi yang

meningkatkan insiden batu saluran kemih, khususnya batu asam urat. Disamping itu, iklim panas juga mengakibatkan paparan ultraviolet lebih tinggi produksi vitamin D meningkat ekskresi kalsium dan oksalat meningkat.2,3

5. Riwayat keluarga pasien dengan batu saluran kemih dua kali lebih mungkin memiliki riwayat keluarga dengan batu saluran kemih. Pasien dengan riwayat keluarga memiliki peningkatan insidensi terjadinya batu saluran kemih yang dini dan berulang.2

(19)
(20)

Pemeriksaan Radiologi

1. CT noncontras CT scan merupakan modalitas pilihan untuk pasien dengan kolik renal. Pemeriksaan ini memberi hasil yang lebih cepat, menunjukkan struktur peritoneal dan retroperitoneal lainnya, menentukan volume batu cetak dengan tepat, dan membantu saat diagnosis masih belum jelas. Pemeriksaan ini tidak subjektif bergantung pada pemeriksa dan tidak membutuhkan kontras intravena.2,3

2. Intravenous pyelography menujukkan nefrolithiasis dan anatomi traktus urinarius bagian atas, dapat diinterpretasi oleh sebagian besar klinisi. Persiapan yang tidak adekuat dapat menyebabkan hasil yang diperoleh kurang baik.2

3. Foto BNO dan USG kedua pemeriksaan ini dapat sama efektifnya dengan IVP dalam menegakkan diagnosis. Ureter distal dapat divisualisasi dengan baik pada kandung kemih yang penuh.2

4. Retrograde pyelography pemeriksaan ini kadang dibutuhkan untuk menggambarkan trakturs bagian atas dann melokalisasi batu berukuran kecil.2

(21)

Pedoman penatalaksanaan batu cetak ginjal / staghorn

Belum ada kesepakatan mengenai definisi batu cetak ginjal. Definisi yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Batu cetak parsial adalah batu yang menempati sebagian cabang collecting system. Batu cetak komplit adalah batu ginjal yang menempati seluruh collecting system.3,5

Pengangkatan seluruh batu bertujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya, serta menjaga fungsi ginjal. Batu ginjal yang tidak diterapi akan menyebabkan kerusakan anatomi dan fungsi ginjal. Terapi yang digunakan untuk batu cetak ginjal:5

1. PCNL monoterapi

2. Kombinasi PCNL dan ESWL 3. ESWL monoterapi

4. Operasi terbuka

5. Kombinasi operasi terbuka dan ESWL

Terapi konservatif pada pasien dengan batu cetak ginjal meningkatkan resiko kehilangan ginjal dan kematian hingga 30%. Penanganan ideal batu cetak ginjal terdiri atas tiga tahapan. Pertama, complete surgical removal dari seluruh batu sangat esensial. Jika masih terdapat sisa batu, urea-splitting bakteriuri tetap terjadi dan dapat menyebabkan pertumbuhan batu kembali. Kedua, abnormalitas metabolik yang ada harus diidentifikasi dan ditangani dengan tepat. Ketiga, abnormalitas anatomi yang dapat menyebabkan stasis saluran kemih harus diatasi.3

Ketika PNL dibandingkan dengan SWL monoterapi pada penangan batu cetak ginjal, stone free rate pada PNL dengan atau tanpa SWL adalah 84,2%, sedangkan pada SWL monoterapi adalah 51,2%. Penanganan pasien dengan batu cetak ginjal dengan pendekatan kombinasi harus dilakukan perkutaneus secara primer dan SWL hanya digunakan sebagai tambahan untuk meminimalisasi jalur akses yang dibutuhkan.3

Perkutaneus nefrostomi merupakan tumpuan dari seluruh prosedur perkutaneus di saluran kemih bagian atas. Pendekatan perkutaneus menyediakan rute yang nyaman untuk diagnosis kelaianan saluran kemih atas. Fungsi utama dari nefrostomi postprosedur adalah untuk drainase urin dari struktur yang masih mengalami ekspansi dan inflamasi akut akibat prosedur. Selain itu, nefrostomi juga dengan cepat mendrainase darah dalam urin sebelum klot penyebab obstruksi

(22)

terbentuk dan juga berperan untuk menyerap perdarahan postoperatif.3 Secara umum pemasangan nefrostomi bertujuan untuk:6

• Mengeluarkan batu ginjal

• Mendapat akses langsung ke traktus urinarius bagian atas untuk berbagai prosedur urologis • Mendiagnosis obstruksi ureter, filling defect, dan kelainan lain melalui radiografi

anterograde

• Mengalirkan agen kemoterapi ke collecting system ginjal

• Menyediakan profilaksis setelah reseksi untuk kemoterapi lokal pada pasien dengan tumor pelvis ginjal

Beberapa indikasi untuk pemasangan nefrostomi:6

Obstruksi saluran kemih atas baik akut maupun kronik dimana akses ke ginjal dari saluran kemih bawah sulit akibat adanya batu, tumor, dan kelainan anatomis.

Peningkatan serum kreatinin dan drainase urin melalui ureter tidak dapat dilakukan.

Gangguan pelvis ginjal (obstruksi UPJ, ginjal tapal kuda, dupleks ureter, fisura ureter, double renal collecting system).

Hidronefrosis pada renal transplant allograft.

Tatalaksana batu cetak ginjal (yang akan dilakukan perkutaneus nefrolitotomi).

Batu atau tumor dengan obstruksi distal atau benda asing yang tidak dapat dikeluarkan melalui ureter.

(23)

BAB 3 PEMBAHASAN

Batu cetak ginjal kanan post PCNL H+0

• Anamnesis: nyeri pinggang ada, riwayat kencing berpasir ada, kencing kemerahan ada. Sudah menjalani operasi PCNL untuk batu ginjal kiri 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat penyakit asam urat tidak ada, penyakit yang sama di keluarga tidak ada. Minum kopi atau teh 1-2 gelas kecil per hari, konsumsi cairan sekitar 1,5 L/hari.

• Pemeriksaan Fisik: bimanual abdomen tidak teraba massa, punggung tidak ada nyeri ketok CVA, terpasang nefrostomi tertutup verban di kanan, produksi 100 cc/24 jam, warna kuning kemerahan, terpasang kateter folley produksi 600 cc/12 jam, kuning jernih.

• Pemeriksaan penunjang: anemia (Hb 9,5 g/dL), kreatinin meningkat (1,8 mg/dL), asam urat meningkat (8,1 mg/dL), urinalisis: urin kuning keruh, pH 6,0, le 45-50 /LPB, eri 20-25 /LPB, kristal negatif, protein 1+, nitrit positif, leukosit esterasi 3+. BNO (15/09/2012): nefrolitiasis kanan. USG ginjal (30/08/2012): nefrolitiasis multipel bilateral.

• Diagnosis: batu cetak ginjal kanan post PCNL H+0. • Tatalaksana:

o Monitor tanda vital, status lokalis, dan produksi nefrostomi.

o IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam. o Cefoperazone sulbactam 2x1g IV o Tramadol 3x100 mg IV

o Transamin 3x500 mg IV

o Cek DPL, elektrolit post operasi. o Analisa batu.

o Edukasi pencegahan terjadinya batu berulang

Pada pasien dalam kasus ditemukan bahwa pasien adalah pria, usia 41 tahun. Hal ini sesuai dengan data epidemiologi dimana pria lebih sering mengalami batu saluran kemih, dengan puncak insidensi pada usia 40-60 tahun. Faktor resiko yang dapat ditemukan pada pasien adalah hiperurisemia, konsumsi cairan <2 L/hari, tinggal di iklim tropis. Keluhan yang dirasakan pasien

(24)
(25)

yaitu nyeri pinggang yang tumpul, tidak terlalu berat. Pada pasien juga ditemukan adanya hematuria dan kencing berpasir.2,3,4

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan serum kreatinin (1,8 mg/dL CrCl 42,01 mL/menit CKD stage 3). Hal ini menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal pada pasien. Hal ini perlu diperhatikan sehingga dalam tatalaksana yang direncanakan dapat dicegah penurunan fungsi ginjal yang lebih berat. Pada urinalisis, ditemukan adanya bakteri, nitrit, dan leukosit esterase, namun pada pemeriksaan darah tidak terdapat leukositosis. Pasien juga tidak mengalami demam. Hasil urinalisis ini dapat dipengaruhi oleh batu ginjal pada pasien. Adanya bakteriuri ini harus diperhatikan sehingga tidak berkembang menjadi infeksi saluran kemih dan sepsis.2,4

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien sudah tepat untuk mendukung diagnosis, yaitu BNO, USG, dan CT urografi. Pada pasien juga dilakukan pemasangan nefrostomi. Pemasangan nefrostomi yang dilakukan sudah sesuai indikasi, yaitu untuk menyediakan akses untuk prosedur urologis dan untuk drainase urin dari ginjal yang baru dilakukan prosedur, dalam kasus ini prosedur PCNL. Pemilihan prosedur PCNL untuk evakuasi batu cetak pada pasien juga sudah tepat sesuai dengan rekomendasi yang ada.2,3,5

(26)

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. Schwartz’s principles of surgery. 8th Edition. New York: McGraw-Hill. 2007.

2. Stoller ML. Urinary stone disease. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smith’s general urology. 17th Edition. New York: McGraw-Hill Medical. 2008. p. 246-77.

3. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh urology. 9th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.

4. Wolf JS. Nephrolithiasis. Jan 2012. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/437096-overview [cited: 07 Desember 2012 pukul 21.05]

5. Sumardi R, et al. Guidelines Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran Kemih 2007. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2007.

6. Hautmann SH. Nephrostomy. Dec 2011. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/445893-overview [cited: 07 Desember 2012 pukul 22.45]

Gambar

Gambar 1. Struktur organ pada sistem urinari. 1
Gambar 2. Proses pembentukan batu. 3
Tabel 1. Komposisi batu dan persentase kejadian. 3
Gambar 2. Penjalaran nyeri sesuai posisi batu di ureter. 2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pengolahan pada dataset kelompok pertama memiliki ukuran data KRS oleh kelompok mahasiswa atau data pengambilan mata kuliah oleh kelompok mahasiswa (pada

mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu dan grafik 2 mengenai Social stories mengucapkan terima kasih ketika diajari oleh orang lain diketahui bahwa nilai median pada

Segala puji ucapan syukur kepata Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa mempimpin, dan karena kasih karuania-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

Konsep merupakan unsur penting dalam penelitian, keberhasilan suatu penelitian antara lain bergantung pada sejauh mana kita mendefenisikan konsep dapat diartikan sebagai defenisi

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas stake holde r yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Badan

Berdasarkan hasil penelitian Respon Benih dan Pertumbuhan Awal Tanaman Tomat terhadap Konsentrasi dan Lama Perendaman asam klorida (HCl) yang telah dilakukan dengan

Hasil penelitian menunjukkan, perbedaan hasil pewarnaan antara cotton combed, tetoron cotton dan polyester campuran menggunakan fabric crayon hasil yang terbaik yaitu

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, terdapat sepuluh fungsi yang berkaitan dengan sistem informasi akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas Paroki Santo Antonius Padua Kendal,