• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agent-Based Software Engineering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agent-Based Software Engineering"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agent-Based Software Engineering

Agen pintar (intelligent agents) dan sistem berbasiskan agen telah banyak dikenal dalam penelitian bidang kecerdasan buatan. Dewasa ini, kedua hal tersebut semakin banyak dikenal dan meluas aplikasinya ke dalam pengembangan rekayasa perangkat lunak. Melalui agen, pengembang dapat lebih mudah memodelkan, mendesain dan membangun sistem (Nowostawski, 2000). Rekayasa perangkat lunak tradisional dapat menangani data dan informasi. Data didefinisikan sebagai urutan simbol yang dikuantifikasikan atau dapat dikuantifikasikan. Di lain pihak, informasi adalah data yang mempunyai pola arti tertentu. Knowledge adalah kemampuan menggunakan informasi. Kemampuan menggunakan informasi adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari paradigma multiagent system. Agen yang berfungsi untuk berinteraksi dan bekerja secara proaktif harus mampu memanfaatkan informasi dalam area permasalahannya. Jennings (2000) mengartikan agen sebagai sistem komputer terenkapsulasi yang disituasikan dalam beberapa lingkungan serta dapat beradaptasi dan berotonomi dalam lingkungan tersebut untuk mencapai tujuan perancangannya.

Melalui agen entitas, pemecahan masalah dapat dengan jelas diidentifikasi dengan batas dan interface yang terdefinisi baik (well defined). Agen didesain untuk memenuhi kegunaan tertentu, dengan tujuan khusus. Selain itu agen dapat disituasikan dalam lingkungan tertentu. Untuk itu, agen akan menerima input yang berhubungan dengan keadaan lingkungannya melalui sensor dan beraksi dalam lingkungannya melalui efektor. Agen bersifat otonomi dikarenakan agen tersebut mempunyai kendali baik melalui keadaan internalnya atau melalui aktifitasnya. Agen juga mempunyai fleksibilitas yang baik untuk penyelesaian masalah. Agen mampu bersifat reaktif untuk merespon perubahan yang terjadi dalam lingkungannya dan beraksi sebagai langkah antisipasi untuk mencapai tujuannya. Dalam satu komunitas, agen-agen dapat saling berinteraksi, berkoordinasi dan bernegoisasi satu sama lain dalam menjalankan pekerjaannnya. Hal ini disebut sebagai multiagent system. Parunak (1998) menggambarkan

(2)

bagaimana agen-agen saling berkomunikasi dan membagi dalam satu lingkungannya, seperti yang dideskripsikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Sistem multiagen (Parunak, 1998)

2.2. Klasifikasi Agen

Menurut Martin (2001), agen dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan karakteristik yang dimilikinya yaitu :

1. Collaborative Agent : Agen yang memiliki kemampuan melakukan

kolaborasi dan koordinasi dengan agen lain dalam kerangka Multi Agent System (MAS).

2. Interface Agent : Agen yang memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan user, melakukan fungsi kendali (monitoring) dan pembelajaran (learning) untuk memenuhi kebutuhan user.

3. Mobile Agent : Agen yang memiliki kemampuan untuk bergerak dari

suatu tempat ke tempat lain, secara mandiri melakukan tugas di tempat barunya tersebut, dalam lingkungan jaringan komputer.

(3)

2.3. Karakteristik Agen

Terdapat beberapa karakteristik agen seperti yang dikemukakan oleh Odell (2000). Karakteristik yang dikemukakan merupakan perpaduan dengan konsep yang dikemukakan oleh Parunak (1998).

1.Otonomi

Agen mampu memulai aksi secara independen dari entiti lainnya. Untuk tingkat tertentu, agen bahkan dapat beroperasi tanpa adanya interfensi dari luar secara langsung.

Terdapat dua macam otonomi yang ada, yaitu :

- Otonomi dinamik. Arti dari otonomi dinamik adalah agen tidak hanya mampu bereaksi berdasarkan pemanggilan metode tertentu saja melainkan mampu beradaptasi sesuai lingkungannya. Dalam otonomi dinamik dikenal adanya agen yang proaktif dan pasif. Dalam sistem multiagen, agen-agen dapat berinteraksi secara paralel. Sebuah agen dapat memutuskan kapan harus ”pergi”.

- Otonomi non deterministik

Otonomi non deterministik menunjukkan sifat agen yang bereaksi sesuai prediksi ataupun tidak terprediksi. Sebagai contoh dalam sistem agen untuk pembelanjaan, seorang pelanggan tidak dapat diprediksikan kapan akan membeli barang tertentu. Agen dapat memutuskan ”tidak” melakukan interaksi.

2. Interaktif

Interaksi adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan lingkungan dan entitas lain. Interaksi juga dapat diekspresikan dalam derajat seperti yang terlihat pada Gambar 2.

(4)

Dalam gambar terlihat bahwa interaksi dasar terjadi seperti dalam pemanggilan metode dalam objek. Dalam sistem multiagen, interaksi dengan derajat tertinggi terjadi secara paralel antara satu agen dengan yang lainnya. Oleh karena itu, agen-agen dalam sistem multiagen dapat dianggap sebagai masyarakat yang melakukan interaksi sosial.

Dalam melakukan interaksinya komunikasi yang dilakukan agen dapat menggunakan metode pemanggilan seperti dalam orientasi objek. Akan tetapi, dalam aplikasi berbasis agen, konten message lebih ditekankan. Dalam sistem agen, komunikasi digunakan dengan format yang terdapat pada Agent Communication Language (ACL)

2.4. Sistem Penunjang Keputusan Berbasis Agen

Dalam rekayasa pengetahuan (knowledge engineering), agen menawarkan fleksibilitas untuk integrasi berbagai sistem pemrosesan yang berbeda menjadi satu sistem tunggal. Agen dan bidang kecerdasan buatan merupakan hal yang saling berkaitan. Sistem multiagen sesuai untuk sistem terdistribusi dan sistem yang membutuhkan penalaran seperti halnya dalam SPK. Agen yang berkaitan dalam SPK seharusnya mampu melakukan hal-hal berikut ini (Sebestyénová, 2007):

1. Perencanaan untuk mencapai suatu tujuan

2. Pemodelan lingkungan untuk bereaksi sesuai situasi yang ada 3. Penalaran dan akting

4. Koordinasi antar agen

5. Penyelesaian konflik (diawali dengan pendeteksian konflik).

Dalam membangun sebuah sistem multiagen, perancang aplikasi harus mengerti beberapa hal berikut yaitu: (1) bagaimana agen dan teknik dalam sistem cerdas dapat diaplikasikan dalam domain permasalahan, (2) kompetensi yang dibutuhkan agen, serta (3) teknik yang diperlukan untuk mengimplementasikan kompetensi tersebut. Secara garis besar, dalam sistem multiagen dilakukan beberapa hal sebagai berikut :

(5)

2. Menentukan kompetensi inti yang memenuhi tanggung jawab yang sesuai.

3. Memilih teknik untuk memenuhi tiap-tiap kompetensi.

Berdasarkan tanggung jawab yang telah ditentukan, maka sistem berbasis agen dapat berupa sistem heterogen atau sistem homogen. Dalam sistem heterogen, setiap tanggung jawab agen memiliki tanggung jawab yang berbeda, sedangkan sistem yang homogen tiap tanggung jawab dalam agen berbagi tujuan yang sama.

2.5. Agen-based Human Computer Interaction

Menurut Krauth (2007), sistem yang dibangun dengan pendekatan agen dapat meningkatkan interaksi manusia dan komputer. Interaksi tersebut merupakan aspek penting mengingat proses pengambilan keputusan adalah kombinasi antara pembuat keputusan dan SPK berbasis model yang masing-masing bekerja secara individu. SPK dapat memproses sejumlah informasi dalam jumlah besar. Di lain pihak, pembuat keputusan dapat beradaptasi lebih baik apabila menghadapi keadaan di luar kendalinya. Dengan mengetahui polah tingkah user, agen dapat memperoleh informasi mengenai context-sensitive sehingga komputer tidak hanya mampu sebagai penghitung handal, akan tetapi juga sebagai asisten pembuat keputusan. Berdasarkan hal tersebut, agen dapat melakukan dan memberikan hasil negoisasi, pencarian dan perhitungan dalam cara yang proaktif. Hal ini terbukti mampu mengurangi usaha kognitif yang harus dikeluarkan oleh user. Pembebanan tugas antara komputer dan manusia dapat diubah untuk memaksimumkan kinerja pengambilan keputusan. Jika pada awalnya user melakukan tugas-tugas rutin dan komputer melakukan perhitungan yang sulit, maka dengan teknologi agen, tugas rutin dapat dilakukan komputer dan user terlibat dalam situasi yang tidak rutin. Melalui agen, pembagian tugas dilakukan dengan mengombinasikan kekuatan yang ada pada manusia dan komputer dalam pengambilan keputusan.

2.6. Java dalam Agent-based Sofware Engineering

Pemilihan bahasa pemrograman adalah penting mengingat karakteristik sistem yang akan dibangun. Walaupun bahasa pemrograman hanyalah

(6)

sekumpulan aturan-aturan formal untuk mengekspresikan algoritme, akan tetapi masing-masing bahasa pemrograman mempunyai karakteristik dan kemampuan berbeda-beda.

Java adalah bahasa pemrograman yang open source dan bebas platform. Komunitas pengguna Java menawarkan berbagai library atau rutin yang siap pakai. Java sangat sesuai untuk aplikasi yang membutuhkan komputasi tinggi dikarenakan aritmatikanya berdasarkan 64 bit, jumlah presisi numerik yang terbaik yang tersedia saat ini (Horstmann et al, 2001).

2.7. Java Agent Development Framework (JADE )

JADE adalah sebuah perangkat lunak yang diperuntukkan bagi pembangunan aplikasi berbasis multiagen dan aplikasi tersebut mengikuti standar yang dikeluarkan oleh Foundation for Intelligent Physical Agent (FIPA). Dalam JADE terdapat dua produk utama, yaitu platform agen dengan standar FIPA dan paket-paket untuk membangun agen Java.

Paket-paket utama yang terdapat dalam JADE adalah : 1. jade.core

Dalam paket ini dilakukan pendefinisian kelas agen, kelas behaviour dan interaksi antar agen. Behaviour adalah operasi yang dapat dilakukan agen dan didefinisikan oleh programmer dengan mengikuti standar FIPA. Dalam JADE juga disediakan kumpulan behaviour standar. Behaviour tersebut terdapat di dalam sub paket jade.core.Behaviour.

2. jade.lang.acl

Sub paket ini disediakan untuk memproses Agent Communication Language (ACL) berdasarkan standar spesifikasi FIPA.

3. jade.content

jade.content adalah paket berisi sekumpulan kelas untuk mendukung ontologi dan bahasa konten yang didefinisikan oleh user. Untuk bahasa SL, terdapat sub paket jade.content.lang.sl yang berisi kode bahasa SL baik parser maupun encoder-nya.

(7)

Paket ini berisi semua kelas Java yang merepresentasikan entiti Agent Management. Termasuk di dalamnya agen Management Service dan agen Directory Facilitator.

5. jade.gui

jade.gui adalah paket-paket yang berisi kelas-kelas untuk membangun tampilan antar muka grafis, mengedit Agent-Identifier, deskripsi agen dan pesan ACL.

6. jade.proto

Paket ini berisi kelas-kelas untuk memodelkan protokol interaksi standar yang didefinisikan dalam FIPA. Selain itu terdapat kelas lain untuk membantu programmer dalam mendefinisikan protokolnya sendiri.

2.7.1. Agent Platform

Platform agen standar memiliki bagan sebagai berikut :

Gambar 3 Arsitektur platform agen dengan standar FIPA

AMS adalah agen yang bertindak sebagai supervisor pengontrol. Hanya ada satu AMS dalam satu platform. AMS menyediakan layanan siklus hidup agen, memelihara direktori Agent Identifier (AID) dan keadaan agen. Tiap agen harus terdaftar dalam AMS untuk mendapatkan AID yang valid. Directory Facilitator (DF) adalah agen yang menyediakan layanan yellow page dalam platform. Message Transport System juga disebut Agent Communication Channel (ACC)

(8)

yang merupakan software pengontrol pertukaran pesan antar platform termasuk pertukaran pesan ke dan dari platform lain.

Berdasarkan spesifikasi FIPA, agen DF dan DMS berkomunikasi menggunakan bahasa konten FIPA-SL0, ontologi FIPA-AGENT-MANAGEMENT dan protokol interaksi FIPA-Request.

2.7.2. Siklus hidup agen

Agen dapat mempunyai keadaan berdasarkan siklus hidup yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Siklus hidup sistem berdasarkan standardisasi FIPA

2.8. Foundation for Intelligent Physical Agent (FIPA)

FIPA adalah organisasi yang mengeluarkan teknologi berbasis agen dan standarisasi komunikasi antara teknologi berbasis agen dengan teknologi lain. Spesifikasi FIPA merepresentasikan sekumpulan standar yang mengatur operasi antar agen yang berbeda. Terdapat 25 standar yang terbagi menjadi beberapa kategori dikeluarkan FIPA (www.fipa.org). Kategori tersebut di antaranya : komunikasi agen, transport agen dan manajemen agen. Di antara kategori ini, komunikasi agen merupakan kategori inti dari sistem berbasis multiagen.

(9)

2.8.1. Agent Communication Language (ACL)

ACL didasarkan pada speech-act theory. ACL dengan standar FIPA terdiri atas header, coomunictive act yang diikuti dengan subjek aksi tersebut, misalnya permintaan (request), pengajuan (propose), pemberitahuan (inform) yang kemudian dapat digunakan untuk mengubah polah tingkah agen. ACL juag dikaitkan dengan protokol interaksi yang sudah didefinisikan dalam FIPA yang berguna untuk negoisasi antar agen. Selain ACL, terdapat standar lain yang penting dalam sistem multiagen, yaitu ontologi dan bahasa konten.

2.9. Ontologi

Sebuah ontologi mendefinisikan kamus umum bagi peneliti untuk berbagi informasi dalam sebuah domain. Di dalam ontologi termasuk di dalamnya definisi konsep dasar dalam domain dan relasi antar konsep dasar tersebut (Noy, 2000). Alasan perlunya pembangunan ontologi adalah :

1. Untuk berbagi pengertian yang sama dari struktur informasi antar orang atau agen perangkat lunak

2. Untuk kemungkinan penggunaan kembali pengetahuan domain 3. Untuk membuat asumsi domain menjadi eksplisit

4. Untuk menganalisis pengetahuan domain.

Dalam sistem kecerdasan buatan, ontologi didefinisikan sebagai sebuah deskripsi formal untuk konsep dalam sebuah domain (kelas), properti dari tiap-tip konsep yang menggambarkan fitur dan atribut konsep (slot atau properties) serta pembatasan dalam slot. Sebuah ontologi bersama-sama dengan sekumpulan instance dari kelas membentuk basis pengetahuan.

Deskripsi ontologi dapat dicontohkan adalah sebagai berikut :

1. Kelas. Kelas menggambarkan konsep dalam domain. Sebuah kelas dapat mempunyai sub kelas yang merepresentasikan kelas yang lebih spesifik. 2. Slot. Slot menggambarkan properti kelas dan instance Secara praktis,

pendefinisian ontologi berarti melakukan hal-hal berikut : - Kelas

(10)

- Mendefinisikan slot dan menentukan nilai yang diperkenankan untuk slot ini

- Mengisi isi slot untuk instance-nya.

Pembangunan ontologi dilakukan secara berulang, dimulai dari pendefinisian konsep dan slot yang awal dilanjutkan apabila diperlukan dengan perbaikan untuk pendefinisiannya.

2.10.Sistem Penunjang Keputusan Investasi Industri Biodisel Kelapa Sawit

Sistem penunjang keputusan kelayakan investasi industri biodisel (BDS) kelapa sawit merupakan aplikasi yang telah dibangun pada tahun 2005 oleh Anna Mariana. Secara garis besar sistem ini terdiri atas lima sub model yang merupakan faktor yang berpengaruh dalam investasi industri tersebut. Lima submodel tersebut adalah :

1. Submodel sumberdaya untuk menilai poyeksi ketersediaan bahan baku Crude Palm Oil yang akan dijadikan biodisel (CPO).

2. Submodel teknis produksi untuk menilai ketersediaan teknologi dan persyaratan yang diperlukan dalam mengolah bahan baku CPO menjadi biodisel.

3. Submodel pasar untuk menilai potensi pasar biodisel di dalam dan luar negeri

4. Submodel analisis finansial untuk menilai kelayakan finansial dari sisi pengeluaran, penerimaan dan biaya investasinya

5. Submodel lingkungan untuk menilai perbedaan dampak penggunaan biodisel dan solar terhadap lingkungan.

Rancang bangun SPK digunakan dan didesain menggunakan metodologi analisis deskriptif dari data sekunder pada masing-masing sub model. Keterkaitan sub model diagregasikan dengan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun melalui kaidah sistem dinamis. Gambar 5 menunjukkan hubungan antar submodel penyusun model SPK investasi industri

(11)

Keterangan SM : Submodel IK : Implikasi Kebijakan

Gambar 5 Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada industri biodisel kelapa sawit (Influence Diagram) (Mariana, 2005)

Gambar

Gambar 1 Sistem  multiagen (Parunak, 1998)
Gambar 3 Arsitektur platform agen dengan standar FIPA
Gambar 4 Siklus hidup sistem berdasarkan standardisasi FIPA
Gambar 5 Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada  industri biodisel kelapa sawit (Influence Diagram)  (Mariana, 2005)

Referensi

Dokumen terkait

dinamika psikologis pengaruh pelatihan logoanalisis terhadap peningkatkan resiliensi dan sebagai evaluasi terhadap kondisi subjek setelah pelatihan. Selain itu sebagai

Jelaskan tentang prosedur tindakan Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, berikan yang akan dilakukan, berikan kesempatan kepada klien untuk kesempatan

Pengembangan potensi wilayah Kabupaten Serang tak dapat dipisahkan sebagai bagian Pengembangan potensi wilayah Kabupaten Serang tak dapat dipisahkan sebagai

Apabila Akun Klien mencapai saldo negatif dan telah menggunakan sembilan puluh persen (90%) Bonus, semua posisi terbuka akan otomatis dihentikan. FXTM akan

menurut Teori Hierarki Pengaruh milik Shoemaker-Reese, khususnya dalam Kebijakan Redaksional Good News From Indonesia (GNFI) berupa; (1) Individu Pekerja Media

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui jenis dan komposisi substrat di ekosistem mangrove kampung nipah, rata-rata persentase jenis

Algoritma Dijkstra yang berfungsi menentukan rute terpendek dapat digunakan untuk mengatasi penentuan jalur dan halte yang akan dilalui, karena saat ini Algoritma Dijsktra

Baik nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan budaya bagi Bangsa Indonesia (Ivan Efendi, 2016). Demi melestarikan Cagar Budaya bangsa salah satunya adalah