• Tidak ada hasil yang ditemukan

Role Play.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Role Play.doc"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai perawat kita akan temui tindakan-tindakan yang akan menguji keterampilan serta kecakapan dalam melakukan tindakan, apakah itu di Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan tempat kesahatan yang lainnya. Dari tindakan tersebut kita dituntut untuk profesional agar semua tindakan yang kita lakukan tidak merugikan & berdampak buruk pada klien. Agar semua tidak terjadi maka kita wajib mengetahui prosedeur-prosedurnya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk untuk mengetahui, mempelajari dan memahami prosedur-prosedur tindakan yang akan kita lakukan di tempa-tempat kesehatan.

1.3 Rumusan masalah

Materi yang akan dipelajari pada makalah ini adalah : 1. Pemeriksaan fisik

2. Pemberian obat oral

3. Pemberian obar intramoskulel 4. Pemberian obat intravena

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang kami harapkan dari pembahasan makalah ini adalah bagi penulis dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang prosedur pemberian obat dengan intravena. Kami juga berharap bahwa makalah ini dapat dijadikan sebagai ilmu penunjang untuk mahasiswa.

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

PRINSIP DAN METODE PEMERIKSAAN FISIK

A. Pengertian Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik adalah suatu teknik pengumpulan data. Dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat

keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan

fungsional klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan

mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan. B. Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :

1. Inspeksi

Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,

simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.

2. Palpasi

Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :

· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.

· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering · Kuku jari perawat harus dipotong pendek.

· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.

Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.

(3)

Gambar 4-2 Teknik palpasi (A) Ringan (B) Dalam 3. Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.

Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk

menghasilkan suara.

Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah : Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.

Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia.

Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar.

Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.

Gambar 4‐3 Perkusi jari tak langsung.

Gambar 4‐4. Perkusi kepalan tangan. (A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral

(CVA). (B) Perkusi langsung pada CVA. 4. Auskultasi

Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan

stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.

(4)

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :

Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.

Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.

Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.

Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

C. Peralatan-perelatan dalam pemeriksaan fisik :

Gambar 4‐5 Peralatan yang digunakan selama pemeriksaan fisik: D. Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :

1. Head to toe (kepala ke kaki)

Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki. Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas.

2. ROS (Review of System / sistem tubuh)

Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem

persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus. 3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982

Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola

(5)

peran-pola berhubungan, aktifitas-peran-pola latihan, seksualitas-peran-pola reproduksi, koping-peran-pola toleransi stress, nilai-pola keyakinan.

4. DOENGOES (1993)

Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan, seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan / pembelajaran.

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPOID A. Tinjauan Teoritis Demam Typoid

1. Pengertian

“ Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran“. (Mansjoer, 2000: 432).

“ Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella thypi, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan kesadaran”. (Soegijanto, 2002: 1).

“Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus, dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh”. (Tambayong, 2000: 143).

“Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).

2. Etiologi

Menurut Lewis, Et al (2000: 192) “Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi”.

Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421) etiologi dari demam typoid adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid disebabkan oleh

organisme yang termasuk dalam spesies salmonella enteretidis bioseratife para typhi B, salmonella enteretidis bioseratife C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama salmonella paratyphi A, salmonella schottmueller dan salmonella hirscfeldii.

Menurut Ruth F, Craven dan Constance J, Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari demam typoid adalah bakteri Salmonella typhi.

3. Patofisiologi

Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang

(6)

tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.

Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid.

(Suriadi, 2001: 281).

Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam. 4. Tanda dan Gejala

Menurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda dan gejala demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah.

Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422).

Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:

a. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

b. Gangguan Pada Saluran Pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.

c. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat

(7)

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.

d. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

5. Komplikasi

Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:

a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.

b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati

menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.

Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah: a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia).

b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita. c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga.

d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif. e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa mungkin terjadi pada tes widal).

Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid.

Peningkatan uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.

Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa pemeriksaan Laboratorium melalui: 1. Pemeriksaan leukosit

Pemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.

(8)

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.

3. Biakan darah

Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid.

4. Uji widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.

Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat

adanya reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah klien. (Mansjoer, 2000: 433).

Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).

b. Aglutinin H, berasal dari rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman). c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid. Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal

Faktor yang berhubungan dengan klien:

a. Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

b. Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti

agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

d. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.

e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya

menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H

menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.

(9)

terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Copstead, et al (2000: 170) “Pilihan pengobatan mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol”.

“Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1. Perawatan

Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

2. Diet

Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid.

3. Obat

Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:

a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.

b. Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan

kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.

c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam.

d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari. e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.

f. Fluorokinolon

Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat simtomatik antara lain:

(10)

a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.

b. Kortikosteroid

Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440).

8. Prognosis

“Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7 %”. (Sjaifoellah, 1996: 441).

Sedangkan menurut Ngastiyah (2005: 236), umunya prognosis demam typoid pada anak baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti:

a. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris continue.

b. Kesadaran sangat menurun (supor, koma atau delirium).

c. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi.

B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Demam Typoid

1. Pengkajian Keperawatan Menurut Doenges (1999: 476-485) adalah: a. Aktivitas dan Istirahat.

Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit. b. Sirkulasi

Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor.

c. Integritas Ego

Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.

Tanda: Menolak, perhatian menyempit. d. Eliminasi

Gejala: Diare/konstipasi.

Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada konstipasi/adanya peristaltik.

e. Makanan/cairan

Gejala: Anoreksia, mual dan muntah.

Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat.

f. Hygiene

Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan. g. Nyeri/ kenyamanan

Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.

Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium. h. Keamanan

Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38°C-40°C, penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.

(11)

i. Interaksi Sosial

Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di alami.

j. Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus. 2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan yang muncul menurut NANDA (2001-2002) yaitu:

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat ditempat tidur/ tirah baring.

c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau output yang berlebihan akibat diare.

e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus. f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi. Intervensi:

1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.

Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses inflamasi.

2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada daerah frontal, lipat paha dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak minum.

Rasional: Membantu mengurangi demam.

3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3 jam.

Rasional: Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien. 4) Monitor penurunan tingkat kesadaran.

Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

6) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien. Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan.

5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.

Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi basil salmonella typhi.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring.

(12)

1) Berikan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berupa makanan, minuman, ganti baju dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan kuku.

Rasional: Pemberian bantuan pada klien dapat menghindari timbulnya komplikasi yang berhubungan dengan pergerakan yang melanggar program tirah baring.

2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.

Rasional: Partisipasi keluarga sangat penting untuk mempermudah proses keperawatan dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

3) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan

Rasional: Istirahat menurunkan mobilitas usus juga menurunkan laju metabolisme dan infeksi.

c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.

Intervensi:

1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.

Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan.

2) Monitor tanda-tanda vital

Rasional: Perubahan tanda vital dapat menggambarkan keadaan umum klien. 3) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.

Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan. 4) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.

Rasional: Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan cairan klien. 5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.

Rasional: Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan cairan.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.

Intervensi:

1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang sehingga dapat menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.

2) Monitor adanya penurunan berat badan.

Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat badan 500 gr/minggu.

3) Monitor lingkungan selama makan.

Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.

4) Monitor mual dan muntah.

Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi. 5) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.

Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan.

6) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. Rasional: Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi. 7) Berikan makanan yang terpilih.

(13)

Rasional: Untuk membantu proses dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.

8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.

e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus. Intervensi:

1) Monitor tanda dan gejala diare.

Rasional: Untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan. 2) Identifikasi faktor penyebab diare.

Rasional: Mengetahui penyebab diare sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.

3) Observasi turgor kulit secara rutin.

Rasional: Turgor kulit jelek dapat menggambarkan keadaan klien. 4) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare.

Rasional: Untuk membantu dalam proses penyembuhan.

5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan.

Rasional: Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi diare.

6) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal.

Rasional: Untuk melanjutkan intervensi dan pemberian obat berikutnya. 7) Evaluasi intake makanan yang masuk.

Rasional: Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien.

8) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian cairan IV. Rasional: Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan. f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus. Intervensi:

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.

Rasional: Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/ terjadi komplikasi.

2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri. Rasional: Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat (seperti stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi, serta membantu dalam membuat diagnosis dan kebutuhan terapi.

3) Beri kompres hangat pada daerah nyeri. Rasional: Untuk menghilang nyeri.

4) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik. Rasional: Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

Intervensi:

1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.

Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid. 2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien.

(14)

tanda dan gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid. 3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti. Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut.

4. Evaluasi

Evaluasi adalah usaha untuk menilai keefektifan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien dengan demam typoid.

Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi. Evaluasi:

1) Suhu tubuh dalam batas normal (36,6-37,5 C). 2) Klien tidak demam lagi.

3) Klien tidak gelisah. 4) Turgor kulit baik.

5) Kesadaran compos mentis.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring.

Evaluasi:

1) Kebutuhan mandi, makan, minum, eleminasi, ganti pakaian, kebersihan mulut, rambut, kuku dan genetalia terpenuhi.

2) Klien berpartisipasi dalam tirah baring. 3) Klien mobilisasi secara bertahap.

c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.

Evaluasi:

1) Masukan dan haluaran cairan seimbang. 2) Turgor kulit baik, membran mukosa lembab. 3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.

Evaluasi:

1) Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan. 2) Klien tidak lagi mual, dan muntah.

3) Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai saran dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

e. Diare berhubungan dengan peradangan pada usus halus. Evaluasi:

1) Tidak mengalami diare. 2) Turgor kulit baik.

f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus. Evaluasi:

1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

2) Tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat secara adekuat.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

(15)

Evaluasi:

Keluarga klien mengerti tentang penyakit anaknya.

ROLE PLAY TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK

SITUASI :

Pada suatu hari di RSMH Palembang, telah dirawat seorang pasien yang bernama Fandi, yang berumur 18 tahun di rawat di ruang

Cendrawasi. Fandi mengalami demam typoid yang mengakibatkan nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Dia selama beberapa hari harus terbaring selama beberapa hari di tempat tidurnya sebelum kondisi serta keadaannya berangsur-angsur pulih.

Suatu pagi, ada seorang perawat datang kesebuah ruangan untuk mengecek keadaan Fandi. Di sebuah ruangan itu ada juga keluarganya yang mendampingi serta menemaninya.

FASE ORIENTASI :

Ners Afif : “Assalamualaikum…” (sambil memasuki ruangan). Pak Andri : “Walaikumsalam…”

Ners Afif : “Selamat pagi pak..”. Perkenalkan, saya Ners Afif. Pada pagi hari ini, saya yang bertugas

(16)

merawat saudara Fandi. Menurut data yang saya terima bahwa anak Bapak mengalami nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.

Pak Andri : “Iya, ners.. mungkin itu yang menyebabkan Fandi kelihatan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak

bersemangat”.

Ners Afif : “Iya,pak.. Bapak jangan khawatir,, Keadaan ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami demam typoid seperti pada anak Bapak ini. Oleh karena itu saya disini akan melakukan pemeriksaan fisik terhadap anak Bapak untuk mengetahui perkembangan

keadaan tubuh anak Bapak. Pak andri : “Oh.. begitu ya??

Ners Afif : “Iya, pak”.

FASE KERJA :

Kemudian Ners Afif pun datang menghampiri Fandi dengan membawa peralatan-peralatannya untuk pemeriksaan fisik yang diletakkannya diatas meja pasien.

Ners Afif : “Assalamualaikum, selamat pagi saudara Fandi…” (mendekati Fandi)

Fandi : “Wa’alaikumsalam, selamat pagi juga”

Ners Afif : Saudara Fandi, perkenalkan saya Ners Afif.. Pada hari ini saya yang akan bertugas merawat anda. Bagaimana keadaan Fandi sekarang..??

Fandi : “Saya masih merasakan pusing dan tidak enak badan juga lesu sekali kag..

Ners Afif : “Iya.. saya akan berusaha menolong anda.. Baiklah Fandi, disini saya akan memeriksa tanda-tanda vital anda yang mana bertujuan untuk mengetahui perkembangan keadaan tubuh anda agar anda bisa cepat sembuh. Mohon bantuannya ya ndi??

Fandi : “Baik lah kak..”

Ners Afif : “Iya, sekarang kita atur dulu posisi tidurnya, tolong fandi

terlentang dan maaf saya akan menanggalkan sebagian baju anda.. Fandi : Iya.

Ners Afif : (Ners Afif memasukkan thermometer ke axsila(ketiak) bagian kiri Fandi). Fandi tolong jepit thermometer yang ada di ketiak kiri anda dengan mempertahankan posisi tangan anda. Lalu tolong tekukkan tangan kanan anda ke atas dada anda (Ners Afif memegang tangan kanan Fandi yg berada di atas dada lalu menghitung denyut nadi dan pernafasan Fandi). Apakah anda masih merasa pusing ndi?? Fandi : “Iya, kak.”

Ners Afif : (Ners Afif kemudian setelah menghitung denyut nadi dan

pernafasan fandi lalu Ners Afif mengukur tekanan darahnya). Fandi tolong anda agak naikkan baju lengan baju anda karena saya akan mengukur tekanan darah anda!!

Fandi : “Iya, baiklah”.

Ners Afif : (lalu setelah mengukur tekanan darah fandi, Ners Afif mengambil thermometer yang ada di ketiak kiri fandi tadi dan kembali

merapikan baju Fandi) FASE TERMINASI :

(17)

Ners Afif : “Baiklah Fandi, hasil pengukuran tadi yaitu ………..”

Semoga Fandi bisa cepat sembuh. Fandi : “Terima kasih kak.”

Ners Afif : “Iya, sama-sama.”

Tak lama kemudian dating seorang keluarga pasien masuk ke ruangan tempat Fandi dirawat.

Pak Andri : “Assalamualaikum..” Ners+Fandi : “Wa’alaikumsalam..”

Pak Andri : “Bagaimana keadaan anak saya sekarang ners..??

Ners Afif : “Alhamdulillah setelah di periksa ternyata keadaan anak bapak sekarang sudah agak baikan

Pak Andri : “Alhamdulillah lah jika begitu, terima kasih ya ners..”

Ners Afif : “Sama-sama, pak.. Baiklah jika begitu saya tinggal dulu. Nanti jika anak bapak membutuhkan saya silahkan panggil saya/ suster yang lain diruangan ya..??

Pak Andri : “Iya..”

Ners Afif : “Assalamualaikum..” Pak Andri : “Wa’alaikumsalam..”

PRINSIP KOMUNIKASI & ETIKA DALAM PEMBERIAN OBAT PER ORAL

1. Definisi

Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui mulut.

2. Tujuan Pemberian

a. Untuk memudahkan dalam pemberian

b. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat tersebut dapat segera diatasi

(18)

d. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan

3. Persiapan alat a) Baki berisi obat

b) Kartu atau buku berisi rencana pengobatan c) Pemotong obat (bila diperlukan)

d) Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan) e) Gelas pengukur (bila diperlukan)

f) Gelas dan air minum g) Sedotan

h) Sendok i) Pipet

j) Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak 4. Prosedur kerja

• Siapkan peralatan dan cuci tangan

• Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan, mual, muntah, adanya program tahan makan atau minum, akan dilakukan pengisapan lambung dll)

• Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat, waktu dan cara pemberian) periksa tanggal kedaluarsa obat, bila ada kerugian pada perintah pengobatan laporkan pada perawat/bidan yang berwenang atau dokter yang meminta.

• Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan ambil obat yang diperlukan)

• Siapkan obat-obatan yang akan diberikan. Siapkan jumlah obat yang sesuai dengan dosis yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat (gunakan tehnik aseptik untuk menjaga kebersihan obat).

1) Tablet atau kapsul

a) Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam mangkuk disposibel tanpa menyentuh obat.

b) Gunakan alat pemotong tablet bila diperlukan untuk membagi obat sesuai dengan dosis yang diperlukan.

c) Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk dengan menggunakan martil dan lumpang penggerus, kemudian campurkan dengan menggunakan air. Cek dengan bagian farmasi sebelum menggerus obat, karena beberapa obat tidak boleh digerus sebab dapat mempengaruhi daya kerjanya.

2) Obat dalam bentuk cair

a) Kocok /putar obat/dibolak balik agar bercampur dengan rata sebelum dituangkan, buang obat yang telah berubah warna atau menjadi lebih keruh.

b) Buka penutup botol dan letakkan menghadap keatas. Untuk menghindari kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.

c) Pegang botol obat sehingga sisa labelnya berada pada telapak tangan, dan tuangkan obat kearah menjauhi label. Mencegah obat menjadi rusak akibat tumpahan cairan obat, sehingga label tidak bisa dibaca dengan tepat.

(19)

d) Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat berskala.

e) Sebelum menutup botol tutup usap bagian tutup botol dengan

menggunakan kertas tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka kembali akibat cairan obat yang mengering pada tutup botol.

f) Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari 5 ml maka gunakan spuit steril untuk mengambilnya dari botol.

• Berikan obat pada waktu dan cara yang benar. 1. Identifikasi klien dengan tepat.

2. Menjelaskan mengenai tujuan dan daya kerja obat dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien.

3. Atur pada posisi duduk, jika tidak memungkinkan berikan posisi lateral. Posisi ini membantu mempermudah untuk menelan dan mencegah aspirasi.

4. Beri klien air yang cukup untuk menelan obat, bila sulit menelan anjurkan klien meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian anjurkan minum. Posisi ini membantu untuk menelan dan mencegah aspirasi.

5. Catat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap keluhan, dan tanda tangan pelaksana. Jika obat tidak dapat masuk atau dimuntahkan, catat secara jelas alasannya.

6. Kembalikan peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar, buang alat-alat disposibel kemudian cuci tangan.

7. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada klien.

Asuhan Keperawatan Gastritis A. Pengkajian

1. Faktor predisposisi dan presipitasi

(20)

obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada.

Faktor presipitasinya adalah kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan rokok, penggunaan obat-obatan, pola makan dan diet yang tidak teratur, serta gaya hidup seperti kurang istirahat.

2. Test dignostik

o Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya

berdarah dan letaknya tersebar.

o Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena

erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.

o Pemeriksaan radiology. o Pemeriksaan laboratorium.

a) Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik.

b) Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia

megalostatik.

c) Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin. d) Gastroscopy.

Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan)

mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.

4. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. : Tujuan :

Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan

(21)

output seimbang. Intervensi :

Kaji tanda dan gejala dehidrasi, observasi TTV, ukur intake dan out

anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml, observasi kulit dan membran mukosa, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus.

Diagnosa Keperawatan 2. : Tujuan

Gangguan nutrisi teratasi.

Kriteria Hasil :

Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas normal, bising usus normal.

Intervensi :

Kaji intake makanan, timbang BB secara teratur, berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat, auskultasi bising usus, kaji makanan yang disukai, awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin.

Diagnosa Keperawatan 3. : Tujuan :

Nyeri dapat berkurang/hilang.

Kriteria Hasil :

Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri menunjukkan angka 0.

Intervensi :

Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri, observasi TTV, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam, lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri.

Diagnosa Keperawatan 4. : Tujuan :

Keterbatasan aktifitas teratasi. Kriteria Hasil :

K/u baik, klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.

Intervensi :

Tingkatkan tirah baring atau duduk, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi pengunjung, dorong penggunaan tekhnik relaksasi, kaji nyeri tekan pada gaster, berikan obat sesuai dengan indikasi.

Diagnosa Keperawatan 5. : Tujuan :

(22)

Kurang pengetahuan teratasi. Kriteria Hasil :

Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.

Intervensi :

Kaji tingkat pengetahuan klien, beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien. D. Evaluasi

Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu : 1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi 2. Kebutuhan nutrisi teratasi

3. Gangguan rasa nyeri berkurang 4. Klien dapat melakukan aktifitas 5. Pengetahuan klien bertambah.

ROLE PLAY KOMUNIKASI & ETIKA DALAM PEMBERIAN OBAT PER ORAL PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN GASTRITIS

(23)

SITUASI :

Pada suatu hari di RSMH Palembang, telah dirawat seorang pasien yang bernama Deni, yang berumur 19 tahun di rawat di ruang Rajawali. Deni mengalami gangguan gastritis yang mengakibatkan erosi mukosa pada lambungnya. Dia selama beberapa hari harus terbaring selama beberapa hari di tempat tidurnya.

Suatu pagi, ada seorang perawat datang kesebuah ruangan untuk memberikan obat per oral kepada Deni . Di sebuah ruangan itu ada juga keluarganya yang mendampingi serta menemaninya.

FASE ORIENTASI :

Ners Andri : “Assalamualaikum…” (sambil memasuki ruangan). Pak Fandi : “Walaikumsalam…”

Ners Andri : “Selamat pagi pak..”. Perkenalkan, saya Ners Andri. Pada pagi hari ini, saya yang bertugas merawat saudara Deni. Menurut data yang saya terima bahwa anak Bapak mengalami gangguan gastritis yang ditandai nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.

Pak Fandi : “Iya, ners.. mungkin itu yang menyebabkan Deni kelihatan, lesu, mual, muntah dan nyeri epigastriumnya.

Ners Andri : “Iya,pak.. Bapak jangan khawatir,, Keadaan ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami gangguan gastritis seperti pada anak Bapak ini. Oleh karena itu saya disini akan memberikan obat

-obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2)/ (Obat-obatan alkus lambung ). Fungsi obat tersebut untuk mengatur sekresi asam lambung agar mengurangi rasa nyeri lambung pada lambung anak bapak.

Pak Fandi : “Oh.. begitu ya?? Ners Aandri : “Iya, pak”.

FASE KERJA :

Kemudian Ners Afif pun datang menghampiri Fandi dengan membawa peralatan-peralatannya untuk pemeriksaan fisik yang diletakkannya diatas meja pasien.

Ners Andri : “Assalamualaikum, selamat pagi saudara Deni…” (mendekati Deni)

Deni : “Wa’alaikumsalam, selamat pagi juga”

Ners Andri : Saudara Fandi, perkenalkan saya Ners Andri.. Pada hari ini saya yang akan bertugas merawat anda. Bagaimana keadaan Deni sekarang..??

Deni : “Saya masih merasakan mual dan nyeri di lambung saya… Ners Andri : “Iya.. saya akan berusaha menolong anda.. Baiklah Den, disini

saya akan memberikan obat H2 blocking/(obat alkus lambung) bertujuan untuk mengatur sekresi asam lambung anda agar mengurangi rasa nyeri lambung pada lambung anda. Mohon bantuannya ya ndi??

(24)

Ners Andri : “Iya, sekarang kita atur dulu posisi tidurnya, tolong Deni posisi duduk atau posisi lateral.

Deni : Iya.

Ners Andri : (Ners Andri mendekatkan peralatannya ke meja pasien). Deni tolong buka mulutnya dan telan obat ini ya!!! (Ners Andri memberikan air yang cukup kepada Deni untuk menelan obat tersebut ). Apakah rasanya sedikit pahit den??

Deni : “Iya, kak.”

Ners Andri : (Ners Andri kemudian mencatat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap keluhan, dan tanda tangan pelaksana lalu mengembalikan peralatan yang dipakai, kemudian mencuci tangannya)

FASE TERMINASI :

Ners Andri : “Baiklah Deni, pemberian obat sudah saya lakukan ………..”

Semoga Deni bisa cepat sembuh ya.. Deni : “Terima kasih kak.”

Ners Andri : “Iya, sama-sama.”

Tak lama kemudian dating seorang keluarga pasien masuk ke ruangan tempat Fandi dirawat.

Pak Fandi : “Assalamualaikum..” Ners+Deni : “Wa’alaikumsalam..”

Pak Fandi : “Bagaimana keadaan anak saya sekarang ners..??

Ners Andri : “Alhamdulillah setelah di berikan obat tadi keadaan anak bapak sekarang sudah agak mendingan.

Pak Fandi : “Alhamdulillah lah jika begitu, terima kasih ya ners..”

Ners Andri : “Sama-sama, pak.. Baiklah jika begitu saya tinggal dulu. Nanti jika anak bapak membutuhkan saya silahkan panggil saya/ suster yang lain diruangan ya..??

Pak Fandi : “Iya..”

Ners Andri : “Assalamualaikum..” Pak Fandi : “Wa’alaikumsalam..”

(25)

PEMBERIAN OBAT INTRAMUSKULAR

 Pengertian

Jaringan intramuskular: terbentuk dari otot bergaris yang mempunyai banyak vaskularisasi (setiap 20 mm3 terdiri dari 200 otot dan 700 kapiler darah). Aliran darah tergantung dari posisi otot di tempat penyuntikkan.

Pemberian obat secara intra muskuler adalah Pemberian obat / cairan dengan cara dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar,agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk syaraf, misalnya pada bagian bokong, dan kaki bagian atas, atau pada lengan bagian atas. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat.

Jaringan intramuskular: terbentuk dari otot bergaris yang mempunyai banyak vaskularisasi (setiap 20 mm3 terdiri dari 200 otot dan 700 kapiler darah). Aliran darah tergantung dari posisi otot di tempat penyuntikkan. Tujuan pemberian obat dengan cara ini adalah agar absorpsi obat lebih cepat.

 Contoh obat yang diberikan melalui intramuskular

Contoh obat yang diberikan melalui intramuskuler adalah:

o Kodein o Morfin

(26)

o Metoclopramide o Olanzapine o Streptomisin o Diazepam o Prednisone o Penisilin o Interferon beta-1a

o Hormon seks, seperti testosteron , Valerat Estradiol , dan Depo Provera

o Dimercaprol o Ketamine o Lupron o Nalokson

o Kina , dalam Surat glukonat bentuk

o Vitamin B12 , juga dikenal sebagai cyanocobalamin.

Selain itu, beberapa vaksin yang diberikan secara intramuskuler:

o Gardasil

o Hepatitis A Vaksin o Rabies Vaksin

o Flu vaksin berdasarkan virus yang dilemahkan biasanya diberikan intramuskuler (walaupun ada penelitian aktif sedang dilakukan untuk rute terbaik administrasi) dorsogluteal.

(27)

 Daerah injeksi intrsamuskular

- Vastus lateralis (VAS-tuss lat-er-AL-iss) Otot (Paha)

Paha ini sering digunakan untuk anak-anak, terutama anak di bawah 3. Ini juga merupakan tempat yang baik untuk orang dewasa. Daerah paha sangat berguna jika Anda perlu untuk memberikan diri tembakan karena mudah untuk melihat.

o Lihatlah paha yang akan mendapatkan

tembakan. Dalam pikiran Anda, membagi paha (daerah antara lutut dan pinggul) menjadi tiga bagian yang sama. Sepertiga tengah adalah tempat suntikan akan pergi.

o Otot ini disebut vastus lateralis. Ini berjalan di bagian atas paha (depan) dan sedikit ke

luar. Meletakkan ibu jari Anda di tengah bagian atas paha, dan jari-jari Anda di sepanjang

sisi. Otot Anda merasa antara mereka adalah vastus lateralis.

- Ventrogluteal (Ven-percaya pd-LEM-tee-Ull) Otot (Hip)

Pinggul adalah daerah dengan landmark tulang yang baik dan bahaya sangat sedikit memukul pembuluh darah atau saraf. Ini adalah tempat yang baik untuk menembak untuk orang dewasa dan anak di atas 7 bulan. Orang yang ditembak harus berbaring di nya atau sisinya. Untuk menemukan tempat yang tepat untuk memberikan

tembakan di pinggul ke orang lain. Tempatkan tumit tangan

Anda pada tulang pinggul di bagian atas paha. Pergelangan tangan Anda akan sejalan dengan paha seseorang. Arahkan

(28)

ibu jari Anda di pangkal paha, jari menunjuk ke kepala seseorang. Membentuk "V" dengan jari-jari Anda dengan membuka ruang antara jari pointer Anda dan tiga lainnya jari. Jari kelingking dan jari manis akan merasakan ujung tulang di sepanjang ujung jari. Tempat untuk memberikan tembakan itu di tengah segitiga berbentuk V.

- Deltoideus (DEL-toyd) otot (otot lengan Atas)

Orang yang ditembak dapat duduk, berdiri atau berbaring. Mulailah dengan lengan atas benar-benar terbuka. Anda akan memberikan tembakan di tengah sebuah segitiga terbalik. Merasakan tulang yang berlangsung di bagian atas lengan atas. Tulang ini disebut proses akromion. Bagian bawah akan membentuk dasar segitiga. Titik segitiga adalah langsung di bawah tengah dasar pada sekitar tingkat ketiak. Daerah benar memberikan tembakan adalah di pusat segitiga, 1 sampai 2 inci (2,5 sampai 5 cm) di bawah bagian bawah proses akromion.

- Dorsogluteal (pintu-begitu-LEM-tee-Ull) Otot (belakang akhir)

Daerah ujung atas belakang adalah daerah di mana kebanyakan orang mendapatkan tembakan. Paparan satu pipi seluruh bagian belakang-. Dengan alkohol menghapus menarik garis dari atas celah antara pipi ke sisi tubuh. Dimulai di tengah sisi yang sama, menarik garis lain di yang pertama dengan alkohol menghapus. Mulai dari sekitar 3 inci di atas baris pertama untuk sekitar setengah jalan di tengah pipi. Anda harus telah menarik salib. Di alun-alun luar atas Anda akan merasakan tulang melengkung. Tembakan akan di alun-alun luar atas di bawah tulang melengkung.

(29)

Prinsip 5 Benar Dalam Pemberian Obat

Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi dengan menerapkan prinsip 5 benar :

o Tepat Pasien

Dalam memberikan obat, harus memastikan dan memeriksa identitas klien pada setiap kali pemberian obat. Apakah obat yang diberikan sesuai dengan penderitanya.

o Tepat Obat

Sebelum memberikan obat pada klien, perlu membaca kembali label obat serta interaksi obat dan memastikan kembali bahwa klien menerima obat yang telah diresepkan sesuai dengan penyakit yang derita.

Dalam memberikan obat pada klien, sebaiknya mengecek obat pada saat menerima resep, akan memberikan pada klien dan pada saat pemberian pada klien agar tidak terjadi kesalahan memberikan obat.

o Tepat cara

Dalam melakukan pemberian obat melalui intramuscular tentunya harus melalui cara yang tepat baik itu dari tempat pemberian obat dan teknik dalam pemberian obat tersebut.

o Tepat Dosis

Memastikan dan memeriksa dosis tertentu yang telah diresepkan dokter untuk klien dengan penyakit tertentu agar tidak terjadi over dosis atau under dosis yang dapat menimbulkan efek yang tidak dingin (efek skunder).

(30)

o Tepat Waktu

Memberikan obat yang telah diresepkan pada waktu-waktu tertentu serta memperhatikan kapan obat tersebut diberikan, sebelum makan atau sesudah makan. Misal: obat x diberikan dengan dosis harian 2 x sehari sebelum makan

 Prosedur Dalam Melakukan Injeksi Intramuskuler

Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat Secara IM (Intra Muskuler)

A. Tahap PraInteraksi

1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada 2. Mencuci tangan.

3. Menyiapkan obat dengan benar

4. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada

keluarga/klien

3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

A. Tahap Kerja

1. Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan 2. Memasang perlak dan alasnya

3. Membebaskan daerah yang akan di injeksi 4. Memakai sarung tangan

(31)

5. Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area injeksi terhadap adanya edema, massa, nyeri tekan. Hindari area jaringan parut, memar, abrasi atau infeksi)

6. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam ke luar diameter ±5cm)

7. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit

8. Memasukkan spuit dengan sudut 90 derajat, jarum masuk 2/3

9. Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit

10. Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)

11. Mencabut jarum dari tempat penusukan

12. Menekan daerah tusukan dengan kapas desinfektan

13. Membuang spuit ke dalam bengkok. A. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan

2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 3. Berpamitan dengan klien

4. Membereskan alat-alat 5. Mencuci tangan

6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

(32)

Jika perawat telah memberitahukan pasien untuk menggunakan otot, mengikuti petunjuk mereka. Otot berubah dengan usia. Misalnya, daerah belakang-akhir tidak pernah digunakan untuk bayi atau anak di bawah 3 tahun karena tidak dikembangkan cukup baik. Deltoideus dapat bekerja dengan baik untuk seseorang dengan otot dikembangkan pada tubuh bagian atas. Deltoideus tidak dapat digunakan jika daerah yang sangat tipis atau kurang dimanfaatkan. Otot harus mudah dijangkau.

A. Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Melakukan Injeksi Intramuskuler

• Satu alkohol menyapu dibungkus foil.

• Satu kering 2x2 steril dalam bungkus kertas.

• Sebuah ampul atau vial yang mengandung obat.

• Jarum yang benar ukuran dan jarum suntik. Pengasuh Anda

harus memberikan informasi ini.

• Anda mungkin ingin menggunakan sarung tangan untuk

melindungi Anda atau perlindungan dari orang yang mendapatkan tembakan.

B. Cara Injeksi Intramuskuler

Silakan baca bagian ini sebelum memberikan seluruh tembakan. Hal ini penting untuk mendapatkan gambaran umum tentang apa yang akan Anda lakukan sebelum memulai. Baca prosedur langkah-demi-langkah lagi ketika Anda melakukannya.

• Cuci tangan dengan seksama menggunakan sabun dan

keringkan sepenuhnya.Kenakan sarung tangan jika perlu. Buka foil meliputi alkohol pertama bersihkan.

(33)

• Berlindung off jarum dengan memegang jarum suntik dengan tangan tulisan Anda dan menarik di sampul dengan tangan lain. Ini seperti mengambil tutup dari pena.

• Pegang jarum suntik di tangan Anda gunakan untuk

menulis. Tempatkan jarum suntik di bawah ibu jari dan jari telunjuk. Mari laras sisa jarum suntik di jari kedua Anda. Banyak orang memegang pena cara ini ketika mereka menulis.

• Usap daerah di mana jarum akan pergi dengan alkohol

menghapus. Biarkan daerah tersebut kering.

• Tekan dan tarik kulit sedikit dengan tangan bebas Anda. Tetap

memegang kulit sedikit ke sisi mana Anda berencana untuk menempatkan jarum.

• Gunakan pergelangan tangan Anda untuk menyuntikkan jarum

jarum di tingkat 90 (lurus). Tindakan ini seperti menembak anak panah. Jangan mendorong jarum masuk Jangan membuang jarum, baik. Melontar jarum akan membuat memar. Jarum yang tajam dan akan masuk melalui kulit dengan mudah bila tindakan pergelangan tangan Anda benar.

• Lepaskan kulit. Jarum akan ingin menyamping brengsek. Ketika

Anda melepaskan kulit, menahan jarum suntik sehingga tetap menunjuk langsung masuk

(34)

• Tarik kembali plunger hanya sedikit untuk memastikan Anda tidak berada dalam pembuluh darah. (Jika darah kembali, keluarkan jarum segera. Jangan menyuntikkan obat Jika ini terjadi, membuang kedua jarum suntik dan obat.. Dapatkan obat lebih dalam jarum suntik baru. Ketika Anda memberikan tembakan kedua memberikannya di sisi lain .) Menarik kembali plunger lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Gunakan tangan Anda yang lain untuk menarik kembali plunger sekaligus mempertahankan jarum suntik dalam posisi tegak. Ini akan merasa canggung pada awalnya.

• Tekan ke bawah plunger dan menyuntikkan obat. Jangan

memaksa obat dengan mendorong keras pada plunger. Beberapa obat terluka. Mereka akan lebih menyakitkan jika obat masuk dengan cepat.

• Setelah semua obat yang disuntikkan, tarik jarum keluar dengan

cepat pada sudut yang sama itu pun masuk

• Gunakan 2x2 kasa steril kering untuk menekan lembut pada

(35)

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada pembuluh basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (ArifMansyoer,1997:580).

Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes Mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 1996:4).

Diabetes Mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abmormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik

(36)

komplikasi ginjal, okular, neurogenik dan kardiovaskuler. (HotmaRumoharba,Skp,1997).

Diabetes Mellitus adalah penyakit herediter (diturunkan) secara genetis resesi berupa gangguan metabolisme karbohidrat yang disebabkan kekurangan insulin relatif atau absolut yang dapat timbul pada berbagai usia dengan gejala hiperglikemia, glikosuria, poliuria, polidipsi, kelemahan umum dan penurunan berat badan.

Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah: 1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):

a. Autoimun b. Idiopatik

2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).

3. Diabetes tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta:

1) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3 2) DNA mitokondria

b. Defek genetik kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas 1) Pankreatitis

2) Tumor / pankreatektomi 3) Pankreatopati fibrotakalkus

d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, dan

hipertiroidism.

e. Karena obat / zat kimia

1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat 2) Glukokortikoid, hormon tiroid

(37)

3) Tiazid, dilantin, interferona, dll.

f. Infeksi: rubela kongenital, sitomegalovirus

g. Penyebab imunologi yanng jarang : antibodi antiinsullin h. Sindrom genetik lain yanng berkaitan dengan DM: sindrom down, sindrom

kllinefelter, sindrom turner, dll. 4. Diabetes Mellitus Gestasiona

B. Etiologi

Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin ( DMTI ) di sebabkan oleh destruksi sel beta pulau lengerhands akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin ( DMTTI ) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.C.

C. Patofisiologi

Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan kehamilan akan menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin sehingga sehinga terjadi gangguan

permeabilitas glukosa di dalam sel.

Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan hormon tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah. Peningkatan kadar hormon – hormon tersebut dalam jangka panjang terutama hormon pertumbuhan di anggap diabetogenik ( menimbulkan diabet ). Hormon – hormon tersebut merangsang pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau lengerhans pankreas, sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin dan apabila hati mengalami gangguan dalam mengolah glukosa menjadi glikogen atau proses glikogenesis maka kadar gula dalam darah

akan meningkat.

(38)

menyebabkan peningkatan volume urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air dalam jumlah yang banyak ( polidipsi) karena glukosa hilang bersama urine, maka terjadi kehilangan kalori dan starvasi seluler, selera makan dan orang menjadi sering makan (polifagi).

Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal – gatal. Akibat hiperglikemia terjadi penumpukan glukosa dalam sel yang yang merusak kapiler dan menyebabkan peningkaatan sarbitol yang akan menyebabkann gangguan fungsi endotel. Kebocoran sklerosis yang menyebabkan gangguan – ganguan pada arteri dan kepiler.

Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan membran dasar sehingga kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan perfusi jaringan turun yang mempengaruhi organ ginjal, mata, tungkai bawah, saraf. ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )

D. Manifestasi Klinis 1. Poliuria

2. Polidipsia 3. Polifagia

4. Penurunan berat badan

5. pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan keram otot, ( gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis ).

Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pada pasien adalah kesemutan, gatal-gatal, mata kabur dan Impotaansi pada pria. (Mansjoer, 1999 )

(39)

E. Gejala Kronik

Kadang-kadng pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tidak menunjukkan gejala akut ( mendadak ), tapi pasien tersebut menunjukkan gajala sesudah beberapa bulan atau

beberapa bulan mengiap penyakit DM. gejala ini disebut gejala kronik atau menahun, adapun gejala kronik yang sering timbul adalah:

- Kesemutan

- Kulit terasa panas ( medangen ) atau seperti terusuk jarum

- Rasa tebal di kulit sehingga seeehingga kalau berrjalan seperti di atas bantal atau

kasur - Keram

- Mudah mengntuk - Capek

- Mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata - Gatal sekitar kemaluan, terutama pada wanita - Gigi mudah lepas dan mudah goyah

- kemampuan seksual menurun atau bahkan impoten - terjadi hambatan dalam pertumbuhan dalam anak-anak ( Tjokro Prawito, 1997 )

Adapun kelompok resiko tinggi yang memudahkan terkena penyakit diabetes melitus adalah:

- Kelompok resiko tinggi untuk penyakit diabetes mellitus - Kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun)

- Kegemukan

- Tekanan darah tinggi - Riwayat keluarga DM

- Riwayat DM pada kehamilan

- Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi 4 kg

- Riwayat terkena penyakit infeksi virus, misal virus morbili

(40)

kortikosteroid.

( Tjokro Prawito, 1997 )

F. Pemeriksaan Penunjang

- Glukosa darah: meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih - Aseton plasma (keton): positif secara menyolok

- Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

- Osmolalitas serum: menngkat tetapi biasanya kurang dari 330 m Osm/l

- Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun

- Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan

menurun

- Fosfor: lebih sering menurun.

- Hemoglobin glikosilat: kadarnya menngkat 2 – 4 kali lipat - Gas darah arteri: biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan pada HCO3

(Asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. - Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. - Ureum/Kreatinin: mungkin meningkat atau normal

(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)

- Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut

sebagai penyebab dari Diabetes melitus (Diabetik ketoasidosis) - Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat meningkatkan

glukosa darah dan kebutuhan akan insulin

- Urin: gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

- Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi saaluran kemih, infeksi

(41)

pernafasan, dan infeksi pada luka.

G. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Jika pasien berhasil

mengatasi diabetesnya,ia akan terhindar dari hiperglikemia dan hipoglikemia.

Penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus tergantung pada ketepatan interaksi tiga faktor:

- Aktivitas fisik - Diet

- Intervensi farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral atau insulin.

Intervensi yang direncanakan untuk diabetes harus individual, harus berdasarkan pada tujuan, usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, maturasi, tingkat aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes pasien dan kemampuan untuk secara mandiri melakukan ketrampilan yang dibutuhkan oleh rencana penatalaksanaan.

Tujuan awal untuk pasien yang baru didiagnosa diabetes atau pasien dengan kontrol buruk diabetes harus difokuskan pada yang berikut ini:

- Eliminasi ketosis, jika terdapat

- Pencapaian berat badan yang diinginkan - Pencegahan manifestasi hiperglikemia - Pemeliharaan kesejahteraan psikososial - Pemeliharaan toleransi latihan

- Pencegahan hipoglikemia - Pengelolaan Hipoglikemia: a. Stadium permulaan (sadar):

Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/ permen gulamurni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang pengandung hidrat arang. Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu.

Gambar

Gambar 4-2 Teknik palpasi (A) Ringan (B) Dalam 3. Perkusi

Referensi

Dokumen terkait

10 Alkhadiah Sabarti , Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.. menulis huruf tegak bersambung dengan baik dan indah. Namun, jika dilatih terus-menerus, anak-anak

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Pengukuran larutan standar fosfat dalam sistem FIA memberikan kualitas pengukuran yang baik (Gambar 6) yang ditunjukkan dengan profil kurva potensial yang

Lampiran 61 .Perhitungan fase dan waktu sinyal hari Sabtu siang MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA Formulir SIG-IV SIMPANG BERSINYAL Formulir SIG-IV : PENENTUAN WAKTU SINYAL DAN

Maksud dari pakaian hitam dan celana hitam adalah untuk disamakan dengan tanah, karena asal manusia dari tanah dan akan kembali menjadi tanah sedangkan iket adalah untuk

• Hasil Penelitian ini mendukung dan memperkuat penelitian riset sebelumnya yang menyatakan adanya pengaruh signifikan dari Argument Quality pada Brand Image dan

Yang dimaksud dengan SKRD secara jabatan adalah penetapan besarnya retribusi terutang yang dilakukan oleh Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan data

Dalam dunia bisnis memiliki banyak pelaku usaha maupun badan usaha, adanya kemungkinan bahwa badan usaha satu dengan yang lainnya mempunyai kesamaan produk maupun