i MISKONSEPSI IPA BIOLOGI PADA GURU KELAS IV SEKOLAH
DASAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Lidwina Tutusari Mieke NIM: 151134212
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2019
ii SKRIPSI
MISKONSEPSI IPA BIOLOGI PADA GURU KELAS IV SEKOLAH DASAR
Oleh:
Lidwina Tutusari Mieke NIM: 151134212
Telah disetujui oleh:
Pembimbing 1
Wahyu Wido Sari, M. Biotech. Tanggal 12 Juli 2019
Pembimbing 2
iii SKRIPSI
MISKONSEPSI IPA BIOLOGI PADA GURU KELAS IV SEKOLAH DASAR
Dipersiapkan dan ditulis oleh : Lidwina Tutusari Mieke
NIM: 151134212
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 26 Juli 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. ... Sekretaris Kintan Limianisih, S.Pd., M.Pd. ... Anggota Wahyu Wido Sari, M.Biotech. ... Anggota Eny Winarti, Ph. D. ... Anggota Drs. Albertus Hartana, S.J., M.Pd. ...
Yogyakarta, 26 Juli 2019 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Dekan,
iv PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati kehidupanku dari janin hingga sekarang.
2. Diri sendiri yang sudah berjuang menerjang lika-liku kehidupan perkuliahan di tanah rantau sejak tahun 2015.
v Motto
“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Matius 5:44)
vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Juli 2019 Peneliti
vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Lidwina Tutusari Mieke
Nomor Mahasiswa : 151134212
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Miskonsepsi IPA Biologi pada Guru Kelas IV Sekolah Dasar
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 26 Juli 2019 Yang menyatakan
viii ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA BIOLOGI PADA GURU KELAS IV SEKOLAH DASAR
Lidwina Tutusari Mieke Universitas Sanata Dharma
2019
Miskonsepsi merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai pada suatu mata pelajaran pada siswa. Salah satu faktor miskonsepsi pada siswa adalah guru. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan mengenai miskonsepsi yang terjadi pada guru wali kelas di SD N Purnama (bukan nama sebenarnya), khususnya pada mata pelajaran IPA Biologi. Partisipan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu partisipan utama (Bapak Agung dan Ibu Sari) dan partisipan lain (siswa kelas IV). Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini menggunakan triangulasi data, yaitu observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi.
Metode pada penelitian ini adalah fenomenologi. Fenomenologi terbagi menjadi dua langkah, yaitu epoche dan reduksi. Epoche dilakukan pada saat wawancara mendalam kepada partisipan utama (guru wali kelas) dan partisipan lainnya (siswa kelas IV). Sedangkan reduksi data merupakan langkah yang dilakukan peneliti pada saat membandingkan data yang diperoleh (hasil pemahaman guru, siswa, dan teori tertulis).
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa Bapak Agung mengalami miskonsepsi sebesar 25%, Ibu Sari mengalami miskonsepsi 36%, dan miskonsepsi pada siswa memiliki hubungan dengan miskonsepsi yang terjadi pada guru.
ix ABSTRACT
SCIENCE BIOLOGY MSICONCEPTION IN ELEMENTARY SCHOOL 4TH GRADE TEACHER
Lidwina Tutusari Mieke Sanata Dharma University
2019
Misconception is one of cause that lead to student’s low marks of subject. One of factor which result in misconception to student is teachers. This research is aiming to give an account of misconception that happened to homeroom teacher in SDN Purnama (not it’s real name), especially on science subject, Biology. The misconception that found on teacher will be compared with student’s comphrehension. This is aimed to perceive the correlation between both of them. Data collection method that used in this research is Data Triangulation, which are observation, in-depth interview, and documentation study.
This research use phenomenology as research method which is divide to two parts; epoche and reduction. Epoche performed during in-depth interview with primary participant (homeroom teacher) and secondary participant (students). Data reduction is a process that excecuted during data comparison (teacher’s comphrehension, student’s comphrehension, and subject’s theory).
The research outcome are Mr. Agung have misconception amount 25%, Mrs. Sari have misconception amount 36%, and Misconception that occured in teacher is the cause of student’s misconception
Keyword: misconception, science subject, biology, teacher, elementary school.
x KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya sehingga tugas akhir berupa skripsi yang berjudul “Miskonsepsi IPA Biologi pada Guru Sekolah Dasar” dengan baik. Skripsi ini disusun guna sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih ini peneliti ucapkan kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., Selaku Wakaprodi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Ibu Wahyu Wido Sari, M.Biotech. Selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan motivasi kepada peneliti.
5. Ibu Eny Winarti, Ph. D. Selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing 2 yang memberikan motivasi kepada peneliti.
6. Kepada keluarga kecilku, Bapak Kilat, Mama Yustina, Kak Ria, dan Adik Agnes yang selalu memberikan dukungan.
7. Sahabatku sedari SMA, Eina Nurdahana dan Stefani Desna Sari yang memberikan semangat dari tempat yang jauh.
8. Sahabat sepejuanganku, Maria Ayu Dwi Lestari yang saling memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi dikala kemalasan merundung.
xi 9. Sahabaku, Fajar Mualifah Veani, Teressa Ariani, Antonia Triatmi, dan Risalia Nurlaili yang bersedia meluangkan waktu untuk bercanda ria bersama.
10. Teman kelasku, Tur_ah tercinta yang memberikan gejolak kehidupan yang dahsyat sehingga membentukku menjadi pribadi yang baik.
Peneliti
xii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN ... iii PERSEMBAHAN ... iv MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 4 D. Batasan Masalah ... 4 E. Manfaat Penelitian ... 5 F. Definisi Operasional ... 7 BAB II ... 8 LANDASAN TEORI ... 8 A. Kajian Pustaka ... 8 1. Miskonsepsi ... 8
xiii
2. Penyebab Miskonsepsi ... 9
3. IPA ... 10
4. Biologi ... 11
5. Deskripsi Materi Pelajaran IPA Biologi ... 11
B. Penelitian yang Relevan ... 21
C. Literatur Map ... 25 D. Kerangka Berpikir ... 26 BAB III ... 28 METODE PENELITIAN ... 28 A. Jenis Penelitian ... 28 B. Seting Penelitian ... 28 1. Tempat Penelitian ... 28 2. Waktu Penelitian ... 29 C. Desain Penelitian ... 30 D. Partisipan Penelitian ... 31
E. Teknik Pengumpulan Data ... 33
1. Observasi ... 33
2. Wawancara ... 33
3. Dokumentasi ... 35
E. Instrumen Penelitian ... 35
F. Kredibilitas dan Transferabilitas ... 38
G. Teknik Analisis Data ... 39
BAB IV ... 42
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Observasi ... 42
xiv
2. Ibu Sari (pseudonym) ... 45
B. Wawancara ... 48
1. Bapak Agung (pseudonym) ... 48
2. Ibu Sari (pseudonym) ... 56
3. Siswa ... 64
C. Dokumentasi ... 73
BAB V ... 74
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 74
A. Kesimpulan ... 74
B. Keterbatasan ... 75
C. Saran ... 75
Daftar Pustaka ... 76
LAMPIRAN ... 80
A. LAMPIRAN HASIL WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR 1 ... 80
B. LAMPIRAN HASIL WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR 2 ... 86
C. LAMPIRAN FOTO ... 91
xv DAFTAR TABEL
Tabel 1: Pedoman Wawancara KD 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4 ... 38
Tabel 2: Observasi kegiatan belajar dan mengajar Bapak Agung 1 ... 43
Tabel 3: Observasi kegiatan belajar dan mengajar Bapak Agung 2 ... 43
Tabel 4: Observasi kegiatan belajar dan mengajar Bapak Agung 3 ... 44
Tabel 5: Observasi kegiatan belajar dan mengajar Ibu Sari 1 ... 45
Tabel 6: Observasi kegiatan belajar dan mengajar Ibu Sari 2 ... 46
Tabel 7: Observasi kegiatan belajar dan mengajar Ibu Sari 3 ... 47
Tabel 8: Rangkuman hasil wawancara partisipan utama ... 64
Tabel 9: Pedoman wawancara untuk partisipan lain ... 65
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pada BAB I ini akan membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan manfaat penelitian. Berikut pemaparannya;
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten (Winapura dalam Samatawo, 2011: 3). Berdasarkan kompetensi dasar kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pembelajaran IPA terdapat pada kelas IV, V, dan IV di sekolah dasar. Mata pelajaran IPA juga merupakan salah satu pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional di sekolah dasar sehingga sepatutnya dipahami materinya lebih baik. Selain itu salah satu tujuan pelajaran IPA di sekolah dasar adalah memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP (BSNP, 2006).
The International Association for the Evaluation of Educational
2 dengan institusi penelitian nasional dan agensi pemerintahan yang telah menyelenggarakan studi pencapaian antar negara sejak 1959 (KEMENDIKBUD). Organisasi ini mengadakan sebuah studi yaitu Trends in International Mathematics and Science Study atau TIMSS. Diketahui bahwa TIMSS
diselenggarakan guna membandingan prestasi matematika dan IPA pada siswa kelas IV di sekolah dasar dan kelas VIII di sekolah menengah pertama. Pada tahun 2015, negara yang turut berpartisipasi dalam TIMSS yaitu sebanyak 48 negara termasuk Indonesia. Pada survei ini Indonesia menempati rangking ke 46 dari 48 negara sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi IPA tergolong rendah jika dilihat dari rangking dibandingkan dengan negara lain.
Fakta mengenai rendahnya prestasi IPA berdasarkan TIMSS tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan tanya jawab di SD N Purnama (nama sekolah disamarkan). Tanya jawab ini guna untuk mengetahui pemahaman dalam pelajaran IPA khususnya di kelas empat sekolah dasar. SD N Purnama merupakan sekolah yang berprestasi. Hal ini dibuktikan karena sekolah ini termasuk 10 besar sekolah yang memiliki nilai rata ujian nasional (UN) tertinggi dan nilai rata-rata IPA pada ujian nasional pada tiga tahun berturut selalu di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM), yaitu 91,56 pada tahun 2016, 85,51 pada tahun 2017, dan 84,29 pada tahun 2018.
Kegiatan tanya jawab dilakukan di luar kegiatan belajar mengajar. Partisipan yang akan ditanya adalah siswa SD kelas IV. Tanya jawab ini berupa materi pelajaran IPA Biologi di sekolah dasar. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan oleh peneliti yaitu; “Apakah semua tanaman bisa berfotosintesis?”. Tiga dari lima anak yang ditanya menjawab bahwa, “ya,semua tanaman bisa
3 berfotosintesis”. Pertanyaan lain yang dilontarkan oleh peneliti yaitu; “apakah setiap tanaman memiliki akar, batang, dan daun?”. Kemudian, lima dari lima anak membenarkan bahwa setiap tanaman memiliki akar, batang, dan daun.
Pada pertanyaan pertama yaitu “apakah semua tanaman bisa berfotosintesis?” mendapatkan hasil, tiga siswa mengalami pemahaman konsep yang kurang tepat karena ada tanaman yang tidak dapat berfotosintesis seperti jamur (hal ini karena jamur tidak memiliki daun yang merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis pada tanaman). Sementara, untuk pertanyaan kedua yang dilontarkan mendapatkan hasil, kelima siswa mengalami kesalahan konsep. Hal ini dikuatkan dalam Shohib (2017: 34), ciri-ciri jamur yaitu struktur tubuhnya tidak memiliki akar, batang, dan daun.
Kesalahan konsep yang dialami oleh siswa disebut dengan miskonsepsi. Dalam Suparno (2005: 4) miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh pakar dalam bidang. Miskonsepsi yang dimiliki siswa dapat menyebabkan rendahnya nilai dalam menjawab soal-soal mengenai konsep pelajaran. Selain itu miskonsepsi pada siswa dapat pula memberikan menyebabkan siswa yang lainnya mengalami miskonsepsi pula.
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat diminimalisir atau diperbaiki oleh guru. Hal ini dibuktikan dalam UU nomor 1 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1, yang menyatakan bahwa; “guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Jadi dapat
4 dikatakan bahwa guru turut mengambil peran besar dalam pemahaman konsep IPA pada siswa. Guru sebagai tenaga profesional seharusnya menguasai bahan pelajaran, karena penguasaan materi pelajaran termasuk dalam salah satu dari 10 kompetensi guru. Hal ini sesuai dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional (UUSPN) no. 20 Tahun 2003.
Berdasarkan hal yang sudah dipaparkan sebelumnya, peneliti memutuskan untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul “Miskonsepsi IPA Biologi pada Guru Kelas IV Sekolah Dasar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti membuat rumusan masalah berupa pertanyaan sebagai berikut:
Bagaimana pemahaman guru kelas IV SD N Purnama terhadap materi pelajaran IPA Biologi?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pemahaman guru kelas IV SD N Purnama terhadap materi pelajaran IPA Biologi.
D. Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah agar penelitian lebih terfokuskan yaitu pada kompetensi inti dan kompetensi dasar Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI kelas IV. Berikut kompetensi dasar dan kompetensi inti yang digunakan dalam penelitian ini;
5 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain.
Kompetensi Dasar
3.1. Menganalisis hubungan antara bentuk dan fungsi bagian tubuh pada hewan dan tumbuhan
3.2. Membandingkan siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta mengaitkan dengan upaya pelestarian
3.3. Mengidentifikasi macam-macam gaya, antara lain; gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.
3.4. Menjelaskan pentingnya upaya keseimbangan dan pelestarian sumber daya alam di lingkungannya
Pemilihan kompetensi inti dan kompetensi dasar di kelas IV memiliki alasan karena kelas IV merupakan jenjang pertama siswa mempelajari materi IPA (berdasarkan kompetensi dasar kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud). Sementara KI 3 dan KD 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4 dipilih karena KI dan KD tersebut merupakan penjabaran dari pelajaran IPA Biologi.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru
6 Hasil penelitian ini dapat membuka wawasan guru mengenai materi pelajaran IPA di sekolah dasar yang mengalami kesalahpahaman konsep sehingga penyampaian konsep dalam pembelajaran menjadi lebih tepat. 2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai materi IPA yang terjadi kesalahpahaman konsep di sekolah dasar. 3. Mahasiswa PGSD
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan penelitian berikutnya dan menambah wawasan mahasiswa mengenai miskonsepsi yang terjadi di Sekolah Dasar sehingga dapat menanggulangi miskonsepsi tersebut.
4. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat meminimalisir kemungkinan pemberian konsep pembelajaran IPA yang kurang tepat sehingga siswa mendapatkan penekanan ilmu dasar konsep pembelajaran IPA yang tepat.
5. Bagi Orangtua atau Wali Siswa
Hasil penelitian ini dapat membuka wawasan wali siswa mengenai miskonsepsi yang ada di sekolah dasar sehingga dapat memberikan pembenaran konsep kepada siswa agar tidak terjadi miskonsepsi yang berkelanjutan.
6. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi guru wali kelas atau guru IPA sehingga guru tidak mengalami pemahaman konsep yang salah khususnya dalam pelajaran IPA.
7 F. Definisi Operasional
1. Miskonsepsi adalah pengertian yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar yang sudah disetujui oleh para ahli.
2. IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah pelajaran yang dipelajari dengan bimbingan guru secara formal di sekolah dasar.
3. Biologi adalah ilmu tentang keadaan dan sifat makhluk hidup.
4. Guru adalah tenaga profesional yang tugasnya memberikan ilmu kepada siswa didiknya.
5. Sekolah adalah lembaga formal tempat proses belajar dan mengajar sehingga terjadinya pertukaran ilmu.
8 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab II ini akan memaparkan mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan, literatur map, dan kerangka berpikir. Berikut penjabarannya:
A. Kajian Pustaka
Pada bagian kajian pustaka berisikan teori-teori yang mendukung penelitian ini, seperti pengertian miskonsepsi, penyebab miskonsepsi, dan materi pelajaran IPA. Berikut pembahasannya:
1. Miskonsepsi
Suparno (2005: 4) miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Fowler (dalam Suparno, 2005: 5) menjelaskan dengan lebih rinci arti miskonsepsi yaitu sebagai pengertian yang tidak akurat dengan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Tayubi (2005: 4) miskonsepsi atau kekeliruan konsepsi merupakan fenomena yang hingga kini menjadi momok bagi pengajaran fisika maupun sains lainnya, karena keberadaannya dipercaya dapat menghambat pada proses asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru pada benak siswa.
Pengertian miskonsepsi ketiga ahli di atas memiliki kesimpulan yang sama yaitu miskonsepsi adalah konsep yang tidak sesuai, tidak akurat, atau kekeliruan konsepsi. Namun Tayubi memberikan informasi lebih yaitu miskonsepsi rupanya menjadi momok dalam pelajaran sains karena
9 memberikan dampak negatif berupa menghambat pada proses asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru.
2. Penyebab Miskonsepsi
Menurut Suparno (2005: 29) penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode belajar. Penyebab miskonsepsi yang pertama yaitu siswa, penyebabnya sendiri dapat bermacam-macam, seperti prakonsepsi siswa sebelum memperoleh pelajaran, lingkungan masyarakat dimana siswa tinggal, teman pengalaman hidup terlebih pengalaman menangkap pengertian, dan juga minat siswa. Kedua, guru yang salah mengajar, salah mengerti bahan, dapat mempunyai andil besar dalam menambah miskonsepsi siswa. Ketiga, buku teks yang keliru ataupun mengungkapkan konsep yang salah, akan membingungkan siswa dan juga mengembangkan miskonsepsi siswa. Keempat yaitu konteks, pengggunaan istilah-istilah yang ambigu dapat membuat siswa mengalami miskonsepsi. Contoh kata ambigu yang pernah beberapa kali terdengar oleh peneliti yaitu “omnivora adalah pemakan segala”. Kata segala dalam kalimat ini dapat memberikan pengertian bahwa hewan omnivora dapat memakan segala hal yang ada sehingga dapat membingungkan siswa. Kelima yaitu metode mengajar, sebaiknya guru perlu kritis dalam pengunaan metode mengajar yang digunakan dan tidak membatasi diri dengan satu metode saja. Misalnya jika guru hanya menggunakan metode ceramah. Metode ceramah yang tanpa memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga mengungkapkan gagasannya, sering kali menerusakan dan memupuk miskonsepsi.
10 Pujayanto (2006: 22) dalam penelitiannya menemukan miskonsepsi pada siswa dapat bersumber dari berbagai faktor antara lain dari siswa sendiri, buku teks dan guru yang mengajarkannya. Penyebab dari guru yaitu, ketidakjelasan dalam menyampaikan materi pelajaran. sedangkan penyebab dari siswa antara lain, rendahnya motivasi belajar, cara belajar yang kurang baik, dan kurang mampu dalam mengaitkan antara konsep-konsep yang saling berhubungan. Sedangkan Yuliati (2017: 50) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa diantaranya adalah prakonsepsi yanng dimiliki siswa itu sendiri, guru, pembelajaran yang dilakukan oleh guru, atau bahkan bahan ajar yang digunakan.
Berdasarkan penjelasan dari para ahli dan penelitian sebelumnya peneliti merangkum bahwa faktor penyebab miskonsepsi adalah siswa itu sendiri, guru yang tidak menguasai materi, bahan ajar yang digunakan berasal sumber yang kurang terpercaya (situs blog internet), metode mengajar yang tidak variatif (hanya menggunakan satu metode saja), konteks atau penggunaan istilah yang ambigu, dan buku teks.
3. IPA
Susanto (2016: 167) IPA adalah usaha sadar manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran guru, khusunya sains di sekolah dasar, diharapkan mengetahui dan mengerti hakikat pembelajaran IPA, sehingga dalam pembelajaran IPA guru tidak kesulitan dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran. Sedangkan berdasarkan
11 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sementara itu dalam Samatowa (2011: 3) IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan.
Berdasarkan pengertian IPA berdasarkan ketiga para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa IPA adalah pelajaran mengenai memahami, mencari tahu, dan membahas pengetahuan alam semesta secara sistematik. 4. Biologi
Menurut Brum (dalam Firmansyah, dkk: 2009) istilah biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan dalam KBBI menjelaskan biologi adalah ilmu tentang keadaan dan sifat makhluk hidup (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan). Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat dipahami bahwa biologi adalah ilmu tentang keadaan dan sifat makhluk hidup.
5. Deskripsi Materi Pelajaran IPA Biologi
Pada bagian ini peneliti melampirkan penjelasan-penjelasan mengenai materi IPA khususnya yang berkaitan dengan instrumen pertanyaan yang akan diajukan kepada partisipan utama dan lainnya pada penelitian ini. Peneliti mengetahui bahwa penyebab salah satu miskonsepsi adalah buku teks, untuk mengatasi hal ini peneliti melampirkan teori-teori dari berbagai sumber tertulis sehingga dapat memimalisir terjadinya miskonsepsi. Sumber Berikut deskripsi materi pelajaran IPA menurut para ahli:
12 a. Bentuk Tubuh Tumbuhan
Tumbuhan adalah sesuatu yang tumbuh (KBBI). Berdasarkan bentuknya tumbuhan dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Dalam Sumantoro dan Hermana (2013: 31) menjelaskan bahwa terdapat tumbuhan yang berbunga dan tidak berbunga, biasanya tanaman berbuah merupakan tumbuhan berbunga. Setiap tumbuhan memiliki bagian-bagian tubuh seperti akar, batang, daun, dan bunga. Berikut penjelasan mengenai bagian tubuh tumbuhan:
1) Akar
Haryanto (2013: 12) menjelaskan bahwa ada dua jenis akar, yaitu akar serabut yang berbentuk serabut (dimiliki oleh tumbuhan berkeping satu atau monokotil) dan akar tunggang yang memiliki akar pokok (dimiliki oleh tumbuhan biji berkeping dua atau dikotil). Selain itu terdapat tanaman yang memiliki akar khusus seperti akar gantung, akar pelekat, akar tunjang, dan akar nafas.
Kemudian peneliti mencari teori lain mengenai pembagian jenis akar dalam Hermana dan Sumantoro (2013: 32) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis akar, yaitu akar serabut dan akar tunggang. Akar serabut merupakan ciri tumbuhan monokotil atau tumbuhan berkeping satu, contohnya seperti padi, jagung, dan serai. Sedangkan akar tunggang dimiliki oleh tumbuhan berkeping dua (dikotil). contoh tumbuhan dikotil adalah pohon mangga, jeruk, rambutan, dan kacang-kacangan.
13 Pravesti, dkk (2018: 50) menjelaskan akar adalah bagian tumbuhan yang biasanya terdapat di dalam tanah dan berfungsi untuk menyerap air dan zat hara di dalam. Berikut jenis-jenis akar dan klasifikasinya. Pertama, akar serabut adalah akar yang ukurannya hampir sama besar. Contohnya pada tanaman padi, jagug, dan rumput (tanaman monokotil/berkeping satu). Kedua, akar tunggang adalah akar yang tumbuh menembus tanah dan mempunyai cabang-cabang yang kecil. Contohnya pada tanaman mangga, jambu, jati, mahoni, dan kacang-kacangan (tanaman dikotil/berkeping dua).
Ketiga ahli di atas memiliki kesimpulan yang sama, bahwa akar memiliki 2 jenis yaitu akar serabut yang dimiliki oleh tumbuhan monokotil dan akar tunggang yang dimiliki oleh tumbuhan dikotil.
2) Batang
Seperti bagian tubuh tumbuhan akar, batang juga memiliki beberapa jenis. Berdasarkan Haryanto (2013: 16) menjelaskan batang digolongkan menjadi 3 jenis yaitu; batang basah, batang berkayu, dan batang rumput. Tumbuhan bayam merupakan contoh tanaman berbatang lunak, umumnya batang basah memiliki ciri berair dan lunak. Tumbuhan jati, rambutan, dan mangga merupakan contoh tanaman batang kayu. Cirinya memiliki kambium. Sedangkan batang rumput dimiliki oleh
14 tumbuhan padi, jagung, dan rumput yang berciri mempunyai ruas-ruas.
Hermana dan Sumantoro (2013: 32) menjelaskan bahwa batang terbagi menjadi 3 jenis, yaitu batang basah dan lunak, contohnya tomat, bayam, dan wortel; batang berkayu, contohnya, pohon jati, ulin, dan durian; dan batang rumput, contohnya, bambu, padi, dan serai. Sedangkan Pravesti, dkk (2018: 50) menjelaskan bahwa batang memiliki fungsi sebagai penyokong tubuh tumbuhan, mengangkut air dan zat hara/mineral dari akar ke daun, mengedarkan mineral dan air yang diserap akar, serta zat makanan hasil fotosintesis ke seluruh bagian tubuh, dan menyiman cadangan makanan (misalnya pada tebu dan sagu).
Pada penjelasan kedua ahli di atas memiliki kesamaan menjelaskan bahwa batang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu batang basah, kayu, dan rumput. Sedangkan Pravesti menjelaskan fungsi batang yang menyokong, mengangkut air, mengedarkan mineral, dan lain-lain.
3) Daun
Berdasarkan Haryanto (2013: 12) daun adalah bagian tubuh tumbuhan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis, karena daun banyak mengandung zat hijau daun yang disebut klorofil. Zat klorofil inilah yang menyebabkan warna hijau pada daun. Pada permukaan daun terdapat mulut
15 daun yaitu stomata. Tumbuhan memerlukan udara untuk pernafasan. Udara dapat masuk melalui stomata, selain itu juga dapat melalui lentisel yang terdapat pada batang tumbuhan.
Hermana dan Sumantoro (2013: 32) menjelaskan bahwa umumnya tumbuhan memiliki daun berwarna hijau. Diketahui terdapat warna umum yang tidak umum sehingga ada pula daun berwarna lain. Warna hijau pada daun disebabkan oleh klorofil. Daun berfungsi sebagai tempat memasak makanan atau fotosintesis. Bagian daun yang berfungsi untuk memasukan dan mengeluarkan karbondioksida serta oksigen adalah stomata.
Kemudian peneliti mendapatkan dalam Pravesti, dkk (2018: 50) menjelaskan daun adalah bagian tumbuhan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis, karena daun banyak mengandung zat warna hijau yang disebut klorofil. Daun dibedakan menjadi dua macam, yaitu daun lengkap dan daun tidak lengkap. Daun dikatakan lengkap jika terdiri atas tiga bagian, yaitu pelepah, tangkai, dan helaian daun (contohnya daun pisang). Sedangkan daun tidak lengkap hanya tersusun dari 1-2 bagian saja atau hanya pelepah, tangkai, atau helainya saja).
Berdasarkan pendapat tiga ahli tersebut peneliti merangkum konsep dari ketiganya bahwa daun merupakan tempat fotosintesis karena memiliki banyak zat klorofil. Zat klorofil ini pula yang menyebabkan daun berwarna hijau, namun tidak semua daun berwarna hijau. Hal ini nampak pada daun
16 tumbuhan hias Sri Rejeki. Daun dibedakan menjadi dua jenis, yaitu daun lengkap dan tidak lengkap. Terdapat perbedaan pada kedua ahli, yaitu dalam Haryanto bahwa udara diperoleh dari stomata dan lenstisel, sedangkan dalam Hermana dan Sumantoro tidak menjelaskan bahwa udara dapat diperoleh dari lentisel.
4) Bunga
Dalam Haryanto (2013: 25) menjelaskan bagian tubuh tumbuhan berupa bunga berfungsi sebagai hiasan tumbuhan dan tempat berlangsungnya perkembangbiakan tumbuhan. Berdasarkan ada tidaknya bunga, tumbuhan dapat dikelompokan menjadi dua golongan, yaitu ada tumbuhan berbunga (contohnya: mawar) dan tumbuhan tidak berbunga (contohnya: tanduk rusa).
Hermana dan Sumantoro (2013: 32) bunga merupakan perhiasan tumbuhan. Selain itu juga menjadi tempat berlangsungnya perkembangbiakan tumbuhan. Bunga mengeluarkan nektar yang digemari serangga dan jenis burung penghisap madu. Adanya serangga dan burung inilah secara tidak sengaja terjadi proses penyerbukan. Penyerbukan adalah peristiwa menempelnya serbuk sari ke kepala putik. Sedangkan Pravesti, dkk. (2018: 59) menjelaskan bunga merupakan bagian tumbuhan yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan karena
17 pada bunga terdapat alat-alat reproduksi, yaitu putik (alat reproduksi betina) dan benang sari (alat reproduksi jantan).
Ketiga penjelasan dari ahli di atas memiliki inti yang sama, yaitu merupakan tempat perkembangbiakan yang dibantu oleh burung atau bisa juga yang lainnya. Namun, dalam Haryanto menjelaskan lebih bahwa berdasarkan adanya bunga tanaman dibagi menjadi dua, yaitu tanaman berbunga dan tidak berbunga.
5) Buah
Bagian tubuh tumbuhan yang terakhir yang akan dibahas yaitu buah. Dalam Haryanto (2013: 12) buah merupakan hasil penyerbukan yang diikuti pembuahan. Sedangkan Hermana dan Sumantoro (2013: 32) menjelaskan buah dihasilkan dari proses penyerbukan. Buah umumnnya terdiri dari tangkai, kulit, daging, dan biji.
Berdasarkan kedua ahli tersebut peneliti merangkum bahwa buah adalah hasil dari proses penyerbukan. Dijelaskan dalam Hermana dan Sumantoro bahwa buah umumnya terdiri dari tangkai, kulit, daging, dan biji. Sehingga diketahui bahwa terdapat buah yang tidak umum, contohnya nanas yang tidak memiliki biji.
b. Daur Hidup Makhluk Hidup dan Upaya Pelestariannya
Daur hidup adalah perubahan yang dialami makhluk hidup selama hidupnya. Haryanto (2013: 39) daur hidup hewan dibagi
18 menjadi dua, yaitu tanpa metamorfosis dan dengan metamorfosis. Sebagian besar hewan mengalami daur hidup tanpa metamorfosis, contohnya: ayam. Daur hidup hewan tanpa metamorfosis tidak mengakibatkan perubahan bentuk tubuh yang sangat berbeda. Sedangkan daur hidup dengan metamorfosis dibagi menjadi dua, yaitu metamorfosis sempurna dan tidak sempurna. Metamorforsis sempurna dialami oleh katak yang dimulai dari telur, berudu atau kecebong, kecebong berkaki, katak berekor dan terakhir katak dewasa (katak dewasa dapat hidup di dua alam yaitu air dan darat sehingga katak dewasa dapat bernafas menggunakan paru-paru dan kulit).
Sedangkan dalam Hermana dan Sumantoro (2013: 62) menjelaskan daur hidup dibedakan menjadi dua yaitu metamorfosis dan tidak mengalami metamorfosis. Daur hidup tanpa metamorfosis dialami oleh beberapa hewan, antara lain ayam, kucing, dan kangguru. Ciri daur hidup tanpa metamorfosis ini yaitu sejak dilahirkan sampai dewasa, hewan tersebut hanya mengalami perubahan ukuran tubuh saja. Sedangkan daur hidup dengan metamorfosis dibagi menjadi dua golongan yaitu metamorfosis sempurna (lengkap) dan metamorfosis tidak sempurna (tidak lengkap). Metamorfosis sempurna dialami oleh hewan-hewan yang saat lahir berbeda sekali dengan hewan dewasa/induknya. Metamorfosis sempurna ini terjadi pada kupu-kupu, lalat, nyamuk, dan katak. Sedangkan metamorfosis tidak sempurna dialami hewan yang saat lahir tidak terlalu berbeda bentuknya dengan
19 hewan dewasa/induknya. Metamorfosis tidak sempurna terjadi pada kecoa (lipas) dan belalang.
Pada kutipan di atas memiliki inti yang sama. Keduanya menjelaskan mengenai daur hidup terbagi menjadi dua yaitu dengan metamorfosis dan tanpa metamorfosis. Daur hidup dengan metamorfosis sendiri terbagi menjadi dua jenis lagi, yaitu metamorfosis sempurna dan metamorfosis tidak sempurna.
c. Upaya Keseimbangan
Upaya keseimbangan alam dilakukan ketika terjadi kerusakan alam. Salah satu kerusakan alam disebabkan oleh hujan. Menurut Sumantoro dan Hermana (2013: 188) hujan yang terus menerus akan menyebabkan bencana seperti banjir dan erosi. Banjir merupakan meluapnya air yang dapat menyebabkan rusaknya tanaman sehingga gagal panen. Sedangkan erosi merupakan pengikisan air tanah akibat air hujan. Pravesti, dkk. (2018: 215) turut menjelaskan kerusakan alam mengenai hujan yaitu menyebabkan kerugian terjadinya erosi, yaitu pengikisan tanah oleh air hujan. Berdasarkan kedua kutipan di atas diketahui bahwa hujan yang berlebihan dapat menyebabkan bencana alam yaitu banjir dan erosi. Dalam Sumantoro dan Hermana memberikan penjelasan mengenai dampak dari banjir yaitu gagal panen.
Selain hujan, kerusakan alam lainnya disebabkan oleh gelombang laut. Sumantoro dan Hermana (2013: 188) kerusakan alam bisa disebabkan oleh gelombang air laut yang menerpa pantai.
20 Gelombang air laut yang terus-menerus menerpa lama kelamaan akan mengikis pantai, dinding tebing, atau batu karang. Hal ini disebut dengan abrasi. Peneliti menemukan pendapat lain yaitu dalam Pravesti, dkk (2018: 215) menjelaskan bahwa itu gelombang laut juga dapat menyebabkan kerusakan. Gelombang laut disebabkan karena air laut bertiup angin yang sangat kencang atau bisa juga karena gempa di bawah laut. Gelombang laut yang terjadi karena gempa di dasar laut disebut Tsunami. Gelombang laut dapat mengakibatkan terjadinya abrasi. Abrasi terus menerus akan mengakibatkan daratan menjadi berkurang.
Kedua ahli tersebut menjelaskan bahwa gelombang laut dapat merusak alam pula. Keduanya memberikan penjelasan bahwa gelombang laut menyebabkan abrasi. Penjelasan dalam Pravesti memberikan penjelasan kerusakan alam lain yang disebabkan oleh gelombang laut yaitu tsunami.
d. Pelestarian Alam
Haryanto (2013: 187) Berdasarkan sifatnya sumber daya alam terbagi menjadi 2, yaitu sumber daya alam dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui contohnya minyak bumi. Minyak bumi memiliki jumlah terbatas, oleh sebab itu sebaiknya penggunaannya dikurangi. Salah satunya dengan cara menggunakan bahan energi alternatif yang berasal dari sumber alam yang dapat diperbaharui.
21 Salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan adalah bahan bakar bio. Anggari, dkk. (2017: 98) bahan bakar bio merupakan bahan bakar yang berasal dari makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Bahan bakar bio berasal dari tumbuhan di antaranya tumbuhan berbiji yang mengandung minyak, seperti bunga matahari, jarak, kelapa sawit, kacang tanah, dan kedelai. Bahan bakar tersebut dikenal sebagai biodoesel. Biodiesel dapat digunakan untuk menggantikan solar. Singkong, ubi, jagung, dan sagu dapat diubah menjadi bioetanol. Bioetanol dapat menggantikan bensin ataupun premium. Bahan bakar bio juga dapat berasal dari kotoran ternak. Bahan bakar tersebut dikenal sebagai biogas.
Sedangkan dalam Prakoso (2018: 56), menjelaskan lebih singkat sebagai berikut salah satu contoh energi alternatif yaitu; 1) Biodiesel merupakan bahan bakar hayati yang diolah dari biji jarak; 2) Bioetanol adalah bahan bakar hayati yang diolah dari umbi-umbian.
Pada kutipan dalam Prakoso (2018: 56), menjelaskan mengenai perbedaan biodiesel dan bioetanol yang memiliki perbedaan dari bahan pembuatannya, namun dalam kutipan Anggari dkk (2017: 98) menjelaskan lebih detail mengenai keduanya karena turut memaparkan kegunaan biodiesel dan bioetanol.
B. Penelitian yang Relevan
Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) masih terjadi di SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian di dalam maupun di luar negeri. Penemuan miskonsepsi di
22 dalam negeri dibuktikan dengan penelitian Ngurah dan Lasksana (2016) dengan judul “Miskonsepsi dalam Materi IPA Sekolah Dasar”, Wahyuningsih (2016) dengan judul “Identifikasi Miskonsepsi IPA Kelas V di SD Kanisius Beji Tahun Pelajaran 2015/2016”, dan Munawaroh (2016) dengan judul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Cahaya Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index)” sedangkan di luar negeri terdapat juga penelitian yang menemukan miskonsepsi yaitu pada penelitian Kartal (2011) dengan judul “Misconceptions of science teacher candidates about heat and temperature”, Bahtiar dan Bastruk (2012) Relationship between 5th grade Students’ Attitudes towards Science and Technology Course and Misconcetions, dan Penelitian Sozen dan Bolat (2011) dengan judul “Determining the misconceptions of primary school students related to sound transmission throught drawing”
Penelitian sebelumnya menemukan miskonsepsi pada indikator atau materi dalam IPA. Berikut miskonsepsi yang terjadi pada SD; 1) Penelitian Wahyuningsih (2016) menemukan beberapa indikator yang terjadi miskonsepsi yaitu; a) menyebutkan organ pencernaan manusia dan fungsinya sebanyak empat siswa, b) menyebutkan organ peredaran darah manusia dan fungsinya sebanyak lima siswa dan c) mengumpulkan data tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau; 2) Penelitian Munawaroh dan Falahi (2016) menemukan mikonsepsi dalam materi konsep cahaya; 3) Dalam Bahtiyar dan Basturk (2012) menemukan miskonsepsi mengenai pertukaran panas. Selain di SD, miskonsepsi dalam pembelajaran IPA juga ditemukan di perguruan tinggi, materi yang terjadi miskonsepsi dalam penelitian; 1) Ngurah dan Laksana (2016)
23 yaitu a) konsep zat-zat yang diperlukan dalam proses fotosintesis tumbuhan hijau, b) konsep fotosintesis membutuhkan cahaya, 3) konsep massa jenis zat, dan 4) konsep gerak jatuh bebas; 2). Kartal, dkk (2011) yaitu pada materi panas dan temperatur; 3) Sözen dan Bolat (2011) pada materi penghantar bunyi.
Penyebab miskonsepsi pada pembelajaran IPA juga beragam, contohnya ada pada dalam; 1) Ngurah dan Laksana (2016) menemukan bahwa penyebab miskonsepsi yaitu berasal dari bahan ajar; 2) Wahyuningsih (2016) menemukan bahwa penyebab miskonsepsi dalam pembelajaran IPA yaitu persepsi yang salah terhadap materi yang sedang dipelajari dan kurangnya minat pelajaran IPA; 3) Sözen dan Bolat (2011) menemukan beberapa miskonsepsi yang diperoleh sebagai hasil dari studi bahwa siswa tidak memperhatikan bahwa suara didengar oleh refleksi dan partikel dalam medium transfer energi dengan bergetar saat suara sedang dikirim dan mereka berpikir bahwa materi bergerak ke dalam arah suara yang ditransmisikan.
Pada penelitian mengenai miskonsepsi tersebut, menurut penulis terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan, maka mungkin akan lebih baik jika ada yang beberapa hal yang diubah atau ditambah, misalnya; 1) dalam Ngurah dan Laksana (2016)pemaparan pada hasil penelitian menurut penulis sudah baik, apalagi hasil penelitian tidak hanya didapatkan dari tes saja, namun juga melalui wawancara. Namun, akan lebih baik jika di dalam penelitian ditambahkan saran untuk penelitian ke depannya; 2) dalam Wahyuningsih (2016) subjek yang diteliti merupakan siswa kelas V berjumlah 18 siswa di SD Kanisius Beji, mungkin akan lebih baik jika bukan hanya siswa saja yang diteliti namun gurunya juga. Hal ini penulis sarankan karena hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa penyebab
24 miskonsepsi yaitu dari persepsi siswa yang mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam penyampaian materi dari guru. Pada bagian hasil penelitian sudah mendetail, namun akan lebih baik jika pemaparan hasil penelitian berdasarkan miskonsepsi yang terjadi bukan berdasarkan presensi siswa; 3) dalam Munawaroh & Falahi (2016) pada bagian kesimpulan jurnal ini hanya memaparkan 2 materi tertinggi yang terjadi miskonsepsi saja. Mungkin akan lebih baik jika semua miskonsepsi disimpulkan , jadi tidak hanya 2 yang tertinggi saja sehingga semua miskonsepsi terpaparkan dan menjadi sedikit lebih jelas; 4) dalam Bahtiyar & Basturk (2012) penelitian ini hanya menggunakan siswa sebagai subjeknya, akan lebih baik jika guru ditambah sebagai subjeknya. Pemilihan sekolah dasar untuk tempat penelitian hanya dipilih secara acak, mungkin akan lebih baik jika dipilih berdasarkan latar belakang sekolah tersebut juga; 5) dalam Kartal, dll (2011) pada bagian pembahasan peneliti hanya menyimpulkan jika terdapat mahsiswa yang salah dalam menjawab soal, maka peneliti menyatakan bahwa mahasiswa tersebut mengalami miskonsepsi tanpa mencari tahu lebih lanjut faktor lain yang menyebabkan siswa tersebut mengalami miskonsepsi. Mungkin, hasil tersebut bisa ditindaklanjuti dengan wawancara; 6) Penelitian ini menggunakan subjek kelas 2 SD. Mungkin akan lebih baik jika subjek diganti menjadi siswa kelas atas (4, 5, dan 6).
25 C. Literatur Map
Penelitian I
Miskonsepsi dalam Materi IPA Sekolah Dasar
Dek Ngurah Laba Laksana. 2016. Penelitian II
Identifikasi Miskonsepsi IPA Kelas V di SD Kanisius Beji Tahun Pelajaran 2015/2016 Esti Wahyuningsih. 2016
Penelitian III
Identifikasi Miskonsepsi IPA Kelas V di SD Kanisius Beji Tahun Pelajaran 2015/2016 Fatimatul Munawaroh dan Falahi, M. Deny. 2016.
Penelitian IV
Relationship between 5th grade’ Attitudes towards Science and Technology Course and Misconceptions
Asiye Bahtiyar dan Ramazan Bastruk. 2012.
Penelitian VI
Determining the misconceptions of primary school students related to sound
transmission throught drawing
Merve Sozen dan Mualla Bolat. 2011. Penelitian V
Misconceptions of science teacher candidates about heat and temperature
Tezcan Tezcan, dkk. 2011.
Miskonsepsi IPA Biologi pada Guru Kelas IV Sekolah Dasar
Lidwina Tutusari Mieke. 2019
26 Pada denah di atas terdapat perbedaan mengenai penelitian yang akan peneliti teliti dengan penelitian sebelumnya. Partisipan pada penelitian sebelummnya adalah siswa dan mahasiswa sedangkan partisipan pada penelitian ini adalah guru. Alasan peneliti memilih partisipan guru adalah dalam UU nomor 1 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 tertulis, “guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Oleh karena itu seharusnya guru menguasai atau memahami konsep dalam ilmu pelajaran sehingga peneliti ingin mengetahui sejauhmana pemahaman konsep guru, khususnya pada materi IPA.
D. Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) di sekolah dasar merupakan pelajaran terpadu dari pelajaran kimia, biologi, dan fisika. Beranjak dari sebuah sebuah studi yaitu Trends in International Mathematics and Science Study atau TIMSS yang mendapatkan hasil peringkat Indonesia ke 46 dari 48 mengenai
pelajaran IPA, peneliti melakukan sebuah wawancaraa tidak langsung. Hasilnya terdapat siswa yang kurang memahami konsep IPA. Konsep yang tidak dipahami oleh siswa itu mengenai bagian tubuh tumbuhan. Terdapat siswa yang menbenarkan bahwa setiap tanaman memiliki akar, batang, dan daun. Berlanjut dari kasus tersebut peneliti bahkan menemukan beberapa penelitian yang mendapatkan kesimpulan bahwa miskonsepsi memang terjadi di sekolah dasar. Tidak hanya itu, rupanya miskonsepsi ditemukan pula di perguruan tinggi.
27 Pada sebuah buku diketahui bahwa salah satu penyebab miskonsepsi pada siswa adalah guru. Suparno (2005: 42) miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa oleh guru. Teori tersebut membuat ketertarikan peneliti semakin kuat untuk menggali lebih mengenai miskonsepsi yang terjadi di sekolah dasar khususnya pada guru. Dalam www.nasionalkompas.com bahkan menyebutkan bahwa guru dalam tradisi jawa merupakan akronim dari “digugu lan ditiru” (orang yang dipercaya dan diikuti). Jika guru memberikan sebuah pengetahuan, maka pengetahuan tersebut akan dipegang siswa dengan kuat karena percaya akan kebenaran teori yang diucapkan oleh gurunya.
28 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada BAB III memaparkan mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian data, dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hal ini dikatakan begitu karena penelitian ini menghasilkan data deskriptif mengenai pemahaman partisipan utama (guru) dan partisipan lain (siswa) terhadap materi pelajaran IPA Biologi. Bodgan & Taylor (dalam Gunawan: 2013: 82) menjelaskan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).
B. Seting Penelitian 1. Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di sebuah sekolah dasar di Yogyakarta. Sekolah ini akan diberikan inisial SD Negeri Purnama. Letak sekolah ini berada di lokasi yang strategis yaitu di tepi jalan raya, sehingga ketika peneliti keluar dari pintu pagar sekolah langsung menghadap jalan raya. Pada seberang sekolah ini (di sebelah selatan SD) terdapat kawasan pertokoan ruko yang berisikan beberapa warung makan, toko aksesoris atau perlengkapan wanita, laundry baju, dan anjungan tunai mandiri (ATM) dari berbagai macam bank. Pada kawasan pertokoan tersebut pula tersedia lahan parkir yang luas sehingga seringkali peneliti melihat beberapa orangtua/wali
29 siswa yang membawa mobil atau motor parkir di lahan tersebut untuk mengantar atau menjemput siswa. Akses yang mudah ini membuat beberapa orangtua/wali siswa memilih sekolah ini (berdasarkan pernyataan orangtua/wali siswa). Sekolah dasar ini diapit oleh dua sekolah menengah, pada barat berbatasan dengan sekolah menengah pertama (SMP) dan pada bagian timur berbatasan dengan sekolah menengah atas (SMA).
Sekolah ini memiliki halaman yang cukup luas, terbukti bisa menampung 12 kelas yang berisikan siswa masing-masing kelas 29-31 siswa pada saat senam sehat di hari jumat. Lingkungan sekolah asri, rindang dan sejuk karena banyak terdapat pohon-pohon dan tanaman di halaman sekolah. Pohon dan tanaman di sekolah ini terkadang dimanfaatkan sebagai media pelajaran (berdasarkan pengamatan secara tidak langsung) untuk pelajaran mengambar dan pada materi tertentu dipelajaran IPA.
Setiap pagi halaman SD selalu dibersihkan oleh seorang tukang kebun yang bekerja di sekolah ini sehingga sekolah ini selalu dalam kondisi bersih setiap hari efektif sekolah. Kata bersih ini maksudnya tidak ada lagi sampah daun dan lain-lain yang berjatuhan yang berserakan. Sekolah ini difasilitasi dengan ruangan laboratorium IPA dan perpustakaan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada saat peneliti melaksanakan kegiatan program pengalaman lapangan atau PPL pada semester genap tahun ajaran 2018/2019.
30 C. Desain Penelitian
Berdasarkan dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Esti Wahyuningsih (2016) diketahui bahwa miskonsepsi terjadi pada siswa mengenai materi IPA di sekolah dasar. Kemudian peneliti melakukan observasi untuk mengamati fenomena ini. Peneliti menempatkan diri sebagai observer partisipan untuk mencari tahu pemahaman siswa mengenai materi IPA di sekolah dasar. Kegiatan observasi ini dilakukan pada sekolah tempat pelaksanaan kegiatan kuliah lapangan.
Hasil kegiatan observasi membuat peneliti ingin melakukan penelitian. Metode yang sesuai dengan penelitian ini adalah metode fenomenologi. Dalam Kholifah dan Suyadnya (2018: 117) fenomenologi yang dikenal melalui Husserl adalah ilmu tentang penampakan (fenomena) yang mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Sesuai dengan tujuannya melalui metode ini peneliti secara langsung dapat meneliti fenomena yang terjadi yaitu mengenai pemahaman dalam materi pelajaran IPA.
Selanjutnya peneliti memutuskan untuk mengamati fenomena mengenai miskonsepsi dalam materi IPA terhadap guru wali kelas IV di SD N Purnama dengan sebuah kegiatan wawancara semi terstruktur. Hasil wawancara tesebut akan ditulis sebagaimana adanya jawaban yang diberikan oleh wali kelas IV. Sebab, esensi dari penelitian fenomenologi adalah untuk berefleksi melalui pengalaman peristiwa yang di alami (Rahmawati, 2018: 28)
31 Berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur tersebut, peneliti akan mendapatkan hasil berupa pemahaman guru. selanjutnya hasil pemahaman tersebut dibandingkan dengan teori-teori dari beberapa sumber buku, jurnal, atau bahkan para ahli. Hasil yang didapatkan dari perbandingan berupa pemahaman yang sudah sesuai konsep dan yang tidak sesuai dengan konsep atau miskonsepsi. Pertanyaan yang mendapatkan hasil tidak sesuai dengan konsep tersebut ditanyakan kembali kepada siswa SD kelas IV. Hal ini guna untuk melihat korelasi antara miskonsepsi yang ada pada guru dan siswa.
D. Partisipan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak menganggap partisipan sebagai objek atau subjek penelitian, namun posisi partisipan adalah setara dengan peneliti (Rahmawati, 2018: 28). Berdasarkan KBBI, partisipan adalah orang yang ikut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipan utama dalam penelitian ini adalah Bapak Agung dan Ibu Sari. Kedua guru ini merupakan guru wali kelas IV di SD N Purnama. Wawancara dilakukan kepada kedua guru tersebut guna mendapatkan data penelitian. Data penelitian dari partisipan utama ini selanjutnya akan dibandingkan dengan wawancara partisipan lainnya. Pada penelitian ini partisipan lainnya adalah siswa kelas IV atau siswa didik dari guru tersebut. Hasil perbandingan tersebut guna untuk melihat korelasi antara keduanya. Berikut latar belakang mengenai partisipan utama dalam penelitian ini:
1. Bapak Agung
Bapak Agung (bukan nama sebenarnya) merupakan guru wali kelas IV di SD Purnama. Lahir di Sleman pada tahun 1963. Beliau mendapat gelar S.Pd. dengan menempuh studi S1 pada prodi Pendidikan Guru
32 Sekolah Dasar dan melanjutkan studi S2 dengan jurusan MIPA pada universitas yang berbeda di Yogyakarta.
Bapak Agung pernah membimbing olimpiade IPA tingkat kabupaten siswa pada pembelajaran IPA pada tahun 2014 ke bawah. Riwayat mengajar Bapak Agung sejak awal sudah di SD Purnama sampai sekarang. Sejauh ini Bapak Agung sudah mengajar selama 14 Tahun. Pada saat pertama kali mengajar pada tahun 2004 mengajar Bapak Agung mengajar pelajaran IPA di kelas 5 dan 6 sampai dengan tahun 2014. Menurut perkataan beliau pada saat itu pembelajaran masih permata pelajaran/belum tematik sehingga beliau mengampu empat kelas sekaligus.
Metode pelajaran yang digunakan Bapak Agung beragam. Hal ini dilihat peneliti saat melaksanakan observasi. Metode yang digunakan yaitu pengamatan, tanya jawab, diskusi kelompok, dan games.
2. Ibu Sari
Ibu Sari (bukan nama sebenarnya) lahir di Sragen pada tahun 1987. Pendidikan terakhir beliau yaitu S1 PGSD di salah satu universitas negeri di Yogyakarta pada tahun 2012. Beliau sudah mengajar selama 9 tahun terhitung sejak tahun 2010 di SD Purnama di kelas 4 hingga sekarang.
Kegiatan pembelajaran IPA di kelas Ibu Sari beragam, dari demonstrasi, praktikum, pengamatan, dan eksperimen. Menurut keterangan Ibu Sari dalam pembelajaran IPA di kelasnya beberapakali menggunakan media pembelajaran. Berdasarkan hasil ulangan siswa di kelasnya pada semester 1 tahun ajaran 2018/2019 rata-rata sudah baik dalam materi pelajaran IPA (nilai ulangan siswa 28 dari 31 di atas KKM yaitu 75).
33 E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan dokumen Berikut penjelasan mengenai ketiga teknik pengumpulan data yang akan dilaksanakan oleh peneliti;
1. Observasi
Jenis observasi yang digunakan peneliti kepada partisipan utama dan lainnya adalah observasi partisipan. Winarni (2018: 81) observasi partisipan adalah observasi dimana orang yang melakukan pengamatan berperan serta dalam kehidupan orang yang diobservasi. Pada saat melaksanakan observasi, peneliti merupakan seorang mahasiswa PPL (program pengalaman lapangan) yang belajar mengenai hal-hal keguruan di sekolah tersebut. Observasi pertama dilakukan kepada partisipan utama atau guru. Kegiatan observasi guru dilakukan untuk mendapatkan dua hal. Pertama, berupa gerakan-gerakan yang dilakukan guru ketika menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti (pada saat wawancara). Hal ini guna untuk melihat adanya keyakinan atau keraguan ketika partisipan menjawab pertanyaan yang terlihat pada gerakan tubuh, mimik wajah, dan pelafalan kata. Kedua, untuk mengetahui proses belajar dan mengajar. Hal ini guna untuk mengetahui seberapa besar pengaruh guru dalam pemberian materi pelajaran IPA.
2. Wawancara
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawanara tidak terstruktur. Mulyadi, dkk (2019: 232) wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang
34 makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Kegiatan wawancara pada penelitian ini berfungsi untuk mengetahui mengenai pemahaman materi pelajaran IPA Biologi pada partisipan utama dan lainnya.
Wawancara pertama dilakukan kepada partisipan utama. Kegiatan ini guna untuk mengetahui pemahaman guru terhadap materi pelajaran IPA khususnya Biologi. Peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur untuk diajukan kepada partisipan utama sehingga peneliti sudah menyiapkan daftar pertanyaan. Perumusan instrumen pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4. pada kelas IV sekolah dasar yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atau KEMENDIKBUD.
SD N Purnama merupakan sekolah yang memiliki kelas paralel sehingga partisipan utama yang akan diwawancara berjumlah 2 orang, yaitu Bapak Agung dan Ibu Sari (pseudonym). Kedua guru tersebut merupakan guru wali kelas tempat peneliti melaksanakan kegiatan PPL sehingga peneliti memiliki relasi yang baik terhadap guru tersebut. Relasi yang baik tersebut mempermudah peneliti untuk mewawancara guru tersebut.
Kemudian setelah hasil wawancara terhadap partisipan utama didapatkan, langkah selanjutnya pada penelitian ini adalah melakukan wawancara semi terstruktur pada siswa kelas IV. Daftar pertanyaan yang diajukan kepada siswa merupakan pertanyaan yang dijawab guru dengan
35 hasil kurang atau tidak sesuai dengan konsep. Hal ini guna untuk mengetahui korelasi antar pemahaman guru dan siswa.
3. Dokumentasi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Dokumentasi merupakan pengumpulan, pemilahan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan. Dokumentasi dalam penelitian ini berupa autobiografi dari kedua partisipan utama dan buku-buku yang digunakan oleh guru di SD N Purnama. Fungsi dokumentasi pada berupa autoiografi guru guna untuk mengetahui latar belakang guru, khususnya yang memiliki keterhubungan partisipan dengan pemahamannya terhadap “IPA Biologi sedangkan buku guna mengetahui sumber-sumber materi pelajaran yang digunakan guru sebagai pedoman dalam mengajar.
E. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Winarni (2018: 155) peneliti sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Sebagai seorang human instrumen, peneliti menjadi instrumen yang fleksibel. Hal ini dapat dikatakan karena manusia merupakan makhluk yang memiliki akal sehingga mampu berpikir. Kemampuan berpikir ini membuat manusia jadi dapat merespon sesuai dengan keinginannya sehingga mendapatkan hasil yang sesuai pula.
Peneliti sudah mempelajari pelajaran IPA secara formal sejak duduk dibangku SD kelas IV. Hal ini berlanjut hingga peneliti masuk ke sekolah
36 menengah atas dan memilih jurusan IPA sehingga mempelajari pelajaran ini lebih dalam. Saat ini peneliti merupakan mahasiswa yang duduk di bangku kuliah dan kembali bertemu dengan pelajaran IPA lagi. Bahkan peneliti sudah memiliki pengalaman mengajarkan pelajaran IPA SD kepada peserta didik sebagai salah satu tentor di suatu lembaga kursus. Selama mempelajari pelajaran IPA, peneliti pernah merasakan kesalahpahaman akan konsep materi ilmu pengetahuan. Hal ini peneliti alami ketika duduk di sekolah dasar. Peneliti masih mengingat jelas bahwa guru peneliti seringkali menegaskan bahwa “herbivora itu pemakan tumbuhan, karnivora itu hewan, dan omnivora itu segala”. Kata “segala” tersebut membuat artian yang ambigu, sehingga seharusnya omnivora adalah hewan yang memakan tumbuhan dan hewan, malah bisa menjadi artian memakan tumbuhan, hewan, batu, tanah, dan lain-lain.
Selain dari guru, peneliti pernah mengalami miskonsepsi yang disebabkan oleh buku bacaan anak-anak. Dulu pada saat duduk di bangku sekolah, peneliti pernah membaca buku cerita mengenai Adam dan Hawa. Cerita tersebut mengisahkan bahwa satu tulang rusuk Adam diberikan kepada Hawa. Berdasarkan cerita tersebut peneliti pernah meyimpulkan bahwa tulang rusuk laki-laki jumlahnya lebih sedikit daripada perempuan.
Pengalaman-pengalaman ini membuat peneliti sadar bahwa konsep ilmu pengetahuan jika tidak disampaikan dengan penggunaan kata yang benar akan menyebabkan miskonsepsi. Adanya kasus yang dirasakan peneliti tersebut memberikan dampak kepada peneliti. Hal ini secara tidak langsung membuat peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai pemahaman siswa yang berunjuk pada rasa penasaran akan pemahaman guru pula.
37 Afrizal (2015: 135) untuk mengumpulkan data dari sumber informasi (informan), peneliti atau pewawancara sebagai instrumen utama penelitian memerlukan instrumen bantuan. Instrumen bantuan yang digunakan untuk dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara tidak terstruktur. Dalam wawancara tidak terstruktur, pewawancara mungkin saja mempunyai daftar pertanyaan, tetapi daftar pertanyaan ini tidak dilengkapi dengan pilihan jawaban (Afrizal, 2015: 136). Jadi peneliti sudah membuat instrumen pertanyaan untuk mengali mengenai hal yang ingin diteliti yaitu pemahaman guru terhadap pelajaran IPA khususnya Biologi. Berikut pedoman wawancara yang membantu menyokong penelitian ini;
Kompetensi Dasar Pembagian materi Pertanyaan
3.1 Menganalisis
hubungan antara
bentuk dan fungsi bagian tubuh pada hewan dan tumbuhan.
Bentuk dan fungsi bagian tubuh pada tumbuhan.
1. Apakah akar serabut
merupakan ciri
tanaman dikotil? 2. Apakah setiap tanaman
memiliki bunga? 3. Apakah setiap tanaman
yang berbuah memiliki bunga?.
4. Apakah nektar dan madu adalah sama? Jelaskan!
5. Apakah setiap tanaman memiliki zat klorofil?
6. Apakah semakin
banyak zat klorofil di
dalam daun akan
menyebabkan daun
semakin berwarna
hijau?
7. Apakah karbondioksida
dalam proses
fotosintesis hanya dapat diperoleh dari mulut daun/stomata saja?
8. Apakah bayam
termasuk dalam
golongan batang basah? 9. Apa perbedaan akar tunjang dan akar napas? 10. Fungsi penyerbukan
pada bunga?
11. Apakah semua buah memiliki struktur biji, daging, kulit, dan tangkai?
38
12. Apakah setiap
tumbuhan memiliki tiga bagian pokok tubuh tumbuhan seperti akar, batang, dan daun?
3.2 Membandingkan siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta mengaitkan
dengan upaya
pelestarian.
Siklus hidup makhluk
hidup dan upaya
pelestarariannya.
13. Apakah katak dewasa
hanya bernafas
meggunakan
paru-paru?
14. Apakah ada hewan yang tidak mengalami metamorfosis? 3.4. Menjelaskan pentingnya upaya keseimbangan dan pelestarian sumber daya alam di lingkungannya
Upaya keseimbangan dan pelestarian sumber daya alam.
15. Apakah abrasi dan erosi itu sama?
16. Apa perbedaaan
biodiesel dan
bioetanol?
17. Apakah pembuatan kompos secara alami atau dengan cara
menimbun sampah
organik di dalam tanah dapat merusak unsur tanah?
Tabel 1: Pedoman Wawancara KD 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4 F. Kredibilitas dan Transferabilitas
Lincoln dan Guba (dalam Bandur, 2016: 284) menegaskan pentingnya peneliti memberikan jaminan bahwa penelitian yang dapat dipercaya memiliki atribut yang kredibel. Kredibel berarti peneliti dipercaya telah mengumpulkan data yang real di lapangan serta menginterprestasi data autentik tersebut dengan akurat (Bandur, 2018: 284). Pada penelitian ini menggunakan dua jenis triangulasi untuk mencapai kredibilitas. Pertama, peneliti menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi kepada kedua partisipan utama. Hal ini guna untuk mencapai kredibilitas data yang diambil. Kedua, peneliti menggunakan triangulasi sumber pula untuk mencapai kredibilitas. Sumber data yang digunakan peneliti yaitu guru wali kelas, siswa
39 kelas IV, dan sumber tertulis (buku paket pelajaran, RPAL, dan jurnal). Pemahaman pada siswa dan guru akan dibandingkan dan dicari tahu apakah memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Sedangkan sumber tertulis guna untuk memastikan apakah pemahaman guru dan siswa sudah sesuai dengan konsep yang benar.
Licoln dan Guba (dalam Bandur, 2016: 284) secara khusus diartikan bahwa transferabilitas berkaitan dengan sejauh mana hasil analisis data penelitian dapat diaplikasikan pada setting penelitian lain. Winarni (2018: 187) nilai transfer ini berkenan dengan pertanyaan hingga hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam konteks atau situasi lain. Pemahaman akan suatu materi pelajaran pasti dimiliki pada guru atau siswa di sekolah karena sekolah merupakan tempat terjadinya transfer ilmu. Adanya kegiata transfer ilmu mungkin akan mendapatkan kasus mengenai pemahaman yang kurang tepat, sehingga terjadi miskonsepsi cenderung terjadi pada sekolah.. Bahkan kemungkinan kasus ini terjadi di sekolah yang memiliki kekurangan guru seperti di tempat kampung halaman peneliti sendiri (Ngabang, Kalimantan Barat) sehingga guru di sekolah tersebut harus mengampu mata pelajaran yang kurang sesuai dengan bidangnya. Hal inilah yang membuat kemungkinan terjadinya penyampaian materi yang kurang tepat sehingga menjadi tidak sesai dengan konsep dalam suatu materi pelajaran. Oleh sebab itu, hasil analisis dalam penelitian ini dapat ini memungkinkan untuk diaplikasikan pada setting penelitian lain yang serupa. G. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi sebagai teknik analisis data. Analisis Fenomenologi adalah berusaha untuk memahami dan menjelaskan