• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Ruti Wiyati 1, Handoyo 2, Hartati 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Ruti Wiyati 1, Handoyo 2, Hartati 3"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PEMAPARAN DEBU KAPAS DENGAN

PENURUNAN FUNGSI PARU (VC, FVC DAN FEV1) PADA

PEMBUAT KASUR DI DESA BANJARKERTA

KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN

PURBALINGGA

Ruti Wiyati1 , Handoyo2, Hartati3

Background Dusty cotton is some dust that is resulted during the process of matrasses maker that made of cotton residue from the textile industry. Dusty cotton can cause some lung diseases for the employ of matrasses maker during work day. The main symptom of pulmonary diseases is decreasing the pulmonary function (VC, FVC and FEV1). In the late stadium, that disease can decrease lung elasticities and total lung volume capacities.

Purposes The aim of this study is to analyse the relationship of exposure of dusty cotton toward the decreasing of pulmonary function (VC, FVC and FEV1).

Method Cross sectional study was utilised in this study. The numbers of employees were randomly selected with some criteria. Of 31 women employees were chosen in this study. Bivariat (product moment correlation) and Multivariate analysis were used in the study to answer the research question. Result The result show that there are strong relationship between the exposure of dusty cotton with the decreasing pulmonary function (VC, FVC and FEV1). Moreover, there is also a relationship between the lengths of exposure of dusty cotton with the decreasing of pulmonary function. Meanwhile, by multivariate analysis, there is strong relationship between the concentration of dusty cotton in the air with the length of exposure of dusty cotton in the air with the decreasing of pulmonary function (VC, FVC and FEV1).

Keyword: Dusty cotton, pulmonary function, and matrasses maker

1. Nursing Lecturer of Semarang Health Polytechnic

2. Nursing Lecturer of Semarang Health Polytechnic

3. Nursing Lecturer of Semarang Health Polytechnic

PENDAHULUAN

Pembangunan Jangka Panjang bidang kesehatan terdiri atas upaya pokok di bidang kesehatan yang dituangkan dalam Sistem Kesehatan

Nasional ( SKN ). Dalam SKN disebutkan bahwa upaya kesehatan dapat diselenggarakan oleh masyarakat atau pemerintah baik sektor kesehatan maupun sektor lainnya. Salah satu upaya pokok

(2)

kesehatan

adalah penanganan kesehatan kerja y ang mempunyai tujuan untuk

mendapatkan derajat kesehatan tenaga kerja seoptimal mungkin baik fisik, mental dan sosial. Disamping itu juga untuk mendapatkan efisiensi dan produktifvitas tenaga kerja yang tinggi (Soekarno, 1994)

Industri di Indonesia berkembang dengan pesat seirama dengan lajunya program pembangunan nasional. Industri dan produknya mempunyai dampak yang positif dan negatif kepada manusia. Di satu pihak akan memberikan keuntungan berupa memberikan lapangan pekerjaan, mempermudah komunikasi dan transportasi serta akhirnya meningkatkan ekonomi dan sosial masyarakat. Di pihak lain dapat timbul dampak negatif karena paparan zat-zat yang terjadi pada proses industrialisasi atau oleh karena produk-produk hasil industri tersebut.

Berbagai kelainan serta penyakit dapat timbul dan mengenai berbagai organ tubuh seperti kelainan kulit, ganguan saluran pencernaan, kelainan pada mata serta penyakit dan kelainan saluran pernafasan. Khusus industri tekstil, kelainan yang ditimbulkan akibat pemaparan debu kapas dapat menimbulkan kelainan paru tenaga kerja yang disebut byssinosis (Magunnegoro, 1991)

Melihat epidemologis byssinosis, biasanya prevalensi sangat tinggi pada pekerjaan dengan debu kapas yang tinggi. Angka sakit dapat mencapai 70 % dari pekerja yang menghirup debu dan 14 % dari karyawan yang menghirup debu kapas ditemukan menderita cacat paru-paru (Suma’mur, 1991),1

Industri pembuatan kasur merupakan salah satu industri sektor informal yang masih bisa bertahan dalam kondisi krisis ekonomi dewasa ini. Di Desa Banjarkerta Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga, pekerjaan membuat

kasur merupakan mata

pencaharian tetap bagi sebagian masyarakatnya. Bahkan sejak pertengahan tahun 1999 sebagai dampak krisis ekonomi, pekerjaan membuat kasur ini mulai menjadi pekerjaan tetap bagi sebagian besar penduduk desa yang bertetangga dengan Desa Banjarkerta.

Sebagai pusat pembuatan kasur di daerah Purbalingga dan sekitarnya, masyarakat memanfaatkan sisa-sisa hasil produksi industri tekstil yang sudah tidak diolah kembali. Kapas-kapas sisa hasil produksi tekstil dijadikan bahan baku untuk pembuatan kasur. Karena para pembuat kasur ini memanfaatkan kembali hasil olahan produksi indusri tekstil, maka ada kemungkinan kelainan-kelainan yang timbul pada pekerja di indusri tekstil dapat juga timbul pada pekerja pembuat kasur.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, dari 34 pekerja pembuat kasur yang diwawancarai dijumpai adanya keluhan sesak nafas 11 orang ( 32,4 %) dan nyeri dada 4 ( 0,4 %) orang, dijumpai pula penggunaan penutup hidung yang seadanya serta adanya pekerja yang tidak menggunakan penutup hidung selama bekerja karena adanya anggapan terjadinya kekebalan pada paru terhadap debu kapas. Untuk debu kapasnya, secara subyektif dapat dirasakan adanya keluhan mata pedih pada sebagian pekerja.

(3)

Dalam perindustrian tekstil dengan menggunakan berbagai bahan pernah dilaporkan beragam jenis penyakit. Penyakit-penyakit itu sebagian adalah penyakit-penyakit umum dan sebagian lain adalah penyakit-penyakit akibat kerja. Penyakit-penyakit umum seperti TBC Paru, bronchitis dan Influenza sering dilaporkan diantara pekerja yang pekerjaannya berdebu. Penyakit-penyakit khusus seperti pneumopati pada pekerja pengolah vlas yang sudah terlalu lama disimpan, kanker kulit dan jari-jari tangan, penyakit paru-paru akut pada para pembuat kasur yang menggunakan kapas berwarna dan berkwalitas rendah, byssinosis pada pekerja terutama di pemintalan, penyakit oleh bakteri anthrax dalam perindustrian tekstil dengan bahan wol dan sebagainya (Suma’mur, 1980) , 1980)2

Penyakit radang saluran pernafasan terjadi pada pekerja yang membuat kasur dari bahan kapas yang berkwalitas rendah. Radang ini disebabkan oleh Aerobacter cloacea

yang hidup di kapas lembab pada musim penghujan. Bakteri tersebut biasa terdapat banyak di tanah mungkin berasal dari kotoran manusia atau hewan (Suma’mur, 1980) ,

Atas dasar inilah maka penulis mengadakan penelitian di Desa Banjarkerta Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga yang merupakan pusat poduksi kasur di daerah purbalingga dan sekitarnya. Tujuan Penelitian ini Adalah untuk mengetahui hubungan

pemaparan debu kapas dengan penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 ) pada pekerja pembuat kasur di Desa Banjarkerta Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

METODE PENELITIAN

Kerangka Konsep

Variabel terikat

Penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 ) Variabel bebas

- Kadar debu - Lama pemaparan Variabel pengganggu

- Umur dan jenis kelamin - Status gizi

- Penggunaan masker

- Infeksi saluran pernafasan akut ( ISPA )

Hipotesa

Ada hubungan antara kadar debu dengan penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 ) pada pekerja pembuat kasur di Desa Banjarkerta Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga .

Ada hubungan antara lama pemaparan dengan penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 ) pada pekerja pembuat kasur di Desa Banjarkerta Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

Ada hubungan antara kadar debu dan lama pemaparan dengan penurunan fungsi paru ( VC, FVC

(4)

dan FEV1 ) pada pekerja pembuat kasur di Desa Banjarkerta Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah

Explanatory Research yaitu penelitian yang menjelaskan adanya hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya.

Menurut pendekatannya penelitian ini adalah menggunakan pendekatan

Cross Sectionalkarena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada obyek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan pada situasi saat ini.

Populasi

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja pembuat kasur yang ada di Desa Banjarkerta yang berjumlah 74 orang yang terdiri dari 26 laki-laki dan 48 wanita. Untuk pekerja laki-laki umur terendah 19 tahun dan tertinggi 56 tahun, sedang untuk pekerja wanita umur terendah 14 tahun dan tertinggi 63 tahun.

Sampel Penelitian3

Sampel penelitian yang diambil menggunakan teknik purposive sampling nonprobability. Menurut Sugiyono ( 2000 ) teknik purposive sampling nonprobability adalah teknik pengambilan sampel dengan tidak memberi peluang / kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel dan teknik penentuan sampelnya dengan menggunakan pertimbangan tertentu

21. Adapun

pertimbangan-pertimbangan yang diambil adalah sebagai berikut : Wanita dengan usia

15 -45 tahun, masa kerja minimal 5 tahun, status kesehatan tidak merokok, tidak mempunyai riwayat penyakit paru, sebelum bekerja dan tidak sedang hamil. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, dari 48 pekerja wanita yang menjadi pembuat kasur diperoleh sampel sebanyak 31 orang.

Pengumpulan Data Data primer

Adalah data yang didapat langsung dari lapangan dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara dengan responden dengan pekerja pembuat kasur. Adapun hasil data yang diambil didapat dari :

Hasil wawancara

Yaitu biodata pekerja dan riwayat kesehatan pekerja seperti sesak nafas, sakit dada, batuk-batuk serta

penggunaan penutup

hidung/masker.

Pengukuran tinggi badan dan berat badan

Berat badan diukur dengan timbangan injak merk Hanson, sedangkan tinggi badan diukur dengan meteran dan kaki tanpa alas sandal atau sepatu.

Pengukuran VC, FVC dan FEV1 dengan spirometri

Dengan menggunakan spirometer digital yaitu microspiro HI-298, sehingga fungsi paru pekerja dapat diketahui. Tenaga kerja yang diperiksa bebas dari kehamilan, semua pakaian yang menempel di dada dan perut dilonggarkan kemudian berdiri tegak dengan

(5)

menarik nafas dahulu sedalam-dalamnya kemudian meniupkan udara ekspirasi ke dalam spirometer. Tiap pekerja dilakukan pemeriksaan tiga kali untuk tiap-tiap jenis pemeriksaan ( VC, FVC ). Data yang diambil yaitu data yang paling baik. Adapun cara pengukurannya adalah sebagai berikut :

Sebelum pengukuran responden diberi pengarahan terlebih dulu tentang maksud dan tujuan pengukuran .

Hidupkan spirometer dengan menggunakan tombol On.

Masukan Biodata responden meliputi tanggal pengukuran, umur, jenis kelamin dan tinggi badan kemudian tekan enter dua kali.

Tekan tombol VC , tekan start dan lakukan pengukuran VC. Akhiri dengan menekan tombol stop.

Tekan tombol FVC, tekan start dan lakukan pengukuran FVC. Akhiri dengan menekan tombol stop.

Tekan tombol print untuk melihat hasilnya. Hasil print out akan didapatkan harga VC, FVC dan FEV1 dalam ml serta persen. Kemudian untuk diagnosa sementara pada akhir print out.

Pengukuran kadar debu kapas4 Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Personal Dust Sampler ( PDS ) yaitu air chek sampler model 22T- PCXR8. Alat ini dipasang menempel pada pekerja sambil melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan untuk filter penangkap debu sebelum digunakan ditimbang dahulu dan sesudah digunakan pengukuran ditimbang kembali.

Adapun pengukurannya adalah sebagai berikut :

Pasang filter yang sudah ditimbang pada filter holder dengan bagian kasar diletakkan dibagian depan/atas.

Pasang PDS pada responden dengan flow rate 1,7 – 2,2 liter/menit.

Hidupkan alat dan lakukan pengukuran selama kurang lebih 60 menit.

Setelah 60 menit ambil filter dengan memakai pinset dan masukkan ke dalam desikator selama 24 jam. Timbang filter dengan menggunakan timbangan analitik sampai diperoleh bobot tetap.

Berat filter isi – berat filter kosong Kadar debu ( mg/M3) =

Flow rate (l/menit) X waktu (menit)

Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui dokumen-dokumen yang ada pada Balai Desa Banjarkerta dan Puskesmas Karanganyar yang meliputi gambaran umum desa Banjarkerta, industri rumah tangga pembuatan kasur dan jumlah pekerja pembuat kasur.

Pengolahan dan Analisa Data Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Data yang diperoleh dari pengukuran dan hasil wawancara dengan kuesioner akan

(6)

diolah, diklasifikasikan dan disusun dalam bentuk narasi berdasarkan tabel. Adapun teknik analisanya yaitu sebagai berikut :

Analisa univariat analisa ini dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Pengujian Normalitas Data untuk pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorof Smirnov. Pengujian ini dapat dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows versi 10.

Untuk analisa bivariat menggunakan uji analisa statistik Koefisien Korelasi Product Moment dengan rumus :

ΣXY rxy =

N . SDx. SDy

Dimana :

r xy = Koefisien Korelasi antara X dan Y

X Y = Product dari X kali Y

N = Jumlah sampel yang diselidiki SDx = Standar deviasi dari variabel X

SDy = Standar deviasi dari variabel Y Analisa dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 10,0

interprestasi :

rxy : Nilai hasil perhitungan dan disebut juga ro

rt 1 % : Nilai dari koefisien korelasi tabel untuk taraf nyata 0,01

rt 5 % : Nilai dari koefisien korelasi tabel untuk taraf nyata 0,05

Jika ro≥ rt 1 % maka ro dinyatakan sangat signifikan keadaan demikianditandai dengan P≤ 0,01 Jika ro ≥ rt 5% maka ro dinyatakan signifikan keadaan demikian ditandai dengan P≤ 0,05

Bila dengan analisa bivariat dinyatakan signifikan maka dilanjutkan dengan uji statistik regresi linear tunggal.

Analisa Multivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik regresi ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran kadar debu kapas Dari hasil pengukuran yang dilakukan pada 31 responden, diperoleh hasil pengukuran maksimum 0,52 mg/m3 dan minimum 0,13 mg/m3. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja nomor : SE 01 / MEN / 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja, ditetapkan NAB debu kapas adalah 0,2 mg/m3 sehingga dari 31 jumlah pengukuran, didapatkan pengukuran yang melebihi NAB 16 responden ( 51,6 % ) dan 15 responden ( 48,4 % ) dibawah NAB. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden bekerja dalam rumah ( 51,6 % ). Kadar debu pada lokasi kerja sangat dipengaruhi oleh ventilasi yang ada, baik ventilasi buatan maupun alamiah. Pada lokasi kerja pembuatan kasur di

(7)

Desa Banjarkerta tidak ada local

exhaust ventilation yang berguna

untuk menghisap debu dalam ruangan tetapi hanya ada jendela ruangan yang berfungsi untuk ventilasi umum dalam rumah. Sedangkan yang bekerja diluar rumah, kadar debu kapas dipengaruhi oleh kecepatan dan pergerakan angin sehingga kadar debunya lebih rendah. Dari 14 responden yang bekerja diluar rumah 1 responden kadar debunya di atas NAB dan 13 responden kadar debunya dibawah NAB.

Pengukuran fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 )

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Microspiro HI-298. Dari hasil penelitian didapatkan 31 responden terdapat 14 responden normal (45,2%), 3 responden mild obstruktif(9,7 %), 9 responden moderate obstruktif ( 29%) dan responden mild restriktif(16,1%). Hal ini berarti penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEVI) pada pekerja pembuat kasur di Desa Banjarkerta sudah sampai pada gangguan mild restriktif, yaitu adanya penimbunan kapas pada alveoli paru.

Hasil Analisa Univariat Masa kerja responden

dari hasil penelitian didapatkan 17 (54,8%) responden masa kerja 5-9 tahun, 7 responden (22,6%) masa kerja 10 - 14 tahun, 4 responden (13%) masa kerja 15 –19 tahun, dan 3 responden ( 9,6%) bermasa kerja diatas 20 tahun. Masa kerja responden berkaitan erat dengan lamanya pemaparan dari debu kapas yang terjadi pada responden. Semakin lama pemaparan maka

gangguan fungsi paru semakin menurun (Suma’mur, 1991).

Pendidikan responden

dari hasil penelitian didapatkan pendidikan SD 24(77,4%),SLTP 6 responden dan SMU 1 responden. Dengan pengetahuan kesehatan

yang baik maka akan

mempengaruhi terhadap perilaku pemakaian alat pelindung diri (masker) yang digunakan serta mengetahui resiko yang diakibatkan maka akan mempengaruhi terhadap kedisiplinan dalam pemakaian masker.

Umur responden.

Dari hasil penelitian didapatkan umur pasien usia produktif dengan freuensi terbesar pada goongan usia 21 – 30 tahun: 13 responden(42%), 31 – 40 tahun 11 responden (35,4%). Usia 45 tahun rentan sekali twerhadap gangguan fungsi paru dan secara alamiah akan mengalami penurunan fungsi paru sebab semakin tua semakin besar kemungkinan terganggu kesehatannya (Effendi, 1983)

Tinggi badan, berat basan dan status gizi responden

Rata – rata tinggi badan responden 150,42 cmdan rata =rata berat badan responden 50 kg. Status gizi responden 21(67,7%) normal. Status gizi responden berhububgan dengan daya tahan tubuh terhadap kejadian penyakit saluran pernafasan yang diakibatkan oleh pemaparan debu kapas.

Keluhan kesehatan responden yang berkaitan dengan riwayat kesehatan

(8)

Keluhan kesehatan pasien meliputi : sesak nafas, sakit dada dan batuk. Keluhan ini berkaitan dengan tanda

Bysinosis yang diderita responden karena secara subyektif dapat diketahui dari gejala yang timbul seperti : sesak nafas, sakit dada dan batuk.

Kebiasan Responden dalam

menggunakan masker

kebiasaaan responden dalam menggunakan masker sebagian besar kadang – kadang : 16 responden (51.6%). Kebiasaan ini menunjukan kedisiplinan responden dalam nenggunakan masker sebagai salah satu APD terhadap paparan debu kapas.

Hasil Analisa Bivariat

Hubungan kadar debu kapas dengan penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1). Dari hasil uji Product moment didapatkan p = 0,000 untuk VC< FVC dan FEV1 sedangkan nilai r VC = 0,71 , rFVC = 0,716 dan r FEV1 = -0,712 dengan derajat kepercayaan 99 %sehingga ada hubungan yang kuat antara kadar debu kapas dengan fungsi paru( VC, FVC dan FEV1) sebesar 50,4 % sampai 51, 3 % ( R square VC = 0,504 : R square FVC = 0,513 ran R square FEV1 = 0,508) Hubungan lama pemaparan debu kapas dengan penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 ). Dari hasil uji korelasi Product Moment didapatkan harga p = 0,004 untuk VC, FVC p = 0,007 dan FEV1 p = 0,009 dengan derajat kepercayaan 99% sehingga ada hubungan antara lama pemaparan debu kapas dengan penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 ) dan kekuatan hubungannya sedang / tidak begitu kuat ( harga R VC = 0,497 ; R FVC =

0,473 dan R FEV1 = 0,462 ). Adapun besarnya pengaruh lama pemaparan terhadap penurunan fungsi paru ( VC, FVC dan FEV1 ) sebesar 21,3 % sampai 24,7 % (R square VC = 24,7 % ; R square FVC = 22,4 % dan R square FEV1 = 21,3 % ).

Dari hasil penelitian juga terlihat bahwa dari 5 responden yang terdiagnosa restriktif, 4 responden (80 %) sudah terpapar diatas 15 tahun dan obstruktif hanya 2 responden (16,7 %) yang terpapar diatas 15 tahun. Sedangkan yang masih dalam kondisi normal, dari 14 responden normal 11 responden ( 78,6 %) sudah terpapar dibawah 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pemaparan maka gejala gangguan fungsi parunya bertambah berat sehingga fungsi parunya (VC,FVC dan FEV1) menurun ( 14 ). Bertambah beratnya gangguan fungsi paru disebabkan karena tidak disiplinnya dalam pemakaian penutup hidung/ masker ( 51,6 % kadang-kadang dan 19,4 % tidak pakai ) yang merupakan salah satu alat perlindungan diri dari paparan debu kapas. Walaupun didukung oleh status gizi responden yang baik (54,8 %) tetapi karena latar belakang pendidikan responden rendah (77,4% tamat SD)sehingga pemahaman terhadap arti pentingnya panggunaan APD kurang. Hal ini akan mendukung terhadap bertambah beratnya gangguan fungsi paru pada pekerja pambuatan kasur.

Hasil Analisa Multivariat

Dari hasil uji statistic regesi ganda dengan derajat kepercayaan 95 % didapatkan bahwa hubungan antara kadar debu dan lama

(9)

pemaparan dengan penurunan fungsi paru ( VC< FVC dan FEV1) adalah signifikan dan hubungannya juat negative ( R VC= 0,77 ; R FVC = 0,765 ; R FEV1 = 0,759 dan nilai b untuk VC, FVC, FEV1 negatif baik kadar

debu dan lama

pemaparan). Pengaruh kadar debu dan lama pemaparan secara bersama - sama terhadap fungsi paru – paru ( VC, FVC dan FEV1 sebesar 57.5%). Dari hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang kuat antara kadar debu dan lama pemaparan denngan penurunan fungsi paru. Dari 31 responden , 14 ( 45,2) responden normal, kadar debu dibawah NAB dengan lama pemaparan dibawah 10 tahun. Untuk obstruktif dari 12 responden rata – rata kadar debu 0,31mg/m3. untuk restriktif dari 5 responden rata –rata kadar debunya o,39mg/m3, terdapat 4 responden dengan lama pemaparan diatas 15 tahun.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pemaparan debu kapas pada pekerja pembuat kasur di Desa Banjarkerta dari 31 responden yang sudah melebihi NAB 51,6 % dan yang dibawah NAB 48,4 %. Para pekerja pembuat kasur dari 31 responden, yang mengalami penurunan fungsi paru 54,8 % terdiri obstruktif 38,7 % dan restriktif 16,1 %. Ada hubungan yang signifikan antara kadar debu dengan penurunan fungsi paru (VC,FVC dan FEV1) pada pekerja pembuat kasur dan hubungannya negatif. Ada hubungan yang signifikan antara lama pemaparan debu kapas dengan penurunan fungsi paru ( VC,FVC dan FEV1) pada

pekerja pembuat kasur dan hubungannya negatif. Ada hubungan antara kadar debu dan lama pemaparan debu kapas dengan penurunan fungsi paru (VC,FVC dan FEV1) pada pekerja pembuat kasur dan hubungannya negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Soekarno, Pedoman Diagnosa

Penyakit Akibat Kerja, Majalah

Kesehatan Masyarakat Indonesia, tahun XXII-No 6, Jakarta, 1994.

Magunnegoro, Hadiarto,

Diagnosa dan Penilaian Cacat pada

Penyakit Paru Kerja, Bagian

Pumonologi FKUI, Jakarta, 1991. Suma’mur P.K., Byssinosis di Indonesia, Majalah Hiperkes vol. XXV/3, Depnaker, 1991.

Suma’mur P.K., Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja

Cetakan ketiga, Gunung Agung, Jakarta, 1980.

Depkes RI, Upaya Kesehatan Kerja Sektor In formal di Indonesia cetakan ke 2 , Depkes RI, Jakarta, 1993

John E. Mucthler, The Industrial

Environment Its Evaluation And

Control, Public Health Centre for Diseases Control National Institute for Occupational Safrty and Health, 1973.

APK Surabaya, Kumpulan

Makalah Pelatihan Kemampuan

Dosen/Guru APK-SPPH Bidang

Hiperkes, Surabaya, 1991.

Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson alih bahasa Dr Peter

(10)

Anugrah, Patofisiologi edisi 4, EGC, Jakarta, 1994.

Depnaker R I, SK Menaker No : SE-01/MEN/1997 tentang Faktor Kimia di udara lingkungan kerja, Depnaker, Jakarta, 1997

Depnaker RI, Modul Kursus Tertulis bagi Dokter Hiperkes, Proyek Hiperkes Pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jakarta 1992

Worldh Health Organization, alih Bahasa oleh dr Joko Suyono, Deteksi dini Penyakit Akibat Kerja, EGC, Jakarta, 1986.

Ali, M. Bendong, Penyakit Paru Kerja, Majalah Kesehatan Masyarakat

Indonesia, Tahun XXV nomor 4,

Jakarta, 1997.

Suma’mur P.K., Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja

cetakan kelima, Gunung Agung, Jakarta, 1986

Santoso, Byssinosis, Majalah Hiperkes Volume XXII/2, Depnaker, Jakarta, 1992.

Effendi, Hasjim dan Jasmeiny Jazir, Fisiologi Pernafasan dan

Patofisiologinya, Alumni, Bandung, 1983.

Diknakertrans Propinsi Jawa Tengah, Panduan Praktikum

Hiperkes, Badan Pengembangan

Keselamatan Kerja & Hiperkes, Semarang, 2002.

Sanusi, Chandra, Kelainan – kelainan Sistem Pernafasan, EGC, Jakarta, 1986.

Soeripto, Faktor Lingkungan Kerja Sebagai Penyebab Penyakit Paru Akibat Kerja, Majalah Hiperkes

volume XVI/4 – 5, Depnaker, Jakarta, 1992

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali, Jakarta, 1989.

Notoatmodjo, Soekidjo,

Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, 2000. Sukidja, Notoatmodjo, Statistik

Non Parametik, edisi 3, BPFE,

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk-bentuk dari ke-7 desain elemen estetis interior berornamen kearifan lokal yang dikembangkan pada Masjid Imaduddin Tancung mengusung konsep dan filosofi

kekurangannya.pendapatan dari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan proyek atau pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini peningkatan tarif atau juga

Populasi Ternak Unggas (Ayam Ras Pedaging) Kabupaten Sinjai Tahun 2008 -

caesaria. Penelitian pada tahun 2001, persalinan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan sebanyak 290 kasus dengan 69 kasus tindakan sectio caesaria. Sedangkan di Rumah Sakit

Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman

Untuk mencapai akurasi dan kecepatan optimal pengenalan citra tanda tangan menggunakan metode 2DPCA dan 2DLDA yaitu dengan menggunakan jumlah data training 160 dari 200 data

#erdasarkan hasil pengukuran awal yang telah kami lakukan dil!kasi pekerjaan maka dengan ini kami mengusulkan agar dilakukan addendum 102.1 9 pekerjaan tambah kurang ;

Memahami rancangan pembuatan, penyajian dan pengemasan aneka olahan pangan buah dan sayuran menjadi makanan cepat saji yang sehat berdasarkan konsep dan prosedur berkarya