• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK EKSTRAK CACING TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK EKSTRAK CACING TANAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EKSTRAK CACING TANAH (L.rubellus) MENURUNKAN KADAR ENZIM AMINOTRANSAMINASE DAN JUMLAH BAKTERI PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINFEKSI Salmonella typhimurium

Penyakit demam tifoid adalah foodborne disease yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi). Infeksi S.typhi akan menyebabkan kerusakan sel-sel parenkim hati dan terganggunya permeabilitas membran sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya enzim transaminase. Pada periode penyembuhan seseorang dapat menjadi penderita karir jika tidak diobati dengan benar. Cacing tanah (L.rubellus) mengandung banyak senyawa Lumbricin I, G-90 glikoprotein, dan Polifenol sebagai antimikroba, antioksidan , dan bersifat hepatoprotektif pada infeksi bakteri. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa pemberian ekstrak cacing tanah (L.rubellus) menurunkan kadar enzim aminotransaminase dan jumlah koloni bakteri tikus wistar jantan yang diinfeksi S.typhimurium. Penelitian ini adalah animal experimental model dengan rancangan post-test only control group design. Sampel sebanyak 28 ekor tikus wistar yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu Kontrol positif, kontrol negatif, perlakuan 1 dan perlakuan 2. Perlakuan dilakukan selama 18 hari. Hasil uji Saphiro-wilk dan Levene’s test didapatkan bahwa data tidak berdistribusi normal dan varian data tidak homogen dengan p< 0,05. Hasil analisis komparatif dengan Kruskall-wallis menunjukan hasil terdapat perbedaan signifikan kadar aminotransaminase, dan jumlah koloni bakteri pada 4 kelompok perlakuan dengan p 0,001 (<0,05). Kesimpulan nya pemberian ekstrak cacing tanah (L.rubellus) menurunkan kadar enzim aminotransaminase dan jumlah koloni bakteri pada tikus wistar jantan yang diinfeksi S.typhimurium

Kata Kunci : Ekstrak cacing tanah, Lumbricus rubellus, enzim aminotransaminase, Jumlah koloni bakteri

(2)

ABSTRACT

EARTHWORM (L.rubellus) EXTRACT DECREASED LEVELS OF TRANSAMINASE ENZYME AND THE NUMBER OF BACTERIAL

COLONY IN RAT INFECTED BY S.typhimurium

Typhoid fever is a foodborne disease caused by Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi). S.typhi infection will cause damage to the liver parenchyma cells and disruption of membrane permeability, which will increase the enzyme transaminase. In the convalence period a person can become a carier if not treated properly. Earthworms (L.rubellus) contains many compounds including Lumbricin I, G-90 glycoprotein, and Poliphenolic as antimicrobial, antioxidant, and hepatoprotective action in bacterial infections. The aim of this study is to prove that the earthworms extract (L.rubellus) decreased the levels of aminotransaminase enzyme and the number of bacterial colonies in rat infected by S.typhimurium.This study was an experimental animal model with post-test only control group design. A total of 28 wistar rat were divided into 4 groups. Positive control, Negative control, Treatment 1, and treatment 2. The treatment was done for 18 days. Shapiro-Wilk test and Levene's test showed that the data are not normally distributed and variant data were not homogeneous with p value <0.05. The results of comparative analysis with Kruskal-Wallis showed significant differences result of aminotransaminase enzyme levels and the number of bacterial colonies on the 4 treatment groups with p value 0.001 (<0.05). The conclusion of this research is earthworm (L.rubellus) extract decrease ainotransaminase enzyme levels and the number of bacterial colony on wistar rat were infected S.typhimurium.

Keywords : Earthworm extract, Lumbricus rubellus, aminotransaminase enzyme, the number of bacterial colony

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL…... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ……….... xiv

DAFTAR SINGKATAN... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.3.1 Tujuan umum... 6 1.3.2 Tujuan khusus... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 7 1.4.1 Maanfaat ilmiah... 7 1.4.2 Manfaat praktis... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Tifoid ... 8

2.2 Gejala Klinis Demam Tifoid ... 9

2.3 Salmonella typhi ... 12

2.3.1 Klasifikasi, Morfologi dan Fisiologi S.typhi... 12

2.3.2 Struktur dan tipe antigen... 13

2.4 Patogenesis Infeksi S.typhi... 15

2.5 Pemodelan demam tifoid pada hewan coba... 19

2.6 Pemeriksaan penunjang diagnosa demam tifoid... 21

2.7 Enzim Aminotransaminase (SGOT, SGPT)... 25

2.7.1 Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT)... 25

2.7.2 Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT)... 27

2.8 Terapi Demam Tifoid... 28

2.9 Lumbricus rubellus... 29

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir... 32

3.2 Konsep Penelitian... 34

(4)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian…... 36

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 37

4.3 Penentuan Sumber Data... 38

4.3.1 Sampel penelitian... 38

4.3.2 Kriteria Inklusi... 38

4.3.3 Kriteria Eksklusi... 38

4.3.4 Besar Sampel... 38

4.4 Variabel Penelitian... 39

4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi variabel... 39

4.4.2 Definisi Operasional Variabel... 40

4.5 Bahan Penelitian... 41

4.6 Instrumen Penelitian... 42

4.7 Prosedur Penelitian... 42

4.7.1 Penyiapan Tikus Percobaan... 42

4.7.2 Pembuatan Ekstrak Cacing Tanah (L. rubellus)... 45

4.7.3 Pembuatan Suspensi S.typhimurium... 45

4.7.4 Pengukuran Kadar SGOT dan SGPT... 46

4.7.5 Pengukuran Jumlah Koloni Bakteri pada feses... 47

4.8 Alur Penelitian... 49

4.9 Analisis Data... 50

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Pengukuran kadar SGOT,SGPT dan Jumlah Koloni ... 52

5.2 Uji Normalitas Data... 57

5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok... 59

5.4 Uji Komparabilitas... 60

BAB V PEMBAHASAN 6.1 Subjek Penelitian ... 62

6.2 Pengaruh Ekstrak cacing tanag (L.rubellus) terhadap kadar SGOT, SGPT, dan jumlah koloni bakteri... 63

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 80

6.2 Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1 Hasil pengukuran kadar SGOT metode IFCC... 52 Tabel 5.2 Hasil pengukuran kadar SGPT metode IFCC... 53 Tabel 5.3 Hasil penghitungan koloni S.typhimurium metode TPC (total plate

count)... 56 Tabel 5.4 Hasil Uji Normalitas data kadar SGOT masing-masing kelompok

perlakuan... 57 Tabel 5.5 Hasil Uji Normalitas data kadar SGOT menggunakan transformasi

Data LogN dan Ln masing-masing kelompok perlakuan... 57 Tabel 5.6 Hasil Uji Normalitas data kadar SGPT masing-masing kelompok

Perlakuan... 58 Tabel 5.7 Hasil Uji Normalitas data kadar SGPT menggunakan transformasi

Data LogN dan Ln masing-masing kelompok perlakuan... 58 Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas data jumlah koloni bakteri S.typhimurium

Masing-masing kelompok perlakuan... 59 Tabel 5.9 Hasil Uji Homogenitas data SGOT, SGPT, dan jumlah koloni

Bakteri pada 4 kelompok perlakuan... 60 Tabel 5.10 Hasil Uji Kruskall-Waliis data SGOT, SGPT , dan jumlah

Koloni bakteri... 60 Tabel 5.11 Perbandingan rerata kadar SGOT, SGPT, dan jumlah koloni antar

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bakteri S.typhi penyebab demam tifoid... 13

Gambar 2.2 Mekanisme terjadi bakterimia oleh S.typhi... 16

Gambar 2.3 Mekanisme infeksi S.typhi secara molekuler... 17

Gambar 2.4 Cacing Tanah Lumbricus rubellus... 30

Gambar 3.1 Konsep Penelitian... 34

Gambar 4.1 Diagram Rancangan Penelitian... 36

Gambar 4.2 Diagram Alur Penelitian... 49

Gambar 5.1 Grafik perbandingan rerata kadar SGOT per kelompok... 53

Gambar 5.1 Grafik perbandingan rerata kadar SGPT per kelompok... 54

Gambar 5.3 Koloni bakteri S.typhimurium pada SS Agar... 55

Gambar 5.4 Hasil pengecatan gram dari Koloni pada SS Agar... 55

Gambar 5.5 Grafik perbandingan rerata Σ koloni per kelompok perlakuan... 56

Gambar 6.1 Bagan skematis efek ekstrak cacing tanah... 68

Gambar 6.2 Target efek antibiotik pada bakteri... 71

(7)

DAFTAR SINGKATAN

SGOT : Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase SGPT : Serum Glutamat Piruvat Transaminase GOT : Glutamat Oksaloasetat Transaminase GPT : Glutamat Piruvat Transaminase MDR : Multi-Drug Resistant

AST : Aspartate Aminotransferase ALT : Alanine Aminotransferase SSA : Salmonella Shigella Agar OMP : Outer Membrane Protein

ICAM-1 : Inter-Cellular Adhesion Molecule-1 VCAM-1 : Vascular Cell Adhesion Molecule-1

IFN : Interferon

DC : Dendritic cell

PCR : Polimerase Chain Reaction RES : Retikulo Endotelial System

Ig : Imunoglobulin

IU/L : International Unit/ Liter PBS : Phospate Buffer Salin

NaCl : Natrium Klorida

TSB : Tryptycase soy Broth

IFCC : International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine

TPC : Total Plate Count

SPF : Spesific Pathogen Free PRPs : Pattern- recognition proteins ECT : Ekstrak Cacing Tanah

GSH : Gluthathione

SOD : Superoxide Dismutase ALP : Alkaline Phospatase GPx : Gluthathione Peroxidase

TBARS : Thiobarbituric acid reactive substance ROS : Reactive Oxygen Species

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi (infection disease) adalah masalah utama di berbagai negara tropis di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit dan jamur. Salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan masih menjadi masalah adalah demam tifoid. Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 mengeluarkan data demam tifoid di seluruh dunia yaitu 17 juta kejadian dengan 600.000 kasus pada penderita berakhir dengan kematian, di Indonesia yang merupakan salah satu negara endemis demam tifoid angka kejadian sebanyak 900.000 kasus per tahun dengan 20.000 angka kematian, dimana 91 % kejadian demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun.

Demam tifoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman (foodborne disease) yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi) ( Bhutta, 2006 ). Dalam menyebabkan penyakit demam tifoid, bakteri S.typhi memiliki beberapa antigen (Ag) yaitu antigen O (somatik) dan antigen H (flagellar) serta antigen Vi (Brooks et al, 2001 ; WHO, 2003).

Penegakan diagnosa demam tifoid dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran kadar antibodi terhadap antigen O dan H. Antibodi O akan muncul dan meningkat pada hari ke 6-8 dan antibodi H akan muncul dan

(9)

meningkat pada hari ke 10-12 setelah munculnya gejala penyakit demam tifoid (WHO, 2003 ; Brooks, 2001). Selain peningkatan antibodi O dan H, pada infeksi oleh bakteri S.typhi juga terjadi peningkatan kadar enzim transaminase yaitu SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase). Peningkatan kedua enzim ini terjadi ketika pada proses infeksi S.typhi melakukan adhesi dengan usus halus, kemudian masuk ke dalam sel epitelnya. Melalui pembuluh limfe akan masuk ke peredaran darah sampai organ-organ tubuh manusia, terutama hepar dan limpa. S.typhi akan merangsang proliferasi sel-sel radang pada sel hati. Adanya kerusakan sel-sel parenkim hati dan permeabilitas membran akan menyebabkan enzim GOT dan GPT meningkat, dan indikator yang baik untuk mendeteksi kerusakan pada hati adalah pengukuran kadar enzim SGOT dan SGPT, karena 2 enzim ini akan meningkat terlebih dahulu secara drastis (Supardi & Sukamto, 1999).

Seseorang yang telah terinfeksi S.thypi dapat menularkan dan menyebarkan bakteri tersebut kepada orang lain melalui ekskresi feses dan atau urin yang pada umumnya diawali pada minggu pertama setelah gejala demam tifoid muncul, dan akan berlanjut sampai dengan periode convalenscene (periode penyembuhan). Sekitar 10 % kasus demam tifoid yang tidak ditangani dengan pengobatan yang baik maka penderita akan mengekskresikan bakteri selama 3 bulan setelah muncul gejala demam tifoid (carrier) , sehingga pengobatan untuk kasus demam tifoid harus

(10)

benar-benar diperhatikan dengan baik untuk mencegah penyebaran (Nelwan, 2012).

Beberapa jenis antibiotik seperti chlorampenicol, ampisilin, dan kotrimoksazol adalah antibiotik yang selama puluhan tahun telah digunakan untuk pengobatan demam tifoid sampai kemudian muncul masalah resistensi yang disebut dengan multi drug resistant (MDR) S.thypi. Penyebab munculnya permasalahan resistensi adalah pemberian yang tidak rasional, perilaku konsumsi yang tidak sesuai dengan aturan, dan perubahan-perubahan intrinsik di dalam mikroba itu sendiri (Olsen et al, 2004) . Permasalahan resistensi antibiotik inilah yang mendasari peneliti untuk mencoba menemukan bahan obat alternatif , yang salah satunya adalah bahan dari alam Indonesia. Salah satu bahan alami dari hewan yang digunakan sebagai obat alternatif adalah cacing tanah (Lumbricus rubellus).

Beberapa penelitian telah melaporkan hasil bahwa cacing tanah memiliki senyawa bioaktif dan terbukti bersifat antimikroba. Zat aktif tersebut antara lain berupa G-90 glikoprotein dan fetidin dari cacing Eisenia feotida (Popovic et al, 2005), lysozyme dari E. fetida Andrei (Salzet, 2006), histidin dari cacing tanah Dendrobaena veneta (Kalac et al, 2002 ) dan cacing Nereis diversicolor (Tasiemski et al, 2006). Selain mempuyai daya hambat terhadap bakteri patogenik, tepung cacing tanah (L. rubellus) memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu 63,06% dari bahan kering (Istiqomah et al, 2009). Penelitan lain juga menyatakan bahwa cacing tanah L.rubellus mendukung sistem kekebalan seluler dalam melawan patogen

(11)

termasuk fagositosis, enkapsulasi, dan sitotoksisitas. Selain itu, L.rubellus juga meningkatkan sistem kekebalan humoral yang didasarkan pada sifat antimikroba (Sofyan et al, 2010).

Penelitian efek cacing tanah Lumbricus rubellus terhadap bakteri patogen juga telah banyak dilakukan secara in vitro, diantaranya penelitian oleh Istiqomah (2014) menyatakan bahwa granul ekstrak cacing tanah (L. rubellus) mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.pullorum, p.aeruginosa, dan S. aureus. Penelitian oleh Purwaningroom (2010) didapatkan hasil bahwa cacing tanah Lumbricus rubellus lebih baik dalam menghasilkan zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri S.typhi dibandingkan dengan Pheretima aspergillum. Penelitian oleh Ratriyani (2010) didapatkan hasil cacing tanah terbukti mampu menurunkan jumlah koloni S.typhi secara in vitro. Penelitian yang dilakukan oleh Muchtarommah (2014) menyatakan bahwa pemberian tepung cacing tanah dosis 60 % dengan lama pemberian 14 hari berpengaruh terhadap penurunan kadar enzim aminotransaminase.

Sebagai pemodelan demam tifoid menggunakan tikus coba, maka digunakan bakteri Salmonella typhimurium. Menurut Rosenberger et al (2000), infeksi Salmonella typhimurium pada tikus atau mencit dapat mewakili keadaan patologis demam tifoid pada manusia yang disebabkan oleh infkesi Salmonella typhi. Bakteri ini akan masuk melalui saluran pencernaan dan akan bermigrasi ke limpo nodus kemudian ke limpa dan kemudian menuju hepar, mirip dengan patogenesis demam tifoid yang

(12)

terjadi pada manusia, sehingga penggunaan bakteri Salmonella typhimurium dapat digunakan sebagai model penyakit demam tifoid pada tikus coba.

Penelitian-penelitian terdahulu tentang efek cacing tanah terhadap infeksi S.typhi penyebab demam tifoid masih dilakukan secara in vitro dan menggunakan cacing tanah dalam bentuk serbuk atau tepung sehingga peneliti merasa perlu melakukan penelitian secara in vivo pada hewan coba dengan menggunakan metode pengolahan cacing tanah yang berbeda yaitu dalam bentuk crude extract cacing tanah.

Berdasar latar belakang tersebut maka peneliti ingin meneliti ekstrak cacing tanah dalam menurunkan kadar enzim SGOT, SGPT dan jumlah bakteri S.typhimurium secara in vivo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) menurunkan kadar enzim Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) pada tikus wistar jantan yang diinfeksi S.typhimurium?

2. Apakah pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) menurunkan kadar enzim Serum Glutamt Piruvat Transaminase (SGPT) pada tikus wistar jantan yang dinfeksi S.typhimurium?

(13)

3. Apakah pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) menurunkan jumlah bakteri S.typhi pada feses tikus wistar jantan yang diinfeksi S.typhimurium ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan Umum penelitian ini adalah membuktikan ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) memiliki efek hepatoprotektif dan antibakteri dengan cara menurunkan kadar enzim Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) serta menurunkan jumlah bakteri pada feses tikus wistar jantan yang diinfeksi S.typhimurium.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk membuktikan pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) menurunkan kadar enzim Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) pada tikus wistar jantan yang di infeksi S.typhimurium.

2. Untuk membuktikan pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) menurunkan kadar enzim Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) pada tikus wistar jantan yang di infeksi S.typhimurium.

(14)

3. Untuk membuktikan pemberian ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) menurunkan jumlah bakteri pada feses tikus wistar jantan yang di infeksi S.typhi.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sudut kemiringan selektor garuk yang memberikan nilai selektivitas terbaik untuk kerang darah ( Anadara granosa ) dan kerang bulu

Apabila persepsi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja baik, maka akan menimbulkan perilaku yang aman, dan pekerja merasa puas dalam melaksanakan pekerjaannya, namun

Pengangkatan Lilit Batang X Pengendalian Hama dan penyakit Disesuaikan dengan kondisi di

Seiring dengan berkembangnya citra satelit seri Landsat, maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan citra Landsat 8 akuisisi tanggal 21 Januari 2017 untuk menganalisis sebaran

Pengolah angka, adalah program yang menjadikan computer berfungsi sebagai alat Bantu dalam membuat, mengedit, mengatur, menyimpan dan mencetak dokumen berupa table

Pelatihan merupakan peningkatan ketrampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanak Sesuai dengan hasil wawancara oleh peneliti dengan informan yang sudah

[r]

Bisa jadi bank islam tidak dapat mengindarkan diri sama sekali dengan transaksi bunga yang telah mengakar sekian tahun lamanya.Oleh karena itu, apabila Bank Islam