• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia usaha, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, dan acapkali keadaan keuangannya sudah sedemikian rupa sehingga perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Hal demikian dapat pula terjadi terhadap perorangan yang melakukan suatu usaha.1

Kegagalan perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, terutama dalam memenuhi kewajibannya kepada pihak lain, dapat disebabkan oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal biasanya diakibatkan mismanagement dan fraud yang Kehidupan suatu perusahaan dapat saja dalam kondisi untung atau keadaan rugi. Kalau keadaan untung, perusahaan berkembang dan berkembang terus, sehingga menjadi perusahaan besar. Sebaliknya, apabila kondisi perusahaan menderita kerugian, maka garis hidupnya menurun. Jadi, garis hidup suatu perusahaan pada suatu saat naik dan pada saat lain menurun, begitu seterusnya, sehingga garis hidup perusahaan itu merupakan garis yang menaik dan menurun seperti grafik. Sebagian perusahaan dapat mempertahankan hidupnya, tetapi sebagian tidak dapat mempertahankan lagi hidupnya, akhirnya perusahaan tersebut terpaksa gulung tikar.

1

(2)

dilakukan oleh kalangan internal perusahaan, dimulai dari pemegang saham, komisaris, direksi, karyawan maupun pihak terkait yang dapat mengendalikan perusahaan secara tidak langsung.2

Dalam rangka pengembangan suatu perusahaan mungkin atau pasti mempunyai utang. Bagi suatu perusahaan, utang bukanlah merupakan sesuatu yang buruk, asal perusahaan itu masih dapat membayar kembali. Perusahaan yang seperti ini disebut perusahaan yang solvable artinya perusahaan yang mampu membayar utang-utangnya. Sebaliknya, jika suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya lagi disebut insolvensi, artinya tidak mampu membayar. Istilah hukumnya insolvensi menunjukkan pada suatu kumpulan dari aturan-aturan yang mengatur hubungan debitor (yang berada dalam kesulitan pembayaran akibat ketidakmampuan finansial) dengan para kreditornya.

Kondisi eksternal adalah kondisi di luar jangkauan pihak perusahaan yang berdampak kepada kinerja perusahaan, antara lain kebijakan pemerintah atau publik dan kondisi makro ekonomi di suatu negara maupun global.

3

Dalam meningkatkan pendapatan perusahaan dibutuhkan cash flow yang baik.

Cash flow adalah arus kas yang masuk dan keluar dari rekening perusahaan. Apakah pemasukan lebih sedikit dari pengeluaran ataukah pemasukan lebih besar dari pengeluaran. Pendapatan perusahaan adalah hal yang penting untuk ditingkatkan,

2

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007) hal. 149.

3

(3)

begitu juga dengan pengeluaran perusahaan yang harus ditekan (cut spending). Dalam dunia perbankan harus memperhatikan cara menyimpan pendapatan, bukan hanya meningkatkan pendapatan. Maka, sebelum mendirikan sebuah perusahaan sebaiknya diperhatikan perusahaan tersebut bergerak dalam bidang usaha apa, bagaimana kinerjanya, bagaimana manajemennya, dan lain sebagainya.

Krisis moneter yang melanda hampir seluruh belahan dunia di pertengahan tahun 1997 telah memporak-porandakan sendi-sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang tengah melanda. Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia, yang mengakibatkan Indonesia telah mengalami krisis kepercayaan khususnya terhadap perbankan. Kondisi perbankan di Indonesia telah mengalami masalah-masalah yang menuju suatu kehancuran akibat krisis ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar. Krisis tersebut telah menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam, dan kemudian berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang usaha. Proses penyebaran krisis berkembang cepat mengingat tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan ketergantungan pada sektor luar negeri yang sangat besar.4

Dalam dunia bisnis, masalah di perusahaan sudah pasti berbagai macam ragam. Setiap perusahaan pastinya menghadapi masalah, jika ada masalah berarti perusahaan tersebut berkembang ke arah yang lebih baik. Keberhasilan sebuah perusahaan bukan hanya diukur dengan besar kecil perusahaan melainkan seberapa baik perusahaan itu

4

(4)

keluar dari masalah tersebut.5

Pada umumnya dalam transaksi jual beli untuk penyerahan dan pembayaran atas barang yang dibeli terjadi pada waktu yang sama. Hal ini berarti modal kerja atau modal usaha si penjual cepat diperolehnya kembali dan langsung dipakai untuk perputaran bisnis selanjutnya. Namun, dalam hal ini tidak jarang pelaksanaan pembayaran dari pembeli itu baru dapat ditunaikan berdasarkan kesepakatan di antara mereka dalam tenggang waktu tertentu, misalnya sekitar dua sampai empat bulan berikutnya. Kondisi sebelum dilaksanakan konsekuensi timbulnya hak tagih dari pihak penjual sehingga keadaan ini disebut masa penagihan (collection period). Hak tagih atas piutang ini dalam dunia ekonomi dikenal sebagai piutang dagang (account receivable).

Adapun masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan, antara lain : hutang-piutang; karyawan; investasi; perpajakan; dan lain sebagainya.

6

Dalam hal perusahaan sudah tidak beroperasi lagi diakibatkan oleh kemunduran pendapatan perusahaan, maka pemegang saham dapat mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membubarkan perusahaan tersebut. Namun, oleh karena perseroan merupakan badan hukum yang lahir dan diciptakan berdasarkan proses hukum (created by a legal process), maka pembubaran perseroan juga harus melalui proses hukum pula. Pembubaran perseroan tidak mempunyai arti identik dengan ”berakhirnya” eksistensi perseroan. Perseroan adalah subjek hukum, memiliki aktiva dan passiva. Setelah pembubarannya diucapkan, eksistensinya tetap ada

5

Bismar Nasution, “Catatan Perkuliahan : Hukum Perusahaan”, (Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009).

6

(5)

dengan catatan bahwa posisinya itu dalam stadium likuidasi (pemberesan). Hak yang dimilikinya harus direalisasikan dan kewajiban yang dipikul wajib dipenuhi. Perusahaan tidak boleh lagi melakukan hak dan kewajibannya itu. Perusahaan itu ada sepanjang diperlukan untuk pemberesan.7

Berdasarkan Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan, pembubaran perseroan terjadi :8

a. “Berdasarkan keputusan RUPS;

b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;

c. Berdasarkan penetapan pengadilan;

d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;

e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan Pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ; atau

f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan pembubaran Perseroan menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mempunyai arti :

a. Penghentian kegiatan usaha Perseroan

b. Namun penghentian kegiatan usaha itu, tidak mengakibatkan status hukumnya hilang

7

Mariam Darus Badrulzaman dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 168.

8

(6)

c. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya, sampai selesainya likuidasi, dan pertanggung jawaban likuidator proses akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri, atau Hakim Pengawas. Likuidasi (vereffening, winding-up) mengandung arti pemberesan penyelesaian dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan, apakah itu berdasar keputusan RUPS, atau berdasar Penetapan Pengadilan yang menghentikan atau membubarkan Perseroan. Selama penyelesaian pembubaran atau pemberesan berjalan, Perseroan itu berstatus “Perseroan dalam Penyelesaian” yang oleh pasal 143 ayat (2) disebut Perseroan “Dalam Likuidasi”. Kata tersebut harus dicantumkan dibelakang nama Perseroan pada setiap surat keluar Perseroan.9

Pengertian likuidasi yang disebutkan di atas, tidak jauh berbeda dengan apa yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank.10

9

Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Disebutkan dalam Pasal 1 angka 4, bahwa yang dimaksud dengan likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Ini berarti, likuidasi bank merupakan kelanjutan dari tindakan pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, begitu juga dengan Perseroan Terbatas. Pada akhirnya akan ditunjuk suatu tim yang bertugas melakukan pemberesan Perseroan Terbatas yang telah dicabut izin usahanya oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

10

(7)

Apabila terjadi pembubaran Perseroan baik berdasarkan keputusan RUPS, karena jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, maka pembubaran itu wajib diikuti dengan likuidasi. Pihak yang melakukan likuidasi dalam pembubaran Perseroan adalah Likuidator. Salah satu tugas terberat dari likuidator dalam proses likuidasi perusahaan ini adalah penyelesaian utang dan penagihan piutang perusahaan pada pihak ketiga.

(8)

apakah likuidator juga memperhatikan utang yang manakah yang harus didahulukan pembayarannya, hal ini sama sekali tidak ada diatur didalam undang-undang ini.

Kesulitan selanjutnya adalah mengenai kapan likuidator harus diangkat. Pasal 142 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tidak ada ditentukan kapan likuidator tersebut harus ditunjuk sehingga yang terjadi adalah Perseroan Terbatas sudah dibubarkan namun likuidator belum diangkat, baru beberapa bulan kemudian melalui RUPS likuidator ditetapkan.11

Ada perbedaan signifikan antara kondisi kesulitan keuangan, kebangkrutan (pailit) dan likuidasi. Perusahaan dikatakan mengalami kesulitan keuangan jika perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya sesuai dengan tenggang waktu yang telah disepakati. Pada umumnya, kesulitan keuangan diawali dengan tertundanya pembayaran utang pemasok, kemudian diikuti dengan terlambatnya pembayaran bunga pinjaman dan diakhiri dengan katidakmampuan perusahaan membayar pokok pinjaman pada bank atau kreditor lainnya. Restrukturisasi utang dapat menjadi solusi untuk kondisi ini. Pihak perusahaan dapat melakukan negosiasi Pada saat rentang waktu ini sering terjadi penggelapan asset perusahan yang sangat merugikan perusahaan. Sebenarnya menurut ketentuan hukum pada saat perseroan dibubarkan, maka pada saat itu juga harus ditunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi. Namun inilah yang sering terjadi di dunia usaha. Penggelapan aset itu menjadi hambatan bagi likuidator untuk melakukan pembayaran utang kepada pihak ketiga/kreditur.

(9)

dengan para kreditor untuk memberikan kemudahan dengan cara menurunkan suku bunga kredit, memperpanjang jangka waktu pinjaman, atau bahkan sampai disetujuinya tidak dibebankan bunga pinjaman selama periode tertentu. Pada dasarnya, masa-masa kesulitan keuangan menyebabkan para kreditor menjadi disibukkan untuk mencari cara agar pinjaman yang telah diberikan nantinya tetap dapat dikembalikan oleh peminjam.12

Istilah kebangkrutan (kapailitan) sering dirancukan dengan istilah likuidasi. Hati-hati dengan istilah bangkrut. Kondisi kebangkrutan bisa berarti bahwa perusahaan sedang melakukan proses reorganisasi di bawah pengawasan pengadilan. Dalam literatur dari Amerika Serikat terkenal dengan istilah Chapter 11.13 berbeda dengan literatur dari Inggris, istilah bangkrut hanya diterapkan untuk individu, bukan perusahaan. Untuk perusahaan, mereka mengenal istilah insolvensi.14

Jadi apabila manajer mengatakan bahwa perusahaannya mengalami kebangkrutan (Chapter 11), berarti perusahaan masih memiliki 2 (dua) pilihan. Pertama, perusahaan akan membaik. Perusahaan dapat melewati krisis keuangan dan keluar dari kebangkrutan sebagai perusahaan yang sehat. Istilahnya, perusahaan

12

Candra Dermawan, “Kesulitan Kuangan, Kebangkrutan, dan Likuidasi”,

13

Chapter 11 adalah Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat atau populer dengan sebutan Chapter 11 adalah satu peraturan tentang Reorganisasi sesuai dengan hukum kepailitan Amerika Serikat. Bidang usaha berbentuk apapun bisa meminta perlindungan Chapter 11 Undang-Undang Kepailitan termasuk perseroan, perusahaan perseorangan, atau perorangan yang memiliki utang tanpa jaminan paling sedikit US$. 336.900,- atau utang beragun paling sedikit US$. 1.010.650,-. Walaupun demikian, perlindungan Chapter 11 ini sebagian besar hanya diajukan oleh badan perseroan. Dalam Wikipedia, ”Chapter 11 Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat”,

14

(10)

mengalami turn around. Kedua, perusahaan harus dilikuidasi atau perusahaan mengalami kondisi upside down. Istilah likuidasi (Chapter 7)15 berarti proses penjualan harta dibawah pengawasan pengadilan. Teori keuangan mengatakan bahwa likuidasi terjadi karena 2 (dua) hal. Pertama, memang karena perusahaan dalam kesulitan keuangan. Kedua, likuidasi dilakukan karena untuk memaksimumkan kekayaan pemilik. Meskipun perusahaan dalam keadaan sehat, tetapi jika nilai jual harta sekarang melebihi going concern-nya, maka pemilik bisa melikuidasi perusahaan.16

Pada tulisan ini, penulis juga mengambil contoh kasus pada proses likuidasi PT.Schutter Indonesia.Likuidasi ditempuh oleh PT. Schutter Indonesia pada tahun 2006. Setelah Perusahaan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membubarkan Perusahaan, dan dilanjutkan RUPS untuk menentukan likuidator. Selanjutnya likuidator bekerja untuk melikuidasi perusahaan, dan dalam melaksanakan likuidasi pada waktu itu, likuidator masih berpedoman pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dalam proses likuidasi PT. Schutter Indonesia terdapat beberapa masalah dalam penyelesaian utang dan penagihan piutang perusahaan, salah satu penyebabnya adalah karena penentuan likuidator yang tidak diangkat pada waktu pembubaran perusahaan tetapi beberapa bulan setelah perusahaan dibubarkan. Selanjutnya dalam likuidasi PT.Schutter ini,

15

Chapter 7 adalah suatu proses kebangkrutan dimana perusahaan memberhentikan semua operasi dan keluar dari bisnis atau bidang usaha tersebut. Seorang likuidator ditunjuk untuk melikuidasi (menjual) aset perusahaan, dan uang tersebut digunakan untuk melunasi utang perusahaan. Dalam Investopedia, “Chapter 7”, Maret 2011.

16

(11)

likuidator juga kesulitan membayar utang-utang perusahaan, disamping asset perusahaan yang tidak mencukupi, juga terdapatnya piutang pada pemegang saham yang disebut dengan piutang istimewa, yang tidak tertagih, sehingga sampai RUPS terakhir hal ini tidak dapat diselesaikan.17

Proses likuidasi dapat diselesaikan dengan penyelesaian melalui pengadilan (formal) atau penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan (informal). Sebagian besar perusahaan Indonesia memilih penyelesaian informal. Dalam resolusi informal, perusahaan dapat merestrukturisasi harta atau kewajibannya tanpa harus mengikuti hukum kepailitan. Sebagai contoh : perusahaan dapat menjual beberapa hartanya untuk melunasi kewajiban-kewajibannya. Dalam restrukturisasi kewajiban, perusahaan mencoba untuk mencari investor baru atau melakukan debt to equity swap. Pilihan yang terakhir menyebabkan pemberi utang berubah status menjadi pemilik perusahaan.18

Masalah utama pada penjualan harta adalah pasar yang tidak likuid. Perusahaan menghadapi kesulitan menjual harta pada harga yang layak. Pembeli potensial yang ingin membeli dengan harga terbaik adalah perusahaan-perusahaan di industri yang sama. Jika perusahaan pesaing juga terkena dampak penurunan industri sehingga mereka juga dalam kesulitan likuiditas, maka harga jual harta bisa tertekan.

19

17 Iskandar, Aziarni Hasibuan & Partners, “Laporan Pertanggungjawaban Likuidator PT.

Schutter Indonesia (Dalam Likuidasi)”, (Medan: 18 Feburari 2008).

18

Candra Dermawan, Op.cit.

19

(12)

Resolusi formal melibatkan pengadilan sebagai pengawas proses resolusi. Pengadilan mencoba untuk membagi wewenang dan tanggung jawab setiap kreditor dengan tujuan tercapainya penyelesaian yang cepat dan terbaik. Negara-negara yang mengadopsi hukum (common law) seperti, Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara bekas jajahannya lebih memilih menggunakan pendekatan formal. Pada umumnya negara yang menganut common law lebih memberikan kepastian hukum sehingga penyelesaian lewat hukum mampu memberi resolusi yang efisien. Alasan yang sebaliknya terjadi mengapa negara-negara yang akar hukumnya berasal dari

civil law (hukum sipil), termasuk Indonesia, lebih memilih menggunakan penyelesaian informal.20

Pemilihan penyelesaian masalah keuangan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia (1999). Dibanding 5 negara di Asia (Indonesia, Korea, Philipina, Malaysia, dan Thailand), perusahaan Indonesia memiliki persentase terkecil dalam hal memanfaatkan resolusi formal. Dari 66 perusahaan kesulitan keuangan yang menjadi subjek observasi yang dilakukan oleh Bank Dunia, hanya 2 (3.03%) perusahaan Indonesia yang melakukan reorganisasi formal. Sebagai bandingan, perusahaan di Korea (22.41%), Malaysia (7.09%), Philipina (5%), dan Thailand (22.6%) memiliki angka yang lebih tinggi. Sekali lagi, alasan utama yang mendasari pemilihan itu adalah sistem hukum yang tidak berjalan dengan baik, sehingga perusahaan ‘enggan’ memilih berurusan dengan pengadilan. Padahal, penegakan hukum akan sangat membantu kreditor untuk menyelesaikan masalah

20

(13)

kebangkrutan perusahaan. Dengan penyelesaian yang efisien, nilai perusahaan diharapkan tidak terdistorsi percuma. Untuk itu, pemerintah perlu terus memperbaiki sistem dan penegakan hukum di Indonesia.21

Likuidasi mungkin tampak seperti proses yang ideal bagi direksi perusahaan yang ingin menutup atau mengakhiri perusahaan. Prosedur likuidasi dapat mempengaruhi masa depan semua yang terlibat terutama jika perusahaan mengalami masalah selama dalam masa likuidasi. Jika dapat ditemukan prosedur yang salah selama masa likuidasi maka dapat memiliki efek negatif bagi masa depan untuk semua pihak yang terkait.22

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tesis yang mengangkat judul ”Analisis Hukum Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi.”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pada tulisan ini didapat 3 (tiga) permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan mengenai penyelesaian utang-piutang terhadap perseroan terbatas yang dilikuidasi ?

21

Ibid.

22

(14)

2. Kapan Likuidator harus ditunjuk pada Perusahaan yang sedang Likuidasi menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 3. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai Likuidator dalam penyelesaian

utang piutang pada Perusahaan Terbatas yang dilikuidasi ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis hukum penyelesaian utang piutang perseoan terbatas dalam likuidasi. Dari rumusan masalah yang disebutkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui pengaturan penyelesaian utang-piutang terhadap perseroan terbatas yang dilikuidasi.

2. Untuk mengetahui waktu penentuan Likuidator pada Perusahaan yang dilikuidasi menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(15)

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini memberikan manfaat kepada Perseroan Terbatas, Praktisi Hukum, akademisi, dan dapat memperkaya literatur di perpustakaan. Ada dua manfaat yang tersirat, yaitu manfaat :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

b. Memperkaya literatur di perpustakaan. 2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam melakukan likuidasi terhadap perusahaan.

b. Sebagai bahan masukan bagi Praktisi Hukum yang menjadi likuidator, dalam hal melakukan likuidasi suatu perusahaan agar sistem hukum dapat berjalan dengan baik.

E. Keaslian Penelitian

(16)

1. Elvira Dewi Ginting, ”Analisis Hukum Mengenai Pengaturan Reorganisasi Perusahaan Dalam Kaitannya dengan Hukum Kepailitan”, (Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005). Tesis ini membahas mengenai manfaat reorganisasi perusahaan dan pengaturan reorganisasi perusahaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dibimbing oleh Bismar Nasution, Keizerina Devi, dan Sunarmi.

2. Manahan M. P. Sitompul, ”Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi : Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)”, (Disertasi : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009). Disertasi ini membahas mengenai kinerja lembaga mediasi, sebab-sebab kegagalan upaya penyelesaian sengketa utang-piutang perusahaan dengan perdamaian melalui Kepailitan dan PKPU, perbandingan pengaturan reorganisasi perusahaan di Amerika. Dibimbing oleh Mariam Darus Badrulzaman, Amiruddin Abdul Wahab, dan Bismar Nasution.

(17)

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori atau teori yang digunakan adalah untuk menjawab permasalahan yang disebutkan di atas, yaitu : mengenai pengaturan penyelesaian utang-piutang pada perseroan terbatas yang dilikuidasi; pelaksanaan penentuan likuidator; hambatan-hambatan yang ditemukan oleh likuidator. Perkembangan ilmu selalu dipengaruhi oleh penemuan baru dalam hal metodologi, kontinuitas penelitian dan kesinambungan eksistensi ilmu itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya suatu teori yang menjelaskan hubungan di antara data dan fakta walaupun tidak begitu sempurna tetapi memberi pedoman tentang cara penelitian, tujuan penelitian serta pengumpulan data.23

Teori akan berfungsi untuk memberikan petunjuk atas gejala-gejala yang timbul dalam penelitian. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

24

23

Manahan M. P. Sitompul, “Penyelesaian Sengketa Utang-Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)”, (Disertasi : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 42.

Teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup faktor yang sangat luas. Kadang-kadang dikatakan orang, bahwa teori itu sebenarnya merupakan ”an elaborate hypothesis”, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan diterima oleh ilmuwan,

24

(18)

sebagai suatu keadaan yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu.25 Seperti yang dikemukakan oleh James E. Mauch, Jack W. Birch, sebagai berikut : 26

Theory explains the relations among facts, though not completely. In turn, they guide research procedures, objectives and data collection. In (this) general

sense, every thesis or disertation proposal should be based on theory”.

Kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian ini akan dikemukakan beberapa teori yang dapat memberikan pedoman dan arahan untuk tercapainya tujuan penelitian ini yang berasal dari pendapat para ilmuwan dan selanjutnya disusun beberapa konsep yang bersumber dari berbagai peraturan dan perundang-undangan yang menunjang tercapainya tujuan penelitian ini. Teori hukum dimaksud adalah teori kepastian hukum dan teori manfaat hukum.

Kepastian hukum (rule of law) secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian kepastian hukum menjadi sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk konstelasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Menurut David M. Trubek, rule of law merupakan :27

25

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press., 1996), hal. 126-127.

26

James E. Maruch, Jack W. Birch, Guide To The Succesful Thesis and Disertation, Books in Library and Information Science, (New York: Marcel Dekker Inc., 1993), hal. 102., sebagaimana dikutip Ibid.

27

(19)

”Hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi di seluruh dunia yang berdasarkan pada teori apa yang dibutuhkan untuk pembangunan dan bagaimana peranan hukum dalam perubahan ekonomi.”

Selanjutnya Adam Smith, sebagai bapak perekonomian modern telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice) mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian (”the end of justice is to secure from injury”).28

Salah satu unsur rule of law yang dapat mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi adalah kepastian hukum yaitu kepastian berusaha. Lamanya prosedur dalam berusaha mengakibatkan sulitnya pertumbuhan ekonomi. Banyak aturan yang tumpang tindih mengakibatkan prosedur yang lama, berbelit-belit dan ekonomi biaya tinggi. Data yang terkait dengan korupsi, belum berjalan, e-governement dan transparansi. Aspek certainty dan predicttbiliy belum dilaksanakan secara

Setiap perusahaan yang akan dilikuidasi sudah pasti ingin menghindari kerugian yang akan dialaminya di kemudian hari. Jadi, dengan begitu akan tercapai keadilan bagi pengurus, pengawas, maupun pemegang saham perusahaan. Penyelesaian utang piutang juga tidak luput dari teori hukum ini, bahwa utang yang harus dibayar tercapai kesepakatan yang bersifat win-win solution. Piutang yang ditagih juga harus berkeadilan bagi debitor dan kreditornya. Tata cara penagihan piutang dan pembayaran utang tersebut dilakukan agar terhindar dari kerugian (potential losses).

28

(20)

menyeluruh. Kepastian berusaha serta aturan-aturan yang akan ditetapkan harus melalui proses keterbukaan dan terutama tidak berlaku surut tanpa alasan yang jelas serta tidak diubah dari waktu ke waktu (predictable), sehingga pengusaha dapat menyesuaikan kegiatan usahanya berdasarkan aturan dan kebijakan yang sudah ada.29

Dengan terselesaikannya utang piutang dari perseroan terbatas yang dilikuidasi, selanjutnya akan tercipta kemanfaatan hukum bagi pihak yang terkait di dalamnya. Adapun teori manfaat hukum disebut juga dengan teori utilitarian yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham (”greatest amount of happiness for the greatest number of people”). Baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan.30

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan dari berbagai kegiatan manusia, dimana hukum itu harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga terjadi berbagai pelanggaran terhadap hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan. Penegakan hukum atau yang dikenal dengan law enforcement merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan

Dalam hal penyelesaian utang piutang perseroan terbatas yang dilikuidasi haruslah memperoleh hasil yang baik. Maksudnya adalah menekan pihak-pihak yang menderita kerugian, demi kelancaran proses likuidasi dan orang-orang yang terkait di dalamnya.

29

Ibid.

30

(21)

suatu perlindungan dan kepastian hukum. Melalui penegakan hukum itu menjadi suatu kenyataan yang hidup di dalam masyarakat.31

Terkait dengan penyelesaian utang piutang perseroan terbatas dalam likuidasi adalah untuk menegakkan hukum yaitu ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a, bahwa setiap terjadi pembubaran Perseroan harus diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator. Walaupun sudah ditentukan hal tersebut oleh ketentuan perundang-undangan namun perseroan terbatas yang ada tetap melakukan penunjukan Pelaksana Tugas Direksi. Hal ini terjadi karena tidak adanya bagian hukum, atau orang yang mengerti hukum yang bekerja di perusahaan tersebut. Jadi, karena kebiasaan memberikan tugas kepada karyawan dengan cara membuat surat kuasa maka sering disalahgunakan oleh Pelaksana Tugas Direktur tersebut.

Di dalam menegakkan hukum ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, di antaranya :32

31 Sudikno Mertokusumo,

Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogjakarta: Liberty, 1995), hal. 14., sebagaimana dikutip Budi Satrio, “Penegakan Hukum Pidana di Bidang Pasar Modal”, (Tesis: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009).

kepastian hukum (rectssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigheit), dan keadilan (gerechtigheit). Kepastian hukum merupakan suatu perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, dimana dengan kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya juga masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah diciptakan untuk mengatur

32

(22)

manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.

Jika kepastian hukum sudah tercapai maka kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum juga akan tercapai. Kaitannya dengan penyelesaian utang piutang perseroan terbatas yang dilikuidasi adalah apabila ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a., sudah ditegakkan dari awal pembubaran perseroan maka akan tidak ada masalah kedepannya seperti penyalahgunaan wewenang Pelaksana Tugas Direksi dan penggelapan aset perusahaan. Hal ini akan meminimalisir kerugian yang diderita oleh Perseroan. Oleh karena perseroan tidak menegakkannya maka akibat hukum yang dialami adalah adanya hambatan-hambatan likuidator pada saat melikuidasi perseroan terbatas.

(23)

yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan.”33 Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah dari sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi serta tolok ukur dari efektivitas penegakaan hukum. Faktor-faktor tersebut antara lain34

1. ”Hukum (undang-undang);

:

2. Penegakan Hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

3. Semua atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup”.

Setelah mengetahui pengaturan dan pelaksanaan penyelesaian utang piutang pada perseroan terbatas yang dilikuidasi selanjutnya apa yang tertulis (das sollen)35

33

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1988), hal. 24, sebagaimana dikutip Budi Satrio, Op.cit.

34

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983), hal. 5.

35

(24)

akan dipelajari untuk dilakukan pendekatan dengan contoh kasus yang dibahas pada penelitian ini (das sein).36

2. Kerangka Konsep

Selanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi operasional dari konsep-konsep yang digunakan, yaitu :

1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.37

2. Utang adalah kewajiban-kewajiban yang dibuat oleh perusahaan atau perseroan terbatas dalam hal perdagangannya ataupun perikatan kontrak yang dilakukan.

3. Piutang adalah hak-hak dari perseroan terbatas yang dibuat oleh perusahaan karena adanya wanprestasi atau melanggar ketentuan dari kontrak kerja yang sudah diperbuat.

4. Kreditor adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau

36

Das Sein adalah sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.

37

(25)

layanan jasa yang diberikan (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang. Secara singkat dapat dikatakan pihak yang memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lainnya. Dalam Black’s Law Dictionary, kreditor (inggris: creditor) adalah ”One to whom a debt is owed; one who gives credit for money or goods,- Also termeed debtee". Pada kasus likuidasi, kreditor adalah ”A person or entity with a definite claim against another, especially a claim that is capable of adjustment and liquidation”. Pada kasus kepailitan, kreditor adalah ”A person or entity having a claim against the debtor predating the orther for relief concerning the debtor”.38 5. Debitor adalah pihak yang berutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima

sesuatu dari kreditor yang dijanjikan debitor untuk dibayar kembali pada masa yang akan datang. Pemberian pinjaman kadang memerlukan juga jaminan atau agunan dari pihak debitor. Jika seorang debitor gagal membayar pada tenggat waktu yang dijanjikan, suatu proses koleksi formal dapat dilakukan yang kadang mengizinkan penyitaan harta milik debitor untuk memaksa pembayaran. Dalam Black’s law Dictionary, debitor (inggris: debtor) adalah ”One who owes an obligation to an obligation to another, especially an obligation to pay money”. Pada kasus kepailitan, debitor adalah ” A person

(26)

who files a voluntary petition or against whom an involuntary petition is filed

– also termed bankrupt”.39

6. Aktiva adalah sarana atau sumber daya ekonomik yang dimiliki oleh suatu kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya atau nilai wajarnya harus diukur secara objektif.40

7. Passiva adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan pada masa yang akan datang, pengorbanan untuk masa yang akan datang ini terjadi akibat kegiatan usaha kewajiban ini dibedakan menjadi utang lancar dan utang jangka panjang.41

8. Likuidasi adalah pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham. Likuidasi dilakukan dalam rangka pembubaran badan hukum.42

9. Likuidator adalah orang atau badan yang berwenang untuk menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan pembubaran perusahaan. Likuidator dapat ditunjuk oleh pengadilan atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).43

39 Ibid, hal. 1219.

40 Jopie Jusuf,

Analisis Kredit Untuk Account Officer, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal. 6-7.

41

Ralona M., Kamus Istilah Ekonomi Populer,(Jakarta:Niaga Swadaya,2006),hal.221.

42

Likuidasi, menurut Black’s Law Dictionary 8th Edition, yaitu : “with respect with winding up of affairs of corporation, is process of reducing assets to cash, discharging liabilities and dividing surplus or loss. Occurs when a corporation distributes its net assets to its shareholders and ceases its legal existence”.

43

(27)

10.Perusahaan Dalam Likuidasi adalah setelah suatu perusahaan dinyatakan dalam dalam likuidasi oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh pihak-pihak lain maka selanjutnya perusahaan tersebut ditulis kata ”Dalam Likuidasi” di belakang nama perusahaan tersebut.44

Kerangka konsep digunakan untuk mengabstraksikan gejala atau fenomena yang akan diteliti. Penyelesaian utang-piutang misalnya, adalah suatu konsep yang dipakai untuk menggambarkan cidera janji atau ”wanprestasi”. Dengan kata lain, konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Atau dapat pula dikatakan bahwa konsep adalah suatu kata atau lambang yang menggambarkan kesamaan-kesamaan dalam berbagai gejala walaupun berbeda.45

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian dilakukan untuk mencari kegunaan atau mencari jawaban dari keingintahuan. Pengetahuan dan teknologi diperoleh saat ini dipastikan melalui kegiatan penelitian termasuk ilmu-ilmu sosial yang di dalamnya termasuk ilmu hukum.46

Penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai syarat dalam penelitian. Metode dilaksanakan pada setiap kegiatan penelitian didasarkan

44 Pasal 143 ayat (2), Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 45

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), hal. 27.

46

(28)

pada cakupan ilmu pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. Meskipun masing-masing terdapat karakteristik metode yang digunakan pada setiap kegiatan penelitian, akan tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang harus dipahami oleh semua peneliti seperti pemahaman yang sama terhadap validitas dari hasil capaian termasuk penerapan prinsip-prinsip kejujuran ilmiah.47

1. ”Menjunjung tinggi posisi terhormat penulis sebagai orang terpelajar, kebenaran hakiki informasi yang disebarluaskan dan tidak menyesatkan orang lain;

Kejujuran ilmiah adalah kode etik penulisan karya tulis ilmiah, yaitu :

2. Tidak menyulitkan pembaca dengan tulisan yang dibuat;

3. Memperhatikan kepentingan penerbit penyandang dana penerbitan dengan cara mempadatkan tulisan agar biaya pencetakan bisa ditekan;

4. Memiliki kesadaran akan perlunya bantuan penyunting sebagai jembatan penghubung dengan pembaca;

5. Teliti, cermat, mengikuti petunjuk penyunting mengenai format dan sebagainya;

6. Tanggap dan mengikuti usul/saran penyunting;

7. Bersikap jujur mutlak diterapkan kepada diri sendiri dan umum dengan tidak menutupi kelemahan diri;

8. Menjunjung tinggi hak, pendapat, temuan orang lain dengan cara tidak mengambil ide orang lain diakui sebagai ide/gagasan sendiri;

9. Mengakui hak cipta/Hak Kekayaan Intelektual dengan cara tidak melakukan plagiat atas tulisan sendiri dan orang lain”. 48

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan juridis normatif.49

47

Ibid.,hal.2.

Objek penelitian adalah penyelesaian utang piutang

48

Etika Penulisan Ilmiah, (DITJEN DIKTI : Lokakarya Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah yang diselenggarakan DP2M), hal. 2-6., seperti yang diringkas/disarikan oleh M. A. Rifai., dalam Munandir., “Kode Etik Menulis : Butir-Butir”, www.unissula.ac.id /perpustakaan/.../Munandir%20 (kode%20etik).ppt., diakses pada 25 Mei 2010.

49 Adapun tahap-tahap dalam analisis yuridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum

(29)

perseroan terbatas dalam likuidasi, yang menjadi contoh untuk penelitian ini adalah PT. Schutter Indonesia.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Pada penelitian hukum, tidak semua masalah-masalah kemasyarakatan dapat dijadikan masalah dalam penelitian. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini haruslah mengandung issu hukum yaitu masalah likuidasi PT. Schutter Indonesia. Jadi, jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kasus (case approach).50

Sedangkan sifat penelitian dari penulisan tesis ini adalah deskriptif yang ditujukan untuk menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis mengenai gejala-gejala hukum terkait dengan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi studi terhadap penyelesaian utang-piutang dalam perseroan terbatas yang dilikuidasi.

Untuk selanjutnya akan dilakukan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan ini adalah memisahkan dan mengelompokkan mana yang merupakan kaidah hukum dan mana yang bukan kaidah hukum.

2. Sumber Bahan Hukum

Pada penelitian hukum dengan studi kasus yang dilakukan ini maka maka sumber bahan hukum yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain :

50

(30)

Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata); dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik jurnal, buku-buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai likuidasi, kepailitan, reorganisasi perusahaan, dan restrukturisasi, berita, ulasan media, juga sumber-sumber lain yang relevan dengan penyelesaian hutang-piutang perseroan terbatas dalam likuidasi. Bahan hukum sekunder pada penelitian hukum ini adalah Laporan Pertanggungjawaban Likuidator PT. Schutter Indonesia (Dalam Likuidasi).

(31)

3. Teknik Pengumpulan Data

Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tekhnik studi kepustakaan51

4. Analisis Data

(library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dipandang relevan, antara lain mengenai utang piutang dalam hukum keperdataan dan perseroan terbatas dalam likuidasi. Perpustakaan yang digunakan adalah Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Kasus yang digunakan diambil dari likuidator langsung PT. Schutter Indonesia sebagai contoh kasus pada tesis ini.

Bahan hukum primer yang terinventarisasi terlebih dahulu disistematisasikan sesuai dengan substansi yang diatur dengan mempertimbangkan relevansinya terhadap rumusan permasalahan dan tujuan penelitian. Kemudian dilakukan prediktabilitas hukum, mencari keadilan hukum, perlindungan hukum, dan lain-lain.52

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung

51

Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis dan perspektif dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau analisis data yang dapat digunakan; f) Memperkaya ide-ide baru; dan g) Mengetahui siapa saja peneliti lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut, seperti yang dikemukakan Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 112-113.

52

(32)

akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah dalam penyelesaian utang piutang dan proses likuidasi perseroan terbatas. Teorisasi induktif adalah menggunakan data sebagai awal pijakan melakukan penelitian, bahkan dalam format induktif tidak mengenal teorisasi sama sekali artinya teori dan teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan. Maka deduktif – induktif adalah penarikan kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada awal penelitian dan data-data yang didapat sebagai tunjangan pembuktian teori tersebut.53

53

Ibid., hal. 26-29.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi sejarah dengan menggunakan media pengembangan komik pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN Sawojajar 3

Sebagai seorang pengajar, para volunteer ini seperti sudah paham betul situasi pendidikan di Desa ini, karakteristik anak-anaknya, cara mereka harus memberikan

Kharisma Gamaba Jaya yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kebersihan berusaha untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik karena diharapkan hal tersebut akan

Bila jarak antara kedua pusat lingkaran tersebut 15 cm dan panjang jari-jari lingkaran kecil 4 cm, maka perbandingan luas lingkaran kecil dengan luas lingkaran besar adalah

Dapat dikatakan bahwa multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, audio dan video dengan alat bantu

DER dapat menunjukkan tingkat risiko suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin tinggi risikonya karena pendanaan dari unsure hutang lebih

Kabupaten Kebumen adalah penyedia barang/jasa yang telah ditetapkan oleh pejabat pengadaan melalui proses pengadaan langsung berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

Motif ragam hias yang digunakan pada bangunan Keraton Surakarta yaitu kaligrafi, motif tumbuhan / sulur (pola lengkung-lengkung tanaman, batang, daun dan buah) dan geometri