• Tidak ada hasil yang ditemukan

TCP TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM SOLUSI IN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TCP TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM SOLUSI IN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

“Bidang Sosial Budaya”

Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013 (KERTAS NASIONAL 2013)

Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Disusun Oleh:

FERINA IRZANI AULIAWATI 125100507111012 / 2012 LUSIANA WATININGSIH 125020300111062 / 2012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

“Bidang Sosial Budaya”

Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013 (KERTAS NASIONAL 2013)

Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Disusun Oleh:

FERINA IRZANI AULIAWATI 125100507111012 / 2012 LUSIANA WATININGSIH 125020300111062 / 2012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(3)

melalui Metode SCORING. 2. Peserta :

a) Ketua Kelompok :

Nama : Ferina Irzani Auliawati

Nim : 125100507111012

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian b) Anggota Kelompok :

Nama : Lusiana Watiningsih Nim : 125020300111062 Jurusan : Ilmu Bisnis

3. Dosen Pembimbing:

Nama : Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP. NIK : 840201 10 11 0160

Malang, 31 Juli 2013

Dosen Pembimbing

Menyetujui,

Ketua Kelompok

Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP. NIK. 840201 10 11 0160

Ferina Irzani Auliawati NIM.125100507111012

Mengetahui,

Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

(4)

2013 yang berjudul TCP (Technopreneur Camp Program): Solusi Inovatif untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING. Judul karya tulis ini ditinjau dari Prospektif Pendidikan sesuai dengan tema pada bidang penulisan Sosial Budaya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula pada kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis hingga sampai masa kuliah. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan karya tulis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu Beliau untuk membina penulis dalam menyusun karya tulis ini. Karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi Lomba Karya Tulis Mahasiswa, Kertas Nasional 2013 dengan tema Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional Warga Negara Menuju Indonesia yang Berkeadilan yang diselengarakan oleh LP2KI Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Penulis merasa penyusunan karya tulis Mahasiswa Nasional 2013 ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis hanya bisa berharap semoga gagasan kecil pada karya ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam perkembangan dunia pendidikan.

Malang, 31 Juli 2013

(5)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL... vi

RINGKASAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penulisan ... 4

1.4 Manfaat Penulisan ... 5

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tinjauan Umum Deskripsi Anak ... 6

2.2 Pengertian Anjal (Anak Jalanan)... 8

2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anja di Kota Malang... 10

2.4 Keterampilan Anak Jalanan di Kota Malang ... 11

2.5 Mekanisme Pemberdayaan Anjal di Kota Malang... 13

III. METODE PENULISAN... 14

IV. PEMBAHASAN ... 16

4.1 Pendidikan sebagai Asset dalam Memberdayakan Potensi Anak Jalanan ... 16

4.2 Pemilihan Anjal di Kota Malang sebagai Objek Penulisan……… 17

4.3 Karakteristik Technopreneur Camp Program (TCP)... 18

4.4 Konsep Technopreneur Camp Program ... 28

4.5 Konsep SCORING method... 30

V. PENUTUP ... 33

5.1Kesimpulan ... 33

5.2 Saran……….…………...33

DAFTAR PUSTAKA ... ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... xi

(6)
(7)

Halaman Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut,

(8)

Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan pembangunan dalam sektor ekonomi, akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya dampak negatif, salah satunya yaitu munculnya kesenjangan social ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi tersebut menghasilkan permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang krusial dan menjadi perhatian dunia yaitu fenomena anak jalanan. Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin lebih yang menghabiskan waktu yang produktif di jalanan. Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Kebanyakan anak-anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di Kota Malang, lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak jalanan. (Middlemas,2011).

(9)
(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan Pembangunan dalaam sektor ekonomi akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya dampak negatif. Salah satu dampak negatif teersebut yaitu munculnya kesenjangan social ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi juga menghasilkan permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang krusial dan menjadi perhatian dunia yaitu fenomena anak jalanan.

Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin lebih yang menghabiskan waktu produktif di jalanan. Salah satu penyebab munculnya anak jalanan yaitu karena tuntutan ekonomi keluarga yang menjadikan anak sebagai tumpuan penghasilan tambahan bagi keluarga. Anak jalanan sebagian besar merupakan remaja berusia belasan tahun, tetapi tidak sedikit yang berusia di bawah 10 tahun. Pada umumnya anak-anak jalanan bekerja di sector informal. Sector informal tersebut seperti menyemir sepatu, menjual koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung barang-barang bekas bahkan sebagian lagi mengemis, mengamen, dan ada yang mencuri, mencopet atau terlibat perdagangan sex. Pilihan sector informal merupakan suatu jawaban atas rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. (Siregar,2006).

(11)

Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Kebanyakan anak-anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di

Kota Malang, lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak jalanan. (Middlemas,2011).

Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di kota malang belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain itu secara yuridis terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah untuk terus berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada pasal 6 ayat 1 menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang secara eksplisit menganjurkan kepada semua Negara yang meratifikasi konvensi untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri meratifikasi konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Siregar,2006).

(12)

sebagaimana layaknya, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan,

rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection) (Saputra, 2007). Hak-hak yang seharusnya diterima oleh seorang anak tersebut belum dapat terpenuhi, sehingga anak memilih untuk hidup di jalanan.

Menjalani hidup sebagai anak jalanan tentunya bukan merupakan pilihan yang menyenangkan. Banyak permasalahan yang mengancam anak jalanan yang berada di berbagai wilayah seperti kekerasan yang dilakukan oleh anak jalanan lain, komunitas dewasa, Satpol PP bahkan kekerasan seksual, penggunaan pil narkoba, alkohol, rokok dan hal-hal negatif lainnya. Kondisi-kondisi yang dialami dijalan sering tidak terkontrol oleh karenanya tidak sedikit anak jalanan tidak memiliki masa depan yang jelas. Masa depan anak jalanan menjadi masalah bagi banyak pihak seperti keluarga, masyarakat, dan negara. Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas. Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa TCP (Technopreneur Camp Program): Solusi Inovatif untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah karya tulis ini adalah sebagai berikut.

1. Apa saja faktor penyebab munculnya anak jalanan di kota malang ?

2. Bagaimana permasalahan dan kondisi keterampilan anak jalanan di Kota Malang ?

(13)

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan ini yaitu mewujudkan pendidikan Technopreneur (teknologi dan entrepreneur) bagi anak jalanan di Indonesia melalui TCP (Technopreneur Camp Program) : Solusi Inovatif untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING dengan strudi kasus Kota Malang, Jawa Timur sehingga diharapkan anak jalanan memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang tidak tertinggal dengan adanya teknologi yang semakin canggih dan berkembang. Sehingga diharapkan anak jalanan dapat mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan berkualitas yang dapat ditrima oleh masyarakat.

1.4 Manfaat Penulisan 1. Manfaat teoritis

Penulisan ini dilakukan untuk pengembangan pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan khususnya, yaitu hukum tentang perlindungan anak yang di atur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

2. Manfaat Praktis 1) Bagi Anak jalanan

Dengan penulisan ini, penulis mengharapkan dapat memberikan pemahaman, pengetahuan serta mengaplikasikan entrepreneurship kepada anak jalanan agar anak jalanan menjadi pemuda yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan untuk kemajuan masa depan mereka.

2) Bagi Masyarakat

(14)

3) Bagi LSM

Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam praktik mengembangkan kemandirian anak jalanan serta pengaplikasian perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk melaksanakan program-program pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan entrepreneur.

4) Bagi fakultas hukum

Diharapkan dapat menjadi literatur yang bermanfaat bagi peneliti-peneliti atau akademisi lainnya yang mempunyai minat dan perhatian yang sama dalam mengembangkan pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan.

5) Bagi Pemerintah

Diharapkan Pemerintah Komisi Perlindunhan Anak Indonesia (KPAI), dan Dinas sosial Kota Malang agar lebih memberikan dukungan dalam mewujudkan pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan sehingga diharapkan anak jalanan memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang mampu mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan berkualitas.

6) Bagi Penulis

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Deskripsi Anak

Anak merupakan asset dari suatu Negara, karena nasib suatu Negara bergantung pada generasi penerusnya. Dengan kata lain generasi penerus tersebut yaitu pemuda-pemuda yang asalnya adalah seorang anak-anak. Anak-Anak sebagai suatu asset Negara tumbuh dan berkembang menjadi pemuda. Oleh karenannya tidak heran anak-anak disebut sebagi agent of change. Menurut Convention On The Right Of The Child tahun 1989 yang telah diratifikasi

pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomer 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sebaliknya menurut The Minimum Age Convension Nomer 138 tahun 1973, pengertian anak adalah

seorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Selain itu, menurut UNICEF anak merupakan penduduk yang berusia antara 0 sampai 18 tahun. Undang-Undang RI Nomer 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Huraerah, 2006:19).

Kerentanan usia anak sangatlah penting, mengingat kelayakan seorang anak untuk melakukan suatu pekerjaan dari pada bermain dan belajar. Rentan usia anak teletak pada skala 0 sampai 21 tahun, batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang pada umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun (Handayani, 2009).

(16)

secara eksplisit menganjurkan kepada semua Negara yang meratifikasi konvensi untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri meratifikasi konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Siregar,2006). Sedangkan Pada pasal 2 Undang-Undang Nomer 4 Tahun 1997 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa :

1. Anak berhak atas kesejahteran, perawatan, asuhan dan Bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluargannya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharan dan perlindungan, baik semasa kandungan maupun sudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar (Huraerah, 2006: 21).

(17)

2.2 Pengertian Anjal (Anak Jalanan)

Pada umumnya masyarakat menafsirkan Anjal (anak jalanan) merupakan anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun yang menghabiskan seluruh waktunya untuk mencari nafkah dijalanan, bermain, tidak bersekolah, tekadang ada pula yang menambahkan bahwa anak jalanan mengganggu ketertiban umum serta melakukan tindak kriminal (Martini dan Agustian dalam Oktaria 2008).

Anak jalanan sering dikenal dengan sebutan arek kere, anak gelandangan, atau terkadang disebut juga secara eufemistik sebagai anak mandiri. Namun Menurut Shalahuddin (2000, h.13), yang dimaksudkan anak jalanan adalah individu yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya. Jalanan yang

dimaksudkan tidak hanya menunjuk pada “jalanan” saja, melainkan juga tempat

-tempat lain seperti pasar, pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan stasiun. Sementara itu, Departemen Sosial (dalam Oktaria, 2008) , mendefinisikan anak jalanan yaitu anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya. Mereka biasanya berusia 6-18 tahun, masih sekolah atau sudah putus sekolah, tinggal dengan orangtua maupun tidak, atau tinggal di jalanan sendiri maupun dengan teman- temannya, dan mempunyai aktivitas di jalanan, baik terus-menerus maupun tidak.

(18)

hubungannya dengan keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orangtua atau keluarga (Huraerah, 2006: 80). Banyak juga orangtua yang sudah melaksanankan tanggungjawabnya dalam pemenuhan kesejahteraan terhadap kesejahteraan anak, Namun apabila orang tua terbukti melalaikan tanggung jawab yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka pemerintah juga sebagai Orangtua berkewajiban untuk membiayai kebutuhan anak-anak dalam kehidupan, pemeliharan dan pendidikan (Darmawan, 2003).

Sedangkan Faktor lain yang mmpengaruhi keputusan anak untuk untuk hidup dijalanan, Shalahuddin (2004, h. 71) mengemukakan bahwa berbagai hasil studi atau laporan program pelaksanaan anak jalanan cenderung memandang kemiskinan (faktor ekonomi) dan keretakkan keluarga (faktor keluarga) sebagai faktor pendorong yang paling dominan menyebabkan anak turun ke jalan. Kedua faktor tersebut saling berkait, mengingat kemiskinan dapat memicu keretakkan dalam keluarga. Farid (dalam Shalahuddin, 2004, h. 73). Selain itu faktor lainnya yaitu adanya kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak, adanya dorongan dari keluarga untuk membantu perekonomian keluarga, adanya keinginan untuk mendapatkan kebebasan dari keluarga, adanya keinginan untuk memiliki uang sendiri, dan adanya pengaruh dari teman sebaya.

Klasifikasi anak jalanan tersendiri menurut Salehuddin (2004), di bagi menjadi dua, yaitu anak yang ada di jalanan atau children on the street dan children of the street. Children on the street adalah anak yang secara total berada

(19)

alasan anak bekerja adalah karena mem-bantu pekerjaan orangtua (71%), dipak-sa membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin hi-dup bebas, untuk uang jajan, mendapat-kan teman, dan lainnya (33%).

Klasifikasi lainnya Oleh Para praktisi Georgia yang membedakan tiga kelompok anak jalanan berdasarkan kategori yang mereka terapkan (Wargan & Dershem, 2009): 1) Children of the street. Menghabiskan malam (tidur) di jalanan dalam jangka waktu satu bulan atau lebih, 2) Children in the street. Menghabiskan sebagian waktu untuk tidur di rumah, tetapi menghabiskan sebagian besar waktu siang harinya di jalanan, dan 3) Children from the families of the street. Menghabiskan malam (tidur) di jalanan bersama-sama dengan anggota keluarga mereka jangka waktu satu bulan atau lebih. Menurut Surjana (dalam Handayani, 2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan sebagai berikut: 1) Tingkat mikro (Immediate cause), yaitu factor anak dan keluarga, 2) Tingkat meso (Underlying cause), yaitu

faktor struktur masyarakat, dan 3) Tingkat makro (Basic cause), yaitu faktor dengan struktur masyarakat (Idzha, 2013).

Anak jalanan melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan untuk mempertahankan hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan anak jalanan antara lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan barang bekas/sisa, melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kegiatan yang rentan terhadap eksploitasi seksual (Shalahuddin, 2000, h. 20-27).

(20)

jumlah perceraian di Kota Malang. Hal tersebut sangat berkontribusi kepada jumlah anak-anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak-anak jalanan.

2.4 Permasalahan dan Kondisi Keterampilan Anak Jalanan di Kota Malang

Kebanyakan Anak-Anak Jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Kecenderungan jumlah anak jalanan di kota malang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.Hal ini terbukti dari tahun 2004 sebanyak 548 anak dengan rincian per kecamatan, diantaranya Kecamatan Lowokwaru sebanyak 63 anak, Kecamatan blimbing sebanyak 76 anak, Kecamatan Sukun sebanyak 90 anak, Kecamatan Kedungkandang sebanyak 107 anak dan Kecamatan Klojen sebanyak 212 anak (Meykeh Simboh, 2004).

Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut, berdasarkan data Propinsi Tahun 2007.

No Nama Propinsi Jumlah ANJAL

1 Jawa Timur 13.136 anak

2 NTB 12.307 anak

3 NTT 11.889 anak

No Nama Propinsi Jumlah ANJAL

1 Kalimantan Tengah 10 anak

3 Gorontalo 66 anak 66 anak

3 Kepulauan Riau 186 anak

Sumber. Data PMKS 2007, Departemen Sosial RI

Sedangkan berdasarkan hasil observasi awal dari peneliti, tahun 2009 anak jalanan yang dibina LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA

BACA”Kota Malang berjumlah 71 anak. Dengan rentang usia 7-10 tahun

(21)

700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak-anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak-anak jalanan(Middlemas,2011).

Kecenderungan peningkatan jumlah anak-anak jalanan dikota malang dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dan penambahan. Tingginya jumlah anak jalanan tersebut berakibat pada semakin macetnya lalu lintas di kota malang karenanya kebanyakan para anjal (anak jalanan) menghabiskan waktu mereka di tempat-tempat umum untuk mendapatkan uang. Para Anjal ini seringkali berada di kawasan sekitar matos, MOG, lalu lintas, stasiun kereta api malang kota baru, terminal, Rampal dan di tempat-tempat umum lainnya. Banyak sebagian dari anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif seperti mencuri, menipu, dan bahkan terlibat perkelahian sehingga berurusan dengan kepolisian setempat. Namun tidak semuanya anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif, sebagian dari mereka juga memiliki keterampilan seperti mengamen, berjualan Koran, berjualan minuman atau makanan dan lainnya. Anjal yang memiliki keterampilan positif bisa dikembangkan melalui arahan dan pendidikan entrepreneur sedangkan anjal yang memiliki keterampilan negatif juga bisa

(22)

dirubah menjadi positif melalui penanaman nilai-nilai positif dengan pendidikan entrepreneur.

2.5 Mekanisme Pemberdayaan Anjal (Anak Jalanan) di Kota Malang Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di Kota Malang belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Namun ada beberapa upaya-upaya pemberdayaan anak jalanan oleh pemerintah dan LSM di Kota Malang. Upaya pemberdayaan pemerintah kepada anak-anak jalanan digalakkan melalui berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, misalnya yaitu Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan, pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, pelatihan seni dan kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan taruna mandiri. Selain itu upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM Rumah Bina Anak Bangsa yang terletak di jalan Blitar No. 2 Kota Malang, dimana LSM ini memberdayakan anak jalanan dengan cara Home Schooling. Upaya pemberdayaan lainnya yaitu dilakukan oleh LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA BACA”.

Pemberdayakan anak jalanan tidak cukup hanya diberikan stimulan berupa Home Schooling, pelatihan olahraga dan bermain tetapi harus diberikan

(23)

BAB III

METODE PENULISAN 3.1 Metode Observasi

Metode observasi dilakukan dengan menggumpulkan sumber data. Sumber data tersebut adalah sebagai berikut.

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan mengenai Analisis Yuridis Sosiologis Model Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Malang menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

2. Data Sekunder merupakan suatu data hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer. Data ini membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang sesuiai dalam penulisan. Bahan yang digunakan penulis diantarannya buku, perundang-undangan, jurnal, majalah, internet, artikel dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan topik permasalahan. 3.2 Metode pendekatan

Dalam penulisan ini metode pendekatan yang digunakan penulis yaitu pendekatan yuridis sosiologis yang merupakan metode pendekatan yang berlandaskan pada teori-teori hukum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. 3.3 Metode penguraian Ilmiah

(24)

3.4 Metode analisis data

(25)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pendidikan sebagai Asset dalam Memberdayakan Potensi Anak Jalanan

Kekuatan suatu negara tergantung pada pemuda. Ir Soekarno pernah memaparkan satu statement “berikan aku 1000 orang tua niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia”. Hal ini membuktikan bahwa pemuda merupakan asset berharga bangsa yang mampu mengguncangkan dunia.

Berhasilnya suatu Negara karena adanya peran pemuda sebagai generasi penerus yang menentukan nasib suatu bangsa dan Negara. Pemuda merupakan seorang anak yang dilahirkan oleh orang tua mereka. Keberhasilan pemuda bergantung pada masa anak-anak. Namun diantara anak-anak yang memilih dan berhasil dibesarkan oleh orang tua, terdapat beberapa anak juga yang memilih untuk hidup dijalanan yang biasa disebut anjal (anak jalanan). Anak jalanan merupakan salah satu masalah yang krusial di Indonesia. Munculnya anak jalanan disebabkan karena tuntutan ekonomi keluarga yang menjadikan anak sebagai tumpuan penghasilan tambahan keluarga. Padahal menurut Undang-Undang Dasar 1945 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Dengan demikian seharusnya peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan.

(26)

Anak jalanan akan rajin menuntut ilmu apabila mereka bisa mencintai ilmu. Salah satu cara untuk membuat anak jalanan cinta terhadap ilmu adalah membuat sistem pembelajaran yang menyenangkan . Selain cerdas, anak jalanan juga harus terampil sehingga mampu untuk bersaing atau berkompetisi dengan anak-anak lainnya. Sifat terampil ini dapat diwujudkan dengan melatih kemandirian pada anak jalanan melalui aplikasi pendidikan technopreneur. Konsep technopreneur merupakan konsep pendidikan yang dirancang khusus bagi anjal (anak jalanan) guna meningkatkan skill mereka dalam bidang technology dan entrepreneur. Kegiatan entrepreneur akan membentuk anak jalanan mandiri, terutama mandiri dalam segi finansial dan meningkatkan skill anak jalanan. Selain itu, pendidikan terkait penggunaan teknologi juga penting dalam mendorong skill anak jalanan di bidang entrepreneur. Selain itu adanya teknologi yang sudah semakin cangih dan terus berkembang, diharapkan akan memberikan added-value bagi ketrampilan anak jalanan.

Dengan adanya pendidikan kombinasi antara technology dan enterpreneur (technopreneur) maka anak jalanan akan mampu mengembangkan bisnis mereka

berbasis teknologi dan bersaing secara global untuk memperbaiki financial meraka dan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Dengan adanya sistem belajar yang menyenangkan dan aplikasi konsep pendidikan entrepreneur dan teknologi secara nyata yang diterapkan secara simultan harapannya dapat membentuk anak jalanan menjadi pemuda yang berkualitas, mampu menghadapi tantangan dan memiliki masa depan yang jelas, tentunya masa depan yang lebih baik.

4.2 Pemilihan Anak Jalanan di Kota Malang sebagai Objek Penulisan Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan anak jalanan. Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Ada beberapa pertimbangan penulis menjadikan Anak Jalanan di Kota Malang sebagai objek penulisan, yakni :

(27)

jalanan di Kota Malang lebih suka menjalani kehidupan dengan mencari uang di tempat-tempat tersebut.

2. Pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang tidak ada yang memprakarsai karena terjadi secara otomatis.

3. Mekanisme pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang yang sebelumnya dilakukan oleh Bidang Sosial dan LPA Griya Baca hanya dilakukan melalui program bimbingan dan pelatihan. Bimbingan yang diberikan kepada anak jalanan yaitu: a) bimbingan moral dan mental, b) bimbingan sosial, c) bimbingan hukum, d) bimbingan agama, dan e) bimbingan kesehatan. Sedangan pelatihan yang diberikan kepada anak jalanan meliputi: a) pelatihan otomotif, b) pelatihan mengemudi, c) pelatihan elektronika. Belum ditemui program yang memberikan pendidikan dalam bidang entrepreneur dan technology.

4.3 Karakteristik Technopreneur Camp Program (TCP) 4.3.1 Gambaran Umum dan Tujuan Pelaksanaan TCP

Technopreneur merupakan solusi pendidikan yang ditawarkan sebagai

upaya dalam memberdayakan anak jalanan di Indonesia melalui aplikasi konsep pendidikan entrepreneur dan teknologi. Konsep pendidikan ini dikonsep agar anak jalanan sebagai generasi bangsa yang notabene adalah tonggak estafet kepemimpinan bangsa dapat berperan sebagai agent of change dalam membangun bangsa Indonesia.

Nama program ini adalah TCP yang mempunyai kepanjangan Technopreneur Camp Program. TCP merupakan program pendidikan yang

(28)

untuk memfasilitasi pengembangan invensi dan inovasi bagi anak jalanan dalam menjalankan ide usaha yang berorientasi pada hasil (impact oriented) terhadap pemberdayaan anak jalanan di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mendorong agar anak jalanan mampu menghasilkan invensi dan inovasi produk yang dapat diterima oleh masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat baik secara finansial maupun aspek sosial bagi anak jalanan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

TCP merupakan pendidikan bagi anak jalanan dengan mengaplikasikan konsep technology dan entrepreneur. Dari sini anak jalanan akan dilatih menjadi pribadi yang terampil dengan mengaplikasikan langsung kemampuan entrepreneurship mereka dalam bentuk produk usaha yang real. Hasil produk

usaha tersebut diharapkan kedepannya dapat memenuhi kebutuhan hidup anak jalanan dengan begitu anak jalanan bisa terlepas dari pengaruh negatif kehidupan di jalanan. Konsep technology dan entrepreneur ini akan dikemas dalam sebuah pendidikan singkat yang juga berisi pelatihan-pelatihan yang menunjang kemampuan anak jalanan dalam berwirausaha. Konsep ini dikemas dalam bentuk program-program edukasi yang bersifat rekreatif karena pada dasarnya anak jalanan akan tertarik pada suatu hal apabila hal itu menyenangkan, menguntungkan dan tidak membosankan. Sehingga anak jalanan tidak menjadikan pembelajaran menjadi sebuah beban karena adanya suasana yang menyenangkan.

Pemilihan camp sebagai tempat media pembelajaran dipilih karena camp mengindikasikan suatu tempat penampungan sementara yang bersifat informal. Tidak hanya dalam mengaplikasikan konsep pendidikan technopreneur, camp ini nantinya juga akan di desain sedemikian menarik dengan demikian anak jalanan mudah beradaptasi di tempat tersebut. Selain itu camp juga mengindikasikan sebuah tempat pendidikan yang relatif singkat dengan beban pendidikan yang tidak terlalu berat. Sehingga dengan pemilihan camp, diharapkan adanya rasa ketertarikan anak jalanan untuk menjadi peserta dalam TCP ini.

(29)

manusia. Sumber daya manusia yang akan berperan sebagai tentor program sekaligus pengelola program adalah relawan dari berbagai kalangan, bisa dari akademisi, pengusaha, entrepreneurship muda dan lain sebagainya.

4.3.2 Pembagian Level TCP

TCP yang menjadi gagasan penulis dibagi menjadi 6 level program, yang masing-masing level program mempunyai program tersendiri yang dirancang khusus tetapi tetap berbasis pada education. Dalam mencapai tahapan level atas, maka peserta harus menjalani level sebelumnya. Tahapan level pemula sebelum mencapai level atas yaitu sebagai berikut :

1) Basic Level

Basic Level adalah tingkatan program paling dasar yang mempunyai fungsi

untuk memperkenalkan program-program TCP. Dalam level ini terdiri dari program Persuade and Follow Us, Introducing Step, Pre-Test, Fundamental Program, dan Find and Grab It. Tujuan utama dari program ini adalah untuk memperkenalkan program-program yang ada dalam TCP sekaligus mengatasi minat belajar anak jalanan yang rendah dan menanamkan pola pikir bahwa belajar itu menyenangkan.

2) Acceleration Level

Acceleration Level adalah tingkatan program dasar setelah Basic Level.

Dalam level ini terdiri dari program Step to be Creator, Step to be Leader, Step to be Owner dan Step to be Winner. Tujuan utama dari level program kedua ini adalah melatih dan meningkatkan skill anak jalanan terkait dengan technology dan enterpreneur.

3) Challenge Level

Challenge Level adalah tingkatan program dasar ketiga setelah menjalani

Basic Level dan Acceleration Level. Dalam level ini terdiri dari 1 program utama

(30)

4) Developing Level

Developing Level adalah tingkatan program TCP yang keempat. Dalam

level ini terdiri dari program Make Great Product, Edutechno dan Teaching grant. Tujuan utama dari level program ini adalah melatih dan meningkatkan skill anak jalanan terutama terkait penggunaan teknologi dalam mengembangkan usaha.

5) Comprehensive Level

Comprehensive Level adalah tingkatan program TCP yang kelima. Dalam

level ini terdiri dari program Make Business Real, Mentoring Product dan Pameran KreaCipta. Tujuan utama dari level program kelima ini adalah merealisasikan ide usaha menjadi sebuah usaha yang nyata dan memperkenalkan kepada masyarakat sebagai upaya menjaring massa.

6) Advanced Level

Advanced Level adalah tingkatan program terakhir dari TCP. Dalam level

ini terdiri dari program Show Your Act dan Monitoring and Evaluating. Tujuan utama dari level program terakhir ini adalah memberikan kesempatan peserta program untuk mandiri dan mengembangkan usahanya sebagai sebuah usaha yang berkelanjutan.

TCP dilakukan melalui metode SCORING (Start up, creative, opportunity, risk bearing). Metode ini merupakan metode dalam melatih kemampuan kreatif

dan inovatif secara riil yang tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya. TCP diharapkan dapat menjadi langkah konkrit dalam upaya memberikan solusi innovatif untuk masa depan anak jalanan.

4.3.3 Aplikasi Konsep Level TCP (Technopreneur Camp Program)

(31)

1) Persuade and Follow Us,

Upaya dalam mengajak anak jalanan sebagai calon peserta program yang dilakukan dengan pemberian informasi terkait pelaksanaan Technopreneur Program. Dalam upaya ini juga akan diberikan manfaat-manfaat yang dapat mereka rasakan setelah semua level program ini selesai dilaksanakan, misalnya semakin meningkatnya kemampuan mereka dalam berwirausaha dan memasarkan produk melalui teknologi sehingga mereka bisa hidup semakin mandiri dan bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain. Bagi anak jalanan yang bersedia mengikuti semua level program dari Basic Level sampai Advanced Level, akan diberikan reward berupa dana hibah untuk berwirausaha dan fasilitas penunjang lainnya. Setiap level program akan didampingi dan diawasi oleh tentor Technopreneur , dan pendampingan ini juga dilakukan sampai usaha yang dijalankan para peserta program sudah berkembang dan dinilai mampu mandiri untuk dapat berjalan.

2) Introducing Step

Peserta program akan diputarkan video sebagai pengenalan dan sosialisasi program-program dan fasilitas–fasilitas penunjang yang ada di Technopreneur Camp Program.

3) Pre-Tes

Memberikan test awal bisa berupa test IQ yang di desain semenarik mungkin tanpa memberatkan peserta program untuk mengetahui tingkat intelijensitas mereka, agar para tentor dapat menyesuaikan porsi materi yang akan diberikan dan untuk mengetahui kemampuan basic yang mereka miliki.

4) Fundamental Program, Find and Grab It

Program awal dalam memperkenalkan konsep Technopreneur serta pemberian wawasan terkait Technopreneur (Technology and Enterpreneur). Ini bisa dilakukan melalui pemberian materi secara langsung oleh enterpreuner muda di Indonesia, studi company visit, video yang menunjang TCP dan lainnya.

5) Find and Grab It

(32)

bimbingan karir d alam menentukan usaha apa yang akan dijalankan di masa depan dengan menggunakan bakat minat oleh tentor Technopreneur.

2. Acceleration Level tediri dari empat macam pembelajaran, yaitu diantaanya sebagai berikut:

1) Step to be Creator

Dari usaha yang sudah mulai dipikirkan, peserta program akan diarahkan untuk menggali ide usaha dan berupaya untuk merealisasikannya. Dalam tahapan ini, peserta program akan dikelompokan sesuai bakat minat yang sama dengan tujuan ide usaha akan dapat terspesifikasi dengan jelas.

2) Step to be Leader

Setelah ide usaha didapat, peserta program secara tim akan dibimbing secara intensif terkait ide usaha yang akan dijalani. Dalam tahapan ini, peserta program akan dibimbing oleh tentor TCP mulai dari wawasan terkait usaha yang akan dijalankan, hal-hal apa saja yang dibutuhkan, kendala-kendala apa yang mungkin akan dialami dsb. Bimbingan secara intensif akan diberikan dengan durasi waktu program maksimal 2 bulan.

3) Step to be Owner

Upaya mendalami ide usaha dengan observasi lapang secara langsung, misal jika ide usaha terkait kuliner maka program dijalankan dengan bekerja sama secara langsung dengan pemilik tempat usaha kuliner yang sesuai. Disini peserta akan diberikan kesempatan untuk magang sementara agar dapat benar-benar merasakan bagaimana jika ide usaha yang dipikirkan benar-benar terealisasi.

4) Step to be Winner

Peserta diarahkan untuk memberikan hasil dari magang yang telah dilakukan selama 1 bulan, untuk kemudian dijadikan bahan evaluasi guna keberlanjutan ide usaha. Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan inovasi dalam berusaha.

(33)

sama, diberikan tantangan-tantangan yang mengilustrasikan kendala-kendala yang akan mereka akan hadapi selama menjalankan usaha. Misal games persaingan antar kelompok dalam menghadapi pesaing yang mungkin datang, sehingga menuntun kemampuan mereka dalam menciptakan inovasi produk yang lebih baik, kemampuan menggunakan strategy marketing, kemampuan promosi dan berkomunikasi.

4. Developing Level terdiri dari 3 proses pembelajaran diantaranya sebagai berikut.

1) Make Great Product

Deskripsi kegiatan berupa pelatihan dalam menyajikan produk pada konsumen, bisa berupa pelatihan desain produk dan teknik pengemasan produk.

2) Edutechno

Deskripsi kegiatan berupa pendidikan terkait penggunaan teknologi guna ekspansi usaha, bisa berupa pelatihan pembuatan website bisnis, pelatihan marketing online, pelatihan pemanfaatan media sosial sebagai upaya promosi usaha.

3) Teaching grant

Deskripsi kegiatan berupa pengimplementasian pengajaran serta fasilitasi akses kepada peserta terkait dengan pengembangan inovasi produk usaha berbasis teknologi.

5. Comprehensive Level terdiri dari 3 proses pembelajaran diantaranya sebagai berikut.

1) Make Business Real

Deskripsi kegiatan berupa Peserta akan diarahkan dan difasilitasi untuk mulai menjalankan ide usaha, ini berupa pemberian dana hibah untuk memulai usaha. Pendanaan untuk mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan teruji.

2) Mentoring Product

(34)

3) Pameran

Deskripsi kegiatan berupa pengadaan pameran produk kreasi para peserta program sebagai upaya pengenalan usaha kepada masyarakat sekaligus upaya menjaring konsumen. Akan ada tantangan dalam menarik massa sebanyak-banyaknya untuk mengunjungi masing-masing stan, dan akan ada reward the most favourite stand. 6. Advanced Level tediri dari dua macam pembelajaran, yaitu diantaanya

sebagai berikut: 1) Show Your Act

Deskripsi kegiatan berupa pemberian kesempatan kepada peserta untuk menjalankan dan menginovasi usaha dengan dana dan fasilitas yang sebelumnya telah diberikan. Para tentor TCP berperan dalam membimbing peserta sampai usaha dapat berjalan dengan baik. Pembimbingan dilakukan maksimal selama 6 bulan dengan harapan peserta akan mampu mandiri dengan usaha yang dijalankan. Dalam tahapan ini peserta juga diarahkan untuk menetapakan targetan-targetan yang akan dihasilkan selama 6 bulan pertama usaha berjalan.

2) Monitoring and Evaluating

(35)

4.3.4 Contoh Implementasi Program TCP (Technopreneur Camp Program) Level

Program Nama Program Contoh Implementasi Program Durasi Program

Basic Level Persuade & Follow Us

Introducing Step

Pre-Test

Fundamental Program

Find and Grab It

Detektive Technopreneur terjun langsung ke jalanan untuk mensosialisasikan program pada anjal (anak jalanan) sekaligus mengajak mereka untuk mau mengikuti program. Dimana salah satu kelebihan yang ditawarkan program ini adalah para anjal masih tetap dapat beraktifitas seperti biasa karena program dilaksanakan setiap hari dengan durasi waktu 2 jam, mulai dari jam 4 sampai jam 6 sore.

Pemutaran video pengenalan program-program dan fasilitas–fasilitas penunjang yang ada di Technopreneur Camp Program.

Test Kemampuan Dasar bagi seluruh calaon peserta program untuk mengetahui kemmapuan basic mereka.

Studi company visit ke perusahaan yang mengimplementasikan kegiatan entrepreneur sekaligus memanfaatkan penggunaaan kecanggihan teknologi dalam mengelola usahanya.

Peserta diarahkan untuk memilih bakat – minat pada bidang yang mereka sukai, kemudian pemberian bimbingan karir dan wawasan terkait hal tersebut. 1 x 2 minggu 2 minggu Acceleration Level

Step to be Creator Step to be Leader Step to be Owner

Step to be Winner

Pengelompokan peserta sesuai bakat-minat untuk menentukan ide usaha Pengembangan ide usaha sekaligus persipan untuk pelaksanaannya

Magang di tempat usaha perkulineran untuk mengetahui kondisi lapang sebelum benar-benar terjun ke lapang.

Pelaporan hasil magang.

(36)

Challenge

Level GFW Program

(Go-Fight-Win)

Monopoly Games persaingan antar kelompok dalam menghadapi pesaing yang mungkin datang, sehingga menuntun kemampuan mereka dalam menciptakan inovasi produk yang lebih baik, kemampuan menggunakan strategy marketing, kemampuan promosi dan berkomunikasi dsb

2 minggu

Developing Level

Make Great Product Edutechno

Teaching grant

Pelatihan desain dan teknik pengemasan produk. Pelatihan pembuatan website bisnis.

Pemberian wawasan terkait pengembangan inovasi produk usaha berbasis teknologi

2 minggu 2 minggu

Comprehen-sive Level

Make Business Real

Mentoring Product Pameran KreaCipta

Pendanaan awal untuk mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan teruji

Mempromosikan via website bisnis Pameran produk kewirausahaan.

1 bulan 1 minggu

Advanced Level

Show Your Act Monitoring and Evaluating

Pengembangan bisnis usaha, bisa dengan melakukan inovasi usaha.

Pelaksanaan kompetisi business plan terbaik yang berkelanjutan untuk kemudian diberikan dana hibah guna pengembangan usaha.

(37)

4.4 Konsep SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) Method Dalam penerapan TCP akan digunakan konsep Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing yang disingkat dengan SCORING. Start Up merupakan

metode yang diberikan kepada anak jalanan dengan mendongkrak motivasi mereka guna melatih kemampuan kreatif dan inovatif secara riil yang tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha. Ini bisa dilakukan dengan memberikan video-video motivasi dan film seputar technopreneur yang dapat membuat anak jalanan untuk show their act. Creative pada metode ini merupakan Metode ini bisa dijalankan dengan memberikan hal-hal baru bagi anak jalanan berupa smart games yang menuntun kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru dan melihat bagaimana respon mereka terhadap hal baru tersebut.

Selanjutnya pengertian Opportunity merupakan metode yang dijalankan guna meningkatkan kemauan dan kemampuan anak jalanan untuk mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Metode ini diberikan melalui pengembangan wawasan Technopreneur bagi anak jalanan melalui fasilitas yang telah diberikan. Risk Bearing merupakan metode guna meningkatkan kemampuan dan keberanian anak jalanan dalam menanggung risiko, bisa dijalankan misal melalui pemberian role play.

Selain itu Detektif Technopreneur selaku pengawas, pembimbing dan pendamping program juga akan memberikan beberapa permasalahan yang harus dipecahkan, yang menuntun kemampuan mereka untuk cepat dan tanggap. Ini dijalankan secara rutin yakni 1 minggu 2 kali. Penerapan metode ini diharapkan memiliki luaran sebagai berikut ini.

1) Peserta program dengan self-confidence yang tinggi dalam memulai sesuatu hal.

2) Peserta program dengan kemampuan yang tinggi untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.

3) Peserta program dengan wawasan technopreneurship dan sikap mental inventif/inovatif yang meningkat.

(38)
(39)

4.4.1 Konsep SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) Method

Metode Deskripsi Luaran yang Diharapkan

Start Up

Creative

Opportunity

Risk Bearing

Metode yang diberikan kepada anak jalanan dengan mendongkrak motivasi mereka guna melatih kemampuan kreatif dan inovatif secara riil yang tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha. Ini bisa dilakukan dengan memberikan video-video motivasi dan film seputar technopreneur yang dapat membuat anak jalanan untuk show their act.

Metode ini bisa dijalankan dengan memberikan hal-hal baru bagi anak jalanan berupa smart games yang menuntun kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru dan melihat bagaimana respon mereka terhadap hal baru tersebut.

Metode yang dijalankan guna meningkatkan kemauan dan kemampuan anak jalanan untuk mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Metode ini diberikan melalui pengembangan wawasan Technopreneur bagi anak jalanan melalui fasilitas yang telah diberikan.

Metode guna meningkatkan kemampuan dan keberanian anak jalanan dalam menanggung risiko, bisa dijalankan misal melalui pemberian role play. Selain itu Detektif Technopreneur selaku pengawas, pembimbing dan pendamping program juga akan memberikan beberapa permasalahan yang harus dipecahkan, yang menuntun kemampuan mereka untuk cepat dan tanggap. Ini dijalankan secara rutin yakni 1 minggu 2 kali.

1. Peserta program dengan self-confidence yang tinggi dalam memulai sesuatu hal

2. Peserta program dengan kemampuan yang tinggi untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.

3. Peserta program dengan wawasan technopreneurship dan sikap mental inventif/inovatif yang meningkat.

4. Peserta program yang adaptable terhadap kondisi baru.

(40)

4.4.2 Fasilitas Penunjang Technopreneur Camp Program

Area Nama Program Deskripsi

Basic

Technopreneur Area

Library of technopreneur education

Pendopo of Technopreneur rubric sharing

Exam Hot Challenge

Brain storming mode.

Expression room

Green House Reading

Bale santai

Area yang dapat digunakan untuk lebih dekat dengan Technopreneur Camp Program. Disini peerta dapat mencari literature berupa buku maupun video terkait technopreneur. Ini dilakukan sebagai upaya menunjang pemahaman para peserta program terkait pendidikan entrepreneur berbasis teknologi.

Pendopo buatan di dalam camp yang dapat digunakan untuk para peserta program menceritakan masalah dan kendala-kendala yang dialami terkait program tehnopreneur yang dijalani. Disini akan ada mentor yang berusaha membantu memberi saran dalam mengatasinya.

Ruang untuk menguji kesiapan menghadapi tantangan dalam berwirausaha. Kelebihan dari ruang ini adalah tantangan berupa audio. Jadi peserta memakai aerophone dalam mendengarkan tantangan soal yang dilontarkan. Akan ada tentor yang mendampingi dan membantu dalam menghadapi tantangan.

Inovasi - inovasi permainan yang mengasah otak seperti catur, puzzle, rubik, TTS, serta akan diberikan info tentang penyeimbangan otak dan melakukan electronic IQ test

Ruang ini memberikan fasilitas dalam berekspresi. Menyalurkan hobi, seperti menyanyi, melukis, main alat musik. Serta akan ada bimbingan karir dalam menentukan masa depan dengan menggunakan bakat minat oleh tentor yang ahli

Rumah baca dengan konsep alam terbuka. Peserta akan dibawa kepada suasana yang damai dengan diiringi instrument–instrument lembut. Fasilitas ini bisa disebut “outdoor in indoor”. Green house reading adalah tempat yang digunakan untuk membaca dimana fungsinya selain menambah pengetahuan juga sebagai relaksasi. Musik terbukti dapat membuat hati seseorang lunak. Dan disini buku yang disediakan tidak hanya buku terkait technopreneur tetapi juga wawasan secara umum.

(41)

kritik, saran dan keluhan dalam pelaksanaan TCP sehingga akan selalu ada renovasi untuk perbaikan ke depannya.

Technopreneur Merchandising Area

Assembling course

Conversation short course

Education movie

Penyediaan fasilitas–fasilitas perakitan seperti spare part atau komponen untuk belajar merakit motor, robot dan hal–hal lain yang melatih kemampuan otak kanan.

Kursus singkat melatih kemampuan berbicara di depan umum dengan menerapkan sistem 3 bahasa. Terdapat tentor yang akan memberi masukan tentang cara cepat melatih kemampuan linguistik.

(42)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Kegiatan entrepreneur akan membentuk anak jalanan mandiri, terutama mandiri dalam segi finansial dan meningkatkan skill anak jalanan. Selain itu, pendidikan terkait penggunaan teknologi juga penting untuk diberikan karena teknologi pada zaman modern ini sudah semakin cangih dan terus berkembang. Oleh karenannya dengan adanya pendidikan kombinasi antara teknologi dan enterpreneur (Technopreneur) maka anak jalanan akan mampu bersaing dengan

anak-anak lainnya dan memiliki masa depan yang lebih baik. Berdasarkan pendidikan kombinasi antara teknologi dan enterpreneur (Technopreneur) tersebut maka penulis menawarkan sebuah program bagi kemajuan masa depan anak jalanan.

TCP (Technopreneur Camp Program) merupakan program pendidikan yang dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan Technopreneur yang mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide usaha yang dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan penggunaan teknologi dalam mengembangkan usahanya. Program ini didesain untuk memfasilitasi pengembangan invensi dan inovasi bagi anak jalanan dalam menjalankan ide usaha yang berorientasi pada hasil (impact oriented) terhadap pemberdayaan anak jalanan di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mendorong agar anak jalanan mampu menghasilkan invensi dan inovasi produk yang dapat diterima oleh masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat baik secara finansial maupun aspek sosial bagi anak jalanan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu hasil pembelajaran tersebut akan muncul peran anak jalanan sebagai pemuda yang cepat tanggap dan berkompeten dalam menciptakan lapangan kerja.

5.2 Saran

Program Pendidikan TCP dengan kombinasi pendidikan technology dan enterpreneur merupakan solusi dari permasalahan banyaknya anak jalanan yang

(43)

kepada stakeholder agar nantinya ketika gagasan ini diimplementasikan, semua pihak dapat turut berkontribusi dalam menyukseskan gagasan ini. berikut saran yang dapat penulis sampaikan :

a) Pemerintah

Pemerintah dapat berkontribusi menjadi sponsor utama dalam membantu pendanaan pembangunan camp. Dengan adanya donasi dari pemerintah, diharapkan ketersediaaan modal awal dan keberlangsungan program dapat berjalan dengan lancar. Legalitas program yang diturunkan secara langsung oleh pemerintah, juga akan memberikan kemudahan pengembangan program untuk kedepannya.

b) Investor

Karena pendirian TCP (Technopreneur Camp Program) bukanlah untuk tujuan finansial, maka dari itu dibutuhkan kerjasama yang baik dengan pihak swasta dalam bentuk dana dan jasa lainnya seperti computer gratis, web gratis, jurnal gratis, sumbangan dana pelaksanaan TCP (Technopreneur Camp Program) dan lain sebagainya.

c) Kalangan Akademisi

(44)

De Moura, S.L, 2002 “The Social Construction of The Street Children: Configuration and Implications” British Journal of Social Work vol 32 pp 253-367.

Departemen Sosial, 2004. Pedoman Pelayanan Sosial Anak Terlantar di Luar Panti. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak.

Handayani, K, 2009 . Identifikasi anak jalanan di kota medan. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Sumatra Utara.

Henny, 2007. Ranperda Gepeng Sapu Anak Jalanan DI Medan, Jurnal Perempuan 55, YJP Bandung, hal. 40.

Huraerah, Abu, 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa. Idzha, Gely Nurmurey, 2013. Mekanisme Pertahanan Ego Pada Anak

Jalanan. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 01, Thn. 2013 ISSN. 2301-8259. Diakses 23 Juli 2013 dari http://ejournal.umm.ac.id.

Karnaji, (et.all), 2001. Studi Tentang Penyusunan Model Pembinaan dan Pemberdayaan Anak Jalanan. Jurnal Penelitian Dinamika Sosial dan Ilmu Politik volume 2 Nomor 3. Univesitas Airlangga.

Menteri Kesejahteraan Sosial, 2009, Pemberdayaan Anak Jalanan,

http://elmurobbie.wordpress.com/2009/10/23/pemberdayaan-anak-jalanan Meykeh Simboh, 2006, “Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Magang”,

http://www.jugaguru.com/article/49/tahun/2004 diakses 23 Juli 2013. Middlemas, Natha. 2011. Pendaftaran Kelahiran dan Pencapaian Hak-Hak Anak:

Studi Kasus Kota Malang. Skripsi Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang.

Oktaria, Yudit.2008. Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Jurnal Psikologi Volume 1, No. 2,

(45)

2001, Volume 1,Nomer 2. Universitas Sumatera Utara.

Wargan, K., & Dershem, L. (2009). Save the children “don’t call me a street

child”.Georgia: Act Research. Diakses 24 Juli 2013 dari

(46)

1. Nama lengkap : Ferina Irzani Auliawati 2. Tempat dan tanggal lahir : Pasuruan, 17

Oktober 1993

3. Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

4. Fakultas : Teknologi Pertanian

5. Perguruan tinggi : Universitas Brawijaya 6. Nomor telepon dan ponsel : 081936849161

7. E-mail : Ferina_Irzani@yahoo.co.id

8. Alamat rumah : Dusun. Luwung Rt.01Rw.02 Beji, Kab Pasuruan

9. Karya ilmiah yang pernah dibuat :

1) Alcera Gel (Allium cepa l. dan Aloe vera GEL) Pemanfaatan Kulit Bawang Merah dan Daging Lidah Buaya Sebagai Gel Obat Luka Bakar.

2) E-AMDAL Solusi Efektifitas Penerapan Peraturan Daerah No 15 Tahun 2001 Tentang Amdal Kota Malang.

3) ZAM (Zeolit Adsorben Mask) : Potensi Serat Daun Nanas dan Abu Terbang (Fly Ash) sebagai Bahan Baku Pembuatan Masker

10. Penghargaan yang pernah di raih :

(47)

Watinigsih 2. Tempat dan tanggal lahir : Kediri, 9

Februari 1993

3. Jurusan : Akuntansi

4. Fakultas : Ekonomi dan

Bisnis

5. Perguruan tinggi : Universitas Brawijaya 6. Nomor telepon dan ponsel : 085736179117

7. E-mail : LusianaWatinigsih@gmail.com

8. Alamat rumah : Jalan Gereja No.82 9. Karya ilmiah yang pernah dibuat :

1) Peran CSR (Corporate Social Responsbility) sebagai Marketing Strategy Dalam Meningkatkan Brand Equity Perusahaan untuk Mencapai

Sinergisitas Triple Bottom Line

2) Reef Protect Eco-Action” sebagai Upaya Peningkatan Wisata Bahari dan FAD (Fish Aggregation Device) Melalui Optimalisasi Dana CSR Berbasis Konsep PRA

3) Sekolah Intuisi Bersama Dwiko sebagai Upaya Pendidikan Anti Korupsi untuk Anak di Indonesia

10. Penghargaan yang pernah di raih :

1) Harapan II LKTA tingkat Nasional 2013 di Universitas Jambi 2) Juara II LKTI tingkat Nasional 2013 di Universitas Brawijaya

(48)

Anak Jalanan (dibawah 7 Tahun)

Anak Jalanan (8-12 Tahun)

Anak Jalanan (13-18 Tahun)

Bimbingan Kesetaraan 1) Basic Level

2) Acceleration Level

3) Challenge Level 4) Developing Level 5) Comprehensive

Level

6) Advanced Level

Aplikasi dalam Masyarakat

Pengawasan Detektif Technopreneur

Pemberian Reward

Ready ANJAL

Pendidikan Enterpreneur dan

pengapikasian Technology Pendidikan TCP

(Metode SCORING)

Pemantauan Detektif Technopreneur

dilakukan secara berskala tiap bulan

Gambar

Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut, berdasarkan data Propinsi Tahun 2007
Gambar 1. Anak Jalanan

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan dalam implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ, yaitu (1) sektor masyarakat

Pada tahun 2007 terdapat 14 kasus kejadian DBD di Kota Banjar yang tersebar di bagian utara Kota Banjar, 14 kasus tersebut terbagi ke dalam dua kelompok utama yang terpisahkan

NB: Harap menyiapkan poto close up dan dikirimkan pada link ketika tes

Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munparidi (2012) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Pelatihan, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji deskriptif menunjukkan bahwa etos kerja, kepemimpinan, insentif, kepuasan kerja dan kinerja organisasi Dinas Pendapatan Dan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu pemanasan yang meliputi pemasakan dan pasteurisasi susu dalam botol yang optimal dalam pembuatan susu kacang hijau berdasarkan

book secara bersama terhadap prestasi Lulusan Program Studi D3 Teknologi Mesin, peneliti menggunakan uji regresi berganda untuk mengetahui ada hubungan variabel

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendistribusian laba pada perusahaan yang menerapkan akuntansi syariah telah mendistribusikan labanya tidak hanya kepada pemilik modal saja,