i ABSTRAKSI
Fenomena konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia menarik perhatian tidak hanya masyarakat tetapi juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan. Konflik serupa telah beberapa kali terjadi dan memberikan pengaruh yang kurang baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan serta membuat malu bangsa Indonesia di dunia internasional. Kenyataan ini menarik untuk diangkat dalam suatu penelitian dalam rangka penulisan skripsi. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mahasiswa merespon konflik yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia. Penelitian yang bersifat kualitatif dan dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara ini menghimpun data melalui wawancara mendalam dengan 10 orang mahasiswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa konflik kedua instansi tersebut terjadi dikarenakan masing-masing pihak bersikukuh dan memegang dasar argumentasinya sendiri dalam menangani kasus-kasus korupsi terlebih keduanya mempunyai tugas pokok dan fungsi yang hampir sama atau tumpang tindih dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Mahasiswa dalam merespon konflik ini menjadi pro dan kontra. Hal ini sekaligus pertanda bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik masih memiliki kepekaan terhadap dinamika yang terjadi dilingkungannya, baik dalam skala lokal maupun dalam skala nasional. Sikap pro dari mahasiswa dikarenakan secara umum mahasiswa masih berpendapat bahwa korupsi adalah persoalan terbesar bangsa Indonesia saat ini dan oleh karenanya harus ada institusi yang bisa bertindak dengan tegas tanpa pandang bulu, dimana hal ini hanya bisa diharapkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian RI berawal dari ditetapkannya Komjen Pol. Budi Gunawan (Calon Kapolri) sebagai tersangka dalam kasus kepemilikan rekening gendut dan gratifikasi. Sehubungan dengan itu disarankan kepada pemerintah agar mewujudkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang memperjelas sekaligus mempertegas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Kewenangan ini sekaligus membatasi agar tidak terjadi tumpang tindih sekaligus untuk menghindari terjadinya benturan antar kedua instansi yang menangani korupsi tersebut Selanjutnya pemerintah harus membuat mekanisme resolusi konflik sehingga apabila suatu ketika nanti kedua instansi tersebut terjadi benturan ataupun konflik maka akan nada cara yang dapat ditempuh untuk mengelolanya.
Kata Kunci : Konflik, Korupsi, Kepolisian