BAB I PENDAHULUAN
1.5 Latar Belakang
Konflik yang terjadi antara Kepolisian Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah beberapa kali terjadi. Hal ini akan memberikan pengaruh yang kurang baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Konflik terjadi dikarenakan masing-masing pihak bersikukuh dan memegang dasar argumentasinya sendiri dalam menangani kasus-kasus korupsi. Apalagi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing pihak ternyata memiliki wewenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Sedangkan KPK yang khusus bertugas di area tindak pidana korupsi memiliki wewenang tambahan yakni dapat melakukan penuntutan. Keadaan tumpang tindih kewenangan ini dapat mengundang kerawanan-kerawanan manakala keduanya saling berhadapan dalam penuntasan kasus korupsi di dalam instansi tersebut..
Secara sosiologis, kondisi yang terjadi antara Kepolisian Republik Indonesia dan KPK pada dasarnya dapat dianalisis dengan pendekatan konflik antar organisasi. Konflik ini yang telah terungkap di ruang publik ini akhirnya diappresiasi oleh mahasiswa dan muaranya sikap pro dan sikap kontra pada salah satu dari kedua institusi negara tersebut.
Proses terjadinya konflik antara KPK dan Kepolisian Republik Indonesia berawal dari adanya perbedaan pandangan dan perbedaan cara dari kedua organisasi tersebut dalam penanganan kasus korupsi. Penetapan status tersangka kepada Komjen Pol Budi Gunawan tanpa pernah memeriksa terlebih dahulu menjatuhkan secara telak citra kepolisian. Bagi kepolisian untuk menetapkan status tersangka kepada seseorang tentunya harus terlebih dahulu menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hokum memang merupakan prinsip hukum yang sudah umum digunakan dalam penerapan hukum nasional maupun internasional.
Sebenarnya perbedaan pandangan dalam menyikapi persoalan korupsi antara KPK dan Kepolisian Republik Indonesia sudah terlihat pada saat pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini dibentuk dengan semangat reformasi dimana ketika masa sebelum reformasi perilaku korupsi aparatur negara cukup mengkhawatirkan dan terjadi di hampir semua lapisan pemerintahan.
Korupsi merupakan permasalahan yang terus menerus menggerogoti negara sehingga korupsi disebut saat ini sudah dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Namun, pada kenyataannya publik tidak lagi percaya kepada institusi yang memiliki wewenang menangani permasalahan korupsi seperti Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan dan Inspektorat.
Mahasiswa sebagai intelektual muda dan agen pembaharu menganggap hilangnya kepercayaan ini dikarenakan Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan dan Inspektorat dianggap tidak memiliki kemampuan untuk memberantas permasalahan korupsi yang semakin marak dalam badan pemerintahan. Lebih parahnya lagi adalah bahwa masih saja ada diantara aparatur institusi tersebut juga terbukti terlibat dalam kasus-kasus korupsi. Padahal seharusnya mereka bersih dari korupsi karena bertugas untuk memberantas korupsi tersebut.
lembaga tersebut saling bekerja sama memberantas korupsi di Tanah Air, bukan digunakan sebagai alat kepentingan politik.
Berdasarkan fakta yang ada bahwa konflik yang terjadi antara KPK dengan Kepolisian Republik Indonesia lebih menyangkut kepada elit kedua lembaga negara tersebut. Namun seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, gesekan kewenangan antara institusi tersebut yang menyebabkan berbagai hal terasa sensitif sehingga mau tidak mau, langsung ataupun tidak langsung, melibatkan kedua lembaga negara ini kedalam konflik.
Fenomena konflik ini menarik perhatian tidak hanya masyarakat tetapi juga mahasiswa yang diantaranya mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan. Bagi mahasiswa kenyataan yang demikian ini membuat malu bangsa dan Negara Indonesia di dunia Internasioanal dan oleh karenanya perlu dicarikan solusi agar masalah ini terselesaikan dengan baik. Lebih jauh hal ini perlu diangkat dalam sebuah penelitian karena konflik antara kedua institusi ini juga mengundang sikap pro dan kontra dikalangan mahasiswa.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka peneliti membuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana respon mahasiswa FISIP USU terhadap konflik yang terjadi antara KPK dan
Kepolisian Republik Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui respon mahasiswa FISIP USU terhadap konflik yang terjadi antara KPK
dan Kepolisian Republik Indonesia?
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi mahasiswa FISIP USU dalam merespon konflik yang terjadi antara KPK dan Kepolisian Republik Indonesia?
1.4 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah dalam mengembangkan ilmu sosiologi terkhusus yang berkaitan dengan tema-tema konflik dan korupsi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, menambah wawasan bagi pembaca, untuk mengetahui konflik yang terjadi antara KPK dan Kepolisian RI
1.6 Definisi Konsep
1. Konflik
tidak pernah mengalami konflik. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
2. Respon
Respon merupakan balasan atau tanggapan (reaction). Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indra. Hal yang menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap, persepsi, dan partisipasi.
3. Pro-Kontra
Pro merupakan suatu reaksi positif atau setuju terhadap suatu hal.
Kontra merupakan suatu reaksi negatif, menentang atau tidak setuju terhadap suatu hal.
4. Mahasiswa
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa.
5. Kepolisian Republik Indonesia (Kepolisian Republik Indonesia)
Pengertian Polisi di Indonesia adalah suatu badan yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan menjadi penyidik perkara kriminal (UU Kepolisian RI No.2 Tahun 2002).