• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Mutu Kepegawaian Menggunakan Metode Pendekatan Topsis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Mutu Kepegawaian Menggunakan Metode Pendekatan Topsis"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Penilaian Kinerja

Siagian (1995) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan kegiatan penilaian prestasi kinerja para pegawai yang di dalamnya terdapat berbagai factor, yaitu:

1. Penilaian dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.

2. Penilaian yang dilakukan dalam serangkaian pengukuran tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas kerja seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif.

3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan lima maksud:

- Apabila penilaian tersebut bersifat positif maka penilaian tersebut diharapkan menjadi dorongan bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.

- Apabila penilaian tersebut bersifat negatif maka pegawai yang bersangkutan diharapkan mengetahui kelemahannya dan dengan mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.

- Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan sehingga ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.

(2)

hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai yang bersangkutan.

- Hasil penilaian prestasi kinerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang dambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.

Sedangkan Mejia et al. (2004) dalam Suwanto (2011) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:

1. Identifikasi, yaitu penentuan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan.

2. Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen atau penilai menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.

3. Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja pegawainya.

(3)

2.1.1. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Pegawai

Penilaian kinerja menurut Werther & Davis (1996) mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:

1. Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja pegawai. 2. Compensation adjustment. yaitu tindakan yang membantu para pengambil

keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3. Placement decision, yaitu menentukan promosi, transfer, dan demosi.

4. Training and development needs. yaitu tindakan yang mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal. 5. Carrer planning and development. yaitu tindakan perencanaan yang akan menjadi

panduan untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dan ingin dicapai.

6. Staffing process deficiencies. yaitu tindakan yang berpengaruh di dalam prosedur perekrutan pegawai.

7. Informational inaccuracies and job-design errors. Yaitu tindakan yang membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam kegiatan manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi analisa pekerjaan, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.

8. Equal employment opportunity. yaitu tindakan yang menunjukkan bahwa keputusan dalam penempatan kerja dan penilaian kerja tidak diskriminatif atau subjektif.

(4)

10.Feedback. yaitu tindakan berupa umpan balik bagi manajemen sumber daya manusia ataupun segala urusan kepegawaian dan bagi pegawai itu sendiri.

2.1.2. Pengukuran Kinerja (Performance Measurement)

Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian kinerja (rating) yang relevan. Pengukuran kinerja merupakan sebuah upaya untuk membandingkan dan menilai kualitas kinerja antara standar kualitas pegawai yang telah ditentukan dengan kinerja yang sebenarnya terjadi di lapangan.

2.1.3. Metode Penilaian Kinerja

Banyak metode dalam melakukan penilaian kinerja, namun secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu past-oriented appraisal methods dan future-oriented appraisal methods (Werther & Davis, 1996).

1. Past-oriented appraisal methods. Yaitu penilaian kinerja yang berorientasi pada kualitas kinerja seseorang pada pekerjaan yang telah dilakukannya di masa lalu. Secara kuantitatif, metode ini dangatlah jelas dan mudah diukur dikarenakan sudah adanya data sebelumnya. Namun dikarenakan kinerja yang terukur tidak dapat diubah, terkadang salah menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Metode ini cenderung subjektif dan banyak biasnya.

2. Future-oriented appraisal methods. yaitu penilaian kinerja yang berorientasi pada seberapa besar potensi yang dimiliki seseorang pada masa datang. Metode ini terkadang menggunakan data – data metode past-oriented methods sebagai acuan untuk menetapkan kinerja yang diharapkan. Namun dikarenakan tidak ada yang dapat memastikan secara 100% bagaimana kinerja seseorang pada masa datang, metode ini tidak terlalu akurat.

(5)

yang terbaik. Contohnya adalah dalam mengukur tingkat disiplin waktu masuk kerja pagi pegawai. Jika pegawai tersebut selalu masuk kerja tepat waktu atau sebelum waktu mulai kerja, maka ia bisa diberi nilai 5 oleh penilai kinerja. Sedangkan bila dia selalu terlambat melebihi batas waktu toleransi keterlambatan yang ditentukan oleh organisasi, maka ia bisa diberi nilai 1 yang menunjukkan bahwa dia sangatlah kurang dalam disiplin waktu masuk kerja.

Skala yang digunakan tidak harus selalu nilai 1 sampai dengan 5, skala dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan yang ditentukan oleh tim penilai kinerja atau tim manajemen sumber daya manusia organisasi tersebut. Contoh penilaian Graphic Rating Scales dapat dilihat pada gambar 2.1. Metode ini merupakan metode umum yang paling banyak digunakan oleh organisasi (Mulyana, 2011).

(6)

2.1.4. TUPOKSI dan disiplin harian

Tupoksi adalah istilah singkatan dari kata Tugas Pokok dan Fungsi. Tupoksi suatu unit kerja yang sama didalam suatu organisasi yang berbeda dapat memiliki poin – poin tugas pokok dan fungsi yang berbeda sesuai dengan yang ditentukan oleh pemegang keputusan didalam organisasi tersebut.

Tupoksi merupakan uraian atau penjelasan dari tugas pokok unit dan fungsi unit, sedangkan poin – poin didalam Tupoksi merupakan uraian tugas unit kerja tersebut, Tupoksi dapat berupa sebuah prosedur manual (manual procedure) unit kerja tersebut. Perosedur manual Tupoksi umumnya menjelaskan tentang :

1. Tujuan unit kerja 2. Referensi Tupoksi 3. Tujuan Tupoksi

4. Poin pelaksanaan atau poin tugas kerja

Disiplin harian atau disiplin pegawai merupakan suatu ketentuan organisasi tentang ketaatan dan perilaku pegawai dalam berkerja setiap harinya. Poin dan nilai disiplin harian ditentukan oleh pemegang keputusan didalam organisasi tersebut.

2.2. Sistem Pendukung Keputusan

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi yang sedemikian rupa sehingga lebih interaktif dengan pemakainya. Dalam hal ini ditujukan agar dapat dengan lebih mudah memberikan keputusan yang lebih baik dengan menilai faktor – faktor yang berkaitan dan saling mempengaruhi.

SPK merupakan sebuah sistem untuk membantu menyelesaikan masalah yang bersifat manajerial dengan lebih cepat. Perlu dipahami bahwa SPK bukanlah untuk menggantikan tugas manajer atau Pengambil Keputusan, melainkan hanya sebagai bahan pertimbangan bagi Pengambil Keputusan untuk memutuskan sebuah keputusan akhir.

(7)

interaktif yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk menyelesaikan masalah – masalah yang tidak terstruktur. SPK dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan yang dimulai dari tahap mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif.

2.2.1. Defenisi Sistem Pendukung Keputusan

Defenisi SPK secara sederhana ialah sebuah sistem yang digunakan sebagai alat bantu menyelesaikan masalah dalam pengambilan keputusan (manajer) namun tidak menggantikan kapasitas manajer untuk memberikan pertimbangan dan keputusan akhir (Manurung, 2010)

Kemudian Little (1970) mendefenisikan SPK sebagai “sekumpulan prosedur basis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan”. Little juga menyatakan bahwa untuk sukses, sistem haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan hal – hal yang penting dan komunikatif.

Bonczek et al. (1980) mendefenisikan SPK sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi yaitu: Sistem Bahasa yang berarti mekanisme komunikasi antara pengguna dengan komponen SPK, Sistem Pengetahuan yang merupakan repositori pengetahuan domain masalah yang ada pada SPK baik berupa data atau prosedur, dan Sistem Pemrosesan Masalah dimana hubungan antar kedua komponen lainnya yang terdiri dari satu atau lebih kapasitas manipulasi masalah yang diperlukan untuk mengambil keputusan.

2.2.2. Karakteristik dan kemampuan SPK

(8)

Gambar 2.2 Karakteristik dan Kemampuan SPK(Subakti, 2002)

Karakteristik dan kemampuan tersebut adalah:

1. Dukungan untuk pengambil keputusan, terutama pada situasi semiterstruktur dan tak terstruktur, dengan menyertakan penilaian manusia dan informasi terkomputerisasi. Masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan (tidak dapat dipecahkan secara memuaska) oleh sistem terkomputerisasi lain dan tidak juga oleh metode atau tool kuantitatif standar.

2. Dukungan untuk semua level manajerial, dari pimpinan puncak sampai manajer lapangan.

3. Dukungan per-individu maupun per-kelompok. Masalah yang kurang terstruktur sering memerlukan keterlibatan individu dari organisasi dengan tingkat kemampuan yang berbeda.

(9)

5. Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan: intelegensi, desain, pemilihan dan implementasi.

6. Dukungan dalam berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan yang sesuai dengan tiap – tiap pemakai yang memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. 7. Dapat beradaptasi sepanjang masa. Pengambilan keputusan seharusnya reaktif dan

cepat dalam menangani perubahan sehingga juga harus fleksibel bila dubutuhkan untuk menambahkan, menghapus, mengkombinasikan, mengubah atau mengatur kembali elemen dasar pada situasi yang tidak diduga.

8. User-Friendly. Pengguna merasa nyaman dalam pemakaiannya. Menggunakan bahasa sehari – hari yang mudah dimengerti dan dipahami serta tampilan yang nyaman dipandang mata.

9. Lebih pentingnya efektifitas dalam pengambilan keputusan (akurasi, jangka waktu, kualitas) ketimbang daripada tingkat efisiensi pengambilan keputusan (biaya pengambilan keputusan).

10.Kontrol penuh oleh pengambil keputusan terhadap semua langkah proses pengambilan keputusan dalam memecahkan suatu masalah sehingga tidak berarti menggantikan posisi pengambil keputusan melainkan hanya memberikan rekomendasi dalam pengambilan keputusan.

11.Pengguna akhir dapat menyusun sendiri sebuah sistem yang sederhana. Sistem yang lebih besar membutuhkan sedikit bantuan dari spesialis dibindang sistem informasi.

12.Menggunakan berbagai model dalam menganalisis pengambilan keputusan. Kemampuan memakai model yang berbeda memungkinkan adanya eksperimen dengan berbagai strategi yang berbeda di bawah konfigurasi yang berbeda.

13.Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format, dan tipe, mulai dari sistem informasi geografis (GIS) sampai sistem berorientasi-objek.

(10)

1. Data Management

Database mengandung data yang relevan untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database Management System (DBMS). DBMS haruslah cukup fleksibel yang memungkinkan penambahan dan pengurangan data secara cepat. Subsistem manajemen data terdiri dari elemen – elemen berikut:

- Database: kumpulan data yang saling terkait dan terorganisir dalam memenuhi kebutuhan data organisasi. Data berasal dari sumber internal maupun eksternal.

- Manajemen Database: database dapat dibuat, diakses dan diperbaharui.

- Direktori data: sebuah katalog dari semua data yang terdapat didalam database yang berisi definisi data yang memiliki fungsi utama dalam menjawab pertanyaan mengenai ketersediaan data, sumber, dan makna eksak data.

- Fasilitas Query: menerima dan memenuhi permintaan data dari komponen SPK lainnya dan memformulasikan permintaan tersebut secara detail.

2. Model Management

Berbagai jenis model finansial, statistikal, manajerial atau model kuantitatif lainnya yang dapat memberikan sistem suatu kemampuan analitis dan mengatur software yang diperlukan.

3. Komunikasi (Dialog subsystem atau User-Interface)

Pengguna dapat berkomunikasi dan memberi perintah kepada sistem pendukung keputusan.

4. Manajemen Basis-Pengetahuan

Bekerja sebagai pendukung subsistem lainnya atau sebagai satu komponen yang independen.

2.2.4. Tahapan pengambilan keputusan

(11)

Gambar 2.3 Tahapan Pengambilan Keputusan (Suryadi, 2002) 1. Intelligence Phase

Suatu tahap proses seseorang dalam rangka pengambil keputusan untuk permasalahan yang dihadapi, terdiri dari aktivitas penelusuran, pengidentifikasian serta proses pengenalan masalah atau situasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.

2. Design Phase

Tahap dimana dikembangkannya alternatif – alternatif penyelesaian masalah. Merupakan proses untuk mendalami masalah, mencari solusi dan tujuan yang ingin dicapai secara jelas.

3. Choice Phase

Tahap dimana dipilihnya alternatif – alternatif yang telah diuraikan dalam fase desain untuk diimplementasikan.

4. Implementation Phase

(12)

permasalahan yang tidak terstruktur, semi terstrukstur maupun yang terstruktur. Fase pengembangan SPK seperti pada gambar 2.4. dimana fase – fase tersebut meliputi: 1. Perencanaan (Planing)

Tahap ini difokuskan pada perhitungan kebutuhan dan pengenalan masalah dengan mendefenisikan sasaran dan tujuan dari sistem pendukung keputusan. 2. Riset (Research)

Menentukan kebutuhan pengguna dan sumber daya apa sajakah yang tersedia dan dapat digunakan oleh sistem dalam melakukan dukungan keputusan.

3. Analisa (Analysis)

Penentuan pendekatan pengembangan yang terbaik untuk digunakan serta sumber daya apakah yang akan dibutuhkan sehingga dapat didefenisikan model normatif yang digunakan.

4. Desain

Tahapan dimana ditentukannya spesifikasi desain dan arsitektur yang terdiri dari: - Design User Inferface. Dimana ditentukan dan dibentuknya dialog dan pola

dialog baik secara grafis maupun bahasa antara user dengan sistem.

- Design Problem Processing System. Disini ditentukan pola model dasar dan manajemen masalah yang diproses oleh sistem.

- Design Database. Dibentuknya pola basis data dan manajemen basis data tersebut.

- Design Knowledge Component. Dibentuknya komponen basis pengetahuan 5. Konstruksi

Pembangunan, penyusunan dan penyatuan komponen – komponen yang telah didesain untuk kemudian dilakukan uji coba sistem.

6. Implementasi

Tahap ini terdiri dari percobaan dan evaluasi sistem, demonstrasi, orientasi penggunaan, pelatihan penggunaan sistem serta penerapan penggunaan sistem. 7. Perawatan dan Dokumentasi

(13)

8. Adaptasi

Tahap ini merupakan respon daripada feedback pengguna sistem.

2.3. Sumber Data

Subakti (2002) menjelaskan bahwa sumber data dibagi kedalam 3 kriteria yaitu: 1. Data Internal

Data internal merupakan data yang berasal dari dalam organisasi. Data internal diperoleh dari proses, anggota, produk dan servis di dalam organisasi seperti data karyawan dan tugasnya.

2. Data Eksternal

Berupa data – data yang berasal dari luar organisasi seperti data pasar, data industri, data sensus, data satelit dan sebagainya.

3. Data Personal

Data yagn didapat dari pendapat atau kontribusi para ahli .

2.4. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution

Sumber kerumitan masalah pengambilan keputusan bukan hanya karena faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti faktor yang berpengaruh terhadap pilihan – pilihan yang ada, dengan beragamnya kriteria pemilihan dan juga nilai bobot dari masing-masing kriteria merupakan suatu bentuk penyelesaian masalah yang sangat kompleks (Imbar & Setiadi, 2011).

(14)

multikriteria (Sachdeva, 2009). TOPSIS memberikan sebuah solusi dari sejumlah alternatif yang mungkin dengan cara membandingkan setiap alternatif dengan alternatif terbaik dan alternatif terburuk yang ada diantara alternatif-alternatif masalah. Metode ini menggunakan jarak untuk melakukan perbandingan tersebut. TOPSIS telah digunakan dalam banyak aplikasi termasuk keputusan investasi keuangan, perbandingan performansi dari perusahaan, perbandingan performansi dalam suatu industri khusus, pemilihan sistem operasi, evaluasi pelanggan, dan perancangan robot (Hasibuan, 2011)

TOPSIS mengasumsikan bahwa setiap kriteria akan dimaksimalkan ataupun diminimalkan. Maka dari itu nilai solusi ideal positif dan solusi ideal negatif dari setiap kriteria ditentukan, dan setiap alternatif dipertimbangkan dari informasi tersebut. Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi ideal negatif terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut. Solusi ideal positif jarang dicapai ketika menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata karenanya asumsi dasar dari TOPSIS adalah ketika solusi ideal positif tidak dapat dicapai, pembuat keputusan akan mencari solusi yang sedekat mungkin dengan solusi ideal positif. TOPSIS memberikan solusi ideal positif yang relatif dan bukan solusi ideal positif yang absolut. Dalam metode TOPSIS klasik, nilai bobot dari setiap kriteria telah diketahui dengan jelas. Setiap bobot kriteria ditentukan berdasarkan tingkat kepentingannya menurut pengambil keputusan.

(15)

2.4.1. Langkah - langkah TOPSIS

1. Membuat matriks keputusan

TOPSIS dimulai dengan membangun sebuah matriks keputusan. Matriks keputusan X mengacu terhadap m alternatif yang akan dievaluasi berdasarkan n kriteria. Matriks keputusan X dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Matriks keputusan (Xij)mxn

Dimana ( = 1, 2, 3, . . . , m ) adalah alternatif-alternatif yang mungkin sedangkan ( =1, 2, 3, . . . , n ) adalah atribut dimana performansi alternatif diukur sehingga adalah performansi alternatif dengan acuan atribut . 2. Membuat matriks keputusan ternormalisasi

Matriks X kemudian dinormalisasikan untuk membuat matriks ternormalisasi R menggunakan persamaan (2.1):

√∑ (2.1)

Dengan (i = 1,2,3, . . . , m) dan (j = 1,2,3, . . . , n) dimana adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasi R, adalah elemen dari matriks keputusan X.

3. Membuat matriks keputusan normalisasi terbobot

Setelah terbentuk matrik keputusan ternormalisasi R, kemudian dibuatlah matriks keputusan ternormalisasi V.

Matriks V dengan bobot (wi = w1,w2,w3, . . . ,wn) dimana wj adalah bobot dari

kriteria ke-j dan ∑ maka normalisasi bobot matriks V adalah seperti yang tertulis pada persamaan (2.2):

(16)

rij adalah elemen dari matriks keputusan ternormalisasi R.

4. Menentukan matriks solusi ideal positif dan solusi ideal negatif Solusi ideal positif dinotasikan dengan A+ sedangkan solusi ideal positif dinotasikan dengan A- sesuai dengan yang tertulis pada persamaan (2.3) dan persamaan (2.4):

{( | )( | ) } (2.3)

{( | )( | ) } (2.4)

Dimana (J = 1,2,3, . . . ,n) dan J merupakan himpunan kriteria positif (positive criteria) serta (J’ =1,2,3, . . . ,n) dengan J’ merupakan himpunan kriteria negatif (negative criteria).

Dimana vij adalah elemen dari matriks keputusan ternormalisasi terbobot V,

dengan vij ( j =1,2,3, . . . , n) adalah elemen matriks solusi ideal positif dan dengan

vij( j =1,2,3, . . . ,n) adalah elemen matriks solusi ideal negatif.

5. Menghitung separasi

Separasi merupakan pengukuran jarak dari suatu alternatif ke solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Perhitungan secara matematis sesuai dengan yang tertulis pada persamaan (2.5) untuk solusi ideal positif dan persamaan (2.6) untuk solusi ideal negatif:

√∑ ( ) , dengan i =1,2,3, . . . ,m (2.5)

√∑ ( ) , dengan i =1,2,3, . . . ,m (2.6)

Dimana:

- adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal positif. - adalah jarak alternatif ke-i dari solusi ideal negatif.

- adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot V. - adalah elemen matriks solusi ideal positif.

(17)

6. Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif

Kedekatan relatif dari setiap alternatif terhadap solusi ideal positif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.7):

( ) (2.7)

Dengan (i =1,2,3, . . . ,m) dimana adalah kedekatan relatif dari alternatif ke-i terhadap solusi ideal positif.

7. Merangking alternatif

Alternatif diurutkan dari nilai terbesar sampai ke nilai terkecil dengan nilai terbesar merupakan solusi yang terbaik dikarenakan merupakan alternatif solusi ideal positif yang paling dekat dengan solusi ideal.

2.5. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan SPK maupun TOPSIS, beberapa diantaranya adalah

Tabel 2.1 Contoh Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Penelitian Kesimpulan

Manurung, P. Sistem Pendukung Keputusan Slekesi Penerima Beasiswa dengan Metode AHP dan TOPSIS

Metode AHP dan TOPSIS dapat digunakan untuk memecahkan masalah penyelesaian penyeleksian beasiswa

Andayati, D. Sistem Pendukung Keputusan Pra-Seleksi Penerimaan Siswa Baru On-line Yogyakarta

Gambar

Gambar 2.1 Contoh Graphic Rating Scale (Pierce J.L, 2002)
Gambar 2.2 Karakteristik dan Kemampuan SPK (Subakti, 2002)
Gambar 2.3 Tahapan Pengambilan Keputusan (Suryadi, 2002)
Gambar 2.4 Matriks keputusan (Xij)mxn
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bonczeek, dkk, (1980) dalam Turban, dkk, (2005), mendefinisikan DSS sebagai sistem berbasis komputer yang terdidri dari tiga komponen yang saling berinteraksi: sistem

Menurut Bonczek (dalam Turban, 2005), Sistem pendukung keputusan didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi,

Sistem pendukung keputusan (SPK) merupakan sistem berbasis komputer yang mempunyai komponen-komponen yang saling berhubungan dan berkaitan. Saat ini sekolah dalam menentukan

Bonczek, dkk., (1980) mendefinisikan SPK sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi: sistem bahasa (mekanisme untuk

Pemodelan sistem yang dirancang untuk rancangan aplikasi SPK penilaian kinerja karyawan, dirancang dalam bentuk paket perangkat lunak komputer yang terdiri dari komponen

keputusan (SPK) sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi, sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi antara

SPK didefenisikan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi: sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan

Bonczek, dkk., (1980) mendefenisikan sistem pendukung keputusan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi: sistem